• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia Utara. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat). Buahnya juga disebut manggis, berwarna merah keunguan ketika matang, meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah (Reza, 2005).

Gambar 2.1. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) (Wikipedia, 2010).

2.1.1. Botani Tanaman

Berdasarkan hasil penelitian determinasi tumbuhan, klasifikasi botani pohon manggis adalah sebagai berikut:

(2)

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Guttiferae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L.

2.1.2 Deskripsi

Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sejenis pohon hijau abadi dari daerah tropika yang diyakini berasal dari Kepulauan Nusantara. Tumbuh hingga mencapai 7 sampai 25 meter. Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia (ICUC, 2003).

Pohon manggis dapat tumbuh di dataran rendah sampai di ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian di bawah 500-600 m dpl. Pusat penanaman pohon manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan Sulawesi Utara (Prihatman, 2000).

Buah ini mengandung xanthone. Xanthone mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. Sehingga di luar negeri buah manggis dikenal sebagai buah yang memiliki kadar antioksidan tertinggi di dunia. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna

(3)

termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Reza, 2006).

Gambar 2.2. Kandungan buah manggis (Wikipedia, 2012).

2.1.3. Fitokimia pada Kulit Manggis

Kandungan yang terdapat dalam daging buah manggis antara lain gula sakarosa, dekstrosa, dan levulosa. Dalam takaran tiap 100 gram sajian buah manggis terdiri dari 79,2 gram air, 0,5 gram protein, 19,8 gram karbohidrat, 0,3 gram serat, 11 mg kalsium, 17 mg fosfor, 0,9 mg besi, 14 IU vitamin A, 66 mg vitamin C, 0,09 mg vitamin B1 (Thiamin), 0,06 mg vitamin B2 (riboflavin), dan 0,1 mg vitamin B5 (niasin).

Antioksidan yang unik dengan kadar tinggi pada kulit buah manggis adalah senyawa xanthone. Senyawa xantone yang telah teridentifikasi, diantaranya adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis (3-metil-2-butenil) -9H-xanten-9 dan 1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-bis (3-metil-2-butenil) -9Hxanten-9-on. Keduanya lebih dikenal dengan nama alfa mangostin dan gamma mangostin (Jinsart, 1992).

Ho et al (2002) melaporkan senyawa xantone yang diisolasi dari kulit buah manggis, ternyata juga menunjukkan aktivitas farmakologi yaitu garcinon E. Lebih

(4)

lanjut, Jung et al (2006) berhasil mengidentifikasi kandungan xantone dari ekstrak larut dalam diklorometana, yaitu 2 xantone terprenilasi teroksigenasi dan 12 xantone lainnya.

Pemanfaatan kulit buah manggis sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu. Kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai pengobatan di negara India, Myanmar Sri langka, dan Thailand (Mahabusarakam et al., 1987). Secara luas, masyarakat Thailand memanfaatkan kulit buah manggis untuk pengobatan penyakit sariawan, disentri, cystitis, diare, gonorea, dan eksim (ICUC, 2003). Di era modern, pemanfaatan kuliat buah manggis secara luas di negara tersebut memicu minat para ilmuwan untuk menyelidiki dan mengembangkan lebih lanjut aspek ilmiah keberkhasiatan kulit buah manggis tersebut.

2.1.3.1. Aktivitas Antihistamin

Dalam reaksi alergi, komponen utama yang mengambil peran penting adalah sel mast, beserta mediator-mediator yang dilepaskannya yaitu histamin dan serotonin. Alergi disebabkan oleh respon imunitas terhadap suatu antigen ataupun alergen yang berinteraksi dengan limfosit B yang dapat memproduksi imunoglobulin E (IgE). Berhubungan dengan reaksi alergi atau pelepasan histamin tersebut, Chairungsrilerd et al. (1996a, 1996b, 1998) melakukan pengujian ekstrak metanol kulit buah manggis terhadap kontraksi aorta dada kelinci terisolasi yang diinduksi oleh histamin maupun serotonin.

Dari analisa Nakatani et al. (2002a), komponen-komponen aktif dari fraksi lanjutan hasil dari kromatografi gel silika, mengindikasikan bahwa senyawa aktifnya adalah alfa dan gamma mangostin. Alfa mangostin sendiri mampu menunjukkan

(5)

aktivitas penghambatan kontraksi trakea marmut terisolasi dan aorta torak kelinci terisolasi, yang diinduksi simetidin, antagonis reseptor histamin H2. Namun, senyawa tersebut tidak menunjukkan aktivitas pada kontraksi yang diinduksi karbakol, fenilefrin dan KCl. Alfa mangostin juga mampu menghambat ikatan [3H] mepiramin terhadap sel otot polos tikus. Senyawa terakhir tersebut merupakan antagonis spesifik bagi reseptor histamin H1. Dari analisa kinetika ikatan [3H] mepiramin mengindikasikan bahwa alfa mangostin menghambat secara kompetitif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa alfa mangostin tersebut dikategorikan sebagai pengeblok reseptor histaminergik khususnya H1, sedangkan gamma mangostin sebagai pengeblok reseptor serotonergik khususnya 5-hidroksitriptamin 2A atau 5HT2A.

Lebih lanjut, Nakatani et al. (2002a) melakukan penelitian ke arah mekanisme ekstrak kulit buah manggis tersebut. Pada penelitian tersebut ekstrak kulit manggis yaitu: etanol 100%, 96%, 70 %, 40% dan air, diuji terhadap sintesa prostaglandin E2 dan pelepasan histamin. Ekstrak etanol 96% menunjukkan efek paling poten dalam menghambat pelepasan histamin dari sel 2H3- RBL yang diperantarai IgE. Pada reaksi anafilaksis kutaneus pasif, semua ekstrak kulit manggis juga menunjukkan aktivitas penghambatan reaksi tersebut. Dari penelitian ini, ekstrak etanol 96 % buah manggis adalah paling poten dalam menghambat sintesa PGE2 dan pelepasan histamin.

2.1.3.2. Anti inflamasi

Penelitian mengenai aktivitas anti inflamasi dari kulit buah manggis sampai saat ini baru dilakukan pada tahapan in vitro dan untuk tahap in vivo baru pada penelitian

(6)

dengan metode tikus terinduksi karagenen. Dari hasil penelitian diduga bahwa senyawa yang mempunyai aktivitas anti inflamasi adalah gamma mangostin. Gamma mangostin merupakan xantone bentuk diprenilasi tetraoksigenasi, Nakatani et al. (2002b) melakukan penelitian aktivitas anti inflamasi in vitro dari gamma mangostin terhadap sintesa PGE2 dan siklooksigenase (COX) dalam sel glioma tikus C6. Kedua senyawa dan enzim tersebut merupakan mediator terpenting dalam terjadinya reaksi inflamasi. Gamma-mangostin menghambat secara poten pelepasan PGE2 pada sel glioma tikus C6.

Gamma mangostin menghambat perubahan asam arakidonat menjadi PGE2 dalam mikrosomal, ini ada kemungkinan penghambatan pada jalur siklooksigenase. Pada percobaan enzimatik in vitro, senyawa ini mampu menghambat aktivitas enzim COX-1 dan COX-2. Dari penelitian ini, gamma mangostin mempunyai aktivitas anti inflamasi dengan menghambat aktivitas siklooksigenase (COX).

Lebih lanjut, Nakatani et al. (2004) mengkaji pengaruh gamma mangostin terhadap ekspresi gen COX-2 pada sel glioma tikus C6. Gamma mangostin menghambat ekspresi protein dan mRNA COX-2 yang diinduksi lipopolisakarida, namun tidak berefek terhadap ekspresi protein COX-1. Lipopolisakarida berfungsi untuk stimulasi fosforilasi inhibitor kappaB (IkappaB) yang diperantarai IkappaB kinase, yang kemudian terjadi degradasi dan lebih lanjut menginduksi translokasi nukleus NF-kappaB sehingga mengaktivasi transkripsi gen COX-2. Berkaitan dengan itu, gamma mangostin tersebut juga menghambat aktivitas IkappaB kinase dan menurunkan degradasi IkappaB dan fosforilasi yang diinduksi LPS. Pada luciferase reporter assay, senyawa tersebut menurunkan aktivasi NF-kappaB diinduksi LPS dan proses transkripsi gen COX-2 yang tergantung daerah penghasil

(7)

gen COX-2 manusia. Temuan tersebut didukung hasil penelitian in vivo, gamma mangostin mampu menghambat inflamasi udema yang diinduksi karagenen pada tikus. Dari penelitian ini dapat dibuat resume: gamma mangostin secara langsung menghambat aktivitas enzim Ikappa B kinase, untuk kemudian mencegah proses transkripsi gen COX-2 (gen target NFkappaB), menurunkan produksi PGE2 dalam proses inflamasi.

2.1.3.3. Anti Oksidan

Dalam Moongkarndi et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan. Selanjutnya, Weecharangsan et al. (2006) menindak-lanjuti hasil penelitian tersebut dengan melakukan penelitian aktivitas antioksidan beberapa ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50% dan 95%, serta etil asetat. Metode yang digunakan adalah penangkatapan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas, dan ekstrak air dan etanol mempunyai potensi lebih besar. Dari hasil skrining aktivitas antioksidan dari senyawa-senyawa tersebut, yang menunjukkan aktivitas poten adalah: 8-hidroksikudraxanton, gartanin, alfa mangostin, gamma mangostin dan smeathxanton A.

2.1.3.4. Anti Kanker

Hingga saat ini, pengobatan kanker masih tidak memuaskan. Oleh karena itu, penelitian penemuan obat kanker masih gencar dilakukan. Salah satu tanaman obat yang menjadi objek kajian adalah kulit buah manggis. Ho et al. (2002) berhasil

(8)

mengisolasi beberapa senyawa xanton dan menguji efek sitotoksisitas pada sel line kanker hati. Berdasarkan penelitian tersebut, senyawa garsinon E menunjukkan aktivitas sitotoksisitas paling poten.

Sementra itu, Moongkarndi et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak metanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas sangat poten dalam menghambat proliferasi sel kanker payudara, dan menunjukkan aktivitas apoptosis.

Di lain pihak, Matsumoto et al. (2003) melakukan uji serupa yaitu aktivitas antiproliferatif dan apoptosis pada pertumbuhan sel leukimia manusia. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, alfa mangostin menunjukkan aktivitas anti proliferasi dan apoptosis terpoten diantara senyawa xanton lainnya.

Pada tahun 2004, Matsumoto et al. melanjutkan penelitian tersebut untuk mempelajari mekanisme apoptosis dari alfa mangostin. Alfa mangostin diduga kuat memperantarai apoptosis jalur mitokondria, ini didasari oleh perubahan mitokondria setelah perlakuan senyawa tersebut selama 1-2 jam. Perubahan mitokondria tersebut meliputi: pembengkakan sel, berkurangnya potensial membran, penurunan ATP intraseluler, akumulasi senyawa oksigen reaktif (ROS), dan pelepasan c/AIF sitokrom sel. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa target aksi alfa mangostin adalah mitokondria pada fase awal sehingga menghasilkan apoptosis pada sel line leukimia manusia.

Nabandith et al. (2004) melakukan penelitianin vivo aktivitas kemopreventif alfa mangostin pada lesi preneoplastik putatif yang terlibat pada karsinogenesis kolon tikus, yang diinduksi 1,2-dimetilhidrazin (DMH). Pemberian senyawa tersebut selama 4-5 minggu, menghambat induksi dan perkembangan aberrant crypt foci (ACF), menurunkan dysplastic foci (DF) dan betacatenin accumulated crypts

(9)

(BCAC). Pada pelabelan antigen nukleus sel yang mengalami proliferasi, senyawa tersebut menurunkan terjadinya lesi fokal dan epitelium kolon tikus.

2.1.3.5. Anti Mikoorganisme

Selain memiliki beberapa aktivitas farmakologi seperti di atas, kulit buah manggis juga menunjukkan aktivitas antimikroorganisme. Suksamrarn et al. (2003) bersama kelompoknya asal Thailand, melakukan penelitian potensi antituberkulosa dari senyawa xanton terprenilasi yang diisolasi dari kulit buah manggis. Seperti pada hasil penelitian sebelumnya, alfa mangostin, gamma-mangostin dan garsinon B juga menunjukkan aktivitas paling poten pada percobaan ini. Ketiga senyawa tersebut menghambat kuat terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Hasil temuan tersebut ditindaklanjuti peneliti asal Osaka Jepang, Sakagami et al. (2005). Fokus pada alfa-mangostin, kali ini senyawa tersebut diisolasi dari kulit batang pohon untuk memperoleh jumlah yang besar. Alfa-mangostin aktif terhadap bakteri Enterococci dan Staphylococcus aureus yang masing-masing resisten terhadap vancomisin dan metisilin. Ini diperkuat dengan aktivitas sinergisme dengan beberapa antibiotika (gentamisin dan vancomisin) terhadap kedua bakteri tersebut.

Sementara itu, Mahabusarakam et al. (2006) melakukan pengujian golongan xantone termasuk mangostin, pada Plasmodium falciparum. Hasil menunjukkan bahwa mangostin mempunyai efek antiplasmodial level menengah, sedangkan xanton terprenilasi yang mempunyai gugus alkilamino menghambat sangat poten.

(10)

2.1.4. Khasiat Kulit Manggis

Kulit manggis dikategorikan sebagai limbah. Kulit buah manggis mengandung air 62,05%, abu 1,01%, lemak 0,63%, protein 0,71%, total gula 1,17%, dan karbohidrat 35,61%. Berbagai hasil penelitian menunjukkan kulit buah manggis kaya akan antioksidan, terutama antosianin, xanthone, tanin, dan asam fenolat. Radikal bebas (atom atau kelompok atom yang dalam keadaan bebas alias tidak terikat dengan gugus lain) dapat menangkap molekul hydrogen, asam lemak, logam berat yang pada akhirnya memicu beragamnya penyakit degeneratif (Kresno, 2001).

2.1.4.1. Xanthone

Antioksidan yang unik dengan kadar tinggi pada kulit buah manggis adalah senyawa xanthone. Turunan senyawa xanthone yang sudah diidentifikasi ada 14 jenis, dan senyawa yang paling banyak pada kulit buah manggis adalah alfa mangostin. Berbagai penelitian menunjukkan, senyawa xanthone memiliki sifat sebagai antidiabetes, antikanker, antiperadangan meningkatkan kekebalan tubuh, antibakteri, antifungi, antiplasmodial, dan aktivitas sitotoksik. Senyawa alfa mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon (Prihatman, 2000).

(11)

Xanthone juga bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor. Kemampuan antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai antioksidan yang paling efektif. Kandungan alfa mangostin dan gamma mangostin pada buah manggis juga bersifat sebagai antibakteri. Alfa mangostin juga diketahui mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan antibiotika yang berada di pasaran seperti amphicillin dan minocycline. Penelitian xanthone telah dimulai sejak tahun 1970 dan hingga kini telah ditemukan lebih dari 40 jenis xanthone, di antaranya adalah alpha mangostin dan gamma mangostin yang dipercaya memiliki kemampuan mencegah berbagai penyakit. Kedua jenis xanthone tersebut dapat membantu menghentikan inflamasi (radang) dengan cara menghambat produksi enzim COX-2 yang menyebabkan inflamasi (Nakatani et al., 2004).

Penelitian lain menunjukkan bahwa gamma mangostin mempunyai efek anti radang lebih baik daripada obat antiinflamasi lain yang dijual di pasaran. Xanthone jenis ini dapat menghindarkan berbagai penyakit yang disebabkan peradangan, seperti artritis dan alzheimer (Nakatani et al., 2004).

2.1.4.2. Antosianin

Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang terdapat pada tanaman. Pigmen ini banyak ditemukan pada buah-buahan, sayuran, dan bunga seperti anggur, stroberi, rasberi, ceri, apel, bunga mawar, dan bunga sepatu. Pigmen antosianin tergolong ke dalam turunan benzopiran. Seluruh senyawa antosianin merupakan turunan dari kation flavium. Dua puluh jenis senyawa antosianin telah ditemukan, tetapi hanya enam yang berperan penting dalam bahan pangan, yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin.

(12)

Senyawa-senyawa lainnya sangat jarang ditemukan. Senyawa antosianin memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan berperan cukup penting dalam mencegah penyakit neuronal, kardiovaskuler, kanker, dan diabetes (Subowo, 1993).

2.1.4.3. Tanin

Tanin mempunyai rasa sepat dan dapat digunakan dalam menyamak kulit. Tanin terdiri atas berbagai asam fenolat. Beberapa senyawa tanin mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor, dan menghambat enzim seperti reverse transkriptase dan DNA topoisomerase, antidiare, hemostatik, dan antihemoroid. Selain menyebabkan rasa pahit dan sepat, tanin mampu membentuk kompleks kuat dengan protein sehingga menghambat proses absorpsi protein dalam pencernaan, atau bersifat antinutrisi. Karena itu, kadar tanin dalam produk pangan perlu dikurangi sampai kadar aman dan baik untuk pencernaan (Moongkarndi et al., 2004).

2.1.5. Pemanfaatan Kulit Manggis

Di beberapa negara Asia dan Afrika, buah manggis, terutama kulitnya, banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk diare, disentri, dan infeksi. Hasil penelitian terbaru di Jepang menunjukkan, ekstrak kulit buah manggis yang mengandung lebih dari 90% xanthone (campuran alfa mangostin 80-90% dan gamma mangostin 5-10%) mampu berperan dalam mengobati kanker dan direkomendasikan sebagai pendamping dalam pengobatan kanker (cancer therapeutic). Kulit buah manggis juga telah dimanfaatkan untuk menyamak kulit, sebagai zat pewarna, pengawet, dan insektisida (Prihatman, 2000).

(13)

kulit buah manggis mengandung kadar resin, tanin, serat kasar, dan komponen lainnya yang tidak dapat dicerna tubuh pada kadar tinggi. Beberapa kasus dapat muncul akibat mengonsumsi kulit buah manggis dalam bentuk tepung tanpa perlakuan yang baik, seperti gangguan pada ginjal dan usus serta beberapa organ tubuh lainnya. Kulit manggis dapat juga berguna untuk mengobati sariawan dengan cara air rebusan kulit manggis yang telah dingin dan disaring kemudian digunakan untuk berkumur, dapat dilakukan tiga sampai enam kali sehari (Subowo, 1993).

2.2. Luka Traumatik 2.2.1. Definisi

Luka didefinisikan sebagai suatu kerusakan integritas epitel dari kulit atau terputusnya kesatuan struktur anatomi normal dari suatu jaringan akibat suatu trauma. Definisi lain menyebutkan luka sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Luka traumatik adalah luka akibat trauma fisik pada kulit atau mukosa yang dapat terjadi karena terkena benda panas atau rokok, makanan yang tajam atau keras, tergigit ketika makan, berbicara bahkan tidur. Suatu lesi yang disebabkan oleh luka traumatik yang melibatkan rongga mulut mungkin secara khas menimbulkan pembentukan permukaan ulserasi (Scully, 2003; Greenberg, 2008).

Trauma adalah penyebab paling umum dari ulserasi membran mukosa oral. Terbentuknya luka dapat dipengaruhi faktor mekanis, kimia, elektris maupun termal. Gigi yang fraktur, karies, malposisi dan malformasi ataupun ill fitting denture juga berperan dalam proses terbentuknya lesi traumatik (Houston, 2009). Trauma fisik lain yang biasa terjadi termasuk pipi atau lidah yang tergigit, atau bahkan trauma dari sebuah sikat gigi karena terlalu bersemangat menyikat gigi (Jordan and Lewis, 2004).

(14)

2.2.1.1. Luka Akut

Pada keadaan akut, hilangnya epitel permukaan digantikan oleh jaringan fibrin yang mengandung neutrofil, sel degenerasi dan fibrin. Secara klinis, luka dapat dibedakan menjadi tipe akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu atau luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah diharapkan. Luka akut biasanya terjadi pada individu yang normal, sehat dan dapat dilakukan penutupan luka secara primer atau dibiarkan menyembuh secara sekunder. Sebagian besar luka yang terjadi akibat trauma pada organ atau jaringan dapat dikatagorikan sebagai luka akut.

Menurut Fawcett (2002) luka akut akan mencapai penyembuhan normal melalui proses penyembuhan yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk mencapai pemulihan integritas anatomi dan fungsi. Luka disebut akut bila luka tersebut baru atau mencapai kemajuan penyembuhan luka sesuai yang diharapkan.

2.2.1.2. Luka Kronis

Pada keadaan kronis, terdapat jaringan granulasi dan jaringan parut, eosinofil dan infiltrasi makrofag dalam jumlah banyak.. Pada kondisi kronis terdapat indurasi di jaringan sekitar. luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. luka kronik adalah luka yang tidak sembuh dalam waktu yang diharapkan. Hal yang penting adalah pada luka kronik proses penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak bertambah kecil atau tidak bertambah dangkal. Meskipun dasar luka tampak merah, lembab dan sehat tetapi bila proses penyembuhan luka tidak mengalami kemajuan maka dikatagorikan sebagai luka kronik (Fawcett, 2002).

(15)

2.2.2. Etiologi

Etiologi Luka traumatik sebagian besar disebabkan oleh trauma mekanis. Beberapa luka traumatik rongga mulut terjadi karena trauma yang tidak sengaja dan biasanya terjadi pada daerah yang berada di antara gigi seperti bibir bawah, lidah dan mukosa bukal. Protesa juga merupakan salah satu penyebab terjadinya luka truamatik yang dapat bersifat akut maupun kronis (Regezi, 2003). Berikut beberapa macam trauma yang dapat menyebabkan lesi luka traumatik jaringan rongga mulut, diantaranya:

a. Luka fisik minor

Trauma merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada luka traumatik rongga mulut. Ujung gigi yang tajam, kesalahan mengigit (biasanya dikaitkan dengan gigi kaninus yang tajam), gigi tiruan yang tidak pas, kawat gigi, atau trauma akibat sikat gigi merupakan hal-hal yang dapat mengakibatkan luka pada lapisan mukosa mulut sehingga terjadi ulser. Dalam perawatan dental, dapat terjadi trauma pada jaringan lunak secara tidak sengaja (Regezi, 2003).

b. Luka kimia atau termal

Bahan kimia juga dapat mengakibatkan luka pada mukosa rongga mulut sehingga terjadi lesi karena sifat asam atau basanya atau karena merupakan faktor iritan lokal. Lesi akibat penggunaan aspirin yang salah, aspirin burns, masih sering terjadi. Luasnya lesi yang terjadi tergantung jumlah dan lamanya aspirin tersebut diletakkan pada mukosa (Regezi, 2003).

Luka kimia atau termal pada mukosa rongga mulut biasanya lebih terasa sakit, dan membutuhkan analgesik pada masa penyembuhan. Terapi suportif, termasuk

(16)

menjaga kesehatan rongga mulut dan penggunaan obat kumur juga perlu diindikasikan (Cunningham, 2002).

2.2.3. Diagnosis

Pemeriksaan dalam menentukan diagnosa dari suatu luka traumatik rongga mulut meliputi:

a. Pemeriksaan klinis

Gambaran klinis luka traumatik rongga mulut dapat berbeda tergantung dari etiologinya, misalnya luka dengan ukuran besar, warna luka dan kedalaman luka biasanya dikaitkan dengan riwayat trauma (Better Health Channel, 2006).

b. Pemeriksaan biopsi

Diagnosa luka traumatik oral cukup mudah, bagian kecil dari jaringan luka diambil untuk diperiksa di laboraturium. Biasanya akan ditemukan adanya faktor trauma dari anamnesa dan pemeriksaan klinis. Penyebab luka kronis, biasanya tidak terlalu jelas, karena itu penting untuk membuat diagnosa banding. Keadaan lain yang perlu dipertimbangkan adalah infeksi sifilis tuberkulosa, kortikosteroid topikal serta observasi (Goepel, 2000; Regezi, 2003).

2.2.4. Proses Penyembuhan Luka Traumatik

Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks dan terkait satu sama lain, dari perbaikan jaringan dan remodelling jaringan sebagai respon atas terjadinya jejas. Tahapan proses penyembuhan meliputi proses keradangan, proliferasi, reepitelisasi, pembentukan jaringan granulasi, angiogenesis, interaksi antara berbagai sel dan matriks, serta remodelling jaringan. Tujuan proses ini adalah

(17)

untuk mengembalikan keadaan jaringan seperti semula (Cockbill, 2002). Suatu proses penyembuhan dimulai segera setelah terjadi luka, akan tetapi mekanisme, kecepatan penyembuhan, dan jaringan baru yang menyusun luka bergantung pada tipe dari luka tersebut (Cockbill, 2002).

Tiga tahap proses penyembuhan meliputi (Goepel, 2000): 1. Tahap inflamasi (0-5 hari)

Inflamasi adalah reaksi vaskular yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di daerah cedera atau nekrosis (Dorland, 2006). Tahap keradangan dari suatu proses penyembuhan luka secara klinis dapat dikarakteristikkan melalui tanda-tanda kardinal radang yaitu kemerahan (rubor), panas (calor), ada pembesaran (tumor), terdapat rasa sakit (dolor), dan hilangnya fungsi (fungtio laesa) (Jorge I, 2006). Tahap keradangan berlangsung pada 72 jam pertama setelah terjadi luka. Berbagai sel, termasuk sel darah putih dan sel radang segera menuju ke daerah luka untuk memulai proses pembersihan debris (Smartplay, 2001).

Sel darah putih yaitu neutrofil akan menginvasi daerah tersebut. Adanya neutrofil menandakan mulainya respon keradangan yang ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah, aktivasi reseptor nyeri, dan aktivitas neutrofil dan sel darah putih lain yang mengeliminasi debris dan bakteri. Empat puluh delapan jam setelah terbentuknya luka, sel makrofag akan menggantikan peran utama sel neutrofil dalam proses keradangan. Makrofag berfungsi menghancurkan neutrofil yang mati dan eksudat lain yang ada pada daerah tersebut (Goepel, 2000; LucidMed, 2003; ExpertReviews, 2003).

(18)

2. Tahap Proliferasi (3-14 hari)

Fase proliferasi terjadi setelah agen-agen penyebab injuri berhasil dihilangkan dan tidak ada infeksi yang berarti. Fase proliferasi bertujuan untuk mengembalikan integritas pembuluh darah, yang meliputi migrasi, proliferasi dan regenerasi sel endotelial, dimana dipengaruhi faktor pertumbuhan (growth factors) berikut: acidic Fibroblast Growth Factor (aFGF), Tumor Necrosis Factor-beta (TNF-β), Wound Angiogenesis Factor (WAF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), dan Endothelial Growth Factor (EGF). Perbaikan dan regenerasi jaringan bergantung pada tiga faktor utama yaitu: eliminasi debris, regenerasi sel-sel endotelial, dan produksi fibroblas yang menyusun jaringan penghubung di seluruh tubuh dan sebagai dasar dari jaringan parut (Smartplay, 2001).

Fibroblas dan sel endotelial merupakan sel utama yang berperan penting dalam tahap proliferasi pada proses penyembuhan luka. Fibroblas mulai muncul ketika terjadi penurunan jumlah neutrofil dan terjadi peningkatan jumlah makrofag. Fibroblas bermigrasi dari jaringan kulit sekitar ke daerah luka yang dimulai 72 jam setelah terjadi luka, dan menggandakan diri sendiri oleh karena respon cytokines dan growth factors yang dilepas pada tahap awal proses penyembuhan luka (Ibelgaufts, 2002).

Smartplay (2001) mengemukakan bahwa dalam proses ini dapat terjadi dua macam penyembuhan luka, yaitu:

a. Penyembuhan primer

Penyembuhan ini terjadi pada luka dengan sisi yang sama dan saling berdekatan antara ujung satu dengan yang lainnya, misalnya pada luka insisi. Pada

(19)

luka seperti ini, jika ujung luka saling dirapatkan, maka jaringan granulasi yang dihasilkan menjadi sedikit.

b. Penyembuhan sekunder

Penyembuhan sekunder ini terjadi jika terdapat celah pada lesi dan terdapat kehilangan jaringan dalam jumlah besar, dimana akan diganti dengan jaringan parut. Luka eksternal seperti laserasi biasanya mengalami penyembuhan sekunder.

3. Tahap Maturasi Jaringan (7 hari – 1 tahun)

Tahap maturasi jaringan merupakan tahap terlama dari proses penyembuhan luka, dimana dapat berlangsung dari 3 minggu sampai 2 tahun setelah luka terjadi (Cockbill, 2002). Walaupun kecepatan sintesis kolagen menurun dimulai pada minggu ketiga, akan tetapi tetap terjadi ikatan antar kolagen dan proses reorganisasi yang dapat berlangsung sampai beberapa bulan pada tahap maturasi jaringan ini (ExpertReviews, 2003). Faktor yang mempengaruhi pada tahap maturasi jaringan ini yaitu faktor usia, perbedaan ras, jenis luka, dan lamanya tahap keradangan (Bing Siang Gan, 2007).

Gambaran HPA pada luka yang baru terbentuk akan nampak adanya sel radang akut, terutama neutrofil. Setelah keadaan akut mereda akan masuk ke dalam keadaan keradangan kronis, terbentuk jaringan granulasi pada daerah tersebut serta nampak sel makrofag. Pada regenerasi jaringan tampak sel fibroblas baru yang akhirnya akan terjadi pembentukan epitel baru yang melapisi daerah tersebut (Goepel, 2000; Cockbill, 2002; LucidMed, 2003).

(20)

2.3. Fibroblas

2.3.1. Pengertian Fibroblas

Fibroblas adalah jenis sel yang mensintesis matriks ekstraselular dan kolagen, kerangka struktural (stroma) untuk jaringan hewan, dan memainkan peran penting dalam penyembuhan luka. Fibroblas juga timbul setelah peradangan dan bertanggung jawab untuk meletakkan kolagen yang membentuk jaringan parut (Bevelander, 2001).

2.3.2. Bentukan Fibroblas

Sel fibroblas berkembang dari lapisan mesenkim dan terbentuk pada awal diferensiasi sel. Fibroblas mempunyai bentuk spindle shape atau fusiform. Bila dilihat dari samping terlihat berbentuk pipih. Inti lonjong dan diliputi membran inti halus, dengan satu atau dua anak inti yang jelas dan sedikit granula kromatin halus (Fawcett, 2002).

2.3.3. Fibroblas Terhadap Penyembuhan Luka

Pada kondisi jaringan terluka, sel fibroblas muncul pada 2-3 hari paska luka dan mencapai jumlah maksimal pada hari ke 7-14 paska luka. Sel fibroblas muncul sebagai tanda dimulainya tahap proliferasi pada proses penyembuhan luka. Sel fibroblas ikut menjadi bagian dari jaringan granulasi, dimana secara mikroskopik jaringan granulasi terdiri dari pembuluh-pembuluh darah kecil yang baru dibentuk dengan latar belakang jaringan kendor (edema) dan mengandung fibroblas serta sel-sel radang (Robbins and Kumar, 2000).

(21)

2.3.4. Peran Fibroblas Dalam Penyembuhan Luka

Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan (Robbins and Kumar, 2000).

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru (Robbins and Kumar, 2000).

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblas, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka (Robbins and Kumar, 2000).

Gambar

Gambar 2.1. Buah manggis ( Garcinia mangostana L. ) (Wikipedia, 2010).
Gambar 2.3. Senyawa xanthone  (Wikipedia, 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bermain drama efektif terhadap peningkatan kepercayaan diri anak tunanetra di SMP MIS Surakarta tahun 2014/2015. Kata

[r]

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidyah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Aktivitas Antioksidan, Tekstur dan

Analisis graf hasil representasi dari jaringan listrik yang terpasang di Perumahan Jember Permai dengan menggunakan Algoritma Prim menghasilkan minimal spanning

Hasil pengamatan singkat yang penulis lakukan di beberapa Sekolah Dasar di Kecamatan Klirong mengenai peran guru penjasorkes melalui usaha kesehatan sekolah dikatakan belum

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA GURU DI MADRASAH ALIYAH PESANTREN AR-RAUDHATUL. HASANAH

Metode penjadwalan perusahaan yang diterapkan saat ini memiliki kelemahan yaitu urutan penggunaan mesin yang belum optimal. Hasil perhitungan dengan menggunakan

Situs Baganjing adalah salah satu komplek pemakaman para Bupati Sukapura (Tasikmalaya) yang terletak di Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya. Seperti diketahui bahwa