• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

1 EVALUASI DAMPAK PROGRAM

SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Studi di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Administrasi Negara

OLEH :

ZUDIKA DM MANULLANG 1 0 0 9 0 3 0 2 2

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

(2)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas setiap berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Studi di Kelurahan Bagan Deli Kecamtan Medan Belawan Kota Medan)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial dari Departemen Ilmu Administrasi Negara di Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada kedua orang tua, Ayahanda Sudirman Manullang dan Ibunda Elisabeth Juniar Simanjuntak, yang dengan kasih sayang dan rela hati memberikan doa serta restu bagi penulis selama menempuh masa pendidikan. Terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus karena senantiasa memberkati orang tua dan seluruh keluarga penulis.

Selama pengerjaan skripsi ini, penulis mendapat banyak sekali arahan, bimbingan, motivasi, saran serta kritik dari semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikannya. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP USU.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara.

4. Ibu Dra. Nurlela Ketaren, M.SP selaku dosen pembimbing akademik selama masa perkuliahan.

5. Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang begitu tulus dan murah hati dalam membimbing dan memotivasi penulis selama pengerjaan skripsi ini .

6. Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, P.hD selaku dosen penguji yang juga turut memberikan arahan dan bimbingan untuk skripsi ini.

(3)

ii 7. Ibu Ir. Hj. Ritha Lisda Lubis, M.Hum selaku Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberi izin penelitian.

8. Ibu Dra. Siti Mahrani Hasibuan selaku Sekretaris Balitbang Kota Medan yang juga memberikan izin penelitian.

9. Bapak Saut Sinaga selaku Kepala Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang telah memberi izin melakukan penelitian di Kelurahan Bagan Deli.

10. Bapak Ir. Herianto selaku Pejabat Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan dan Permukiman yang bersedia sebagai informan penelitian.

11. Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Administrasi Negara yang menambahkan kepada penulis pengajaran dan pengalaman hidup.

12. Seluruh staf pegawai administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara, khususnya Kak Mega dan Kak Dian yang turut meringankan langkah penulis selama masa pendidikan.

13. Adik-adik penulis (Daniel, Ruth dan Debora), saudara (khususnya Kak Maya) dan keluarga (Tulang, Pak Tua dan Maktua, Oppung dan Bou) yang banyak mendukung dan mendoakan penulis selama pendidikan, serta teman dekat penulis yang turut menyemangati dan mendoakan kebersamaan ini, Jerri Sanjaya Nababan.

14. Saudara di Kelompok Gita Lee-El (Bang Daniely Aroz Daely dan Ira Purba) yang selalu berbagi kasih, penguatan, dan doa. Juga saudara di Kelompok Diadema (Kak Rascel, Marisi dan Devi).

15. Adik-adik Kelompok Naomi Latisha (Apritania, Debby, Irene, Jesika) dan Nehemia (Dian, Soezono, Sondang, Andi). Terima kasih untuk semangat dan doa kalian.

16. Sahabat terbaik “Batokers” (Ira Purba, Ade Auristha Manurung, Mariance Hasibuan, Susanti Lona Silalahi, Petra Rosjuwita Telaumbana, Christine

(4)

iii Anne Dearni Batubara, David Saputra, Maulana All Ravi dan Bobby Trimart Gea), terima kasih untuk kasih sayang sebagai anggota keluarga baru dan pengalaman hidup bersama kalian.

17. Teman-teman Kelompok Magang Desa Sei Musam Kendit (Anya, Ira, Ance, Chyntia, Nurhayati, Dewi, Deddy, Dion, Fritz, Yanan, Imam dan Farid).

18. Dan, seluruh teman-teman angkatan 2010.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Meski begitu, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan dan isi, mohon saran dan kritik yang dapat membangun kebaikan skripsi ini. Akhir kata, kiranya setiap pembaca dapat menemukan hal bermanfaat didalam skripsi ini. Sekian dan terima kasih.

Medan, Juli 2014

(5)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….... iii

DAFTAR TABEL……… ... vii

DAFTAR BAGAN……….. ix DAFTAR GAMBAR ……… x DAFTAR LAMPIRAN……… xi ABSTRAK……… xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1 1.2 Fokus Masalah……… 8 1.3 Rumusan Masalah……….. 8 1.4 Tujuan Penelitian……… 9 1.5 Manfaat Penelitian………. 9 1.6 Kerangka Teori……….. 9 1.6.1 Kebijakan Publik……… 10

1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik……….. 10

1.6.1.2 Tahapan Kebijakan Publik………. 13

1.6.2 Implementasi Kebijakan……… 15

1.6.3 Evaluasi Kebijakan……… 17

1.6.3.1 Tujuan Evaluasi Kebijakan……… 18

1.6.3.2 Langkah-Langkah Evaluasi Kebijakan………. 19

1.6.3.3 Pendekatan Evaluasi………. 20

1.6.3.4 Model Evaluasi Kebijakan……… 23

1.6.3.5 Kriteria Evaluasi……… 24

1.6.3.6 Metode Evaluasi……… 31

1.6.3.7 Evaluasi Dampak Kebijakan……….. 32

(6)

v 1.6.4 Pemberdayaan Masyarakat……… 35 1.6.4.1 Tahap-tahap Pemberdayaan……….. 38 1.7 Definisi Konsep………. 39 1.8 Definisi Operasional……….. 40 1.9 Sistematika Penulisan ……….. 41

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian……….. 43

2.2 Lokasi Penelitian………... 43

2.3 Informan Penelitian……….….. 44

2.4 Teknik Pengumpulan Data……… 44

2.5 Teknik Analisis Data……… 46

BAB III DESKRIPSI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kota Medan……… 48

3.1.1 Letak Geografis……… 48

3.1.2 Pemerintahan……… 49

3.1.3 Demografi………. 52

3.2 Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan……… 55

3.2.1 Letak Geografis………. 55

3.2.2 Pemerintahan……… 57

3.2.3 Demografi………. 59

3.3 Gambaran Umum Kelurahan Bagan Deli………. 60

3.3.1 Letak Geografis………. 60

3.3.2 Pemerintahan………. 63

3.3.3 Demografi……….. 66

3.4 Gambaran Umum Distarukim Provsu………. 69

3.4.1 Tugas dan Fungsi Distarukim………. 69

3.4.2 Visi dan Misi Distarukim……… 71

(7)

vi

3.4.3.1 Program dan Kegiatan………. 75

3.5 Gambaran Umum Program SANIMAS……….. 77

3.5.1 Program Sanitasi Berbasis Masyarakat……… 77

3.5.2 Visi dan Misi Program Sanimas………... 80

3.6 Gambaran Umum Permen No. 15/PRT/M/2010……….. 80

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Karakteristik Informan……… 82

4.2 Deskripsi Hasil Wawancara……… 85

4.2.1 Indikator Efektivitas………. 86 4.2.2 Indikator Efisiensi……….. 91 4.2.3 Indikator Kecukupan……….. 93 4.2.4 Indikator Pemerataan……….. 96 4.2.5 Indikator Responsivitas……….. 98 4.2.6 Indikator Ketepatan……… 101

4.3 Pelaksanaan Program SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli... 105

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Evaluasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS)……….. 110

5.2 Analisis Evaluasi Dampak Program SANIMAS dalam Pemberdayaan Masyarakat………. 124 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan……….. 131 6.2 Saran……….. . 134 DAFTAR PUSTAKA……….. 135 LAMPIRAN

(8)

vii DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Lokasi Sanimas Tahun 2012 Propinsi Sumatera Utara…… 6 Tabel 1.2 Pendekatan Evaluasi………. 22 Tabel 1.3 Kriteria Evaluasi……….. 25 Tabel 1.4 Metodologi Untuk Evaluasi Program………. 32 Tabel 3.5 Banyaknya Kelurahan dan Lingkungan Menurut

Kecamatan di Kota Medan Tahun 2007-2011……… 51 Tabel 3.6 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2009……… 53 Tabel 3.7 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

Tahun 2011………. 55 Tabel 3.8 Data Umum Mengenai Kecamatan Medan Belawan……. 56 Tabel 3.9 Luas Wilayah Dirinci per Kelurahan Tahun 2012………. 57 Tabel 3.10 Banyaknya Pegawai Negeri Kantor Camat dan Instansi

Pemerintah Di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2012… 58 Tabel 3.11 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis di Kelurahan

Bagan Deli……… 66 Tabel 3.12 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan

Bagan Deli……… 67 Tabel 3.13 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

(9)

viii Tabel 3.14 Penduduk Menurut Pemakaian MCK di Kelurahan

Bagan Deli………. 69

Tabel 3.15 Penduduk Menurut Pemakaian Air di Kelurahan

Bagan Deli……….. 69 Tabel 4.16 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Kelamin… 84 Tabel 4.17 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Tingkat

Pendidikan……….. 85 Tabel 4.18 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan… 86 Tabel 5.19 Nama Pengurus KSM Bunga Tanjung………. 107

(10)

ix DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan …………. 49 Bagan 3.2 Peta Kecamatan Medan Belawan……… 56 Bagan 3.3 Jumlah Penduduk Per Kelurahan se-Kecamatan

Medan Belawan Tahun 2012 ………... 59 Bagan 3.4 Struktur Organisasi Kelurahan Bagan Deli………. 64

(11)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kantor Kecamatan Medan Belawan……… 58

Gambar 3.2 Kelurahan Bagan Deli ………. 62

Gambar 3.3 Kantor Kelurahan Bagan Deli ………. 65

Gambar 4.1 Bangunan MCK+ di Lorong Ujung Tanjung I……… 89

Gambar 4.2 Ketua KSM Bunga Tanjung di depan Bangunan MCK+ Di Lorong Ujung Tanjung………... 109

Gambar 4.3 Bangunan MCK++ Tahun 2013 di Lingkungan IV…. 109 Gambar 5.1 Tiga Kamar Mandi Tampak Depan……….. 114

Gambar 5.2 Tiga Kamar Mandi Dari Dalam MCK+……….. 114

Gambar 5.3 Tempat Khusus Cuci……… 114

Gambar 5.4 Tempat Khusus Mandi………. 115

(12)

xi DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara Untuk Pelaksana Program (Kelompok Swadaya Masyarakat)

2. Pedoman Wawancara Untuk Pegawai PPLP Dinas Tarukim Sumut 3. Transkrip Wawancara Untuk PPK PI PLP Distarukim Provsu 4. Transkrip Wawancara Untuk Pelaksana Program (KSM)

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/PRT/M/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur 6. Surat Keterangan Pengajuan Judul Skripsi

7. Surat Permohonan Persetujuan Judul

8. Surat Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi 9. Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi

10. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal 11. Berita Acara Seminar Proposal

12. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing 13. Surat Izin Penelitian

14. Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Balitbang Pemprovsu 15. Surat Rekomendasi Penelitian dari Balitbang Pemko Medan

16. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Kelurahan Bagan Deli

(13)

xii ABSTRAK

EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) DALAM PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN

Nama : Zudika DM Manullang Departemen : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Persoalan sanitasi di Sumatera Utara relatif masih tertinggal. Banyak penduduk yang belum mendapatkan akses sanitasi layak. Program sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) adalah bentuk kebijakan pemerintah yang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum terkait perbaikan sanitasi di lingkungan permukiman padat, kumuh dan miskin di perkotaan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/PRT/M/2010, program ini dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur. Pelaksanaan kegiatan DAK SANIMAS diselenggarakan secara swakelola melalui proses pemberdayaan masyarakat, mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan pemeliharaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program dan melihat dampak SANIMAS dalam pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Bagan Deli.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kualitatif dengan pendekatan deksriptif dan model evaluasi Single Program Before-After. Informan penelitian yaitu Pejabat Pembuat Komitmen Pengembangan Infrastruktur Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Dinas Tarukim Sumut dan Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Bunga Tanjung sebagai informan kunci. Sementara itu, masyarakat Lorong Ujung Tanjung I Lingkungann V Kelurahan Bagan Deli merupakan informan utama penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2012 program SANIMAS telah terlaksana dengan baik. Program SANIMAS memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat yaitu meningkatkan derajat martabat masyarakat, meningkatkan derajat kesehatan dan meningkatan derajat martabat keluarga. Oleh karenanya, sebaiknya program ini tetap dilanjutkan dan perlu diperluas cakupannya serta harus ada pemeliharaan bersama oleh masyarakat. Akan tetapi, dalam hal pemberdayaan, masyarakat belum seluruhnya dapat diberdayakan karena masih kurangnya pembinaan dari pemerintah daerah bagi masyarakat sasaran.

Kata Kunci (Keywords): Evaluasi Dampak, Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Kelurahan Bagan Deli

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akses terhadap air bersih dan layanan sanitasi bersih adalah hak azasi manusia dan juga kebutuhan mutlak setiap orang. Sama halnya dengan pendidikan, kesehatan merupakan kebutuhan mendasar yang penting bagi setiap manusia. Manusia tidak hanya cukup berinvestasi bagi pendidikan, tetapi juga kesehatan. Pemeliharaan kesehatan khususnya terhadap sanitasi seperti akses air bersih dan jamban sangat perlu untuk dibudayakan. Sebab, sanitasi yang sehat merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang sehat.

Kesehatan lingkungan adalah salah satu bagian dari kesehatan masyarakat. Upaya menyehatkan lingkungan berarti juga sebagai salah satu usaha untuk menyehatkan masyarakat. Lingkungan yang sehat akan meningkatkan peluang pengembangan ekonomi, kesempatan sekolah bagi anak-anak, meningkatkan produktivitas manusia, dan mengurangi polusi terhadap air. Secara umum, tujuan kesehatan lingkungan menurut Budiman Chandra (2005:4) adalah melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, dan melakukan kerja sama serta menerapkan

(15)

2 program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.

Permukiman kumuh masih menjadi masalah klasik yang dihadapi Indonesia sebagai negara dengan populasi masyarakat terbesar di dunia. Pertumbuhan penduduk kota di Indonesia yang begitu cepat telah memberikan dampak sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Ada banyak penduduk yang bertempat tinggal secara tidak manusiawi di berbagai kota besar dan kota kecil. Turunan dari masalah pemukiman kumuh ini tidak lain yaitu keterbatasan akses air dan sanitasi bersih. Inilah akibat minimnya kesadaran masyarakat yang menyebabkan berkembangnya perilaku tidak sehat.

Masyarakat Indonesia di daerah kumuh padat perkotaan belum menyadari pentingnya perilaku hidup sehat dengan menjaga kesehatan lingkungan. Slamet (2009:2) berpendapat orang sadar bahwa penyakit itu banyak sekali ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain perilaku masyarakat sendiri. Norma serta budaya yang menentukan gaya hidup masyarakat akan menciptakan keadaaan lingkungan yang sesuai dengannya dan menimbulkan penyakit yang sesuai dengan gaya hidupnya tadi. Jadi, menurutnya, untuk menjadi sehat tidak cukup hanya dengan pencegahan penyakit secara perseorangan, tetapi harus melihat dan mengelola masyarakat sebagai satu kesatuan bersama lingkungan hidupnya. Peran masyarakat pertama-tama disini adalah menyadari pentingnya mengubah perilaku hidup sehat dengan pengelolaan sanitasi.

(16)

3 Permasalahan sanitasi buruk merupakan masalah publik. Dalam kondisi inilah peran pemerintah sebagai alat negara hadir dan terlibat menangani masalah tersebut. Apapun pilihan pemerintah terhadap masalah publik, baik untuk melakukan sesuatu maupun tidak, itulah kebijakan pemerintah. Sebagai suatu proses seperti dikatakan Graycar dalam Kaban (2008:59), kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui cara tersebut pemerintah dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya, seperti program dan mekanisme dalam mencapai produknya (tujuannya). Dengan sebuah program, pemerintah menetapkan kebijakannya untuk mencapai tujuan publik.

Persoalan sanitasi di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara (Sumut) dinilai masih relatif tertinggal. Banyak penduduk yang belum mendapatkan akses sanitasi layak (Harian Medan Bisnis, 10 Nopember 2013). Pemerintah berasumsi perlunya pendekatan paradigma baru untuk mengejar ketertinggalan sanitasi dengan kelestarian lingkungan sebagai prinsip utama. Paradigma baru yang diterapkan untuk masing-masing sektor yaitu, sektor air limbah, persampahan dan sektor drainase perkotaan.

Pendekatan program sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) sebagai bentuk kebijakan pemerintah terkait perbaikan sanitasi bagi masyarakat yang tinggal di kawasan padat kumuh miskin perkotaan. SANIMAS adalah program nasional yang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2006 dan dirancang untuk memberdayakan masyarakat di lingkungan permukiman padat, kumuh dan miskin di perkotaan. SANIMAS menempatkan masyarakat

(17)

4 sebagai pelaku, pengambil keputusan, dan penanggung jawab kegiatan mulai dari identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasan.

Program SANIMAS menggunakan prinsip Demand Responsive Approach (DRA) atau Pendekatan yang Tanggap Terhadap Kebutuhan. Pihak kabupaten/kota harus menyampaikan minat terlebih dahulu, apabila tidak menyampaikan minat maka mereka tidak akan difasilitasi. Salah satu bentuk minat tersebut adalah dengan kemauan mengalokasikan dana APBD. Hal ini sesuai dengan prinsip pendanaan SANIMAS yaitu multi sumber (multisource of fund). Selain itu, SANIMAS juga menggunakan prinsip seleksi-sendiri (self selection), opsi teknologi sanitasi, partisipatif dan pemberdayaan (http://www.ampl.or.id/old/ampl/sekilassanimas.php diakses pada 10 Nopember 2013 pukul 16.30 WIB ).

Pola penyelenggaraan SANIMAS dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dengan difasiitasi oleh Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) yang memiliki kemampuan teknis dan sosial kemasyarakatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Jadi pada prinsipnya keseluruhan tahapan mulai dari perencanaan, implementasi konstruksi, pengawasan hingga operasi pemeliharaan semuanya dilakukan oleh masyarakat.

Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (Satker PPLP) Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumut merupakan penyambung tangan Kementerian Pekerjaan Umum dalam melaksanakan program Sanimas yang didasarkan pada Peraturan Presiden (PP) Republik Indonesia No.

(18)

5 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Didalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur (SKPD DAK) merupakan organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Gubernur/BupatiWalikota yang menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur (BAB I, Pasal 1, ayat 7).

Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) yang dilakukan Kementerian PU mengambil enam kabupaten kota di wilayah Sumut. Keenam daerah tersebut adalah Karo, Deli Serdang, Tebingtinggi, Medan, Pematang Siantar, dan Binjai, yang masuk dalam projek yang ditujukan untuk perbaikan sanitasi masyarakat. Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan 300 lokasi sanitasi di enam kabupaten/kota di Sumut. Sebanyak 149 lokasi di antaranya dialokasikan di Medan (http://liputanbisnis.com/2013/02/20/300-lokasi-sanitasi-disiapkan-kementerian-pu-di-sumut/ diakses 10 Nopember 2013 pukul 16.58 WIB).

(19)

6 Tabel 1.1 : Lokasi Sanimas Tahun 2012 Propinsi Sumatera Utara

N o . Tah un Prop insi Ka b / Ko ta Lokasi Syste m Kondisi Prasarana Jumlah Pendudu k Peggun a Rencan a Pegguna Realisas i MCK Perpip aan K K JIW A K K JIW A KK JIWA 1 2012 SUMATERA UTARA Kota Medan Lorong Ujung Tanjung 1, Lingkungan 5, Kel. Bagan Deli, Kec. Medan Belawan MCK + Belum dimonev Belum dimonev 0 0 60 300 0 0 2 2012 SUMATERA UTARA Kota Medan Lorong Promis, Lingkungan 15, Kel. Bagan Deli, Kec. Medan Belawan MCK + Belum dimonev 0 0 60 300 0 0

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum

(http://ciptakarya.pu.go.id/sanimas/semua-lokasi-(20120210).html)

Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia belum terlepas dari kawasan perkumuhan padat kota. Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan adalah salah satu kawasan yang dimaksud. Kelurahan Bagan Deli berada disekitar Pelabuhan Belawan dan pabrik-pabrik minyak. Kelurahan ini memiliki jumlah penduduk yang cukup padat. Akan tetapi, dari banyaknya penduduk, hanya sedikit penduduk yang tinggal di rumah dengan memiliki kamar mandi dan jamban. Keterbatasan air menjadi masalah bagi penduduk di Kelurahan Bagan Deli yang hidup di pinggiran laut.

Melihat keberadaan Kelurahan Bagan Deli dengan permukiman kumuhnya, pemerintah provinsi melalui Dinas Tata Ruang dan Permukiman Sumatera Utara mengalokasikan bantuan pengelolaan sanitasi bagi kelurahan tersebut. Kelurahan Bagan Deli memperoleh program Sanitasi Berbasis Masyarakat pada tahun 2012. Pelaksanaan program SANIMAS di Kelurahan

(20)

7 Bagan Deli diwujudnyatakan dengan pembangunan fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus (MCK) di lokasi atau lingkungan yang telah disepakati Satker PPLP dengan pemerintah daerah dan masyarakat kelurahan. Program SANIMAS tidak hanya ditujukan untuk membantu masyarakat dalam pengelolaan sanitasi, tetapi juga sekaligus memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat yang berkelanjutan.

Suatu kebijakan untuk dapat diketahui apakah kebijakan yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan memerlukan tindakan evaluasi. Evaluasi kebijakan berupa pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai. Salah satu akibat dari output kebijakan adalah akibat yang dihasilkan oleh intervensi program pada kelompok sasaran dan akibat tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact).

Sebuah program berbasis masyarakat dan dirancang dengan pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan adalah sesuatu yang akan sangat bermanfaat bagi kelompok sasaran. Dengan melihat tujuan pokok dari program SANIMAS berupa pemberdayaan masyarakat dan berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap program ini. Penulis ingin mengevaluasi program SANIMAS dan melihat apakah program ini telah benar-benar memberdayakan masyarakat akan pentingnya sanitasi yang sehat. Berdasarkan uraian diatas,

(21)

8 peneliti hendak melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Dalam Pemberdayan Masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)”.

1.2 Fokus Masalah

Dalam penelitian kualitatif, batasan masalah penelitian disebut fokus masalah. Fokus masalah ditentukan agar ada batasan yang jelas didalam melaksanakan penelitian. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat dampak program SANIMAS yang telah diimplentasikan dalam pemberdayaan masyarakat secara khusus bagi masyarakat di Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dalam pemberdayaan masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)?

(22)

9 1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dalam pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara Subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam

melatih kemampuan berpikir ilmiah dalam pembuatan karya ilmiah. 2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah, referensi bacaan dan tambahan informasi bagi para pembaca mengenai Program Sanitasi Berbasis Masyarakat.

3. Manfaat Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam rangka peningkatan upaya pencapaian program Sanitasi Berbasis Masyarakat.

1.6 Kerangka teori

Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting. Kerangka teori diharapkan memberi pemahaman yang jelas dan

(23)

10 tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti. Oleh karena itu, penulis akan mengemukakan beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini.

1.6.1 Kebijakan Publik

1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologi, Kebijakan Publik terdiri dari dua kata yaitu kebijakan dan publik. Kebijakan oleh Graycar (Donovan dan Jackson dalam Kaban, 2008:59) dapat dipandang dari perspektif filosofis, produk, proses, dan kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan dipandang sebagai serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar-menawar dan negosiasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

Pengertian lain menurut Anderson dalam Winarno (2002) lebih jelas lagi bahwa istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Menurutnya, perilaku para aktor berperan penting dalam merumusakan dan menjalankan kebijakan yang ditentukan.

(24)

11 Charles O. Jones (1994) melihat kata kebijakan sering digunakan dan dipertukarkan maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, patokan, dan maksud besar tertentu. Pergantian makna tersebut menurut Jones memang bukanlah masalah, hanya saja biasanya dalam hubungan atau kaitan teknis atau administratif tertentu kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu.

Menurut Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Jones (1994), kebijakan adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Eulau dan Prewitt juga mengamati bahwa “kebijakan dibedakan dari tujuan-tujuan kebijakan, niat-niat kebijakan dan pilihan-pilihan kebijakan”. Berikut ini merupakan definisi menurut mereka untuk membedakan beberapa komponen kebijakan umum:

 Niat (Intentions)

Yaitu tujuan-tujuan sebenarnya dari sebuah tindakan  Tujuan (Goals)

Yaitu keadaan akhir yang hendak dicapai  Rencana atau usulan (Plans or proposals)

Yaitu cara yang ditetapkan untuk mencapai tujuan  Program

Yaitu cara yang disahkan untuk mencapai tujuan

(25)

12  Keputusan atau pilihan (Decisions or choices)

Yaitu tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevalusi program

 Pengaruh (Effects)

Yaitu dampak program yang dapat diukur (yang diharapkan dan yang tidak diharapkan; yang bersifat primer atau yang bersifat sekunder)

Sementara itu, gagasan tentang publik berasal dari bahasa Inggris yaitu public yang berarti (masyarakat) umum dan juga rakyat. Menurut Parsons (2008:3), publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama.

Rumusan kebijakan publik yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan (Winarno, 2002:15). Sementara itu, Wildavsky dalam Kusumanegara (2010) mendefinisikan kebijakan publik merupakan suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dari aktivitas pemerintah dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, seperti tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil

(26)

13 kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (outcomes) (Anderson dalam Winarno, 2002).

Dari beberapa pengertian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk keputusan yang telah dipilih dan ditetapkan pemerintah untuk dilaksanakan maupun tidak dilaksanakan dan menyangkut kepentingan orang banyak.

1.6.1.2 Tahapan Kebijakan Publik

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (William Dunn, 2003:22). Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting), rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, Dunn mengemukakan beberapa tahap analisis yang harus dilakukan yaitu:

1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting)

Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi

(27)

14 masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru. Perumus kebijakan harus difasilitasi berupa dukungan sosial, dukungan politik, dukungan budaya.

2. Formulasi kebijakan

Dalam tahap formulasi kebijakan, peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu.

3. Adopsi kebijakan

Pada tahap adopsi kebijakan, pengambil kebijakan terbantu dalam rekomendasi yang membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. 4. Implementasi kebijakan

Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya terhadap pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang

(28)

15 tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. Proses implementasi membutuhkan fasilitasi seperti tim, lembaga, peraturan, sumber daya. 5. Evaluasi kebijakan

Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan.

1.6.2 Implementasi Kebijakan

Hal yang paling penting dalam proses kebijakan adalah pengimplementasiannya. Secara etimologi, implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu yang dimaksud dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Menurut Patton dan Sawicki dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan (2003:9), implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah

(29)

16 diseleksi. Program dan atau kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.

Seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan. Dunn mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus dengan menyebutnya implementasi kebijakan (policy implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132).

Implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami “apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan atau legislasi kebijakan publik, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa (Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, 2008:176).

Tahap implementasi kebijakan merupakan tahap dimana alternatif yang telah ditetapkan diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Tahap tersebut dilaksanakan oleh unit-unit administratif dengan memobilisasi sumber daya yang ada. Tanpa implementasi, suatu kebijakan akan sia-sia dan hanya berupa konsep semata. Implementasi kebijakan merupakan rantai yang menghubungkan

(30)

17 formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi berupa penerapan, penyelenggaraan, pelaksanaan, atau pengeksekusian suatu kebijakan yang telah disahkan.

1.6.3 Evaluasi Kebijakan

Evaluasi merupakan tahap terakhir didalam proses kebijakan publik. Evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu berjalan dengan baik atau tidak. Lester dan Stewart dalam Kusumanegara (2010) menyatakan evaluasi kebijakan pada hakekatnya mempelajari konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik. Evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan.

Thomas R. Dye dalam Parsons (2008:547) menyatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah “pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan publik”. Tepatnya ia mencatat evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai.

Sementara itu, Anderson (1979) berpendapat evaluasi kebijakan memusatkan perhatiannya pada estimasi, penilaian, dan taksiran terhadap implementasi (proses) dan akibat-akibat (dampak) kebijakan. Dalam hal ini, evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa

(31)

18 meliputi perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun dampak kebijakan.

1.6.3.1 Tujuan Evaluasi Kebijakan

Dalam mengevaluasi kebijakan, ada fokus yang ingin dicapai oleh pengevaluasi. Evaluasi kebijakan memiliki tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut (Subarsono, 2005:120-121) :

a. menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan

Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

b. mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan

Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan

c. mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan

Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.

d. mengukur dampak suatu kebijakan

Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.

(32)

19 Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan – penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target

f. sebagai bahan melakukan (input) untuk kebijakan yang akan datang

Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan kedepan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

1.6.3.2 Langkah-Langkah Evaluasi Kebijakan

Agar suatu kebijakan dapat dievaluasi dengan baik, para ahli mengembangkan langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan. Edward Suchman dalam Winarno (2004:169) mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan yaitu:

1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi 2. Analisis terhadap masalah

3. Deskripsi dan standardisasi kegiatan

4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi

5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain

6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak

Menurut Suchman, mendefinisikan masalah merupakan tahap yang paling penting dalam evaluasi kebijakan. Setelah masalah didefinisikan dengan jelas

(33)

20 maka tujuan-tujuan dapat disusun dengan jelas pula. Oleh karena itu, ia juga mengidentifikasi beberapa pertanyaan operasional untuk menjalankan riset evaluasi seperti:

(1) Apakah yang menjadi isi dari tujuan program? (2) Siapa yang menjadi target program?

(3) Kapan perubahan yang diharapkan terjadi?

(4) Apakah tujuan yang ditetapkan satu atau banyak (unitary or multiple)? (5) Apakah dampak yang diharapkan besar?

(6) Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut dicapai?

1.6.3.3 Pendekatan Evaluasi

Menurut William N. Dunn (2003:611-612), evaluasi kebijakan mempunyai dua aspek yang saling berhubungan: penggunaan berbagai macam metode untuk memantau hasil kebijakan publik dan program dan aplikasi serangkaian nilai untuk kegunaan hasil terhadap beberapa orang, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Dunn membedakan tiga jenis pendekatan dalam evaluasi antara lain:

1. Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi

(34)

21 utamanya adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri atau tidak kontoversial.

2. Evaluasi formal (formal evaluation) merupakan pendekatan yang menggunakan metode dekriptif untuk menghasikan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utamanya bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program. 3. Evaluasi keputusan teoritis (decision-theoretic evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode dekriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Perbedaan pokok evaluasi ini dengan dua jenis pendekatan di atas adalah bahwa evaluasi keputusan teoritis berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik yang tersembunyi atau dinyatakan.

(35)

22 Tabel 1.2 : Pendekatan Evaluasi Menurut William Dunn

PENDEKATAN TUJUAN ASUMSI

BENTUK-BENTUK UTAMA Evaluasi Semu Menggunakan

metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya atau tidak controversial  Eksperimentasi sosial  Akuntansi sistem sosial  Pemeriksaan sosial  Sintesis riset dan praktik Evaluasi Formal Menggunakan

metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program-kebijakan Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai  Evaluasi perkembangan  Evaluasi eksperimental  Evaluasi proses retrospektif  Evaluasi hasil retrospektif Evaluasi Keputusan Teoritis Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diam-diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai  Penilaian tentang dapat tidaknya evaluasi  Analisis utilitas multiatribut Sumber: Dunn (2003:612)

(36)

23 1.6.3.4 Model Evaluasi Kebijakan

Menurut Wayne Parsons (2008:549-552), ada dua macam model evaluasi kebijakan yang digunakan yaitu:

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan atau program yang sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang “seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan implementasi”. Pada fase implementasi memerlukan evaluasi “formatif” yang akan memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau diatur untuk menghasilkan umpan balik yang bisa berfungsi untuk meningkatkan proses implementasi.

Rossi dan Freeman dalam buku Parsons mendeskripsikan model evaluasi ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan:

 Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat  Apakah penyampaian pelayanannya konsisten degan spesifikasi

desain program atau tidak

 Sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melakukan program

2. Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem

(37)

24 yang ditanganinya. Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model penelitian komparatif yang mengukur beberapa persoalan yaitu:

 membandingkan sebelum dan sesudah program diimplentasikan  membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok

dengan kelompok lain atau antara satu kelompok yang menjadi subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok kontrol);

 membandingkan apa yang terjadi dengan yang apa yang mungkin terjadi tanpa intervensi.

 atau membandingkan bagaiamana bagian – bagian yang berbeda dalam satu wilayah mengalami dampak yang berbeda – beda akibat dari kebijakan yang sama.

1.6.3.5 Kriteria Evaluasi

Suatu kebijakan yang telah diimplementasikan harus menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan. William N. Dunn (2003:610) mengemukakan beberapa kriteria dalam menilai kinerja kebijakan, sebagai berikut:

(38)

25 Tabel 1.3 : Kriteria Evaluasi

TIPE KRITERIA PERTANYAAN ILUSTRASI

Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?

Unit pelayanan Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan

untuk mencapai hasil yang diinginkan?

Unit biaya Manfaat bersih Rasio biaya-manfaat Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil

yang diinginkan memecahkan masalah?

Biaya tetap

(masalah tipe I) Efektivitas tetap (masalah tipe II) Perataan Apakah biaya dan manfaat

didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertentu?

Kriteria Pareto Kriteria kaldor-Hicks Kriteria Rawls Resposivitas Apakah hasil kebijakan

memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?

Konsistensi dengan survai warga negara

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?

Program publik harus merata dan efisien Sumber: Dunn (2003:610)

Kriteria-kriteria di atas merupakan tolak ukur atau indikator dari evaluasi kebijakan publik. Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka pembahasan dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan yang dirumuskan oleh William N. Dunn untuk setiap kriterianya. Untuk lebih jelasnya setiap indikator tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1) Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Apabila pencapaian

(39)

26 tujuan-tujuan organisasi semakin besar, maka semakin besar pula efektivitasnya. Adanya pencapaian tujuan yang besar daripada organisasi, maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut.

William N. Dunn dalam bukunya yang berjudul Pengantar Analisis Kebijakan Publik: Edisi Kedua, menyatakan bahwa:

“Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya” (Dunn, 2003:429).

Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu.

Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers dalam bukunya Efektivitas Organisasi menyebutkan beberapa ukuran daripada efektivitas, yaitu:

1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi; 2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;

3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik; 4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap

(40)

27 5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah

semua biaya dan kewajiban dipenuhi;

6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan masa lalunya;

7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu;

8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian waktu;

9. Semangat kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki;

10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk mencapai tujuan;

11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan mengkoordinasikan;

12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan;

(41)

28 Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai.

2) Efisiensi

Apabila kita berbicara tentang efisiensi bilamana kita membayangkan hal penggunaan sumber daya (resources) kita secara optimum untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai.

William N. Dunn berpendapat bahwa:

“Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien” (Dunn, 2003:430).

Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan kebijakan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.

3) Kecukupan

Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn

(42)

29 mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal ini, dalam kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.

3) Perataan

Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William N. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434).

Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau kewajaran.

(43)

30 5) Responsivitas

Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn, responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk yang positif berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa penolakan.

Dunn pun mengemukakan bahwa:

“Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan” (Dunn, 2003:437).

Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan.

(44)

31 6) Ketepatan

Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. William N. Dunn menyatakan bahwa kelayakan (Appropriateness) adalah:

“Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut” (Dunn, 2003:499).

Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya (bila ada). Misalnya dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik dampak tak terduga secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif lain yang dirasakan lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih dinamis.

1.6.3.6 Metode Evaluasi

Menurut Finsterbusch dan Motz dalam Subarsono (2005:128), untuk melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, ada beberapa metode evaluasi yang dapat dipilih yakni:

a. Single program after – only yaitu informasi diperoleh berdasarkan keadaan kelompok sasaran sesudah program dijalankan

b. Single program before – after yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan perubahaan keadaan sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan

(45)

32 c. Comparative after – only yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan keadaan sasaran dan bukan sasaran program dijalankan

d. Comparative before – after yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan efek program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.

Tabel 1.4 : Metodologi untuk Evaluasi Program

Jenis Evaluasi

Pengukuran kondisi

kelompok sasaran Kelompok Kontrol

Informasi yang diperoleh Sebelum Sesudah

Single Program After – Only

Tidak Ya Tidak Ada Keadaan kelompok sasaran

Single Program Before – After

Ya Ya Tidak Ada Perubahan kelompok sasaran

Comparative After - Only

Tidak Ya Ada Keadaan kelompok

sasaran dan kelompok kontrol

Comparative Before – After

Ya Ya Ada Efek program terhadap

kelompok sasaran dan kelompok kontrol

Sumber : Subarsono (2005:130)

1.6.3.7 Evaluasi Dampak

Sebelumnya telah disebutkan bahwa evaluasi kebijakan adalah usaha untuk menentukan dampak dari kebijakan pada kondisi-kondisi kehidupan nyata. Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan. Akibat dari output kebijakan ada dua macam yakni:

 Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran (baik akibat yang diharapkan atau tidak diharapkan) dan akibat

(46)

33 tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact).

 Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran, baik yang sesuai dengan yg diharapkan atau tidak dan akibat tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran (effects).

Evaluasi dampak merupakan usaha menentukan dampak atas implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan.

Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno (2002: 170-171), setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh seorang evaluator didalam melakukan evaluasi kebijakan publik, yaitu: Pertama, evaluasi kebijakan mungkin menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, misalnya pekerjaan, uang, materi yang diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Keluaran ini merupakan hasil yang nyata dari adanya kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi seorang evaluator.

Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, misalanya usaha untuk mengurangi kemacetan lalu lintas atau tingkat kriminalitas. Dan ketiga, evaluasi kebijakan barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy feedback, termasuk didalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah

(47)

34 atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat keputusan.

Pada sisi yang lain, Thomas R. Dye dalam Winarno (2002: 171-173) menyatakan dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semuanya harus diperhitungkan dalam membicarakan evaluasi.

1) Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada orang-orang yang terlibat.

2) Kebijakan-kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan.

3) Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan di masa yang akan datang.

4) Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik.

5) Dimensi yang terakhir dari evaluasi kebijakan adalah menyangkut biaya-biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik.

Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin sangat jauh dari yang diharapkan atau diinginkan, tetapi kebijakan tersebut pada dasarnya mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat.

(48)

35 1.6.3.8 Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti

Didalam penelitian ini, peneliti akan melakukan evaluasi dampak dengan menggunakan model Single Program Before-After. Peneliti hendak melihat perubahan keadaan kelompok sasaran sebelum dan sesudah program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) diimplementasikan.

1.6.4 Pemberdayaan Masyarakat

Konsep pemberdayaan dapat dikatakan sebagai jawaban atas realitas ketidakberdayaan (disempowerment). Mereka yang tidak berdaya adalah pihak yang tidak memiliki daya atau kehilangan daya. Mereka yang tidak berdaya adalah mereka yang kehilangan kekuatannya.

Definisi pemberdayaan dalam arti sempit, yang berkaitan dengan sistem pengajaran antara lain dikemukakan oleh Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata”empower” mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power of authority dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering,

(49)

36 and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu (Ginanjar K., “Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan : Teori, Kebijaksanaan, dan Penerapan”, 1997:55).

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta

(50)

37 pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.

Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.

Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat didalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi.

(51)

38 Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan (Bahan Kuliah PPS SP ITB, “Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat”, hlm 2-3).

1.6.4.1 Tahap-tahap Pemberdayaan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Dengan demikian untuk menjadi mandiri perlu dukungan kemampuan

(52)

39 berupa sumberdaya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, psikomotorik afektif dan sumberdaya lain yang bersifat fisik dan material (Khausar, 2012).

Agar pemberdayaan dapat dilakukan sesuai dengan target, perlu memperhatikan tahap-tahap yang harus dilalui meliputi:

1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3) Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk menghantarkan pada kemandirian. (Ambar Teguh S, 2004:82-83)

1.7 Definisi Konsep

Defenisi konsep memberi batasan terhadap pembahasan dari permasalahan yang ditentukan oleh peneliti. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah :

a. Evaluasi dampak kebijakan Program SANIMAS adalah usaha untuk menentukan dampak atas implementasi kebijakan program SANIMAS yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada kelompok sasaran atau tujuan kebijakan.

b. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak

Gambar

Tabel 1.4 : Metodologi untuk Evaluasi Program
Tabel 3.4 : Data Umum Mengenai Kecamatan Medan Belawan
Tabel 3.5 : Luas Wilayah Dirinci per Kelurahan Tahun 2012  No.  Kelurahan  (1)  Luas ( )  (2)  Persentase (%) (3)
Tabel 3.6 : Banyaknya Pegawai Negeri Kantor Camat dan Instansi  Pemerintah Di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2012 (Jiwa)
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Evaluasi hasil retrospektif Evaluasi Keputusan Teoritis Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan

Review kembali rancangan awal RPJMD yang meliputi isu isu strategis, visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan lima tahunan, strategi dan arah kebijakan, kebijakan umum dan

Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat UT Pusat Tahun 2014 ini berisi tentang tujuan, sasaran, hasil program yang diharapkan, cara pelaksanaan kegiatan, pelaksana,

Bagaimana kesesuaian antara kebijakan, tujuan, sasaran, dan latar kebutuhan program PPM Tematik Posdaya dengan Standar Program Pengabdian Masyarakat Tematik Posdaya

Dampak juga melihat akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran, baik yang sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak dan apakah akibat

• Operasi dan pemeliharaan fasilitas di seluruh lokasi SANIMAS di Kabupaten Jember dinilai sangat kurang karena banyak penduduk yang tidak sadar dan peduli terhadap fasilitas

Namun dilihat dari indikator ketepatan biaya, ketepatan berfikir, ketepatan waktu, ketepatan tujuan, dan ketepatan sasaran yang menjadi acuan indikator peneliti masih di perlukan

Kunci keberhasilan dari indikator ketepatan yaitu BUMDes di desa Sidodadi dapat dinilai memberikan manfaat kepada masyarakat .Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif