• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN ASAHAN OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN ASAHAN OLEH"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

AZRINI JULIYANTI SIREGAR 130501138

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan ditengah kekayaan sumber daya yang cukup melimpah. Penelitian ini adalah bertujuan untuk menentukan dan menganalisis sektor-sektor unggulan/basis perekonomian di Kabupaten Asahan, yang mempunyai kompetitif dalam pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007-2016. Untuk melihat pengklasifikasian sektor perekonomian Kabupaten Asahan digunakan data tahun 2007-2016 dengan metode analisys Typology Klassen, sementara untuk melihat sektor basis dan sektor yang kompetitif maka digunakan metode analisis Location Quetient (LQ) dan Shift Share.

Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor jasa-jasa adalah sektor maju dan tumbuh cepat di Kabupaten Asahan, sementara sektor pertanian adalah sektor maju dan tertekan. Dari hasil analisis LQ sektor pertanian dan sektor jasa-jasa adalah sektor basis di kabupaten Asahan. Sementara itu berdasarkan hasil Analisis Shift Share sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik,gas dan air minum serta sektor jasa-jasa adalah sektor yang memiliki keunggulan/daya saing kompetitif dalam perekonomian Kabupaten Asahan.

Jadi, berdasarkan hasil dari tiga alat analisis yang digunakan dan berdasarkan hasil analisis persektor maka kesimpulannya adalah sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Asahan adalah Sektor yang maju, sektor basis, serta kompetitif adalah sektor pertanian dan jasa-jasa.

Kata Kunci : Sektor Unggulan, Sektor Basis, Klassen Typology, Location Quetient dan Shift Share

(6)

Regency amidst a wealth of abundant resources. This study aims to determine and analyze the key sectors / economic bases in Asahan regency, which has a competitive in economic growth. This study uses secondary data from Gross Regional Domestic Product of Asahan Regency and North Sumatra Province in 2007-2016. To see the classification of economic sector of Asahan Regency used data of 2007-2016 with analisys Typology Klassen method, while to see the base sector and competitive sector then used Location Quetient (LQ) and Shift Share method of analysis.

The result of Shift Share analysis shows that the service sector is a fast-growing and fast-growing sector in Asahan regency, while the agricultural sector is advanced and depressed. From the analysis of LQ, the agricultural sector and services sector is the base sector in Asahan district. Meanwhile, based on Shift Share Analysis of agriculture sector, mining and quarrying sector, electricity, gas and drinking water sector as well as service sector is a sector having competitive advantage in Asahan Regency's economy.

Thus, based on the results of the three analytical tools used and based on the results of the persector analysis, the conclusion is that the sectors that are the leading sectors in Asahan Regency are the advanced Sectors, the basic sectors, and the competitive are agriculture and services sectors.

Keywords: Featured Sector, Base Sector, Klassen Typology, Location Quetient and Shift Share

(7)

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Analisis Sektor Unggulan Di Kabupaten Asahan”. Penulis menyadari, bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis telah menghadapi banyak kendala dan rintangan. Namun pada akhirnya, skripsi ini dapat selesai dengan baik, tentu saja tidak lepas dari bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya, yaitu kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Baginda Manyabar Novril Siregar, S. AP dan Nurzannah Nasution serta saudara-saudara saya Abang Azril Novriandy Siregar, SH dan Kakak Azrina Juliani Siregar, SE buat semua dukungan, motivasi, pengorbanan, kasih sayang, materi dan doa yang tidak pernah putus selama pengerjaan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier Hasibuan, MP dan Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, MSi selaku Ketua dan Sekretaris Program studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

(8)

ini.

5. Bapak Drs. Murbanto Sinaga, MA dan Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Siselaku Dosen Penguji I dan II penulis yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membagikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan beserta seluruh staf dan karyawan Program Studi Ekonomi Pembangunan.

7.Teman-teman Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan angkatan 2013 FakultasEkonomidanBisnisUniversitas Sumatera UtarayaituMeryani, PopyDayaniSembiring, DebyArinaHusnaRambe, Tiffani Khoirum Tarigan, Asrarul Husrita, Ira ChintaRamadhani, Hilda PebridaPanjaitan, Endang Juliana, Claudia Refani Chandra, SelamatBerkatZebua, Linglung Communitydanteman-teman lainnya yang telahmendukung, memberikankritikdansarannyaselamapenulisanskripsiini.

8. Kepada seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.

(9)

penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, November 2017 Penulis

Azrini Juliyanti Siregar NIM. 130501138

(10)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 12 1.3 Tujuan Penelitian ... 12 1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Ekonomi Regional ... 14

2.2 Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 17

2.2.1 Teori Ekonomi Klasik ... 19

2.2.2 Teori Pertumbuhan Non Klasik ... 21

2.2.3 Teori Basis Ekspor ... 22

2.2.4 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan ... 23

2.2.5 Teori Pusat Pertumbuhan ... 23

2.3 Pendapatan Regional ... 24

2.4 Sektor Unggulan ... 29

2.5 Teori Basis Ekonomi ... 31

2.6 Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 35

2.7 Penelitian Terdahulu ... 40

2.8 Kerangka Konseptual ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 46

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.4 Teknik Analisis Data ... 47

3.4.1 Analisis Tipologi Klassen ... 47

3.4.2 Analisis Location Quotient ... 50

3.4.3 Analisis Shift Share ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Asahan ... 55

(11)

4.2.3 Hasil Analisis Shift Share ... 66

4.3 Pembahasan Persektor Perekonomian Kabupaten Asahan ... 69

4.3.1 Analisis Sektor Pertanian ... 70

4.3.2 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 72

4.3.3 Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 75

4.3.4 Analisis Sektor Listrik, Gas, dan Air Joman ... 77

4.3.5 Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi ... 79

4.3.6 Analisis Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran ... 81

4.3.7 Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi .. 83

4.3.8 Analisis Sektor Keuangan, Asuransi, dan Jasa Perusahaan ... 85

4.3.9 Analisis Sektor Jasa – Jasa ... 87

4.4 Arahan Pembagian Wilayah ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN

(12)

1.1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan 2007-2016 Atas Dasar

Harga Konstan 2000 (Milyar) ... 7 1.2 Total Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Asahan

Tahun 2011-2015 ... 9 1.3 Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Asahan

Tahun 2011-2015 ... 10 2.1 Penelitian Terdahulu ... 40 3.1 Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Klassen ... 50 4.2 Rata-Rata Pertumbuhan dan Rata-Rata Distribusi

Sektor Ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Asahan

dan Sumatera Utara Tahun 2007-2016 ... 60 4.3 Pengklasifikasian Sektor Perekonomian

Kabupaten Asahan Tahun 2007-2016

Menurut Klassen Typology ... 61 4.4 Nilai Location Quotient Kabupaten Asahan

Tahun 2007-2016 ... 63 4.5 Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Asahan

Tahun 2007-2016 ... 67 4.6 Hasil Analisis Sektor Pertanian ... 72 4.7 Hasil Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 74 4.8 Hasil Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 76 4.9 Hasil Analisis Sektor Litrik, Gas, dan Air Minum ... 78 4.10 Hasil Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi ... 80 4.11 Hasil Analisis Sektor Perdagangan, Hotel,

dan Restoran ... 83 4.12 Hasil Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.. 85 4.13 Hasil Analisis Sektor Keuangan, Asuransi,

dan Jasa Perusahaan ... 87 4.14 Hasil Analisis Sektor Jasa – Jasa ... 89

(13)

2.1 Kerangka Konseptual ... 45 4.2 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor Pertanian

Kabupaten Asahan ... 71 4.3 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor Pertambangan

dan Penggalian Kabupaten Asahan ... 73 4.4 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor Industri

Pengolahan Kabupaten Asahan ... 76 4.5 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor Listrik, Gas,

dan Air Minum Kabupaten Asahan ... 78 4.6 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor Bangunan

dan Konstruksi Kabupaten Asahan ... 80 4.7 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor Perdagangan,

Hotel, dan Restoran Kabupaten Asahan ... 82 4.8 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor

Pengangkutan dan Komunikasi Kabupaten Asahan ... 84 4.9 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor Keuangan,

Asuransi, dan Jasa Perusahaan Kabupaten Asahan ... 86 4.10 Grafik Perkembangan Nilai LQ Sektor Jasa-Jasa

(14)

1 PDRB Kabupaten Asahan 2007-2016 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar)

2 PDRB Provinsi Sumatera Utara 2007-2016 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar)

3 Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Asahan 2007-2016 (%)

4 Konstribusi Ekonomi menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Asahan 2007-2016 (%)

(15)

Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi memiliki tiga sifat penting yaitu: suatu proses yang berarti terjadinya perubahan terus menerus, adanya usaha untuk menarik pendapatan perkapita masyarakat. Dan kenaikan pendapatan perkapita masyarakat yang terjadi dalam jangka panjang.

W.W. Rostow mengatakan bahwa proses pembangunan dari semua negara dari yang belum berkembang menjadi yang telah berkembang harus melalui beberapa tahapan tertentu. Tahapan itu secara berurutan menurutnya adalah sebagai berikut; tahap masyarakat tradisional (traditional society), tahap prakondisi agar dapat tinggal landas menuju pertumbuhan yang berkelanjutan (precondition for take-off into self-sustaining growth), tahap lepas landas (take-off), tsahap dorongan menuju kedewasaan (drive to maturity), dan tahap konsumsi tinggi massa (high mass consumption).

Pada dasarnya pembangunan ekonomi direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan keadaan negara/daerah, kemampuan untuk berkembang dan kemajuan yang ingin dicapai secara nasional/daerah. Kemajuan yang ingin dicapai ini merupakan tuntutan dan sekaligus sebagai tantangan bagi bangsa/daerah itu sendiri. Adapun keberhasilan suatu bangsa/daerah dalam usaha mencapai

(16)

kemajuan yang diinginkannya, sangat ditentukan oleh kemampuan penyelenggara negara/daerah serta keadaan dan kedudukan bangsa/daerah itu diantara bangsa/daerah lain. Hal itu dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan atau di Indonesia biasa disebut sebagai Trilogi pembangunan, yaitu; 1 )Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, 2)meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, 3) memantapkan stabilitas ekonomi nasional.

Indikator makro ekonomi yang sering dijadikan acuan untuk mengevaluasi kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, proses pembangunan itu sendiri akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, maka proses ini secara kumulatif menunjang tercapainya pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Dengan demikian pembangunan mengandung pengertian yang jauh lebih luas daripada pertumbuhan. Konsep pertumbuhan saling terkait dengan pembangunan. Bahkan pertumbuhan harus berjalan bersama-sama dengan pembangunan. Meskipun dalam tahap awalnya pembangunan tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya pertumbuhan, pada tahap-tahap berikutnya tanpa adanya pembangunan maka pertumbuhan akan tersendat dan akhirnya akan terhenti.

Petumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan adalah merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk yang terus bertambah dan berarti jumlah kebutuhan ekonomi juga terus bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun.

(17)

Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan daerah sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi wilayah, yang salah satunya dengan memprioritaskan membangun dan memperkuat sektor-sektor dibidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumberdaya secara optimal dengan tetap memperhatikan ketentuan antara industri dan pertanian yang tangguh serta sektor pembangunan yang lainnya (BPS Sumut).

Analisis dalam rangka pengembangan wilayah pada dasarnya memberikan penekanan pada penggunaan potensi dan sumber daya daerah, baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam maupun kelembagaan yang ada guna mengantisipasi berbagai permasalahan dan kebutuhan daerah. Disamping itu juga mengembangkan berbagai kebijakan pembangunan pada tingkat daerah untuk merangsang perkembangan sosial ekonomi daerah yang bersangkutan, terrmasuk menciptakan dan mengantisipasi berbagai peluang. Walaupun demikian, dalam analisis pengembangan daerah, berbagai kegiatan sektoral dan kegiatan yang merupakan bagian dari pembangunan yang ada didaerah yang bersangkutan juga perlu diperhitungkan.

Setiap daerah di Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebabkan tiap-tiap daerah semakin memacu pertumbuhan ekonomi guna

(18)

peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian dari tujuanpenyelenggaraan otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan publik serta memajukan perekonomian daerah.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan pembangunan disuatu daerah. Hal ini dapat diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun ke tahun. Dengan kata lain PDRB merupakan tolok ukur perkembangan ekonomi secara regional, yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan Nasional. Pertumbuhan ekonomi regional yang dicerminkan oleh PDRB sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang turut memberi andil dalam pertumbuhan produksi dari masing-masing sektor.

Demikian halnya dengan Kabupaten Asahan. Sebagai salah satu Kabupaten yang memiliki daerah yang cukup luas di Provinsi Sumatera Utara, serta dengan potensi kekayaan sumberdaya yang melimpah, yakni daerah lahan pertanian dan perkebunan yang luas. Melihat kekayaan sumber daya alam yang melimpah tetapi tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang meyakinkan, atau dengan fakta pertumbuhan ekonomi yang rendah, yaitu pertumbuhan ekonomi yang selalu berada dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi, maka sangat disayangkan jika potensi-potensi besar yang ada di Kabupaten Asahan tidak bisa mendongkrak pertumbuhan perekonomian wilayah tersebut ketingkat pertumbuhan yang lebih tinggi.

Salah satu indikator kemajuan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB

(19)

memperlihatkan besarnya produksi yang telah diciptakan oleh masing-masing sektor ekonomi pada tahun tertentu. Selain itu, dengan memperhitungkan pertumbuhan serta kontribusi masing-masing subsektor dalam PDRB, dapat dilihat masing-masing subsektor terhadap perekonomian daerah tersebut.

Dari berbagai variabel ekonomi makro, Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto merupakan variabel ekonomi yang menempati posisi terpenting, sebagaimana diketahui Gross Domestic Bruto mengukur output barang dan jasa dari suatu negara dan pendapatan dari negara tersebut. Perhitungan pendapatan nasional ini merupakan ukuran makro yang paling utama tentang kondisi suatu negara (Sadono Sukirno, 2010).

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai barang-barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dan dalam jangka waktu tertentu atas dasar harga pasar, selanjutnya Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) disajikan dalam dua bentuk yaitu atas dasar harga konstan dan harga berlaku (BPS Asahan, 2016).

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tinggi merupakan salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembangunan. Kemajuan ekonomi suatu bangsa diukur dengan laju pertumbuhan pendapatan nasional, yang umumnya digunakan konsep PDB untuk nasional dan PDRB bagi daerah.

(20)

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Suparmoko, 2002). Dengan demikian otonomi daerah yang diberikan kepada daerah kabupaten atau kota diharapkan akan memberikan manfaat yang lebih bagi masyarakat yang hidup di masing-masing daerah. Dalam hal ini kaitannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), berkembangnya suatu subsektor dalam PDRB berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga diharapkan dapat pula meningkatkan penerimaan PAD.

Hubungan keuangan dan daerah dalam rangka otonomi daerah dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada daerah untuk melaksanakan fungsinya dengan efektif. Untuk melaksanakan fungsi tersebut harus ada dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah maupun lain-lain penerimaan yang sah (Ahmad Yani,2004).

Salah satu potensi daerah Kabupaten Asahan adalah sektor pertanian. Sektor ini merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian daerah dan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah.

Hal tersebut terjadi karena berbagai faktor diantaranya adalah masih kurangnya fokus pemerintah Daerah terhadap permasalahan yang ada, minimnya bantuan modal dari luar, serta masyarakat Kabupaten Asahan itu sendiri yang belum dapat memanfaatkan potensi yang terkandung di Kabupaten Asahan dan masih belum mengetahui potensi-potensi apa saja yang ada di Kabupaten Asahan

(21)

untuk dimanfaatkan sebagai peningkatan perekonomian masyarakat Kabupaten Asahan. Potensi daerah dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto. Produk Domestik Regional Bruto adalah salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya Pendapatan Asli suatu daerah. Semakin besar Produk Domestik Regional Bruto suatu daera, maka akan semakin besar Pendapatan Asli Daerah dari daerah yang bersangkutan.

Tabel 1.1 No Sektor 2007 2008 2009 2010 2011 1 Pertanian 2.330,97 2.388 2.436,19 2.493,73 2.546,63 2 Pertambangan dan penggalian 13,2 13,32 13,59 14,51 15,34 3 Industri pengolahan 714,31 724,02 726,6 730,03 739,71 4 Listrik, gas, dan air

minum 15,89 17,04 17,95 18,66 18,8 5 Bangunan dan konstruksi 65,19 70,56 72,19 73,46 76,49 6 Perdagangan hotel dan restoran 328,86 339,34 345,69 352,34 361,37 7 Pengangkutan dan komunikasi 86 90,28 94,14 102,64 111,91 8 Keuangan, asuransi

dan sewa perusahaan

67,44 74,38 68,91 72,06 75,86 9 Jasa-jasa 302,7 304,83 352,73 382,82 425,98 Total PDRB 3.925,06 4.022,40 4.127,97 4.240,24 4.372,10 No Sektor 2012 2013 2014 2015 2016 1 Pertanian 2.662,72 2.785,88 2.910,70 3.064,00 3.217,41 2 pertambangan dan penggalian 17,38 17,99 18,71 19,46 20,28 3 industri pengolahan 745,76 757,17 772,39 790,72 824,61 4 listrik, gas, dan air

minum 20,42 22,14 24,06 26,19 27,94 5 bangunan dan konstruksi 78,4 81,12 85,19 89,46 94,55 6 perdagangan hotel dan restoran 371,12 388,65 408,91 430,05 457,3 7 pengangkutan dan komunikasi 115,71 119,6 126,04 133,46 141,09 8 keuangan, asuransi

dan sewa perusahaan 77,71 86,78 95,4 102,44 111,39 9 jasa-jasa 490,77 564,03 609,91 643,91 676,54

Total PDRB 4.580,01 4.823,35 5.051,32 5.299,69 5.571,54

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2016.

(22)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tolok ukur yang penting untuk menentukan tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah secara nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah membawa dampak positif bagi daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, tetapi tidak demikian dengan daerah yang miskin sumber daya alamnya, yang merupakan salah satu masalah yang dihadapi pemerintah daerah kabupaten/kota pada umumnya adalah terbatasnya dana yang berasal dari daerah sendiri (PAD).

Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Prinsip dasar pemberian otonomi dimaksud berdasarkan atas pertimbangan bahwa daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemberian otonomi diharapkan pada akhirnya akan lebih memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat, kualitas, serta kesejahteraan segenap lapisan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses pertumbuhan yang berjalan secara berkesinambungan untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Pembangunan daerah yang dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, mandiri dan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan daerah lain yang lebih maju dan sekaligus secara agregat

(23)

meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara secara adil dan merata. Pemberian otonomi kepada daerah akan menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan peran nyata dan kemandirian daerah dalam upaya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.

Sejalan dengan hal tersebut maka keberhasilan pembangunan perkonomian dari suatu wilayah dan kinerjanya dapat diamati melalui beberapa indikator makro. Indikator makro tersebut dapat dianalisis melalui PDRB yang dapat didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah/daerah tersebut dalam periode tertentu. Jadi PDRB adalah nilai tambah yang pengukurannya berdasarkan adanya aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang diukur dengan besaran dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan juga sebagai indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam suatu periode tertentu. Data PDRB juga dapat menggambarkan kemampuan daerah mengelola sumberdaya pembangunan yang dimilikinya, oleh karena itu besaran PDRB setiap daerah bervariasi sesuai dengan potensi yang dimiliki dan faktor produksi masing-masing daerah.

Tabel 1.2

Total Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Asahan Tahun 2011-2015

Tahun Total PAD %

2011 31.800.000.000 59.66%

2012 37.900.000.000 71.10%

2013 53.700.000.000 82.87%

2014 91.453.754.986,86 89.31%

2015 98.279.308.428,18 74.65%

(24)

Tabel 1.3

Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Asahan Tahun 2011 – 2015

Tahun Target Realisasi %

2011 15.075.610.080,70 14.875.317.116,93 98.67 2012 26.079.385.129,54 20.296.777.775,22 77.83 2013 28.789.485.000,00 24.423.474.106,90 84.83 2014 31.394.480.450 26.286.364.648,44 83.73 2015 37.101.210.847,20 28.606.027.050,83 77.10

Sumber : Dinas Pendapatan Kabupaten Asahan, 2017

Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.

Untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari perkembangan PDRB, maka sangat diperlukan pembangunan ekonomi yang mengacu pada sektor unggulan, selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur perekonomian wilayah. Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

(25)

Sektor-sektor tersebut bukan hanya merupakan penyumbang dalam pembentukan produk nasional maupun domestik, tetapi juga memberikan lapangan kerja utama bagi penduduk. Sektor-sektor perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja dan dapat dijadikan indikasi pertumbuhan ekonomi nasional dan domestik adalah: 1) Sektor Pertanian, 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, 3) Sektor Industri Pengolahan, 4) Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum, 5) Sektor Bangunan (Konstruksi), 6) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, 8) Sektor Keuangan, Asuransi, usaha persewaan dan Real estate,dan 9) Sektor Jasa-jasa lainnya.

Maka dari itu setiap pemerintah daerah harus mengetahui sektor-sektor basis yang menjadi sektor unggulan dalam perekonomian daerah. Karena hal ini sangat erat kaitannya dengan peningkatan pembangunan daerah dan strategi perencanaan yang matang, serta kemampuan pemerintah untuk melihat pergeseran-pergeseran struktur ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dari tahun ke tahun. Untuk mengetahuinya pemerintah harus melakukan analisis terhadap sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan dalam perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan perekonomian daerah yang lebih besar (provinsi atau nasional). Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Sektor Unggulan Di Kabupaten Asahan”.

(26)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah yang menjadi dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Asahan?

2. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Asahan?

3. Bagaimanakah perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Asahan?

4. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan perekonomian Kabupaten Asahan?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan diatas, maka ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Asahan.

2. Untuk mengetahui sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Asahan.

3. Untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Asahan.

4. Untuk menentukan sektor-sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Asahan.

(27)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk;

1. Sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah Kabupaten Asahan.

2. Sebagai sumbangan informasi dan bahan bacaan bagi penelitian-penelitian yang akan mengkaji lebih dalam mengenai perekonomian wilayah Kabupaten Asahan.

3. Sebagai informasi untuk mengkaji lebih lanjut pemanfaatan berbagai sumberdaya dalam masyarakat untuk pengembangan pembangunan wilayah Kabupaten Asahan.

4. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Ekonomi Regional

Pembangunan ekonomi oleh beberapa ekonom dibedakan pengertiannya dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai;

a) Peningkatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan PDB/GNP pada suatu tingkat tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk.

b) Perkembangan PDB/GNP yang berlaku dalam suatu daerah/negara diikuti oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya.

Dalam pengertian ekonomi yang murni, pembangunan secara tradisional mengandung pengertian kapasitas perekonomian nasional, yang kondisi awalnya kurang lebih berada dalam keadaan statis untuk jangka waktu yang lama, untuk menghasilkan dan mempertahankan tingkat kenaikan produksi nasional kotor (PNK) sekitar 5 sampai 7 persen atau lebih dalam setiap tahunnya ( Todaro, 2003).

Pembangunan biasanya didefinisikan sebagai “upaya yang secara sadar dilaksanakan oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan nasional, melalui pertumbuhan dan perubahan secara terencana “. Jadi tidak ada satu negara yang akan mencapai tujuan nasionalnya tanpa melakukan berbagai jenis kegiatan pembangunan.

Dalam perkembangannya muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi bukan lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya, melainkan penghapusan atau pengurangan tingkat

(29)

kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan,dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.

Pembangunan harus dimengerti sebagai suatu proses multi-dimensi yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari seluruh sistem sosial dan ekonomi yang ada. Selain masalah-masalah yang menyangkut peningkatan pendapatan dan produksi, pembangunan umumnya juga melibatkan perubahan-perubahan yang radikal dalam struktur kelembagaan sosial dan administrasi, dan juga sikap nilai-nilai bahkan adat kebiasaan dan kepercayaan (Todaro ,2003).

Jadi dalam perkembangannya, tiap-tiap negara didunia memiliki sistem dan strategi pembangunan yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan oleh perbedaan yang ada diantara tiap negara, baik itu faktor ekonomi maupun faktor non-ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai kebijaksanaan, secara umum disimpulkan sebagai berikut;

1. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta pertumbuhan produksi nasional yang cepat.

2. Mencapai tingkat kestabilan harga dengan kata lain mengendalikan tingkat inflasi yang terjadi diperekonomian.

3. Mengatasi masalah pengangguran dan perluasan kesempatan kerja bagi seluruh angkatan kerja.

4. Distribusi pendapatan yang lebih adil dan merata.

Menurut Adisasmita (2008:13); pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan

(30)

komunikasi, komposisi industri, teknologi situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunandaerah, kewirausahaan (kewiraswastaan),kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.

Blakely dalam Kuncoro ( 2004: 100), mendefinisikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut.

Jadi secara umum, pengertian pembangunan daerah adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat daerah yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan daerah dan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan daerah, nasional dan global. Pengertian daerah disini mencakup daerah Kabupaten/Kota dan Daerah Provinsi, masing-masing sebagai daerah otonom.

Pembangunan daerah adalah kesatuan dari semua kegiatan pembangunan baik yang dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun swadaya masyarakat. Pembangunan setiap daerah di Indonesia menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Rakyat yang bermukim di Sumatera atau Jawa ikut bertanggung jawab atas pembangunan didaerah Irian, demikian pula sebaliknya. Daerah yang lebih kaya menyumbangkan sebagian penghasilannya

(31)

untuk membantu pembangunan daerah yang jauh lebih miskin, baik secara langsung maupun melaui pusat.

Modal dasar pembangunan masing-masing daerah berbeda sesuai dengan keadaan alam dan perubahan yang dilakukan oleh manusia. Modal dasar pembangunan daerah meliputi;

a. Keadaan dan fisik daerah, meliputi kedaan topografi, tanah, penyebaran wilayah, letak geografi, hidro-orologi dan ekologi daerah,

b. Sumber daya alam potensial dan sumber daya riil yang ada diseluruh wilayah, c. Jumlah dan kemampuan penduduk,

d. Keadaan dan sifat sosial budaya, meliputi politik dan geo-politik, budaya serta hubungan timbal balik dengan budaya didaerah sekitarnya, jumlah dan persebaran serta keragaman suku dan adat istiadat penduduk,

e. Keadaan ekonomi, meliputi keadaan ekonomi dan serta hubungan ekonomi dengan daerah lain dan hubungan ekonomi antar pelaku ekonomi.

f. Lembaga dan aparatur pemerintah daerah, g. Peraturan dan undang-undang yang telah ada.

Keberhasilan pembangunan ekonomi, baik pembangunan ekonomi daerah maupun pembangunan ekonomi nasional, ditentukan oleh lima (5) faktor utama, yakni;

1. Keadaan daerah, meliputi keadaan sosial, politik, budaya, keamanan, fisik daerah dan sarana umum.

2. Rencana pembangunan, meliputi tujuan, sasaran dan target pembangunan, strategi dan rencana pelaksana.

(32)

3. Sarana pembangunan, meliputi kelembagaan, dana dan sumberdaya manusia serta sumber daya alam yang tersedia.

4. Pengaruh luar, meliputi pengaruh keadaan sosial politik, ekonomi dan keamanan dunia serta kekuatan yang secara khusus mempengaruhi, dan keadaan nasional bagi pembangunan daerah.

5. Pelaksanaan, meliputi pelaksanaan ketentuan-ketentuan serta pengaturan dan pelaksanaan rencana pembangunan.

2.2 Pertumbuhan Ekonomi Regional

Kuznets dalam Jhingan (2000;53) mendefinisikan; pertumbuhan ekonomi sebagai “kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya”. Defenisi ini memiliki 3 (tiga) komponen; pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga , penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah

(33)

proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Atau dalam bahasa lain,perkembangannya baru terjadi bila jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah ( value added) yang tercipta disuatu daerah.

Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ketahun.

Berikut adalah beberapa teori yang terkait langsung dengan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah;

2.2.1 Teori Ekonomi Klasik

Yang mencakup teori pertumbuhan dari Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Pencetus teori ekonomi klassik adalah Adam Smith. Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang berurutan yang dimulai dari masa berburu, masa beternak, masa bercocok tanam, masa berdagang, dan tahap industri. Menurut teori ini,

(34)

masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Dalam hal ini, pekerja adalah sebagai salah satu input bagi proses proses poduksi. Inti dari ajaran Smithadalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukannya. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi pada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi ini akan terjadi apabila sumberdaya alam telah termanfaatkan secara keseluruhan.

Dalam hal ini, pemerintah tidak terlalu dominan dalam mencampuri urusan ekonomi. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian.Menurut teori ini juga, akumulasi akan menentukan cepat lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkatitan satu sama lainnya.

David Ricardo mengatakan bahwa peranan teknologi akan dapat menghambat berlangsungnya the law of diminishing return, meskipun dasarnya teknologi itu memiliki sifat kaku, dan hanya berubah dalam jangka panjang. Teori pertumbuhan ekonomi klassik dilambangkan oleh fungsi;

(35)

Dimana;

O = Output Y = Pendapatan K = Kapital ( modal) L = Labor ( tenaga kerja) R = Tanah

T = Teknologi

2.2.2 Teori Pertumbuhan Neo-Klassik

Teori ini diwakili oleh teori pertumbuhan Alfred Marshall, Robert M Solow, Joseph Scumpeter, dan Trevor Swan. Model Solow dan Swan, menggunakan unsur pertumbuhan penduduk akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan besarnya output yang saling berinteraksi. Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori ekonomi klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Paham neo-klasik melihat peran kemajuan teknologi/ inovasi sangat besar dalam memacu pertumbuhan wilayah. Oleh sebab itu pemerintah perlu mendorong kretivitas dalam masyarakat. Analisis paham ini menunjukkan bahwa bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth) diperlukan suatu tingkat saving yang tepat dan seluruh keuntungan pengusaha dalam suatu wilayah di investasikan kembali diwilayah tersebut.

Menurut Suryana dalam Adearman (2006), pendapat neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut;

1. Adanya akumulasi kapital merupakan penting dalam pembangunan ekonomi; 2. Perkembangan merupakan proses yang gradual;

3. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif; 4. Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;

(36)

2.2.3 Teori Basis Ekspor (Ekspor Base Theory)

Teori basis ekspor (ekspor base theory) merupakan bentuk model pendapatan regional yang paling sederhana. Penganjur pertama teori ini adalah Tiebout yang dalam perkembangannya dikembangkan lagi oleh Richardson. Perbedaan pandangan antara Tiebout dan Richardson adalah, Tiebout melihat teori basis dari sisi produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat dalam satu wilayah atas; pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan services (pelayanan) atau non basis.

Asumsi pokok dari teori ini menurut Richardson; bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur otonom dalam pengeluaran. Semua komponen pengeluaran lainnya dianggap sebagai fungsi dari pendapatan, dan fungsi pengeluaran serta fungsi impor kedua-duanya diasumsikam tidak mempunyai intersep tetapi bertolak dari titik nol. Jadi secara tidak langsung hal ini berarti diluar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor lain terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah.

Strategi pembangunan daerah yang dihasilkan dari teori ini adalah adanya penekanan terhadap pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasinya kebijakan yang mencakup pengurangan atau penghapusan hambatan dan batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan didaerah itu.

(37)

2.2.4 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disenergikan (Turnpike) Teori yang diperkenalkan oleh Samuelson (1955), mengatakan bahwa setiap negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan jumlah modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan milai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Menggabungkan jalur cepat (turnpike), dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

2.2.5 Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory)

Growth Poles Theory adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi. Dengan demikian teori pusat pengembangan adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasikan kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik(pole

(38)

of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada dikota tersebut.

Bila kegiatan industri (ekonomi) yang saling berkaitan dikonsentrasikan pada suatu tempat tertentu maka pertumbuhan ekonomi dari daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan lebih cepat dibandingkan kalau industri tersebut tersebar dan terpencar diseluruh pelosok daerah (Richardson dalam Sirozujilam).

Dengan demikian apabila sebuah pusat pegembangan didirikan pada suatu daerah yang relatif masih kurang berkembang dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya, maka daerah-daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan sehingga perbedaan kemakmuran antar daerah secara bertahap akan dapat dikurangi. 2.3 Pendapatan Regional

Tujuan kebijakan pembangunan ekonomi adalah untuk menciptakan kemakmuran. Salah satu ukuran kemakmuran yang terpenting adalah pendapatan. Kemakmuran tercipta karena ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan (Tarigan,2005;13).

Menurut Tarigan (2005;13);pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Menganalisis suatu region atau membicarakan pembangunan regional tidak mungkin terlepas dari membahas tingkat pendapatan masyarakat di wilayah tersebut. Ada beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur

(39)

adanya pembangunan wilayah. Salah satu parameter terpenting adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Parameter lain, seperti peningkatan lapangan pekerjaandan pemerataan pendapatan juga sangat terkait dengan peningkatan pendapatan wilayah.

Berbagai konsep yang biasa dipakai dalam membicarakan pendapatan regional adalah (Tarigan, 2005);

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk domestik regional bruto atas harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian diwilayah itu. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar.

PDRB adalah salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu wilayah/provinsi dalam suatu periode tertentu. Menurut Adiatmojo (2003), dalam pembangunan berkelanjutan PDRB adalah suatu indikator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar

PDRB atas dasar harga pasar adalah produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah

(40)

nilai susut atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan, dan lainnya) karena barang-barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau karena faktor waktu. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.

3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor

PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tak langsung neto. Pajak tak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Kalau produk domestik regional netto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung netto, hasilnya adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor.

Metode perhitungan pendapatan regional dapat dibagi dalam dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada didaerah itu. Metode langsung dapat digunakan dengan tiga macam cara, yaitu;

1. Pendekatan Produksi

Pendekatan produksi adalah penghitungan nilsai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sektor atau subsektor tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor/kegiatan yang produksinyaberbentuk fisik/barang,seperti pertanian,

(41)

pertambangan, dan industri sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam berbagai proses produksi.

2. Pendekatan Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha,penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi tidak dibayar dengan harga setara pasar, misalnya sektor pemerintah. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya.

3. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang jasa yang diproduksi didalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu untuk;

a. Konsumsi rumah tangga

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung c. Konsumsi pemerintah

d. Pembentukan modal tetap bruto (investasi) e. Perubahan stok

(42)

f. Ekspor neto

Sebetulnya pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi diwilayah tersebut tetapi hanya yang menggunakan konsumsi atau penggunaan akhir. Berbeda dengan pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran tidak menimbulkan perhitungan ganda karena apa yang telah dikonsumsi seseorang atau lembaga sebagai konsumsi akhir tidak akan lagi dapat dikonsumsi orang atau lembaga lain. Dalam pendekatan produksi apa yang diproduksi suatu produsen masih mungkin menjadi bagian dari produksi lain karena dijadikan bahan baku. Dengan demikian, penggunaan bahan dari sektor lain harus dikeluarkan terlebih dahulu agar tidak terjadi perhitungan ganda.

Sementara itu, metode tidak langsung adalah perhitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional, atau dalam kata lain, metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayahnya, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia kesetiap provinsi dengan menggunakan alokator tertentu, alokator yang dapat digunakan,yaitu;

a. Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan

b. Jumlah produksi fisik c. Tenaga kerja

d. Penduduk

e. Alokator tidak langsung lainnya

Dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase bagian masing-masing provinsi terhadap nilai

(43)

tambah setiap sektor dan subsektor. Metode ini terkadang terpaksa digunakan karena adanya kegiatan usaha yang lokasinya ada di beberapa wilayah, sedangkan pencatatan yang lengkap hanya dilakukan dikantor pusat.

2.4 Sektor Unggulan

Menurut Sambodo dalam Harisman 2007; Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

Dalam pengembangan wilayah/daerah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor yang potensi berkembangnya cukup besar, atau biasa disebut sebagai sektor unggulan. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainsehingga membentuk forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan

(44)

yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan.

Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi didaerah yang kaya sumber daya alamnya akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan didaerah miskin sumber daya alam. Perbedaan tingkat pembangunan yang didasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB disuatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut.

Menurut Rachbini dalam Fachrurrazy (2009) ada empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadi sektor prioritas, yakni;

1. Sektor tersebut harus menghasilkan produk yang mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan berkembang cepat akibat dari efek permintaan tersebut.

2. Karena ada perubahan teknologi yang teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan kapasitas yang lebih luas. 3. Harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasil produksi sektor

yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupun pemerintah.

4. Sektor tersebut harus berkembang, sehingga mampu memberi pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.

(45)

2.5 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Bendavid-Vall dalam Sirojuzilam, (2005) mengatakan ; Secara umum dan sederhana, basis ekonomi wilayah diartikan sebagai sektor-sektor ekonomi yang aktivitasnya menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh, dan berkembang atau sektor ekonomi yang pokok disuatu wilayah yang dapat menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya. Sedangkan menurut teori basis ekonomi, pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tergantung kepada adanya permintaan dari luar terhadap produksi wilayah tersebut, sehingga perekonomian dibagi menjadi sektor basis atau basis ekspor dan sektor non-basis. Sektor basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah disebut sebagai basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap sektor basis meningkat, maka sektor basis tersebut berkembang dan pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor non-basis didalam wilayah yang bersangkutan, sehingga akhirnya mengakibatkan berkembangnya wilayah yang bersangkutan.

Dalam kegiatan ekonomi, perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor : kegiatan-kegiatan basis (basic activities) dan kegiatan bukan basis (non-basic activities). Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ketempat diluar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan bukan basis (non-basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang atau jasa

(46)

yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal didalam batas-batas perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan ini tidak mengekspor barang-barangjadi; luas lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal (Glasson,1977).

Meningkatnya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan kedalam wilayah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa didalamnya, menimbulkan volume kegiatan non basis dan begitu juga sebaliknya. Peningkatan kegiatan basis disebabkan oleh;

a. Perkembangan jaringan pengangkutan dan komunikasi b. Peningkatan pendapatan atau permintaan dari luar wilayah,

c. Perkembangan teknologi dan usaha-usaha pemerintah pusat atau daerah setempat untuk mengembangkan prasarana sosial ekonomi.

Dengan demikian, kegiatan sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan dalam kegiatan ekonomi tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap perubahan perekonomian wilayah (Richardson dalam Sirojuzilam, 2005).

Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengidentifikasikan sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dilakukan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang cukup besar.

(47)

Oleh karena itu maka sebagian pakar ekonomi menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yang terdidiri atas beberapa metode,yaitu;

1. Metode Arbritrer, dilakukan dengan cara membagi secara langsung kegiatan perekonomian kedalam kategori ekspor dan non ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifik ditingkat lokal. Metode ini tidak memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu kelompok industri/kegiatan ekonomi bisa terdapat industri-industri yang menghasilkan barang yang sebagian di ekspor atau dijual kepada lokal atau duanya.

2. Metode Location Quotient (LQ), merupakan suatu alat analisa untuk melihat peranan sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan produk domestik regional bruto(PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Metode LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Walaupun teori ini mengandung kelemahan, namun sudah banyak studi empirik yang dilakukan dalam usaha-usaha memisahkan sektor basis dan non basis. Karena disamping memiliki kelemahan, metode ini juga mempunyai dua kebaikan penting, pertama ia memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor langsung. Kedua metode ini tidak mahal dan dapat menggunakan data historik untuk mengetahui trend (Prasetyo dalam Nudiathulhuda, 2007).

(48)

3. Metode Kebutuhan Minimum (minimium requirements) adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri regional dan bukannya distribusi rata-rata. Metode ini sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasi. Disagregasi yang terlalu terperinci dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi basis atau ekspor. Persentase minimium ini dipergunakan sebagai batas dan semua employment didaerah-daerah lain yang lebih tinggi dari persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat diulangi untuk setiap industri didaerah bersangkutan untuk memperoleh employment basis total.

Dari ketiga metode tersebut Glasson dan Richardson menyarankan menggunakan metode LQ dalam menentukan sektor basis. Richardson menyatakan bahwa teknik LQ adalah yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis empirik. Asumsinya adalah jika suatu daerah lebih berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang tertentu, maka wilayah tersebut mengekspor barang tersebut sesuai dengan tingkat spesialisasinya dalam memproduksi barang tersebut.

Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis. Teori basis ini mempunyai kebaikan mudah ditetapkan, sederhana dandapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari

(49)

perubahan-perubahan jangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi peramalan jangka pendek. 2.6 Perencanaan Pembangunan Wilayah

Perencanaan pembangunan wilayah adalah merupakan upaya terorganisir untuk menetapkan sasaran pembangunan ekonomi wilayah, mengumpulkan dan menganalisa informasi, dan membangkitkan dan mengevaluasi berbagai aktivitas dalam kerangka pembangunan wilayah strategis (Sirojuzilam, 2008).

Perencanaan pembangunan wilayah menimbulkan proyek-proyek yang banyak melibatkan aksi sektor publik atau sektor publik yang dijalankan oleh organisai non pemerintah. Pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang efisien melibatkan pengenalan peran yang sesuai dari sektor publik dan swasta, dan meningkatkan kemampuan kedua sektor itu dalam menjalankan peran masing-masing secara efektif. Meski selalu ada peran yang legitimasi bagi kedua sektor tersebut, tapi peran itu bisa bervariasi antar satu wilayah dengan wilayah lain dan terus mengalami perubahan.

Perencanaan wilayah mencakup pada berbagai segi kehidupan yang bersifat komprehensif dan satu sama lain saling bersentuhan, yang semuanya bermuara pada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai faktor dalam kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya maupun adat istiadat berbaur dalam sebuah perencanaan wilayah, yang cukup kompleks. Semua faktor harus dipertimbangkan dan diupayakan berjalan seiring dan saling mendukung. Perencanaan wilayah diharapkan akan dapat menciptakan sinergi bagi

(50)

memperkuat posisi pengembangan dan pembangunan wilayah dari berbagai daerah sekitarnya (Miraza,2006).

Sudut pandang yang berbeda tentang perencanaan dikemukakan oleh John Friedman. Menurut Friedman (1987);

“Planning is primarily a way of thingking about social and economic problems, planning is oriented predominantly toward the future, is deeply concerned with the relation of goals to collective decisions and strives for comprehensiveness in policy and program”

Friedman melihat perencanaan memerlukan pemikiran yang mendalam dan melibatkan banyak pihak sehingga hasil yang diperoleh dan cara memperoleh hasil itu dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini berarti perencanaan sosial dan ekonomi harus memperhatikan aspirasi masyarakat dan melibatkan masyarakat baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Perlu dicatat bahwa definisi Friedman ini terkait dengan perencanaan pembangunan ekonomi wilayah di negara maju, dimana perencanaan itu merupakan kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat.

Perencanaan sebenarnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan dari waktu kewaktu dengan melibatkan kebijaksanaan dari pembuat keputusan berdasarkan sumber daya yang tersedia dan disusun secara sistematis. Maka pelaksanaan perancangan pembuatan perencanaan itu pada dasarnya adalah mengambil suatu kebijakan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut; a. Perencanaan berarti memilih berbagai alternatif dari yang terbaik dari

(51)

b. Perencanaan berarti pula alokasi sumber daya yang tersedia baik sumber daya alam maupun sumberdaya manusia.

c. Perencanaan mengandung arti rumusan yang sistematis yang didasarkan pada kepentingan masyarakat banyak.

d. Perencanaan juga menyangkut tujuan atau sasaran yang harus dicapai.

e. Perencanaan juga dapat diartikan atau dikaitkan dengan kepentingan masa depan.

Dalam pengertian lain, arti perencanaan adalah suatu proses untuk mempersiapkan secara sistematis dengan kesadaran penggunaan sumber daya yang terbatas akan tetapi diorientasikan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dimana umtuk mencapai tujuan diperlukan perumusan kebijakan (policy formulation) yang akurat. Oleh karena itu beberapa hal yang perlu diketahui sebelum memulai perencanaan pembangunan adalah;

1. Permasalahan yang dihadapi sangat terkait dengan faktor ketersediaan sumber daya yang ada

2. Tujuan serta sasaran rencana yang ingin dicapai oleh pelaksana.

3. Kebijakan dan cara mencapai tujuan maupun sasaran berdasarkan alternatif yang dipandang paling baik.

4. Penjabaran dalam program-program atau kegiatan yang kongkrit.

5. Jangka waktu pencapaian,yang harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: adanya koordinasi antara berbagai pihak; adanya konsistensin dengan variabel sosial ekonomi; Adanya penetapan skala prioritas.

Gambar

Tabel 1.1  No  Sektor  2007  2008  2009  2010  2011  1  Pertanian   2.330,97  2.388  2.436,19  2.493,73  2.546,63  2  Pertambangan dan  penggalian   13,2  13,32  13,59  14,51  15,34  3  Industri pengolahan   714,31  724,02  726,6  730,03  739,71
Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu  No   Penulis (th) dan Judul   Variabel   Metode
Grafik Perkembangan Nilai LQ sektor bangunan dan konstruksi  Berdasarkan  hasil  analisis  shift  share  selama  periode  2007-2016  terhadap  sektor  bangunan  dan  konstruksi  dapat  dilihat  nilai  Mij  sebesar  20,98863805berarti  bahwa sektor ini tumb

Referensi

Dokumen terkait

Volume 6, Nomor 1, Januari 2020 || SELING: Jurnal Program Studi PGRA | 53 Abstrak: Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk menguji pengaruh permainan sunda manda

lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan.. perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat pemasaran benih;

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah rancangan form aplikasi pembiayaan dan format laporan keuangan usaha mikro yang nantinya digunakan BMT dalam menilai aspek keuangan

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang keragaman dan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan secara tradisional oleh Suku Mee di Distrik Kamuu Kabupaten

Object: dalam scene terdapat dua orang yang berbeda kebudayaan sedang duduk bersama yang ditandai dari cara makan seorang wanita berkulit putih dan bermata

Kehamilan sering mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis yang menimbulkan berbagai keluhan bagi ibu hamil diantaranya adalah mual, muntah pada awal kehamilan, kontipasi,

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan bakal calon Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana

Berdasarkan hasil penelitian di kelas XI SMA Negeri 1 Ciawi Kabupaten Tasikmalaya, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dengan bantuan media