• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYEBAB KETERLAMBATAN DAN PEMBENGKAKAN BIAYA DALAM PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYEBAB KETERLAMBATAN DAN PEMBENGKAKAN BIAYA DALAM PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEBAB KETERLAMBATAN DAN PEMBENGKAKAN BIAYA DALAM

PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Yulismar1 dan Yohanes L.D. Adianto2

1Alumni Pasca Sarjana,Program Studi Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Email: yulismar@ymail.com

2 Dosen Pasca Sarjana, Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Email: yohanesadianto@yahoo.co.id

ABSTRAK

Keterlambatan dan pembengkakan biaya merupakan keadaan yang umum terjadi pada pelaksanaan proyek konstruksi, tidak terkecuali pada proyek konstruksi bangunan gedung, yang diakibatkan oleh risiko dan ketidakpastian yang tidak dapat diperkirakan dengan seksama pada saat perencanaan penjadwalan dan estimasi biaya pelaksanaan proyek. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung. Penelitian ini mengidentifikasi 21 (dua puluh satu) faktor penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung, dan melakukan survei melalui kuesioner dengan menggunakan Skala Likert terhadap kontraktor yang bergerak dibidang usaha konstruksi bangunan gedung dengan kualifikasi usaha perusahaan menengah (gred 5) dan kualifikasi usaha perusahaan besar (gred 6 dan 7) yang berdomisili di Kota Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan 5 (lima) faktor yang menduduki peringkat teratas sebagai penyebab terjadinya keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung berdasarkan gabungan kualifikasi usaha perusahaan menengah dan besar adalah kesulitan keuangan kontraktor, lemahnya manajemen proyek di lapangan, kurangnya persiapan dalam estimasi biaya dan penjadwalan proyek, kurangnya koordinasi dan komunikasi antara kontraktor - konsultan dan pemilik proyek, dan kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi.

Kata kunci : Proyek konstruksi, bangunan gedung, keterlambatan dan pembengkakan biaya.

1.

PENDAHULUAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002, mendefinisikan bangunan gedung sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Sebagai salah satu jenis proyek konstruksi, bangunan gedung memiliki karakteristik yang berbeda dengan proyek konstruksi lainnya seperti bangunan sipil (jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya). Pekerjaan bangunan gedung dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit, membutuhkan manajemen terutama untuk progressing pekerjaaan (Evianto, 2006), bersifat padat karya dan memiliki ruang lingkup maupun tingkat teknologi bangunan pada umumnya ternyata jauh lebih besar dan lebih rumit, desain umumnya dikordinasikan oleh para arsitek yang bekerjasama dengan para spesialis rekayasa untuk subsistem bidang struktur, mekanikal dan kelistrikan dan pembangunannya biasanya dikoordinasikan oleh kontraktor umum atau para manajer konstruksi, yang kemudian mensubkontrakkan lagi berbagai bagian penting dari pekerjaan itu kepada perusahaan-perusahaan menurut bidang spesialisasinya (Barrie dan Paulson, 1990).

Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, telah ditentukan dan dibatasi oleh kendala-kendala yang sifatnya saling mempengaruhi dan biasa disebut sebagai segitiga project constrain yaitu lingkup pekerjaan (scope), waktu dan biaya. Kesalahan dalam mengelola waktu dan biaya yang telah direncanakan, akan mengakibatkan proyek tidak efisien dan efektif, seperti terjadinya keterlambatan dan pembengkakan biaya (cost overruns).

Mengingat jenis proyek konstruksi memiliki keunikan dan kompleksitas tersendiri sesuai dengan karakteristiknya, maka perlu dilakukan penelitian tentang penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi khususnya proyek konstruksi bangunan gedung, yang diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung (kontraktor, konsultan maupun pengguna jasa)

(2)

agar proses perencanaan dan pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung dapat dilakukan dengan baik, yang pada akhirnya dapat meminimalkan dan menghindari terjadinya keterlambatan dan pembengkakan biaya.

2.

KETERLAMBATAN DAN PEMBENGKAKAN BIAYA

Waktu dan biaya proyek merupakan dua tujuan yang sangat penting dalam manajemen proyek (Ahuja et al., 1994). Setiap proyek mempunyai rencana jadwal dan rencana anggaran biaya proyek yang dibuat sebelum pelaksanaan proyek, dengan tujuan agar proyek dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu dan biaya yang ditetapkan. Waktu dan biaya mempunyai keterkaitan satu sama lain, yang artinya setiap penambahan waktu yang diperlukan (terjadinya keterlambatan) dalam pelaksanaan proyek mengakibatkan biaya yang dikeluarkan semakin meningkat (pembengkakan biaya). Demikian juga sebaliknya, fluktuasi pembiayaan suatu konstruksi bangunan juga tidak terlepas dari pengaruh situasi ekonomi umum yang mungkin dapat berupa kenaikan biaya (pembengkakan biaya) sebagai akibat dari penundaan waktu pelaksanaan kegiatan karena sesuatu keterlambatan.

Menurut Callahan et al. (1992) keterlambatan adalah apabila suatu aktifitas atau kegiatan proyek konstruksi mengalami penambahan waktu, atau tidak diselenggarakan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Standar kontrak konstruksi mengkategorikan keterlambatan dalam 3 (tiga) kelompok besar (Ahuja et al., 1994) yaitu :

1) Excusable delay (keterlambatan yang dapat dimaafkan), yakni keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik pemilik proyek maupun kontraktor, seperti keadaan cuaca dan force majeure lainnya serta permasalahan perencanaan.

2) Inexcusable delay (keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan), yakni keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

3) Compensable delay (keterlambatan yang layak mendapatkan kompensasi penambahan waktu), yakni keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik proyek.

Sedangkan pembengkakan biaya (cost overruns) yang dimaksud dalam pelaksanaan proyek konstruksi adalah apabila biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanan proyek melebihi jumlah yang diperkirakan. Pembengkakan biaya menurut (Kaming dan Budiono, 2007) adalah deskripansi antara jumlah biaya aktual yang terhimpun (accumulated cost) dan biaya yang telah ditetapkan (stipulated cost) dalam kontrak. Dengan kata lain cost overruns dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

Cost Overruns = Actual CostEstimate Cost (1)

3.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan kajian literatur, diidentifikasi sebanyak 21 (dua puluh satu) faktor yang diyakini sebagai penyebab penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung, dan factor-faktor tersebut dikelompkkan kedalam 6 (enam) aspek. Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data persepsi responden dan untuk melihat kenyataan di lapangan seberapa berpengaruhkah variabel-variabel tersebut menyebabkan keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung, khususnya bangunan gedung negara (proyek pemerintah). Penilaian menggunakan Skala Likert dengan nilai 1 s/d 5 dengan pilihan : sangat berpengaruh, berpengaruh, cukup berpengaruh, kurang berpengaruh dan tidak berpengaruh.

Selanjutnya data diolah dengan menggunakan metode statistik untuk mengetahui Indeks Kepentingan (IK) berdasarkan nilai rata-rata dari persepsi responden. Indeks Kepentingan merupakan suatu formula yang dipergunakan untuk mengatahui peringkat dari setiap faktor penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya berdasarkan pengaruh terjadinya, semakin besar nilai Indeks Kepentingan maka peringkatnya akan semakin kecil, yang dihitung dengan menggunakan Rumus :

(2)

dimana : IK = Indeks Kepentingan a = bobot tiap penilaian

(3)

n = jumlah responden yang memilih setiap penilaian N = jumlah total responden

4.

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Peringkat berdasarkan seberapa berpengaruh tiap faktor sebagai penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung khususnya proyek pemerintah menurut persepsi responden pelaksana konstruksi (kontraktor) berdasarkan gabungan kualifikasi usaha perusahaan menengah, kualifikasi usaha perusahaan besar dan gabungan kualifikasi usaha perusahaan menengah dan besar.

Penentuan peringkat didasarkan pada nilai Indeks Kepentingan (IK) dari tiap faktor, seperti perhitungan yang dilakukan berikut ini :

Untuk faktor A1 (kurangnya persiapan dalam estimasi biaya dan penjadwalan proyek), berdasarkan persepsi responden :

- 32 responden menjawab “sangat berpengaruh” (bobot 5) - 14 responden menjawab “ berpengaruh” (bobot 4) - 13 responden menjawab “cukup berpengaruh” (bobot 3) - 2 responden menjawab “kurang berpengaruh” (bobot 2) - 0 responden menjawab “tidak berpengaruh” (bobot 1)

Selanjutnya hasil perhitungan nilai IK tiap faktor sebagai penyebab keterlambatan dan pembegkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung menurut persepsi responden, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Peringkat Faktor Penyebab Keterlambatan dan Pembengkakan Biaya Dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Menurut Persepsi Responden

Kualifikasi Usaha Perusahaan Menegah Kualifikasi Usaha Perusahaan Besar Gabungan Kualifikasi Usaha Perusahaan Menengah dan Besar No. Faktor Penyebab Keterlambatan dan

Pembengkakan Biaya

IK Peringkat IK Peringkat IK Peringkat

1 2 3 4 5 6 7 8

A Aspek perencanaan penjadwalan dan estimasi biaya

1 Kurangnya persiapan dalam estimasi biaya dan penjadwalan proyek

4.06 6 4.43 2 4.25 3

2 Kesulitan untuk memperoleh harga/sewa resmi yang terbaru material dan peralatan

3.42 17 3.63 15 3.52 16

3 Pola keuangan dan pembayaran oleh kontraktor untuk menyelesaikan pekerjaan

3.45 16 4.03 7 3.74 12

B Aspek sumber daya

1 Perencanaan tenaga kerja yang tidak tepat 3.97 8 4.10 5 4.03 7

2 Seringnya kerusakan pada peralatan konstruksi 3.35 18 3.67 14 3.51 17

3 Kesulitan keuangan kontraktor 4.32 2 4.53 1 4.43 1

4 Kurangnya motivasi dan komitmen untuk mencapai tujuan akhir proyek

3.68 12 3.86 9 3.77 11

5 Material yang harus diimpor 3.16 20 3.60 16 3.38 18

(4)

1 Identifikasi, durasi dan rencana urutan kerja yang tidak tersusun dengan tepat

4.03 7 4.07 6 4.05 6

2 Kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi 4.39 1 3.90 8 4.15 5

3 Pengurangan personil inti/teknis yang telah ditetapkan 3.71 11 3.47 18 3.59 15

4 Lemahnya manajemen proyek di lapangan 4.23 3 4.30 3 4.26 2

5 Kurangnya koordinasi dan komunikasi antara kontraktor - konsultan dan pemilik proyek

4.13 4 4.23 4 4.18 4

6 Banyaknya proyek yang dilaksanakan oleh kontraktor pada saat bersamaan

3.52 15 2.83 21 3.18 20

D Aspek kontrak

1 Perubahan lingkup pekerjaan yang meningkat dari desain

3.87 9 3.83 10 3.85 8

2 Penawaran yang rendah 4.10 5 3.53 17 3.82 9

E Aspek administrasi birokrasi

1 Keterlambatan dalam pengujian dan inspeksi pekerjaan 3.29 19 3.40 19 3.34 19

2 Birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan proyek 3.58 14 3.73 12 3.66 14

F Aspek kondisi eksternal

1 Kecelakaan kerja dalam pelaksanaan konstruksi 3.03 21 2.93 20 2.98 21

2 Harga material yang tidak stabil 3.84 10 3.77 11 3.80 10

3 Lingkungan sosial politik yang tidak mendukung 3.65 13 3.70 13 3.67 13

Berdasarkan tabel tersebut di atas, terdapat lima peringkat teratas sebagai penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung menurut persepsi pelaksana konstruksi kualifikasi usaha perusahaan menengah, kualifikasi usaha perusahaan besar dan gabungan kualifikasi usaha perusahaan menengah dan besar, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Lima Peringkat Teratas Sebagai Faktor Penyebab Keterlambatan dan Pembengkakan Biaya Dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Menurut Persepsi Responden

Peringka t

Kualifikasi Usaha Perusahaan Menengah

Kualifikasi Usaha Perusahaan Besar

Gabungan Kualifikasi Usaha Perusahaan Menengah dan Besar

1 2 3 4

1 Kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi

Kesulitan keuangan kontraktor Kesulitan keuangan kontraktor 2 Kesulitan keuangan kontraktor Kurangnya persiapan dalam estimasi biaya

dan penjadwalan proyek

Lemahnya manajemen proyek di lapangan

3 Lemahnya manajemen proyek di lapangan

Lemahnya manajemen proyek di lapangan Kurangnya persiapan dalam estimasi biaya dan penjadwalan proyek 4 Kurangnya koordinasi dan

komunikasi antara kontraktor - konsultan dan pemilik proyek

Kurangnya koordinasi dan komunikasi antara kontraktor - konsultan dan pemilik proyek

Kurangnya koordinasi dan komunikasi antara kontraktor - konsultan dan pemilik proyek 5 Penawaran yang rendah Perencanaan tenaga kerja yang tidak tepat Kesalahan dalam pelaksanaan

konstruksi

Lima peringkat teratas sebagai faktor penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung berdasarkan gabungan kualifikasi usaha perusahaan menengah dan besar sebagaimana terlihat pada Tabel 2 di atas, terdapat 3 (tiga) faktor yang merupakan aspek manajemen pelaksanaan oleh kontraktor, yaitu lemahnya manajemen proyek di lapangan, kurangnya koordinasi dan komunikasi antara kontraktor

(5)

– konsultan dan pemilik proyek, dan kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi. Hal ini menunjukkan bahwa aspek manajemen pelaksanaan oleh kontraktor merupakan aspek yang memberikan pengaruh yang sangat besar sebagai penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung.

Kontraktor sebagai pelaksana dan bertanggungjawab sepenuhnya untuk keberhasilan proyek, dituntut untuk dapat menyelesaikan proyek tepat waktu dan biaya serta tentu saja dengan mutu proyek yang telah ditetapkan dan diberikan oleh pemilik proyek/konsultan. Kontraktor harus mampu menjawab tuntutan tersebut dengan memberikan jadwal dan biaya proyek seoptimum mungkin dan menerapkan manajemen proyek dalam pelaksanaannya secara efektif dan berkesinambungan, sehingga dapat menguntungkan bagi bagi kedua belah pihak.

4.1

KESULITAN KEUANGAN KONTRAKTOR

Suatu cost estimate sangat dipengaruhi oleh kebijakan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu kebijakan pembiayaan, terutama dalam menentukan unit price (harga satuan). Kebijakan pembiayaan ini, biasanya dipengaruhi oleh kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan. Bila kondisi keuangan bagus, biasanya cenderung menggunakan kebijakan pembiayaan secara tunai, tetapi sebaliknya bila kondisi keuangan kurang bagus, biasanya menerapkan kebijakan pembiayaan secara kredit. Pembiayaan secara tunai pada umumnya bisa lebih menekan harga, dibanding bila dilakukan secara kredit.

Bila kondisi keuangan tidak mencukupi untuk menunjang kegiatan pelaksanaan proyek yang diakibatkan oleh penerimaaan financial yang tidak lancar, kontraktor biasanya menempuh dua cara yaitu :

1) Pinjam uang ke bank atau lembaga keuangan lain untuk keperluan pembiayaan secara tunai agar dapat menekan biaya, tetapi di lain pihak harus membayar bunga pinjaman.

2) Tidak pinjam uang, tetapi menggunakan kebijakan kredit untuk barang atau jasa yang diperlukan, tetapi harga biasanya lebih tinggi dibanding bila dilakukan secara tunai.

Secara tradisional hal demikian benar karena kontraktor harus selalu mengendalikan biaya tenaga kerja, peralatan dan material untuk pekerjaannya, bahkan termasuk hal penting berkaitan dengan kepentingan untuk mengembangkan ramalan tepat atas arus kas (cas flow). Namun kedua cara tersebut sama-sama menjadikan biaya pelaksanan proyek bertambah, melebihi dari estimasi yang dibuat oleh kontraktor dan berpengaruh terhadap laju penyelesaian proyek secara keseluruhan.

4.2

LEMAHNYA MANAJEMEN PROYEK DI LAPANGAN

Manajemen proyek sebagaimana disebutkan oleh (Kerzner, 2006) meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya dan tepat mutu.

Tidak efektifnya manajemen konstruksi yang dilaksanakan oleh kontaktor, dan buruknya sistem kontrol biaya yang dilakukan merupakan penyebab dalam masalah pembengkakan biaya (Sripasert, 2000) dalam (Azhar, 2008), dan (Gould, 1997) menyatakan bahwa manajemen yang efisien sangat diperlukan, dimana jadwal merupakan alat kontrol utama. Dengan demikian, manajemen proyek senantiasa dilakukan di lapangan, terutama dalam kontrol waktu dan biaya.

Proyek konstruksi bangunan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang rumit, yang mengandung berbagai permasalahan serta kesulitan tersendiri sesuai dengan kompleksitas bangunan gedung yang dilaksanakan. Hal ini tentunya memerlukan manajemen proyek di lapangan agar suatu proyek dapat diselesaikan dengan tepat waktu, tepat mutu sesuai dengan peraturan, perundangan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku, dan tetap dalam batas-batas anggaran yang telah direncanakan.

Selain itu, kompleksitas jaringan mekanisme kegiatan di dalam manajemen proyek, sudah tentu semakin banyak masalah yang harus dihadapi. Apabila tidak ditangani secara sungguh-sungguh, berbagai permasalahan akan memberikan dampak berupa terlambatnya penyelesaian proyek, penyimpangan mutu hasil, pembengkakan biaya serta kegagalan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.

(6)

4.3

KURANGNYA PERSIAPAN DALAM ESTIMASI BIAYA DAN PENJADWALN PROYEK

Sebagai dasar untuk membuat sistem pembiayaan dalam perusahaan, kegiatan estimasi juga digunakan untuk merencanakan jadwal pelaksanaan konstruksi. Kegiatan estimasi pada proyek skala besar dan kompleks sepertinya halnya proyek konstruksi bangunan gedung diperlukan waktu yang cukup, sebagaimana (Burke, 2003) menyebutkan bahwa tingkat kualitas dan akurasi pada estimasi seharusnya dilihat berdasarkan pada waktu yang tersedia, informasi yang ada, teknik yang dipakai dan keahlian dan pengalaman estimator.

Kegiatan estimasi pada umumnya dilakukan terlebih dahulu dengan mempelajari gambar rencana dan spesifikasi. Berdasarkan gambar rencana, dapat diketahui kebutuhan material yang nantinya akan digunakan, sedangkan berdasarkan spesifikasi dapat diketahui kualitas bangunannya. Sedangkan penjadwalan proyek merupakan pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan masing-masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu proyek hingga tercapai hasil optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada.

Dalam pelaksanaan proyek pemerintah, berdasarkan Pasal 48 ayat 13 Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menyebutkan bahwa penetapan waktu pemasukan dokumen penawaran harus memperhitungkan waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan dokumen penawaran sesuai dengan jenis, kompleksitas dan lokasi pekerjaan. Namun, kadangkala panitia pelelangan dalam mengalokasikan waktu untuk mempersiapkan dokumen penawaran (rencana anggaran biaya dan jadwal pelaksanaan proyek), tidak memperhitungkan kompleksitas proyek tersebut, misalnya proyek konstruksi bangunan gedung. Sehingga akurasi estimasi biaya dan jadwal waktu yang dibuat, tidak sesuai dengan pelaksanaan di lapangan yang pada akhirnya terjadi keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek secara keseluruhan.

4.4

KURANGNYA KOORDINASI DAN KOMUNIKASI ANTARA KONTRAKTOR –

KONSULTAN DAN PEMILIK PROYEK

Dalam pelaksanaan proyek konstruksi melibatkan banyak pihak yang terkait diantaranya pengguna jasa sebagai pemilik proyek, konsultan perencana, konsultan pengawas atau konsultan manajemen konstruksi sebagai perwakilan pemilik proyek di lapangan serta pihak kontraktor sebagai pelaksana proyek.

Komunikasi merupakan kunci awal bagi kesuksesan bagi keberhasilan pihak-pihak dalam pelaksanaan proyek konstruksi dan salah satu komponen yang penting dalam proyek konstruksi karena komunikasi yang baik sangat dibutuhkan sebagai sarana koordinasi. Perusahaan jasa konstruksi merupakan bentuk organisasi yang spesifik jika dibandingkan dengan orgainisasi lain, dimana sebaran wilayah usahanya yang tidak mengenal batas wilayah dan kegiatan proyek yang dilaksanakan oleh perusahaan jasa konstruksi memiliki karakteristik dan kompleksitas sesuai dengan jenis proyek konstruksinya.

PMBOOK (2004) menyebutkan bahwa manajemen komunikasi proyek meliputi proses-proses yang diperlukan untuk memastikan proyek tersebut tepat waktu dan manajemen komunikasi proyek memberikan hubungan atau keterkaitan kritis antara personil, ide-ide atau gagasan dan informasi yang dibutuhkan untuk kesuksesan proyek secara keseluruhan.

Proyek konstruksi bangunan gedung dengan alokasi biaya yang besar memiliki kompleksitas yang tinggi, maka koordinasi dan komunikasi antara pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaanya senantiasa harus dilaksanakan. Permasalahan akan kurangya koordinasi dan komunikasi tersebut, pada akhirnya akan berdampak terjadinya perselisihan antara pihak kontraktor dengan pemilik proyek (pengguna jasa), yang disebabkan oleh ketidaksesuaian hasil pekerjaan dengan rencana yang di buat oleh konsultan. Hal ini dapat menyebabkan penambahan waktu dan biaya yang harus ditanggung oleh kontraktor, untuk menyelesaikan pekerjaan secara keseluruhan dan menyesuaikan kembali dengan rencana yang dibuat.

4.5

KESALAHAN DALAM PELAKSANAAN KONSTRUKSI

Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, terutama pada skala besar dan terkadang karena manajemen proyek yang tidak begitu bagus, seringkali dijumpai kesalahan-kesalahan yang sifatnya mendasar. Kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi dapat terjadi karena ketidaktepatan penjadwalan akibat gambar yang tidak jelas dan kualitas tenaga kerja yang tidak baik yang mempengaruhi mutu/kualitas dari pekerjaan. Kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi tersebut

(7)

mengakibatkan pembongkaran dan pengulangan pekerjaan (rework) yang tidak perlu karena kesalahan gambar ataupun mutu pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan.

Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi menyebutkan kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi sebagai kegagalan pekerjaan konstruksi yang merupakan keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa. Pada dasarnya semua pengulangan/perbaikan akibat cacat/salah dalam pekerjaan konstruksi tersebut, membutuhkan waktu dan biaya baik untuk material dan tenaga kerja, hal itu berarti bahwa proyek tersebut mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek secara keseluruhan.

5.

REKOMENDASI

Untuk meminimalisir terjadinya keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung yang disebabkan oleh lima faktor teratas sebagima hasil analisa data di atas, langkah yang dapat dilakukan antara lain :

- Membuat pengelolaan kebijakan pembiayaan melalui suatu perencanaan keuangan yang disebut dengan cash flow proyek yang disesuaikan dengan sistem pembayaran.

- Penerapan Sistem Manajemen Proyek yang terpadu dan terintegrasi dalam usaha mencapai keberhasilan penyelenggaraan proyek.

- Memilih estimator dan scheduler yang professional dan berpengalaman untuk mendapatkan rencana anggaran pelaksanaan dan schedule proyek yang akurat dan tepat.

- Penanaman semangat tim di lapangan antara kontraktor – konsultan dan pemilik proyek, dalam rangka mewujudkan kerjasama yang kokoh dalam satu koordinasi untuk mengendalikan pelaksanaan proyek konstruksi sehingga mampu memberikan landasan kuat bagi keberhasilan proyek secara keseluruhan.

- Pengawasan dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang berkaitan dengan pemantauan proses pelaksanaan tahap demi tahap untuk menjamin tercapainya spesifikasi teknis menurut dokumen kontrak.

6.

KESIMPULAN

1)

Peringkat teratas sebagai penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi menurut perspepsi responden berdasarkan gabungan kualifikasi usaha perusahaan menengah dan besar adalah : kesulitan keuangan kontraktor, lemahnya manajemen proyek di lapangan, kurangnya persiapan dalam estimasi biaya dan penjadwalan proyek, kurangnya koordinasi dan komunikasi antara kontraktor - konsultan dan pemilik proyek, dan kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi.

2)

Peringkat teratas sebagai penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi menurut persepsi responden berdasarkan kualifikasi usaha perusahaan menengah adalah : kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi, kesulitan keuangan kontraktor, lemahnya manajemen proyek di lapangan, kurangnya koordinasi dan komunikasi antara kontraktor – konsultan dan pemilik proyek, dan penawaran yang rendah.

3)

Peringkat teratas sebagai penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya dalam pelaksanaan proyek konstruksi menurut persepsi responden berdasarkan kualifikasi usaha perusahaan besar adalah : kesulitan keuangan kontraktor, kurangnya persiapan dalam estimasi biaya dan penjadwalan proyek, lemahnya manajemen proyek di lapangan, kurangnya koordinasi dan komunikasi antara kontraktor – konsultan dan pemilik proyek, dan perencanaan tenaga kerja yang tidak tepat.

7.

DAFTAR PUSTAKA

_________, Undang – Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

_________, Peraturan Pemerintah RI Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

_________, Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pemerintah, beserta perubahannya.

Ahuja, N.H., Dozzi, S.P., Abourizk, S.M. (1994). Project Management : Techniques In Planning And Controlling Contruction Project. 2nd Edition. John Wiley & Sons, Inc., United State of America.

(8)

Azhar, N., Farooqui, R.U., Ahmed, S.M. (2008). Cost Overrun Factor In Contruction Industry of Pakistan, Journal, First International Conference In developing Countries (ICCIDC-I), Karachi, Pakistan.

Asianto (2005). Construction Project Cost Management. Cetakan II. Pradnya Paramita, Jakarta.

Barrie, D.S. & Paulson, B.C. Jr. (1990). Manajemen Konstruksi Profesional (Terjemahan). Edisi II. Erlangga, Jakarta.

Burke, R. (2003). Project Management, Fourth Edition, John Wiley & Sons, Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex, England.

Callahan, M.T., Quackencush, D.H., and Rowings, J.E. (1992). ConstructionProject Scheduling, McGraw-Hill, New York.

Dipohusodo, I. (1996). Manajemen Proyek dan Konstruksi – Jilid 1 dan 2. Kanisius, Yogyakarta. Erviato, I.W. (2006). Manajemen Proyek Konstruksi. Edisi III. Andi, Yogyakarta.

Frimpong, Y., Oluwoye, J., Crawford, L. (2003), Cause of Delay and Cost Overruns in Construction of Groundwater Projects in a Developing Countries : Ghana as a Case Study. International Journal of Project Management, 21 (2003) 321-326.

Gould, F.E. (1997). Managing The Construction Process : Estimating, Scheduling, and Project Control, Prentice-Hall, Inc, United State of America.

Kerzner, H. (2006). Project Management : A Systems Approach To Planning, Scheduling, And Controling. 9th edition. John Wiley & Sons, Inc, United State of America.

Kaming F.P. dan Budiono D (2007). Penyebab Biaya Tinggi Pada Industri Jasa Konstruksi di Indonesia, Jurnal. Soeharto, I (1995). Manajemen Proyek Konstruksi : Dari Konseptual Sampai Operasional. Cetakan Pertama.

Erlangga, Jakarta,

Gambar

Tabel 1. Peringkat Faktor Penyebab Keterlambatan dan Pembengkakan Biaya Dalam Pelaksanaan Proyek  Konstruksi Bangunan Gedung Menurut Persepsi Responden
Tabel 2. Lima Peringkat Teratas Sebagai Faktor Penyebab Keterlambatan dan Pembengkakan Biaya Dalam  Pelaksanaan Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Menurut Persepsi Responden

Referensi

Dokumen terkait

Pelabuhan Indonesia II khususnya bagian pelayanan barang, bagian inti tersebut telah menerapkan sistem informasi pada proses operasionalnya, namun sistem yang ada pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sejarah masuknya didong ke gayo lues, mengetahui peranan didong alo dan didong tepok pada acara perkawinan juelen di gayo

Kombinasi kelincahan-daya ledak otot tungkai memberikan sumbangan paling besar terhadap keterampilan drible pemain sepak bola pada Klub PS Image Boja Kecamatan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas di SMPN 3 Sawit Boyolali kelas VIIF yang dilakukan oleh peneliti dan guru biologi dapat disimpulkan bahwa penerapan

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri siswa SMK An Nuroniyah Kemadu, Kecamatan Sulang, Kabupaten

(2005) menyebutkan bahwa pada tahun 1970an, Y.Syahdan dan Mudi pernah melaporkan tentang ‘batu Tenavak’, tetapi sebatas penyebutan arca-arca harimau, biawak, dan bayi

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, setelah proses yang cukup panjang akhirnya skripsi dengan judul

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing. • Faktor