• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

IPA menurut Permendiknas no 22 tahun 2006 merupakan ilmu yang berhubungan dengan alam. IPA adalah ilmu yang mencari tahu dan menguak segala persoalan tentang alam melaui suatu proses penemuan. Leo Sutrisno, Hery Kresnadi, & Kartono (2008: 32) menyatakan bahwa IPA merupakan pengetahuan dan konsep tentang alam yang dihasilkan oleh manusia melalui kegiatan yang dilakukan manusia. Manusia harus melakukan suatu kegiatan berupa penyelidikan atau observasi agar memunculkan pengalaman dalam dirinya yang kemudian dapat dijadikan sebagai pengetahuan. Menurut Semiawan (2008: 103) IPA adalah interpretasi dari pengalaman manusia tentang alam yang diperoleh melalui suatu kegiatan yang melibatkan proses saintifik. Menurut Susanto (2013: 167) IPA adalah usaha manusia untuk dapat memahami alam dengan melakukan suatu kegiatan pengamatan menggunakan prosedur ilmiah yang mana kegiatan pengamatan itu akan menghasilkan suatu kesimpulan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa IPA merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan manusia yang berupa pengamatan dan percobaan terhadap alam sebagai usaha untuk dapat memahami alam. Kegiatan pengamatan dan percobaan dilakukan melalui suatu proses ilmiah atau saintifik.

Pembelajaran IPA harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan hakikat IPA itu sendiri. Semiawan (2008: 104) mengemukakan bahwa ceramah tidak sesuai untuk mengajarkan IPA. Dalam pembelajaran IPA, siswa harus aktif terlibat dalam pembelajaran sehingga mendapatkan pengalaman nyata. Siswa juga harus belajar menemukan pengetahuan melalui suatu proses ilmiah. Siswa belajar IPA dengan melakukan, tidak hanya mendengarkan apa yang dikatakan oleh guru. Ini berarti siswa akan membangun pengetahuannya sendiri. Susanto (2013: 95) menyatakan

(2)

bahwa pengetahuan yang dibangun sendiri oleh siswa melalui pengalaman langsung merupakan syarat utama dari belajar bermakna. Pembelajaran yang membuat siswa membangun pengetahuannya sendiri adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme. Berdasarkan uraian tentang hakikat IPA di atas, pembelajaran IPA harus dilakukan menggunakan model pembelajaran yang bersifat konstruktivisme dan saintifik. Bersifat konstrutivisme berarti siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman langsung. Pengalaman langsung diterima siswa melalui suatu kegiatan pengamatan dan percobaan yang mana kegiatan ini dilakukan dengan cara ilmiah atau saintifik.

Pembelajaran IPA yang dilakukan pasti menghasilkan suatu hasil berupa hasil belajar. Menurut Sudjana (2011: 15) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar IPA siswa salah satunya dapat berupa nilai kognitif atau pengetahuan yang mana hasil belajar kognitif inilah yang menjadi objek kajian pada penelitian ini. Indikator baik buruknya pembelajaran IPA salah satunya dapat diketahui hasil nilai kognitif atau pengetahuan yang didapatkan siswa.

Hasil Belajar IPA di beberapa sekolah di Indonesia kondisinya belum sesuai harapan atau masih rendah. Purwoningsih melakukan suatu penelitian di SD N Sumberwulan Kabupaten Wonosobo pada tahun ajaran 2011/2012. Dari penelitiannya, Purwoningsih menemukan bahwa dari 19 siswa kelas 4, hanya ada 6 siswa yang hasil ulangan IPAnya telah mencapai KKM yaitu 70. Aisyah juga melakukan penelitian di kelas 5 MI Al-Musthofa Sempur pada tahun 2014. Penelitian yang oleh Aisyah menunjukkan bahwa nilai rata-rata IPA siswa pada Ujian Semester Ganjil Tahun pelajaran 2012/2013 hanya mencapai 57, sedangkan nilai KKM mata pelajaran IPA yaitu 70. Penelitian-penelitian yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa hasil belajar IPA di beberapa sekolah dasar di Indonesia masih kurang sesuai dengan harapan. Perlu adanya suatu cara

(3)

mengajar yang sesuai dengan hakekat IPA seperti model pembelajaran POE dan STM.

Model POE (Predict-Observe-Explain) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam membuat prediksi mengenai suatu kejadian, melakukan pengamatan melalui sebuah percobaan, kemudian menjelaskan hasil percobaan yang dilakukan dan kaitannya dengan prediksi yang telah dibuat sebelumnya (Indrawati dan Setiawan 2009: 45). Pembelajaran IPA yang menggunakan model POE akan memfasilitasi siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman langsung yang didapatkan dalam proses pembelajaran. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah akan terlatih melalui model POE. Model POE juga dapat melatih dan mengembangkan ketrampilan sains siswa yang mana melibatkan perumusan hipotesis, melakukan pengamatan, dan pengujian hipotesis. Ketrampilan-ketrampilan sains itu termuat dalam model pembelajaran POE. Jadi model POE sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA yang mengutamakan pemberian pengalaman langsung kepada siswa melalui kegiatan pengamatan dengan cara ilmiah untuk membangun sendiri sebuah pengetahuan baru. Selain model POE, ada juga sebuah model yang sesuai dengan hakekat IPA yaitu model Sains Teknologi Masyarakat atau sering disingkat STM. Menurut Srini (2001: 73) model pembelajaran STM adalah model pembelajaran yang menyajikan konteks atau masalah yang ada pada dunia nyata dalam pembelajaran sains (IPA). Penyajian pembelajaran yang menyajikan konteks dunia nyata seperti ini membuat pendidikan sains tidak hanya sekadar membahas konsep-konsep dasar IPA, tetapi juga melibatkan keseluruhan aspek pendidikan IPA. Dalam model pembelajaran STM siswa selalu dilibatkan dalam proses pembelajaran terutama dalam mendapatkan informasi. Cara untuk mendapatkan informasi ini bermacam-macam. Seorang guru harus bisa memilih cara yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Pada pembelajaran IPA, cara yang sesuai untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan adalah dengan mengalami secara langsung, tidak hanya

(4)

sekadar membaca konsep yang ada pada buku. Dalam pembelajaran menggunakan model STM, siswa terfasilitasi untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman langsung. Tidak hanya itu, materi yang sedang dipelajari juga selalu dihubungkan ke dalam isu atau masalah yang ada pada dunia nyata di sekitar siswa sehingga siswa nantinya akan dapat menggunakan pengetahuan yang telah ia dapat ke dalam kehidupan sehari-hari. Jadi model pembelajaran STM sesuai dengan hakikat IPA yang selalu berkaitan dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari hari dan memerlukan pengalaman langsung untuk dapat membangun pengetahuan IPA. Kedua model pembelajaran diatas sama-sama sesuai dengan hakikat IPA dan cocok untuk digunakan dalam pembelajaran IPA. Penelitian-penelitian yang sudah ada telah membuktikan bahwa model pembelajaran POE dan model pembelajaran STM sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran IPA dan membuat hasil belajar IPA siswa menjadi lebih baik.

Beberapa penelitian yang menggunakan model POE dalam pembelajaran IPA adalah sebagai berikut. Penelitian yang dilakukan oleh Hava Ipek (2010) dalam jurnalnya yang berjudul “Using POE strategy to investigate student teachers’ understanding about the effect of substance type on solubility” menyimpulkan bahwa model POE dapat meningkatkan pemahaman siswa dan mengurangi miskonsepsi siswa dalam pembelajaran IPA. Esra Keles (2010) dalam jurnalnya yang berjudul “A study towards correcting student misconceptions related to the color issue in light unit with POE technique” menyimpulkan bahwa model pembelajaran POE dapat menemukan miskonsepsi yang dialami siswa dan meluruskan miskonsepsi siswa. Angga Prabawa (2014) yang meneliti tentang penggunaan model pembelajaran POE dalam pembelajaran IPA menunjukkan bahwa siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran Predict-Observe-Explain menunjukkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar mengikuti pembelajaran konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wyn Cahyani (2014) tentang pengaruh model POE dan minat

(5)

belajar siswa terhadap hasil belajar IPA menyimpulkan bahwa model POE dan minat belajar memberi pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA.

Berikut adalah beberapa jurnal atau penelitian telah membuktikan bahwa model STM sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran IPA. Jurnal Procedia – Behavioral and Sciences volume 116 oleh Maria Jose dan Patricia (2014) mengenai implementasi model STM dalam pembelajaran IPA materi fotosintesis menunjukkan bahwa penggunaan model STM mendorong siswa untuk lebih banyak mengajukan pertanyaan kognitif tentang materi fotosintesis yaitu sebanyak 92 pertanyaan. Tingkatan pertanyaan yang diajukan juga tidak hanya terbatas pada tingkat aquisition (kemahiran), tetapi juga sampai tingkat specialisation (lebih khusus dan mendetail), dan intregation (pertanyaan yang berfokus pada gabungan antara penjelasan, sebab, prediksi, dan penyelesaian masalah). Catia, Jose, dan Patricia (2011) dalam jurnal yang membahas tentang manfaat penerapan model STM pada pembelajaran biologi menyatakan bahwa model STM dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran serta meningkatkan kemandirian dan pemikiran kritis siswa. Behiye Akcay (2015) dalam jurnalnya yang meneliti tentang keefektifan model STM pada pemahaman siswa tentang ilmu alam dibandingkan dengan model tradisional menggunakan buku teks menyatakan bahwa model STM lebih dapat merubah pemahaman siswa ke arah yang lebih baik dari pada model tradisional. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata perbedaan nilai pretest dan posttest pada kelompok model STM lebih tinggi dari kelompok model tradisional yaitu +25,6 berbanding +4. Suryawati, Agung, dan Ardana (2014) dalam penelitiannya tentang penggunaan model STM pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 SD menyatakan bahwa model STM dapat menjadi pilihan yang tepat untuk mengajarkan IPA. Hasil belajar siswa yang diajar dengan model STM lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa kelas kontrol. Nilai rata-rata kelas eksperimen (model STM) adalah 77,71. Ini lebih tinggi dari nilai rata-rata kelas kontrol yang hanya 73,23.

(6)

Penelitian-penelitian yang telah ada ini memperkuat anggapan bahwa model pembelajaran POE dan STM sama-sama sesuai dan cocok untuk digunakan dalam pembelajaran IPA.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk meneliti dan mencari tahu adakah perbedaan hasil belajar IPA siswa SD menggunakan model pembelajaran POE dan model pembelajaran STM. Maka dari itu peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul : “Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Menggunakan Model Pembelajaran POE dan Sains Teknologi Masyarakat dalam Gugus Diponegoro Banyubiru”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD menggunakan model pembelajaran POE dan model pembelajaran STM dalam gugus Diponegoro Banyubiru”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD menggunakan model pembelajaran POE dan model pembelajaran STM dalam gugus Diponegoro Banyubiru.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menambah referensi ilmu pendidikan yang berkaitan dengan pembelajaran IPA di SD menggunakan model POE dan STM.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah informasi yang berkaitan dengan penggunaan model POE dan STM dalam pembelajaran IPA pada sekolah dasar.

(7)

b. Bagi guru, penelitian ini memberikan referensi untuk lebih berinovasi dalam melaksanakan proses pembelajaran dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.

c. Bagi peserta didik, penggunaan model POE dan STM dalam pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang menarik sehingga peserta didik akan lebih antusias dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran, yang pada akhirnya akan mengarah pada hasil belajar yang lebih baik.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai tersebut memberikan gambaran bahwa sumbangan variabel independen (variabel efisiensi, persepsi resiko dan tingkat kemudahan) terhadap naik turunya variabel dependen

Mengingat nilai yang terkandung pada kapal tenggelam beserta muatannya, berbagai program penelitian sebagai bagian dari pengelolaan tinggalan budaya bawah air telah

(1) Pemakaian tempat berjualan daging sapi, daging babi dan tempat berjualan ikan basah yang dibangun oleh Pemerintah Daerah dikenakan uang sewa sebagaimana

Orang tua tidak diperkenankan mengganggu proses pembelajaran yang berlangsung (berhubungan langsung dengan anak/guru ) kecuali dengan izin Kepala Sekolah.. Setiap hari orang

Terdapat tiga temuan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Cara yang dilakukan ketua yayasan untuk mengkomunikasikan visi, misi dan tujuan yayasan pendidikan Al-Masdar dalam

Abdurrahman Mas’ud, dkk, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm.. Dari definisi diatas, maka pendidikan Islam merupakan transformasi dan

(2) Tarif Pelayanan non kesehatan lainnya sesuai pengembangan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan baru sesuai dengan perkembangan ilmu dan