• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membenahi Subsidi. Raymond Atje 1 *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Membenahi Subsidi. Raymond Atje 1 *"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia

Raymond Atje

1

Penulis mengucaptan terima kasih atas semua masukan yang sangat bermanfaat dari anonymous reviewer serta para peserta FGD dimana draf dari tulisan ini dipresentasikan. Semua kesalahan dan kekeliruan yang masih tersisa dalam tulisan ini adalah tanggung jawab penulis sendiri.

MeMbenahi SubSiDi

TenaGa LiSTrik

*

Publikasi ikhtisar kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari aktivitas ‘kebijakan ekonomi di indonesia’ yang dilakukan oleh Centre for Strategic and international Studies (CSiS) dan economic research institute for aSean and east asia (eria). kegiatan ini merupakan kontribusi pemikiran dari komunitas penelitian/riset, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah. Dalam kegiatan ini, CSiS bersama dengan eria mengundang 16 ahli ekonomi dari berbagai institusi penelitian terkemuka yang kompeten pada bidang keahlian yang spesifik, untuk berdiskusi mengenai tujuh permasalahan strategis ekonomi indonesia (pembangunan infrastruktur, kebijakan daya saing, iklim investasi, kebijakan pangan, kebijakan sektor jasa, kebijakan fiskal, dan kebijakan perlindungan sosial), yang kemudian dikumpulkan dalam rangkaian ikhtisar kebijakan singkat (policy brief) untuk masing-masing topik.

Diseminasi hasil temuan dan rekomendasi yang dihasilkan kegiatan ini dilakukan melalui berbagai jalur. kegiatan ini berusaha untuk melibatkan pejabat pemerintah yang terkait melalui sejumlah

Focus Group Discussion (FGD) dan audiensi dengan pengambil kebijakan

strategis, yang terkait dengan masing-masing topik di atas. Sementara itu, diseminasi kepada publik secara luas juga dilakukan melalui sejumlah Seminar Publik mengenai masing-masing topik, serta melalui publikasi ikhtisar kebijakan Singkat dan sejumlah multimedia pendukung yang dapat diakses secara online melalui www.paradigmaekonomi.org.

(2)

i

nDoneSia TeLah MenGaLaMi kekurangan pasokan listrik berkelanjutan selama puluhan tahun. Pada akhir tahun 2014 jumlah rumah tangga yang mendapatkan sambungan listrik diperkirakan baru mencapai 84%, dengan konsumsi listrik per kepala sekitar 690 kWh. Pada tahun yang sama, kekurangan kapasitas pembangkit listrik di wilayah Sumatera diperkirakan sekitar 2000 MW dan di wilayah indonesia Timur sekitar 1600 MW. Salah satu kendala utama yang menghambat pertumbuhan penyediaan tenaga listrik adalah tidak memadainya investasi di sektor ketenagalistrikan. baru-baru ini pemerintah telah merencanakan untuk menambah kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 35000 MW pada tahun 2024. untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan dana investasi yang sebesar uS$92,9 miliar, dimana investasi PT PLn diperkirakan akan mencapai uS$50,4 miliar dan sisanya berasal dari swasta. untuk membangun sarana pembangkit, transmisi dan distribusi tenaga listrik pada tahun 2015 saja dibutuhkan dana sekitar uS$8,86 miliar. Dari jumlah tersebut, investasi PT PPLn mencapai uS$8,2 miliar dan yang selebihnya berasal dari investasi swasta (Independent Power Producer atau iPP).

Sementara itu setiap tahun pemerintah mengeluarkan subsidi yang besar untuk kelompok pelanggan listrik tertentu. Pada tahun 2014 jumlah subsidi listrik yang dikeluarkan pemerintah mencapai rp 99,3 trilun, sementara untuk tahun 2015 jumlah subsidi yang dianggarkan dalam aPbnP adalah sekitar rp 73,1 triliun. Pada saat ini pemerintah sedang berupaya untuk terus menurunkan subsidi tersebut. Di satu sisi pemberian subsidi akan dibuat lebih tepat sasaran dan, di sisi lain, PLn juga diharapkan untuk memperbaiki kinerjanya. Dengan demikian dalam raPbn untuk tahun 2016 anggaran untuk subsidi turun menjadi rp 38,4 triliun. namun diharapkan agar pemerintah melakukan perubahan yang lebih mendasar dan luas di sektor kelistrikan dimana perubahan penentuan tarif dan subsidi listrik merupakan bagian dari program tersebut.

SubSIdI LISTRIK unTuK RumAh TAnggA mISKIn

Pemerintah indonesia menetapkan tarif listrik untuk seluruh jenis konsumen, termasuk industri, bisnis, rumah tangga, sosial, curah, multiguna dan layanan publik. besarnya subsidi ditentukan pemerintah setiap tahun dan didasarkan pada selisih antara biaya pengadaan listrik rata-rata yang diajukan oleh PLn dan tarif listrik rata-rata yang ditetapkan oleh pemerintah. biaya pengadaan listrik rata-rata mencakup berbagai biaya untuk membangkitkan, transmisi, distribusi listrik (termasuk perhitungan susut kWh) dan biaya pemasokan, serta selisih keuntungan untuk PLn.

Subsidi listrik telah ada sejak lama dan pada saat ini mungkin ada yang berpendapat bahwa itu adalah hak historis mereka yang medapatkannya. oleh karena itu pemerintah perlu menegaskan kembali dasar pemikiran pemberian subsidi tersebut, yakni, kepada siapa dan mengapa subsidi perlu diberikan. Pemahaman umum pada saat ini ialah bahwa subsidi adalah untuk rumah tangga miskin. Yang belum dijelaskan secara eksplisit adalah alasan pemberiannya. Sebab ada rumah tangga miskin yang belum mendapatkan listrik karena tidak mampu membayar biaya sambungan dan mereka tidak disubsidi.

(3)

Dulu biasanya pasokan listrik buat rumah tangga miskin sudah ‘dipatok’. artinya konsumsi listrik mereka dianggap tetap dan tidak bisa berubah-ubah. Dengan demikian, jika harga listrik meningkat maka pengeluaran mereka untuk listrik akan meningkat juga sebanding dengan besarya kenaikan harga tersebut. Jika kenaikan harga tersebut cukup besar maka ada kemungkinan bahwa rumah tangga bersangkutan harus mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lain. Dengan perkataan lain, tanpa subsidi maka peningkatan harga listrik bisa mengakibatkan mereka mereka terjerumus lebih jauh dalam kemiskinan. ini mungkin yang menjadi alasan utama pemberian subsidi bagi rumah tangga miskin pengguna listrik.

Pada saat ini subsidi listrik diberikan kepada rumah tangga dengan sambungan daya 450 Va dan 900 Va tanpa memperhatikan kemampuan mereka untuk membayar. Metode in memang praktis dan bisa dipastikan bahwa rumah tangga miskin akan ikut terjaring. Tetapi ada kemungkinan bahwa ada rumah tangga yang lebih mampu yang juga ikut menikmati subsidi. untuk mengatasi persoalan tersebut maka diberitakan bahwa ke depan PLn akan mempergunakan database rumah tangga miskin dan rentan miskin yang telah dikumpulkan oleh pemerintah (TnP2k) untuk menentukan rumah tangga yang berhak memperoleh subsidi listrik. keluarga yang sudah mampu akan diminta menaikkan daya pemakaian listrik mereka ke 1300 Va. Dengan demikian subsidi akan lebih tepat sasaran.

Tetapi cara di atas memiliki kelemahan. Sasaran subsidi akan selalu berubah-ubah sesuai dengan perberubah-ubahan sosial dalam masyarakat. Memang diharapkan bahwa jumlah rumah tangga miskin akan menurun dengan pertumbuhan ekonomi. Tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa ada juga rumah tangga yang karena satu dan lain hal jatuh melarat. rumit buat PLn jika senantiasa harus mengubah sambungan daya ke berbagai rumah tangga sesuai dengan perubahan keadaan sosial mereka. Lagi pula subsidi harga mengakibatkan distorsi dan tidak memberi insentif bagi konsumen untuk berhemat. oleh karena itu perlu dipikirkan untuk mengubah bentuk subsidi itu sendiri yaitu dari subsidi harga menjadi subsidi langsung. artinya semua pelanggan akan membayar harga sesuai dengan biaya pokok penyediaan pasokan listrik dan rumah tangga miskin akan mendapat subsidi langsung dalam bentuk

lump sum. Transfer bisa dilakukan ke akun khusus yang bisa diakses oleh

rumah tangga bersangkutan. ada beberapa keuntungan dari cara ini. Pertama, untuk meredam kekhawatiran bahwa transfer tunai bisa mengakibatkan inflasi. Kedua, untuk mendidik dan membiasakan penduduk miskin mempergunakan bank. ketiga, mendorong sektor perbankan untuk meningkatkan pelayanan mereka untuk masyarakat miskin.

Satu pertanyaan yang lebih mendasar yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi. kini orang bisa membeli pulsa listrik dengan cara yang sama seperti membeli pulsa telepon seluler dan yang oleh PLn disebut ‘listrik pintar’. Perkembangan ini memungkin mereka mengendalikan penggunaan listrik mereka sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Lagi pula berbagai peralatan listrik yang ada saat ini, seperti lampu LeD, semakin hemat hemat listrik. Dengan demikian alasan pemberian subsidi listrik seperti yang dikemukakan di atas tampaknya sudah tidak tepat lagi. Petanyaannya adalah: Jika rumah tangga miskin sudah bisa mengatur pengeluaran mereka untuk pemakaian listrik, apakah subsidi listrik masih diperlukan? Sebab seperti

(4)

telah disebutkan di atas ada rumah tangga miskin yang tidak mendapatkan sambungan listrik entah karena tidak mampu membayar biaya sambungan atau karena berada di daerah yang belum mendapatkan aliran listrik. Mereka ini tidak mendapatkan subsidi untuk penerangan. oleh karena itu dalam jangka panjang ada baiknya jika subsidi ini dihapus dan biaya yang dihemat dipergunakan untuk program-program pengentasan kemiskinan yang sifatnya produktif dan menciptakan lapangan kerja bagi orang miskin. Progam seperti ini selain akan meningkatkan pendapatan mereka dan dengan demikian mengurangi ketergantungan mereka pada bantuan. Di samping itu program seperti ini akan meningkatkan harkat hidup mereka. Jaringan sosial masih tetap dibutuhkan tetapi hanya dipergunakan untuk membantu mereka yang benar-benar sudah tidak bisa berpartisipasi lagi dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas atau untuk keadaan darurat.

Rekomendasi #1: Dalam jangka pendek dan menengah pemerintah hendaknya merubah bentuk subsidi listrik dari subsidi harga menjadi lump sum

transfer. Transfer tersebut bisa disalurkan melalui akun yang dibuat khusus bagi

rumah tangga miskin penerima subsidi.

Rekomendasi #2: Dalam jangka panjang PLn perlu memperkenalkan ‘listrik pintar’ kepada rumah tangga miskin penerima subsidi disertai dengan penyuluhan tentang cara-cara penghematan listrik dengan mempergunakan peralatan yang hemat listrik. Pada saat yang sama pemerintah secara bertahap menghapus subsidi listrik.

mERombAK CARA PEnEnTuAn TARIf dAn SubSIdI LISTRIK

Selain subsidi, cara penentuan tarif tenaga listrik pun perlu dirombak. Tujuannya ialah untuk mendorong perusahaan penyedia tenaga listrik, khususnya PLN, untuk meningkatkan efisiensinya. Selama bertahun-tahun pemerintah mempergunakan cara cost plus untuk menentukan tarif listrik. berdasarkan cara cost plus tarif listrik adalah sebagai berikut:

Tarif = bPP (1 + m),

dimana Tarif adalah harga jual listrik per kWh untuk golongan tarif tertentu,

BPP adalah biaya pokok penyediaan pasokan listrik per kWh pada tegangan

untuk golongan tarif yang sama, dan m adalah selisih keuntungan (business

margin) bagi PLn. Seperti telah disebutkan di atas, subsidi adalah selisih antara

biaya pengadaan listrik rata yang diajukan oleh PLn dan tarif listrik rata-rata yang ditetapkan oleh pemerintah:

Subsidi = - (Tarif - bPP (1 + m)) x V,

dimana V adalah voluma penjualan listrik.

Dari rumusan di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa cost plus tidak memberi insentif bagi PLN untuk meningkatkan efisiensi pengadaan listrik. Jika ada peningkatan biaya pokok pengadaan listrik akan dengan sendirinya

(5)

untuk menekan bPP. Pada saat yang sama subsidi juga akan meningkat dimana semua tambahan biaya akan ditanggung oleh pemerintah.

Diberitakan bahwa pemerintah akan mengubah cara penentuan tarif dari cost plus menjadi performance based regulation (Pbr) dan rancananya akan mulai diberlakukan pada tahun 2017. belum diketahui rumusan Pbr yang akan dipergunakan pemerintah, tetapi pada dasarnya dengan skema ini ada biaya yang ditanggung oleh pemerintah seperti yang berkaitan dengan inflasi, nilai tular dan pertumbuhan ekonomi, dan ada biaya yang ditanggung oleh PLn yakni yang berkaitan dengan biaya operasional dan investasi. Dengan demikian diharapkan bahwa PLn akan berusaha untuk menjadi lebih efisien dalam upayanya menyediakan listrik.

Tetapi perubahan ini tidak akan akan mempengaruhi harga pembelian listrik oleh PLn dari pihak swasta, terutama dari independent power producer (iPP) yang pada umumnya sudah ditentukan pada saat penjanjian pembelian tenaga listrik (power purchase agreement, PPa) disepakati oleh kedua belah pihak. Tentu saja IPP akan berusaha untuk semakin efisien karena upaya tersebut akan meningkatkan keuntungannya. akan tetapi hal ini tidak akan mempengaruhi harga yang akan dibayar oleh PLn dan dengan demikian oleh konsumen. Sebab pada umumnya PPa berlaku untuk jangka panjang, sampai 30 tahun dan biasanya termasuk ketentuan take-or-pay, yang artinya pihak PLn harus membeli tenaga listrik dalam jumlah minimal tertentu dan dengan harga tertentu pula. Meskipun demikian masih ada hal-hal yang masih bisa dirundingkan oleh PLn dan iPP. Salah satunya adalah fuel cost pass-through. Yang perlu diperhatikan ialah agar tidak semua kenaikan harga bahan bakar dibebankan pada konsumen. ini akan memberi insentif bagi iPP untuk lebih efisien dalam penggunaan bahan bakarnya.

Rekomendasi #3: Dengan perubahan cara penentuan tarif dari cost plus ke

performance based regulation, keberadaan listrik yang berasal dari iPP juga

harus diperhatikan terutama karena di masa depan sebagian besar dari pasokan listrik di indonesia akan berasal dari iPP. Sistim Pbr seyogianya juga memberi insentif bagi IPP untuk lebih efisien agar bisa membawa keuntungan bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk konsumen, misalnya dengan merumuskan Pbr sedemikian rupa sehingga jika terjadi kenaikan harga bahan bakar bebannya tidak sepenuhnya ditanggungkan kepada konsumen tetapi iPP juga ikut menanggungnya.

bAdAn REguLAToR KETEnAgALISTRIKAn

Tetapi pembenahan subsidi dan perubahan cara menghitung tarif tidak serta merta menghilangkan semua permasalahan yang mungkin muncul dalam industri ketenagalistrikan. isu-isu seperti agency problem dan

regulatory capture mungkin saja muncul selama proses penentuan tarif dan

pengawasan pelaksanaannya. oleh karena itu institusi yang meregulasi industri ketenagalistrikan juga perlu diperkuat.

Selama ini yang menjadi regulator adalah kemeterian eSDM mewakili pemerintah. Tetapi ada pihak-pihak lain yang juga memiliki kepentingan mengenai ketenagalistrikan tetapi tidak terwakili dalam badan regulator seperti kementerian keuangan, lembaga konsumen dan asosiasi iPP. ada baiknya jika wakil-wakil dari lembaga-lembaga tersebut yang juga ikut serta dalam badan

(6)

regulator. kehadiran mereka akan memperkuat badan regulator serta bisa mengurangi kemungkinan terjadinya regulatory capture.

Rekomendasi #4: badan regulator ketenagalistrikan hendaknya diperluas keanggotaannya dan mencakup wakil-wakil dari kementerian keuangan, lembaga konsumen, iPP dan pemangku kepentingan lainnya.

CATATAn PEnuTuP: RESTRuKTuRISASI PLn

untuk membuat PLn lebih responsive terhadap sistem insentif, maka PLn perlu direstrukturisasi. restrukturisasi bisa dalam bentuk horizontal atau vertikal. Tujuan utama dari setiap upaya restrukturisasi adalah untuk meningkatkan kinerja dari perusahaan bersangkutan. Peningkatan kinerja tersebut dimungkin oleh adanya peningkatan transparensi tentang biaya dan struktur korporasi serta kontrol yang lebih baik atas semua elemen dari rantai nilai (value chain) melalui apa yang disebut regulatory benchmarking.

Pada tahun 2015 PLn telah menjalankan restrukturisasi organisasi secara horizontal dengan membagi indonesia menjadi tujuh region atau wilayah. kini ada PLn Sumatera, PLn Jawa bagian barat, PLn Jawa bagian Tengah, PLn Jawa bagian Timur dan bali, PLn kalimantan, PLn Sulawesi dan nusa Tenggara, dan PLn Maluku dan Papua.1 restrukturisasi tersebut memang

dibutuhkan mengingat kondisi geografis Indonesia yang tendiri dari pulau-pulau dan dengan tingkat perkembangan ketenagalistrikan yang berbeda-beda. Fokus perhatian dari masing-masing PLn tersebut dengan sendirinya akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pengembangan ketenagalistrikan di wilayah operasi masing-masing.

Selain restrukturisasi horizontal, PLn juga perlu mempertimbangkan untuk malakukan restrukturisasi vertikal dengan membuat PLn sebagai holding

company dengan tiga anak perusahaan, masing-masing, PLn Pembangkit,

PLn Transmisi dan PLn Distribusi. PLn Pembangkit adalah perusahaan yang bertanggung jawab untuk menyediakan listrik, mulai dari perencanaan sampai pembangkitan tenaga listrik. PLn Transmisi bertanggung jawab untuk merencanakan, membangun dan memelihara sarana dan prasaran tranmisi listrik. PLn Transmisi juga befungsi sebagai sistem operator transmisi (transmission system operator) yang bertanggung jawab menyalurkan listrik dari pembangkit ke jaringan distribusi. PLn Distribusi yang bertanggung jawab untuk merencanakan, membangun dan memelihara jaringan distribusi listrik serta menyalurkan listrik ke pelanggan.

Dengan pembagian ini, transaksi yang terjadi di antara ketiga anak perusahaan akan berlangsung seperti yang biasa terjadi antara perusahaan-perusahaan independen. Dengan demikian mereka menciptakan kegiatan ‘pasar internal’ yang menyerupai kegiatan pasar tenaga listrik eksternal. artinya akan terjadi jual-beli atau sewa-menyewa antara PLn Pembangkit dan PLn Distribusi dan mereka juga harus membayar jasa transmisi dan system

operator fee kepada PLn Transmisi.

ada beberapa keuntungan dari restrukturisasi ini. Pertama, restrukturisasi tersebut akan meningkatkan kinerja dari masing-masing anak perusahaan.

(7)

induk perusahaan dan badan regulator bisa menantau kinerja dari masing-masing anak perusahaan. Dengan sistem Pbr badan regulator bisa merumuskan sistem yang memberi imbalan untuk anak perusahaan yang kinerjanya baik dan penalti untuk perusahaan yang kinerjanya kurang baik. Tentu saja restrukturisasi vertikal ini tidak perlu dilaksanakan di setiap wilayah tetapi bisa dimulai di wilayah yang sudah lebih maju industri ketenagalistrikannya seperti di Pulau Jawa dan bali.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti mengolah data yang didapat melalui kuesioner sehingga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas produk, harga dan periklanan terhadap keputusan pembelian

Tujuh dari sepuluh responden tertarik dengan citra merk yang dibangun oleh Gojek, Gojek cukup berhasil Membangun karakter produknya dan memberikan value proposition ,

JAMKESMAS Di Isntalasi Rawat Inap RSUD dr.Rasidin Kota Padang Tahun 2011 (Rizki,2011) RSUD dr.Rasidin Kota Padang Tahun 2011 petugas tidak baik,80,2% daya tanggap

Analisis studi gerakan dan waktu dengan Menggunakan Toyota Production System dilakukan di assembly shop, pada line Trimming 1, proses persiapan booster, karena

Setelah rancang bangun alat selesai, dilakukan pengujian mesin tersebut dan dicatat hasil pengujiannya sesuai atau tidak dengan gambar perencanaan, perencanaan

Kata “Pana” dalam bahasa Sijago-jago mengalami perubahan jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “Pernah” yaitu perubahan seluruh huruf pada kata,

Alasan menanamkan pendidikan karakter pada anak usia dini karena usia tersebut merupakan waktu yang tepat dalam menanamkan pendidikan karakter karena anak yang

 Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus diberikan atau disediakan oleh pemerintah daerah