ISOLASI DAN PEMISAHAN SENYAWA ALKALOID
DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa Boerl.)
DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR
Sari Defi Okzelia*, Diana Hendrati, Nurdjanah Iljas
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bani Saleh *e-mail : dffy_radcliffe@yahoo.com.
ABSTRACT
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) is a modern separation method that could be used for separating, purifying and determining the composition of chemical compound. Alkaloid is one of secondary metabolite compounds which has function as natural medicine. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.) is usually used by the native as traditional medicine. This research aimed to isolate and separate alkaloid compounds from fruit of Mahkota Dewa using HPLC method. Fruit of Mahkota Dewa was cut into small pieces, dried, then macerated with methanol. Concentrated methanol extract was acidified with hydrochloric acid to pH 2-3 then extracted with dichloromethane-water (1:3). Acidic water fraction then basified and extracted again with dichloromethane-water (1:3). Each of fractions was always tested with Dragendorff reagent and thin layer chromatography to prove the existence of alkaloid. Separation using HPLC was done for basic dichloromethane fraction using C18 (RP-18e) column, isocratic elution with mobile phase 10% acetonitrile and 90% sodium
dihydrogen phosphate in water (pH 3) for 20 minutes. Alkaloids in basic dichloromethane fraction were found six components. Conventional column chromatography was prepared in order to get purer components , using silica gel G60 and 2.5% gradien of chloroform-methanol as eluent. Fraction 3 of 41 fractions, which assumed containing
standard alkaloid, was fractioned by conventional column chromatography again using ODS and methanol-water (7:3) as eluent. Separation by HPLC was done again for fraction 2 and 3 of 20 fractions. The results showed that alkaloid in Mahkota Dewa could be separated using HPLC and obtained two components in fraction 2 and fraction 3 with good resolution but according to the retention time, those alkaloids are not the standard alkaloid used (atropin).
Keywords : Alkaloid, mahkota dewa, liquid chromatography ABSTRAK
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode pemisahan modern yang dapat digunakan untuk pemisahan, pemurnian dan penentuan kadar senyawa. Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai bahan obat alami. Tumbuhan mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.) banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan memisahkan senyawa alkaloid yang terdapat dalam buah mahkota dewa dengan metode KCKT. Buah mahkota dewa dipotong kecil-kecil, dikeringkan, lalu dimaserasi dengan metanol. Ekstrak metanol pekat diasamkan dengan asam klorida 1% sampai pH 2-3 kemudian diekstraksi dengan diklorometana-air (1:3). Fraksi air yang telah diasamkan tersebut dibasakan dengan amonium hidroksida sampai pH 9-10 kemudian diekstraksi lagi dengan diklorometana-air (1:3). Masing-masing fraksi selalu diuji kualitatif dengan pereaksi Dragendorff untuk mengetahui keberadaan alkaloidnya juga dengan kromatografi lapis tipis. Terhadap fraksi diklorometana basa dilakukan pemisahan dengan KCKT menggunakan kolom C18 (RP-18e) dan dielusi secara isokratis menggunakan fase gerak 10% asetonitril dan 90%
larutan kalium dihidrogen fosfat 0,05 M dalam air (pH 3) selama 20 menit. Senyawa alkaloid yang terkandung dalam fraksi diklorometana basa pekat diperoleh enam komponen. Untuk lebih memurnikan alkaloid dilakukan fraksinasi dengan kromatografi kolom klasik menggunakan silika gel G60 dan eluen kloroform-metanol bergradien
2,5%. Fraksi 3 (dari 41 fraksi) yang diduga merupakan senyawa alkaloid standar difraksinasi lagi menggunakan ODS dengan eluen metanol-air (7:3). Terhadap fraksi 2 dan 3 (dari 20 fraksi) dilakukan kembali pemisahan dengan KCKT. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa senyawa alkaloid dalam buah mahkota dewa dapat dipisahkan
P-ISSN 2549-9629 E-ISSN 2549-9866
Tersedia online di http://jnh.stikesbanisaleh.ac.id Submisi: 15-06-2017
Review: 04-07-2017 Accepted : 07-08-2017 Publish :30-09-2017
dengan KCKT sehingga dihasilkan dua komponen pada fraksi 2 dan fraksi 3. Akan tetapi berdasarkan waktu retensi yang diperoleh, senyawa alkaloid tersebut bukan merupakan senyawa alkaloid standar (atropin).
Kata kunci : Alkaloid, mahkota dewa, kromatografi cair
PENDAHULUAN
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.) merupakan tanaman tropis yang berasal dari Papua yang banyak digunakan sebagai bahan obat. Sejak zaman dahulu,
masyarakat Indonesia banyak yang
memanfaatkan tanaman mahkota dewa untuk mengobati berbagai macam penyakit mulai dari penyakit ringan sampai penyakit berat. Akhir-akhir ini, mahkota dewa telah menjadi populer dan banyak dijual secara komersial di toko obat, apotek dan rumah sakit. Mahkota dewa bahkan telah menjadi tanaman primadona sebagai obat serbaguna (Harmanto, 2002).
Menurut Gotawa dkk. (1999) di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin dan flavonoid sementara dalam daunnya terkandung alkaloid, saponin serta polifenol. Menurut Lisdawati dkk. (2007) daging buah mahkota dewa mengandung senyawa lignan yang juga termasuk ke dalam golongan senyawa polifenol. Selain itu menurut Simanjuntak (2008) juga diperoleh senyawa golongan asam lemak,
steroid, benzofenon glikosida dan
karbohidrat dalam buah mahkota dewa. Keberadaan alkaloid dalam buah mahkota dewa merupakan salah satu alasan penting tanaman tersebut dapat mengobati berbagai
macam penyakit. Berdasarkan
penelitianyang dilakukan oleh Ramadani (2010), alkaloid dalam buah mahkota dewa
dapat dipisahkan dengan metode
kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis, serta didapatkan kadar alkaloid total
yang ditetapkan dengan metode
spektroskopi UV-Vis dalam buah mahkota dewa adalah sekitar 0,0037%. Penelitian dengan menggunakan metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) belum
dilakukan.
Tanaman mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa Boerl.) termasuk dalam famili
Thymelaeaceae. P. macrocarpa Boerl. atau
P. papuana Warb. var Wichnannii (Val.)
Backmemiliki beberapa sebutan lain. Di
daerah Sumateradikenal dengan nama
simalakama. Di Jawa Tengah dikenal juga dengan nama makuto dewo, makuto rujo, dan makuto ratu. Di Banten dikenal sebagai raja obat, mahkota raja dan mahkota ratu sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan nama mahkota dewa (Ramadani, 2010).
Penelitian ilmiah menyatakan bahwa
mahkota dewa memiliki banyak efek farmakologi. Daun dan buah mahkota dewa diketahui mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol yang memiliki efek farmakologi yaitu antihistamin, antioksidan, efek sitotoksik, dan antiradang. Daging dan kulit buah bisa digunakan sebagai obat rematik, asam urat, kanker, diabetes, dan tekanan darah tinggi. (Harmanto, 2002).
METODE PENELITIAN
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mahkota dewa yang berwarna merah marun, berumur sekitar 3 tahun dan tidak cacat yang didapatkan dari kecamatan Sukajadi, Kota Bandung.
Isolasi alkaloid dilakukan dengan
metode maserasi dan ekstraksi,
kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan dengan menggunakan plat berlapis silika
gel GF254 dan ODS, kromatografi kolom
dilakukan dengan silika gel G60 dan ODS
di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA Unpad. Pemisahan alkaloid dengan KCKT dilakukan dengan alat KCKT Hewlett Packard seri 1100 di Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia
FMIPAkUnpad. Gambar 1 menunjukkan
diagram alir tahapan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pendahuluan
Kloroform amoniakal ditambahkan ke dalam serbuk buah mahkota dewa. Hal ini bertujuan untuk membebaskan alkaloid dari bentuk garamnya kar=na menurut Cordell (1981), kebanyakan alkaloid di alam berada dalam bentuk garamnya, yang terikat dengan asam organik. Dengan adanya amonia maka alkaloid akan
terbebas dari garamnya membentuk
alkaloid bebas yang kemudian terbawa
oleh kloroform pada fase organik.
Selanjutnya difiltrasi dengan kapas untuk
menghilangkan residu sampel yang
berbentuk serbuk dan untuk mengambil fase organiknya saja. Ke dalam fase organik kemudian ditambahkan larutan asam sulfat 2 N untuk membentuk kembali garam alkaloid yang larut dalam air. Fase air asam diuji keberadaan alkaloidnya dengan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Wagner.
Uji positif dengan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Wagner ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat hingga
kuning. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi antara atom nitrogen pada senyawa alkaloid dengan logam yang terkandung
dalam pereaksi-pereaksi tersebut
membentuk senyawa kompleks. Reaksi
alkaloid dengan pereaksi Dragendorff terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi alkaloid dengan pereaksi Dragendorff
Tabel 1.
Hasil uji kualitatif alkaloid pada buah mahkota dewa.
Pereaksi Hasil
Dragendorff + (endapan coklat tua)
Wagner + (endapan kuning muda)
Keterangan: (+) mengandung alkaloid :(-) tidak mengandung alkaloid Isolasi Alkaloid
Sebanyak 153,7 gram sampel buah mahkota dewa yang telah kering dan
dihaluskan diekstraksi dengan cara
maserasi dengan menggunakan pelarut metanol.
Ekstrak metanol dipekatkan dengan alat
rotary evaporatorR-200 Buchi pada suhu
40°C. Pemanasan dilakukan pada suhu
40°C untuk menghindari degradasi
senyawa karena suhu tinggi. Ekstrak pekat hasil maserasi didapatkan sebanyak 32,30 gram. Ekstrak pekat ini diuji kembali keberadaanalkaloidnya dengan pereaksi Dragendorff. Hasil uji menyatakan ekstrak pekat mengandung alkaoid sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1.
Selanjutnya ke dalam ekstrak pekat ditambahkan larutan asam klorida 1% sampai pH 2,68.
Ekstrak dipartisi dengan diklorometana-air. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan asam-asam organik yang lepas serta senyawa organik lain yang tidak larut dalam air, yang akan terdistribusi ke dalam fase organik (diklorometana) asam. Garam alkaloid sendiri akan terdistribusi dalam fase air asam. Fase diklorometana asam akan berada di bagian bawah karena diklorometana mempunyai berat jenis
yang lebih besar daripada air yaitu 1,318 g/mL (25 °C). Fraksi air asam dan fraksi diklorometana asam diuji kembali keberadaan alkaloidnya dengan pereaksi Dragendorff.Dari hasil uji dapat diketahui bahwa fraksi air asam mengandung alkaloid, sedangkanfraksi diklorometana asam tidak mengandung alkaloid.
Fraksi air asam kemudian dibasakan dengan penambahan amonium hidroksida pekat sampai pH 9,88.Fraksi air basa lalu
dipartisi dengan diklorometana agar
alkaloid bebas terekstraksi ke dalam fase diklorometana basa, sedangkan garam amonium klorida yang terbentuk akan terekstraksi ke dalam fase air. Fraksi diklorometana basa dan fraksi air basa
diuji keberadaan alkaloidnya dengan
pereaksi Dragendorrf.Dari hasil uji
berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa di dalam fraksi diklorometana basa mengandung alkaloid, sedangkan di dalam fraksi air basa tidak mengandung alkaloid. Fraksi diklorometana basa dipekatkan
sehingga diperoleh ekstrak pekat
diklorometana basa sebanyak 77,3 mg. Identifikasi Alkaloid dengan KLT
Untuk ekstrak diklorometana pekat KLT dilakukan dengan menggunakan plat
silika gel GF254 sebagai fase diam dan
klorofom-metanol (9,5:0,5) sebagai fase gerak, dihasilkan 5 noda. Noda keempat sama dengan senyawa alkaloid standar
yaitu atropin dengan Rf 0,76. Noda
keempat ini diduga sebagai atropin yang
nantinya akan dijelaskan dengan
pemisahan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi.
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Kromatografi kolom dilakukan dengan
menggunakan fase diam silika gel G60
yang berukuran 70-230 mesh, sedangkan
fase gerak yang digunakan adalah
klorofom dan metanol dengan elusi bergradien 2,5% (kromatografi kolom pertama).
Fraksi hasil kromatografi kolom
ditampung sebanyak 39 fraksi.
Fraksi-fraksi yang diperoleh kemudian
ditunjukkan dengan KLT.
Dari hasil KLT fraksi-fraksi pada kromatografi kolom, didapatkan bahwa target yang diduga atropin terdapat hanya pada fraksi 3. Untuk menjelaskan dugaan bahwa pada fraksi 3 terkandung atropin, selanjutnya fraksi 3 dipisahkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi.
Ekstrak diklorometana basa pekat dan fraksi 2-5 pada kromatografi kolom
pertama selanjutnya dibuktikan dan
dipisahkan dengan KCKT. Sebelum
dilakukan pemisahan dengan KCKT, fase gerak yang digunakan harus disaring terlebih dahulu. Penyaringan ini dilakukan dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,5 µm, yang bertujuan untuk memisahkan fase gerak dari partikel-partikel pengotor dan menghindarkan tumbuhnya mikroorganisme yang dapat merusak kolom fase diam.
Gambar 3. Kromatogram KLT ekstrak
diklorometana basa pekat
dengan fase diam silika gel
G60, fase gerak kloroform dan
metanol (9,5:0,5).
Selain itu udara terlarut dalam fase gerak juga dihilangkan agar tidak terdapat puncak udara pada kromatogram yang mengganggu pemisahan. Udara terlarut dihilangkan dengan proses sonifikasi menggunakan alat sonikator. Selain itu udara terlarut juga dapat dihilangkan dengan mengalirkan gas inert seperti helium.
KCKT yang dilakukan untuk pemisahan alkaloid dilakukan menggunakan kolom
fase terbalik yaitu C18 (RP-18e), fase gerak
10% asetonitril dan 90% kalium
dihidrogen fosfat0,05 M dalam air (pH 3), laju alir 1,0 mL/menit, suhu kolom 27,5°C (ambien), detektor UV pada panjang
Noda3 Noda 4 Standar Atropin Noda1 Noda2 Noda5
gelombang 210 nm dan volume injeksi 20 µL.
Larutan KH2PO4 0,05 Mdiasamkan
dengan larutan asam fosfat 10% hingga mencapai pH 3,00. Asam fosfat digunakan karena merupakan asam lemah dari garam
KH2PO4 sehingga membentuk larutan
buffer yang mempunyai pH stabil.
Pengaturan pH menjadi 3 dilakukan karena menurut literatur, senyawa alkaloid terelusi lebih cepat pada pH rendah. Hal ini
disebabkan amina yang terprotonasi
menjadi lebih polar pada pH rendah,
sehingga tidak tertahan dalam kolom C18
(RP-18e) yang nonpolar.
Gambar 4.Kromatogram KCKT senyawa
alkaloid standar (atropin)
dengan fase gerak 10%
asetonitril dan 90% KH2PO4
0,05 M dalam air (pH 3), elusi
isokratis, kolom RP-18e,
volume injeksi 20 µL, laju alir 1,0 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 210 nm.
Gambar 5. Kromatogram KCKT ekstrak diklorometana basa dengan fase gerak 10% asetonitril dan
90% KH2PO4 0,05 M dalam air
(pH 3), elusi isokratis, kolom RP-18e, volume injeksi 20 µL, laju alir 1,0 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 210 nm.
Untuk lebih memurnikan senyawa alkaloid yang diduga atropin dalam buah
mahkota dewa, dilakukan kembali
fraksinasi dengan kromatografi kolom. Kromatografi kolom dilakukan untuk fraksi 3 dengan menggunakan fase diam ODS dan fase gerak metanol dan air (7:3) secara isokratis. Kromatografi kolom yang kedua ini dilakukan dengan kolom fase terbalik, tidak seperti kromatografi kolom yang pertama yang menggunakan kolom fase normal. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah memisahkan senyawa pada fraksi 3 yang massanya sudah sangat sedikit dan juga agar pemisahan dapat berlangsung lebih baik. Pemilihan fase
gerak dilakukan dengan KLT
menggunakan plat ODS.
Gambar 6.Kromatogram KCKT fraksi 3
hasil kromatografi kolom
pertama dengan fase gerak
10% asetonitril dan 90%
KH2PO4 0,05 M dalam air (pH
3), elusi isokratis, kolom RP-18e, volume injeksi 20 µL, laju alir 1,0 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 210 nm.
Fraksi-fraksi hasil kromatografi
kolom yang kedua ini selanjutnya
dipisahkan dengan KCKT.
Berdasarkan kromatogram pada Gambar 5, pemisahan terhadap fraksi diklorometana basa pekat dengan metode
KCKT menghasilkan 6 komponen
senyawa alkaloid. Setelah dilakukan
fraksinasi dengan kromatografi kolom klasik, senyawa alkaloid tersebut menjadi
lebih murni yaitu menghasilkan 4
komponen pada fraksi 3 sesuai Gambar 6. Fraksinasi dengan kromatografi kolom
yang dilakukan kembali terhadap fraksi 3 dan menghasilkan 2 komponen senyawa alkaloid sesuai Gambar 7.
Gambar 7. Kromatogram KCKT fraksi 2
hasil kromatografi kolom
kedua dengan fase gerak 10%
asetonitril dan 90% KH2PO4
0,05 M dalam air (pH 3), elusi
isokratis, kolom RP-18e,
volume injeksi 20 µL, laju alir 1,0 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 210 nm.
Fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom yang kedua ini selanjutnya dipisahkan dengan KCKT.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1) Senyawa alkaloid dalam buah mahkota dewa dapat dipisahkan dengan metode KCKT, dengan kondisi pemisahan: Fase gerak : 10% asetonitril dan 90%
larutan KH2PO4 0,05 M
dalam air (pH 3)
Kolom : C18 (RP-18e)
Laju alir : 1,0 mL/menit
Detektor : UV 210 nm
Volume injeksi: 20 µL
2) Jumlah komponen senyawa alkaloid yang dapat dipisahkan adalah enam
komponen pada ekstrak pekat.
Dilakukan fraksinasi dengan
kromatografi kolom sehingga diperoleh senyawa alkaloid yang lebih murni yaitu empat komponen pada fraksi setelah kromatografi kolom pertama dan dua komponen pada fraksi setelah kromatografi kolom kedua.
3) Salah satu senyawa alkaloid yang terkandung dalam buah mahkota dewa bukan merupakan senyawa alkaloid
(atropin) yang digunakan sebagai
standar. Daftar Pustaka
Cordell, G.A. 1981. Introduction to
Alkaloid A Biogenetic Approach.
John Willey & Sons., Inc. New York. Djarwis, D. 2004. Teknik Penelitian Kimia
Organik Bahan Alam. Workshop
Peningkatan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan. FMIPA. Universitas Andalas.
Fessenden, R.J. & J.S. Fessenden. 1986.
Organic Chemistry. Third Edition.
Wadsworth. California.
Gotawa, I.B.I., S. Sugiarto, M. Nurhadi, Y. Widiyastuti, S. Wahyono & I.J. Prapti. 1999. Inventaris Tanaman
Obat Indonesia. Jilid V. Departemen
Kes. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta, hal. 147-148.
Harmanto, N. 2002. Mahkota Dewa : Obat
Pusaka Para Dewa. Agro Media
Pustaka. Jakarta.
Lisdawati, V., S. Wiryowidagdo & L.B.S. Kardono. 2007. Isolasi dan Elusidasi
Struktur Senyawa lignan dan Asam Lemak dari Ekstrak Daging Buah Phaleria macrocarpa. Buletin penelitian Kesehatan. 35, 115-124.
Ramadani, N. 2010. Analisis dan
Identifikasi Senyawa Alkaloid dalam Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dan Kromatografi Kolom.
FMIPA. Universitas Padjadjaran.
Simanjuntak, P. 2008. Identifikasi
Senyawa Kimia dalam Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa), Thymelaceae. Jurnal
Ilmu Kefarmasian Indonesia. 6, 23-28.