• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Apabila perkembangan sektor-sektor pertanian tersebut ditangani lebih terpadu dan berkelanjutan akan mampu memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia mendatang. Pembangunan di sub sektor pangan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, baik untuk meningkatkan gizi masyarakat maupun untuk memperluas lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja baik bagi masyarakat perkotaan maupun perdesaan. Menurut Saragih (2002), strategi pembangunan pertanian di Indonesia adalah kebijakan pembangunan yang menjaga keterkaitan sektor pertanian dan industri melalui pengembangan agroindustri.

Sektor yang sesuai dengan industri tersebut adalah agroindustri, karena didukung oleh sumber daya alam pertanian yang mampu menghasilkan berbagai produk olahan. Menurut Soekartawi (2001), sebagai motor penggerak pembangunan pertanian agroindustri mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional. Agroindustri terutama usaha skala kecil dan skala rumah tangga menjadi penting dalam perekonomian Indonesia menuju perubahan dari sektor pertanian menuju basis ekonomi non pertanian. Perubahan tersebut berlangsung sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat pada barang dan jasa, kesempatan kerja, dan penghasilan yang lebih baik serta meningkatnya modal.

Agroindustri merupakan suatu sistem pengolahan secara terpadu antara sektor pertanian dengan sektor industri sehingga akan diperoleh nilai tambah dari hasil pertanian tersebut. Menurut Soekartawi (2001), agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, mampu menyerap tenaga

(2)

kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa, dan mampu mendorong munculnya industri yang lain.

Salah satu sub sektor pertanian yang dapat menunjang keperluan rumah tangga dan agroindustri adalah sub sektor tanaman hortikultura sehingga tanaman hortikultura banyak dikembangkan dan dibudidayakan di berbagai lahan. Dari sekian banyak jenis tanaman hortikultura, tanaman melinjo merupakan salah satu tanaman hortikultura, sebab dari tanaman melinjo dapat diperoleh beberapa jenias asil seperti daun, buah, kulit buah, serta kulit batang dan batang pohon melinjo (Mulyanto, 1995). Melinjo dapat di tanam diberbagai lahan, sehingga agroindustri dapat memanfaatkan melinjo sebagai bahan baku dalam membuat suatu produk olahan. Bagian melinjo yang dapat dimanfaatkan adalah biji melinjo. Biji melinjo tersebut apabila diolah dapat memiliki harga jual yang tinggi dan dalam memasarkan hasil produk dari biji melinjo sangat mudah. Biji melinjo dapat diolah sebagai camilan berupa emping (Sunanto, 1991).

Emping melinjo adalah jenis makanan ringan yang bentuknya pipih bulat, bahan bakunya berasal dari biji melinjo yang sudah tua. Hampir semua orang sudah mengenal apa yang namanya emping melinjo dan jenis makanan ini memiliki rasa dan aroma yang khas. Emping melinjo merupakan salah satu bahan makanan ringan, selain bernilai gizi tinggi juga memiliki cita rasa yang banyak disukai masyarakat. Menurut Mulyanto (1995), Emping Melinjo merupakan salah satu makanan ringan yang bernilai gizi tinggi dan mendapat tempat yang istimewa dalam pola makanan rakyat Indonesia.

Kabupaten Klaten sebagai salah satu penghasil pangan memiliki berbagai industri pangan. Beberapa contoh industri pangan di Kabupaten Klaten adalah roti/kue kering, emping melinjo, gula kelapa, kerupuk, kacang,dan lain-lain. Agroindustri emping melinjo di Kabupaten Klaten banyak diminati warga baik sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan keluarga. Permintaan emping melinjo di kabupaten Klaten cukup tinggi sehingga emping melinjo merupakan salah satu produk olahan hasil pertanian yang banyak di usahakan

(3)

oleh masyarakat Klaten. Pemasaran emping melinjo mulai dari masyarakat sekitar serta daerah-daerah di luar Kabupaten Klaten karena emping melinjo merupakan salah satu oleh-oleh khas Klaten.Berikut ini adalah berbagai jenis industri kecil makanan olahan yang berada di Kabupaten Klaten:

Tabel 1. Kelompok Sentra Industri dan Jumlah Unit Usaha Menurut Bidang Usaha Di Kabupaten Klaten, 2014

No. Bidang Usaha /

Industry Kelompok Sentra(Unit) Jumlah Unit Usaha(Total) Tenaga Kerja (Orang) 1. Sosoh Wijen 1 51 209 2. Pengupasan Kacang 2 42 184 3. Kecambah 1 10 24

4. Mie Basah, Soun 2 71 357

5. Roti/ Kue Kering 3 39 112

6. Gula Kelapa 7 128 256

7. Pati Aren, Midro 2 71 431

8. Tahu 6 98 395 19. Tempe 6 163 428 10. Kerupuk, Karak 7 134 403 11. Kue Basah 2 20 63 12. Emping Melinjo 9 246 418 13. Keripik 8 94 289 14. Kacang Asin/ Oven 2 21 31

Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten, 2014

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa di Kabupaten Klaten terdapat berbagai macam jenis usaha makanan olahan dan salah satunya adalah usaha pembuatan emping melinjo. Agroindustri emping melinjo merupakan agroindustri yang paling banyak berkembang di Kabupaten Klaten dengan jumlah kelompok usaha sebesar 246 unit dengan jumlah tenaga kerja 418 orang dan jumlah kelompok sentra sebanyak 9 unit. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pembuatan emping melinjo merupakan salah satu industri yang potensial dan dapat dijadikan sebagai penopang perekonomian daerah Klaten.

Pemasaran merupakan hal yang penting dalam menjalankan usaha karena pemasaran merupakan tindakan ekonomi yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan produsen. Produksi yang baik akan sia –sia karena harga pasar yang rendah. Karena itu tingginya produksi tidak mutlak

(4)

memberikan hasil atau keuntungan tinggi tanpa disertai pemasaran yang baik dan efisien (Kotler, 1992). Dilihat dari aspek pemasaran, menurut Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM di Kabupaten Klaten pemasaran emping melinjo tidak hanya dipasarkan di wilayah Kabupaten Klaten, melainkan juga dipasarkan diluar Kabupaten Klaten seperti Salatiga dan Solo. Untuk menjangkau pasar yang lebih luas tersebut para agroindustri melibatkan beberapa lembaga pemasaran agar dapat menyalurkan produk dengan baik. Salah satu indikator keberhasilan pemasaran suatu produk adalah sistem pemasaran yang terjadi berlangsung secara efisien. Sistem pemasaran yang efisien berarti mampu mengalirkan produk dengan biaya seminimal mungkin, tingkat harga dan keuntungan yang wajar dan adil serta penjualannya dapat dilakukan dengan tepat. Permasalahan yang sering dihadapi dalam mewujudkan pemasaran emping melinjo yang efisien adalah rendahnya tingkat harga yang diterima produsen emping melinjo yang erat kaitannya dengan pola pemasaran yang terbentuk dan besarnya margin pemasaran, sehingga untuk meningkatan pemasaran emping melinjo dapat dicapai apabila pola pemasaran dan penyebab tingginya margin pemasaran diketahui. Selain itu, besar kecilnya bagian yang diterima produsen (produsen share) akan menunjukkkan apakah suatu sitem pemasaran berjalan efisien. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai analisis pemasaran emping melinjo di Kabupaten Klaten.

B. Perumusan Masalah

Pemasaran merupakan hal yang penting karena pemasaran merupakan tindakan ekonomi yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan agroindustri. Produksi yang baik akan sia-sia karena harga pasar yang rendah. Sehingga tingginya produksi tidak mutlak memberikan keuntungan yang tinggi tanpa disertai pemasaran yang baik dan efisien.

Hasil pengamatan pra survei di lapangan diperoleh data harga emping melinjo di tingkat konsumen di Kabupaten Klaten sebesar Rp 50.000/Kg dan di tingkat produsen emping melinjo sebesar Rp 40.000/Kg. Selisih harga tersebut disebabkan karena biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh

(5)

masing-masing lembaga pemasaran dan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran emping melinjo. Kegiatan pemasaran dalam menyampaikan barang kepada konsumen dari produsen akan membutuhkan biaya, sehingga akan berpengaruh terhadap harga yang dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima oleh produsen.

Biaya pemasaran emping melinjo dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pengangkutan, penyimpanan, resiko dan lain-lain. Proses penyampaian barang konsumsi tersebut oleh produsen atau lembaga pemasaran bisa disalurkan melalui lebih dari satu saluran pemasaran. Masalah ini sebenarnya bukan semata-mata terletak pada panjang pendeknya saluran pemasaran, tetapi saluran mana yang memberikan tingkat efisien yang paling tinggi. Oleh karena itu dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa masalah efisiensi ekonomi pemasaran sebagai berikut :

1. Bagaimana pola saluran pemasaran emping melinjo di Kabupaten Klaten? 2. Apa fungsi dan peran lembaga pemasaran emping melinjo di Kabupaten

Klaten?

3. Berapa besarnya biaya, keuntungan dan marjin pemasaran emping melinjo di Kabupaten Klaten ?

4. Bagaimana tingkat efisiensi ekonomis masing-masing saluran pemasaran emping melinjo di Kabupaten Klaten?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pola saluran pemasaran emping melinjo Kabupaten Klaten 2. Mengetahui fungsi dan peran lembaga pemasaran emping melinjo di

Kabupaten Klaten.

3. Menganalisis biaya, keuntungan dan marjin pemasaran emping melinjo di Kabupaten Klaten

4. Menganalisis tingkat efisiensi ekonomi dari masing-masing saluran pemasaran emping melinjo di Kabupaten Klaten

(6)

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan khususnya terkait dengan solusi pemasaran emping melinjo di Kabupaten Klaten

2. Bagi produsen emping melinjo, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemasaran yang diperoleh dari usaha yang dijalankan selama ini.

3. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan, tambahan informasi, referensi dan pengetahuan mengenai analisis pemasaran dari emping melinjo.

4. Bagi peneliti, penelitian ini meruipakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(7)

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu

Menurut hasil penelitian Ermawati (2007) mengenai “Analisis Nilai Tambah, Efisiensi Dan Saluran Pemasaran Agroindustri Emping Melinjo Di Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar” menunjukkan bahwa bahwa keuntungan yang didapat oleh agroindustri skala rumah tangga sebesar Rp. 19.690,54 dan skala kecil sebesar Rp. 47.449,55. Dari tabel analisis nilai tambah antara skala industri rumah tangga dan industri kecil mempunyai nilai yang berbeda yaitu sebesar 1362,48 untuk skala rumah tangga dan 1602,90 untuk skala kecil. Perbedaan nilai ini dikarenakan adanya perbedaan kemampuan memproduksi emping melinjo. Nilai R/C rasio yang didapat oleh industri skala rumah tangga sebesar 1,10 dan skala kecil sebesar 1,15. Dengan demikian maka industri emping melinjo skala kecil lebih efisien dan lebih menguntungkan untuk diusahakan dibanding skala rumah tangga. Saluran pemasaran yang ada di daerah penelitian ada 4 yaitu antara pengrajin langsung ke konsumen, kedua yaitu pengrajin - pengecer - konsumen, ketiga antara pengrajin - pedagang pengumpul lokal - pengecer - konsumen, dan yang terakhir yaitu antara pengrajin - pedagang pengumpul - pedagang besar - pengecer - konsumen. Menurut hasil Penelitian Ndumbe Njie Louis (2010) yang berjudul “Markets And Market Chain Analysis For Eru (Gnetum SPP.) diambil kesimpulan bahwa "Gnetum" (Gnetum africanum dan Gnetum buchholzianum) adalah pohon anggur berdaun ditemukan di Hutan Afrika tengah tropis yang lembab. Daun yang dipanen dan diperdagangkan terutama sebagai sayuran di Kamerun dan Nigeria tetangga. Manyu, Kupe-Manengouba dan suku ndian di Southwest dan Mungo di Littoral dipilih sebagai produk penting di mana sedikit data yang ada. Alat penilaian partisipatif digunakan untuk mengumpulkan informasi dari produsen, pengecer, eksportir, perantara, restoran dan pasar di Kamerun

(8)

dan Nigeria. Tujuh saluran pemasaran yang berbeda ada dari 2 daerah, mempekerjakan sekitar 1.895 orang (759 produsen, 60 pedagang, eksportir 138, 141 importir, 267 pengecer dan 330 di layanan pendukung). Gnetum kontribusi hingga 62% dari pendapatan produsen, dengan keuntungan rata-rata per tahun 598.729 FCFA. Ini memberikan pendapatan hingga 75% dari pengecer "dan 58% dari eksportir, memberikan eksportir di Idenau dengan laba rata-rata pertahun 481.708.750 FCFA. Lebih baik diselenggarakan secara grosir di Nigeria dengan keuntungan rata-rata hampir dua kali lipat dari pada di negara Kamerun.

Menurut hasil penelitian Anita (2012), et.al yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Emping Melinjo di Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas” menunjukkan bahwa, bentuk saluran pemasaran yang digunakan produsen emping melinjo yaitu :

1. Produsen – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir

2. Produsen – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir

Saluran Pemasaran 1 untuk emping melinjo efisien karena memiliki margin pemasaran lebih rendah dari farmer’s share, sedangkan saluran pemasaran 2 untuk emping melinjo kurang efisien karena margin pemasaran lebih tinggi dari farmer’s share. Farmer’s share emping melinjo tertinggi pada saluran 1 yaitu 48 % dan saluran pemasaran 2 yaitu 52,63%. Menurut hasil penelitian Aliudin ,et al (2012) dengan judul “Nilai Tambah Emping Melinjo Melalui Teknologi Produksi Konvensional di Desa Menes Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang” menunjukkan bahwa, nilai tambah dari setiap kilogram bahan baku biji melinjo Rp 5824,68 atau 52% per satu kali produksi. Imbalan tenaga kerja dari kegiatan agroindustri rumah tangga emping melinjo Rp 3062,75 atau 53%

Menurut hasil penelitian Fitria M, M, et al (2013) yang berjudul “Analisis Finansial dan Sensitivitas Agroindustri Emping Melinjo Skala Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)” menunjukkan bahwa agroindustri emping melinjo di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan

(9)

Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung secara finansial layak untuk dijalankan dengan tingkat suku bunga pinjaman sebesar 12% dapat tetap layak pada saat kenaikan biaya produksi sebesar 5,38% dan kenaikan harga bahan baku sebesar 4,3% dan 5,1%

Beberapa kesamaan yang terdapat dalam penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh calon peneliti adalah sama-sama menggunakan komoditas emping melinjo sebagai obyek penelitian. Selain itu pada penelitian Ermawati (2007) dan Anita et al (2012) juga membahas saluran pemasaran emping melinjo dan penelitian Ndumbe Njie Louis membahas pemasaran melinjo. Terdapat pula beberapa perbedaan dengan penelitian terdahulu, pada penelitian Ermawati (2007) yang berjudul “Analisis Nilai Tambah, Efisiensi Dan Saluran Pemasaran Agroindustri Emping Melinjo Di Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar” dan penelitian Aliudin ,et al (2012) dengan judul “Nilai Tambah Emping Melinjo Melalui Teknologi Produksi Konvensional di Desa Menes Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang” ini menggunakan analisis nilai tambah dan efisiensi. Penelitian Fitria M, M, et al (2013) yang berjudul “Analisis Finansial dan Sensitivitas Agroindustri Emping Melinjo Skala Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)” menggunakan analisis nilai finansial dan sensitivitas emping melinjo.

Dari penelitian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa semakin pendek saluran pemasaran suatu produk dengan marjin pemasaran rendah serta produsen share yang tinggi, maka efisiensi pemasaran akan tinggi pula. Dengan tingginya efisiensi pemasaran ini maka di dalam suatu usaha kecil atau usaha rumah tangga tentang pengolahan produk pertanian akan tetap berlangsung dan terus berkembang. Dari kesimpulan penelitian terdahulu ini, maka dapat dijadikan acuan untuk menganalisis pemasaran agroindustri emping melinjo di Kabupaten klaten.

(10)

2. Komoditas Melinjo

Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi hanya terbungkus kulit luar. Tanaman melinjo bercabang banyak dan pada seluruh bagian batang, cabang, dan rantingnya, tampak ruas-ruas bekas tempat tumbuh tangkai daun, ranting, dan cabang. Ranting dan cabang tanaman melinjo tidak berhubungan kuat dengan batang tanaman, sehingga mudah lepas (Sunanto, 1991).

Tinggi tanaman melinjo bisa mencapai 10 m, habitusnya berbentuk kerucut atau piramida, bercabang banyak-rapat mendatar dan beruas, serta berdaun rimbun. Persendian cabang pada batang kurang kuat sehingga mudah lepas. Umur tanaman bisa mencapai puluhan tahun. Biji melinjo tidak mempunyai daging buah, tiap biji dibungkus oleh kulit agak tebal (kulit buah). Biji yang tua berwarna merah (Sunarjo, 2013).

Tanaman melinjo tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat/lempung, berpasir, dan berkapur. Walaupun demikian tanaman melinjo tidak tahan terhadap tanah yang selalu tergenang air atau yang berkadar asam tinggi (Ph tanah terlalu asam). Didataran rendah dan daerah pegunungan, tanaman ini dapat hidup baik dan menghasilkan kelembaban tinggi, yaitu yang mempunyai musim penghujan selama 9 bulan (basah) dan musim kering selama 3 bulan (Sunanto, 1991).

Adapun kandungan gizi pada biji melinjo tua, daun melinjo dan emping melinjo dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kandungan Gizi Pada Biji Melinjo Tua dan Emping Melinjo Biji Melinjo Tua (100 gr) Emping Melinjo (100 gr)

Kalori 66,00 kalori 345,00 kalori

Karbohidrat 13,30 mg 71,50 mg Protein 50,00 mg 120,00 mg Lemak 7,00 mg 1,00 mg Kalsium 163,00 mg 100,00 mg Fosfor 75,00 mg 400,00 mg Besi 2,80 mg 5,00 mg Vitamin A 1000,00 IU - Vitamin B 0,10 mg 0,20 mg

(11)

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa di dalam biji melinjo maupun yang sudah diolah dalam bentuk emping terdapat kandungan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral yang cukup tinggi. Di mana zat-zat gizi tersebut sangat diperlukan oleh tubuh. Kandungan zat gizi tertinggi tiap 100 gr emping melinjo adalah karbohidrat sebesar 71,50 gr.Melinjo juga mengandung kalori yang cukup tinggi yaitu sebesar 345 kalori tiap 100 gr emping melinjo (Sunanto, 1991). Emping melinjo memiliki kandungan gizi yang tinggi dibandingkan biji melinjo tua, sehingga emping melinjo lebih bagus di untuk dikonsumsi.

3. Emping Melinjo

Emping melinjo merupakan sumber protein dan mineral (kalsium dan fosfor) yang baik, tetapi sangat miskin akan vitamin yang rusak akibat proses penyangraian, penjemuran dan penggorengan. Protein emping melinjo terdiri dari sejumlah asam amino esensial dan non-esensial, yang sangat diperlukan untuk kesehatan (Astawan, 2009)

Ada tiga jenis emping melinjo yang umum kita jumpai di pasaran yaitu emping tebal goreng asin, emping tebal goreng manis, serta emping tipis goreng. Dari ketiga jenis emping tersebut, emping tipis goreng memiliki kandungan energi yang paling besar karena kadar lemaknya paling tinggi, yaitu 24,5 gram per 100 gram emping. Semakin tipis permukaan emping maka semakin banyak minyak yang diserap pada saat digoreng (Astawan, 2009).

Cara pembuatan emping memang dilakukan secara tradisional. Namun demikian, diperlukan keterampilan khusus dalam memipih emping sehingga kualitas prima, tidak pecah dan tipisnya pas. Proses produksi biji melinjo hingga menjadi emping garing dan renyah yaitu (1) kupas kulit luar biji melinjo dengan menggunakan pisau, (2) biji melinjo yang sudah dikupas arilnya dan sudah dikeringkan kemudian disangrai, (3) setelah disangrai, memecahkan biji melinjo dari cangkangnya menggunakan martil baja yang dilapisi kain bersih, (4) proses pengeringan emping melinjo dilakukan dengan bantuan sinar matahari (JB Team, 2010).

(12)

Pembuatan emping melinjo yang cukup sederhana, sehingga emping melinjo dapat dijadikan sebagai salah satu usaha untuk para produsen rumah tangga (agroindustri).

4. Agroindustri

Agroindustri berasal dari dua kata yaitu agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau input dalam usaha petanian. Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan bagian dari agroindustri yang mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman dan hewan. Pengolahan yang dimaksud meliputi pengolahan berupa proses transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengepakan dan distribusi. Harga produk pertanian bisa meningkat melalui industri pengolahan (Kusnandar et al, 2010)

Industri dapat digolongkan berdasarkan pada jumlah tenaga kerja, jumlah investasi dan jenis komoditi yang dihasilkan. Berdasarkan jumlah pekerja, industri dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu : a. Jumlah pekerja 1 hingga 4 orang untuk industri rumah tangga, b. Jumlah pekerja 5 hingga 19 orang untuk industri kecil,

c. Jumlah pekerja 20 hingga 99 orang untuk industri menengah,

d. Jumlah pekerja lebih atau sama dengan 100 orang untuk industri besar (BPS, 2014).

Agroindustri tidak hanya mengolah atau menggunakan hasil pertanian sebagai input untuk menghasilkan suatu produk yang memiliki nilai ekonomi, tetapi agroindustri juga harus tahu cara-cara dalam memasarkan produk tersebut. Sehingga agroindustri akan mendapatkan pendapatan yang maksimal dari hasil olahannya.

5. Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan

(13)

mendapatkan laba. Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung pada keahlian mereka dibidang pemasaran, produksi, keuangan maupun bidang lain. Selain itu juga tergantung pada kemampuan mereka untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi tersebut agar organisasi dapat berjalan lancar (Swastha, 1985).

Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasikan keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengatur seberapa besarnya, menentukan pasar-pasar target mana yang paling baik dilayani oleg organisasi, dan menentukan berbagai produk, jasa dan program yang tepat untuk melayani pasart tersebut. Jadi pemasaran berperan sebagai penghubung antara kebutuuhan-kebutuhan masyarakat denngan pola jawaban industri (dalam haal ini termasuk industri di bidang pertanian) yang bersangkutan (Kotler, 1992).

Sasaran fundamental dari kebanyakan bisnis adalah kelangsungan hidup, laba dan pertumbuhan. Pemasaran memberikan kontribusi secara langsung untuk mencapai sasaran ini. Pemasaran terdiri dari kegiatan berikut ini, yang penting bagi organisasi bisnis, menilai keinginan dan kepuasan dari konsumen saat ini dan calon konsumen, mendesain dan mengatur penawaran produk, menentukan harga dan kebijakan harga, mengembangkan strategi distribusi, dan melakukan komunikasi dengan konsumen saat ini dan calon konsumen (Mc Daniel dan Lamb, 2001).

Hasil akhir suatu pemasaran berdasarkan hubungan adalah membangun suatu aset perusahaan berupa jaringan pemasaran. Menurut Kotler (2000) jaringan pemasaran terdiri dari suatu perusahaan dengan pemasok, distributor dan pelanggannya dimana sudah terdapat suatu hubungan bisnis yang kuat dan dapat diandalkan. Semakin lama pemasaran semakin bergeser dari memaksimalkan keuntungan dari setiap transaki ke memaksimalkan hubungan saling menguntungkan dengan mitra nya. Prinsip dasarnya adalah dengan membangun hubungan baik, transaksi yang menguntungkan akan datan sendiri.

(14)

Pemasaran merupakan kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dan atau jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran juga dapat diartikan sebagai proses sosial dan manajerial yang dalam hal ini individu atau kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk bernilai satu sama lain. Pemasaran harus dipandang meliputi berbagai aspek keputusan dan kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, serta untuk menghasilkan laba bagi produsen. Proses pemasaran yang sesungguhnya adalah mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan ini, menetapkan program promosi dan kebiijakan harga, serta menerapkan sitem distribusi untuk menyampaikan barang dan atau jasa kepada pelanggan atau konsumen (Hanafie, 2007). Dalam proses pemasaran menyampaikan barang atau jasa ke konsumen, pasti melibatkan saluran pemasaran yang terdiri dari lembaga-lembaga perantara pemasaran.

6. Saluran dan Lembaga Pemasaran

Jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir disebut saluran pemasaran. Jenis dan kerumitan saluran pemasaran berbeda-beda sesuai dengan komoditinya. Pasar kaki lima merupakan saluran pemasaran yang paling sederhana, dari produsen langsung ke konsumen. Tetapi, kebanyakan produk diproses lebih lanjur pada tingkat saluran pemasaran yang berbeda dan melalui banyak perusahaan sebelum mencapai konsumen akhir (Downey dan Erickson, 1992).

Saluran distribusi yang terdapat dalam suatu sistem mempunyai hubunga dengan beberapa faktor lain dalam sistem tersebut. Di sini, saluran hanyalah merupakan satu komponen yang ada dalam sistem keseluruhan, termasuk pula pasar dan lingkungan. Kegiatan saluran pemasaran dibatasi komponen lingkugan dan diarahkan untuk melayanin kebutuhan pasar (Swasta, 1979).

(15)

Menurut Suyanto (2004) Keputusan-keputusan saluran pemasaran merupakan keputusan yang sangat kompleks dan penuh tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan. Setiap sistem saluran menciptakan tingkatan penjualan dan biaya yang berbeda. Saluran pemasaran yang dipilih dengan jelas akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain dalam bauran pemasaran.

Swastha (1979), Secara luas, terdapat dua golongan besar lembaga-lembaga pemasaran yang mengambil bagian dalam saluran disribusi. Mereka ini disebut Perantara pedagang dan perantara agen. Istilah pedagang digunakan untuk memberikan gambaran bahwa usahanya mempunyai hubungan yang erat dalam pemilikan barang. Mereka berhak memiliki barang-barang yang dipasarkan, meskipun memilikannya tidak secara pisik. Pedagang dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Produsen, yang membuat sekaligus menyalurkan barang kepasar b. Pedagang besar, yang menjual barang kepada pengusaha lain. c. Pengecer, yang menjual barang kepada konsumen.

Lembaga pemasaran adalah bentuk saluran distribusi merupakan jalur yang dilalui oleh perpindahan hak milik atas barang yan dipasarkan untuk sampai ke tangan konsumen dengan melalui beberapa perantara, orang atau badan usaha atau lembaga yang secara langsung terlibat didalam mengalirkan barang dari produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran ini dapat berupa tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Lembaga-lembaga dapat didefinisikan sebagai berikut :

a. Tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan petani, tengkulak melakukan transaki dengan petani baik secara tunai, ijon maupun dengan kontrak pembelian. b. Pedagang pengumpul, yaitu membeli komoditi pertanian dari

(16)

c. Pedagang besar, yaitu melakukan proses pengumpulan komoditi dari pedagang pengumpul, juga melakukan proses distribusi ke agen penjualan ataupun pengecer.

d. Pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan dengan konsumen (Sudiyono, 2002).

7. Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran adalah kegiatan utama yang khusus dilaksanakan untuk menyelesaikan proses pemasaran. Menurut Sudiyono (2002) berpendapat bahwa pada prinsipnya terdapat tiga fungsi pemasaran, yaitu : fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi penyediaan fasilitas.

a. Fungsi fisik merupakan kegiatan-kegiatan yang secara langsung diberlakukan terhadap komoditas-komoditas pertanian, agar komoditas tersebut mengalami tambahan guna tempat dan guna waktu. Fungsi fisik terdiri dari pengangkutan, pengolahan, dan penyimpanan. Pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut bentuk, jumlah dan mutunya. Pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan daya tahan dan nilai dari barang tersebut. Sedangkan penyimpanan bertujuan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah pemasaran atau menunggu sebelum diolah.

b. Fungsi pertukaran dalam pemasaran produk pertanian meliputi kegiatan yang menyangkut pengalihan hal dalam kepemilikan dalam sistem pemasaran. Fungsi pertukaran terdiri dari penjualan dan pembeliaan. Fungsi penjualan yaitu mencari tempat yang tepat untuk melakukan penjualan barang yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dari segi bentuk, jumlah, dan mutunya. Sedangkan fungsi pembelian yaitu menentukkan jenis barang yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan baik untuk dikonsumsi langsung ataupun untuk kebutuhan produksi.

(17)

c. Fungsi penyediaan fasilitas pada dasarnya adalah untuk memperlancar fungsi fisik dan fungsi pertukaran. Fungsi penyediaan fasilitas ini meliputi standarisasi, penanggungan resiko, informasi pasar dan penyediaan dana.

8. Analisis Biaya dan Marjin Pemasaran

Untuk mengetahui biaya pemasaran dan marjin pemasaran di tingkat lembaga dalam saluran pemasaran digunakan alat analisis biaya dan marjin pemasaran (cost margin analysis) yaitu dengan menghitung besarnya biaya, keuntungan dan marjin pemasaran pada tiap lembaga perantara pada berbagai saluran pemasaran. Menurut Zubaidi (2008), analisis marjin pemasaran dan biaya merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu pemasaran. Margin pemasaran dapat diketahui dari perhitungan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan lembaga pemasaran yang ikut berperan dalam proses pemasaran.

a. Biaya Pemasaran

Biaya Pemasaran (bagian substansial dimana jalur mengeluarkan biaya) harus dipertimbangkan sebagai seluruh perbedaan antara harga produk langsung dari pabrik dan harga akhir yang dibayar pelanggan untuk produk tersebut. Biaya perantara mencakup transportasi dan penyimpanan barang, peritela, penyediaan kredit, dan periklanan

lokal, perwakilan penjualan, dan negosiasi (Catoera dan Graham, 2007).

Menurut Swasta (1979), Biaya akan menentukan batasan harga yang lebih rendah. Pada umumnya perusahaan tidak akan menentukan harga jauh dibawah biayanya, karena hal unu dapat menjurus terciptanya utang dan akan menggunakan aktiva serta modal yang lebih besar.

Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran berlangsung, muai dari tangan pembudi daya hingga diterima oleh konsumen akhir. Besarnya biaya pemasaran sangat tergantung pada panjang pendeknya jalur pemasaran. Selain semakin

(18)

mahal, jalur pemasaran yang jauh juga memiliki tingkat risiko yang tinggi (Lukito dan Prayugo, 2007).

b. Keuntugan Pemasaran

Keuntungan pemasaran didefinisikan sebagai selisih harga yang dibayarkan produsen dan harga yang diberikan oleh konsumen. Masing-masing lembaga ingin mendapatkan keuntungan, maka harga yang dibayarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran juga berbeda. Semakin maju tingkat pengetahuan produsen, lembaga pemasaran dan konsumen terhadap penguasaan informasi pasar, maka semakin merata distribusi marjin pemasaran yang diterima (Soekartawi, 1993).

Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total (PrT) dan biaya-biaya (B). PrT merupakan hasil kali produksi total (PT) dengan harganya. Biaya yang dimaksud dalama pengertian ini adalah biaya keseluruhan, baik itu biaya tetap (misalnya sewa tanah, pembelian alat-alat pertanian, dan lain-lain) maupun biaya tidak tetap (misalnya biaya yang diperlukan untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain). Masing-masing input produksi tersebut dikalikan dengan harganya (Hanafie, 2010).

c. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran (marketing margin) adalah harga yang dibiayai oleh konsumen dikurangi harga yang diterima oleh produsen. Tinggi rendahnya marjin pemasaran dipakai untuk mengukur efisiensi sistem pemasaran (tergantung dari fungsi pemasaran yang dijalankan). Semakin besar marjin pemasaran maka makin tidak efisien sistem pemasaran tersebut. (Hanafie, 2010).

Menurut Sudiyono (2002) marjin pemasaran didefinisikan dengan dua cara yaitu :

1) Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen, secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

(19)

M= Pr – Pf

Keterangan : M : Marjin

Pr : Harga ditingkat konsumen (Rp)

Pf : Harga ditingkat produsen (Rp)

2) Marjin pemasaran terdiri dari komponen yang terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Secara sistematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagi berikut : M = Bp + Kp Keterangan : M : Marjin (Rp/kg) Bp : Biaya pemasaran (Rp/kg) Kp : Keuntungan pemasaran (Rp/kg) 9. Efisiensi Pemasaran

Pemasaran dapat dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil produksi kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan yang dibayarkan konsumen kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi pemasaran (Rahardi, 1994).

Menurut Mubyarto (1989), efisiensi pemasaran merupakan perbandingan antara output pemasaran dengan input pemasaran. Output bisa berupa kepuasan konsumen, sedangkan input merupakan masukan yang digunakan dalam proses pemasaran. Efisiensi ini bisa berupa fisik maupun finansial, dimana indikator efisiensi berupa :

a. Margin pemasaran, makin kecil margin semakin efisien

b. Harga di tingkat konsumen, makin murah harga yang diterima konsumen akhir makin efisien

(20)

c. Tingkat kompetisi, makin kompetitif struktur pasarnya, makin efisien. Struktur pasar yang paling efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna.

d. Banyaknya fasilitas pemasaran, makin banyak fasilitas pemasaran makin efisien pemasarannya.

Menurut Mubyarto (1989), sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

a. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya serendah mungkin.

b. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta di dalam kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut.

Pengertian adil disini adalah perbandingan antara pengorbanan yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh setiap komponen pemasaran berada dalam keseimbangan.

Efisiensi tidaknya pemasaran yang dikeluarkan lembaga pemasaran sangat dipengaruhi oleh intensitas persaingan, terutama dalam hubungannya dengan berbagai kebijakan pemerintah, tingkat penggunaan fasilitas pemasaran, sifat dan banyaknya jasa yang diberikan dalam penciptaan utilitas (waktu, bentuk, pemilikan, informasi, dan lain-lain), serta bagian yang hilang dalam proses pemasaran. Biaya pemasaran yang ditawarkan lembaga pemasaran kepada konsumen. Pedagang perantara sebagai lembaga pemasaran akan membentuk suatu pola saluran pemasaran. Panjang pendeknya saluran pemasaran akan menentukan tingkat efisiensi pemasaran suatu komoditas (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).

Faktor-faktor yang dapat sebagai ukuran efisiensi pemasaran adalah sebagai berikut:

a. Keuntungan pemasaran

(21)

c. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran yang memadai untuk melancarkan transaksi jual beli barang, penyimpanan, transportasi

d. Kompetisi pasar, persaingan diantara pelaku pemasaran (Soekartawi, 1993).

Untuk mengukur efisiensi pemasaran secara ekonomi digunakan presentase margin pemasaran dan produsen share. Presentase margin pemasaran diperoleh dari harga ditingkat konsumen dikurangi harga ditingkat produsen dibagi harga ditingkat konsumen itu sendiri kemudian dikali 100%, adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

𝑀𝑃 = 𝑃𝑟 − 𝑃𝑓

𝑃𝑟 𝑋100%

Keterangan :

Mp : Marjin pemasaran (Rp/kg) Pr : Harga ditingkat konsumen (Rp) Pf : Harga ditingkat produsen (Rp)

Menurut Sudiyono (2002), bagian yang diterima produsen (produsen share) ini sama dengan harga yang betul-betul diterima produsen dibagi harga yang dibayarkan oleh konsumen dikalikan 100%. Bagian yang diterima produsen diperoleh dari 1 dikurangi margin pemasaran dibagi harga ditingkat konsumen kemudian dikalukan 100%. Secara sistematis dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :

𝐹 = (1 −𝑀𝑝

𝑃𝑟) 𝑥100%

Keterangan :

F : Bagian yang diterima produsen Mp : Marjin Pemasaran

Pr : Harga ditingkat konsumen. B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pemasaran atau marketing pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang ini dapat terjadi karena adanya peranan lembaga pemasaran. Peranan lembaga pemasaran ini sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik aliran barang yang dipasarkan.

(22)

Oleh karena itu dikenal istilah “saluran pemasaran” atau marketing channel. Fungsi saluran pemasaran ini amat penting, khususnya dalam melihat tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran (Soekartawi, 1993).

Jejak penyaluran dari produsen emping melinjo sampai dengan konsumen akhir disebut dengan saluran pemasaran. Produsen emping melinjo membutuhkan pihak lain untuk memasarkan hasil produksinya. Oleh karena itu, diperlukan peranan lembaga pemasaran untuk menyalurkan hasil produksi kepada konsumen. Saluran pemasaran emping melinjo di kabupaten Klaten dapat diketahui dengan cara mengikuti aliran dari proses pemasaran emping melinjo dari produsen sampai ke konsumen.

Pedagang atau lembaga pemasaran dalam menyampaikan barang dari produsen ke konsumen selalu mengambil keuntungan dan juga mengeluarkan biaya-biaya dalam kegiatan pemasaran. Perbedaan kegiatan pada setiap lembaga pemasaran akan menyebabkan perbedaan harga jual antara lembaga yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan harga suatu komditi ditingkat produsen dengan ditingkat konsumen disebut dengan marjin pemasaran Marjin pemasaran emping melinjo dapat didefinisikan dengan dua cara, sebagai berikut:

a. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga ditingkat produsen dengan harga ditingkat pengecer. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Mp = Pr – Pf Keterangan:

Mp : Marjin pemasaran emping melinjo (Rp/kg)

Pr : Harga emping melinjo ditingkat pengecer (Rp/kg) Pf : Harga emping melinjo ditingkat petani (Rp/kg)

b. Marjin pemasaran terdiri dari komponen yang terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

(23)

Keterangan:

Mp : Marjin pemasaran emping melinjo (Rp/kg) Bp : Biaya pemasaran emping melinjo (Rp/kg) Kp : Keuntungan pemasaran emping melinjo (Rp/kg)

Marjin pemasaran disebabkan adanya biaya yang dikeluarkan dalam penyampaian barang dari produsen ke konsumen kegiatan pemasaran. Biaya pemasaran mencakup sejumlah pengeluaran yang dilakukan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan hasil produksi dan sejumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Menurut Soekartawi (2002), biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran suatu produk dari produsen ke konsumen dan besarnya biaya pemasaran ini berbeda antara satu dengan yang lain. Besarnya biaya pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Bp = Bp1 + Bp2 + Bp3 + ……+ Bpn Keterangan :

Bp : biaya pemasaran (Rp/Kg)

Bp1,2,3…n : biaya pemasaran tiap lembaga pemasaran (Rp/kg) 1,2,3….n : jumlah lembaga

Selain mengeluarkan biaya pemasaran, masing-masing lembaga pemasaran juga ingin memperoleh keuntungan. Menurut Soekartawi (1991), perbedaan harga di masing-masing lembaga pemasaran sangat bervariasi tergantung dari besar kecilnya keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga perantara pemasaran. Keuntungan pemasaran merupakan penjumlahan keuntungan yang diperoleh pada setiap lembaga perantara pemasaran, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

KP = Kp1 + Kp2 + ... + Kpn

Keterangan :

Kp : Keuntungan pemasaran emping melinjo (Rp/Kg)

Kp1 ... Kpn : Keuntungan pemasaran emping melinjo di tiap lembaga

(24)

Untuk mengukur efisiensi pemasaran secara ekonomi digunakan presentase marjin pemasaran dan produsen share. Presentase marjin pemasaran dari masing-masing saluran pemasaran digunakan rumus:

Mp = (𝑃𝑟−𝑃𝑓)𝑃𝑟 x100% Keterangan :

Mp : Marjin Pemasaran (Rp/kg)

Pf : Harga di tingkat produsen (Rp/kg) Pr : Harga di tingkat konsumen (Rp/kg)

Menurut Sudiyono (2002), bagian yang diterima petani (produsen share) sama dengan harga yang betul-betul diterima dibagi dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dikalikan 100%.

F =1 −𝑀𝑝𝑃𝑟 𝑥100% Keterangan :

F : Bagian yang diterima produsen Pr : Harga di tingkat konsumen (Rp/kg) Mp : Marjin pemasaran (Rp/kg)

Kriteria yang digunakan untuk mengetahui bahwa pemasaran emping melinjo dianggap efisien secara ekonomis adalah tiap-tiap saluran pemasaran mempunyai nilai presentase marjin pemasaran yang rendah dan mempunyai nilai presentase bagian yang diterima produsen emping melinjo yang tinggi. Bila bagian yang diterima produsen < 50% berarti belum efisien, dan bila bagian yang diterima produsen > 50% maka pemasaran dikatakan efisien (Sudiyono, 2002)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat digambarkan skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

(25)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian C. Hipotesis

1. Diduga terdapat beberapa saluran pemasaran emping melinjo di kabupaten Klaten

2. Diduga saluran pemasaran emping melinjo yang paling pendek di Kabupaten Klaten paling efisien dari segi ekonomi

D. Pembatasan Masalah

1. Pemasaran emping melinjo dalam penelitian ini terbatas pada pemasaran yang dilakukan di Kabupaten Klaten.

2. Produksi emping melinjo yang dipasarkan yaitu emping melinjo yang masih mentah (kering) dan tanpa rasa dalam satuan kilogram.

Presentase produsen share Saluran Pemasaran ke n Emping Melinjo

Pemasaran Emping Melinjo

Saluran Pemasaran 2

Biaya Pemasaran Keuntungan Pemasaran

Marjin Pemasaran

Presentase Marjin Pemasaran

Efisiensi Pemasaran ditinjau dari segi ekonomi Saluran Pemasaran 1

(26)

3. Harga yang dipakai adalah harga setempat yang berlaku saat terjadi proses jual beli pada waktu penelitian.

4. Responden yang digunakan yaitu agroindustri yang melakukan proses produksi dari awal hingga pemasaran bukan agroindustri yang menawarkan jasa pembuatan emping melinjo.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Melinjo adalah spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon berumah dua.

2. Emping melinjo adalah jenis makanan ringan (keripik) yang masih mentah, yang terbuat dari buah melinjo yang telah tua, bentuknya pipih persegi empat (± 10cm x 5cm), yang mempunyai rasa asli dari buah melinjo. Emping melinjo ini termasuk ke dalam kualitas ketiga.

3. Klatak adalah buah melinjo yang sudah dikupas kulit luarnya, tinggal kulit dalamnya yang keras warnanya coklat.

4. Produsen (pengrajin) emping melinjo adalah orang yang memproduksi atau membuat emping melinjo di Kecamatan Jatinom, Kecamatan Ngawen dan Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten dengan bahan baku klatak dengan cara membeli.

5. Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif membeli dan mengumpulkan barang dalam jumlah besar dari produsen (pengrajin) emping melinjo dan menjualnya kepada pedagang eceran di pasar (Rp/kg) 6. Pedagang eceran adalah mereka yang menjual emping melinjo dalam

jumlah kecil langsung kepada konsumen terakhir di pasar eceran. Pedagang eceran melakukan pembelian bisa melalui pedagang pengumpul maupun membeli langsung dari produsen emping melinjo tetapi dalam jumlah sedikit (Rp/kg).

7. Konsumen yang dimaksud adalah masyarakat yang membeli emping melinjo untuk dikonsumsi sesuai dengan tingkat kebutuhannya.

8. Harga emping melinjo ditingkat produsen (pengrajin) adalah harga jual yang diterima produsen (pengrajin) emping melinjo (Rp/kg).

(27)

9. Harga jual emping melinjo pada suatu lembaga pemasaran adalah harga yang ditetapkan oleh suatu lembaga pemasaran ketika lembaga pemasaran tersebut menjual emping melinjo (Rp/kg).

10. Biaya pemasaran emping melinjo adalah semua biaya yang timbul pada berbagai saluran pemasaran emping melinjo untuk kegiatan pemasaran. Biaya-biaya tersebut diantaranya biaya pengemasan, biaya resiko rusak, dan biaya transportasi (Rp/kg).

a. Biaya Kemasan adalah biaya yang dikeluarkan untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan maupun non pangan. Pengemasan mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menunjang distribusi produk terutama yang mudah rusak mengalami kerusakan (Rp/kg)

b. Biaya resiko rusak yaitu biaya yang dikeluarkan atau ditanggung oleh pengusaha apabila terjadi kerusakan pada produk yang diproduksi (Rp/kg).

c. Biaya transportasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan proses transportasi. Biaya tersebut berupa biaya penyediaan prasaran, biaya penyediaan sarana, dan biaya operasional transportasi. 11. Keuntungan pemasaran emping melinjo yaitu selisih dari marjin

pemasaran emping melinjo dengan biaya pemasaran emping melinjo yang diterima oleh lembaga pemasaran (Rp/kg).

12. Marjin pemasaran emping melinjo adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen terakhir dengan harga yang diterima produsen (pengrajin) emping melinjo atau total biaya pemasaran emping melinjo ditambah keuntungan pemasaran emping melinjo (Rp/kg). Untuk menghitung marjin pemasaran, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Mp = Pr – Pf Keterangan:

Mp : Marjin pemasaran emping melinjo (Rp/kg)

Pr : Harga emping melinjo ditingkat pengecer (Rp/kg) Pf : Harga emping melinjo ditingkat petani (Rp/kg)

(28)

Atau menggunakan rumus sebagai berikut : Mp = Bp + Kp

Keterangan:

Mp : Marjin pemasaran emping melinjo (Rp/kg) Bp : Biaya pemasaran emping melinjo (Rp/kg) Kp : Keuntungan pemasaran emping melinjo (Rp/kg)

13. Lembaga pemasaran emping melinjo yaitu badan-badan atau lembaga-lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen (pengrajin) emping melinjo sampai konsumen melalui proses jual beli.

14. Saluran pemasaran emping melinjo adalah rangkaian lembaga-lembaga pemasaran emping melinjo dalam penyalurannya dari produsen kepada konsumen.

15. Presentase marjin pemasaran adalah perbandingan selisih antara harga di tingkat konsumen dan harga di tingkat produsen (pengrajin) emping melinjo dengan harga di tingkat produsen (pengrajin) emping melinjo dan dinyatakan dalam (%). Untuk menghitung presentase marjin pemasaran menggunakan rumus, sebagai berikut :

Mp = (𝑃𝑟−𝑃𝑓)𝑃𝑟 x100% Keterangan :

Mp : Marjin Pemasaran (Rp/kg)

Pf : Harga di tingkat produsen (Rp/Kg) Pr : Harga di tingkat konsumen (Rp/Kg)

16. Efisiensi pemasaran adalah Penggunaan input minimal dari berbagai sumber daya ekonomi yang menghasilkan kepuasan konsumen atas barang atau jasa yang dihasilkan. Efisiensi pemasaran secara ekonomis diukur dengan melihat marjin pemasaran dan membandingkan bagian yang diterima produsen dengan harga ditingkat konsumen (produsen share) dalam persen (%)

17. produsen share adalah perbandingan harga yang diterima produsen emping melinjo dengan harga di tingkat lembaga pemasaran maupun di

(29)

tingkat konsumen dan dinyatakan dalam persen (%).Untuk menghitung presentase marjin pemasaran menggunakan rumus, sebagai berikut :

F =1 −𝑀𝑝𝑃𝑟 𝑥100% Keterangan :

F : Bagian yang diterima produsen Pr : Harga di tingkat konsumen (Rp/kg) Mp : Marjin pemasaran (Rp/kg)

(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik yang prosedur pemecahan masalah pada metode ini adalah dengan cara menggambarkan objek penelitian pada saat keadaan sekarang berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan, bentuknya berupa survei dan studi perkembangan (Siregar, 2013).

Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar atau kecil, tetapi data yang dipelajari merupakan data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis dan psikologis (Sarwono, 2010).

B. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja atau purposive yaitu penentuan daerah sampel yang diambil secara sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995).

Dari 26 Kecamatan yang ada di Kabupaten Klaten, 8 Kecamatan merupakan daerah industri pembuatan emping melinjo diantaranya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah Unit Usaha Industri Rumah Tangga Emping Melinjo Kabupaten Klaten 2014

No. Kecamatan Jumlah Unit Usaha

1 Manisrenggo 55 2 Ngawen 47 3 Jogonalan 34 4 Ceper 20 5 Klaten Selatan 15 6 Jatinom 60 8 Karanganom 15 Jumlah 246

Sumber : Dinas Perindagkop dan UKM Kabupaten Klaten, 2014 30

(31)

Dalam penelitian ini dipilih secara sengaja di 3 Kecamatan dengan pertimbangan berdasarkan rekomendasi dari Dinas Perindagkop dan UKM di Kabupaten Klaten tahun 2014 bahwa di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Jatinom, Kecamatan Ngawen dan Kecamatan Jogonalan merupakan kecamatan yang memiliki agroindustri emping melinjo yang melakukan proses produksi dari awal hingga pemasaran bukan agroindustri yang menawarkan jasa.

2. Metode Pengambilan Responden

Penentuan responden yang dilakukan dengan menggunakan metode Quota sampling. Pengambilan sampel secara quota sampling dilakukan dengan menentukan kuota terlebih dahlu pada masing-masing kelompok, sebelum quota masing-masing kelompok terpenuhi maka penelitian belum dianggap selesai (Siregar, 2013). Penentuan responden terdiri dari 3 kecamatan yaitu kecamatan Jatinom, kecamatan Ngawen dan kecamatan Jogonalan.

Tabel 4. Jumlah Responden Industri Rumah Tangga Emping Melinjo di Kabupaten Klaten 2014

No Desa Jumlah Agroindustri Emping Melinjo Jumlah sampel (unit usaha) 1 Ngawen 47 20 2 Jogonalan 34 20 3 Jatinom 60 20 Total 141 60

Sumber : Dinas Perindagkop dan UKM Kabupaten Klaten, 2014

Penelitian ini melibatkan 60 reponden agroindustri emping melinjo yang berasal dari kecamatan Ngawen, Jogonalan dan Jatinom karena kecamatan-kecamatan ini memiliki jumlah unit usaha sedikit, sedang dan banyak. Dari ketiga kecamatan ini sudah dapat mewakili pemasaran emping melinjo yang tersebar di kabupaten Klaten. Selain itu di kecamatan-kecamatan tersebut agroindustri emping melinjo melakukan proses produksi dari awal hingga pemasaran bukan agroindustri yang menawarkan jasa pembuatan emping melinjo.

(32)

3. Metode Pengambilan Responden Lembaga Pemasaran

Penentuan sampel lembaga pemasaran dilakukan dengan menggunakan metode snow ball sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan bantuan key-informan, dan dari key informan inilah akan berkembang sesuai petunjuknya. Dalam hal ini peneliti hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel (Subagyo, 2006). Dengan teknik snowball sampling memperoleh informasi dari produsen emping melinjo kemudian menelusuri pedagang-pedagang yang terkait dengan pemasaran tersebut hingga sampai pada konsumen akhir.

C. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) terstruktur. Sumber data primer adalah pengrajin emping melinjo dan lembaga pemasaran dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh informasi meliputi identitas responden, biaya, penerimaan, mengenai pemasaran emping melinjo serta berapa banyak saluran pemasaran yang digunakan dan data-data lain yang menunjang tujuan penelitian mengenai pemasaran emping melinjo.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data dari laporan maupun dokumen resmi dari lembaga yang terkait dengan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten, Dinas Perindagkop dan UKM Kabupaten Klaten, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten, dan BAPPEDA Kabupaten Klaten. Data tersebut adalah data mengenai keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, keadaan penduduk, dan data yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

(33)

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan melakukan wawancara langsung kepada responden agroindustri emping melinjo sampel dan pedagang atau lembaga pemasaran menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya.

2. Observasi

Teknik obeservasi yaitu metode pengumpulan data dengan melalukan pengamatan langsung di Kecamatan Jatinom, Ngawen dan Jogonalan Kabupaten Klaten sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai daerah Penelitian

3. Pencatatan

Metode pencatatan yaitu metode pengumpulan data sekunder dan primer dengan melakukan pencatatan dari segala sumber termasuk wawancara dengan agroindustri emping melinjo dan lembaga pemasaran dan observasi dari instansi-instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis marjin dan biaya tataniaga (Cost Marjin Analysis). Penelitian ini menggunakan analisis cost marjin karena analisis ini dapat dilihat dari kewajaran tingkat keuntungan dalam pemindahan, pengolahan dan penyimpanan. Keuntungan normal, merupakan penerimaan atas modal dan jasa pelaku tata niaga. Analisis ini dilakukan dengan menelusuri menurut kriteria harga dan jasa-jasa yang diberikan. Analisis ini termasuk analisis dengan pendekatan langsung.

Analisis pemasaran ada dua yaitu dengan pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung. Pendekatan langsung yaitu analisis marjin dan biaya tataniaga, analisis kebijakan harga musiman dan biaya penyimpanan, korelasi harga antar pasar. Sedangkan pendekatan tidak langsung menggunakan analisis syarat pasar bersaing sempurna dan analisis harga.

(34)

Untuk mengetahui biaya pemasaran dan marjin pemasaran emping melinjo di tingkat lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran di Kabupaten Klaten, digunakan analisis biaya dan marjin pemasaran yaitu dengan menghitung besarnya biaya, keuntungan, dan marjin tiap lembaga perantara pada berbagai saluran pemasaran terpilih.

1. Biaya, Keuntungan, dan Marjin Pemasaran a. Biaya Pemasaran

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan emping melinjo dari produsen kepada konsumen. Biaya pemasaran biasanya berupa biaya transportasi, biaya pengangkutan, biaya pengemasan, biaya retribusi dan lain-lain. Adapun rumus biaya pemasaran dirumuskan sebagai berikut :

Bp = Bp1 + Bp2 + ... + Bpn

Keterangan :

Bp : Biaya pemasaran emping melinjo

Bp1 ... Bpn : Biaya pemasaran emping melinjo di tiap-tiap lembaga

pemasaran (Soekartawi, 1993) b. Keuntungan Pemasaran

Keuntungan pemasaran adalah penjumlahan dari keuntungan yang diterima oleh setiap rantai pemasaran. Keuntungan tersebut merupakan penjumlahan dari masing-masing keuntungan dari tiap lemabaga pemasaran emping melinjo. Adapun keuntungan pemasaran emping melinjo dirumuskan sebagai berikut :

KP = Kp1 + Kp2 + ... + Kpn

Keterangan :

Kp : Keuntungan pemasaran emping melinjo

Kp1 ... Kpn : Keuntungan pemasaran emping melinjo di tiap lembaga

pemasaran (Soekartawi, 1993)

(35)

c. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran untuk mengetahui tujuan penelitian ketiga yaitu perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen, perbedaan harga atau marjin pemasaran tersebut biasanya dikarenakan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran emping melinjo. Secara sistematis marjin pemasaran dirumuskan sebagai berikut :

M = Pr – Pf Keterangan :

M : Marjin pemasaran emping melinjo

Pr : Harga emping melinjo ditingkat konsumen Pf : Harga emping melinjo ditingkat produsen

Marjin pemasaran merupakan penjumlahan dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran.

M = Kp + Bp Keterangan :

M : Marjin pemasaran emping melinjo Kp : Keuntungan pemasaran emping melinjo Bp : Biaya pemasaran emping melinjo (Sudiyono, 2004).

2. Efisiensi Pemasaran

Untuk mengukur efisiensi ekonomis pemasaran emping melinjo di Kabupaten Klaten dapat dihitung dengan nilai prosentase dari marjin pemasaran dan bagian yang diterima produsen (produsen share), digunakan rumus sebagai berikut :

a. Marjin Pemasaran

Mp = (

PrPf

) x 100%

Keterangan :

Pr

(36)

Mp : Marjin pemasaran emping melinjo

Pf : Harga emping melinjo di tingkat produsen Pr : Harga emping melinjo di tingkat konsumen b. Bagian yang diterima produsen (produsen share)

F = (1 - ) x 100 % Keterangan :

F : Bagian yang diterima produsen emping melinjo Mp : Marjin pemasaran emping melinjo

Pr : Harga emping melinjo di tingkat konsumen (Sudiyono, 2002)

Semakin besar bagian yang diterima produsen emping melinjo maka pemasaran tersebut semakin efisien. Bila bagian yang diterima agroindustri emping melinjo < 50% berarti pemasaran emping melinjo belum efisien dan bila yang diterima produsen emping melinjo > 50% maka pemasaran emping melinjo dapat dikatakan efisien dan dikatakan efisien apabila mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta di dalam kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut.

Mp Pr

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, zubaidi. 2008. Tes inteligensi. Jakarta : Mitra Wacana Media

Aliudin dan Anggraeni, Dian. 2012. Nilai Tambah Emping Melinjo Melalui Teknologi Produksi Konvensional di Desa Menes Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang. Jurnal Agrika Vol 6, No 1 (2012) hal 24-33 Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Anita, Muani dan Suyatno Adi. 2012. Analisis Efisiensi Pemasaran Emping Melinjo di Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas. Jurnal penelitian. Vol 1, No 1, Desember 2012, hal 22-31 Fakultas Pertanian Universitas Tanjung Pura

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Assauri, sofjan. 1987. Manajemen Pemasaran. Rajawali. jakarta . 1993. Manajemen Pemasaran. Rajawali. Jakarta

Astawan, Made. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Boyd, Walker, Claude. 1997. Manajemen Pemasaran jilid 1 ed 2. Penerbit Erlangga. Jakarta

BPS. 2014. Klaten Dalam Angka 2014. Klaten

Cahyono, Bambang. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta. Catoera dan Graham, 2007. Pemasaran Internasional 2 ed 13. Salemba empat.

Jakarta.

Downey, W. David dan steven P. Erickson. 1992. Maemnajemen Agribisnis Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.

Ermawati, Trias. 2007. Analisis Nilai Tambah, Efisiensi, dan Saluran Pemasaran Agroindustri Emping Melinjo di Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar. FP. Skripsi. Universitas Muhamadiyah Malang. Dipublikasikan.

Firdaus. Muhammad 2009. Manajemen Agribisnis. PT Bumi Aksara. Jakarta Fitria M, Affandi Irfan , Nugraha Adia. 2013. Analisis Finansial dan Sensitivitas

Agroindustri Emping Melinjo Skala Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Jurnal Peneltian JIIA, Vol 1, No 2, April 2013 hal 174-180 Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Hanafie, Rita. 2007. Pengantar ekonomi pertanian. Andi Offset. Yogyakarta. Hanafiah, A.M dan Saefuddin, A. M. 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. UI Press.

Jakarta.

. 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

(38)

JB Team, 2010. Bisnis Rumah Tangga Camilan dan Minuman. Penerbit Jogja Bangkit dan Publisher. Yogyakarta

Kotler, Philip. 1992. Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaan dan Pengendalian. Penerbit Erlangga. Jakarta.

. 1996. Marketing. Jilid 1 (Edisi Bahasa Indonesia dari Marketing Essentials). Erlangga. Jakarta

Kusnandar et all, 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal. Jurnal Akuntansi Universitas Indonesia, Jakarta

Lukito dan Prayugo. 2007. Pemasaran Lobster air tawar. Penebar swadaya. Jakarta.

Louis , Ndumbe Njie. 2010. Markets And Market Chain Analysis For Eru (Gnetum SPP.) In South West And Littoral Regions Of Cameroon. Thesis of The Faculty Of Science Of The University Of Buea.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Mulyanto, Joko. 1995. Pembibitan dan Budidaya Melinjo. Kanisius. Jakarta Rahardi, F. 1994. Agribisnis Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Jakarta

Saragih, B. 2002. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian Kumpulan Pemikiran. Pusat Studi Pembangunan IPB dan USESE Foundation. Bandung

Sarwono, Jonathan. 2010. Kunci Sukses Dalam Menulis Ilmiah. Andi Offset. Yogyakarta.

Soekartawi. 1991. Agrobisnis Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 2001. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia–Press. Jakarta.

.2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian,Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. . 1997. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta Subagyo. 2006. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Jakarta : PT

Rineka Cipta.

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMMPress. Malang 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang.

(39)

Sunarjo, Hendro. 2013. Bertanam 36 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunanto, H. 1991. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Kanisius.

Yogyakarta.

Suyanto, M. 2004. Analisis dan Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran. Andi Offset. Yogyakarta.

Swastha, Basu. 1979. Saluran Pemasaran. BPFE UGM, Yogyakarta.

Swastha, Irawan. 1985. Manajemen Pemasaran Modern. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1.  Kelompok Sentra Industri dan Jumlah Unit Usaha Menurut Bidang  Usaha Di Kabupaten Klaten, 2014
Tabel 2. Kandungan Gizi Pada Biji Melinjo Tua dan Emping Melinjo
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian  C.  Hipotesis
Tabel  3.  Jumlah  Unit  Usaha  Industri  Rumah  Tangga  Emping  Melinjo  Kabupaten Klaten 2014
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun ketapang ( Terminalia catappa ) memiliki efektivitas yang baik tehadap pertumbuhan

 Evaluasi pengelolaan pengaduan pelayanan publik secara berjenjang pada tingkat penyelenggara oleh Pembina dan pada tingkat nasional oleh Menteri. yang

18. Terima kasih kepada staff karyawan Perpustakaan Umum Kota Malang, Perpustakaan Umum Kota Kediri atas kerjasama dalam pengambilan data dan Perpustakaan Pusat Teknik Arsitektur

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna pisang goreng (p=0,194, Lampiran 4), warna tahu goreng

Angandika wong kang ahlul supi, khakekate amaujud edat, iku rupane maklume, kang aneng ndalem ngelmu, ing tingale tekeng ing budi, de ngelmune tan ana, tan

Simple Past Future Tense adalah bentuk waktu yang digunakan untuk menyatakan suatu peristiwa atau perbuatan yang akan terjadi atau dilakukan di masa lampau, tetapi perbuatan

102 Desa Logandeng, Playen, Gunungkidul Tumini 103 Desa Logandeng, Playen, Gunungkidul Ngadiyono 104 Desa Logandeng, Playen, Gunungkidul Ersam Kurniawan 105 Desa Logandeng,

Pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib, yang begitu besar sekali untuk selamanya, meruntuhkan hambatan bagi kita untuk dapat berhubungan langsung dengan Allah Bapa di