• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumus eksplisit untuk sudut antara dua subruang dari suatu ruang hasilkali dalam 1. Hendra Gunawan 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rumus eksplisit untuk sudut antara dua subruang dari suatu ruang hasilkali dalam 1. Hendra Gunawan 2"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Rumus eksplisit untuk sudut antara dua sub-ruang dari suatu sub-ruang hasilkali dalam1

Hendra Gunawan2

Departemen Matematika Institut Teknologi Bandung

Bandung 40132, Indonesia

1 Dipresentasikan pada Konferensi Nasional Matematika

XII, Bali, 23-27 Juli 2004.

(2)

Abstrak

Konsep sudut antara dua subruang dari ruang Euclid

Rd telah menarik perhatian matematikawan sejak tahun 1950-an [3]. Dalam statistika, misalnya, dikenal sudut kanonis yang merupakan ukuran ketergantungan suatu himpunan peubah acak pada himpunan peubah acak lainnya [1]. Beberapa hasil penelitian terakhir tentang sudut antara dua subruang dan topik yang terkait da-pat ditemui misalnya di [4, 8, 12, 13, 14]. Khusus-nya, di [13], Risteksi dan Trenˇcevski menawarkan suatu definisi sudut antara dua subruang dari Rd yang lebih

bersifat geometris dan menjelaskan kaitannya dengan sudut kanonis. Definisi mereka, sayangnya, dirumuskan berdasarkan pada suatu perumuman ketaksamaan Cau-chy-Schwarz yang salah. Dalam makalah ini, definisi mereka akan ditinjau ulang dan diperbaiki. Pada saat yang sama, ruang semestanya akan diperluas menjadi ruang hasilkali dalam sebarang. Suatu perumuman ke-taksamaan Cauchy-Schwarz yang merupakan perbaikan dari ketaksamaan yang ada di [13] juga diperoleh.

(3)

Abstract

The notion of angles between two subspaces of the Eu-clidean space Rd has been studied by many researchers

since the 1950’s or even earlier (see [3]. In statistics, canonical (or principal) angles are studied as measures of dependency of one set of random variables on an-other (see [1]). Some recent works on angles between subspaces and related topics can be found in, for exam-ples, [4, 8, 12, 13, 14]. Particularly, in [13], Risteski and Trenˇcevski introduced a more geometrical definition of angle between two subspaces of Rd and explained its

connection with canonical angles. Their definition of the angle, however, is based on a generalized Cauchy-Schwarz inequality which we found incorrect. In this pa-per, their definition will be reviewed and refined. At the same time, the ambient space is extended to any real inner product space. A generalization of the Cauchy-Schwarz inequality that serves as a correction for the one in [13] is also obtained.

(4)

Pendahuluan

Misalkan (X, h·, ·i) suatu ruang hasilkali dalam real. Diberikan dua subruang U dan V dari X, yang tak kosong dan berdimensi hingga, de-ngan dim(U ) ≤ dim(V ), kita ingin mendefini-sikan sudut θ antara U dan V .

Definisi sudut tersebut harus dapat dipandang sebagai perumuman dari definisi sudut yang ‘biasa’ antara

(a) subruang berdimensi 1 dan subruang berdi-mensi q, dan

(b) dua subruang berdimensi p yang beririsan pada suatu subruang berdimensi (p − 1) yang sama.

(5)

Dengan memisalkan U = span{u1, . . . , up} dan V = span{v1, . . . , vq} dengan p ≤ q, Risteski

dan Trenˇcevski mendefinisikan sudut θ antara

U dan V melalui

cos2 θ := det(M M

T)

det[hui, uji]. det[hvk, vli]. (1)

Rumus ini didasarkan pada ‘ketaksamaan’ Cau-chy-Schwarz yang diperumum

det(M MT) ≤ det[hui, uji]. det[hvk, vli], (2) dengan M := [hui, vki].

Namun, ‘ketaksamaan’ ini benar hanya dalam kasus

(a) p = q, di mana (2) tereduksi menjadi ke-taksamaan Cauchy-Schwarz diperumum versi Kurepa [9], dan

(6)

Secara umum, rumus (1) tidak masuk akal karena bentuk di ruas kanan tidak selalu meru-pakan bilangan di [0, 1].

Untuk memperlihatkan bahwa (2) salah secara umum, ambil sebagai contoh X = R3 (dengan hasilkali dalam biasa), U = span{u} dengan

u = (1, 0, 0), dan V = span{v1, v2} dengan v1 = (12, 12, 0) dan v2 = (12, −12, 12).

Menurut (2), kita mempunyai ‘ketaksamaan’

hu, v1i2 + hu, v2i2 ≤ kuk2 det[hvi, vji]

yang setara dengan 1 2

3 8.

Contoh ini memperlihatkan bahwa (2) salah sekalipun dalam kasus {u1, . . . , up} ortonormal

(7)

Revisi Rumus Risteski dan Trenˇcevski Untuk merivisi rumus (1), kita perlu mengi-ngat kembali bahwa definisi sudut yang kita inginkan harus merupakan perumuman definisi sudut yang ‘biasa’ antara

(a) subruang berdimensi 1 dan subruang berdi-mensi q, dan

(b) dua subruang berdimensi p yang beririsan pada suatu subruang berdimensi (p − 1) yang sama.

Oleh karena itu, marilah kita tinjau bagaimana sudut antara dua subruang dalam kasus (a) dan (b) biasanya didefinisikan.

(8)

Dalam kasus (a), jika U = span{u} subruang berdimensi 1 dan V = span{v1, . . . , vq}

subru-ang berdimensi q, maka sudut θ antara U dan

V didefinisikan melalui

cos2 θ := hu, uV i

2

kuk2kuV k2 (3)

dengan uV menyatakan proyeksi (ortogonal) dari u pada V dan k · k := h·, ·i12 menyatakan

norm pada X.

Dalam kasus (b), jika U = span{u, w2, . . . , wp}

dan V = span{v, w2, . . . , wp} dua subruang

berdi-mensi p (p ≥ 2) yang beririsan pada subruang

W = span{w2, . . . , wp} yang berdimensi p − 1,

maka sudut θ antara U dan V didefinisikan melalui

cos2 θ := hu

W, vW⊥ i2

ku⊥Wk2kvW k2 (4)

dengan u⊥W dan vW menyatakan komplemen or-togonal dari u dan v terhadap W .

(9)

Perhatikan bahwa dalam (a), kita dapat menu-liskan u = uV + u⊥V dengan u⊥V menyatakan komplemen ortogonal dari u terhadap V , se-hingga (3) menjadi

cos2 θ = kuV k

2

kuk2 .

Ini mengatakan bahwa nilai cos θ sama dengan rasio antara panjang proyeksi u pada V dan panjang u sendiri.

Serupa dengan itu, dalam (b), kita dapat me-nunjukkan bahwa cos θ sama dengan rasio an-tara volume paralelpipedium berdimensi p yang direntang oleh proyeksi dari u, w2, . . . , wp pada

V dan volume paralelpipedium berdimensi p

(10)

Menggunakan p-norm baku pada X, sudut θ antara subruang U = span{u1, . . . , up} dan V =

span{v1, . . . , vq} (dengan p ≤ q) kita definisikan

melalui

cos2 θ := kprojV u1, . . . , projV upk

2

ku1, . . . , upk2 , (5)

dengan k·, . . . , ·k menyatakan p-norm baku pada

X. (Secara geometris, ku1, . . . , upk menyatakan

volume paralelpipedium berdimensi p yang di-rentang oleh u1, . . . , up; lihat apendiks).

Fakta. Rasio di ruas kanan (5) merupakan bilangan di [0, 1] dan tak bergantung pada pe-milihan basis untuk U dan V .

(11)

Bukti. Pertama perhatikan bahwa proyeksi ui

pada V tak bergantung pada pemilihan basis untuk V . Lalu, karena proyeksi bersifat linear, rasio (5) tidak berubah jika kita

(a) menukar ui dan uj,

(b) mengganti ui dengan ui + αuj, atau (c) mengganti ui dengan αui with α 6= 0.

Karena itu rasio (5) invarian terhadap perubah-an basis untuk U .

Selanjutnya, dengan asumsi bahwa {u1, . . . , up}

ortonormal, kita punyai ku1, . . . , upk = 1 dan kprojV u1, . . . , projV upk ≤ 1 sebab kprojV uik ≤ kuik = 1 untuk tiap i = 1, . . . , p. Jadi, rasio (5)

(12)

Rumus Eksplisit untuk cos θ

Dari (5), kita dapat memperoleh rumus eks-plisit untuk cos θ dinyatakan dalam u1, . . . , up

and v1, . . . , vq. Khususnya, jika {u1, . . . , up} dan {v1, . . . , vq} ortonormal, maka (5) menjadi

cos2 θ = det(M MT). (6) Jika {v1, . . . , vq} saja yang ortonormal, maka

(5) menjadi

cos2 θ = det(M M

T)

det[hui, uji]. (7)

Perhatikan bahwa dalam hal p = q, kita punya det(M MT) = det M. det MT = det2M,

sehingga (6) dapat disederhanakan menjadi cos θ = | det M |. (8) Catatan. Di sini M := [hui, vki] merupakan

(13)

Secara umum, kita mempunyai rumus cos2 θ = det(M ˜M

T)

det[hui, uji]. detp[hvk, vli], (9)

dengan M = [hui, vki] dan

˜

M := [hui, vk|vi

2(k), . . . , viq(k)] (10) di mana {i2(k), . . . , iq(k)} = {1, 2, . . . , q} \ {k},

k = 1, 2, . . . , q.

Di sini h·, ·|·, . . . , ·i menyatakan hasilkali dalam-q baku (lihat apendiks).

Rumus (9) merupakan revisi dari Rumus (1). Perhatikan bahwa dalam hal {v1, . . . , vq}

(14)

Sebagai akibat dari Rumus (9) dan Fakta se-belumnya, kita peroleh ketaksamaan berikut yang merupakan perumuman dari Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, dan merupakan revisi dari Ke-taksamaan (2).

Teorema. Untuk dua himpunan bebas linear

sebarang {u1, . . . , up} dan {v1, . . . , vq} di X de-ngan p ≤ q berlaku

det(M ˜MT) ≤ det[hui, uji].detp[hvk, vli],

di mana M = [hui, vki] dan ˜M sebagaimana diberikan dalam Rumus (10). Lebih jauh, ke-samaan berlaku jika dan hanya jika subruang yang direntang oleh {u1, . . . , up} termuat dalam subruang yang direntang oleh {v1, . . . , vq}.

(15)

Apendiks

Pada X, hasilkali dalam-n baku h·, ·|·, . . . , ·i didefinisikan sebagai hx0, x1|x2, . . . , xni := ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ hx0, x1i hx0, x2i . . . hx0, xni hx2, x1i hx2, x2i . . . hx2, xni ... ... . .. ... hxn, x1i hxn, x2i . . . hxn, xni ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ,

dan norm-n baku k·, . . . , ·k didefinisikan sebagai kx1, x2, . . . , xnk := hx1, x1|x2, . . . , xni

1 2

(lihat [6] atau [10]). Jika n = 1, hasilkali dalam-1 baku dipahami sebagai hasilkali dalam, sementara norm-1 baku merupakan norm pada X.

Catat bahwa hx1, x1|x2, . . . , xni = det[hxi, xji] tak lain

me-rupakan determinan Gram yang dibangun oleh x1, x2,

. . ., xn (lihat [5] dan [11]). Secara geometris, kx1, . . . , xnk

menyatakan volume paralelpipedium berdimensi n yang direntang oleh x1, . . . , xn.

Diberikan u ∈ X dan V = span{v1, . . . , vq} subruang dari

X, proyeksi dari u pada V dapat dinyatakan sebagai projVu = q X k=1 hu, vk|vi2(k), . . . , viq(k)i kv1, v2, . . . , vqk2 vk dengan {i2(k), . . . , iq(k)} = {1, . . . , q} \ {k}, k = 1, . . . , q.

(16)

Referensi

[1] T.W. Anderson, An Introduction to Multivariate Sta-tistical Analysis, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1958.

[2] A.L. Brown and A. Page, Elements of Functional Analysis, Van Nostrand Reinhold Co., London, 1970. [3] C. Davies and W. Kahan, “The rotation of eigen-vectors by a perturbation. III”, SIAM J. Numer. Anal. 7 (1970), 1–46.

[4] S. Fedorov, “Angle between subspaces of analytic and antianalytic functions in weighted L2 space on a boundary of a multiply connected domain” in Opera-tor Theory, System Theory and Related Topics, Beer-Sheva/Rehovot, 1997, 229–256.

[5] F.R. Gantmacher, The Theory of Matrices, Vol. I, Chelsea Publ. Co., New York (1960), 247–256.

[6] H. Gunawan, “On n-inner products, n-norms, and the Cauchy-Schwarz inequality”, Sci. Math. Jpn. 5 (2001), 47–54.

[7] H. Gunawan, “The space of p-summable sequences and its natural n-norm”, Bull. Austral. Math. Soc. 64 (2001), 137–147.

(17)

[8] A.V. Knyazev and M.E. Argentati, “Principal an-gles between subspaces in an A-based scalar product: algorithms and perturbation estimates”, SIAM J. Sci. Comput. 23 (2002), 2008–2040.

[9] S. Kurepa, “On the Buniakowsky-Cauchy-Schwarz inequality”, Glasnik Mat. Ser. III 1(21) (1966), 147– 158.

[10] A. Misiak, “n-inner product spaces”, Math. Nachr. 140 (1989), 299–319.

[11] D.S. Mitrinovi´c, J.E. Peˇcari´c and A.M. Fink, Clas-sical and New Inequalities in Analysis, Kluwer Academic Publishers, Dordrecht (1993), 595–603.

[12] V. Rakoˇcevi´c and H.K. Wimmer, “A variational characterization of canonical angles between subspaces”, Preprint.

[13] I.B. Risteski and K.G. Trenˇcevski, “Principal val-ues and principal subspaces of two subspaces of vector spaces with inner product”, Beitr¨age Algebra Geom. 42 (2001), 289–300.

[14] H.K. Wimmer, “Canonical angles of unitary spaces and perturbations of direct complements”, Linear Alge-bra Appl. 287 (1999), 373–379.

Referensi

Dokumen terkait

Pada waktu konferensi San Fransisco, masalah keanggotaan ini telah diperbincangkan di Komite ½ (komite tentang keanggotaan). Ada pihak yang menghendaki tentang ketentuan mengenai

Proses pendeteksian terhadap data yang diobservasi berbasis threshold dari data referensi dan proses klasifikasi anomali menggunakan Mahalanobis Distance dan Cosine Distance

pelatihan terhadap karyawan, tentunya akan diperlukan pengelolaan terhadap data. transaksi

Ketika masyarakat atau Wajib Pajak menganggap bahwa persentase kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan

Setelah dilakukan penelitian tingkat kepuasan pasien terhadap asuhan keperawatan antara Metode Fungsional dan Metode Alokasi Pasien, ternyata tidak terdapat perbedaan kepuasan

Untuk tujuan tersebut, beberapa variabel yang diteliti adalah ekspor CPO, produksi CPO, luas areal kelapa sawit, harga ekspor CPO, harga CPO domestik, pendapatan nasional

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner Standard Nordic Questionnaire untuk mengidentifikasi keluhan yang dirasakan buruh panen pada 28 bagian tubuh

Penelitian ini berbentuk replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hani, Cleary dan Mukhlasin (2003) dan memperhatikan aspek likuiditas, profitabilitas maupun