• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJANJIAN YANG DILARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERJANJIAN YANG DILARANG"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERJANJIAN YANG

DILARANG

(2)

Bentuk-bentuk perjanjian secara

umum

1. Horizontal

“dilakukan diantara pelaku usaha yang saling bersaing”

contohnya: kartel, penetapan harga, persekongkolan tender. contohnya: kartel, penetapan harga, persekongkolan tender.

2. Vertikal

“dilakukan diantara pelaku usaha yang saling memiliki keterkaitan usaha”

contohnya: resale price maintenance (RPM), exclusive

(3)

Tujuan perjanjian yang positif (+)

1. Meningkatkan efesiensi

2. Mengurangi resiko

3. Menciptakan produk baru dan meningkatkan

kualitas produk

kualitas produk

4. Meningkatkan metode distribusi

5. Memperbaiki saluran informasi

(4)

Tujuan perjanjian yang negatif (-)

1. Menghilangkan persaingan

2. Membatasi produksi

3. Meningkatkan harga

3. Meningkatkan harga

(5)

Perjanjian menurut UU No.5/1999

“suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha

untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih

pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik

tertulis maupun tidak tertulis.” (Pasal 1 angka 7)

(6)

Perjanjian yang dilarang

(UU No.5/1999)

1. Oligopoli (Pasal 4 UU No.5/1999); 2. Penetapan harga

price fixing (Pasal 5 UU No.5/1999);

Diskriminasi harga / price discrimination (Pasal 6 UU No.5/1999);Predatory Pricing (Pasal 7 UU No.5/1999);

Predatory Pricing (Pasal 7 UU No.5/1999);

Resale Price Maintenance (Pasal 8 UU No.5/1999);

3. Pembagian wilayah / market division (Pasal 9 UU No.5/1999);

4. Pemboikotan (Pasal 10 UU No.5/1999); 5. Kartel (Pasal 11 UU No.5/1999);

(7)

Perjanjian yang dilarang

(UU No.5/1999)

6. Trust (Pasal 12 UU No.5/1999);

7. Oligopsoni (Pasal 13 UU No.5/1999) ;

8. Integrasi vertikal (Pasal 14 UU No.5/1999);

9. Perjanjian Tertutup

9. Perjanjian Tertutup

exclusive distribution agreement (Pasal 15 ayat (1) UU

No.5/1999);

(8)

Perjanjian yang dilarang

1. Oligopoli

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan

produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (Pasal 4 ayat (1) UU No.5/1999).

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (Pasal 4 ayat (1) UU No.5/1999).

 Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis tertentu (Pasal 4 ayat (2) UU

(9)

1. Oligopoli

 Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) diartikan bahwa oligopoli itu sendiri merupakan suatu keadaan dimana pelaku

usaha (2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha) secara bersama-sama melakukan

penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis dan jasa lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

(10)

1. Oligopoli

TIGA MODEL OLIGOPOLI

1. Non Kolusi (Kinked Demand Model)

Diantara oligopolis tidak mau melakukan kerja sama 2. Kolusi Dalam Penetapan Harga ( Collusive pricing)

Kerja yang dilakukan misalnya secara resmi dengan membentuk Kerja yang dilakukan misalnya secara resmi dengan membentuk kartel, tetapi jika secara resmi dilarang, dapat dilakukan secara informal atau implisit

3. Kepemimpinan Harga (Price Leadership)

Perusahaan-perusahaan yang dominan, memegang kendali dalam penetapan harga, sehingga mendapat laba yang lebih besar

(11)

1. Oligopoli

 Salah satu bentuk struktur pasar dimana hanya terdapat sedikit pelaku usaha (baik produsen ataupun konsumen) yang menawarkan produk yang seragam/identik kepada pelaku usaha lain.

 Diantara pelaku usaha memiliki keterkaitan satu sama lain (Cournot {output} and Bertrand {harga} model)

(12)

1. Oligopoli

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB

1.Efisiensi skala besar: -Investasi awal sangat besar

-Biaya produksi murah bila skala produksi sangat besar

sangat besar

2.Kompleksitas manajemen:

-Industri padat modal dan ilmu pengetahuan -Sumber daya manusia kualitas tinggi

-Multi disiplin

-Persaingan non harga -inteljen bisnis

(13)

KINKED DEMAND CURVE

P

P1

A

B

Pengambilan keputusan yang interdependen menyebabkan

perusahaan seolah-olah berhadapan dengan kurva permintaan yang patah (kinked

demand curve)

Jika harga lebih tinggi dari P1 kurva permintaan yang berlaku adalah D1

D1 P2

D2

permintaan yang berlaku adalah D1 namun jika harga lebih rendah dari

P2 kurva permintaan yang berlaku

adalah D2

(14)

Bonnie=s Decision

Confess Remain Silent

Clyde=s Decision

Confess Bonnie gets 8 years Clyde gets 8 years

Bonnie gets 20 years Clyde goes free

Remain

Silent Bonnie goes freeClyde gets 20 years Bonnie gets 1 year Clydegets 1 year

MODEL GAME THEORY

Marlboro's Decision

Advertise Don't Advertise

Camel's

Decision Advertise $3 billion profit for Marlboro$3 billion profit for Camel $2 billion profit for Marlboro$5 billion profit for Camel Don't

(15)

1. Oligopoli

Kekuatan:

• Mampu mengakumulasi laba super normal

• Produksi paling prima & dinamis

• Pionir riset dan pengembangan teknologi

• Pionir pengembangan SDM

• Pionir pengembangan SDM

(16)

1. Oligopoli

Bahan diskusi:

Industri semen nasional untuk saat ini dikuasai oleh

beberapa perusahaan semen seperti PT Semen Gresik yang menguasai43% pangsa pasar, PT Indocement yang menguasai34% pangsa pasar, PT Semen

yang menguasai43% pangsa pasar, PT Indocement yang menguasai34% pangsa pasar, PT Semen

Cibinong yang menguasai13,6% pangsa pasar, PT Semen Andalas yang menguasai4,3% pangsa pasar, dan sisanya dikuasai oleh PT Semen Baturaja, PT

Semen Basowa Maros, dan PT Semen Kupang.

Pertanyaannya apakah kondisi tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

(17)

Perjanjian yang dilarang

2. Penetapan harga

price fixing (Pasal 5 UU No.5/1999);

Diskriminasi harga / price discrimination (Pasal 6 UU No.5/1999);

Predatory Pricing (Pasal 7 UU No.5/1999);

Resale Price Maintenance (Pasal 8 UU

(18)

2. Penetapan harga

Price fixing

 Pelaku usaha dilarang membuat peranjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama {Pasal 5 ayat (1) UU No.5/1999}

 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:

a.suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b.suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. {Pasal 5 ayat (2) UU No.5/1999}

(19)

Price fixing

Tujuan dari pelaku usaha melakukan price

fixing?

Mengapa price fixing perlu diatur secara

per se?

per se?

(20)

Price fixing

Bahan diskusi:

Agar dapat tetap melangsungkan usaha ditengah

persaingan yang semakin ketat dengan

perusahaan-perusahaan taksi besar, para pengusaha angkutan Taksi yang tergolong usaha kecil dan relatif masih baru

yang tergolong usaha kecil dan relatif masih baru

bersepakat untuk menetapkan tarif ekonomi (kembali kepada tarif lama sebelum kenaikan tarif baru) yang seragam kepada para penumpang mereka, dan hal tersebut oleh perusahaan-perusahaan taksi besar

dianggap sebagai salah satu bentuk persaingan usaha tidak sehat. Pertanyaannya apakah kesepakatan untuk menetapkan tarif ekonomi tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

(21)

Penetapan harga

Diskriminasi harga / price discrimination

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang

mengakibatkan pembali satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama (Pasal 6 UU No.5/1999)

(22)

Diskriminasi harga / price discrimination

Tujuan utamanya mendapatkan

keuntungan yang lebih tinggi

Keuntungan yang lebih tinggi tersebut

diperoleh dengan cara merebut surplus

diperoleh dengan cara merebut surplus

konsumen

Surplus konsumen adalah selisih harga

tertinggi yang bersedia dibayar konsumen

dengan harga yang benar-benar dibayar

oleh konsumen

(23)

Diskriminasi harga / price discrimination

Didasari adanya kenyataan bahwa

konsumen sebenarnya bersedia untuk

membayar lebih tinggi, maka perusahaan

akan berusaha merebut surplus konsumen

akan berusaha merebut surplus konsumen

tersebut dengan cara melakukan

(24)

Diskriminasi harga / price discrimination

Syarat utama penerapan diskriminasi harga:

1. Memiliki market power

(25)

Diskriminasi harga / price discrimination

Bentuk-bentuk diskriminasi harga:

1) 1

st

degree

2) 2

nd

degree

3) 3 degree

(26)

Bentuk-bentuk price discrimination:

1

st

degree PD

Menerapkan harga yang berbeda-beda untuk

setiap konsumen berdasarkan reservation price

masing-masing konsumen

masing-masing konsumen

Disebut juga perfect / full PD karena berhasil

mengambil surplus konsumen paling besar

Syarat utama, perusahaan harus mengetahui

(27)

First-degree Price Discrimination

$/output unit

p y

(

)

p y

(

)

MC(y)

p y

(

)

p y

(

)

(28)

Bentuk-bentuk price discrimination:

2

nd

degree PD

PD dilakukan dengan cara menerapkan harga

yang berbeda-beda pada jumlah unit produk

yang dijual

yang dijual

PD ini dilakukan karena perusahaan tidak

memiliki informasi mengenai reservation price

konsumen

Contoh: perbedaan harga per unit pada

pembelian grosir dan pembelian eceran

(29)

2

nd

degree PD

P0 P

P1

Pelaku usaha menetapkan harga P1, P2, P3

berdasarkan jumlah konsumsi (blok 1, blok 2, blok 3)

Kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen karena jumlah output bertambah dan

harga jual semakin murah

(30)

Bentuk-bentuk price discrimination

3

rd

degree PD

 PD dilakukan dengan cara menerapkan harga yang

berbeda untuk setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price masing-masing kelompok konsumen  PD dilakukan karena perusahaan tidak mengetahui  PD dilakukan karena perusahaan tidak mengetahui

reservation price masing-masing konsumen, tapi mengetahui reservation price kelompok konsumen  Kelompok konsumen dapat dibedakan atas lokasi

geografis, maupun karakteristik konsumen seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, dll.

(31)

3

rd

degree PD

MC PT P P P MR=MC MR=MC MR=MC DA DB DT=DA+DB MR MR PA PB PT MR=MC MR=MC

(32)

Diskriminasi harga / price discrimination

Bahan diskusi:

Sebuah organisasi advokat/pengacara yang menjadi wadah dari beberapa organisasi advokat yang ada di Indonesia dalam penyelenggaraan suatu kegiatan Indonesia dalam penyelenggaraan suatu kegiatan

misalnya seminar, workshop, pendidikan advokat, dan lain-lain mengenakan tariff yang berbeda kepada

peserta yang bukan menjadi anggota dari organisasi advokat tersebut, dimana bagi peserta yang bukan menjadi anggota dikenakan tarif yang lebih mahal. Pertanyaannya apakah tindakan yang dilakukan oleh organisasi advokat tersebut diperbolehkan oleh UU

(33)

Penetapan harga

Predatory Pricing

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha pesaingnya untuk

menetapkan harga dibawah harga pasar, yang

menetapkan harga dibawah harga pasar, yang

dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

(34)

Predatory Pricing

• Definisi: Pelaku usaha yang menjual dengan

harga lebih rendah untuk mendepak pesaingnya

keluar dari industri dan mendorong pelaku

usaha baru untuk tidak masuk ke industri,

kemudian dalam jangka panjang ia akan

kemudian dalam jangka panjang ia akan

meningkatkan labanya.

• Tujuan: mengurangi persaingan dengan

membangkrutkan pesaing dan menciptakan

penghalang masuk (barrier to entry) bagi pelaku

usaha potensial yang ingin masuk ke industri

(35)

Penetapan harga

Resale Price Maintenance

 pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa

penerima barang dan/atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan/atau jasa yang

memasok kembali barang dan/atau jasa yang

diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat

(36)

Resale Price Maintenance

• Tujuan utamanya untuk menghidari terjadinya

persaingan ditingkat pengecer

• kurangnya persaingan di tingkat eceran dapat

melindungi laba supranormal untuk pengecer

melindungi laba supranormal untuk pengecer

• RPM juga dapat membatasi pelanggan terhadap

pilihan rangkaian kualitas harga yang diinginkan,

termasuk pilihan untuk membali produk pada

tingkat harga yang lebih rendah melalui jasa

atau iklan sebelumnya.

(37)

Resale Price Maintenance

Studi kasus:

Perusahaan Multi Level Marketing ternama di Amerika, yang juga mempunyai cabang usaha di Indonesia, ternyata pernah juga berurusan dengan hukum persaingan. Tahun 1979, Amway Corporation,Inc, dinyatakan bersalah oleh pengadilan Amerika, setelah terbukti melakukan perjanjian penetapan harga jual kembali (resale price maintenance/RPM ) terhadap para distributor downlinenya, dalam melakukan penjualan produk-produknya. Hukum yang dilanggar adalah

Federal Trade Commision Act Section 5(a)(1): Unfair methods of competition in commerce, and unlawful or deceptive acts or practices in commerce, are

declared unlawful. Combining and conspiring to fix resale prices is a

prohubited act, yang pada intinya melarang pelaku usaha untuk melakukan tindakan

untuk menetapkan harga jual suatu produk usahanya. untuk menetapkan harga jual suatu produk usahanya.

Perusahaan atau pelaku usaha hanya bisa menyarankan suatu tingkat harga, dimana harga jual nantinya akan bervariasi sesuai keadaan pasar yang

bersangkutan. Bukan menetapkan harga tertentu.

Hal yang dilakukan Amway sejak tahun 1963, hingga kasus ini diputuskan adalah menetapkan harga jual produknya, dimana distributor sama sekali tidak

(38)

Resale Price Maintenance

Bahan diskusi:

Untuk menghindari terjadinya praktek perang harga yang terjadi diantara distributornya di Jawa Timur, perusahaan semen terbesar SG kemudian menetapkan harga jual

semen di tingkat distributornya dan mewajibkan para semen di tingkat distributornya dan mewajibkan para distributornya untuk menjual sesuai dengan harga yang telah ditentukan, dan akan mengenakan sanksi kepada distributor yang tidak mematuhi ketentuan itu, kemudian dengan alasan untuk meningkatkan daya saing

perusahaannya SG juga melarang para distributornya untuk menjual produk semen merek lain. Pertanyaannya apakah perbuatan yang dilakukan oleh SG dan para

(39)

3. Pembagian Wilayah

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha pesaingnya yang

bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran

atau alokasi pasar terhadap barang dan atau

jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat (Pasal 9 UU No.5/1999)

(40)

3. Pembagian Wilayah

 Tujuan utamanya adalah untuk menghindari

terjadinya persaingan diantara pelaku usaha

yang saling bersaing

Dengan hilangnya persaingan mengakibatkan

pelaku usaha dapat mengenakan harga yang

pelaku usaha dapat mengenakan harga yang

lebih tinggi sehingga mereka dapat menikmati

laba yang lebih besar

Akhirnya masing-masing pelaku usaha dapat

menentukan sendiri jumlah produk, kualitas dan

harga yang harus dibayar oleh konsumen

(41)

3. Pembagian Wilayah

Pelaku usaha tidak berupaya lagi melakukan

efisiensi, dan tidak mengupayakan

peningkatkan kualitas produk dan pelayanan

yang baik bagi konsumen

Pembagian wilayah ini telah mengakibatkan

hilangnya pilihan bagi konsumen dan juga

harus membayar dengan harga yang lebih

(42)

3. Pembagian Wilayah

Pembagian wilayah ini membuat pelaku usaha

yang terlibat di dalam praktek ini akan

mengalami kesulitan dalam mengembangkan

aktifitas usahanya, tetapi hal ini dikompensasi

dengan cara melakukan eksploitasi secara

dengan cara melakukan eksploitasi secara

besar-besaran terhadap konsumen

Namun pembagian wilayah tidak dapat berjalan

secara efektif bila konsumen mempunyai

kemampuan yang cukup untuk berpindah dari

pasar yang satu ke pasar yang lain untuk

(43)

4. Pemboikotan

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam

negeri maupun pasar luar negeri (Pasal 10 ayat (1) UU No.5/1999)  Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:

a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap

barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan

(44)

4. Pemboikotan

 Salah satu bentuk strategi yang dilakukan di antara pelaku usaha untuk mengusir pelaku usaha lain dari pasar yang sama, atau juga untuk mencegah pelaku

usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama, yang kemudian pasar tersebut dalam pasar yang sama, yang kemudian pasar tersebut dapat terjaga hanya untuk kepentingan pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian pemboikotan tersebut

 Dengan terusirnya pelaku usaha pesaing dan tidak bisa masuknya pelaku usaha yang berpotensial menjadi

pesaing ke dalam pasar yang sama, berakibat terhadap semakin menurunnya tingkat persaingan

(45)

4. Pemboikotan

Agar praktek pemboikotan yang dilakukan para pelaku usaha yang berada di pasar dapat berjalan sukses,

diperlukan partisipasi yang seluas mungkin dari pelaku usaha yang ada di dalam pasar yang bersangkutan,

karena apabila tidak adanya dukungan atau keterlibatan karena apabila tidak adanya dukungan atau keterlibatan secara luas para pelaku usaha yang ada di dalam pasar biasanya pemboikotan akan sulit untuk berhasil

(46)

5. Kartel

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha pesaingnya yang

bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan

mengatur produksi dan atau pemasaran suatu

barang dan atau jasa yang dapat

barang dan atau jasa yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 11 UU

No.5/1999)

(47)

5. Kartel

 salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha yang berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar dikurangi sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap, akan berakibat kepada

terkereknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. Dan sebaliknya, jika di dalam pasar produk mereka

melimpah, sudah barang tentu akan berdampak melimpah, sudah barang tentu akan berdampak

terhadap penurunan harga produk mereka di pasar.  Tujuannya untuk mengeruk keuntungan yang

(48)

5. Kartel

Praktek kartel dapat berjalan sukses apabila pelaku usaha yang terlibat di dalam perjanjian kartel tersebut haruslah mayoritas dari pelaku usaha yang

berkecimpung di dalam pasar tersebut. Karena bila

hanya sebagian kecil saja pelaku usaha yang terlibat di hanya sebagian kecil saja pelaku usaha yang terlibat di dalam perjanjian kartel biasanya perjanjian kartel tidak akan efektif dalam mempengaruhi pasokan produk di

pasar, karena kekurangan pasokan di dalam pasar akan ditutupi oleh pasokan dari pelaku usaha yang tidak

(49)

5. Kartel

Bahan diskusi:

Untuk meningkatkan posisi tawar mereka dengan

Kontraktor Singapura yang membeli pasir laut dari Riau untuk keperluan reklamasi daratan Singapura, para

eksportir pasir laut di Riau bersepakat untuk membentuk untuk keperluan reklamasi daratan Singapura, para

eksportir pasir laut di Riau bersepakat untuk membentuk asosiasi yang nantinya akan mengatur mengenai harga dan jumlah pasir laut yang akan mereka jual ke

(50)

6. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan

membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan

mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseoran anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas

barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 12 UU No.5/1999)

(51)

6. Trust

Trust merupakan wadah antar perusahaan yang

didisain untuk membatasi persaingan dalam

bidang usaha atau industri tertentu

Gabungan antara beberapa perusahaan dalam

Gabungan antara beberapa perusahaan dalam

bentuk trust dimaksudkan untuk secara kolektif

mengendalikan pasokan, dengan melibatkan

trustee sebagai koordinator penentu harga

.

(52)

7. Oligopsoni

 pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai

pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau

persaingan usaha tidak sehat (Pasal 13 ayat (1) UU No.5/1999)  pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama

menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu

(53)

7. Oligopsoni

Oligopsoni adalah struktur pasar yang di

dominasi oleh sejumlah konsumen yang

memiliki kontrol atas pembelian

Struktur pasar ini memiliki kesamaan dengan

struktur pasar oligopoli hanya saja struktur pasar

struktur pasar oligopoli hanya saja struktur pasar

ini terpusat di pasar input

Dengan adanya praktek oligopsoni produsen

atau penjual tidak memiliki alternatif lain untuk

(54)

7. Oligopsoni

Mengakibatkan produsen atau penjual hanya

dapat menerima saja harga yang sudah

ditentukan oleh pelaku usaha yang melakukan

praktek oligopsoni.

(55)

8. Integrasi Vertikal

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam

rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil

mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu

rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat

(56)

8. Integrasi Vertikal

 Ketika suatu pelaku usaha ingin agar pangsa pasar yang dimilikinya menjadi lebih besar, pertumbuhan

perusahaan dan perolehan laba yang semakin

meningkat, tingkat efesiensi yang semakin tinggi dan juga untuk mengurangi ketidak pastian akan pasokan bahan baku yang dibutuhkan dalam berproduksi dan bahan baku yang dibutuhkan dalam berproduksi dan pemasaran hasil produksi, biasanya perusahaan akan menempuh jalan untuk melakukan penggabungan

dengan pelaku-pelaku usaha lain yang mempunyai kelanjutan proses produksi (integrasi vertikal).

 Integrasi antar pelaku usaha juga dengan sendirinya

(57)

8. Integrasi Vertikal

mengakibatkan meningkatnya hambatan masuk

(entry barriers) bagi pelaku usaha lain yang

ingin masuk ke dalam pasar

Integrasi vertikal ke arah hulu (downstream

integration) dapat memfasilitasi diskriminasi

integration) dapat memfasilitasi diskriminasi

harga, dimana integrasi sampai di tingkat ritailer

dapat memungkinkan perusahaan manufaktur

mempraktekan diskriminasi harga

(58)

9. Perjanjian Tertutup

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. (Pasal 15 ayat (1) UU No.5/1999)

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. (Pasal 15 ayat (2) UU No.5/1999)

harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. (Pasal 15 ayat (2) UU No.5/1999)

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha

pemasok :

a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau

b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

(59)

a.

exclusive distribution agreement

 Pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang

menerima produk hanya akan memasok atau tidak

memasok kembali produk tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja

atau pada tempat tertentu saja

 Dilakukan oleh pelaku usaha manufaktur yang memiliki beberapa perusahaan yang mendistribusikan hasil

(60)

a.

exclusive distribution agreement

 Dengah berkurangnya atau bahkan hilangnya

persaingan pada tingkat distributor membawa implikasi kepada harga produk yang didistribusikan menjadi lebih mahal

 Dibatasinya distribusi hanya untuk pihak dan tempat  Dibatasinya distribusi hanya untuk pihak dan tempat

tertentu saja dapat juga mengakibatkan pihak distributor menyalahgunakan kedudukan eksklusive yang

dimilikinya untuk mungkin mengenakan harga yang

tinggi terhadap produk yang didistribusikannya kepada konsumen pihak dan wilayah tertentu

(61)

a.

exclusive distribution agreement

Bahan diskusi:

Produsen jam tangan ternama ROLEX dalam menjual produknya di Indonesia, menerapkan persyaratan

kepada setiap distributornya untuk hanya menjual

produk ROLEX pada tempat-tempat tertentu saja, dan produk ROLEX pada tempat-tempat tertentu saja, dan apabila ada distributor yang tidak mematuhi

persyaratan yang sudah ditentukan tersebut maka produsen dari jam tangan ROLEX tidak akan

(62)

b.

tying agreement

 Defenisi tying agreement adalah perjanjian yang dibuat di antara pelaku usaha yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa tertentu harus

bersedia membeli barang atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

usaha pemasok.

 Dengan praktek tying agreement, pelaku usaha dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying Product (barang atau jasa yang pertama kali dijual) ke tyied product (barang atau jasa yang dipaksa harus dibeli juga oleh konsumen).

(63)

b.

tying agreement

 Dengan memiliki kekuatan monopoli untuk kedua produk sekaligus (tying product dan tyied product) oleh pelaku usaha, dapat menciptakan hambatan bagi calon pelaku usaha pesaing untuk masuk ke dalam pasar

 Membuat konsumen harus membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan

sebenarnya tidak dibutuhkan

 Ada dua alasan yang menyebabkan praktek tying agreement tersebut dilarang, yaitu:

(1) pelaku usaha yang melakukan praktek tying agreement tidak menghendaki pelaku usaha lain memiliki kesempatan yang

(64)

b.

tying agreement

Bahan diskusi:

Sebagian besar Rumah Sakit yang ada, mengharuskan pasien-pasien yang berobat di Rumah Sakit mereka untuk membeli obat di apotik Rumah Sakit (apotik yang dimiliki oleh Rumah Sakit), kecuali obat yang diperlukan si pasien tidak dijual di Rumah Sakit tersebut, bahkan terkadang harga obat di apotik Rumah Sakit lebih mahal dibandingkan di apotik biasa, dan juga tidak jarang pasien harus bahkan terkadang harga obat di apotik Rumah Sakit lebih mahal dibandingkan di apotik biasa, dan juga tidak jarang pasien harus mengantri lebih lama untuk mendapatkan obat yang mereka beli karena biasanya yang membeli obat di apotik Rumah Sakit lebih banyak dibandingkan di apotik biasa. Dengan kondisi tersebut telah mengurangi pendapatan dari apotik-apotik biasa secara signifikan. Pertanyaannya apakah perbuatan sebagian besar Rumah Sakit tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

(65)

c.

vertical agreement on discount

 Suatu perjanjian yang mengisyaratkan jika pelaku usaha ingin mendapatkan harga diskon untuk produk tertentu yang dibelinya dari pelaku usaha lain, pelaku usaha harus bersedia membeli produk lain dari pelaku usaha tersebut atau tidak akan membeli

produk yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing.

 Memiliki akibat yang sama dengan akibat yang ditimbulkan oleh  Memiliki akibat yang sama dengan akibat yang ditimbulkan oleh

tying agreement, yaitu menghilangkan hak pelaku usaha untuk

secara bebas memilih produk yang ingin mereka beli, dan membuat pelaku usaha harus membeli produk yang sebenarnya tidak

(66)

10. Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri

 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pihak lain di luar negeri yang memuat

ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat (Pasal 16 UU

No.5/1999)

No.5/1999)

Referensi

Dokumen terkait

1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan /atau pemasaran barang dan atau jasa yang

perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang

Telkom memang tidak ditemukan klausula yang mengatur adanya persyaratan bahwa pihak yang menerima jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain di luar

Perjanjian dengan pihak luar negeri, Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya

“ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang membuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok

Telkom memang tidak ditemukan klausula yang mengatur adanya persyaratan bahwa pihak yang menerima jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain di luar

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingan untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen

• Pasal 24 • Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang