• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

2.1.1 Definisi

Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana sel-sel payudara berproliferasi secara abnormal (Culver et al, 2000). Sementara itu Nelson et al pada tahun 2009 menyatakan bahwa kanker payudara adalah suatu kondisi terjadinya proliferasi sel-sel ganas di jaringan payudara, khususnya di unit duktus atau lobulus.

2.1.2 Epidemiologi

Menurut hasil penelitian Ferlay et al di tahun 2008 mengenai estimasi insiden dan mortalitas akibat kanker di 182 negara, kanker payudara adalah jenis kanker kedua terbanyak di dunia (1,38 juta kasus, 10,9%). Kanker ini masih banyak ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang dengan perkiraan 690.000 kasus baru di tiap daerah. Berdasarkan penelitian mengenai statistik kanker di United States yang dilakukan Jemal et al (2010), perkiraan jumlah kasus kanker payudara pada perempuan mencapai 207.090 kasus (28 % dari total kanker) dan perkiraan kematian akibat kanker payudara sebesar 39.840 kasus (15%). Tiga tahun berikutnya, ternyata jumlah kasus kanker payudara di United States meningkat

(2)

mencapai 232.340 kasus (29%), dan kasus kematian akibat kanker payudara relatif turun sebesar 39.620 kasus (14%) (Siegel et al, 2013).

Sementara itu di Indonesia, kanker payudara termasuk jenis kanker kedua terbanyak setelah kanker leher rahim (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2013). Sebagian besar penderita kanker payudara datang berobat ke RS ketika kanker sudah mencapai stadium lanjut, dimana hal ini akan sangat mempengaruhi prognosis dan kesembuhan penderita (Rumah Sakit Dharmais Pusat Kanker Nasional, 2011). Menurut hasil penelitian Siahaan di tahun 2011 mengenai prevalensi kanker payudara di RS Hasan Sadikin Bandung, terdapat 275 kasus kanker payudara dalam rentang waktu Januari hingga Desember 2009. Data yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 menunjukkan, terdapat sekitar 200 penderita yang baru didiagnosa kanker payudara dalam 1 tahun.

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Kanker payudara disebabkan oleh banyak faktor, antara lain usia, genetik, riwayat keluarga, endokrin, diet, gaya hidup, aktifitas fisik, dan obesitas. Faktor lain yang mungkin terkait adalah densitas mammografi dan riwayat tumor jinak sebelumnya (Abdulkareem, 2013).

a. Usia

Penelitian Siegel et al (2013) menunjukkan bahwa semakin tinggi angka probabilitas kanker payudara seiring meningkatnya usia. Pada usia ≤ 39 tahun angka probabilitas kanker payudara 0,5%, pada usia 40-59 tahun angka

(3)

probabilitas 3,78%, pada usia 60-69 tahun angka probabilitas 3,56%, dan pada usia ≥ 70 tahun angka probabilitas meningkat mencapai 6,65%.

b. Genetik

Akumulasi kelainan genetik dalam jaringan dapat menyebabkan kanker, sehingga kanker disebut sebagai penyakit yang kompleks (Nagahata et al, 2002). Mutasi onkogen dan gen tumorsupressor dianggap sebagai elemen potensial timbulnya kanker payudara. Selain mutasi, apabila regulasi siklus sel mengalami kelainan, juga dapat menyebabkan sel ganas berproliferasi (Ostad and Parsa, 2011). Isolasi 2 gen yang rentan mengalami kelainan pada kanker payudara yaitu BRCA1 dan BRCA2, diidentifikasi sebagai gen tumorsupresor yang terkait dengan kejadian kanker payudara dalam riwayat keluarga. Selain itu mutasi gen tumorsupresor p53, TPM1, PDCD4 juga berperan dalam perkembangan kanker payudara (Nagahata et al, 2002; Prasad, 2004; Wen et al, 2007).

c. Riwayat Keluarga

Penelitian meta-analisis dengan kolaborasi 52 studi epidemiologi di tahun 2001 menunjukkan bahwa 12% perempuan penderita kanker payudara memiliki riwayat salah satu anggota keluarganya menderita penyakit ini. Dan 1% memiliki 2 atau lebih anggota keluarga penderita kanker payudara (Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast Cancer, 2001).

(4)

Asupan lemak dan jenis lemak yang dikonsumsi mempengaruhi kejadian kanker payudara. Asupan tinggi lemak sekitar 35-40% kalori lemak dapat memicu pertumbuhan tumor payudara. Serat dalam makanan dapat menurunkan insiden kanker payudara melalui inhibisi absorbsi kolesterol sebagai bahan baku sintesis hormon estrogen (Aguas et al, 2005), sebagaimana diketahui bahwa estrogen dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Baik diet maupun aktifitas dapat mempengaruhi level hormon plasma dan juga sebagai faktor resiko kanker payudara. Kedua faktor ini bersama dengan obesitas, meningkatkan resiko kanker payudara pada perempuan post-menopause. Salah satu kemungkinan mekanisme tingginya resiko kanker payudara pada perempuan obesitas post-menopause adalah sumber utama hormon estrogen berasal dari konversi androstenedion menjadi estrone di jaringan adiposa, sehingga terjadi peningkatan produksi hormon estrogen (Feigelson and Henderson, 1996; McTiernan et al, 2003).

e. Endokrin

Paparan terhadap hormon seksual endogen ditentukan oleh beberapa variabel yaitu usia saat pertama kali mengalami menstruasi, dan usia saat menopause. Menstruasi dini (lebih cepat) dan keterlambatan menopause menyebabkan semakin bertambahnya jumlah siklus ovulatoar, sehingga paparan estrogen terhadap epitel payudara semakin meningkat (Feigelson and Henderson, 1996). Perempuan pre-menopause dengan keterlambatan

(5)

keteraturan siklus menstruasi, disebutkan dapat menurunkan resiko kanker payudara (Ernstoff et al, 1998).

Hormon estrogen endogen berperan penting dalam proses karsinogenesis pada payudara. Bentuk biologis aktif estrogen yaitu estradiol (E2), bekerja pada epitel payudara melalui interaksi dengan reseptor estrogen (RE). Interaksi ini dapat meregulasi laju transkripsi gen-gen tertentu melalui ikatan antara kompleks hormon-reseptor dengan sekuensi DNA spesifik yang disebut Hormone Response Element (HRE). Ikatan ini menyebabkan peningkatan atau penurunan transkripsi (Feigelson and Henderson, 1996).

f. Densitas mamografi

Ziv et al di tahun 2004 melakukan penelitian mengenai kaitan densitas mamografi dengan status reseptor estrogen pada kanker payudara, diperoleh bahwa densitas mammografi sangat terkait dengan kanker payudara status ER positif maupun ER negatif. Perempuan dengan densitas lebih rendah memiliki resiko rendah mengalami kanker payudara status ER positif maupun ER negatif. Sebaliknya, perempuan dengan densitas lebih tinggi memiliki resiko tinggi mengalami kanker payudara.

g. Riwayat Tumor Jinak Payudara

Hartmann et al (2005) melakukan penelitian mengenai penyakit jinak payudara dan kaitannya dengan kanker payudara,diperoleh bahwa gambaran histologi lesi jinak payudara sangat terkait dengan resiko kanker payudara.

(6)

Lesi jinak dengan hiperplasia atipikal memiliki resiko relatif paling tinggi sebesar 4,24 dibanding jenis lainnya.

2.1.4 Patogenesis

Kanker payudara merupakan penyakit genetik, akibat akumulasi kelainan genetik dalam jaringan. Pada penderita kanker payudara yang baru terdiagnosa dapat ditemukan adanya mutasi. Mutasi ini dapat melibatkan sedikitnya 4-6 gen regulator utama, yang berada di kromosom sel kanker payudara. Gen-gen ini berperan menjaga keseimbangan fisiologis antara proliferasi, apoptosis dan diferensiasi (Nagahata et al, 2002; Kenemans et al, 2004).

Proses tumorigenesis pada kanker payudara dapat dijelaskan melalui model multi-step progression, yaitu transformasi sel-sel normal menjadi sel atipik dan karsinoma insitu. Karsinoma insitu dapat berkembang menjadi karsinoma invasif, dan sel-sel kanker dapat menyebar melalui pembuluh limfa atau pembuluh darah ke organ-organ lainnya. Di tiap tahapan proses ini, terjadi perubahan genetik yang bervariasi menyebabkan perubahan fungsi gen dalam hal mengkode protein yang berperan dalam perkembangan kanker (Beckmann et al, 1997; Kenemans et al, 2004).

(7)

Gambar 2.1. Model Multi-Step Progression pada Kanker Payudara dan Gen yang Terlibat (Beckmann et al, 1997).

Gen yang terlibat dalam proses karsinogenesis: 1. Onkogen.

Onkogen mengkode protein yang menyebabkan pertumbuhan sel. Bila gen ini mengandung DNA normal maka disebut proto-onkogen. Adanya mutasi atau amplifikasi gen dapat mengaktifkan onkogen, dan sel yang terkena mutasi dapat menghasilkan sejumlah besar protein normal atau protein yang mengalami kelainan. Proses ini menyebabkan transformasi sel menjadi sel kanker (Nagahata et al, 2002). Onkogen yang penting dalam perkembangan

(8)

a. C-myc

Gen c-myc berlokasi di kromosom 8p24.3, dan akan mengkode faktor transkripsi yang berperan dalam ekspresi protein (Nagahata et al, 2002). Terjadi amplifikasi gen c-myc sebesar 28% dari 279 penderita kanker payudara di Jepang, dan secara signifikan berhubungan dengan resiko kekambuhan dan kematian (Harada et al, 1994; Deming et al, 2000).

b. ErbB2

Gen ErbB2 berlokasi di kromosom 17q22.1 dan mengkode protein HER-2 (human epidermal growth factor receptor 2). HER-2 merupakan reseptor EGF2 yang menggunakan jalur tirosin kinase yang terdapat di sel. Fungsinya

adalah meregulasi pertumbuhan sel. Jika terjadi overekspresi HER-2, maka reseptor HER-2 juga akan banyak ditemukan. Kondisi ini menimbulkan peningkatan pertumbuhan sel dan reproduksi, serta munculnya sel-sel kanker payudara yang agresif (Nagahata et al, 2002).

Selain kedua gen ini, terdapat juga onkogen penting lainnya yaitu EMS1 (Campbell et al, 1996; Hui et al, 1998), Int2 (Borg et al, 1991; Fioravanti et al, 1997), Cyclin D1 (Courjal et al, 1997; Arnold and Papanikolaou, 2005).

(9)

2. Gen tumorsupressor

Gen ini berfungsi mengendalikan proliferasi atau diferensiasi sel. Pertumbuhan sel yang tidak normal dapat terjadi bila 1 atau beberapa gen ini mengalami mutasi (Nagahata et al, 2002).

a. BRCA1 dan BRCA2

Mutasi kedua gen ini dijumpai di sebagian besar kasus kanker payudara terkait riwayat keluarga (Ostad and Parsa, 2011). Gen BRCA1 berlokasi di kromosom 17q21 (Hall et al, 1990), dan berperan menjaga stabilitas genomik dan juga apoptosis (Kenemans et al, 2004). Wooster et al di tahun 1995 menemukan gen BRCA2 yang berlokasi di kromosom 13q12–13. Gen ini mengkode beberapa protein yang terlibat dalam kontrol siklus sel, transkripsi, dan reparasi DNA (Wooster et al, 1995; Kerr and Ashworth, 2001).

b. p53

Gen p53 mengkode protein yaitu protein p53 yang berperan di sejumlah proses seluler yaitu transkripsi gen, reparasi DNA, siklus sel, stabilitas genomik, dan apoptosis (Harris, 1996). Gen tumorsupressor p53 (TP53) terletak di kromosom 17p13.1, sangat sering ditemukan mengalami mutasi pada kanker payudara, terutama sporadis (Lerebours and Lidereau, 2002). Diperkirakan 40% kanker payudara terjadi salah satunya akibat mutasi gen p53.

(10)

c. TPM1

Gen TPM1 terletak di kromosom 15q22.2, berperan menjaga pertumbuhan normal sel epitel payudara. Pada kanker payudara, terjadi penurunan ekspresi TPM1 (Prasad, 2004).

d. PDCD4

Gen PDCD4 terletak di kromosom 10q24. Fungsinya antara lain menekan proliferasi sel dan invasi sel, menekan transformasi neoplastik, menghambat pertumbuhan sel tumor (Zhu et al, 2008; Lankat-Buttgereit and Goke, 2009). Ditemukan penurunan ekpresi PDCD4 pada kanker payudara ketika dibandingkan dengan jaringan payudara normal (Wen et al, 2007).

3. Gen apoptosis

Ketidakseimbangan antara pertumbuhan sel dengan kematian sel dapat menyebabkan kanker. Sel yang seharusnya dimatikan, tidak menerima sinyal yang seharusnya. Apoptosis tidak berlangsung normal atau bahkan dihambat (Kenemans et al, 2004; Wong, 2011). Gangguan regulasi apoptosis antara lain akibat ketidakseimbangan antara protein pro-apoptosis (Bax, Bak, Bid, Bim) dengan protein anti-apoptosis (Bcl-2, Bcl-xL, Mcl-1) (Wong, 2011).

4. Gen reseptor steroid

ERα yang berasal dari gen reseptor estrogen α (ERα), merupakan reseptor faktor pertumbuhan penting yang terlibat dalam proses karsinogenesis dan berada di kromosom 6q25.1 (Kenemans et al, 2004). Reseptor ini termasuk

(11)

anggota dari NR (Nuclear Receptor) Superfamily, dan berperan memperantarai efek hormon estrogen di berbagai proses fisiologis seperti regulasi pertumbuhan, diferensiasi, dan homeostasis (Giacinti et al, 2006). Reseptor estrogen meregulasi ekspresi gen baik melalui mekanisme dependen maupun independen estrogen, sehingga mengaktifkan transkripsi gen. Proses ini selanjutnya dapat menyebabkan sel berproliferasi (Kenemans et al, 2004). Sementara itu secara patologis, estrogen dan reseptornya memiliki peranan sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan kanker payudara (Feigelson and Henderson, 1996; Hayashi et al, 2003). ERα meregulasi sejumlah gen (sebagai faktor transkripsi), yang akan berinteraksi dengan estrogen response elements (ERE) di sekuensi DNA. Overekspresi reseptor estrogen sering ditemukan pada kanker payudara stadium awal (Hayashi et al, 2003).

5. Gen invasi dan perlekatan sel

Dalam proses penyebaran sel-sel kanker, melibatkan sejumlah gen yang berperan untuk invasi, perlekatan sel, dan angiogenesis. Gen tersebut antara lain uPA, cathepsin D dan B, collagenase I-IV, N-CAM, integrins, E-Cadherin, FGF, dan APF (Beckman et al, 1997).

6. Faktor Pertumbuhan.

Faktor ini juga berperan dalam proliferasi dan pertumbuhan kanker payudara, antara lain EGF (Earp et al, 2003) dan TGFβ (Transforming growth factor-ß)

(12)

(Bhowmick et al, 2001; Lebrun, 2012). Kelompok TGF-β (dan BMP) penting dalam proses biologis antara lain pada perkembangan dan homeostasis jaringan (Davis et al, 2008). TGF-β khususnya memiliki peranan dalam regulasi proliferasi sel epitel payudara, perkembangan dan fungsi kelenjar payudara (Jhappan et al, 1993). Serta sebagai regulator penting untuk proliferasi sel, perlekatan sel, motilitas dan matriks ekstraseluler (Elliott and Blobe, 2005). TGF-ß merupakan sitokin yang disekresi, dan dapat memacu pertumbuhan epitel normal. Di sisi lain, TGF-β juga termasuk faktor yang berperan dalam proliferasi dan pertumbuhan kanker payudara, sehingga ikut berkontribusi terhadap proses karsinogenesis payudara (Bhowmick et al, 2001; Kaminska et al, 2005; Elliott and Blobe, 2005; Lebrun, 2012). Disebutkan bahwa TGF-β memiliki peran ganda yaitu dapat menekan pertumbuhan tumor atau memperantarai invasi dan metastasis sel kanker (Pardali and Moustakas, 2007).

2.1.5 Penegakan Diagnosis a. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda kanker payudara adalah sebagai berikut:

1. Benjolan yang baru teraba di payudara (paling sering ditemukan, dan biasanya tidak disertai rasa nyeri) atau di bawah lengan.

2. Benjolan atau penebalan di jaringan payudara yang tidak juga berkurang atau menghilang setelah beberapa waktu.

(13)

3. Perubahan di payudara dari segi ukuran, bentuk, atau kesimetrisan. 4. Kulit payudara tertarik ke dalam, kerutan, atau terdapat lekukan. 5. Iritasi di kulit payudara atau di puting.

6. Kemerahan atau bersisik di puting atau di kulit payudara. 7. Keluar cairan dari puting (selain air susu payudara) 8. Nyeri di puting payudara

9. Retraksi puting payudara (Khatib and Modjtabai, 2006; Giuliano, 2008; Bevers et al, 2009).

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik payudara meliputi inspeksi dan palpasi: 1. Inspeksi

Inspeksi payudara meliputi ukuran dan kontur payudara, retraksi puting, edema, kemerahan atau retraksi kulit payudara, dan kesimetrisan payudara.

2. Palpasi

Palpasi di daerah payudara untuk memeriksa benjolan atau perubahan lainnya, serta palpasi di daerah aksilla dan supraklavikula untuk mengetahui ada atau tidaknya pembesaran lymph node (Giuliano, 2008). c. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk membantu penegakan diagnosis kanker payudara, baik pemeriksaan pencitraan (imaging),

(14)

pemeriksaan petanda atau biomarker keganasan, dan pemeriksaan secara histopatologis. Pemeriksaan pencitraan antara lain mamografi diagnostik, ultrasonografi, Computed Tomography (CT), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Nuclear Medicine Breast Imaging, Positron emission tomographic screening (PET) (Khatib and Modjtabai, 2006; Giuliano, 2008; Bevers et al,

2009). Pemeriksaan sampel jaringan payudara secara histopatologis sampai saat ini masih merupakan Gold Standard dalam penegakan diagnosa tumor (Khatib and Modjtabai, 2006 ; Strumfa et al, 2012).

Berbagai biomarker atau petanda untuk kanker payudara telah ditemukan dari sejumlah penelitian. Biomarker tersebut antara lain CEA, CA 15-3, CA 27-29, dan HER2. Berdasarkan penelitian Guadagni et al (2001) mengenai evaluasi efektivitas biomarker CEA dan CA 15-3 untuk memantau perkembangan kanker payudara, diperoleh hasil bahwa CA 15-3 merupakan biomarker yang lebih signifikan untuk evaluasi perkembangan kanker payudara dan respon terhadap terapi dibandingkan CEA yang lebih banyak menghabiskan biaya serta kurang efisien. Penelitian lainnya oleh Carney et al (2003), diperoleh bahwa peningkatan konsentrasi HER2 serum pada penderita kanker payudara stadium awal maupun lanjut berkaitan dengan prognosis buruk. Kadar HER2 di sirkulasi dapat digunakan untuk menilai prognosis, respon terhadap terapi, deteksi perjalanan penyakit dan intervensi dalam hal penentuan terapi.

(15)

Melalui studi literatur, Duffy (2006) menyatakan bahwa biomarker di serum untuk kanker payudara hanya dapat digunakan untuk memantau respon penderita terhadap terapi dengan stadium lanjut yang tidak dapat dievaluasi menggunakan kriteria konvensional. Dengan berbagai keterbatasan biomarker yang telah ada, dibutuhkan biomarker lain yang diharapkan dapat menjadi marker untuk diagnosis, prognosis, maupun terapi.

2.1.6 Klasifikasi Kanker Payudara a. Histologi

 Karsinoma duktal invasif  Karsinoma lobular invasif  Karsinoma tubular

 Karsinoma kribriform invasif  Karsinoma medular

(medullary)

 Karsinoma musinus (mucinous)  Tumor neuroendokrin

 Karsinoma papilar invasif

 Karsinoma mikropapilar invasif  Karsinoma apokrin  Karsinoma metaplastik  Lipid-rich carcinoma  Secretory carcinoma  Oncocytic carcinoma  Karsinoma kistik adenoid  Karsinoma sel asinar

 Glycogen-rich clear cell

carcinoma

 Karsinoma sebasea  Inflammatory carcinoma  Neoplasia lobular

 Lesi proliferatif intraduktal  Karsinoma mikroinvasif  Neoplasma papilar intraduktal

 Proliferasi epitelial jinak

(16)

b. Stadium

Stadium kanker payudara dapat ditentukan berdasar hasil pemeriksaan klinis dan patologis. Sistem yang umum digunakan untuk menentukan stadium kanker payudara adalah sistem TNM dari The American Joint Committee on Cancer (AJCC), yaitu berdasarkan tingkatan T, N, dan M: 1. Huruf T yang disertai angka 0-4 menyatakan ukuran tumor dan penyebaran ke

kulit atau dinding dada. T dengan angka yang besar menyatakan ukuran tumor yang besar dan atau penyebaran yang meluas ke jaringan di sekitar payudara. 2. Huruf N disertai angka 0-3 menyatakan ada tidaknya penyebaran kanker ke

kelenjar limfe dekat payudara. Bila sudah menyebar, seberapa banyak kelenjar limfe yang terkena.

3. Huruf M yang disertai angka 0 atau 1 menyatakan ada tidaknya penyebaran kanker ke organ-organ lain seperti paru atau tulang (American Cancer Society, 2013).

Klasifikasi kanker payudara berdasarkan sistem TNM dari AJCC dapat dilihat pada tabel 2.1.

(17)

Tabel 2.1.Klasifikasi Kanker Payudara Berdasarkan Sistem TNM dari AJCC Edisi Keenam (Singletary and Connolly, 2006).

Setelah diperoleh TNM, kemudian dikombinasikan untuk pengelompokan ke dalam stadium seperti terlihat pada tabel 2.2.

(18)

Tabel 2.2. Kombinasi TNM ke dalam Stage Grouping (Giuliano, 2008). Stage Grouping Stage 0 Tis N0 M0 Stage I T13 N0 M0 Stage IIA T0 N1 M0 T13 N1 M0 T2 N0 M0 Stage IIB T2 N1 M0 T3 N0 M0 Stage IIIA T0 N2 M0 T13 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 Stage IIIB T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0

Stage IIIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1

a. Grade Histopatologis

Grade histopatologis merupakan penilaian terhadap 3 karakteristik tumor yaitu formasi tubulus, pleiomorfisme inti sel, dan penghitungan mitosis. Metode penilaian grade histopatologis pertama sekali diperkenalkan oleh Patley dan Scarff, yang kemudian di tahun 1957 dimodifikasi oleh Bloom dan Richardson, dan selanjutnya di tahun 1991 mengalami modifikasi kembali oleh Elston dan Ellis (Tavassoli and Devilee, 2003). Modifikasi Elston dan Ellis terhadap metode Scarff-Bloom-Richardson yang disebut juga dengan The Nottingham Grading System, menjadikan penilaian grade lebih objektif (Elston and Ellis, 1991) dan hingga saat ini secara luas digunakan untuk menilai grade histopatologis kanker payudara (Rakha et al, 2008).

(19)

Tabel 2.3. Metode Penilaian Grading Histopatologis Semikuantitatif pada Kanker Payudara Menurut Elston dan Ellis (Tavassoli and Devilee, 2003).

Masing-masing komponen dinilai terpisah dan diberi skor 1-3. Kemudian skor dari setiap komponen dijumlahkan sehingga diperoleh skor total 3–9. Selanjutnya skor total dimasukkan ke dalam kategori grade untuk diketahui potensi keganasannya:

a. Grade I (derajat keganasan rendah) : skor 3-5; b. Grade II (derajat keganasan sedang) : skor 6-7; c. Grade III (derajat keganasan tinggi) : skor 8-9.

Gambar 2.2. Profil Grade Histopatologis I, II, dan III Kanker Payudara (Rakha et al, 2010).

(20)

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat korelasi antara grade histopatologis kanker payudara dengan prognosis. Sebagaimana diketahui bahwa penilaian prognosis penting untuk memperkirakan tingkat kelangsungan hidup (survival) penderita. Hasilnya adalah penderita kanker payudara dengan grade I (diferensiasi baik) memiliki prognosis yang lebih baik dibanding grade II (diferensiasi sedang) atau grade III (diferensiasi buruk) (Bloom and Richardson, 1957; Elston and Ellis, 1991; Daglar et al, 2010). Kombinasi grade histopatologis dengan ukuran tumor dan lymph node stage, yang disebut Nottingham Prognostic Index, digunakan untuk pemilihan terapi kanker sesuai kondisi penderita atau per individu (Elston and Ellis, 1991; Daglar et al di tahun 2010; Rakha et al, 2010). Sementara itu dalam hal penentuan prognosis menurut Daglar et al di tahun 2010, nilai prognosis dari komponen grade histopatologis lebih tinggi dibanding 2 komponen lain yaitu ukuran tumor dan keterlibatan lymph node (Daglar et al, 2010).

Meskipun grade histopatologis sering digunakan sebagai parameter prognosis, tetapi pada kenyataannya memiliki keterbatasan yaitu metode penilaian bersifat semikuantitatif dan terdapat masalah reproduksibilitas. Verderio di tahun 2005 menemukan rendahnya kesepakatan dalam hal penentuan grade di antara observer, baik di dalam 1 institusi maupun antar institusi sehingga tingkat reproduksibilitas rendah. Diperlukan kemampuan analisa yang baik untuk dapat menginterpretasi perubahan yang terjadi pada sampel jaringan. Oleh karenanya dibutuhkan parameter

(21)

lain dalam menilai prognosis yang bersifat kuantitatif dan memiliki reproduksibilitas cukup tinggi sehingga dapat melengkapi pemeriksaan grade histopatologis.

Berbagai penelitian saat ini mengenai mekanisme molekular yang mendasari atau mempengaruhi terjadinya kanker payudara, telah memberikan petunjuk adanya molekular baru yang mungkin berpotensi sebagai biomarker baik untuk diagnosis awal, prognosis, maupun untuk target terapi (Heneghan, 2012). Fokus penelitian semakin berkembang mengarah pada RNA non coding, sebagai regulator utama genom manusia dan berperan di banyak jenis penyakit pada manusia (Ardekani and Naeini, 2010). Salah satu jenis RNA non coding adalah miRNA.

2.2 MicroRNA (MiRNA) 2.2.1 Definisi

MiRNA merupakan kelompok RNA endogen non-coding, pendek (± 22 nukleotida), yang memiliki peran penting sebagai regulator ekspresi gen, melalui targetnya pada mRNA dengan cara degradasi atau menghambat translasi mRNA (Bartel, 2004). Gen miRNA awalnya ditemukan oleh Lee et al (1993), dan diiidentifikasi sebagai gen lin-4 pada C. elegans, akibat adanya mutasi berupa hilangnya fungsi yang menyebabkan defek pada tahap perkembangan larva cacing. Dua transkrip lin-4 yang pendek, terdiri dari 22-61 nukleotida, berhasil diidentifikasi pada C. elegans. Kedua transkrip ini ternyata memiliki sekuensi komplementer dengan sekuensi 3’ UTR mRNA lin-14. Muncul dugaan bahwa lin-4 dapat meregulasi

(22)

14 (regulasi negatif) melalui interaksi RNA-antisense RNA. Sehingga protein lin-14 menurun dan mengganggu perkembangan larva cacing (Lee et al, 1993).

Lagos-Quintana et al di tahun 2001 berhasil mengidentifikasi 21 miRNA pada manusia, dan berbagai miRNA ini disingkat sebagai miR-1 sampai miR-33. Agar dapat berfungsi, miRNA harus diko-ekspresikan dengan targetnya yaitu mRNA (Lagos-Quintana et al, 2001).

2.2.2 Fungsi

MiRNA bekerja pada target mRNA secara spesifik, melalui interaksi komplementer antisense di daerah 3’ UTR (untranslated regions) (Bartel, 2004). Satu miRNA dapat meregulasi beberapa mRNA, dan satu mRNA dapat menjadi target beberapa miRNA yang berbeda-beda (Fu et al, 2011). Satu miRNA dapat memiliki sejumlah besar target sehingga mempengaruhi ratusan ekspresi protein (Calin and Croce, 2006; Cho, 2007; Ostad and Parsa, 2011).

MiRNA terlibat di berbagai proses selular, antara lain perkembangan, proliferasi sel, diferensiasi sel, dan apoptosis (Ambros, 2004; Croce and Galin, 2005; Esquela and Slack, 2006). MiRNA juga memiliki peran pada siklus sel, baik dalam hal represi maupun aktivasi, melalui: (a.) Di saat sel berproliferasi, miRNA menekan translasi, (b.) Pada saat sel istirahat, miRNA memperantarai aktivasi (Vasudevan et al, 2007).

(23)

2.2.3 Biogenesis

Penelitian Lagos-Quintana et al (2001) menyatakan bahwa RNA yang lebih panjang (70 nukleotida) merupakan prekursor untuk RNA yang lebih pendek (22 nukleotida), dimana RNA yg lebih pendek ini kemudian diketahui termasuk anggota kelompok miRNA. Pembentukan miRNA meliputi beberapa tahapan dan spesifik di tingkat seluler (Hastings and Krainer, 2001).

Pemrosesan miRNA berawal di inti sel yaitu gen miRNA ditranskripsi oleh enzim RNA polimerase II, membentuk transkrip primer miRNA (pri-miRNA) yang panjang dan memiliki struktur hairpin. Pri-miRNA kemudian diproses oleh enzim Drosha (RNase III Drosha) yang berpasangan dengan DGCR8, membentuk prekursor miRNA (pre-miRNA) dengan struktur stemloop dan tersusun dari 70-90 nukleotida. Selanjutnya pre-miRNA dikeluarkan dari inti sel menuju sitoplasma sel dengan bantuan Exportin 5. Di dalam sitoplasma, prekursor ini akan diproses oleh enzim Dicer (RNase III Dicer) dan pasangannya yaitu TRBP (transactivator RNA-binding protein), menjadi miRNA matur. MiRNA matur (untai tunggal) akan berinteraksi dengan RISC (RNA-induced Silencing Complex) membentuk miRISC, dan miRISC inilah yang akan bekerja terhadap target mRNA baik menekan translasi maupun degradasi mRNA (Bilen et al, 2006; Pal and Pal, 2013).

(24)

Gambar 2.3. Biogenesis MicroRNA (Pal and Pal, 2013). 2.2.4 Disregulasi Fungsi

Adanya kelainan atau disfungsi pada miRNA berupa mutasi, delesi, peningkatan ekspresi, atau penurunan ekspresi dapat mengakibatkan berbagai penyakit (Lu et al, 2008), terutama penyakit jantung dan kanker (Naeini and Ardekani, 2009; Ikeda and Pu, 2010). Selain itu, miRNA juga terkait penyakit lainnya yaitu inflamasi, gangguan perkembangan saraf, autoimun, liver, kulit, dan otot rangka (Ardekani and Naeini, 2010).

2.2.5 Peranan MiRNA dalam Keganasan

Kaitan antara ekspresi miRNA dengan kanker pertama kali ditemukan oleh Calin dan kawan-kawan di tahun 2002 yang melaporkan bahwa terjadi delesi satu kelompok miR15a/16-1 di sebagian besar kasus keganasan CLL (Calin et al, 2002),

(25)

sehingga fungsi miRNA ini sebagai supresor menurun. Akibatnya terjadi overekspresi gen Bcl2 dan gen lain yang berperan dalam proses tumorigenesis (Calin and Croce, 2006).

Zhang et al di tahun 2009 menyatakan bahwa miRNA memiliki peran regulator penting dalam proses pembentukan tumor. Penemuan perubahan profil ekspresi miRNA menimbulkan dugaan bahwa miRNA memainkan peran sebagai onkogen atau gen tumorsupressor (Iorio et al, 2005; Naeini and Ardekani, 2009). Berdasarkan studi literatur yang dilakukan Naeini dan Ardekani di tahun 2009, diperoleh beberapa miRNA yang terkait dengan keganasan pada manusia seperti terlihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. MiRNA yang Terkait dengan Keganasan pada Manusia (Naeini and Ardekani, 2009).

MiR-21 merupakan salah satu miRNA yang pertama sekali ditemukan, dan beberapa penelitian berhasil mengidentifikasi peranan miR-21 pada kanker (Jazbutyte and Thum, 2010).

(26)

2.2.6 Bahan Pemeriksaan Ekspresi miRNA

Berbagai penelitian yang telah dilakukan untuk identifikasi dan analisis ekspresi miRNA, menggunakan beberapa jenis bahan atau sampel penelitian antara lain dari jaringan (baik jaringan yang dibekukan maupun yang diawetkan dengan formalin), sel, sirkulasi, dan cairan tubuh. Khususnya pada sampel jaringan yang diawetkan menggunakan formalin dan dibenamkan dalam parafin (FFPE, formalin-fixed paraffin-embedded) merupakan sampel yang sangat bagus untuk digunakan dalam penelitian retrospektif (Doleshal et al, 2008; Hoefig et al, 2008). Menurut Szafranska et al (2008), analisis ekspresi miRNA dari sampel FFPE memiliki reprodusibilitas dan akurasi yang baik, bahkan dari sampel yang berusia di atas 11 tahun. Perbedaan waktu dilakukannya fiksasi menggunakan formalin tidak mengubah stabilitas miRNA (Xi et al, 2007).

2.3 MicroRNA-21 (MiR-21) 2.3.1 Lokasi Gen MiR-21

MiR-21 merupakan salah satu dari beberapa miRNA yang pertama sekali ditemukan, dan termasuk miRNA intron (gen coding miR-21 berada di daerah intron). Gen yang mengkode miR-21 berada di kromosom 17q23.2, overlapping dengan gen yang mengkode protein TMEM49 (VMP-1) (Cai et al, 2004; Kumarswamy et al, 2010). Lokasi gen miR-21 dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini:

(27)

Gambar 2.4. Lokasi Gen MiR-21 (Kumarswamy et al, 2010). 2.3.1 Fungsi

MiR-21 berperan dalam proses proliferasi sel, migrasi, invasi, mencegah apoptosis sel-sel kanker (Iorio et al, 2005; Cho, 2007; Jazbutyte and Thum, 2010). Gen targetnya diduga merupakan kelompok gen tumorsupresor (Iorio et al, 2005).

2.3.2 Regulasi Ekspresi

Regulasi ekspresi miR-21 dapat terjadi di tahap transkripsi maupun transkripsi (Cai et al, 2004; Davis et al, 2008; Qian et al, 2009). Di tahap post-transkripsi, regulasi ekspresi miR-21 dapat dipengaruhi oleh sinyal TGF-β.

(28)

Berdasar hasil penelitian Davis et al (2008), sinyal TGF-β dapat menyebabkan peningkatan ekspresi miR-21 pada sel kanker payudara. Sinyal TGF-β memicu peningkatan ekspresi miR-21 matur di tahap post-transkripsi, dengan memacu pemrosesan transkrip primer (pri-miR-21) menjadi prekursor miR-21 (pre-miR-21) oleh enzim Drosha. Terjadi peningkatan ekspresi pre-miR-21, sementara ekspresi pri-miR-21 tidak berubah. TGF-β mampu meningkatkan ekspresi miR-21 melalui jalur transduksi sinyal SMAD yang merangsang perubahan pri-miR-21 menjadi pre-miR-21, dan selanjutnya menghasilkan miR-21 matur (Davis et al, 2008; Davis et al, 2010).

2.3.2 Disregulasi Ekspresi

Kelainan ekspresi miR-21 yang bersifat onkogenik, disebabkan oleh lokasi gen miR-21 di regio genomik yang mengalami amplifikasi sehingga terjadi overekspresi pada kanker payudara (Calin and Croce, 2006). Selain itu, akibat sinyal TGF-β yang dapat memicu invasi dan metastasis sel kanker melalui regulasi sintesis miR-21, sehingga miR-21 akan bekerja pada targetnya yang merupakan gen tumorsupresor yaitu PDCD4, Maspin, dan TPM1 (Frankel et al, 2008; Lu et al, 2008; Zhu et al, 2008).

2.4 Korelasi MiR-21 dengan Grade Histopatologis Kanker Payudara

Pada tahun 2005, Iorio et al melakukan penelitian untuk mengidentifikasi ekspresi miRNA yang mengalami deregulasi pada kasus kanker payudara dibanding jaringan payudara normal, dengan menganalisa 76 sampel kanker payudara dan 10

(29)

sampel normal. Hasil penelitian mereka adalah sebagian miRNA sangat konsisten mengalami deregulasi pada kanker payudara, 2 miRNA di antaranya yaitu miR-21 dan miR-155 mengalami peningkatan ekspresi. Di tahun 2008, Yan et al menginvestigasi profil ekspresi miRNA secara global pada jaringan kanker payudara dibandingkan dengan jaringan payudara normal. Ditemukan9 miRNA yang mengalami peningkatan ekspresi, dan miR-21 merupakan miRNA yang peningkatan ekspresinya sangat signifikan. Kemudian Qian et al di tahun 2009 melakukan penelitian mengenai pengaruh ekspresi miR-21 terhadap perkembangan kanker payudara, dan salah satu parameter yang diteliti adalah grade histopatologis. Hasil menunjukkan bahwa ekspresi miR-21 memiliki korelasi signifikan dengan grade tumor, dan tingginya ekspresi miR-21 diduga memfasilitasi progresi kanker payudara. Selain itu, Qian et al juga menemukan ekspresi miR-21 berhubungan signifikan dengan jenis histologis tumor, yaitu ekspresi miR-21 paling tinggi pada jenis duktal, dibanding pada jenis lainnya (lobular, mix, dan lain-lain).

MiR-21 memiliki beberapa gen target yang termasuk kelompok gen tumorsupressor (Iorio et al, 2005). Target miR-21 yang telah diidentifikasi adalah tumorsupressor tropomyosin 1 (TPM1), Network of p53, tumorsupressor PDCD4 dan Maspin (Zhu et al, 2007; Lu et al, 2008; Frankel et al, 2008). MiR-21 dapat secara langsung meregulasi PDCD4, bila dilakukan inhibisi terhadap miR-21 maka level protein PDCD4 meningkat 3,5 kali lipat (Frankel et al, 2008). Akibat pengaruhnya di

(30)

banyak gen, maka miR-21 disebut sebagai Oncomir yang memiliki peran tidak hanya untuk pertumbuhan tumor tetapi juga dalam hal invasi dan metastasis tumor.

Terkait dengan peranan miR-21 terhadap pertumbuhan tumor, invasi, dan metastasis, dilakukan penelitian mengenai hubungan antara miR-21 dengan parameter klinikopatologis dan prognosis. Salah satu dari parameter tersebut adalah grade histopatologis. Lee et al di tahun 2011 menemukan bahwa peningkatan ekspresi miR-21 terkait dengan grade histopatologis yang lebih tinggi (high grade). Kemudian Hafez et al (2012) meneliti hubungan antara ekspresi miR-21 dengan ekspresi gen terkait metastasis pada penderita kanker payudara, hasilnya antara lain menunjukkan bahwa miR-21 berhubungan signifikan dengan meningkatnya grade histopatologis. Pada sampel kanker payudara dengan grade III, level ekspresi miR-21 sebesar 2 kali lipat dibanding sampel kanker grade I atau grade II.

MiR-21 berperan dalam proses proliferasi sel, migrasi, invasi, mencegah apoptosis sel-sel kanker (Iorio et al, 2005; Jazbutyte and Thum, 2010). MiR-21 dapat memicu proliferasi dan transformasi sel payudara melalui penekanan translasi protein tumorsupressor PDCD4, sehingga peran PDCD4 dalam mengendalikan proliferasi dan transformasi sel neoplasia menurun (Cmarik et al, 1999; Lu et al, 2008).

Penelitian Yan et al (2011) menunjukkan bahwa perlakuan pada sel kanker yang diberikan anti-miR-21, menyebabkan penurunan mitosis dibanding sel kontrol sehingga terjadi penurunan aktivitas proliferasi sel dan peningkatan apoptosis.

(31)

Dinyatakan bahwa miR-21 berperan dalam regulasi pertumbuhan sel, proliferasi, dan migrasi sel kanker.

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.5. Kerangka Teori Gen miR-21

pri-miR-21

pre-miR-21

miR-21 matur

PDCD4

TPM1 Network of p53 Maspin TIMP3

Invasi Metastasis Transformasi neoplastik Apoptosis Invasi Metastasis Proliferasi Apoptosis Proliferasi Invasi Metastasis Invasi Metastasis

(32)

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.6. Kerangka Konsep Keterangan : *yang diteliti

PDCD4 ↓

Aktifitas Transkripsi Gen miR-21 ↑

pri-miR-21 ↑

pre-miR-21 ↑

*miR-21 matur ↑

TPM1 ↓ Network of p53 ↓ Maspin ↓ TIMP3 ↓

Invasi ↑ Metastasis ↑ Transformasi neoplastik ↑ Apoptosis ↓ Invasi ↑ Metastasis ↑ Proliferasi ↑ Apoptosis ↓ Proliferasi ↑ Invasi ↑ Metastasis ↑ Invasi ↑ Metastasis ↑ Amplifikasi Kromosom 17q23.2 Sinyal TGF-β Variabel Independen Variabel Dependen *Grade Histopatologis ↑

Gambar

Gambar 2.1. Model Multi-Step Progression pada Kanker Payudara dan Gen yang  Terlibat (Beckmann et al, 1997)
Tabel 2.1.Klasifikasi Kanker Payudara Berdasarkan Sistem TNM dari AJCC Edisi  Keenam (Singletary and Connolly, 2006)
Tabel 2.2. Kombinasi TNM ke dalam Stage Grouping (Giuliano, 2008).  Stage Grouping  Stage 0  Tis  N0  M0  Stage I  T1 3 N0  M0  Stage IIA  T0  N1  M0  T1 3 N1  M0  T2  N0  M0  Stage IIB  T2  N1  M0  T3  N0  M0  Stage IIIA  T0  N2  M0  T1 3 N2  M0  T2  N2
Tabel 2.3. Metode Penilaian Grading Histopatologis Semikuantitatif pada Kanker  Payudara Menurut Elston dan Ellis (Tavassoli and Devilee, 2003)
+6

Referensi

Dokumen terkait

maka diperoleh karakteristik kecelakaan yaitu paling sering terjadi di ruas jalan lurus pada rentang waktu 06.00-11.59 WIB dengan jenis cedera luka ringan dan pada

Pada stasiun pengamatan GT 02, tanah dicirikan dengan warna coklat kemerahan, kekuatan lunak (kohesif), plastisitas sangat plastis, struktur/perlapisan homogen

Skor kesukaan panelis dengan nilai tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi dekstrin sebesar 5% dan penggunaan autoklaf pada suhu 100 o C dengan waktu 15 menit

Ada dua variabel yang dinilai oleh konsumen di Toko Fira Souvenir dalam keputusan pembelian yaitu produk diperoleh persentase sebesar 89 persen dengan interpretasi skor

Jumlah dana yang diserap berada di atas target minimum pemerintah sebesar Rp 4 triliun, dan jumlah incoming bids pada lelang kemarin lebih tinggi dibandingkan dengan

Pada tahap proses ini antagonisme antar mikroorganisme terjadi, dan reaksi kimia komplekpun terjadi antara residu lignin, limbah yang terdegradasi serta protein mikroba yang

Rekapitulasi kuadrat tengah karakter kuantitatif yang diamati disajikan pada Tabel 2 yang menunjukkan berbeda sangat nyata pada parameter umur berbunga, umur panen,

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dibuatlah alat berupa robot cerdas pemotong rumput berbasis raspberry Pi B+ merupakan penerapan sistem robotik yang bertujuan