• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN. 1. Lama Pelepasan Tali Pusat pada Kelompok Kasus. tali pusat >7 hari. Rerata waktu lepas tali pusat bayi yang dirawat dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PEMBAHASAN. 1. Lama Pelepasan Tali Pusat pada Kelompok Kasus. tali pusat >7 hari. Rerata waktu lepas tali pusat bayi yang dirawat dengan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

40 A. Analisis Univariat

1. Lama Pelepasan Tali Pusat pada Kelompok Kasus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden kelompok kasus terdapat 31 responden (77.5%) dengan lama pelepasan tali pusatnya berkisar antara 1-7 hari dan 9 responden (22.5%) dengan lama pelepasan tali pusat >7 hari. Rerata waktu lepas tali pusat bayi yang dirawat dengan kasa kering adalah 6.55 hari.

Perawatan tali pusat adalah perbuatan merawat atau memelihara pada tali pusat bayi setelah tali pusat dipotong sampai sebelum puput dan suatu usaha untuk mencegah terjadinya infeksi neonatorum yang terjadi pada bayi pada kehidupan pertama setelah kelahiran (JNPK-KR, 2008). Terdapat beberapa cara dalam perawatan tali pusat bayi yakni perawatan terbuka, perawatan kasa kering, perawatan alkohol, perawatan menggunakan povidone iodine, dan lain-lain. Untuk saat ini perawatan alkohol dan perawatan povidone iodine sudah jarang digunakan, meskipun ada beberapa tempat pelayanan kesehatan yang masih menggunakan metode perawatan tersebut.

Perawatan kasa kering yakni perawatan tali pusat yang menggunakan pembungkus berupa kasa kering (bersih atau steril), tali pusat dibersihkan dan dirawat serta dibalut kassa steril, tali pusat dijaga agar bersih dan

(2)

kering tidak terjadi infeksi sampai tali pusat kering dan lepas (Varney, 2008). Menururt Suryani dalam Azizah (2015) bahwa kassa terbuat dari tenunan longgar, bermata besar dan dapat menyerap cairan dengan baik sehingga memungkinkan sirkulasi darah lebih baik. Proses pelepasan tali pusat perlu difasilitasi oleh udara terbuka dimana perawatan tali pusat dengan kassa steril dapat memfasilitasi sirkulasi udara pada tali pusat sehingga proses pengeringan dapat berjalan dengan baik.

Bungkus dengan longgar jangan terlalu rapat dengan menggunakan kasa bersih atau steril (Prawirohardjo, 2010). Menurut Depkes dalam Zuniyati (2009) bahwa tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Ketika tali pusat ditutup, tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Pangkal tali pusat bayi yang terkena udara dengan leluasa akan mempercepat pelepasan tali pusat. Penggunaan celana atau jump-suit akan menyebabkan udara yang mengenai tali pusat terhambat, hal tersebut akan memperlambat pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir. Bayi dapat dipakaikan popok dan baju atasan. Baju atasan bayi hendaknya tidak dimasukkan kedalam popok bayi.

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada orangtua bayi yang lama pelepasan tali pusatnya 1-7 hari dapat diketahui bahwa perawatan yang diberikan ibu maupun keluarga dalam merawat tali pusat sudah termasuk baik dimana penulis mengacu pada check list perawatan

(3)

tali pusat bayi dengan menggunakan kasa kering menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2012, tali pusat mendapat cukup udara ketika di bungkus dengan kasa kering, orangtua bayi sangat memperhatikan teknik aseptik dalam melakukan perawatan bayi yakni dengan melakukan cuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah merawat tali pusat bayi, kasa diganti 2-5 kali oleh orangtua bayi atau ketika kasa terkena kotoran seperti urin ataupun feses. Bayi yang lama pelepasan tali pusatnya > 7 hari dapat diketahui bahwa orangtua bayi merasa takut dalam merawat tali pusat bayi, sehingga tali pusat kadang dalam sehari hanya diganti 1 kali, selain itu teknik membungkus kasa yang terlalu erat sehingga tali pusat tidak mendapat cukup udara.

Hal tersebut tidak sesuai dengan teori Sodikin (2009) yang menyatakan bahwa tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari atau ketika tali pusat terkena urin maupun feses. Bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat bukan pada bagian atasnya. Dilakukan setiap hari sedikitnya 2 kali sehari sampai tali pusat lepas. Untuk membersihkan pangkal tali pusat, angkat sedikit tali pusat (bukan menarik) tali pusat. Sisa air yang menempel pada tali pusat dapat dikeringkan dengan menggunakan kain kasa steril atau kapas kemudian angin-anginkan agar tali pusat cepat kering.

Ketika bayi lahir, tali pusat bayi berwarna putih keabu-abuan, mengkilat, licin, dan segar yang dalam beberapa hari akan berubah warna menjadi kekuningan dan bentuk tali pusat sedikit menyusut. Tali pusat

(4)

berubah warna menjadi hitam keungu-unguan, kisut dan mengecil pada hari ke 5-7 hari ataupun kadang pada 14 hari pertama setelah kelahiran yang kemudian akan timbul lingkaran yang berwarna kekuningan dan mengeluarkan lendir pada pangkal tali pusat, tali pusat lepas dengan sendirinya dalam 1-2 minggu pertama kelahiran bayi.

2. Lama Pelepasan Tali Pusat pada Kelompok Kontrol

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden kelompok kontrol terdapat 38 responden (95%) dengan lama pelepasan tali pusatnya berkisar antara 1-7 hari dan 2 responden (5%) dengan lama pelepasan tali pusat >7 hari. Rerata waktu lepas tali pusat bayi yang dirawat dengan perawatan terbuka lebih cepat yaitu 5.43 hari.

Perawatan tali pusat terbuka ialah perawatan tali pusat yang tidak diberikan treatment apapun. Tali pusat dibiarkan terbuka, tidak diberikan kasa kering maupun antiseptik lainnya. Pelepasan tali pusat dengan bantuan udara (Dewi, 2010). Setelah tali pusat dipotong terjadi kolonisasi pada tali pusat yang dimulai dalam beberapa jam setelah lahir akibat dari organisme non patogenik yang berasal dari ibu dan masuk ke bayi melalui kontak dari kulit ke kulit. Bakteri yang berbahaya dapat disebarkan melalui higiene yang buruk, teknik cuci tangan yang tidak baik dan khususnya infeksi silang dari pekerja kesehatan (Lumsden, 2012).

Dalam tali pusat yang berasal dari body stalk terdapat jaringan lembek

(Jelly Wharton). Body stalk atau tangkai tubuh adalah daerah tempat

(5)

berada di atas amnion. Ketika amnion membesar, embrio bergeser dari tangkai tubuh, sehingga berada di posterior (kauda). Tangkai tubuh akan mengalami pemanjangan dan perampingan menjadi tali pusat (korda umbilikalis). Didalam tali pusat terdapat Jeli Wharton. Jeli Wharton merupakan zat yang berkonsistensi lengket yang mengelilingi pembuluh darah pada funiculus umbilicalis. Jeli Wharton merupakan subtansi seperti jeli, juga berasal dari mesoderm seperti halnya pembuluh darah. Jeli ini melindungi pembuluh darah tersebut terhadap kompresi, sehingga pemberian makanan yang kontinu untuk janin dapat di jamin. Selain itu juga dapat membantu mencegah penekukan tali pusat. Jeli wharton ini akan mengembang jika terkena udara. Jeli Wharton ini kadang-kadang terkumpul sebagai gempalan kecil dan membentuk simpul palsu di dalam funiculus umbilicalis. Jumlah jeli inilah yang menyebabkan funiculus umbilicalis menjadi tebal atau tipis. Jeli Wharton banyak mengandung air, maka setelah bayi lahir, tali pusat mudah kering dan lekas terlepas dari pusar

bayi (Cunningham et al, 2006). Pada saat tali pusat terpotong maka suplai

darah dari ibu terhenti. Tali pusat yang masih menempel pada pusat bayi lama kelamaan akan kering dan terlepas. Pengeringan dan pemisahan tali pusat

sangat dipengaruhi oleh Jelly Wharton atau aliran udara yang mengenainya.

Jaringan pada sisa tali pusat dapat dijadikan tempat koloni oleh bakteri terutama jika dibiarkan lembab dan kotor.

Jeli Wharton adalah jaringan berupa lendir yang terisolasi dan melindungi arteri umbilikalis dan vena. Bila terkena suhu dingin atau udara di luar tubuh ibu, Jeli Wharton akan berubah strukturnya dan secara

(6)

fisiologis berubah fungsi menjadi padat dan mengeklem tali pusat secara otomatis dalam waktu 5 sampai 30 menit setelah bayi dilahirkan. Dengan demikian, pengekleman tali pusat sebenarnya tidak diperlukan sama sekali (Aprillia, 2014). Dengan terjadinya pengekleman oleh Jeli Wharton pada tali pusat menyebabkan aliran darah pada pembuluh darah didalam sisa tali pusat terhambat atau bahkan tidak mengalir lagi. Tali pusat tidak mendapat aliran darah sehingga menjadi kering dan layu yang kemudian sisa tali pusat akan terlepas. Paparan udara menyebabkan kandungan air pada Jeli Wharton dan pembuluh darah berkurang atau bahkan menghilang. Hilangnya air dari Jeli Wharton menyebabkan mumifikasi tali pusat segera setelah bayi lahir (Cunningham et al, 2006). Mumifikasi tali pusat yakni perubahan warna putih tali pusat atau bahkan warna putih tali pusat menghilang dan berubah menjadi kuning kecoklatan, mengering atau kehitaman kering, dan kaku (Jayanti, 2015). Setelah terjadinya mumifikasi, tali pusat akan mengering dan mengalami perubahan morfologi sehingga cepat terlepas dari umbilikus bayi (Cunningham et al, 2006). Wharton Jelly terdiri dari mucopolysaccharides (lemak), sel darah putih, dan sel batang (Aprillia, 2014).

Walsh dalam Sukarni (2012), tali pusat mengering lebih cepat dan lepas lebih mudah kalau terbuka, karena itu pembalutan tidak dianjurkan. Hal ini sejalan dengan cara perawatan tali pusat yang dianjurkan saat ini adalah dengan membiarkan tali pusat terbuka tanpa dibalut maupun dibubuhi obat– obatan apapun (JNPK-KR, 2008). Dengan membiarkan tali pusat terbuka, maka artinya memberikan kesempatan kepada tali pusat untuk kontak dengan

(7)

udara yang akan membuat cairan yang ada di tali pusat menguap yang mana proses ini terjadi karena udara yang mengenai sisa tali pusat akan membuat pembuluh darah berkontraksi yang menyebabkan air didalam pembuluh darah serta air didalam Jeli Wharton menghilang. Cairan yang berada didalam jaringan akan keluar dan terkena udara sehingga terjadi perubahan molekul air menjadi gas yang menguap, hal ini menyebabkan tali pusat kering dan terlepas lebih cepat.

Hunt dalam Amrullah (2015) memaparkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka ialah oksigenasi jaringan. Proses ini sangat membutuhkan oksigenasi yang cukup. Semakin baik oksigenasi yang

terjadi maka proses penyembuhan luka akan semakin cepat. Kadar oksigen

di jaringan penting untuk pembentukan sel-sel baru penyembuh luka. Luka yang terbuka atau dibiarkan terkena udara, lapisan permukaannya akan cepat mengering. Oksigen memegang peranan penting didalam pembentukan kolagen, kapiler-kapiler baru, perbaikan epitel, dan pengendalian infeksi. Oleh karena itu, penutup atau pembalut tali pusat harus dipilih dengan tepat agar pertukaran gas dan udara tetap lancar. Namun, sebaiknya tali pusat tetap dibiarkan terbuka agar tali pusat terkena udara dengan leluasa sehingga proses pelepasan tali pusat berlangsung cepat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan tali pusat terbuka dan perawatan tali pusat kasa kering tidak menyebabkan infeksi tali pusat dengan persentase sebesar 100%. Peneliti melakukan follow up setiap harinya untuk menanyakan tanda-tanda infeksi tali pusat seperti adanya

(8)

nanah, perdarahan, peningkatan suhu bayi, bau yang tidak sedap, tanda kemerahan disekitar pangkal tali pusat dan tanda-tanda infeksi lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan tanda-tanda infeksi tali pusat yang terjadi pada kedua kelompok. Riksani (2012) menjelaskan bahwa tanda-tanda infeksi antara lain bayi terlihat gelisah dan rewel, terlihat adanya tanda kemerahan disekitar pangkal tali pusat dan perut bayi, daerah sekitar tali pusat tercium aroma bau dan mengeluarkan nanah, dan suhu bayi meningkat. Tujuan dari perawatan tali pusat itu sendiri ialah untuk menjaga tali pusat bayi agar tidak terjadi infeksi (JNPK-KR, 2008). Upaya untuk mencegah infeksi tali pusat sesungguhnya merupakan tindakan sederhana yang terpenting adalah tali pusat selalu dalam keadaan bersih dan kering, serta selalu mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah merawat tali pusat (Riksani, 2012).

Penggunaan pengobatan pada tali pusat akan mengganggu dan memperlambat proses alamiah terlepasnya tali pusat (Lumsden, 2012). Selama bertahun-tahun tenaga kesehatan menggunakan berbagai cara untuk membersihkan dan mendesinfeksi tali pusat termasuk menggunakan isopropyl alkohol, pewarna tiga kali lipat (triple dye), povidone iodine, dan salep antibiotik (Varney, 2008). Penggunaan povidone iodine dapat menimbulkan efek samping karena diabsorbsi oleh kulit dan berkaitan dengan terjadinya transien hipotiroidisme (Prawirohardjo, 2010). Alkohol juga tidak lagi dianjurkan untuk merawat tali pusat karena dapat mengiritasi kulit dan menghambat pelepasan tali pusat. Selain itu, pada

(9)

daerah tropis kandungan alkohol akan menguap karena suhu yang panas sehingga hanya tersisa kandungan airnya saja. Air akan membuat tali pusat lembab sehingga memperlambat pelepasan tali pusat (Varney, 2008). Gultom dalam Zuniyati (2009) menjelaskan bahwa perawatan tali pusat, meliputi kepatuhan ibu dalam membersihkan sisa tali pusat setiap hari, kebersihan ibu dalam merawat sisa tali pusat dan frekuensi ibu dalam mengganti popok.

Hasil penelitian menyatakan bahwa 2 bayi dengan lama pelepasan tali pusat >7 hari. Hal ini dapat terjadi karena bayi dimandikan dengan cara dicelup kedalam air dengan tali pusat ikut terendam kedalam air, hal tersebut menyebabkan tali pusat lembab sehingga pelepasan tali pusat berlangsung lama, setelahnya tali pusat tidak dikeringkan dengan seksama oleh orangtua bayi maupun yang merawat bayi sehari-hari ketika dirumah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada orangtua bayi di Puskesmas Gajahan sebanyak 9 orang dan di RSIA sebanyak 6 orang, menyatakan bahwa orangtua bayi kurang dibekali informasi dan diajarkan mengenai cara perawatan tali pusat bayi dengan benar ketika dirumah.

Hal tersebut tidak sesuai dengan teori Sodikin (2009) yang menyatakan bahwa selama tali pusat belum lepas atau puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dimasukkan ke dalam bak mandi. Bayi hanya perlu dilap saja dengan menggunakan air hangat. Hal ini dilakukan agar tali pusat dan daerah sekitarnya tetap dalam keadaan kering. Tali pusat yang terkena air akan menyebabkan kelembapan pada tali pusat yang

(10)

dapat memperlambat lama pelepasan tali pusat. Tali pusat harus dikeringkan dengan kasa, kain, atau kapas jika terkena air.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden kelompok kontrol lahir secara Sectio Caesarea. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iriani (2011) dimana bayi yang lahir secara Sectio Caesarea dapat mempengaruhi lama pelapasan tali pusat dengan nilai p (0.000) < α (0.05). Menurut penelitian Farahani et al (2008) bahwa tidak ada beda signifikan antara kedua kelompok penelitian pada karakteristik jenis persalinan bayi dengan nilai p > 0.05. Sedangkan dalam penelitian Iriani (2011) jenis persalinan bayi secara signifikan membedakan lama pelepasan tali pusat. Penelitian Yefri (2010) menunjukkan bahwa bayi yang mengalami infeksi tali pusat ialah bayi yang lahir di rumah sakit dan dirawat gabung dengan ibunya. Selama penelitian ditemukan satu (0.7%) kejadian infeksi tali pusat (omfalitis) yaitu pada bayi dengan riwayat persalinan secara Sectio Caesarea dan pulang ke rumah setelah lima hari perawatan. Pada hasil kultur ditemukan pertumbuhan polimikroba yaitu

Staphylococcus aureus dan Kleibsella sp. Gejala infeksi ditemukan pada hari ke 7 saat dilakukan pemantauan ke rumah. Infeksi ditandai adanya pus dan kemerahan di sekitar tali pusat sekitar 8 mm.

Rumah sakit merupakan tempat rujukan dari berbagai instansi kesehatan. Banyaknya pasien dengan berbagai macam kondisi kesehatan menyebabkan peningkatan pada infeksi Staphylococcus diruang perawatan bayi. Staphylococcus dan Kleibsella sp merupakan kuman yang banyak

(11)

ditemukan berkoloni pada tali pusat bayi yang lahir di rumah sakit (Yefri, 2010). Kuman tersebut jika menginfeksi tali pusat bayi akan menyebabkan infeki tali pusat yang akan mempengaruhi lama pelepasan tali pusat. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan. Lama pelepasan tali pusat pada bayi yang lahir secara Sectio Caesarea di RSIA mayoritas berada pada rentang 1-7 hari. Pada penelitian ini, jenis persalinan bayi tidak mempengaruhi lama pelepasan tali pusat karena tenaga kesehatan yang merawat bayi melakukan teknik aseptik dalam perawatan tali pusat serta mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi. Hal tersebut berguna untuk mencegah infeksi nosokomial yang terjadi oleh petugas kesehatan ke bayi. Perawatan tali pusat yang baik dan benar dengan tetap menjaga tali pusat bayi kering, dapat mencegah terjadinya infeksi tali pusat.

B. Analisis Bivariat

1. Perbedaan Perawatan Tali Pusat Terbuka dan Kasa Kering dengan Lama Pelepasan Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir

Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai

ρvalue = 0.023 dengan tingkat kepercayaan 95% dimana nilai α = 0.05 dan

dk = 1. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan hipotesis penelitian bahwa jika ρvalue (0.023) < α (0.05) maka H0 ditolak atau Ha diterima.

Tali pusat (funiculus umbilicalis) merupakan tali yang menghubungkan janin dengan plasenta (Tiran, 2006). Begitu bayi lahir, tali pusat sudah tidak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat

(12)

atau dijepit. Akibat dipotongnya tali pusat, arteri dan vena umbilikalis serta duktus venosus mengalami obliterasi. Arteri-arteri menjadi ligamentum umbilikalis lateralis, vena menjadi ligamentum teres, dan duktus venosus menjadi ligamentum venosus.

Saat dipotong tali pusat terlepas dari suply darah dari ibu. Setelah dilakukan pemotongan dan pengikatan hal yang perlu dilakukan yaitu merawat tali pusat. Adapun tujuan perawatan tali pusat yaitu untuk menjaga agar tali pusat tetap kering dan terhindar terjadinya infeksi (JNPK-KR, 2008). Perawatan tali pusat diperlukan untuk mencegah tali pusat menjadi media perkembangbiakan mikroorganisme patogen. Perawatan tali pusat yang baik dan benar akan menimbulkan dampak positif yaitu tali pusat akan pupus pada hari ke-5 dan hari ke-7 tanpa ada komplikasi, sedangkan dampak negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan mengalami penyakit tetanus neonatorum dan dapat mengakibatkan kematian (Wihono, 2010).

Mekanisme pelepasan tali pusat dengan perawatan terbuka dimulai dari pengikatan dan pemotongan tali pusat yang mengakibatkan tali pusat tidak mendapat suplai darah (asupan makanan). Denyutan (pulsasi) akan berhenti karena suhu luar menyebabkan kontraksi, kemudian pembuluh darah kehilangan air secara mendadak. Tali pusat tidak mendapat aliran darah sehingga menjadi kering dan layu. Pengeringan dan pelepasan tali pusat dipermudah karena terpapar udara. Menurut Jayanti (2015) dan Cunningham et al (2006) air dari jeli wharton akan menghilang yang

(13)

menyebabkan tali pusat mengalami mumifikasi dan perubahan morfologi sehingga terjadilah pelepasan tali pusat dari umbilikus.

Mekanisme pelepasan tali pusat dengan perawatan kasa kering yakni mekanisme pelepasan tali pusat terjadi melalui proses nekrosis. Tali pusat tumbuh dari plasenta sehingga suplai makanan untuk perkembangan plasenta terputus saat tali pusat dipotong sehingga terjadi nekrosis. Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma (misalnya : kekurangan suplai darah, oksigen, dan sebagainya), di mana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan. Kematian sel terjadi secara tidak terkontrol yang menyebabkan kerusakan sel. Sel tidak mampu lagi mengompensasi tuntutan perubahan, sehingga sekelompok sel mengalami kematian. Hal tersebut ditandai dengan timbulnya peradangan dan adanya enzim-enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel. Leukosit akan membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara morfologis, yaitu layu dan mengering kemudian lepas (Nasihah, 2014).

Kolonialisai bakteri pada tali pusat sampai saat ini belum diketahui pasti. Selain Clostridium tetani dan Staphylococcus aureus, bakteri Escherichia coli dan Streptokokus grup B (SGB) juga sering dijumpai berkoloni pada tali pusat. Clostridium tetani termasuk bakteri gram positif, anaerob obligat, berflagel peritrik berspora yang terletak disentral, subterminal maupun terminal. Spora dari Clostridium tetani resisten

(14)

terhadap panas dan juga biasanya terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya. Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif, mempunyai bentuk sel bulat bergerombol seperti buah anggur, kadang terlihat sel tunggal atau berpasangan, tidak motil, anaerobik fakultatif, menghasilkan koagulase dan menghasilkan warna biru (violet) pada pewarnaan Gram. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif dan merupakan bakteri anaerobic fakultatif (Sadhily, 2016).

Bakteri anaerob merupakan bakteri yang tidak dapat tumbuh dalam suasana O2 atau zat asam karena dalam suasana ini akan terbentuk H2O2 yang bersifat toksik terhadap bakteri. Sebab lain menyatakan dalam suasana zat asam potensi oksidasi-reduksi yang diperlukan kuman anaerob tidak akan menurun. Bakteri anaerob tidak berspora banyak terdapat pada tubuh manusia sebagai flora normal yang dapat menimbulkan penyakit dalam keadaan tertentu seperti operasi atau menurunkannya daya tahan tubuh. Bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri yang dapat hidup dengan baik, baik itu dengan oksigen atau tanpa oksigen. Berbeda dengan bakteri anaerob berspora atau bakter anaerob obligat adalah bakteri yang tidak membutuhkan oksigen (O2) dalam hidupnya dan jika ada oksigen bakteri tersebut akan mati, seperti Clostridium (Sadhily, 2016). Alasan mengapa tali pusat dianjurkan terbuka agar terkena udara secara leluasa ialah luka terbuka akan lebih cepat kering. Pada luka terbuka terdapat bakteri

(15)

anaerob yang tidak tahan terhadap oksigen. Salah satu cara untuk mematikannya adalah dengan membiarkan luka terpapar udara.

Pelepasan tali pusat dengan teknik tertutup tidak secepat teknik perawatan tali pusat terbuka. Tali pusat yang tertutup rapat dengan apapun akan memperlambat pelepasan tali pusat dan membuatnya menjadi lembab (Paisal, 2007). Penelitian lainnya yang dilakukan Kurniawati menyimpulkan bahwa perawatan tali pusat dengan menggunakan prinsip udara terbuka (tidak menutup tali pusat menggunakan kassa atau pembalut), waktu yang dibutuhkan untuk mengering lebih cepat dibandingkan perawatan tali pusat dengan menggunakan kasa kering (Riksani, 2012). Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya

tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Kelembaban tali pusat

merupakan faktor yang memperlambat pelepasannya tali pusat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata waktu lepas tali pusat bayi yang dirawat dengan kasa kering adalah 6.55 hari, sedangkan rerata waktu lepas tali pusat bayi yang dirawat dengan perawatan terbuka lebih cepat yaitu 5,43 hari. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sisa tali pusat akan mati, terpisah secara alami, dan kering dalam waktu 5-7 hari (Tiran, 2006). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Permanasari (2009) rerata lama lepas tali pusat pada kelompok kasa kering adalah 150,4 jam, kelompok alkohol 70% diperoleh rerata lama lepas tali pusat adalah 205,7 jam, dan kelompok terbuka diperoleh rerata lama lepas

(16)

tali pusat adalah 129 jam. Lama pelepasan tali pusat ditinjau dari reratanya yang paling cepat adalah perawatan tali pusat terbuka, kemudian perawatan tali pusat dengan kasa kering dan yang paling lama adalah perawatan tali pusat dengan kasa alkohol 70%.

Begitupula dengan hasil penelitian Azizah (2015) menunjukkan bahwa waktu lepasnya tali pusat bayi yang dibungkus dengan kassa steril paling lama lepasnya (>7 hari) terdapat 4 responden (40%) dan tali pusat yang lepasya normal (5-7 hari) sebanyak 6 responden (60%). Hasil penelitian yang menggunakan perawatan terbuka waktu lepasnya paling cepat (<5 hari) terdapat 3 responden (30%) dan tali pusat yang lepasnya normal (5-7 hari) terdapat 7 responden (70%). Rerata waktu lepas tali pusat bayi yang dibungkus dengan kassa steril adalah 7,30 hari, sedangkan rerata waktu lepas tali pusat bayi yang dirawat dengan perawatan terbuka lebih cepat yaitu 5,10 hari.

Penelitian lainnya yang dilakukan Sukarni (2012) didapatkan hasil penelitian bahwa rerata lama pelepasan tali pusat pada kelompok yang dirawat secara terbuka adalah 5,6 hari, sedangkan untuk kelompok yang dirawat tertutup didapat nilai rerata lama pelepasan tali pusatnya adalah 6,5 hari dengan standar deviasi 2,188 hari. Dapat disimpulkan bahwa waktu pelepasan tali pusat pada perawatan terbuka lebih cepat dibandingkan dengan perawatan tali pusat kasa kering.

Lama pelepasan tali pusat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya timbulnya infeksi pada tali pusat karena tindakan atau

(17)

perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan bambu atau gunting yang tidak steril, atau setelah dipotong tali pusat dibubuhi abu, tanah, minyak dedaunan, kopi, dan sebagainya (Ramadhan, 2008). Dalam penelitian ini semua responden telah memenuhi syarat kebersihan dan kesterilan dalam pemotongan tali pusat sehingga terhindar dari infeksi tali pusat yang akan mempengaruhi lamanya pelepasan tali pusat.

Faktor kedua yakni cara perawatan tali pusat. Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat lepas daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol (Ramadhan, 2008). Hal yang paling terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah memastikan tali pusat dan area disekelilingnya selalu bersih dan kering, Selalu mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama tali pusat belum puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup diusap saja dengan kain yang direndam air hangat (Sinsin, 2008). Hasil penelitian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa waktu pelepasan tali pusat dengan perawatan terbuka lebih singkat dibandingkan dengan perawatan kasa kering.

Faktor ketiga yakni kelembaban tali pusat. Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat pelepasannya tali pusat, juga menimbulkan risiko infeksi (Ramadhan, 2008). Tali pusat yang dibungkus dengan kassa

(18)

steril tingkat kelembabannya lebih tinggi daripada tali pusat yang dibiarkan terbuka sehingga semakin tali pusat lembab maka tali pusat akan menjadi lebih lama sehingga menyebabkan terjadinya resiko infeksi. Dalam kondisi lembab, memungkinkan bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan infeksi mengakibatkan tali pusat lama lepasnya sehingga dapat meningkatkan angka resiko infeksi pada bayi. Faktor keempat yakni Kondisi sanitasi lingkungan sekitar neonatus. Spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan (Ramadhan, 2008).

Peneliti melakukan wawancara kepada petugas kesehatan di Puskesmas Gajahan mengenai alasan mengapa masih diterapkannya perawatan kasa kering pada bayi baru lahir. Hal tersebut dikarenakan mayoritas pasien puskesmas berpendidikan dan memiliki pengetahuan yang masih rendah mengenai perawatan tali pusat pada bayi baru lahir serta taraf sosial ekonomi pasien (orangtua bayi) menengah kebawah. Adanya keraguan petugas kesehatan dalam mempercayakan perawatan tali pusat terbuka kepada setiap orangtua bayi. Perawatan terbuka membutuhkan prinsip bersih dan kering dalam perawatannya agar tidak menimbulkan infeksi. Pengetahuan yang kurang mengenai perawatan tali pusat akan mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Menurut Depkes RI dalam Prihartanti (2012) perawatan bayi merupakan suatu tindakan merawat dan memelihara kesehatan bayi dalam bidang preventif dan kuratif. Pada perawatan bayi baru lahir dibutuhkan pengetahuan tentang

(19)

bagaimana cara merawat bayi dengan benar terutama perawatan tali pusat bayi. Kurangnya pengetahuan orangtua akan menyebabkan kesalahan dalam cara perawatan tali pusat bayi. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah seperti infeksi tali pusat. Bayi baru lahir masih sangat rentan terkena infeksi dan penyakit, sehingga diperlukan perawatan yang optimal untuk mendapatkan bayi yang sehat dan kuat. Oleh karena itu, orangtua bayi harus memiliki bekal pengetahuan tentang perawatan tali pusat bayi baru lahir sehingga orangtua bayi dapat mengaplikasikannya dengan baik dan benar ketika dirumah.

Hasil dari penelitian tentang perbedaan perawatan tali pusat terbuka dan kasa kering dengan lama pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir yang dilakukan oleh peneliti didapatkan nilai

ρvalue (0.023) < α (0.05)

maka H0 ditolak atau Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara perawatan tali pusat terbuka dan kasa kering dengan lama pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir. Hasil dari risiko relatif (RR) yakni sebesar 1.226. Artinya responden yang tali pusatnya dirawat dengan perawatan terbuka memiliki peluang lama pelepasan tali pusat 1-7 hari yakni sebesar 1.226 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tali pusatnya dirawat dengan kasa kering.

(20)

C. Kendala dan Keterbatasan Penelitian 1. Kendala Penelitian

Kendala yang peneliti alami ketika melakukan penelitian yakni terdapat beberapa responden yang pada awalnya bersedia untuk dijadikan responden penelitian namun setelah sampai dirumah mendapat pengaruh dari keluarga sehingga responden menolak untuk didata. Adanya sosial dan budaya yang kurang mendukung pelaksanaan penelitian merupakan tantangan bagi peneliti dalam pengambilan data. Drop out dilakukan pada responden tersebut.

2. Keterbatasan Penelitian

Peneliti hanya mengobservasi lama pelepasan tali pusat dan tidak dapat mengobservasi secara objektif bakteri yang berkoloni pada tali pusat bayi baru lahir.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar pada tanggapan yang diperoleh dari kuesioner pengguna dan setelah melalui proses tabulasi data maka diperoleh data hasil Uji Beta pada aspek Usability tersaji

Kesesuaian personal-organisasi menurut Grobler (2016) dapat dilihat dari berbagai aspek seperti kesesuaian nilai atau value congruence, yaitu kesesuaian antara nilai.. individu

pada Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya yang Terdaftar di Kopertis Surabaya. Number of Higher Educational Institutions, Students, Lecturers and Alumni of Private Higher

[r]

Terkait dengan hal itu, penelitian Iskandar Muda (2012) merinci bahwa komponen dari sektor penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) yang berpengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak kebisingan terhadap tenaga kerja, serta upaya-upaya pengendalian yang telah dilakukan di bagian unit Power Plant

Pengukuran kadar kolesistokinin normal pada tikus jantan umur 1 bulan disertai dengan berat badan, kadar glukosa darah dan kadar kolesterol darah belum lengkap

Saat lessor menjual kepada lessee (pengambilan opsi), lessor dikenakan PPH 5% dari nilai opsi. Jika gedung dimiliki secara langsung maka biaya yang boleh dikurangkan