• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Ulta Levenia. I. Pendahuluan Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Ulta Levenia. I. Pendahuluan Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Perubahan Struktural Ekonomi Indonesia pada Masa Orde Baru Melalui International Monetary Fund (IMF) sebagai Institusi dengan Paham Neoliberalisme : Studi Program Penyesuaian Struktural

Oleh: Ulta Levenia

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

International Monetary Fund (IMF) atau dalam bahasa Indonesia „Dana Moneter

Internasional‟ adalah salah satu badan khusus yang di bawahi oleh bank dunia atau World Bank dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation). IMF didirikan dengan tujuan membangun kesehatan perekonomian dunia dan memberikan bantuan bagi negara yang membutuhkan bantuan dana. Dengan tujuan utama membantu kesehatan perekonomian dunia, maka IMF dalam hal ini dapat membantu berbagai negara yang sedang mengalami kesulitan dalam sektor ekonomi terutama sebagai dukungan umum terhadap neraca pembayaran maupun cadangan devisa suatu negara sementara negara tersebut sedang mengambil langkah kebijakan untuk mengatasi kesulitannya. Sebagai “dokter” ekonomi negara-negara di dunia, IMF melancarkan “obat” melawan krisisnya yang mengandung neoliberalisme. Setiap negara yang terindikasi “penyakit” krisis moneter, meminta bantuan kepada IMF dan IMF selalu memberikan “resep” yang sama demi penyembuhan “penyakit” negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami krisis ekonomi pada awal Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Peninggalan permasalahan ekonomi Orde Lama, berupa depresiasi nilai mata uang rupiah, melemahnya daya beli masyarakat dan lemahnya sektor swasta dalam perekonomian membuat ekonomi Indonesia terpuruk pada masa itu. Salah satu tindakan pemerintah adalah dengan meminta bantuan IMF berupa pinjaman. IMF mensyaratkan adanya perubahan struktural perekonomian Indonesia untuk dapat menjalankan pinjaman IMF tersebut. Klaimnya persyaratan perubahan struktural ini merupakan bagian penting yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia demi terwujudnya negara dengan kekuatan ekonomi yang baik. Untuk itu pemerintah Indonesia perlu bekerja sama dengan IMF dengan menjalankan persyaratan tersebut, di

(2)

antaranya berupa privatisasi perusahaan nasional, liberalisasi pasar, meningkatkan investor asing melalui penanaman modal asing. Paham neoliberalisme dalam tubuh IMF ini disalurkan melalui

Structural Adjustment Program (SAP) yang merupakan salah satu persyaratan yang harus

dipatuhi pemerintahan yang meminta bantuan kepada IMF. Dalam kurun waktu yang lama setelah penerimaan bantuan IMF dan pelaksanaan program penyesuaian struktural atau SAP dilakukan, Indonesia ikut terkena krisis moneter pada tahun 1998. Krisis moneter ini menghancurkan perekonomian Indonesia yang sebelumnya telah dibangun sedemikian baiknya dengan bantuan pinjaman dari IMF. Melalui bantuan IMF dan program penyesuaian strukturalnya, idealnya Indonesia cukup kuat untuk menghadapi krisis moneter tersebut, dengan struktur ekonomi yang sudah berubah sesuai dengan negara industri lainnya. Namun ternyata Indonesia tidak mampu menghadapi krisis moneter yang merupakan efek domino atau pengaruh dari negara lain yang juga terkena krisis.

1.2. Kerangka Teoritis

David Harvey dalam bukunya “The Brief History of Neoliberalism”, menjelaskan dengan apik bagaimana IMF sebagai institusi dan agen yang menyebarluaskan paham Neoliberalisme melaui operasi administrasi yang harus disetujui oleh setiap negara yang membutuhkan bantuan IMF demi menyelamatkan perekonomian negara tersebut. Harvey menyatakan bahwa lembaga atau institusi internasional seperti IMF, World Bank, World Trade Organization (WTO) melakukan regulasi liberalisasi pasar dalam upaya melancarkan paham Neoliberalisme dan dengan singkat, Neoliberalisme menjadi paham yang meng-hegemoni paham ekonomi dunia dalam bentuk diskursus.1 Menurut Harvey, melalui regulasinya IMF beserta agen Neoliberalisme lainnya menanamkan paham bahwa kebaikan sosial akan maksimal dengan memaksimalkan pasar sebagai domain kegiatan manusia. Melalui Structural Adjustment Program (SAP) yang wajib dijalankan oleh pemerintahan yang menerima bantuan, IMF masuk dengan regulasi sarat dengan Neoliberalisme. Regulasi IMF seperti mengharuskan privatisasi, membuka pengelolaan sumber daya alam kepada pasar, hingga privatisasi keamanan sosial (social security) merupakan tindakan agar Neoliberalisme dapat tumbuh di negara tersebut. Regulasi ini direfleksikan sebagai peraturan pemerintah yang mendukung agar setiap kebijakan berorientasi pasar dan ramah akan investasi modal asing.

1

(3)

Keberadaan IMF ini yang bagi beberapa negara terlihat sebagai pahlawan di tengah terjangan krisis bagi Harvey hanya berdasarkan kepentingan Neoliberalisme yang membutuhkan sistem yang sama di setiap negara. Aktor utama dibalik layar IMF bagi Harvey adalah United States (US) yang merupakan tuan dari Neoliberalisme. Karena jika situasi kembali pada masa teori Keynesian masih berlaku, maka negara-negara barat khususnya United States (US), Inggris dan kolega akan mengalami keterpurukan ekonomi, dengan kuatnya kontrol negara terhadap pasar, seperti halnya yang berlaku ketika terbentuknya OPEC. Kebutuhan akan terorganisasinya sistem yang sama di setiap negara ini dapat diwujudkan melalui IMF. Kemudian IMF bersama Bank Duni (World Bank) menjadi pusat dari penyebaran dan pelaksanaan sistem “Free Market

Fundamentalist” dan pengikut neoliberalisme.2 Tentunya dipaksakan masuk dengan memanfaatkan krisis dan kewajiban bagi pemerintahan negara tersebut untuk mengadopsi peraturan yang ditetapkan oleh IMF.

1.3 Rumusan Masalah

Indonesia di akhir masa pemerintahan presiden Soekarno atau Orde Lama mengalami krisis ekonomi yang hebat dengan tingginya tingkat inflasi hingga 600%, rendahnya daya beli masyarakat dan kosongnya kas negara. Keadaan ini memaksa pemerintahan setelah presiden Soekarno yang dipimpin oleh presiden Soeharto atau Orde Baru untuk memperoleh pinjaman asing demi mencapai perbaikan ekonomi. Meskipun sebelumnya Indonesia pada masa Orde Lama pernah memiliki hubungan dengan IMF, tetapi pemerintahan Orde Lama tidak melakukan kewajiban yang diharuskan oleh IMF, dengan melakukan nasionalisasi perusahaan privat. Pemerintahan Orde Baru melakukan kerja sama yang baik dengan IMF dengan menaati peraturan dan kewajiban IMF salah satunya melalui penerapan program penyesuaian struktural. Program ini mengubah kondisi ekonomi Indonesia yang lebih liberal dan berorientasi kepada pasar. Selain itu, pemerintahan Orde Baru menerapkan kebijakan ekonomi yang ramah dengan investor asing atau penanaman modal asing di Indonesia. Makalah ini menganalisis bahwa program penyesuaian struktural yang diwajibkan oleh IMF dan dijalankan melalui kebijakan pemerintah Indonesia memberikan dampak terhadap struktur ekonomi yang awalnya merupakan negara berbasis agraris bergeser menjadi negara berbasis industri. Namun kesehatan

2

(4)

perekonomian Indonesia ini tidak mampu dijaga sehingga cukup kuat untuk melawan krisis, oleh karena itu, krisis moneter pada tahun 1998 merubuhkan perekonomian Indonesia.

1.4. Pertanyaan Penelitian

Seiring dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis paparkan, maka pertanyaan utama makalah ini adalah: bagaimana program penyesuaian struktural atau yang dikenal dengan Structural Adjustment Program (SAP), mengubah struktur perekonomian Indonesia dan apa yang menyebabkan Indonesia tidak mampu menghadapi krisis moneter tahun 1998 setelah program tersebut telah dilaksanakan.

I.I. Pembahasan

2.1. IMF dan Structural Adjustment Program (SAP)

IMF (International Monetary Fund) merupakan organisasi yang berada di bawah wewenang Bank Dunia atau World Bank. Tujuan utama didirikannya IMF dalah dalam rangka memelihara kesehatan ekonomi dunia dan membantu negara anggota yang menghadapi krisis ekonomi maupun moneter. Selain itu, IMF juga mendorong kerjasama moneter global, mengamankan stabilitas keuangan, memfasilitasi perdagangan internasional yang dilakukan oleh 188 negara-negara anggota, mempromosikan kerja tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang bersangkutan dan yang terakhir adalah mengurangi kemiskinan di seluruh dunia.3 Hingga saat ini, IMF memiliki andil dalam membantu mengatasi masalah-masalah struktural dengan adanya program yang mengatasi permasalahan tersebut, yaitu program penyesuaian struktura atau

Structural Adjustment Program (SAP). Perubahan struktural yang dimaksud adalah

perubahan-perubahan yang mencakup salah satunya perubahan-perubahan infrastruktur dimana hal tersebut mendukung perubahan suatu negara yang berasal dari negara agraris menjadi negara Industri karena pada dasarnya perubahan struktural terjadi karena adanya masalah struktural yang terdiri dari berbagai persoalan besar dan mendasar sejak lama secara sistematis, disadari atau tidak dan terus mengikat pada keterpurukan.4 Melalui perspektif IMF, melihat bahwa untuk dapat

3www.imf.org (diakses pada 14/12/2015 pukul 07.18) 4

Basri, Faisal. 2009. “Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek perekonomian Indonesia”. Jakarta: Kencana

(5)

memperbaiki kondisi perekonomian suatu negara yang terkena krisis, perubahan pertama kali yang perlu dilakukan adalah perubahan struktural perekonomian itu sendiri.

Negara anggota yang membutuhkan bantuan finansial oleh IMF untuk penangan krisis, diwajibkan untuk melaksanakan Structural Adjustment Program (SAP) untuk dapat dapat menjalankan dana yang disediakan oleh IMF. Program penyesuaian struktural yang dimaksud adalah penghapusan subsidi, liberalisasi perdagangan, privatisasi, liberlisasi investasi, deregulasi, restrukturisasi perbankan dan hal lain sebagainya. Hal ini bagi IMF, ditujukan untuk membangunkan kembali kondisi perekonomian negara yang terkena krisis moneter. Program IMF ini memiliki pro dan kontra terhadap kinerja dari program itu sendiri. Kontranya, program ini di beberapa negara menyebabkan semakin terpuruknya perekonomian, karena dengan privatisasi negara menjadi kekurangan aset yang diharapkan menambah kas negara. Sedangkan pro nya, beberapa negara sukses menjadi negara industri karena keterlibatan IMF dalam mengubah struktur perekonomian negara tersebut.

Structural Adjustment Program (SAP) oleh IMF ini, dapat dijelaskan dalam beberapa poin

berikut:

• Memperkuat sektor moneter dan keuangan melalui nasihat pengaturan sistem perbankan, pengawasan, dan restrukturisasi, manajemen dan pengoperasian sistem valuta asing, sistem kliring dan penyelesaian untuk pembayaran, serta struktur dan pembangunan bank sentral;

• Mendukung manajemen dan kebijakan fiskal yang kuat melalui nasihat administrasi dan kebijakan bea dan cukai, formulasi anggaran, manajemen perbelanjaan, rancangan jaringan pengaman sosial, dan manajemen hutang internal dan external;

• Menyusun, mengelola, and diseminasi data statistik dan meningkatkan kwalitas data; dan

(6)

• Penulisan konsep dan peninjauan peraturan perundangundangan ekonomi dan keuangan.5

Beberapa kondisi untuk Structural Adjustments atau juga sering juga disebut sebagai The

Washington Consensus dapat mencakup: 6

Memotong pengeluaran, juga dikenal sebagai Austerity.

 Fokus output ekonomi terhadap ekspor langsung dan ekstraksi sumberdaya,  Devaluasi mata uang,

 Liberalisasi perdagangan, peningkatan impor dan pembatasan ekspor,

 Meningkatkan stabilitas investasi (dengan melengkapi investasI langsung asing dengan pembukaan pasar saham domestik),

Menyeimbangkan anggaran dan tidak overspending,  Menghapus kontrol harga dan subsidi negara,

 Privatisasi, atau pelepasan semua atau bagian dari perusahaan milik negara,  Meningkatkan hak-hak investor asing vis-a-vis hukum nasional,

 Meningkatkan tata pemerintahan dan memerangi korupsi

2.2. Masuknya Indonesia ke dalam Pusaran Neoliberalisme melalui bantuan IMF

Tantangan utama pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Jendral Soeharto adalah mengembalikan perekonomian Indonesia yang terpuruk ditandai dengan melemahnya daya beli masyarakat, depresiasi nilai rupiah dan tingginya tingkat inflasi pada masa itu mencapai sekitar 600% (Hyperinflation). Permasalahan pemerintahan Orde Baru ini terdapat dalam pernyataan Ali Moertopo di bawah ini:

“Pembangunan pemerintah pada awal Orde Baru berorientasi pada usaha

penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada

5 Clift, Jeremy. 2001. “What is International Monetary Fund in Indonesia”. Washington, D.C. Hlm:35 6

James, B. 1997. “A Political Ecology of Structural-Adjustment Policies: The Case of The Dominican Republic,Culture & Agriculture”, Greenberg., hal. 85-93

(7)

awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650% setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah” (AliMoertopo, 2009:48).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintahan Orde Baru melakukan rekonstruksi ekonomi salah satunya dengan bantuan IMF. IMF di Indonesia, dijalankan melalui IGGI

(International Governmental Group on Indonesia) yang kemudian berganti nama menjadi CGI (Consultative Group on Indonesia). Seperti umumnya negara-negara yang meminta bantuan

IMF, Indonesia juga harus melakukan tiga hal yaitu liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi.7 Tiga indikator tersebut merupakan indikator penting untuk menjalankan Struktural Adjustment

Program (SAP) oleh IMF. Dalam bidang liberalisasi, penerapan oleh pemerintahan Indonesia

melakukan perombakan dasar yuridis dan membuat salah satu undang-undang yaitu UU no 1 tahun 1967 yang mengatur tentang penanaman modal asing. Dalam undang-undang ini Indonesia membuka diri bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Liberalisasi ini dilakukan agar upaya pembangunan di Indonesia berjalan dengan lancar. Dengan konsep yuridis dalam bentuk kebijakan dan undang-undang yang mendukung liberalisasi ini, mempermudah investor asing melakukan investasi di Indonesia dengan memperhitungkan Low Wage

Production.

Pelayanan ini diberikan dengan membukakan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor melalui pengurangan subsidi untuk kebutuhan-kebutuhan dasar (seperti pendidikan, kesehatan, pangan dan perumahan), termasuk menghilangkan subsidi pada listrik, tarif telepon dan bahan bakar minyak.8 Hasilnya banyak investor asing dalam kurun waktu 1967-1997 mendirikan perusahaan mereka di Indonesia karena kemudahan akses dan biaya operasional perusahaan yang dapat ditekan dibandingkan memilih berinvestasi di negara lain. Diasumsikan jika banyak investor asing melakukan investasi di Indonesia maka perekonomian negara dapat berkembang, seperti pengelolaan lahan ekonomi yang belum tersentuh oleh pemerintah ataupun pengusaha lokal. Dampak positif dari penyesuaian struktural dalam konteks liberalisasi ini yaitu membuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia,

7 Prasetiantono,A Tony. 2003. “IMF (International Monetary Fund”. Dalam “Neoliberalisme” oleh I. Wibowo dan

Francis Wahono. Pustaka Rakyat Cerdas. Yogyakarta. Hlm: 117

8Kusfiardi, “Menyerah Untuk Dijajah AS”,

http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_ pdf=1&id=58 diakses pada 14/12/2015: 14.55

(8)

secara otomatis ini akan mengurangi pengangguran. Selain itu dengan adanya liberalisasi ini menjadi sarana untuk peralihan teknologi dan pengetahuan bagi masyarakat Indonesia. Namun dampak negatifnya, perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing dengan perusahaan asing yang telah matang secara konsep, modal, dan distribusi. Selain itu banyak lahan ekonomi yang menguasai hajat banyak orang yang dikuasai oleh sektor privat terutama perusahaan asing, seperti air mineral (Aqua) pertambangan ( Caltex, Freeport, Exon Mobil, Newmont dst), dan komunikasi (Indosat).

Dalam bidang deregulasi pemerintahan Indonesia membentuk suatu konsep yang memudahkan semua masyarakat mengakses sumber daya alam, yang kemudian juga tercantum dalam program Rapelita. Pemerintah membuka artikulasi kepentingan masyarakat pedesaan, dengan menguncurkan subsidi (subsidi pupuk, bantuan kredit, harga pembelian yang memadai, bantuan irigasi dan bentuk bantuan lainnya) yang dibiayai oleh utang luar negeri dan kenaikan harga minyak.9 Semua masyarakat dituntut aktif untuk menjalankan perekonomian agar menunjang pembangunan yang telah dirumuskan dalam program Rapelita. Pemerintahan Soeharto pada saat itu membuka kesempatan dan menunjang masyarakatnya untuk menjadi aktor dalam perekonomian melalui kebijakan pemerintah. Hal ini berdampak positif dengan dikenalnya Indonesia sebagai “Macan Asia” karena sukses dalam sektor pertanian dan menjadi salah satu negara eksportir minyak bumi yang pada masa itu meningkat harganya.

Tuntutan IMF yang lain demi membantu membangun ekonomi Indonesia adalah tuntutan privatisasi BUMN. Pada masa Orde Baru, fungsi BUMN tidak dijalankan selayaknya perusahaan yang mencari keuntungan untuk menambah kas negara. BUMN dibuat untuk menjadi pionir dalam sektor-sektor yang tidak menarik dengan infrastruktur yang miskin. Namun pada tahun 1970an terjadi ledakan minyak dan harga minyak dunia yang meningkat, ini menjadikan peran BUMN meningkat. Dengan mendapatkan banyak keuntungan dari BUMN pemerintah memiliki modal untuk membangun BUMN baru. Fenomena ini bertahan selama hampir satu dasawarsa, dan berakhir setelah terjadinya krisis keuangan karena jatuhnya harga minyak di pasar dunia pada tahun 1983.10 Semenjak itu privatisasi gencar didiskusikan dan dilaksanakan oleh

9 Abison, Gama Fatih. 2002. “Dinamika Kebijakan Pangan Orde Baru: Otonomi negara vs pasar Global”. Jurnal Ilmu

sosial dan Ilmu Politik. ISSN 1410-4946. Hlm: 284

10

(9)

pemerintahan. Dimulai dengan privatisasi seperti PT. Telkom Indonesia, PT indosat, PDAM, PLN, PT tambang Batu Bara, PT Gresik, Krakatau Steel dan BUMN lainnya. Privatisasi dinilai perlu agar terdapat efisiensi perusahaan, jika perusahaan berada dalam penguasaan swasta, diasumsikan bahwa perusahaan tersebut dapat lebih efisien dan meningkatkan produktivitas perusahaan tersebut.

Hasil dari perubahan struktural di Indonesia ini secara umum dapat dilihat pada grafik berikut11

11

Laporan Kamar Dagang dan Industri Indonesia “Daya Saing Indonesia dalamMenarik Investasi Asing”.

(10)

Dari grafik yang dipublikasikan oleh Kamar Dagang dan Industri terlihat bahwa terjadi fluktuasi investasi dalam sektor industri yang pada umumnya terjadi peningkatan. Sektor jasa mengalami fluktuasi yang juga umumnya mengalami peningkatan walau tidak setinggi sektor Industri. Sementara itu sektor pertanian mengalami fluktuasi yang cenderung selalu turun dan tidak banyak mengalami peningkatan. Peralihan investasi masyarakat lokal dan asing ini memperlihatkan suskesnya proses perubahan struktural dari agraris ke industri di Indonesia karena berbagai faktor salah satunya menjalankan program liberalisasi, deregulasi dan privatisasi oleh IMF. Walau masih menjadi perdebatan namun pada masa orde baru bimbingan yang diberikan oleh IMF masih berdampak positif terhadap perubahan struktural di Indonesia.

Sementara itu, pendapatan negara dalam bentuk PDB dari berbagai sektor tampak mengalami pergeseran, digambarkan lewat tabel berikut12:

TABEL PERUBAHAN PDB STRUKTUR SEKTOR EKONOMI DI INDONESIA

2.3 Gagalnya Program Penyesuaian Struktural oleh IMF dan Jatuhnya Perekonomian Indonesia saat Krisis Moneter 1998

12

Widodo, Tri. “Tansformasi struktural perekonomian Indonesia pada tahun 2020: permasalahan dan tantangan”. Jurnal terbuka.

(11)

Structural Adjustment Program (SAP) atau Program Penyesuaian Struktural, merupakan

salah satu “obat” yang ditawarkan IMF sebagai “dokter” ekonomi kepada negara-negara anggota yang tergabung dalam IMF untuk menangani permasalahan ekonomi negara yang bersangkutan. Umumnya negara yang meminta bantuan IMF, merupakan negara berkembang yang rentan dan rapuh jika terjadi krisis, seperti Venezuela, Brazil, Turki dan lainnya termasuk Indonesia. IMF mulai melakukan intervensi terhadap perekonomian Indonesia melalui bantuan (utang) dana dari Masa Orde Lama, namun Presiden Sukarno yang sebagai Presiden Indonesia pada masa itu melakukan hal yang bertolak belakang dengan tujuan IMF yaitu Nasionalisasi perusahaan swasta. Sehingga pada Masa Orde Lama, IMF menarik bantuan tersebut. Peralihan Orde Lama dan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto memberi peluang IMF untuk mengintervensi perekonomian Indonesia, didukung dengan terpuruknya kondisi perekonomian Indonesia selepas Orde Lama.

Selama masa Orde Baru SAP yang diterapkan dapat berjalan cenderung baik dan memperbaiki perekonomian Indonesia karena masih dalam masa proses. Asumsinya hal ini dikarenakan SAP masih dilakukan perlahan dan ditopang dengan utang luar negeri oleh IMF melalui IGGI (International Governmental Group on Indonesia). Pada periode tersebut SAP masih belum menimbulkan masalah hingga terjadi krisis global pada tahun 1997. SAP yang menuntut liberalisasi, memberikan ruang yang besar kepada penanaman modal asing di Indonesia. Sehingga banyak perusahaan asing yang mendirikan perusahaannya di Indonesia karena memperhitungkan Low wage Production. Namun pertumbuhan ini tidak di topang dengan tabungan nasional yang memadai dan hanya mengandalkan utang luar negeri yang semakin membesar.13 Situasi seperti ini, membahayakan ketika pemodal asing menarik modal mereka di Indonesia.

Krisis Moneter yang berubah menjadi Krisis Total pada tahun 1997 dan memuncak pada tahun 1998 ini berdasarkan cirinya digolongkan sebagai krisis over investment. Dalam hal ini tidak ada obatnya, karena pemodal asing yang memasukkan modalnya kehilangan kepercayaan dan menarik modal mereka dari Indonesia, diperparah dengan tabungan nasional yang kosong.14 Hilangnya kepercayaan pemodal asing terhadap Indonesia disebabkan karena kerawanan

13

Lihat Kwik Kian Gie. 1999. “Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi Politik. Gramedia Pustaka. Jakarta. Hlm: 4

14

(12)

perekonomian Indonesia sendiri. Kerawanan perekonomian bisa terjadi karena unsur-unsur yang pada dasarnya bersifat internal, seperti kebijakan makro yang tidak tepat, lemahnya atau hilangnya kepercayaan terhadap mata uang dan lembaga keuangan dan ketidakstabilan politik.15 Kerawanan dapat pula berasal dari faktor eksternal, seperti kondisi keuangan global yang berubah, ketidakseimbangan atau misalignment nilai tukar mata uang dunia (dollar dengan yen), atau perubahan cepat dari sentimen pasar yang meluas sebagai akibat dari perilaku ikut-ikutan atau herdinstinct dari pelaku usaha.16 Inilah yang menjadi poin penilaian SAP gagal diterapkan di Indonesia.

III. Kesimpulan

Program penyesuaian struktural oleh IMF ynag diwajibkan dilaksanakan oleh pemerintaha negara yang menerima bantuan dari IMF, mengubah struktur negara tersebut menjadi lebih liberal dan terbuka dengan pasar. Indonesia merupakan pasien IMF yang juga melakukan hal tersebut pada masa pemerintahan Orde Baru. Perubahan struktur ekonomi Indonesia memang bergeser dari yang tadinya berbasis agraris menjadi negara berbasis industri dan taat kepada pasar. Melalui program ini juga IMF menuntut kebijakan pemerintahan yang mampu menarik investor asing sebanyak mungkin ke Indonesia. Pada masa awal penerimaan bantuan, Indonesia mengalami kesuksesan perekonomian, hingga menjadikan negara ini sebagai macan Asia Namun kesuksesan ini berakhir pada saat terjangan krisis moneter 1998 ikut menghancurkan perekonomian Indonesia. Hancurnya perekonomian Indonesia ini menandakan bahwa program penyesuaian struktural IMF tidak sukses di Indonesia. Terutama karena IMF menuntut adanya liberalisasi ekonomi Indonesia, perbaikan infrastruktur yang menunjang liberalisasi, menuntut privatisasi BUMN, sementara itu IMF tidak memperhitungkan sistem pemerintahan Indonesia yang rapuh sehingga sangat mudah untuk jatuh. Ibaratnya membangun gedung serbaguna yang besar dan tinggi, tetapi mengabaikan ketahanan fondasi bangunan tersebut.

15Djiwandono J. Soedjadjad. 2001. “Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi Indonesia”. Sinar Harapan.

Jakarta. Hlm: 6-7

16

(13)

Kepustakaan

Buku dan Jurnal:

Basri, Faisal. 2009. “Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap

Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek perekonomian Indonesia”.

Jakarta: Kencana

Clift, Jeremy. 2001. “What is International Monetary Fund in Indonesia”. Washington, D.C.

Harvey, David. 2005. “The Brief History of Neoliberalism”. Oxford University Press.

James, B. 1997. “A Political Ecology of Structural-Adjustment Policies: The Case of The

Dominican Republic,Culture & Agriculture”, Greenberg.

Kusfiardi, “Menyerah Untuk Dijajah AS”,

http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_

Gie, Kwik Kian. 1999. “Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi Politik. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Prasetiantono,A Tony. 2003. “IMF (International Monetary Fund”. Dalam

“Neoliberalisme” oleh I. Wibowo dan Francis Wahono. Pustaka Rakyat Cerdas. Yogyakarta.

Soedjadjad, Djiwandono J. 2001. “Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi

Indonesia”. Sinar Harapan. Jakarta.

Staf Departemen Hubungan Eksternal IMF, “Apakah Dana Moneter Internasional Itu”?, Washington DC, 2003,

Widodo, Tri. “Tansformasi struktural perekonomian Indonesia pada tahun 2020:

permasalahan dan tantangan”. Jurnal terbuka. Internet:

(14)

Laporan Kamar Dagang dan Industri Indonesia “Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing”. www.kadin-indonesia.or.id diakses pada 13/12/2015 pukul 16:48

Kusfiardi, “Menyerah Untuk Dijajah AS”,

http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=58 diakses pada 14/12/2015: 14.55

Gambar

TABEL PERUBAHAN PDB STRUKTUR SEKTOR EKONOMI DI INDONESIA

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini ditemukan responden dengan hipertensi di Puskesmas Welahan I Jepara sebelum di lakukan terapi PMR didapatkan hasil pada kelompok intervensi sistole

Tersedianya sarana produksi dan adanya celah-celah pemasaran yang baik di Kota Tasikmalaya, merangsang peternak untuk membudidayakan ternak domba, baik

Rancangan pemikiran penelitian yang tergambar dalam hubungan keterkaitn antara variabel di atas, merupakan model hubungan ganda dengan dua variabel independen X 1 ,yaitu

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya buku "Panduan Dapodik Versi 2021.b" dapat diselesaikan. Buku ini

Selanjutnya untuk memberikan gambaran arah dan sasaran yang jelas serta sebagaimana pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Negeri Pasarwajo diselaraskan dengan arah

tersebut tidak mustahil menimbulkan konflik konflik. Berdasarkan perspektif kurikuler ini, pengembangan pendidikan berwawasan global memiliki implikasi ke arah

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 4 sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashton, Williangham dan Elliot (1987) yang menggunakan variabel laba atau rugi perusahaan

Memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab sepenuhnya ( ) kepada Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan atas tindakan pengawasan dan pengurusan yang telah dilakukan selama