PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA
“Tidak menjadi masalah dimanapun Aku meninggal, mohon buatlah makamKu di Gunung Minobu, dimana Aku menyebut O’Daimoku dan Saddharma Pundarika Sutra dalam kedamaian selama sembilan tahun. Aku ingin tinggal di Gunung Minobu selama-lamanya.” (Hakii Dono Gosho)
nilah sekelumit pesan-pesan dari Nichiren Shonin pada tanggal 19 September 1282, beberapa minggu sebelum Beliau meninggal di kediaman Ikegami Bersaudara. Perjuangan demi hukum dan kebenaran selama berpuluh-puluh tahun tidak berakhir dengan meninggalnya Nichiren Shonin, tetapi Beliau telah meletakkan dasar Kosenrufu, untuk mewujudkan Tanah
Buddha di dunia Saha ini. Kita,
umat Nichiren Shu memperingati meninggalnya Nichiren Shonin dalam sebuah upacara yang disebut O’eishiki
Hoyo dan dilaksanakan setiap tahun
pada tanggal 13 oktober. O’eishiki telah menjadi sebuah upacara yang sangat meriah dan selama sebulan diadakan berbagai macam kegiatan peringatan meninggalnya Nichiren
“Aku Ingin Tinggal di Gunung
Minobu Selama-lamanya”
Oleh: Shami Josho S.Ekaputra
I
Terlihat digambar, suasana di kediamana Ikegami Bersaudara ketika Nichiren Shonin meninggal dunia pada tanggal 13 Oktober 1282
Shonin baik di Gunung Minobu maupun Kuil Ikegami Bersaudara dan kuil-kuil Nichiren Shu lainnya.
S e t e l a h m e m b e r i k a n peringatan kepada pemerintah Kamakura sebanyak tiga kali atas segala kekeliruan dan pelaksanaan ajaran Buddhisme yang salah, baik melalui “Rissho Ankoku Ron” maupun “Kaimoku Sho” yang mengupas secara jelas akan segala kekeliruan yang dilakukan semua sekte Buddhisme pada masa itu, dan juga menyatakan bahwa hanya melalui Saddharma Pundarika Sutra, maka segala bencana dan malapetaka yang menimpa negara Jepang dapat diselamatkan. Nichiren Shonin sebagaimana kebiasaan para arif bijaksana pada jaman dahulu, bahwa jika peringatan yang disampaikan sebanyak tiga kali tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka Ia akan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat. Maka, pada tanggal 17 Mei 1274, Nichiren Shonin memasuki Gunung Minobu, untuk menjalani kehidupan pengasingan sukarelaNya. Hal ini dilakukan atas dasar kecintaanNya kepada
negara dan rakyat, dapat dilihat dalam risalah Beliau “Kaimoku
Sho”, Nichiren Shonin menyatakan
Tiga Janji Agungnya; “Aku akan
menjadi Tiang, Mata dan Bathera bangsaKu.” Sungguh sebuah Janji
yang sangat patriotisme, maka sudah menjadi kewajaran bagi setiap orang untuk mencintai negaranya, demikian halnya dengan umat Nichiren Shu Indonesia.
Keadaan kehidupan yang tidak menentu, baik makanan dan tekanan yang dialami oleh Nichiren Shonin, membuat kondisi fisik Beliau semakin memburuk hari demi hari. Akibat dari berbagai kritik demi kebenaran Dharma, Beliau seumur hidup mengalami berbagai macam penganiayaan dan hukuman seperti hukuman pembuangan ke semenanjung Izu, pembuangan ke Pulau Sado, penganiayaan
Matsubagayatsu, Penganiayaan Tatsunokuchi dan lain-lain. Setelah tinggal di Gunung Minobu, kesehatan Beliau beberapa tahun kemudian semakin memburuk, dan atas desakan dari Tuan Tanah Hakii Sanenaga agar Ia mau pergi untuk menjalani perawatan di sumber air panas Hitachi, Tokyo. Akhirnya setelah tinggal selama sembilan tahun di Gunung Minobu, Nichiren Shonin meninggalkan Gunung Minobu untuk pertama kalinya. Pada kesempatan ini, Beliau juga berjiarah ke makam orangtuanya. Namun, sungguh disayangkan karena kondisi yang semakin memburuk, maka Nichiren Shonin tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke sumber air panas Hitachi, dan beristirahat di kediaman Ikegami Bersaudara. Nichiren Shonin, yang mengetahui bahwa hidupnya tidak lama lagi akan berakhir, ini dapat kita baca dalam Gosho Ganso
Kado Ki dikatakan, “Pada tanggal 25 september, Nichiren memberikan ceramah tentang Rissho Ankoku Ron kepada rombongan dari Kamakura, dan Beliau mengatakan mungkin hidupnya akan berakhir dalam dua puluh satu hari lagi, dan akan terjadi sebuah gempa kecil ketika Beliau meninggal dunia. Dan Ia juga meminta agar para pengikut yang jauh dan tidak dapat hadir dapat berdoa dan mempesembahkan setangkai bunga untukNya.” Nichiren
juga menetapkan Enam Murid Utama (Renge Ajari Nichiji, Iyo-ko Nitcho, Sado-ko Niko, Byakuren Ajari Nikko, Daikoku Ajari Nichiro, dan Ben Ajari Nissho) pada tanggal 8 Oktober 1282, dengan pesan agar semua murid-murid dan pengikutnya mematuhi
Nichiren juga menetapkan Enam Murid Utama (Renge Ajari Nichiji, Iyo-ko Nitcho, Sado-Iyo-ko NiIyo-ko, Byakuren Ajari NikIyo-ko, DaiIyo-koku Ajari Nichiro, dan Ben Ajari Nissho) pada tanggal 8 Oktober 1282, dengan pesan agar semua murid-murid dan pengikutnya mematuhi dan mengikuti petunjuk
dari ke Enam Murid UtamaNya setelah kematianNya. Ket.Pawai dari seluruh kuil Nichiren Shu
dan mengikuti petunjuk dari ke Enam Murid UtamaNya setelah kematianNya.
Nichiren Shonin, adalah seorang yang sangat lembut hatinya dan tegas dalam prinsip dan keyakinan. Karakter Beliau dapat kita baca dari surat-surat yang dikirimkan
kepada seluruh murid-muridnya. Kata-kata yang penuh perhatian terhadap segala persoalan yang dihadapi oleh para muridnya seperti Shijo Kingo, Toki Jonin dan lain-lain. Sikap yang tegas dan gigih dalam mempertahankan hati kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra harus menjadi contoh bagi kita, Beliau tidak pernah mundur meskipun nyawaNya dalam ancaman. Kata-kata yang terkenal dalam salah satu surat yang dikirimkan dari Pulau Sado, setelah lolos dari hukuman pancung,
“Seumur hidupku, Aku belum dapat membalas budi baik kepada orangtua, apalagi kepada negara. Sekarang, Aku mempersembahkan kepalaku kepada Saddharma Pundarika Sutra dan mengirimkan doa kepada kedua orangtuaKu. Juga, Aku mempersembahkan seluruh kebajikanKu kepada semua murid-murid dan pengikutKu.”
Bukankah ini juga harus menjadi sikap diri kita dalam menghadapi
segala rintangan dan tantangan dalam kehidupan ini?
Pada tanggal 13 Oktober 1282, jam 6:00 pagi, terjadi sebuah gempa kecil dan sekitar antara jam 9-10 pagi, Nichiren Shonin meninggal dunia dengan penuh kedamaian diiringi oleh O’Daimoku dari seluruh murid dan pengikut yang hadir dikediaman Ikegami Bersaudara. Pohon-pohon Sakura dihalaman kediaman Ikegami Bersaudara, seketika berbunga dengan indahnya, menandakan bahwa Hukum “Namu Myoho Renge Kyo” akan tersebarluas pada Masa Akhir Dharma, Hutan disekeliling kediaman Ikegami menjadi sepi dan sunyi bagaikan turut berduka dan yang tersisa adalah suara tanggis dari para murid-murid dan pengikut. Sesuai
dengan pesan terakhir dari Nichiren Shonin, maka setelah diperabukan, abuNya dibawa ke Gunung Minobu untuk dimakamkan.
Gunung Minobu, adalah
sumber spiritual bagi seluruh murid-murid Nichiren Shonin, disini terdapat Kuil Kuon Ji yang didirikan oleh Nichiren Shonin dan makamNya, tentu saja hal ini memberikan posisi tertinggi bagi Gunung Minobu. Sebuah Gunung yang indah dengan perpohonan yang asri dan lebat, menghijau bagaikan hamparan permadani, dan suara air yang sejuk dan jernih mengalir sepanjang musim. Sungguh sebuah keindahan yang tiada tara, suara Odaimoku mengema menutupi seluruh pengunungan bagaikan sebuah konser kehidupan yang abadi. Disinilah Nichiren Shonin hidup untuk selama-lamanya.
Kini, Beliau telah tiada, namun api semangat dan keinginan luhur Beliau terus bersemi dihati seluruh pengikutNya. Marilah kita memperingati O’eishiki ini dengan semangat baru untuk mewujudkan Kosenrufu diseluruh dunia dengan menyebarluaskan O’daimoku “Namu Myoho Renge Kyo”, menciptakan keharmonisan dalam keluarga, semangat untuk mencapai KeBuddhaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Gassho.
Marilah kita mewujudkan Kosenrufu diseluruh dunia dengan menyebarluaskan O’daimoku “Namu Myoho Renge Kyo”, menciptakan keharmonisan dalam keluarga, semangat untuk mencapai KeBuddhaan
baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Bimbingan Oleh:
YM.Bhiksuni Myosho Obata
(Bhiksuni Pembimbing Indonesia)
“MA JI SA ZE NEN, I GA RYO SHU JO, TOKU NYU MU JO DO, SOKU JO JU BUS SHIN”
ni adalah kutipan kalimat dari bagian akhir Saddharma Pundarika Sutra, Bab.XVI
"Jangka Waktu Hidup Sang Buddha”. Maknanya adalah "Aku selalu berpikir, Bagaimana aku dapat membuat semua mahluk hidup untuk dapat masuk kedalam jalan yang tertinggi/agung dan dengan cepat menjadi para Buddha?”
Buddha Sakyamuni telah lahir 2500 tahun yang lalu, disuatu tempat di kaki Gunung Himalaya sebagai pangeran dari suku Sakya. Setelah meninggalkan duniawi, pangeran itu melatih / menjalankan pertapaan selama 6 tahun sebelum mencapai Jalan Penerangan Agung, Buddha. Sejak itu, Ia telah mengajar banyak orang tentang Dharma kebenaran. Untuk mengatakan tentang Kebenaran itu, bagaimanapun Buddha yang mula-mula adalah hidup abadi, muncul untuk sementara di dalam dunia ini untuk memimpin semua mahluk mengenai jalan / arah kebenaran. Hal ini dinyatakan dalam Saddharma Pundarika Sutra, “Sejak Aku mencapai KeBuddhaan, hal ini telah berlalu beribu-ribu tahun masa yang tak terkira. Jangka waktu dari HidupKu adalah tak terhingga;
Janji Agung
Sang Buddha
I
Aku telah ada untuk Kalpa yang tak terhingga tanpa kemokshaan”.
Buddha Sakyamuni yang sejati / sesungguhnya adalah Buddha yang tidak pernah moksha. Ia terus hidup sampai hari ini, selalu melihat dan membimbing kita. Ia disebut
Buddha yang sejati yang mencapai Penerangan sejak masa lampau yang abadi.
Gambaran umum tentang dunia Saha ini; sebuah dunia yang tidak kekal dan penuh kecurangan, dimana manusia terbakar oleh api neraka, dihanguskan oleh api iblis hawa nafsu, dan mendapatkan penderitaan karena berbagai ketakutan dan penyakit. Pada kenyataannya, bagaimanapun, ini adalah dunia yang dijaga dengan penuh welas asih oleh Buddha Sakyamuni, yang menyelamatkan kita semua dari penderitaan didunia yang penuh kecurangan ini. Karena itu Sang Buddha selalu hidup untuk selamanya, Ia berkeinginan untuk menyelamatkan orang-orang dari penderitaan yang abadi. Janji AgungNya adalah membuat semua orang untuk mencapai KeBuddhaan yang agung dengan membimbing mereka semua memasuki Tanah Buddha dalam mewujudkan dunia ini menjadi sebuah dunia yang penuh kedamaian hati dan pikiran untuk setiap mahluk hidup.
Nichiren Shonin berkata dalam Rissho Ankoku Ron,“Kamu harus segera membuang kepercayaan yang palsu dan mengambil ajaran yang sesungguhnya dan benar, Kendaraan Tunggal. Sehingga dunia ini tidak pernah akan rusak. Semua isi dunia di dalam alam semesta akan menjadi dunia pusaka dan
Janji AgungNya adalah "membuat semua mahluk untuk mencapai KeBuddhaan yang agung dengan membimbing mereka semua memasuki Tanah Buddha dan
mewujudkan dunia ini menjadi sebuah dunia yang penuh kedamaian hati dan pikiran untuk setiap mahluk hidup."
pusaka dunia ini tidak pernah akan binasa. Ketika dunia kita ini tidak rusak dan tidak binasa, badan dan hati kita akan selamat. Percayalah kata-kata ini dan memujanya."
Nichiren Shonin mengajar kepada kita untuk melaksanakan
Saddharma Pundarika Sutra yang
merupakan intisari dari ajaran Sang Buddha dan menyebut “Namu Myoho
Renge Kyo.” Ia mengharapkan kepada
kita semua, agar dengan sunggu-sungguh hati menaruh kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra dan menyebut O'daimoku, kita akan dapat memasuki dunia kebijaksanan dan welas asih dari para Buddha, karena itu maka gagasan dari Rissho
Ankoku akan menjadi kenyataan.
Istilah "Rissho Ankoku Ron"
berarti kita mau merubah negeri kita
menjadi Tanah Suci melalui tindakan yang berbudi luhur kita dan hidup dalam masyarakat berdasarkan kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra, yang merupakan Dharma yang sesungguhnya.
Ketika semua orang-orang mencari / memasuki tempat perlindungan di dalam Dharma yang benar, dan semua bidang pemerintahan, ekonomi, dan aktivitas budaya semua dimasuki oleh jiwa Saddharma Pundarika Sutra ini, maka Tanah Suci Buddha akan menjadi kenyataan. Ini berarti bahwa sebuah dunia yang ideal adalah tidak ada dunia yang berikutnya atau dunia lain tetapi di dalam dunia nyata ini (Saha) yang akan menjadi Tanah Suci Buddha.
Aku pikir, bukankah ini waktunya kita perlu belajar ajaran dari Saddharma Pundarika Sutra, menwujudkan hidup kita yang suci,
dan melalui diri kita mewujudkan dunia ini sebagai sebuah dunia yang lebih baik untuk tempat tinggal? Ketika hal itu terlaksana, apa yang diinginkan oleh Sang Buddha akan terwujud, sebagaimna yang Ia katakan dalam Saddharma Pundarika Sutra Bab.XVI, bagian akhir: “Tanah milikKu ini akan menjadi tenang dan terisi oleh mahluk-mahluk surgawi.” Gassho.
Kepada Yth,
Para pembaca Buletin "Lotus"
Redaksi
Buletin
"Lotus" menerima sumbangan
naskah ceramah atau
bahan-bahan lainnya, tentunya
yang sesuai dengan misi dari
buletin ini. Setiap naskah yang
kami terima akan dipilih yang
sesuai untuk dimuat.
Dan bagi yang ingin
berlanganan secara tetap
dapat menghubungi kami
di sangha@nshi.org atau di
Hp.081311088060 atau anda
juga dapat menghubungi
sangha grup setempat.
Buletin "Lotus" juga
dapat diperoleh dengan cara
download di www.nshi.org,
bagian berita. Anda juga
dapat mengikuti milis grup di
Internet dengan alamat www.
yahoogroups.com/group/nshi
Gassho,
SAD PARAMITA
(Enam Perbuatan Luhur)
( BAGIAN. iiI)
Seri Pelajaran Mahayana
hyana Paramita merupakan perbuatan luhur mengenai samadhi. Terdapat 4 jenis Dhyana
sebagaimana dinyatakan dalam ajaran Yogacara, Lankavatara Sutra, yaitu :
1. Balopacarika Dhyana; dhyana yang dilakukan oleh Sravaka dan Pratyekabuddha dengan merenungkan tentang ketidak-kekalan dari sifat ke-aku-an.
2. Artapravicaya Dhyana; dyana yang dilaksanakan
oleh para Bodhisattva yang telah mengerti hakekat Keberadaan dari alam semesta.
3. Tathatalambana Dhyana; dhyana yang terdiri dari pengkajian atas Keberadaan dari Kebenaran serta merenungkannya.
D
5. Dhyana Paramita
4. Tathagata Dhyana; dhyana yang dilaksanakan oleh para Tathagata yang telah mengetahui Pengetahuan yang Tertinggi dan selalu bersedia untuk mengabdi kepada semua makhluk.
rajna Paramita merupakan Paramita yang terpenting; yaitu perbuatan luhur mengenai Kebijaksanaan. Terdapat dua makna dalam
Prajna, yaitu :
(1) Prajna yang kekal.
(2) Prajna yang berfungsi sejalan dengan ke lima
Paramita lainnya.
Usaha pengembangan prajna ini terdapat tiga jalur yang mengarah kepada suatu pendalaman (intuisi) dan pengetahuan, yaitu :
a. berdasarkan ajaran orang lain atau sutra suci tertulis ataupun lisan [sutamaya panna],
b. berdasarkan pemikiran yang mendalam [cintamaya panna], dan
c. berdasarkan meditasi pengolahan dan realisasi [bhavanamaya panna]
Selain Enam Paramita tersebut di atas, terdapat juga Empat Paramita tambahan, yaitu :
1. Upaya-Kausalya Paramita; merupakan kemahiran dalam perbuatan atau adaptasi dari usaha usaha untuk perubahan guna memberikan pertolongan secara luhur 2. Pranidhana Paramita; aspirasi atau resolusi luhur 3. Bala Paramita; kekuatan atau kemampuan luhur 4. Jnana Paramita; pengetahuan luhur
Sedangkan dalam Buddhisme Theravada dikembangkan tindakan Bodhisattva dalam Sepuluh Kebajikan Luhur atau Sepuluh Parami, dengan urutan sebagai berikut :
1. Kemurahan hati [Dana] 2. Kesusilaan [Sila]
3. Penglepasan Keduniawian [Nekkhamma] 4. Kebijaksanaan [Panna]
5. Kegiatan [Viriya] 6. Kesabaran [Khanti]
6. Prajna Paramita
7. Kejujuran [Sacca ] 8. Keputusan [Adhitthana] 9. Cinta-Kasih [Metta] 10.Keseimbangan [Upekkha]
Sang Buddha bersabda: ”Hendaklah ia menjaga ucapan dan mengendalikan pikiran dengan baik serta tidak melakukan perbuatan jahat melalui jasmani. Hendaklah ia memurnikan tiga saluran perbuatan ini, memenangkan ` Jalan ‘ yang telah dibabarkan oleh Para Suci.“ (Dhammapada, 281). SELESAI.
u d d h i s m e M a h a y a n a mengenal adanya konsep
Tri-Kaya (Tiga Rangkap Tubuh)
sebagai suatu pengertian yang bersifat transenden, yaitu melampaui hal-hal keduniawian. Pengertian
Tri-Kaya ini hanya dapat dipahami
secara intuisi dan sebenarnya dapat pula tercermin dalam diri kita sendiri sebagai suatu benih Kebuddhaan yang bersemayam di alam kesadaran ke-8 atau alayavijnana atau biasa disebut juga Tathagatagarbha.
Tri-Kaya dapat dibagi
menjadi Dharma-Kaya,
Sambhoga-Kaya dan Nirmana-Sambhoga-Kaya.
Dharma-Kaya
D h a r m a - k a y a y a n g
merupakan sumbernya Dharma dan lambang kesunyataan sebagai suatu hakikat yang hakiki tanpa bentuk dan warna, senantiasa memenuhi seluruh alam semesta dan tidak dapat diungkapkan ataupun diuraikan dengan kata-kata.
Umat Buddha Mahayana mempermudah perwujudan
Dharma-KONSEP TRI KAYA &
PANCA DHYANI BUDDHA
( BAGIAN. I)
Tri Kaya
B
Kaya ini dalam bentuk rupang Buddha
sebagai obyek pemujaan, obyek untuk konsentrasi dan pencurahan bhakti. Dhama-Kaya ini diwakili oleh Buddha Amitabha sebagai
Dhyani Buddha. Sedangkan dalam
Tantrayana, Dharma-Kaya dianggap sebagai suatu perwujudan dari Sang
Adi Buddha yang dapat dipandang
sebagai suatu sifat Yang Mutlak atau
Yang Senantiasa Berada Di Segala Tempat.
Sambhoga-Kaya
Sambhoga-Kaya merupakan
Sinar Agung yang terpancar dari tubuh Sang Buddha dan merupakan manifestasi sifat dasar Buddha yang dimiliki oleh Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna [Samyaksambodhi/Sammasambodhi] atau Bodhisattva yang telah mencapai
bhumi tingkat ke-10. Sambogha-Kaya
berwujud sebagai kekuatan atau cahaya yang hanya dapat dirasakan secara rohani, diwujudkan dalam bentuk simbol dari kelahiran dan kematian.
Dalam Suvarnaprabhasa dan Abhisamayalankara-karika
dijelaskan bahwa Sambhoga-Kaya adalah suatu tubuh yang sangat halus dari Buddha, diberkahi dengan semua tanda dari mahapurusa dan umumnya dianggap oleh Buddha untuk memberikan kebenaran yang lebih tinggi termasuk kebenaran metafisika kepada para Bodhisattva yang telah sangat maju.
Umat Buddha Mahayana mempermudah perwujudan sifat Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang merupakan sifat dasar Buddha dalam bentuk Sambhoga-Kaya yang diwakili oleh Bodhisattva Avalokistesvara sebagai Dhyani Bodhisattva.
Nirmana-Kaya
Nirmana-Kaya merupakan
perwujudan dari Sang Buddha dalam usaha melaksanakan misinya kepada manusia dalam bentuk badan jasmani yang kita lihat sebagai perwujudan dari Siddharta Gautama, dengan 32 tanda seorang Manusia Agung [Dvatrimsam mahapurusa laksanani/
Dvattimsa mahapurisa lakkhanani]
yang dicapai oleh Sang Buddha dalam beberapa kehidupan Beliau sebelumnya karena telah mentaati
dan menjalankan paramita secara sempurna.
Dalam Mahapadana Sutta, Digha Nikaya I yang merupakan
bagian dari Sutta Pitaka, tercatat ketika Buddha Gautama berada di
Kareri-kuti di Jetavana Arama yang
dibangun oleh Anathapindika, telah menguraikan kehidupan lampau dan kelahiran Sang Buddha dengan 32 tanda seorang Manusia Agung, yaitu:
1. Te l a p a k k a k i y a n g r a t a [suppatithita-pado]
2. Telapak kaki yang bercirikan suatu roda dengan seribu jeruji [Utsanga pado]
3. Bentuk tumit yang bagus [ayatapanhi]
4. J a r i - j a r i y a n g p a n j a n g [dighanguli]
5. Tangan dan kaki yang lembut dan halus [mudutaluna]
6. Tangan dan kaki yang bagaikan jala [jalahattha-pado]
7. Tulang pergelangan kaki yang seperti kulit kerang
[ussankha-pado]
8. Paha yang seperti raja rusa jantan [enijanghi]
9. Tangan yang mencapai ke bawah lutut
10. Alat tubuh rahasia lelaki yang terbungkus oleh selaput [kosohita-vatthaguyho]
11. Warna kulitnya bagaikan perunggu berwarna emas 12. Kulitnya sangat licin sehingga
tidak ada debu yang dapat melekat di tubuhnya
13. Dari setiap pori-pori di kulitnya ditumbuhi sehelai rambut 14. Rambut yang berwarna biru
kehitam-hitaman bertumbuh keriting ke atas, berbentuk lingkaran kecil dengan arah berputar ke kanan
15. Potongan tubuh yang agung [brahmujju-gatta]
16. T u j u h o t o t y a n g k u a t [sattussado]
17. Dada yang bagaikan dada singa [sihapubbaddha kayo]
18. Di kedua bahunya tidak ada lekukan
19. Potongan tubuhnya bagaikan pohon beringin [Nigrodha], tinggi tubuhnya sama dengan rentangan kedua tangannya begitu pula sebaliknya.
20. Bahu yang sama lebarnya [samavattakkhandho]
21. Indria perasa yang sangat peka [rasaggasaggi]
22. Rahang yang bagaikan rahang singa [sha-banu]
23. Empat puluh buah gigi
24. Gigi yang sama rata [ sama-danto]
25. Gigi yang tetap [avivara-danto] 26. Gigi yang putih bersih
27. Lidah yang panjang dan lebar [pahuta-jvha]
28. Suara bagaikan suara brahma yang seperti suara burung
Karavika
29. Mata yang biru tua [Abhinila] 30. Bulu mata yang penuh seperti
bulu mata raja sapi jantan [gopakhumo]
31. Di antara alis matanya tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas yang lembut [urna]
32. Memiliki kepala yang bagaikan kepada bersurban [unhisasiso]
Lima Dhayani Buddha : Buddha Ratnasambhava, Buddha Bhaisajyaguru, Buddha Vairocana, Buddha Amitabha, Buddha Amitayus.
Buku "Writing Of Nichiren Shonin" Doctrine 2
Edited by George Tanabe.Jr, Compiled by Kyotsu Hori
Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association, Tokyo - Japan Diterjemahkan oleh Shami Josho S.Ekaputra
Redaksi:
Surat ini terdiri dari 18 Bab, dan pada kesempatan ini ditampilkan Bab.V yang menjelaskan tentang konsep Kuon Jitsujo (Buddha Abadi), Ini adalah sebuah konsep dan dasar yang terpenting dalam Nichiren Shu.
KAIMOKU SHO
"MEMBUKA MATA TERHADAP
SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA"
PENDAHULUAN
aimoku-sho” ditulis pada
bulan dua tahun Bun’ei ke-sembilan (1272), ketika Nichiren Shbnin berusia 50 tahun, ketika itu salju menutupi Aula Sammaido Hall di Tsukahara, Pulau Sado. Sejak menjalani kehidupan untuk menyebarluaskan O’Daimoku di Kamakura pada tahun Kencho ke lima (1253) pada usia 31 tahun, Nichiren mulai mendapat sejumlah penganiayaan beruntun pada tahun 1260, setelah Ia memperingatkan Pemerintah Shogun Kamakura dengan risalah “Rissho Ankoku-ron
(Menyebarkan Kedamaian Keseluruh Negari Melalui Penegakkan Ajaran Sesungguhnya).” Pada tanggal 12
bulan kesembilan tahun Bun’ei ke delapan (1271), Ia telah ditangkap, dan dihukum buang ke Pulau Sado. Namun, pada malam hari, Ia telah dihukum pancung disebuah tempat yang disebut Tatsunokuchi, pantai diluar Kamakura, tetapi Beliau dapat lolos dari hukuman mati ini. Nichiren kemudian dikirim ke Pulau Sado, tiba di Aula Sammaido pada bulan kesebelas. Segera Ia mulai menulis
risalah ini untuk menceritakan kejadian yang terjadi kepada para pengikutNya, sebagaimana yang dikatakanNya, bahwa Saddharma
Pundarika Sutra adalah ajaran untuk
menyelamatkan manusia pada Masa Akhir Dharma (mappo).
Judul dari risalah ini adalah
Kaimoku (Membuka Mata), dengan
tujuan penulisan: mendorong
orang-orang agar terbuka matanya untuk menerima Saddharma Pundarika Sutra adalah ajaran untuk menyelamatkan semua mahluk hidup yang hidup pada Masa Akhir Dharma (Membuka Rahasia Kebenaran Dharma) dan Nichiren, sendiri adalah seorang guru yang telah diramalkan dalam sutra ini bahwa akan muncul pada Masa
Akhir Dharma untuk membimbing orang-orang dengan Dharma Sesungguhnya (Membuka Rahasia Guru Sebenarnya).
Secara umum, tulisan ini dapat dibagi dalam tiga bagian. Bagian I, Kata Pendahuluan (Bab 1-3), menekankan tentang pentingnya Buddhisme, khususnya Saddharma
Pundarika Sutra, sebagai inti dari
Spiritual peradaban yang meliputi Konfucu dan Ajaran Non Buddhis. Bagian II, Ceramah Utama (Bab 4-16), menjelaskan bahwa Saddharma
Pundarika Sutra adalah cermin
bersih yang memperlihatkan (meramalkan) mengenai Dunia Iblis dalam Masa Akhir Dharma, dimana Beliau menunjukkan bukti kebenaran dari ramalan dalam
sutra ini, yang ditunjukkan dengan pelaksanaan Saddharma Pundarika
Sutra oleh Nichiren dan sebagai
hasilnya mendapat berbagai macam penganiayaan. Terakhir, Bagian III, Terakhir (Bab 17-18), Beliau membicarakan tentang akan tersebarluasnya ajaran Saddharma
Pundarika Sutra pada masa
mendatang.
pendengar, dan jumlah para Buddha yang berkumpul, sama seperti fakta ketika ceramah pertama dari Buddha Sakyamuni, tidak ada alasan apapun kenapa Dharma yang luar biasa ini harus dirahasiakan dalam Kegon
Kyo.
Oleh karena itu, dikatakan dalam Kegon Kyo bahwa Buddha menunjukkan kekuatanNya yang tak terbatas dalam membabarkan sutra yang sempurna ini secara terperinci. Berdasarkan pernyataan ini, 60 Paragraf Kegon Kyo – setiap kata atau titik didalamnya tanpa kecuali pastilah sempurna dan murni. Sebagai contoh sebuah Permata Pengabur Keinginan, dapat menghasilkan segala macam pusaka sesuai dengan keinginan mu, ini dapat dikatakan adalah hal yang tak ternilai diantara semuanya. Sebuah permata murni dapat menghasilkan sepuluh ribu permata. Jadi satu kata dalam Sutra
Karangan Bunga (Kegon Kyo) sama
berharganya dengan 10,000 kata. Sebuah pernyataan dalam sutra ini bahwa “Tidak terdapat perbedaan diantara pikiran, Buddha dan yang belum terang” adalah dikatakan bahwa ini adalah dasar teori tidak hanya untuk Sekte Kegon, tetapi Hosso, Sanron, Shingon dan Tendai. Apa yang sebenarnya dirahasiakan dalam Sutra agung ini ? Meskipun demikian, terdapat pernyataan dalam sutra ini bahwa orang-orang dari “Dua Kendaraan” seperti halnya mereka yang tidak mendengarkan Buddhisme
(icchantika)” tidak akan pernah
mencapai KeBuddhaan. Ini kelihatan sebagai sebuah cacat dalam permata. Sebagai tambahan, diulang sebanyak tiga kali dikatakan bahwa Buddha Sakyamuni mencapai Penerangan untuk pertama kalinya dibawah pohon Bodhi,” Ia menyembunyikan rahasia PeneranganNya pada masa lampau abadi, sebagaimana dibabarkan dalam Bab.XVI “Jangka Waktu Hidup Sang Buddha,” Saddharma
Pundarika Sutra. Ini sama seperti
sebuah permata murni yang telah pecah, bulan tersembunyi dibalik awan, atau gerhana matahari. Ini tentu saja tidak dapat dijelaskan.
Membandingkan Sutra
Karangan Bunga (kegon kyo)
dengan naskah lainnya seperti Sutra Agama, Sutra Hodo, Sutra
Kebijaksanaan (Hannya Kyo) dan Sutra Buddha Matahari (Dainichi Kyo) tidaklah bernilai, meskipun
mereka menghormati ajaran dari Buddha itu. Tidak ada alasan kenapa sesuatu yang tidak diungkapkan dulu akan diungkapkan kemudian. Konsekwensinya, Sutra Agama mengatakan, “Ketika Ia mencapai P e n e r a n g a n u n t u k p e r t a m a k a l i n y a … … ” D a i j i k - k y o , “ berkata, “yang pertama enam belas tahun setelah Buddha mencapai Penerangan.” Dikatakan juga dalam
Yuima Sutra (Vimalakirti Sutra)”
bahwa Ia pertama duduk di bawah Pohon Bodhi, melawan para iblis.”
Sutra Buddha Matahari dikatakan,
“Pertama, aku duduk dibawah Pohon Bodhi untuk mencapai Penerangan,” dimana juga dalam Ninno-kyo
(Sutra Raja Baik Hati)’` dikatakan,
“dua puluh sembilan tahun sejak Ia mencapai penerangan.”
Sutra-sutra ini untuk sementara tidak ada nilainya untuk didiskusikan. Apa yang membuat Aku terkejut adalah yang terdapat dalam Muryo-gi-kyo (Sutra Makna
Tak Terbatas), sutra pendahuluan
sebelum Saddharma Pundarika
Sutra, setuju dengan Sutra Karangan Bunga dimana dikatakan, “Setelah
duduk dibawah pohon Bodhi selama enam tahun, akhirnya Ia mencapai Penerangan Agung.” Ini sungguh sesuatu yang aneh sebab sutra ini terlihat menurut kepada doktrin seperti “pikiran sebagai kenyataan tidak terbatas” dari Sutra Karangan
Bunga, “meditasi samudera tak
terbatas” dari Daijik Kyo, dan
BAB 5
”PENCAPAIAN
PENERANGAN PADA MASA
LAMPAU YANG ABADI”
ada bagian kedua ini, marilah kita berdiskusi mengenai k o n s e p k u o n - j i t s u j o
(mencapai Penerangan Oleh Buddha Sakyamuni pada masa lampau yang abadi) yang dibabarkan pada Bab
Pokok (hommon) dari Saddharma
Pundarika Sutra .
Buddha Sakyamuni, cucu dari Raja Simhahanu dan putera pertama dari Raja Suddhodana, yang lahir pada masa kalpa kecil kesembilan dalam periode Kalpa Pengurangan, ketika masa hidup manusia secara bertahap mengalami pengurangan dari 100 tahun. Pada masa kanak-kanak Ia dipanggil Pangeran Siddhartha, yang berarti Tujuan Yang Tercapai. Buddha Sakyamuni, yang meninggalkan rumah pada usia sembilan belas tahun dan mencapai penerangan pada usia tiga puluh tahun, segera mulai membabarkan Sutra Karangan Bunga
(Kegon Kyo) di Aula Penerangan
(Jakumetsu Dojo).” Membabarkan tentang Buddha Vairocana yang berada di Dunia Teratai, Beliau membabarkan Dharma yang luar biasa didasarkan pada suatu doktrin yang disebut “Sepuluh Misteri,” “Enam Karakteristik,” dan “Kebebasan dari Segala Gejala.” Berbagai macam Buddha di alam semesta muncul dan semua Bodhisattva berkumpul untuk mendengarkan ajaran Beliau. Melihat dari tempat, kecerdasan dari
“gejala yang tidak dapat dibedakan” dari Sutra Kebijaksanaan sebagai “Belum membabarkan kebenaran sesungguhnya,” atau “jalan berputar untuk KeBuddhaan.” Namun, sejak
Sutra Makna Tak Terbatas ini adalah
sebagai pendahuluan dari Saddharma
Pundarika Sutra, mungkin saja
pembabaran yang sebenarnya belum diberikan.
S e s u a i d e n g a n y a n g t e r d a p a t d a l a m S a d d h a r m a
Pundarika Sutra, bagaimanapun,
Sang Buddha mengungkapkan jalan tunggal untuk Penerangan, yang menyatukan ketiga jenis ajaran
(kaisan ken’itsu). Ia menyatakan
dalam bagian teori (shakumon) dari Saddharma Pundarika Sutra:
“Hanya Para Buddha yang benar-benar menerima segala kenyataan dari gejala,” “kebenaran akan diungkapkan setelah pembabaran ajaran sementara selama lebih dari empat puluh tahun;” dan “ Ia akan membuang ajaran sementara dan menitikberatkan hanya pada ajaran sebenarnya.” Buddha Segala
Pusaka (Prabhutaratna) kemudian menyatakan bahwa semua kata-kata Buddha dalam delapan (dari bab dua sampai sembilan) dalam ajaran teori
(shakumon) Saddharma Pundarika Sutra semua adalah benar adanya. Apa
yang tertinggal belum diungkapkan? Yakni, Keabadian Hidup Sang Buddha belum dibabarkan; dikatakan kemudian, “pertama, Ia duduk ditempat Penerangan, melihat ke pohon, dan berjalan mengelilinginya.” Ini semua adalah hal yang luar biasa.
Kemudian dikatakan dalam
Bab XV “Munculnya Bodhisattva dari Bumi” Saddharma Pundarika
Sutra bahwa Bodhisattva Maitreya”
bimbang kenapa dikatakan bahwa Sang Buddha telah mengajarkan semua Bodhisattva luar biasa ini, yang belum pernah terlihat sebelumnya selama lebih dari empat puluh tahun ini,” dan menyebabkan mereka berkeinginan untuk mencapai Penerangan. Jadi beliau bertanya; “Ketika Engkau, Sang Buddha, masih seorang pangeran, meninggalkan istana dari suku Sakya, duduk meditasi dibawah pohon Bodhi tidak jauh dari kota Gaya dan mencapai Penerangan Agung. Ini hanya baru berlalu empat puluh tahun sejak saat itu. Bagaimana Engkau, Yang Dimuliakan Dunia, dapat mencapai begitu banyak dalam waktu yang singkat ini?”
Ini adalah kenapa sebabnya Buddha Sakyamuni memutuskan untuk membabarkan “Jangka Waktu Hidup Sang Buddha,” untuk menghilangkan segala keraguan yang ada. Mengacu pada apa yang telah dikatakan dalam ajaran sebelum
Saddharma Pundarika Sutra dan
dalam bagian dari Saddharma
Pundarika Sutra, Ia mengatakan, “Para dewa-dewi, manusia, dan iblis asura diseluruh dunia berpikir bahwa Aku, Buddha Sakyamuni, meninggalkan istana suku Sakya, duduk dibawah pohon Bodhi dekat kota Gaya, dan mencapai Penerangan Agung.” Kemudian Ia menjawab
pertanyaan itu dengan menyatakan,
“Kebenaran sesungguhnya, bagaimana pun, kalpa tak terbatas dan tak terhitung telah berlalu sejak Aku mencapai KeBuddhaan.”
Sutra-sutra seperti Sutra Karangan Bunga dan Sutra Buddha Matahari tidak hanya
menyembunyikan kemungkinan pencapaian KeBuddhaan bagi orang-orang dari Dua Kendaraan tetapi juga Pencapaian Penerangan Agung Buddha Sakyamuni dalam masa lampau yang abadi. Kebanyakan sutra mempunyai dua kesalahan.
Yang pertama, mereka membuat suatu pembedaan secara jelas, tingkatan dan bagian, mereka gagal keluar dari ajaran sementara dan mengungkapkan doktrin dari “3,000 gejala dalam sekejap pikiran”
yang dibabarkan dalam bagian teori
Saddharma Pundarika Sutra. Yang kedua, menyatakan bahwa Buddha Sakyamuni mencapai KeBuddhaan dalam kehidupan kali ini, mereka
gagal keluar dari bagian ajaran teori dari Saddharma Pundarika Sutra, gagal mengungkapkan Buddha Abadi yang dibabarkan dalam bagian pokok dari Saddharma Pundarika Sutra. Kedua ajaran agung ini, Pencapaian
KeBuddhaan bagi Dua Kendaraan dan Pencapaian Penerangan Buddha Sakyamuni pada Masa Lampau Abadi, adalah tulang punggung dari ajaran seumur hidup Sang Buddha dan inti dari semua ajaran Buddha.
Bab kedua, “Kebijaksanaan,” dalam bagian teori dari Saddharma
Pundarika Sutra memperlihatkan
satu dari dua kesalahan dari ajaran sebelum Saddharma Pundarika
Sutras dengan membabarkan
ajaran tentang “3,000 gejala dalam sekejap pikiran,” dan “Pencapaian KeBuddhaan dari Dua Kendaraan.” – Kemudian, dalam bab ini juga belum mengungkapkan tentang Buddha Abadi dan Sejati dengan “membuang ajaran sementara dan mengungkapkan yang sesungguhnya,” ini belum memperlihatkan konsep “3,000 gejala dalam sekejap pikiran” yang sesungguhnya. Tidak juga
menegakkan makna sesungguhnya dari “Pencapaian KeBuddhaan oleh Dua Kendaraan.” Ini semua seperti bayangan bulan di air, atau rumput yang bergoyang karena tiupan angin.
D a l a m b a g i a n p o k o k (Hommon) Saddharma Pundarika
Sutra, disini dibabarkan bahwa Sang
Buddha mencapai Penerangan Agung pada masa lampau yang abadi, ini menyangkal bahwa Ia mencapai KeBuddhaan pertama kali dalam hidup ini. Kemudian, ajaran Buddha Abadi menghancurkan KeBuddhaan sebagai hasil dari Empat Ajaran (semua naskah Buddhis lainnya kecuali bagian pokok Saddharma
Pundarika Sutra). Sebagai hasilnya
KeBuddhaan dari Empat Ajaran itu menjadi musnah, ini menunjukkan bahwa KeBuddhaan yang ditunjukkan dalam Empat Ajaran itu menjadi tidak berlaku lagi. Kemudian ajaran Sepuluh Dunia yang dibabarkan d a l a m s e b e l u m - S a d d h a r m a
Pundarika Sutra dan bagian teori
dari Saddharma Pundarika Sutra juga musnah dengan ditegakkannya ajaran hubungan sebab akibat dari Sepuluh Dunia dalam ajaran pokok
Saddharma Pundarika Sutra. Ini
adalah ajaran tentang “Sebab Baik dan Akibat Baik.” Dalam hubungan ini bahwa ke-Sembilan Dunia tercakup menyeluruh dalam Dunia Buddha Abadi, dan Dunia Buddha juga terdapat Sembilan Dunia yang abadi. Ini adalah kebenaran “karakteristik proses saling bergantungan dari Sepuluh Dunia,” “100 Dunia, 1,000 aspek keberadaan,” dan 3,000 gejala dalam sekejap pikiran.”
Melihat dengan pandangan ini, Buddha Vairocana dalam bentuk teratai dan berbagai macam Buddha disekeliling Beliau yang datang dari seluruh dunia di alam semesta, sebagaimana digambarkan dalam
Sutra Karangan Bunga,’ Buddha
Sakyamuni dari sekte Hinayana dalam
Sutra Agama, sebagaimana bermacam Buddha Sementara dari ajaran Sutra sebelum Saddharma Pundarika
Sutras (seperti Sutra Hodo, Sutra Kebijaksanaan, Sutra Kemuliaan Keemasan (Konkomyo-kyo) Sutra Tanah Suci, dan Sutra Buddha Matahari (Dainichi-kyo) semua Buddha ini adalah perwujudan dari Buddha Abadi ini. Mereka semua
sama seperti bayangan dari bulan di langit memantul di tampungan air yang besar atau kecil. Para sarjana dari berbagai sekte, bingung akan ajaran ini dan mengacaukan sekte mereka sendiri atau tidak mengetahui tentang Bab XVI “Jangka Waktu Hidup Sang Buddha” Saddharma Pundarika
Sutra, mereka salah mengira bulan
di air adalah yang sesungguhnya; mereka mencoba masuk kedalam air itu dan mengikatnya dengan tali. Kata-kata T’ien-t’ai “mereka melihatnya hanya sebagai bulan di kolam, tanpa mengetahui bulan yang dilangit.”
Aku, Nichiren, percaya bahwa ajaran Pencapaian KeBuddhaan bagi orang-orang dari Dua Kendaraan, dari ajaran sebelum Saddharma
Pundarika Sutras terlihat mencapai
kemenangan. Mengenai Pencapaian Penerangan pada Masa Lampau Abadi yang dibabarkan dalam bagian pokok Saddharma Pundarika Sutra, sedangkan ajaran sebelum Saddharma
Pundarika Sutras, dengan penerangan
bahwa Buddha Sakyamuni mencapai KeBuddhaan dalam kehidupan kali ini, terlihat lebih kuat. Mereka terlihat kuat pengaruhnya karena, empat bab (shakumon) Saddharma
Pundarika Sutra, juga mengambil
teori ini dan tidak mengungkapkan
Hidup Abadi dari Sang Buddha. Dengan pengecualian Bab XV dan XVI (“Boddhisattva Muncul dari Bumi” dan “Jangka Waktu Hidup Sang Buddha”), sedangkan empat belas Saddharma Pundarika Sutra semuanya mengambarkan Buddha Sakyamuni mencapai KeBuddhaan untuk pertama kali di dunia ini”
Dalam empat puluh paragraf dari Sutra Nirvana, pembabaran terakhir dari Buddha Sakyamuni dibawah pohon kembar sala, sebagaimana berbagai macam sutra Mahayana lainnya yang dibabarkan sebelum dan sesudah Saddharma
Pundarika Sutra, tidak terdapat satu
kata pun yang mengatakan tentang Buddha Abadi. Meskipun Hosshin (Tubuh Dharma / Dharmakaya) dari Buddha telah dijelaskan “tanpa awal dan akhir,” Keabadian Buddha di Tanah Buddha (Hojin atau Tubuh Kebajikan / Sambhogakaya), namun Tubuh Perwujudan (Ojin / Nirmalakaya) tidak diungkapkan. Bagaimana mungkin seseorang dapat berpegang hanya pada dua bab dalam Saddharma Pundarika
Sutra ini dan membuang begitu
banyak sutra-sutra Mahayna; sebelum
Saddharma Pundarika Sutra, dan Nirvana Sutra? Inilah hal yang sulit
untuk dipercaya.
Sekarang, Sekte Hosso Buddhisme, yang aslinya berasal Bodhisattva Asanga, seorang komentator besar yang muncul di India, 900 tahun setelah kemoksaan Sang Buddha. Pada suatu malam, Ia naik ke istana suci dari Bodhisattva Maitreya di surga Tusita dan bertanya kepadaNya mengenai seluruh ajaran suci seumur hidup dari Sang Buddha.”
Setiap hari, Ia menyebarluaskan ajaran Hosso dalam tingkatan Ayodhya. Para murid Beliau mencakup komentator besar seperti Vasubandhu, Dharmapala, Ananda, dan Silabhadra. Bahkan Raja Harsavardhana bersujud dihadapannya dan seluruh orang di India meletakkan panji mereka dan mengikutinya. Guru Tripitaka Hsuan-chuang” dari China menghabiskan waktu tujuh belas tahun di India, mengunjungi 130 daerah dan belajar Buddhisme. Menolak semua sekte Buddhis lainnya, Ia memilih sekte Hosso untuk dibawa ke China dan Ia menjadi arif bijaksana dari Kaisar T’ai-tsung, dinasti T’ang. Ia mempunyai murid-murid seperti Shen-fang, Chiashang, P’u-kuang dan K’uei-chi, dan Ia tinggal di Kuil Besar Tz’u-en, menyebarluaskan ajaran ini di lebih dari 300 daerah di China. Di Jepang, semasa rejim Kekaisaran Kotoku, kaisar ke 37, berbagai bhiksu seperti Doji dan Dosho membawa sekte ini dari China dan dilaksanakan di Kuil Kofukuji di Yamashina. Dengan demikian sekte ini mempunyai sekte utama di tiga negara; India, China, dan Japan. Intisari dari ajaran Hosso adalah sebagai berikut:
Berdasarkan pada naskah-naskah Buddhis, mulai dengan Sutra Karangan Bunga dan berakhir dengan Sutra Saddharma Pundarika dan Sutra Nirvana, dikatakan bahwa mereka yang tidak mempunyai Bibit Buddha (musho)” dan mereka yang secara alami (ketsujo-sho) telah disiapkan sebagaimana orang-orang Dua Kendaraan (sravaka and pratyekabuddha) tidak pernah akan mencapai KeBuddhaan. Sang Buddha tidak memilih. Sekali Ia memutuskan bahwa KeBuddhaan itu tidak dapat dicapai, Ia tidak akan pernah merubah pikiranNya, sekalipun jika matahari dan bulan jatuh dan bumi mengalami malapetaka. Oleh karena itu, sekalipun dalam Saddharma Pundarika Sutra dan Nirvana Sutra tidak dengan pasti dikatakan bahwa orang-orang yang telah ditolak di ajaran sebelum-Saddharma
Pundarika Sutras, mereka yang tanpa Bibit Buddha dan orang-orang dari Dua Kendaraan, akan dapat mencapai KeBuddhaan.
Tutup matamu dan berpikir keras. Jika pernyataan ini terdapat dalam Saddharma Pundarika Sutra dan Nirvana Sutra” bahwa kedua kategori orang-orang, yang dibenci dalam ajaran sebelum-Saddharma Pundarika Sutras, dikatakan dapat mencapai KeBuddhaan, kenapa hal ini oleh para komentator besar di India Asanga” dan Vasubandhu,” dan para guru tripitaka di China seperti Hsuan-chuang dnd Tz’u-en tidak mTz’u-enemukan tTz’u-entang hal ini ? Kenapa mereka tidak membaca mengenai hal ini, percaya dan sebarluaskan, atau Bodhisattva Maitreya bertanya tentang ini? Walaupun kamu terlihat mendasarkan diri pada kata-kata dalam Saddharma Pundarika Sutra, sebenarnya kamu percaya pada pandangan keliru dari T’ien-t’ai, Miao-le, and Dengyo dan membaca naskah Buddhis berdasarkan pandangan mereka. Inilah alasan kenapa kamu mempertahankan Saddharma Pundarika Sutra dan sutra-sutra yang dibabarkan sebelumnya meskipun bertentangan satu sama lain bagaikan api dan air.
Sekte Kegon dan Shingon, dimana mereka mengklaim bahwa sekte Hosso dan Sanron lebih unggul dengan mengatakan:
K o n s e p P e n c a p a i a n KeBuddhaan oleh Dua Kendaraan dan Pencapaian Penerangan oleh Buddha Sakyamuni pada masa lampau abadi, tidak hanya terbatas didalam Saddharma Pundarika Sutra. Mereka dengan jelas mengatakan bahwa hal ini terdapat dalan Sutra Karangan Bunga dan Sutra Buddha Matahari. Tu-shun, Chih-yen, Fa-tsang, Ch’eng-kuan dari Sekte Kegon dan Subhakarasimha (Shan-wu-wei), Vajrabodhi, Amoghavajra (Puk’ung) dari Sekte Shingon adalah lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan T’ien-t’ai dan Dengyo. Lagi pula, Subhakarasimha dan lainnya mempunyai hubungan langsung dengan Buddha Matahari (Vairocana). Bagaimana mungkin orang-orang, yang merupakan penjelmaan sementara dari para Buddha dan Bodhisattva ini, membuat
kesalahan? Kemudian, dikatakan dalam Sutra Karangan Bunga,” Telah berlalu kalpa yang tak terbatas sejak Buddha Sakyamuni mencapai KeBuddhaan.” Sutra Buddha Matahari dikatakan, “Aku adalah asal mula segalanya.” Bagaimana bisa kamu mengatakan bahwa ajaran Pencapaian Penerangan pada Masa Lampau Abadi hanya terbatas pada Bab XVI, “Jangka Waktu Hidup Sang Buddha,” Saddharma Pundarika Sutra? Perkataan ini bagaikan seekor katak dalam sumur yang belum pernah melihat luasnya samudera, atau seorang penebang kayu di gunung yang belum pernah melihat kota besar. Ini dapat dikatakan bahwa kamu hanya melihat satu dari Saddharma Pundarika Sutra saja tanpa mengetahui sutra-sutra lain seperti Sutra Karangan Bunga dan Sutra Buddha Matahari ? lebih lagi, apakah mereka semua yang di India, China, Silla, dan Paekche kecuali T’ien-t’ai, Miao-le, dan Dengyo mengatakan bahwa ajaran tentang Pencapaian KeBuddhaan bagi Dua Kendaraan dan Pencapaian Penerangan Di Masa Lampau Abadi hanya dibabarkan didalam Saddharma Pundarika Sutra ?
Menurut mereka berdasarkan pendapat ini, meskipun Saddharma
Pundarika Sutra dibabarkan pada
waktu delapan tahun terakhir lebih unggul dari sutra-sutra lain yang dibabarkan secara terperinci pada 40 tahun lebih, dan meskipun demikian, aturan yang ada ketika terjadi pertentangan antara yang tua dan baru, maka yang muda harus lebih mendahulukan yang tua, ajaran
sebelum-Saddharma Pundarika Sutras terlihat lebih berpengaruh
dibandingkan dengan Saddharma
Pundarika Sutra. Berbagai hal bisa
saja terjadi ketika Buddha Sakyamuni masih hidup, tetapi setelah kemoksaan Beliau, banyak komentator di India, China dan Jepang lebih mendasarkan diri pada ajaran sebelum-Saddharma
Pundarika Sutra.’
Sebab itu, sangat sulit mempunyai hati kepercayaan kepada
Saddharma Pundarika Sutra. Terlebih
memasuki Masa Akhir Dharma; para arif bijaksana mulai menghilang dan sedikit jumlahnya. Orang-orang dengan mudah jatuh dalam kesesatan bahkan dalam menghadapi hal-hal yang kecil, hal-hal duniawi melebihi pengertian dharma yang benar. Orang-orang seperti Vatsiputriya dan Vaipulya di India adalah orang arif bijaksana; tetapi mereka tidak dapat membedakan antara sutra Mahayana and Hinayana. Wu-kou dan Mo-t’a, juga di India, sangat pintar tetapi tidak dapat membedakan antara ajara yang sebenarnya dengan sementara. Pada periode pertama, 1,000 tahun setelah kemoksaan Buddha Sakyamuni,waktu yang tidak jauh dari saat hidupNya dan di Tanah India telah terjadi kesalahan. Berapa banyak negara seperti China dan Jepang, yang berada jauh dari Tanah Buddha, berbeda bahasa, orang-orang yang lambat dalam mengerti ajaran Buddha, dimana usia hidup
semakin pendek, dan dimana keserakahan, kemarahan, dan kebodohan menjadi dua kali lipat!
Beberapa tahun setelah kemoksaan Buddha, sutra-sutra Buddha telah salah dipahami. Apakah ada seseorang yang memahami dengan benar? Sang Buddha meramalkan dalam Nirvana Sutra: “Mereka
yang menganut Dharma Yang Benar pada Masa Akhir Dharma adalah sangat sedikit bagaikan pasir diatas kuku, sedangkan para pemfitnah dharma berjumlah bagaikan debu dialam semesta.”
J u g a d i k a t a k a n dalam Hometsujin-kyo (Sutra
Kemunduran Dharma): “Para pemfitnah Buddhisme berjumlah bagaikan pasir dari Sungai Gangga, sedangkan mereka yang mempertahankan Dharma Sesungguhnya bagai satu atau dua kerikil kecil. Adalah sangat sulit menemukan seseorang yang menegakkan ajaran sebenarnya pada periode 500 sampai 1,000 tahun. Mereka yang jatuh dalam dunia iblis sedikit yang disebabkan oleh tindakan kejahatan bagaikan pasir diatas kuku, namun mereka yang jatuh dalam dunia iblis karena kejahatan kepada Buddhisme berjumlah bagaikan pasir dari seluruh dunia dialam semesta. Banyak para bhiksu dibandingkan umat awam, lebih banyak bhiksuni dibandingkan wanita biasa yang jatuh ke dalam dunia iblis.
Gassho.
Kata-kata Mutiara, Oleh :
Shami Josho S.Ekaputra
"Cinta kasih antara dua insan
begitu indah dan suci, namun
kesucian Cinta sering dinodai oleh
keburukan hawa nafsu, Karena itu
bungkuslah Cinta itu dengan kasih
bukan dengan nafsu"
OO
"Seorang bayi menangis ketika
Ia dilahirkan, karena ia tahu
bahwa banyak penderitaan sedang
menunggunya, seorang pria tua
menjelang ajal menangis karena ia
tahu bahwa segala kegembiraan
telah berakhir."
OO
"Sebuah pisau yang tajam dapat
melakukan apa saja baik dan
buruk. Hitam dan putih adalah
dua hal namun adalah satu.
Segala hal memiliki dua sisi yang
berbeda. Adakah yang lebih benar
diantara satu dan yang lainnya ?
OO
"Sayangilah dirimu, dengan
demikian kamu akan mengerti arti
kata dibenci. Bencilah keburukan
dirimu, dengan demikian kamu
akan mengerti arti dari kebaikan."
Pendidikan Dasar
ama kanak-kanak dari Nichiren adalah Yakuomaro (Raja Obat), yang didasarkan pada sejarah. Ia pergi ke Kuil Seicho-ji untuk menerima pendidikan dasar pada usia 12 tahun pada tahun 1233. Gurunya adalah Dozen-bo.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa ia pergi kuil adalah untuk menjadi seorang bhiksu, tetapi mungkin lebih tepat dikatakan bahwa ia kesana untuk mendapatkan pendidikan dasar pada mulanya. Pada waktu itu, anak-anak dari keluarga militer menerima pendidikan dasar dari para bhiksu buddhis. Materi pengajaran adalah membaca dan menulis buku yang berhubungan dengan Buddhisme. Lebih dari itu, sebuah kuil Buddha adalah tempat yang religius sekaligus tempat untuk pendidikan. Hal yang alami, jika seorang anak yang pintar akhirnya berkembang pengetahuan tentang Buddhismenya.
Ia adalah seorang anak yang berbakat. Kemudian, ia berdoa kepada Bodhisattva Kokuzo (Bodhisattva Alam Semesta) untuk membuat Ia menjadi lelaki yang bijaksana. Alam semesta tidak mengenal batasan dan
Catatan :Riwayat hidup Nichiren Shonin yang tepat dapat kita baca dari berbagai macam surat dan catatan masa lalu dan penelitian sejarah lainnya. Tetapi disini terdapat berbagai macam cerita legenda sehubungan dengan kehidupan Nichiren Shonin, dan akan Saya tuangkan dalam tulisan ini.
Legenda Nichiren Shonin
Oleh YM.Bhiksu. Gyokai Sekido
Sumber: Nichiren Shu News, terbitan Nichiren Shu Headquaters dan Kaigai Fukyo Koenkai
LEGENDA (BAG.2)
NICHIREN SHONIN
N
keberadaan serta bebas, inilah sebabnya Bodhisattva Alam Semesta dikatakan memiliki kebijaksanaan yang tidak terbatas. Bodhisattva Kokuzo dipuja sebagai seorang dewa dari Kebijaksaaan Agung. Kenyataannya Yakuomaro berdoa kepada Bodhisattva ini. Ia mengharapkan dapat menjadi orang yang paling bijaksana diseluruh Jepang dan dapat menjadi seorang pelajar yang terbaik.
Berdasarkan legenda, Ia mendapatkan sebuah mimpi yang aneh, setelah berdoa selama 21 hari. Seorang bhiksu tua berumur sekitar 60 tahun, yang memakai juzu kristal ditangan kirinya dan sebuah permata besar yang berkilauan ditangan kanannya bagaikan sebuah bintang. Bhiksu tua itu datang dari arah belakang kuil Bodhisattva Kokuzo, dan berkata, “Berilah Aku kesempatan untuk
memberikan Kebijaksanaan kepada mu,” dan Ia memberikan sebuah permata. Kemudian, permata itu terbang melewati dada Yakuomaro, dan masuk ke lengan baju sebelah kiri. Hal ini dikatakan bahwa sejak saat itu Ia dapat belajar dengan lebih baik dan mengerti segala sesuatu dengan lebih jelas.
Menjadi Seorang Bhiksu
ada akhirnya Ia menjadi seorang bhiksu dan diberi nama Rencho (Bunga
Teratai Abadi) pada umur 16
tahun. Pada saat itu, tidak ada orang yang dapat dibandingkan dengannya mengenai pikiran-pikiran keagamaan.
Ketika Yakuo-maro berumur 3 atau 4 tahun, teman-temannya datang dan berkata bahwa mereka telah menangkap banyak burung pipit dengan kue beras yang ditaruh pada dahan pohon willow sebagai umpan. Yakuo-maro tidak tertarik untuk menangkap burung pipit. Dan ia bahkan memperingatkan teman-temannya tentang akibat dari pembunuhan dengan menceritakan sebuah cerita kuno yang didengarnya dari ayahnya: “Pada suatu masa yang lalu, seorang lelaki tua menangkap seekor kura-kura dan berkeinginan untuk membunuhnya. Seorang pejabat melihat hal itu dan ingin mengambil kura-kura itu, dan ia memberikan
bajunya untuk d i t u k a r k a n dengan kura-kura tersebut. Kemudian hari, ketika anak dari pejabat itu jatuh kedalam laut, ratusan kura-kura muncul untuk menyelamatkan a n a k k e c i l tersebut.” Inilah kenapa dikatakan bahwa Yakuo-maro adalah seorang anak yang religius.
Ibu Yakuo-maro bernama Ume-giku, setelah sekian lama tidak mendengar kabar dari anaknya di kuil, ia merasa telah terpisah dari anaknya oleh gunung dan lautan. Melihat ke angkasa, ia khawatir mungkin saja anaknya sedang menangis mengingat orangtuanya. Dan ia khawatir kalau anaknya dianiayai oleh orang-orang dikuil itu. Dengan ijin dari suaminya dan tekad bulat, ia akhirnya berangkat ke kuil itu untuk bertemu anaknya dengan membawa beberapa buah pir kesukaan anaknya, dan baju
baru. Meskipun demikian, ia tidak dapat berjumpa dengan anaknya, karena Gunung Kiyosumi tertutup bagi para wanita (Kuil Seichoji, Gunung Kiyosumi adalah kuil dari sekte Tendai Shu). Ia akhirnya duduk diatas batu dan menangis, seorang pencari kayu bakar lewat dihadapannya. Ia berkata kepadanya, agar memberitahukan anaknya bahwa ia ada disini sedang menunggu. Laki-laki itu setuju melakukan hal itu. Yakuo-maro, yang telah memutuskan untuk menjadi seorang bhiksu, tersentuh perasaannya, dan pergi menemui ibunya yang begitu gembira melihat dirinya. Yakuo-maro kemudian memberitahukan ibunya bahwa ia akan menjadi seorang bhiksu untuk menyelamatkan semua orang termasuk kedua orang tuanya dari penderitaan. Mendengar keinginan dari anaknya, Ume-giku terlihat meneteskan air mata kegembiraan, dan membasahi batu tempat ia duduk.
“Batu Air Mata” ini masih ada di
Gunung Kiyosumi sampai hari ini. BERSAMBUNG..
P
Ket. Pertemuan ibu dan anak yang sangat mengharukan. Ket. Yakuo-maro menjadi Bhiksu dengan nama Rencho
Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra
Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai
Sumber Acuan: Buku "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Sidin Ekaputra,SE
RINGKASAN
urna beserta lima ratus peserta pesamuan begitu gembira mendengar ajaran-ajaran Buddha Sakyamuni yang logis dan konsisten, cerita-cerita tentang kehidupan lampauNya dan murid-muridNya, perumpamaan dan kepastian akan masa depan Kebuddhaan dari murid-murid ini. Mereka ingin menari-nari dengan penuh sukacita.
Karena melihat reaksi Purna yang begitu penuh kegembiraan, Sang Buddha juga mengajarkan bahwa Purna juga telah melaksanakan dan membabarkan Saddharma Pundarika Sutra kepada orang lain dalam kehidupan-kehidupannya yang lampau. Kemudian Sang Buddha memberikan kepastian akan masa depan Kebuddhaan kepada Purna, Bhiksu Kaundinya, serta Lima Ratus
arhat lainnya.
Sementara itu, Kelima ratus
arhat bersuka cita atas kepastian
yang diberikan Sang Buddha atas masa depan Kebuddhaan mereka dan mengungkapkan rasa terima kasih mereka dengan menceritakan suatu perumpamaan tentang “Permata
yang Tersembunyi di Balik Pakaian”.
PENJELASAN
“Purna adalah pembabar Dharma tercemerlang di bawah bimbingan tujuh Buddha. Demikian pula h a l n y a i a d i b a w a h bimbinganKu. Ia pun akan tetap seperti itu di bawah bimbingan para Buddha di masa mendatang di Kalpa Orang-orang Bijak ini. Ia akan melindungi ajaran-ajaran para Buddha ini dan membantu mereka membabarkan ajaran mereka.” (P.154, LL.20-24)
etika seseorang menjadi Buddha, ia mampu melihat kehidupan semua mahkluk dari masa lampau, sekarang, dan masa datang. Keberadaan kita tidak hanya berlangsung di masa ini saja. Kita memiliki kehidupan lampau. Kita akan memiliki kehidupan di masa datang. Keberadaan kita adalah kekal abadi. Oleh karena itu apa yang kita perbuat sekarang akan mempengaruhi kita di kehidupan mendatang.
“Ia (Purna) akan mempunyai gelar Kecemerlangan Dharma, Sang Tathagata” (P.154, L.32):
A g a r s u p a y a P u r n a mempunyai gelar Tathagata Kecemerlangan Dharma, ada suatu persyaratan yang mengikuti: Ia akan selalu berupaya keras untuk mengajar semua mahkluk hidup.
Meski kita terus mendatangi Kuil Buddhis Nichiren selama sepuluh atau duapuluh tahun, bukanlah suatu hal yang sederhana untuk mencapai Kebuddhaan. Akan tetapi, jika kita terus mendatangi kuil dan
BAB VIII
Kepastian Masa Depan Kebuddhaan
Lima Ratus Pengikut
Salinan Saddharma Pundarika Sutra dan Komentar Nichiren
Daishonin diantara kata-katanya.
P
mempertahankan hati kepercayaan kita, pastilah kita semakin mendekati pencapaian Nirvana – selangkah demi selangkah.
“Para Dewa dan manusia akan mampu saling bertemu satu dengan lainnya.” (P.155, L.9):
Ketika orang di dunia manusia dan para dewa pelindung di dunia langit dapat saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya, dunia ini akan selalu damai dan penuh suka cita. Ketika kita menyebut Odaimoku, kadang kita dapat berkomunikasi dengan para dewa di dunia langit. Inilah yang disebut dengan
kanno-doko, atau komunikasi antara Buddha dan umat manusia.
“Tidak akan ada lagi daerah iblis ataupun wanita.” (P.155, L.9):
Wanita seringkali dipandang rendah bahkan di masa sekarang di beberapa bagian dunia. Bahkan di Amerika Serikat, wanita baru saja memperoleh hak untuk memilih setelah PD I.
Dalam Buddhisme Mahayana, pria dan wanita adalah setara karena semua orang memiliki benih Kebuddhaan. Kita harus menafsirkan kutipan di atas dalam Saddharma Pundarika Sutra sebagai suatu ilustrasi bahwa tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.
“Semua mahkluk hidup di dunia tersebut akan terlahir tanpa perantaraan apapun.” (P.155, L. 10):
Hal ini menjelaskan bahwa mereka akan terlahir kembali bukan melalui perantaraan seorang ibu atau sebuah telur ataupun kelembaban tetapi melalui karma atau kebijaksanaan spiritual mereka sendiri. Ketika kita mampu mengubah cara berpikir kita,
kita dapat terlahir kembali sebagai seseoarang yang lain, tidak secara fisik namun secara spiritual.
“Mereka akan memancarkan cahaya dari tubuh mereka.” (P.155, L.12):
Kita memancarkan cahaya dari tubuh kita, yang disebut sebagai aura. Cahaya dengan pasti mempengaruhi lingkungan sekitarnya, seperti misalnya ketika seorang yang gembira atau periang memasuki suatu ruangan, semua yang ada di ruangan tersebut akan menjadi gembira.
“Mereka akan beterbangan sekehendak hati mereka.” (P.155, L.13):
Ini berarti bahwa ketika kita mencapai Kebuddhaan, kita akan bebas bagaikan angin karena tidak akan ada lagi halangan yang mengikat diri kita. “Tidak menjadi masalah apakah Saya tinggal di sebuah rumah kecil ataukah rumah besar.”
“Mereka akan hidup dari dua hal: kepuasan di dalam Dharma, dan kepuasan di dalam dhyana.” (P.155, L.15):
Semakin dekat kita kepada Nirvana, semakin kita merasa senang dan puas membaca dan menyebut sutra sambil menikmati keheningan. Meski kita memberi persembahan makanan di altar, persembahan terbaik bagi semua Buddha, Nichiren Shonin, dan leluhur kita adalah dengan menyebut Saddharma Pundarika Sutra dan judul, “Namu Myoho Renge Kyo”. Kita seharusnya meletakkan Butsudan, atau sebuah altar keluarga di ruangan yang hening dalam rumah kita jika hal ini mungkin.
“Bhiksu Kaundinya menjadi
seoarang Buddha bergelar Tathagata Kecemerlangan Dharma... Kelima ratus arhat menjadi Buddha juga bergelar Kecemerlangan universal.” (P. 159, Paragraf ke-2):
Ini adalah poin utama dalam bab 8 dimana Purna, Kaundinya, dan Kelima ratus arhat mendapat jaminan akan masa depan Kebuddhaan. Akan tetapi, pesan yang lebih penting dalam bab ini adalah kalimat yang kemudian menyusul kutipan di atas.
“Semua Sravaka akan pula menjadi Buddha. Beritahukanlah hal ini kepada para Sravaka” (P.160, dua baris terakhir).
Ini menjelaskan bahwa bukan hanya para Sravaka yang hadir di pesamuan agung di puncak Gunung Gridhakurta namun juga kelima ribu sravaka yang telah meninggalkan Sang Buddha dalam bab 2 juga akan mampu mendapat jaminan Kebuddhaan dari Kasyapa. Ini juga termasuk mereka yang hidup di Masa Akhir Dharma. GASSHO.
Ki-Ken-Tai-Icchi dan
Buddhisme
YM.Bhiksu Shinko Matsuda,
Kuil San Jose Myokakuji Betsuin
Pengenalan Tentang “Kendo”
endo” atau “Jalan Pedang” adalah suatu seni yang berhubungan dengan pedang yang muncul dari berbagai macam sekolah para pemain pedang, yang
merupakan sebuah kelompok samurai pada masa lampau di
Jepang. Kembali pada masa itu, satu-satunya metode dari para
pendekar pedang adalah pengunaan sebilah pedang (shinken)
atau pedang dari kayu yang disebut ‘bokken’. Tanpa
ada pelindung, banyak dari para siswa dan guru yang
mengalami luka yang sangat serius dalam masa
pembelajaran.
U n t u k menghilangkan rasa
takut dalam permainan pedang itu agar
tidak melukai satu sama l a i n n y a , m a k a
d i g u n a k a n p e d a n g dari bambu yang
disebut “shinai” dan m e n g u n a k a n
pelindung yang disebut “bogu”. “Shinai”
pertama dibuat dari kira-kira
16-32 bilah bambu dan m e n g u n a k a n
alang-alang untuk m e n y a t u k a n
satu sama lain dan d i t e m p a t k a n
dalam satu kantong kain. Ini disebut
“Fukuro Shinai.” Pada masa sekarang,
“Shinai” terdiri dari 4 bilah bambu yang
berlobang dan diikat m e n j a d i s a t u
dengan tali dari kulit atau nilon. Sedangkan
untuk “Bogu” juga masih menyerupai
“Yoroi” atau pelindung y a n g b i a s a
digunakan para Samurai. Peralatan modern
saat sekarang ini terdiri dari “Men, Kote, Do,
dan Tare; pelindung kepala, senjata / pelindung
lengan, pelindung dada, dan pelindung pinggul.
Ada empat daerah target serangan dalam
“Kendo” yang dijadikan sasaran penyerangan dengan
“Shinai”. Ketiga tipe serangan adalah menyerang bagian
kepala atau “men”, menyerang pergelangan tangan atau
“kote”, dan menyerang bagian tubuh atau “Do.” Dan satu
dorongan “tsuki” adalah mendorong diarah kerongkongan.