• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN TANAMAN SORGUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN TANAMAN SORGUM"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

TIMOR (Rusa timorensis de Blainville 1822) DI HUTAN

PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR

DEBORA FRETTY MARPAUNG

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(2)

TIMOR (Rusa timorensis de Blainville 1822) DI HUTAN

PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR

DEBORA FRETTY MARPAUNG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(3)

Debora Fretty Marpaung. E34080050. Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan MARIANA TAKANDJANDJI.

Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) merupakan satwa tropis yang dilindungi oleh IUCN dengan kategori vulnerable (rawan) dan di khawatirkan mulai punah. Populasi rusa timor yang semakin menurun di alam menjadikan rusa sebagai satwa tangkar dan pertumbuhannya dapat dipercepat dengan menggunakan pakan tambahan tanaman sorgum (Sorghum bicolor L) yang memiliki kandungan karbohidrat, protein dan lemak yang baik bagi pertumbuhan rusa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsumsi dan konversi pakan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum, mengkaji bobot badan dan ukuran morfometrik pertumbuhan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum, mengkaji perilaku makan rusa timor dan pemilihan pakan di penangkaran. Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Bogor dengan menggunakan rancangan bujur sangkar latin (latin square design) yang terdiri dari empat formulasi perlakuan A (pakan dasar berupa rumput gajah 50% + kaliandra 50%), B (pakan dasar 85% + sorgum 15%), C (pakan dasar 70% + sorgum 30%), D (pakan dasar 55% + sorgum 45%). Penelitian menggunakan empat ekor rusa timor dengan usia 12-16 bulan yang terdiri dari dua jantan dan dua betina. Pemberian perlakuan dilakukan selama empat periode yang terdiri dari 4 hari masa preliminary dan 12 hari collecting data. Bobot badan dan ukuran morfometrik diukur sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap periode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata (P>0.05) perlakuan terhadap konsumsi bahan kering, konversi pakan, pertambahan bobot badan dan ukuran morfometrik rusa timor di penangkaran, namun terdapat pengaruh nyata terhadap perbedaan jenis kelamin rusa dengan T hitung 16,82 dan T tabel 3,18. Rusa timor mengkonsumsi pakan selama 2-3 jam atau 120-180 menit per 9 jam pada pagi hari, selanjutnya pada siang hari selama 2-2,5 jam atau 120-150 menit per 9 jam rusa timor istirahat (memamah biak), sore hari rusa menghabiskan waktu selama 3-3,5 jam atau 180-210 menit per 9 jam untuk mengkonsumsi pakan. Jenis pakan yang lebih dipilih dan disukai oleh rusa timor di penangkaran yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan rata-rata frekuensi pemilihan 32,8 kali dalam sehari diikuti oleh sorgum (Sorgum

bicolor) dengan rata-rata frekuensi 25,2 kali dan kaliandra (Caliandra callotyrus)

dengan rata-rata frekuensi 21,6 kali.

(4)

Debora Fretty Marpaung. E34080050. Effect Providing Additional Feed Sorgum (Sorghum bicolor L) for the Growth Timor deer (Rusa timorensis de Blainville 1822) in Research Forest Dramaga, Bogor. Under supervised of LIN NURIAH GINOGA and MARIANA TAKANDJANDJI.

Timor deer (Rusa timorensis de Blainville 1822) is a tropical species that are protected by IUCN with categories vulnerable and in fear became extinct. Growth timor deer can be accelerated by additional feed sorgum (Sorghum

bicolor L) with carbohydrate, protein and fat which good for the deer growth.

This research aim are to examine the consumption and feed conversion timor deer by providing sorghum, assessing weight and size of the Timor deer morphometric growth by providing sorghum, reviewing timor deer feeding behavior and feed selection in captivity.

The research conducted at the Research Forest Dramaga managed by Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Bogor using Latin square design consisting of four formulations of treatment A (feed basic from of elephant grass 50 % + kaliandra 50 %), B (feed basic 85 % + sorghum 15 %), C (feed basic 70 % + sorghum 30 %), D (feed basic 55 % + sorghum 45 %). The riset used four timor deer with ages 12-16 months consisting of two males and two females. The riset have four treatment periods consisting of 4 days for preliminary and 12 day for collecting data. Weight and morphometric size was measured before and after treatment in each period.

The results shows that not significant effect (P> 0.05) the treatment of the dry matter intake, feed conversion, weight and morphometric timor deer in captivity, but there is a significant effect on sex differences deer with T count 16,82 and T Table 3,18. Timor deer was consume the feed for 2-3 hours or 120-180 minutes for 9 hours in the morning, for 2-2.5 hours or 120-150 minutes for 9 hours in the day used for rest (rumination), the afternoon deer spent 3-3,5 hours or 180-210 minutes for 9 hours to consume feed. Preferensi and favored by the timor deer in captivity is elephant grass (Pennisetum purpureum) with an average frequency of 32,8 times per day and sorghum (Sorghum bicolor) with an average frequency of 25,2 times and kaliandra (Caliandra callotyrus) with an average frequency of 21,6 times.

(5)

Nama : Debora Fretty Marpaung NIM : E34080050

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si Ir. Mariana Takandjandji, M.Si NIP. 19651116 199203 2 001 NIP. 19620508198903 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L)

Terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor”. Skripsi ini merupakan laporan akhir dan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Karya tulis ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Ir. Mariana Takandjandji, M.Si selaku dosen pembimbing. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orangtua dan seluruh keluarga serta sahabat atas dukungan dan motivasinya. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji konsumsi dan konversi pakan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum, mengkaji bobot badan dan ukuran morfometrik pertumbuhan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum serta mengkaji perilaku makan rusa timor dan pemilihan pakan di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga, Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan skripsi ini. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2013

(7)

Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan segala sesuatunya tanpa kekurangan satu apa pun dan menyediakan semuanya indah pada waktuNya,

2. Keluarga (papa, mama, andes, mawa, endi) yang selalu memberikan semangat, kasih sayang, dukungan dalam setiap pilihan hidup dan menjadi guru terbaik dalam hidup,

3. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Ir. Mariana Takandjandji, M.Si sebagai dosen pembimbing atas kasih sayang, pengertian dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini,

4. Dr. Ir. Burhanuddin Masyud,MS selaku ketua sidang dan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini, 5. Seluruh Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan dan mengajarkan banyak

ilmu kepada penulis,

6. Program beasiswa BUMN tahun 2009-2010 dan BBM tahun 2010-2011 berupa bantuan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB,

7. Badan Litbang Kehutanan yang telah memberikan izin penelitian,

8. Staff penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga yang baik hati atas semua bantuan, arahan dan dukungan yang bermanfaat (Pak Elon dan keluarga, Pak RT Wawan, Pak Heri, Pak Wiwin, Pak Endang, Pak Udin, Pak Zainal),

9. Segenap staff tata usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah banyak membantu persiapan administrasi dari awal penelitian hingga proses ujian komprehensif,

(8)

11. Rekan-rekan seperjuangan di Laboratorium Konservasi Eksitu (Widi, Nazmi, Yenti, Nararya, Meidilaga, Ka Clara) untuk kebaikannya, saran dalam bertukar pikiran dan kebersamaan dalam satu penantian sukses, 12. My beloved friends in itb kostan (Nela, Sela, Santa, Ovie, Murni, Hany,

Arni) atas kasih sayang, cinta dan semua kekacauan hidup serta keakraban yang terjalin membuat hidup ini lebih berwarna,

13. Teman-teman seperjuangan di KOPRAL 45 atas canda tawa yang membuat hidup lebih berwarna (Ceant, Desry, Herlina, Elvita, Sela, Gunawan, Amudi, Exas, Bolas, Suarno, Rido dll),

14. My beloved class EDELWEIS 45, Ikanmass, Persekutuan Mahasiswa Kristen, Komisi Kesenian, Persekutuan Fakultas atas semua pengalaman berharga dan pelajaran hidup yang tak ternilai harganya serta segala pihak yang membantu penelitian ini.

(9)

Penulis dilahirkan di Pematang siantar, Sumatra Utara pada tanggal 28 Februari 1991. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara yang terlahir dari kedua orang tua bernama Faler William Marpaung, SH (ayah) dan Rumissa Martiodor Damanik (ibu). Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Inpres 097382 Bulu Malando tahun 1996-2002, dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Dolok Panribuan lulus tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Dolok Panribuan lulus tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan selama diperkuliahan seperti Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai pengurus bidang Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM-Tarsius) tahun 2010-2011, pernah menjabat sebagai sekretaris DIKLAT-KPM 2010, Ikatan Mahasiswa Siantar dan Sekitarnya tahun 2008-sekarang. Penulis juga aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) sebagai pengurus bidang kesenian periode 2010-2011, aktif dalam Persekutuan Fakultas Kehutanan dan sebagai pengurus pada periode 2010-2011.

Penulis mempunyai pengalaman lapang meliputi Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang Purwakarta (2010), Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran-Gn. Sawal (2010), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat (2011) serta Praktek Kerja Profesi (PKLP) di Taman Nasional Wasur, Papua (2012). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) Terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor” di bimbing oleh Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Ir. Mariana Takandjandji, M.Si.

(10)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh

Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) Terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Debora Fretty Marpaung E34080050

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Rusa Timor ... 4

2.2 Ekologi Rusa Timor ... 5

2.3 Penangkaran Rusa Timor ... ... 7

2.4 Tanaman Sorgum ... 7

2.4 Perilaku Makan ... 12

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3 Jenis Data ... 15

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 15

3.5 Analisis Data ... 17

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lingkungan Fisik ... 19

4.2 Lingkungan Biologi ... 22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan ... 24

5.2 Konsumsi Pakan Rusa Timor ... 24

5.3 Ukuran Morfometrik Rusa Timor ... 35

(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(13)

DAFTAR TABEL

1. Kandungan nutrisi sorgum dibandingkan bahan pangan lainnya ... 10

2. Penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia ... 11

3. Produktivitas sorgum di Indonesia ... 12

4. Pengacakan kandang dan perlakuan ... 14

5. Komposisi nutrisi pakan yang digunakan (%) ... 24

6. Rata-rata konsumsi bahan kering (gram/individu/hari) ... 25

7. Rata-rata konsumsi bahan kering berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari) ... 27

8. Pertambahan bobot badan (gram/individu/hari) ... 29

9. Pertambahan bobot badan berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari) 31 10. Rata-rata konversi pakan per hari ... 34

11. Rata-rata konversi pakan berdasarkan perlakuan ... 35

12. Rata-rata pertambahan panjang badan (cm/individu/hari) ... 36

13. Rata-rata pertambahan panjang badan berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari) ... 36

14. Rata-rata pertambahan tinggi pundak (cm/individu/hari) ... 37

15. Rata-rata pertambahan tinggi pundak berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari) ... 38

16. Rata-rata pertambahan lingkar dada (cm/individu/hari) ... 38

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Morfologi rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran rusa

Hutan Penelitian Dramaga ... 5

2. Morfologi sorgum (Sorghum bicolor L) ... 8

3. Penampang membujur sorgum ... 9

4. Kandang individu untuk perlakuan ... 13

5. Pakan kaliandra, sorgum dan rumput gajah yang telah dipotong dan pakan yang siap diberikan pada rusa ... 15

6. Sketsa pengukuran panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada ... 16

7. Lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga ... 19

8. Sarana dan prasarana penangkaran rusa timor di HP Dramaga ... 21

9. Pengukuran bobot badan rusa. ... 33

10. Pertambahan ukuran morfometrik rusa timor. ... 40

11. Waktu pemilihan pakan ... 41

12. Grafik suhu rata-rata kandang individu. ... 43

13. Perilaku makan rusa ... 43

14. Grafik frekuensi pemilihan pakan ... 44

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis ANOVA konsumsi bahan kering rusa timor di

penangkaran dengan menggunakan SPSS Statistik 15.0 ... 54 2. Hasil analisis ANOVA pertambahan bobot badan rusa timor di

penangkaran dengan menggunakan SPSS statistik 15.0 ... 55 3. Hasil analisis ANOVA konversi pakan rusa timor di

penangkaran dengan menggunakan SPSS Statistik 15.0 ... 56 4. Hasil analisis ANOVA pertambahan panjang badan rusa timor di

penangkaran menggunakan SPSS statistik 15.0 ... 57 5. Hasil analisis ANOVA pertambahan tinggi pundak rusa timor di

penangkaran menggunakan SPSS statistik 15.0 ... 58 6. Hasil analisis ANOVA pertambahan lingkar dada rusa timor di

penangkaran menggunakan SPSS Statistik 15.0 ... 59 7. Preferensi pakan pada rusa jantan dan betina berdasarkan

waktu pemilihan ... 60

(16)

`BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) merupakan satwa tropis yang keberadaannya dikhawatirkan mulai punah akibat adanya perburuan liar di alam, pertambahan penduduk yang cepat, pola perladangan yang berpindah-pindah dan kegiatan manusia lainnya yang dapat merusak habitat rusa timor untuk berbagai kepentingan. Status konservasi rusa timor di Indonesia berdasarkan

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources-The Red List of Threathened Species termasuk kategori low concern, kemudian pada tahun

2008 hingga 2012 meningkat menjadi vulnerable (rawan), yaitu mengalami resiko kepunahan yang tinggi di alam dalam waktu dekat (IUCN 2012). Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 menetapkan semua jenis rusa di Indonesia berada dalam status dilindungi (Semiadi dan Nugraha 2004).

Rusa merupakan salah satu penghasil sumber protein hewani yang potensial dan rendah kolesterol. Kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan diupayakan dengan berbagai macam kegiatan pengelolaan satwaliar seperti penangkaran. Upaya pelestarian dan pemanfaatan jenis rusa yang dikembangbiakkan di penangkaran, semua kebutuhannya harus dipenuhi terutama pakan, karena pakan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan, kesehatan, reproduksi dan produksi (Garsetiasih et al. 2000).

Penangkaran rusa perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengembangbiakkan dan melindungi kelestariannya dengan teknik–teknik pemeliharaan yang telah dihasilkan. Penangkaran rusa berfungsi juga untuk memperbanyak populasi dan melepaskan kembali ke alam untuk menjaga kelestariannya (Takandjandji 1988).

Pakan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada satwa dengan unsur nutrisi untuk memenuhi kebutuhan seperti air, protein, lemak, mineral dan vitamin (Semiadi dan Nugraha 2004). Populasi rusa timor yang semakin berkurang di habitatnya menjadikan pencarian pakan merupakan

(17)

alternatif penting untuk mempertahankan populasi, membantu pertumbuhan dan reproduksi.

Rusa merupakan satwa herbivore dengan pakan utama hijauan namun, nilai gizi yang terkandung dalam hijauan seperti protein dan energi, relatif rendah sehingga perlu ditambahkan pakan tambahan untuk mencukupi kebutuhan gizi (Garsetiasih 2007). Upaya peningkatan kemampuan produksi rusa timor dapat dilakukan dengan memberikan pakan tambahan untuk membantu pertumbuhannya sehingga meningkatkan kecepatan pertambahan bobot badan dan ukuran morfometrik.

Kandungan protein dan karbohidrat dalam tanaman sorgum memiliki potensi sebagai pakan tambahan untuk meningkatkan bobot badan satwa. Jenis hijauan yang selama ini diberikan pada rusa timor di Hutan Penelitian (HP) Dramaga yaitu rumput liar yang diambil dari sekitar kawasan. Selain itu, terdapat beberapa jenis hijauan yang diberikan untuk perlakuan reproduksi rusa diantaranya hanjeli, sulanjana, gewor, alang-alang, kaliandra, sorgum, padian, kawatan, sauhan, cacabean, paitan, aawian, hopea, kacangan, setaria dan mikania (Setio et al. 2011). Selain itu, diberikan juga rumput gajah, setaria dan pakan konsentrat berupa dedak padi dan ubi jalar.

Hasil penelitian Garsetiasih (2007) menyatakan bahwa, kadar gizi hijauan berupa rumput lapang yang diberikan kepada rusa timor lebih rendah dengan kadar protein hanya 2,78 % sehingga perlu ditambah dengan pakan jagung yang mengandung protein lebih tinggi mencapai 9,29 %. Secara umum nilai nutrisi tanaman sorgum tidak jauh berbeda dengan tanaman jagung khususnya kandungan protein dan karbohidrat. Tanaman sorgum mengandung protein 11 g dan karbohidrat 73 g sedangkan tanaman jagung mengandung protein 9 g dan karbohidrat 72 g (Yayuk et al. 1990). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian tanaman sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap pertumbuhan rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822).

(18)

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian pengaruh pemberian tanaman sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap pertumbuhan rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) adalah untuk :

1. Mengkaji konsumsi, bobot badan dan konversi pakan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

2. Mengkaji ukuran morfometrik pertumbuhan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum

3. Mengkaji perilaku makan rusa timor dan pemilihan pakan di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

1.2 Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah:

1. Dapat dijadikan sebagai saran atau masukan bagi pihak pengelola dalam peningkatan pertumbuhan rusa timor dengan menggunakan tanaman sorgum sebagai pakan tambahan selama masa pertumbuhan sehingga produksi rusa dapat meningkat.

2. Dapat dijadikan sebagai suatu pertimbangan dalam menjaga kelestarian dan pemanfaatan satwa rusa timor.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Rusa Timor 2.1.1 Klasifikasi

Rusa timor merupakan satwa yang dilindungi karena terjadi penurunan populasi sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Secara umum klasifikasi rusa timor (Rusa timorensis) menurut Schroder (1976) dan red list IUCN (2012) adalah sebagai berikut:

 Filum : Chordata

 Subfilum : Vertebrata

 Kelas : Mamalia

 Ordo : Artiodactyla

 Sub ordo : Ruminansia

 Family : Cervinae

 Genus : Cervus

 Species : Cervus/Rusa timorensis de Blainville, 1822

2.1.2 Morfologi

Rusa timor memiliki warna rambut coklat kemerahan, hidup berkelompok dan mempunyai daerah teritorial. Rusa jantan memiliki rambut yang berwarna coklat keabu-abuan sampai coklat gelap dan kasar serta mempunyai ranggah. Bobot badan dewasa dapat mencapai 60 kg, panjang badan berkisar antara 1,95 – 2,10 m, tinggi badan 1,00 – 1,10 m. Ranggah tumbuh pertama kali pada anak jantan umur 8 bulan (Schroder 1976).

Rusa timor jantan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan rusa betina dan memiliki warna gelap hingga kecoklatan pada kaki belakang. Rusa timor jantan memiliki surai yang terdapat pada lehernya seperti yang dimiliki oleh rusa sambar (Rusa unicolor) (Firmansyah 2007). Untuk lebih jelasnya morfologi rusa timor dapat dilihat pada Gambar 1.

(20)

Gambar 1 Morfologi rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga.

2.2 Ekologi Rusa Timor 2.2.1 Penyebaran

Rusa timor (Rusa timorensis) merupakan rusa tropis kedua terbesar setelah rusa sambar (Rusa unicolor). Pada masa penjajahan Belanda, rusa timor banyak tersebar ke Pulau Papua dan pulau kecil lainnya di sekitar Indonesia bagian Timur serta pengiriman ke luar negeri seperti ke negara Australia, Brasil, Kep. Komoro di Afrika, Madagaskar, Selandia baru, Mauritus, Kaledonia baru, Papua New Guinea, Malaysia dan Thailand (Semiadi dan Nugraha 2004). Di Nusa Tenggara Timur penyebaran rusa timor banyak terdapat pada Pulau Timor, Pulau Rote, Pulau Semau, Pulau Kambing, Pulau Alor dan Pulau Pantar.

2.2.2 Habitat

Habitat merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan satwa. Pada umumnya rusa dapat bertahan hidup di beberapa tipe vegetasi seperti savana yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan dan vegetasi hutan yang tidak terlalu rapat untuk tempat bernaung (istirahat), kawin dan menghindarkan diri dari predator. Secara alami habitat rusa berada di hutan sampai ketinggian 2.600 m dpl dengan padang rumput yang tersedia sebagai pakan (Garsetiasih dan Takandjandji 2007).

2.2.3 Pakan

Rusa timor merupakan satwa herbivore yang mengkonsumsi berbagai jenis hijauan. Sebagai satwa herbivore, rusa selalu mendeteksi jenis hijauan sebelum memakannya. Pendeteksian ini dapat dilihat dari perilakunya dalam menciumi hijauan. Apabila hijauan tersebut tidak cocok atau tidak disukai, maka

(21)

rusa akan meninggalkannya dan beralih ke hijauan yang lain (Priyono 1997). Ketersediaan hijauan sangat erat hubungannya dengan habitat sehingga diperlukan upaya penanganan pakan hijauan di penangkaran (Garsetiasih dan Takandjandji 2007). Menurut Takandjandji (2004) jenis-jenis pakan yang disukai oleh rusa umumnya terdiri dari jenis rumput poaceae dan leguminosae.

Semiadi dan Nugraha (2004) mengemukakan bahwa selain mengkonsumsi hijauan, rusa cenderung menyukai keragaman pakan non rumput seperti konsentrat (dedak dan ubi), buah–buahan, sayuran atau limbah pertanian yang mudah diperoleh. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang cukup bagi rusa timor di penangkaran tidaklah mudah karena semua zat-zat nutrisi harus dalam keadaan seimbang. Secara umum, sulit untuk memformulasikan jenis pakan yang baik bagi rusa sebab informasi tentang kualitas pakan masih terbatas dan data tentang konsumsi kecernaan dari berbagai bahan pakan juga masih terbatas sehingga sulit untuk memberi rekomendasi yang tepat (Latupeirissa dan Matitaputty 2005).

2.2.4 Pertumbuhan

Basuni (1987) mengemukakan bahwa rusa merupakan sumber protein hewani yang cukup tinggi mengingat ukuran tubuhnya cukup besar, produksi dagingnya tinggi, kemampuan adaptasi dan berkembangbiak juga tinggi. Selain itu, satwa ini juga sangat responsif terhadap perbaikan nutrisi. Firmansyah (2007) menyatakan bahwa rusa yang berada di alam menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan, mencari shelter dan tempat minum (ingestive). Aktivitas ini lebih banyak dilakukan pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari satwa ini istirahat (Masy’ud et al. 2007), sama halnya dengan rusa di penangkaran yang telah mampu beradaptasi dan terbiasa dengan kondisi yang diatur. Pakan bagi satwa ini harus disediakan secara kontinyu untuk memenuhi nutrisi bagi pertumbuhannya.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh kesehatan satwa khususnya yang berada di penangkaran. Syarief (1974) dalam Firmansyah (2007) mengemukakan umur sapih rusa sekitar 4-7 bulan, dewasa kelamin 7-9 bulan, remaja 6-12 bulan, masa pematangan reproduksi 12-24 bulan, umur tertua rusa berkisar 10-20 tahun. Pertumbuhan rusa timor sebaiknya diamati setelah umur masa sapih dan sebelum bereproduksi, karena pertumbuhan fisiknya akan terlihat lebih jelas. Secara

(22)

fisiologis, pertumbuhan rusa timor dapat dilihat dari tulang-tulang yang membentuk rongga pinggul melebar (Takandjandji et al. 1998).

2.3 Penangkaran Rusa Timor

Penangkaran satwaliar merupakan salah satu program pelestarian dan pemanfaatan untuk tujuan konservasi, ekonomis, sosial budaya dan ilmu pengetahuan dengan tetap mempertahankan kelestarian populasi dan kemurnian jenis (Basuni 1987). Penangkaran ex-situ dibangun dengan memperhatikan aspek-aspek habitat yang terdiri dari pakan, air, naungan (cover), berada pada tempat yang tenang, aman dari gangguan predator, mudah dicapai baik pada musim hujan maupun kemarau, tersedia air sepanjang tahun dan permukaan tanah yang tidak berbatu, di sekitarnya terdapat lapangan rerumputan untuk mempermudah penyediaan pakan selain dari kebun pakan, topografi rata sampai bergelombang ringan, luas lahan minimal 0,5 ha atau sesuai kebutuhan serta tersedianya pohon-pohon peneduh atau semak-semak (Garsetiasih dan Takandjandji 2007).

2.4 Tanaman Sorgum 2.4.1 Klasifikasi

Sorgum merupakan tanaman budidaya yang dapat dikembangkan di daerah-daerah lahan kering yang berpotensi tinggi akan protein dan karbohidrat setelah jagung, padi, dan gandum. Tanaman ini telah banyak dimanfaatkan sebagai penganekaragaman pangan, pakan dan industri (Prabowo et al. 1999). Secara umum klasifikasi sorgum menurut Suci (1992), Felicia (2006), Wiratma (2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Divisi : Magniliophyta Superdivisi : Spemartophyta Class : Monocotyledon Family : Poaceae Genus : Sorgum Ordo : Cyperales

(23)

Spesies : Sorghum bicolor(L), Andropogon sorghum (L), Holchus sorghum

(L), Sorghum vulgare(L)

Nama daerah yang biasa disebut : Cantel di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung

cantrik di daerah Jawa Barat, batara tojeng di daerah Sulawesi

Selatan.

2.4.2 Morfologi

Umumnya biji sorgum berbentuk bulat lonjong atau bulat telur dengan ukuran biji kira-kira 4 x 2,5 x 3,5 mm (Wiratma 2010) yang terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit luar sebanyak 8 persen, lembaga 10 persen dan daging biji (endosperm) 82 persen. Kulit terdiri dari epikarp, mesokarp dan endocarp. Epikarp mengandung zat pigmen dan sebagian zat pigmen dapat masuk ke dalam daging biji. Mesokarp adalah lapisan kulit biji paling tebal, mengandung granula pati kecil berbentuk polygonal. Endokarp terdiri dari sel-sel melintang berbentuk tabung panjang 200 mikro dan lebarnya 5 mikro. Salah satu fungsi endocarp untuk mengangkut air (Suci 1992). Batang sorgum beruas-ruas mirip tebu, namun berukuran lebih kecil dengan diameter 2 cm dan tinggi tanaman bisa mencapai 2,5 m. Daun sorgum berbentuk pita mirip dengan daun jagung maupun tebu. Malai tumbuh pada ujung tanaman seperti halnya padi (FKA 2008). Secara morfologis sorgum dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(24)

Untuk lebih jelasnya struktur penampang membujur sorgum disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Penampang membujur sorgum (Sumber : Laimeheriwa 1990).

Laimeheriwa (1990) mengemukakan berat biji sorgum bervariasi antara 8-50 mg dengan rata-rata 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibagi menjadi: 1. sorgum biji kecil (8-10 mg)

2. sorgum biji sedang (12-24 mg) 3. sorgum biji besar (25-35 mg).

Biji sorgum tergolong jenis kariopsis (caryopsis) dengan seluruh perikarp bergabung dengan endosperma. Di bawah endocarp terdapat lapisan testa yang mengelilingi endosperm dan mengandung pigmen. Endosperm terdiri dari lapisan aleuron yang mengandung banyak mineral dan vitamin B. Selain lapisan aleuron, endosperm dilengkapi dengan peripheral corneous, dan zona floury. Scutellum merupakan jaringan penyimpan yang kaya akan lemak, protein, enzim, dan mineral (Felicia 2006).

Warna kulit biji sorgum bervariasi mulai dari putih, merah dan coklat keunguan. Warna ini disebabkan oleh adanya pigmen yang terletak di epikarp berwarna putih, kuning, jingga dan merah. Tanaman sorgum lebih tahan kekeringan dibandingkan jagung karena mempunyai akar serabut terletak agak dalam di bawah tanah yaitu mencapai kedalaman 1,3 sampai 1,8 m, panjangnya mencapai 10,8 m. Selain akar seperti di atas tanaman tersebut juga mempunyai daun berlapis lilin, berguna untuk mengurangi penguapan air (Wright 1993 dalam Suarni dan Singgih 2002).

(25)

2.4.3 Kandungan gizi

Kandungan nilai gizi sorgum tidak jauh berbeda dengan tanaman serelia lainnya. Komposisi kimia biji sorgum sangat beragam, tetapi secara umum adalah protein total 9,5 %, serat kasar 2,3 %, abu 2,3 %, karbohidrat 68 %, kalcium 0,11 %, methionin ditambah cystin 0,35 %, dan lysiin 0,22 % (Wright 1993 dalam Suarni dan Singgih 2002).

Yayuk et al. (1990) mengemukakan kandungan protein, lemak dan P pada tanaman sorgum melebihi tanaman pangan lainnya (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan nutrisi sorgum dibandingkan bahan pangan lainnya

Komoditas Kandungan nutrisi

Kal(gram) Lemak (gram) Protein (gram) Karbohidrat (gram) Ca (mg) P (mg) Fe (mg) Sorgum 332 3,3 11,0 73 28 287 4,4 Beras 336 0,7 7,0 79 6 147 0,8 Jagung 361 4,5 9,0 72 9 380 4,6 Kentang 83 0,1 2,0 19 11 56 0,7 Ubi kayu 157 0,3 1,2 35 33 40 0,7 Ubi jalar 123 0,7 1,8 28 30 49 0,7 Terigu 365 1,3 8,9 77 16 106 1,2

Sumber : Yayuk et al. (1990)

Suci (1992) mengemukakan bahwa protein dalam biji sorgum dapat dibagi menjadi 2 golongan pokok, yaitu protein dalam lembaga dan protein dalam endosperm. Kandungan protein lembaga lebih tinggi dibandingkan kandungan protein dalam endosperm. Protein inilah yang dapat mendukung pertumbuhan satwa yang ditandai dengan pertambahan bobot badan, pertumbuhan morfometrik tubuh dan keaktifan bergerak.

2.4.4 Penyebaran di Indonesia

Prabowo et al. (1999) menyebutkan bahwa tanaman sorgum telah lama dikenal dan ditanam di NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kabupaten Demak merupakan penghasil sorgum di Pulau Jawa dan pada tahun 1994 luas panen mencapai 9.405 hektar dengan hasil 3,5 ton/ha. Kenaikan luas per tanaman sorgum di Kabupaten Demak selama pelita V sebesar 16,7 % menempati urutan kedua setelah jagung.

Utama et al. (2007) mengemukakan bahwa tanaman sorgum tumbuh relatif cepat, tahan terhadap kekeringan, ditopang oleh perakaran halus dan dapat tumbuh agak dalam di bawah tanah serta dapat dipanen pada umur 120 hari.

(26)

Sorgum dapat menghasilkan biji dengan baik pada musim kemarau dan tumbuh optimum pada suhu 23oc sampai 300c dengan kelembaban 20 sampai 40 % serta tumbuh di daerah tropis dan sub tropis sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut.

Tanaman sorgum dikenalkan oleh Negara Belanda pada tahun 1925 di Indonesia, meskipun sudah masuk ke Indonesia sejak jaman pemerintah kolonial, namun sorgum baru mulai berkembang baik sekitar tahun 1970-an yang disebabkan ketika tahun 1960-an Indonesia kekurangan pangan (beras), maka pemerintah mulai agak serius mengembangkan komoditas ini. Hasilnya baru terlihat sekitar tahun 1970-an, dengan varietas berwarna coklat dan putih. Dengan semakin baiknya perekonomian Indonesia setelah tahun 1970-an, maka komoditas sorgum kembali dilupakan. Budidayanya hanya dilakukan oleh masyarakat secara terbatas untuk kebutuhan sendiri. Sorgum dikenal dengan nama cantel, otek dan jagung cantrik di Pulau Jawa. Pemanfaatan jenis sorgum mulai muncul kembali dari perdagangan pakan burung perkutut (FKA 2008). Untuk penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2 Penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia

Propinsi Daerah penghasil

Jawa Barat Indramayu, Cirebon, Kuningan, Ciamis, Garut, Cianjur, dan

Sukabumi

Jawa Tengah Tegal, Kebumen, Kendal, Demak, Grobogan, Boyolali dan Wonogiri

DI Yogyakarta Kulon Progo, Sleman, Bantul dan Gunung Kidul

Jawa Timur Pacitan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang,

Sumenep, Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang

NTB Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu dan Bima

NTT Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores

Timur, Lembata, Alor, Timor Tengah Utara, Kupang, Belu, Timor Tengah Selatan dan Rote Ndao

Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian (2007)

2.4.5 Produksi

Tanaman sorgum di Indonesia hingga saat ini (tahun 2012) masih belum merupakan tanaman penting dibandingkan dengan padi, jagung, gandum dan tanaman serelia lainnya. Potensi sorgum sebagai makanan tambahan bagi ternak (pengganti jagung) dan satwa cukup tinggi. Industri plywood dan kertas, sorgum

(27)

berpotensi menggantikan terigu sebagai bahan perekat (lem) sementara batang dan daunnya dijadikan sebagai pakan ternak. Produktivitas sorgum rata-rata ditingkat petani hanya sekitar 1 ton per hektar per musim tanam (FKA 2008). Dengan pola pengembangan sorgum untuk keperluan substitusi gandum maupun industri minuman serta untuk pakan satwa, maka usaha petani akan terus berkepanjangan. Produktivitas sorgum di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produktivitas sorgum di Indonesia

Tempat Luas tanam (ha) Produksi (ton) Produktivitas

(ha/tahun) Jawa Tengah 15,31 17,35 1,13 Jawa Timur 5,97 10,52 1,76 DI Yogyakarta 1,8 67,0 0,37 NTB 30 54 1,80 NTT 26 39 1,50 Sumber : Sirappa (2003) 2.5 Perilaku Makan

Perilaku makan merupakan sifat appentites yang lebih bervariasi dan harus melalui proses belajar serta adaptasi terhadap lingkungan baru tergantung pada lamanya makan atau frekuensi makannya setiap hari (Suratmo 1979) dalam Wardani (2002). Menurut Craig (1981) dalam Wardani (2002), perilaku makan dipengaruhi oleh tingkat nutrisi, efek musim, kesehatan, pengalaman baru dan belajar. Pola makan juga merupakan perilaku yang sering kali dipengaruhi oleh macam dan modifikasi banyak faktor. Rusa pada umumnya mempunyai pola ruminansia atau memamah biak. Setelah makan, satwa tersebut sering kali berbaring, mengunyah dan memamah biak. Lambung terdiri dari beberapa bagian yang dapat membantu memisahkan makanan yang kasar dan yang halus. Ismail (2011) menambahkan cara merumput rusa yaitu dengan melilitkan rumput pada lidah di mulutnya, kemudian menyentakkan kepalanya ke depan sehingga rumput terpotong oleh gigi seri bawah.

Rusa lebih memilih istirahat memamah biak dan tidur pada siang hari sesuai dengan pernyataan Wardani (2002) bahwa aktivitas makan satwa di penangkaran menurun pada siang hari kemudian naik lagi pada sore hari. Selain itu Masy’ud et al. (2007) juga menyatakan aktivitas makan lebih banyak dilakukan pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari satwa ini istirahat.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga-Bogor yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Penelitian dilaksanakan selama 64 hari mulai bulan April hingga Juni 2012. Penelitian dibagi dalam empat periode dan setiap periode terdiri dari 4 hari masa penyesuaian (preliminary) dan 12 hari pengumpulan data (collecting data) sehingga masing-masing periode membutuhkan waktu selama 16 hari. Penelitian dilakukan menggunakan kandang individu dengan ukuran (2x2x1,5) m (Gambar 4).

Gambar 4 Kandang individu untuk perlakuan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamera, timbangan analitik kapasitas 5000 g dan 3000 g, timbangan digital XK-3190A7 Great Scale kapasitas 50 kg, SPSS Statistics 15.0, Adobe photoshop CS3, Google skecth up 8, thermohygrometer, meteran, bak plastik, parang, sapu lidi, tally sheet dan alat tulis menulis.

Bahan dan objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekor rusa timor usia tumbuh dan belum pernah bereproduksi (12-16 bulan) sebagai satwa yang ditangkarkan yang terdiri dari 2 jantan dan 2 betina. Pakan yang digunakan pada saat penelitian berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan kaliandra

(29)

(Caliandra callothyrsus) sebagai pakan dasar serta sorgum (Sorghum bicolor) sebagai pakan tambahan. Hijauan ini diperoleh dari kebun pakan yang sebelumnya telah disediakan. Kandungan nutrisi pakan dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Penelitian menggunakan 4 petak kandang individual yang dilengkapi dengan tempat makan. Rusa ditempatkan dalam kandang individual dan pemberian perlakuan dilakukan secara acak (Tabel 4).

Tabel 4 Pengacakan kandang dan perlakuan

Periode Pengacakan kandang dan perlakuan

1, a 2, b 3, c 4, d I A B C D II B A D C III C D A B IV D C B A Keterangan : A, B, C, D = Perlakuan 1, 2, 3, 4 = Nomor rusa a, b, c, d = Nama kandang

Jenis perlakuan yang diberikan diatur dalam formulasi :

A = Pakan dasar berupa rumput gajah (50 %) + kaliandra (50 %) B = Pakan dasar (85 %) + sorgum (15 %)

C = Pakan dasar (70 %) + sorgum (30 %) D = Pakan dasar (55 %) + sorgum (45 %)

Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan patokan yaitu 10 % x berat badan x 2 (Takandjandji 1995). Pemberian rumput dilakukan secara ad libitum (selalu tersedia), namun sebelum diberikan pada rusa, hijauan terlebih dahulu dipotong menjadi 4–5 cm agar tidak tercecer di lantai (Gambar 5). Penentuan jumlah pemberian pakan, berdasarkan kemampuan konsumsi pada masa pendahuluan (preliminary). Daun kaliandra diberikan setelah dilayukan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar mimocine yang dikandungnya. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yakni pagi (07.00 WIB) dan sore (16.30 WIB). Sisa pakan ditimbang sesuai jenisnya setiap pagi sebelum memberikan jenis pakan yang baru dan sebelum kandang dibersihkan.

(30)

(a) (b)

Gambar 5 (a) Pakan kaliandra, sorgum dan rumput gajah yang telah dipotong menjadi 4-5 cm; (b) pakan yang siap diberikan pada rusa.

3.3 Jenis Data 3.3.1 Data primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi: konsumsi pakan, konversi pakan, bobot badan, ukuran morfometrik, perilaku makan dan preferensi pakan.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder yang dikumpul meliputi kondisi penangkaran (luas areal dan suhu), pakan (jenis, sumber, pakan tambahan, frekuensi pemberian pakan) dan fasilitas penunjang penangkaran.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data primer

Metode pengumpulan data, diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Parameter yang diamati dalam penelitian, adalah :

1. Konsumsi pakan diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa setiap hari, pada setiap pengumpulan data tiap periode yang ditimbang dengan timbangan analitik berkapasitas 5000 g dan 3000 g,

2. Data pertambahan bobot badan, panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada diperoleh dari hasil pengukuran parameter pertumbuhan setiap periode (12 hari) selama 64 hari penelitian. Bobot badan rusa diukur dengan menggunakan timbangan digital berkapasitas 50 kg, pengukuran panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada menggunakan meteran

(31)

jahit yang dibantu dengan kayu kecil sepanjang 1 m sebagai patokan ketelitian pengukuran.

Panjang badan, diukur dari tepi depan sendi bahu sampai dengan tepi belakang bungkul tulang rusuk. Tinggi pundak, diukur berdasarkan jarak tertinggi pundak dari permukaan tanah tegak lurus. Lingkar dada, diukur berdasarkan keliling dada tepat di belakang bahu (Gambar 6).

Gambar 6(a) Sketsa pengukuran panjang badan; (b) pengukuran tinggi pundak; (c) pengukuran lingkar dada.

A

B

(32)

3. Konversi pakan diperoleh dengan perbandingan antara rata-rata konsumsi bahan kering dan rata-rata pertambahan berat badan per satuan waktu, 4. Perilaku makan dan preferensi pakan diamati dengan pencatatan data

secara Time sampling yaitu mencatat jenis pakan yang dipilih pada tiap interval 30 menit setiap jam. Pengamatan dilakukan selama 9 jam tiap hari dari jam 07.30 WIB-17.00 WIB. Pengamatan perilaku makan dan preferensi pakan dilakukan selama 10 hari,

5. Pengukuran suhu kandang dilakukan dengan menggunakan thermometer yang dilakukan setiap hari pada pagi hari (pukul 08.00 WIB), siang hari (pukul 12.00 WIB) dan sore hari (pukul 17.00 WIB) dengan menggantungkan thermometer di dalam kandang.

6. Metode wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu wawancara kepada staff yang bertugas di penangkaran. Wawancara dilakukan secara mendalam dan berulang untuk memahami jawaban dari pertanyaan yang diajukan secara luwes, terbuka, tidak baku dan informal (Boyce et al. 2006).

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber pustaka serta lembaga atau instansi yang berkaitan dengan penelitian, merupakan data awal yang dikumpulkan sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan, yang berguna untuk menunjang keabsahan dan pendalaman dalam menganalisis data yang akan dilakukan.

3.5 Analisis Data

Data yang telah diperoleh, dianalisis dan disajikan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan perilaku makan rusa. Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui:

a. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Bujur Sangkar Latin 4 x 4 (Mattjik dan Jaya 2006), dengan model matematis sebagai berikut :

Y ijk = μ + αi + βj + γk + ∑ijk; dimana :

Y ijk = nilai pengamatan dari perlakuan ke-k dalam baris ke-i dan kolom ke-j

(33)

α-i = pengaruh rusa ke-i; 1-4 β-j = pengaruh periode ke-j; 1-4 γ-k = pengaruh perlakuan ke-k; 1-4 ∑ ijk = kesalahan baku (error)

b. Konversi pakan dengan menggunakan rumus : ,

Keterangan : r kons BK = rata konsumsi bahan kering; r PBB = rata-rata pertambahan bobot badan,

c. Konsumsi bahan kering dengan menggunakan rumus : ,

Keterangan : KHS = Konsumsi hijauan segar, selisih antara jumlah hijauan yang diberikan dan jumlah hijauan yang tersisa ; BK = Bahan kering, d. Tabel ANOVA dihitung dengan menggunakan SPSS Statistic 15.0.

Kriteria pengujian jika T hitung < T tabel maka terima H0 (tidak ada hubungan antara parameter yang diuji) dan jika T hitung > T tabel maka tolak H0 pada tarif nyata (ada hubungan antara parameter yang diuji).

(34)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Lingkungan Fisik 4.1.1 Letak dan luas

Hutan Penelitian (HP) Dramaga terletak di Desa Setu Gede dan Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 244 m di atas permukaan laut. Hutan Penelitian Dramaga pertama kali dibangun pada tahun 1956 seluas 57,75 ha oleh Balai Penyelidikan Kehutanan. Secara geografis lokasi ini terletak pada 6033’8’’-6033’35’’ LS dan 106044’50’’-1060105’19’’ BT. Hutan Penelitian Dramaga memiliki luas sekitar 57,75 ha dengan 10 % dari luasan tersebut (35,85 ha) digunakan oleh CIFOR (Center for International Forestry

Research) untuk perkantoran dan fasilitas kerja dan seluas 11,9 ha berfungsi

sebagai areal penyangga. Di tepi Hutan Penelitian Dramaga terdapat danau atau telaga kecil yaitu Setu Gede dengan luasan 6 ha yang dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor dan merupakan salah satu tempat rekreasi warga Bogor (Gambar 7).

Gambar 7 Lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor. Sumber: Setio et al. (2011).

4.1.2 Topografi dan tanah

Hutan Penelitian Dramaga berada pada topografi datar sampai agak bergelombang dengan kelerengan 0-6 %. Tanah di areal Hutan Penelitian

(35)

Dramaga termasuk latosol coklat kemerahan dengan bahan induk tufvolkan intermedier fisiografi vulkan. Pada bagian atasnya dan berangsur-angsur lebih cerah pada lapisan dalam. Tekstur tanahnya terdiri dari liat sampai berdebu halus, struktur gumpal sampai remah dan gembur. Batas lapisan umumnya baur, drainase sedang sampai baik dan air tanahnya dalam sekitar 8 – 12 m (Parisy et al. 1999).

4.1.3 Iklim

Parisy et al. (1999) mengemukakan bahwa Hutan Penelitian Dramaga menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1953) termasuk ke dalam tipe A dengan rata-rata curah hujan tahunan sebesar 3.940 mm dan tidak memiliki bulan kering. Berdasarkan data Stasiun Klimatologi Kelas I Dramaga tahun 2005-2007, suhu rata-rata tertinggi pada bulan Oktober (26,230C) dan terendah pada bulan Februari (25,330C). Kelembaban tertinggi pada bulan Februari (89,33 %) dan terendah pada bulan September (77 %). Curah hujan tertinggi pada bulan Februari (364 mm) dan terendah pada bulan Agustus (71,5 mm) sedangkan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2383,5 mm.

4.1.4 Sarana dan prasarana

Takandjandji (2004) mengemukakan bahwa terdapat beberapa sarana dan prasarana yang harus dipersiapkan dalam suatu penangkaran rusa diantaranya kandang, pagar, areal pengembangan pakan, tempat makan, tempat minum, jalan kontrol, saluran air dan gudang peralatan.

Hutan Penelitian Dramaga memiliki sarana dan prasarana berupa perkantoran, bangunan yang mencakup kandang, pagar, gudang peralatan, perumahan karyawan dan areal pengembangan pakan. Di samping itu, HP Dramaga memiliki beberapa sarana dan prasarana penting lainnya diantaranya Danau Setu Gede yang banyak dikunjungi oleh warga Bogor maupun wisatawan lain di luar Bogor sebagai tempat rekreasi, serta penangkaran satwa rusa timor dan trenggiling (Gambar 8).

(36)

(a) (b)

(c)

Gambar 8 (a) Sarana dan prasarana penangkaran rusa timor di HP Dramaga; (b) kandang trenggiling; (c) danau Setu Gede.

4.1.5 Penangkaran rusa timor

Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan mengembangkan salah satu kegiatan penangkaran rusa timor (Rusa timorensis) yang diresmikan pada tahun 2008 dengan luasan 7,0 Ha. Penangkaran tersebut diberi nama Pusat Pengembangan Teknologi Rusa Timor. Perkembangan penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga sampai tahun 2012, populasi rusa timor terdiri dari 51 individu rusa timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) dengan komposisi jumlah jantan dewasa 13 individu, jumlah betina dewasa 23 individu, remaja/muda dengan umur 6-18 bulan sebanyak 4 individu dan anakan dengan umur 6 bulan ke bawah sebanyak 11 individu.

(37)

Areal penangkaran diperuntukkan untuk kandang semi alami 5.0 Ha dan kebun penanaman pakan 2,0 Ha. Kebun pakan merupakan satu sarana yang sangat penting di dalam penangkaran karena produktivitas dan perkembangbiakan satwa sangat tergantung oleh pakan (Garsetiasih 2007). Kandang semi alami terdiri dari kandang individu, kandang jepit, lorong penggiringan, kandang pedok, kandang pembiakan dan kandang pembesaran. Selain itu, terdapat pula sarana prasarana pendukung penangkaran rusa yaitu pengolahan limbah, pos penjagaan, kantor pusat informasi dan gudang. Kandang individu merupakan kandang khusus yang berukuran (2x2x1,5) m berguna untuk rusa yang sedang sakit dan untuk perlakuan (keperluan penelitian). Limbah pakan maupun feses rusa dikumpulkan ke dalam bak limbah berukuran (2x2x1) m3 sebanyak 2 unit dan (4x2x1) m3 sebanyak 1 unit untuk dijadikan kompos yang bermanfaat bagi tanaman pakan rusa.

4.2 Lingkungan Biologi 4.2.1 Flora

Flora yang terdapat di HP Dramaga merupakan hasil introduksi sebanyak 130 jenis tumbuhan mencakup 88 marga dan 33 famili. Jenis tanaman asing terdiri dari jenis pohon berdaun jarum (Gymnospermae) tiga jenis dari marga pinus dan jenis daun lebar (Angiospermae) 39 jenis (34 marga, 18 famili) khusus marga khaya dan terminalia. Jenis pohon introduksi berasal dari negara beriklim tropis dan sub tropis. Jenis tanaman asli Indonesia terdiri dari marga Agathis,

Pinus, Podocarpus, Shorea, Eugenia, Dipterocarpus dan Hopea.

Jenis tumbuhan bawah yang terdapat di bawah tegakan pohon pada HP

Dramaga, terdiri dari jukut kakawatan (Cynodon dactylon), paku kawat (Lycopodium cernuum), kirinyuh (Eupatorium pallescens), paku areuy (Gleichenia linearis) dan harendong (Melastoma polyanthum). Dari koleksi yang ada terdapat beberapa jenis unggulan HP Dramaga diantaranya Hopea

mengarawan, Khaya anthotheca, Shorea stenoptera dan Shorea pinanga (Parisy et al. 1999).

4.2.2 Fauna

Jenis fauna yang terdapat dalam HP Dramaga adalah ular tanah (Agkistrodon rhodostoma), tupai atau bajing (Lariscus sp), dan musang

(38)

(Paradosurus hermaphroditus). Menurut Solihati (2007), jenis burung yang terdapat di HP Dramaga sebanyak 29 jenis terdiri dari 21 suku, dua jenis diantaranya merupakan burung endemik Pulau Jawa yakni Spizaetus bartelsi dan

Stachyris grammiceps. Jenis yang paling sering dijumpai adalah Lonchura leucogastroides, Sterptopelia chinensis dan Prinia familiaris. Menurut

Takandjandji (2009) fauna yang terdapat di HP Dramaga yaitu mamalia sebanyak 14 jenis, reptil sebanyak 12 jenis dan aves sebanyak 31 jenis. Potensi satwa tersebut mempunyai nilai penting sebagai tambahan objek wisata yang terpadu dengan pengembangan penangkaran rusa.

(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Nilai Gizi Pakan

Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi bruto (Tabel 5).

Tabel 5 Komposisi nutrisi pakan yang digunakan (%)

Kode BK Abu PK SK LK BETN Ca P EB (kkal)

Sorgum 14,81 1,52 1,99 6,32 0,54 4,43 0,11 0,05 628,00

Rumput Gajah

21,10 1,89 2,89 10,05 0,13 6,14 0,09 0,08 902,00

Kaliandra 13,22 0,89 3,42 4,15 0,11 4,70 0,15 0,05 604,00

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2011).

Keterangan:

BK : Bahan Kering

PK : Protein Kasar

SK : Serat Kasar

LK : Lemak Kasar

BETN : Bahan Extrak Tanpa Nitrogen

Ca : Calcium

P : Phospor

EB : Energi Bruto (kkal)

Tabel 5 menunjukkan sorgum memiliki persentase lemak kasar lebih tinggi dari rumput gajah dan kaliandra yang berguna sebagai sumber energi kedua setelah karbohidrat yang mampu meningkatkan bobot badan rusa. Leimeheriwa (1990) menyatakan bahwa lemak dalam biji sorgum sangat berguna bagi satwa dan manusia sebagai energi, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan tengik dalam produk bahan pangan. Sorgum juga mengandung zat anti gizi yaitu tanin yang menyebabkan rasa sepat terutama pada sorgum yang mempunyai kulit biji berwarna tua sehingga kurang disukai rusa.

Rumput gajah mengandung bahan kering dan serat yang tinggi, seperti terlihat dari hasil analisis proksimat. Hijauan yang dikonsumsi rusa sebaiknya mengandung air. Secara garis besar air, protein, lemak dan energi disebut sebagai unsur nutrisi makro, sedangkan yang lainnya merupakan unsur nutrisi mikro yang tingkat kebutuhannya relatif lebih rendah. Kebutuhan nutrisi umumnya

(40)

menggunakan bahan kering yaitu kondisi dimana kandungan air telah dihilangkan melalui pemanasan. Semiadi dan Nugraha (2004) mengemukakan bahwa penggunaan bahan kering merupakan cara yang paling tepat karena unsur air dalam setiap jenis pakan sangat bervariasi.

Hartanto (2008) melaporkan bahwa rumput gajah mengandung BK (23,70 %), Abu (29,85 %), PK (10,3 %), SK (25,7 %) dan LK (0,99 %). Kandungan nutrisi rumput gajah selama penelitian lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Hartanto (2008) diduga karena rumput gajah yang diberikan tidak ditentukan berdasarkan umur muda atau tua nya serta pemotongan rumput gajah di lokasi penelitian tidak melihat umur. Umur pemotongan terbaik pada rumput gajah agar memperoleh nilai nutrisi yang baik adalah pada ketinggian batang tidak mencapai lebih dari 1,5 m terutama pada musim kemarau (Semiadi dan Nugraha 2004). Berdasarkan penelitian Setio et al. (2011) menunjukkan bahwa sorgum merupakan pakan yang disukai rusa timor dengan indeks preferensi 2,29 kali dikonsumsi tanpa sisa. Umur pemotongan terbaik pada rumput gajah agar memperoleh nilai nutrisi yang baik adalah pada ketinggian batang yang mencapai labih dari 1,5 m terutama pada musim kemarau (Semiadi dan Nugraha 2004).

5.2 Konsumsi Pakan Rusa Timor (Rusa timorensis) 5.2.1 Konsumsi bahan kering

Rata-rata konsumsi bahan kering harian rusa disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata konsumsi bahan kering rusa (gram/hari/individu)

Rusa Jenis Kelamin Periode Jumlah Rata-rata I II III IV 1 Betina A B C D 711,28 642,00 751,34 691,72 2796,34 699,08 2 Betina B A D C 622,27 572,56 694,17 910,98 2799,98 699,99 3 Jantan C D A B 1432,01 1303,40 872,90 1370,80 4979,11 1244,77 4 Jantan D C B A 1011,71 963,25 1002,50 836,45 3813,91 953,48 Jumlah 3777,27 3481,11 3320,91 3809,95 Rata-rata 944,32 870,00 830,23 952,48

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85%+sorgum 15%, C = pakan dasar 70%+sorgum 30%, D = pakan dasar 55%+sorgum 45%.

(41)

Konsumsi merupakan faktor esensial bagi satwa untuk menentukan pertumbuhan dan produktivitasnya. Tabel 6 menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering tertinggi dicapai oleh rusa 3 (jantan) diikuti oleh rusa 4 (jantan) selanjutnya rusa 2 (betina) serta yang terendah yaitu rusa 1 (betina). Untuk jantan, konsumsi pakan rusa 3 lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 4 yang disebabkan oleh letak kandang rusa 4 lebih dekat dengan kandang rusa lain yang tidak mendapat perlakuan. Adanya jenis pakan yang biasanya diberikan terhadap rusa yang tidak mendapat perlakuan menarik perhatian rusa 4 akan jenis pakan tersebut sehingga mengurangi konsumsi terhadap jenis pakan perlakuan. Hal yang sama juga terdapat pada rusa 2 (betina) yang mengkonsumsi pakan lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 1 (betina). Bobot badan rusa 2 sebesar 26,91 kg lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 1 sebesar 21,58 kg yang mempengaruhi jumlah pakan rusa. Semakin besar bobot badan akan semakin banyak pula jumlah pakan yang diberikan, sesuai dengan metode penelitian.

Konsumsi pakan dipengaruhi pula oleh umur fisiologis rusa. Rusa jantan lebih mengarah pada perkembangan badan dan rusa betina ke arah perkembangan reproduksi. Rusa yang digunakan berumur 12-16 bulan, telah memasuki masa reproduksi. Rusa jantan telah memasuki masa pertumbuhan ranggah, yang berarti akan segera melakukan perkawinan karena terdapat korelasi antara ranggah keras dengan perkawinan. Ranggah akan tumbuh pertama kalinya pada umur 8 bulan sedangkan betina telah memasuki masa bereproduksi, yakni pada umur 15-18 bulan (Takandjandji 1998). Oleh karena itu, penurunan konsumsi pada rusa betina salah satunya disebabkan oleh umur rusa yang telah memasuki masa reproduksi.

Setio et al. (2009) melaporkan bahwa rusa di penangkaran dengan umur 12-24 tahun mampu menghasilkan konsumsi harian bahan kering rusa jantan rata-rata 1454,47 gram sedangkan konsumsi harian bahan kering rusa betina rata-rata-rata-rata 1960,71 gram dengan pemberian jenis pakan rumput lapang, ubi dan singkong. Perbedaan konsumsi bahan kering pada penelitian ini disebabkan oleh jenis pakan yang diberikan kepada rusa berbeda. Singkong dan ubi diketahui mengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen yang baik dan disukai oleh rusa. Berbeda pula dengan konsumsi bahan kering rusa di Penangkaran rusa timor, Desa Sumber Ringin, Kabupaten Blitar yang diteliti oleh Nugraha (2009) bahwa konsumsi

(42)

pakan rusa jantan sebesar 1038 gram/individu/hari dan rusa betina 1006 gram/individu/hari.

Bobot badan awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara 21-35 kg dengan rataan 28,94 kg. Bobot badan akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi 23-40 kg dengan rataan 33,09 kg.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa tingkat konsumsi rusa timor di penangkaran berkisar 5-7,2 % dari bobot badan awal sehingga kebutuhan pakan rata-rata berat basah berkisar 2,2-4,9 kg. Hasil ini sesuai dengan penelitian Garsetiasih (2007) bahwa pakan rata-rata berat basah untuk rusa timor di penangkaran Kupang dan Bogor adalah 5 kg/individu/hari dan di penangkaran Sumbawa sebesar 4,42 kg/individu/hari. Takandjandji (1988) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering rusa timor dengan pemberian daun beringin (Ficus

benyamina), kabesak (Acacia leucophloea), turi (Sesbania grandiflora) dicampur

dengan rumput lapang (Paspalum dilatatum) adalah sebesar 3,37 % dari bobot badan. Semiadi dan Nugraha (2004) melaporkan bahwa rusa sambar burumur > 2 tahun mengkonsumsi pakan sebesar 2,2 kg bahan kering atau mendekati 4,3 kg hijauan segar. Rata-rata konsumsi bahan kering berdasarkan perlakuannya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata konsumsi bahan kering berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari)

Periode Perlakuan (gram/individu/hari)

A B C D 1 711,28 622,27 1432,01 1011,71 2 572,56 642,00 963,25 1303,40 3 872,90 1002,50 751,34 694,17 4 836,45 1370,80 910,98 691,72 Jumlah 2993,19 3637,57 4057,58 3701,00 Rata-rata 748,30 909,40 1014,40 925,25

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

Tabel 7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi bahan kering dari perlakuan A hingga perlakuan C namun terjadi penurunan pada perlakuan D. Perlakuan D menurun diduga karena kandungan lemak yang terdapat lebih banyak dari perlakuan lainnya yang mempengaruhi rusa mengkonsumsi lebih sedikit

(43)

pakan dan sesuai dengan kebutuhan konsumsinya. Perlakuan D dengan pemberian pakan dasar 55 % dan sorgum 45 % mempengaruhi banyaknya kandungan lemak dalam pakan.

Sorgum memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan pakan lainnya sehingga mempengaruhi tingkat konsumsi rusa. Kebutuhan konsumsi yang sudah terpenuhi akan menghentikan rusa mengkonsumsi pakan dan biasanya rusa akan istirahat (memamah biak). Selain itu, pemberian sorgum yang mengandung lemak yang tinggi dan banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1995) bahwa, pemberian pakan yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi dan dapat menurunkan konsumsi sehingga tingkat konsumsi berkurang. Selain itu, kandungan serat kasar yang tinggi (10,05 %) menjadikan rusa cepat kenyang dan berhenti mengunyah. Mc Donald et al. (1988) dalam Mulyaningsih (2006) menyatakan bahwa rumput gajah segar dengan kandungan air dan serat kasar yang tinggi (81,50 % dan 33,10 %) menjadikan kapasitas rumen terbatas sehingga menyebabkan konsumsi bahan kering menurun. Semakin tinggi serat kasar dalam pakan maka semakin rendah kecernaan pakan tersebut sehingga menurunkan konsumsi bahan kering.

Hasil analisis sidik ragam konsumsi bahan kering dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata (P<0.05) antara perlakuan dan konsumsi bahan kering dengan T hitung sebesar 16,82 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 1). Pengaruh nyata tersebut terlihat pada rusa jantan mengkonsumsi bahan kering lebih banyak dibandingkan dengan rusa betina yang disebabkan rusa jantan memiliki sifat yang lebih agresif dan aktif dalam mengkonsumsi pakan (Tabel 6). Umumnya sifat rusa timor di habitat alami menunjukkan bahwa rusa jantan lebih aktif mendominasi pola makan dalam mengkonsumsi hijauan sedangkan rusa betina biasanya menunggu rusa jantan selesai mengkonsumsi dan mencari hijauan. Rusa betina lebih banyak menghabiskan waktu untuk istirahat dan memamah biak (Manshur 2011).

(44)

5.2.2 Pertambahan bobot badan rusa

Rataan pertambahan bobot badan rusa timor di penangkaran dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Pertambahan bobot badan rusa (gram/individu/hari)

Rusa Jenis Kelamin Periode Jumlah Rata-rata I II III IV 1 Betina A B C D 218,34 54,59 11,67 78,33 59,17 69,17 2 Betina B A D C 210,00 52,50 -86,67 156,67 105,00 35,00 3 Jantan C D A B 503,34 125,84 120,00 165,00 191,67 26,67 4 Jantan D C B A 468,33 117,08 190,83 138,33 157,50 -18,33 Jumlah 235,83 538,33 513,34 112,51 Rata-rata 58,96 134,58 128,34 28,13

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan serta dapat digunakan sebagai peubah untuk menilai kualitas bahan pakan satwa. Kandungan zat makanan yang terdapat dalam pakan akan mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi.

Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot tubuh yang dilakukan dengan cara penimbangan berulang-ulang (Tillman et al. 1984). Pertambahan bobot badan rusa di penangkaran per hari berbeda-beda. Pertambahan bobot badan tertinggi dicapai oleh rusa 3 (jantan) selanjutnya rusa 4 (jantan) diikuti oleh rusa 1 (betina) dan terendah rusa 2 (betina). Setio et al. (2009) mengemukakan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan rusa di penangkaran dengan kisaran umur 12-24 bulan sebesar 74,02 gram/individu/hari untuk rusa betina dan 145,45 gram/individu/hari untuk rusa jantan. Rusa timor liar di papua mempunyai gambaran pertambahan bobot badan antara 61,20-67,78 gram/individu/hari sedangkan di penangkaran rusa timor di Desa Sumber Ringin, Kabupaten Blitar diketahui rata-rata pertambahan bobot badan harian rusa timor jantan sebesar 137,70 gram/individu/hari dan pertambahan bobot badan rusa timor betina sebesar 110 gram/individu/hari (Nugraha 2009).

(45)

Pertambahan bobot badan pada rusa 3 (jantan) lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 4 (jantan) yang disebabkan oleh adanya korelasi yang nyata antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan, rusa jantan yang mengkonsumsi pakan yang tinggi menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi pula, terlihat pada rusa 3 yang menghasilkan konsumsi bahan kering sebesar 1244,77 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 125,84 gram/hari dan rusa 4 dengan konsumsi bahan kering sebesar 953,48 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 117,08 gram/hari. Berbeda dengan rusa betina, berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan fluktuasi atau ketidakterkaitan antara konsumsi bahan kering dengan pertambahan bobot badan rusa betina. Rusa betina yang menghasilkan konsumsi bahan kering yang tinggi tidak menjamin pertambahan bobot badan yang tinggi pula, terlihat pada rusa 1 yang menghasilkan konsumsi bahan kering sebesar 699,08 gram/hari dan mengalami pertambahan bobot badan sebesar 54,59 gram/hari sementara rusa 2 yang menghasilkan konsumsi bahan kering lebih besar yaitu 699,99 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 52,20 gram/hari. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor internal seperti daya cerna rusa yang kurang memanfaatkan nutrisi pakan menjadi bobot badan maupun faktor eksternal seperti gangguan lingkungan yang dapat mengalihkan perhatian rusa selama mengkonsumsi pakan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa bobot badan rusa jantan cenderung lebih besar dibandingkan betina dan semakin bertambah umur rusa jantan juga akan menampakkan perkembangan fisiologis seperti ranggah yang semakin besar dan nyata. Rusa jantan lebih agresif dan lebih aktif dalam mengkonsumsi pakan karena pertumbuhan rusa jantan lebih mengarah ke pertambahan bobot badan maupun ukuran morfometriknya sedangkan pertumbuhan pada rusa betina lebih mengarah ke perkembangan organ-organ reproduksi sehingga bobot badan dan ukuran morfometrik lebih rendah dibandingkan dengan rusa jantan (Takandjandji 1988).

Tabel 8 menunjukkan pertambahan bobot badan yang berbeda-beda berdasarkan periode. Penurunan bobot badan pada periode I dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan respon rusa terhadap pakan yang diberi. Pada periode IV

Referensi

Dokumen terkait

Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.. Merujuk pada al-Qur’ân banyak ayat menjelaskan tentang prinsip-prinsip kesetaraan gender. Nasaruddin Umar

Ternyata nilai koefisien kontegensi lebih besar dari ½ Cmax (0,61 &gt; 0,4082) dengan demikian derajat hubungan antara daya tarik jalan cerita tayangan “Orang Pinggiran” di

Pengaplikasian Beauveria bassiana dilakukan dengan menggunakan sprayer dengan cara disemprotkan pada tanaman padi saat 7 hari setelah tanaman diinfestasi hama wereng batang

anisopliae yang diaplikasikan secara disemprot menunjukkan efektifitas yang rendah terhadap nimfa wereng coklat, sedangkan yang diaplikasikan di sekitar perakaran

Selain itu juga, wisata masjid bersejarah pun akan mampu meningkatkan kekuatan sosial; dan hal tersebut sejalan dengan temuan Azmi &amp; Ismail yang menunjukkan

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang mana telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Kaidah penulisan soal pilihan ganda yang termasuk dalam kategori kelogisan, yakni pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas, setiap soal harus

Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) menunjukan bahwa pembelajaran dengan tutor sebaya terbukti dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam bermain ornamen suling lubang