BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Oleh : LISA WIDIASARI 0813315028 / FE / EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
PENGARUHNYA TERHADAP BETA SAHAM
PADA SAHAM LQ 45 DI
BURSA EFEK INDONESIA
yang diajukan
Lisa Widiasari 0813315028/FE/EA
disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Rina Mustika, SE, MMA Tanggal: ……….………
Mengetahui Wakil Dekan I
PENGARUHNYA TERHADAP BETA SAHAM PADA SAHAM
LQ 45 DI BURSA EFEK INDONESIA
Disusun oleh: LISA WIDIASARI 0813315028/FE/EA
telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh
Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal 11 Juni 2010
Pembimbing: Tim Penguji:
Pembimbing Utama Ketua
Rina Mustika, SE, MMA Dra. Ec. Hj. Siti Sundari, MSi
Sekretaris
Rina Mustika, SE, MMA
Anggota
Drs. Ec. H. Muslimin, MSi
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur dengan judul “ANALISIS FINANCIAL LEVERAGE,
OPERATING LEVERAGE DAN PERTUMBUHAN ASSET SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP BETA SAHAM PADA SAHAM LQ45 DI
BURSA EFEK INDONESIA”.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka
akan sulit bagi penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Sehubungan dengan hal
itu, maka dalam kesempatan istimewa ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
mendukung kelancaran penulisan skripsi baik berupa dukungan, doa maupun
bimbingan yang telah diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat yang
mendalam mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Univesitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE. MM., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi., selaku Wakil Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
ii
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE. MSi., selaku Ketua Program Studi
Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
5. Ibu Rina Mustika, SE, MMA, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.
6. Seluruh dosen dan staf dosen yang memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Pusat Penelitian Pengembangan dan Pengabdian pada Masyarakat
(P4M) yang telah mengolah data penelitian penulis.
8. Kedua orang tua penulis, keluarga besar bapak M.Yunus, suami dan
anak penulis, terima kasih atas semua dukungan, doa, semangat dan
pengertiannya yang telah diberikan kepada penulis.
9. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan guna
meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap, penulisan
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, Juni 2010
DAFTAR ISI 1.1.Latar Belakang Masalah ……… 1.2.Perumusan Masalah ……….…… BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN SEBELUMNYA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ……… 8
2.2. Kajian Teori... 10
2.2.1. Pasar Modal... 10
2.2.1.1. Pengertian Pasar Modal...
2.2.1.2. Jenis-jenis Pasar Modal...
2.2.1.3. Instrumen Pasar Modal...
2.2.1.4. Faktor–faktor Pengaruh Perkembangan Pasar
Modal ...
2.2.2. Investasi………... 17
2.2.3. Return dan Beta… ….……….. 22
2.2.3.1. Pengertian Return...
2.2.3.2. Pengertian Beta...
2.2.3.3. Model Indeks Tunggal………..
2.2.3.4. Capital Asset Pricing Model………. 22
24
26
27
2.2.4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Beta ……….. 29
2.2.4.1. Financial Leverage………
2.2.5. Hubungan Financial Leverage Terhadap Beta Saham…. 34
2.2.6. Hubungan Operating Leverage Terhadap Beta Saham... 35
2.2.7. Hubungan Asset Growth Terhadap Beta Saham... 36
2.3. Kerangka Pikir... 37
2.4. Hipotesis... 38
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional Dengan Pengukuran Variabel... 39
3.2. Populasi dan Sampel... 41
3.2.1. Populasi...
3.2.2. Sampel... 41
41
3.3. Teknik Pengumpulan Data……… 43
3.3.1. Jenis dan Sumber Data………. 43
3.3.2. Metode Pengumpulan Data……….. 43
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis... 43
3.4.1. Teknik Analisis...
3.4.2. Uji Normalitas...
3.4.3. Uji Asumsi Klasik...
3.4.4. Pengujian Hipotesis... 44
45
45
47
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 52
4.1.1. Sejarah Bursa Efek Indonesia... 52
4.1.2. Perkembangan Bursa Efek Indonesia... 55
4.2. Gambaran Umum Perusahaan Sampel...
4.2.1. PT Astra Internasional Tbk...
4.2.2. PT Aneka Tambang Tbk...
4.2.3. PT Astra Otoparts...
4.2.4. PT Bank Central Asia...
4.2.5. PT Gajah Tunggal Tbk...
4.2.6. PT Energi Mega Persada...
4.2.7. PT Indofood Sukses Makmur Tbk...
4.2.8. PT Perusahaan Gas Negara……….
4.2.9. PT Indonesiaan Satellite Corporation Tbk………..
4.2.10. PT Kalbe Farma Tbk……….
4.2.11. PT Matahari Putra Prima Tbk………
4.2.13. PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk………
4.2.14. PT Semen Gresik Tbk………
4.2.15. PT Tempo Scan Pasific Tbk………...
4.2.16. PT United Tractors Tbk………
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian...
4.3.1. Deskripsi Mengenai Financial Leverage...
4.3.2. Deskripsi Mengenai Operating Leverage...
4.3.3. Deskripsi Mengenai Asset Growth...
4.3.4. Deskripsi Mengenai Beta Saham...
4.3.5. Hasil Pengujian Normalitas...
4.3.6. Hasil Pengujian Asumsi Klasik...
4.3.7. Hasil Pengujian regresi Linier Berganda...
4.3.8. Hasil Pengujian Hipotesis... 67
4.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 94
4.6. Keterbatasan Penelitian ... 96
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan... 97
5.2. Saran... 98
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Data Beta Saham Perusahaan LQ-45 di BEI ………. 6
Tabel 3.1 Tabel Durbin Watson... 47
Tabel 4.1 Tabel Data Financial Leverage Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008... 70
Tabel 4.2 Tabel Data Operating Leverage Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008... 74
Tabel 4.3 Tabel Data Asset Growth Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008... 77
Tabel 4.4 Tabel Data Beta Saham Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008... 80
Tabel 4.5 Tabel Hasil Pengujian Normalitas... 83
Tabel 4.6 Tabel Hasil Pengujian Mulitikolinearitas... 84
Tabel 4.7 Tabel Hasil Pengujian Heteroskedastisitas... 85
Tabel 4.8 Tabel Hasil Pengujian Autokorelasi………... 86
Tabel 4.9 Tabel Hasil Uji Regegresi Linier Berganda... 87
Tabel 4.10 Tabel Hasil Uji F... 88
Tabel 4.11 Tabel Hasil Uji T... 90
Tabel 4.12 Tabel Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 94
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penggambaran Beta... ………...………….. 27
Gambar 2.2 Gambar Security Market Line... 28
Gamabr 2.3 Diagram Kerangka Pikir... 36
Gamabr 3.1 Kurva Uji F... 48
Gambar 3.2 Kurva Uji T... 50
Gambar 4.1 Kurva Hasil Pengujian Durbin Watson... 85
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Penelitian
Lampiran 2 Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda
Oleh: Lisa Widiasari
Abstrak
Pasar modal merupakan alternatif bagi perusahaan untuk memperoleh sumber pendanaan. Bagi pemodal (investor), pasar modal merupakan sarana untuk menanamkan modalnya pada surat berharga, akan tetapi dalam duna bisnis hampir semua investasi mengandung risiko. Beta sebagai suatu ukuran risiko dapat digunakan sebagai estimator return yang akan diperoleh investor.
Penelitian ini mencoba menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi beta saham pada saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia. Financial Leverage, Operating Leverage dan Asset Growth diduga mampu mempengaruhi beta saham. Sample penelitian ini berjumlah 16 perusahaan LQ45 selama periode 2005 sampai dengan 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis data sekunder. Penelitian ini berlandaskan pendekatan kuantitatif dengan tekhnik analisis regresi linier berganda dengan bantuan program SPSS.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dari ketiga variabel yang dipakai yakni variabel financial leverage,
operating leverage dan asset growth ternyata ketiga variabel berpengaruh
tidak signifikan terhadap beta saham perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia.
Kata kunci: Operating Leverage, financial Leverage, Asset growth dan beta saham
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pasar
modal merupakan kesempatan dan tantangan menarik bagi para investor
untuk menanamkan investasinya pada perusahaan – perusahaan. Pasar
modal merupakan salah satu tempat bagi badan usaha untuk memperoleh
pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham, selain itu pasar
modal merupakan salah satu kekuatan bagi perusahaan untuk memobilisasi
dana masyarakat.
Pasar modal menjadi alternatif bagi perusahaan untuk memperoleh
sumber pendanaan. Bagi pemodal (investor), pasar modal merupakan
sarana untuk menanamkan modalnya pada surat berharga, akan tetapi
dalam dunia bisnis hampir semua investasi mengandung risiko, dalam
kaitannya dengan penanaman modal pada surat berharga, investor
dihadapkan pada risiko sehubungan dengan tingkat bunga yang
diharapkan, dua kemungkinan yang dihadapi investor perolehan
keuntungan yang besar dengan risiko tertentu atau keuntungan tertentu
dengan risiko yang kecil (Husnan, 2001:169).
Pelaksanaan investasi harus diperhatikan dua unsur yang melekat
pada setiap modal atau dana yang diinvestasikan, yaitu hasil (return) dan
sebanding. Umumnya semakin tinggi hasil, semakin besar risiko yang
diperoleh dan semakin kecil hasil, semakin kecil pula risiko yang
diperoleh. Salah satu bidang investasi yang cukup menarik namun
tergolong berisiko tinggi adalah investasi dalam saham. Untuk
meminimalkan risiko dalam membeli dan menjual saham, investor dapat
juga menghubungi dan meminta nasehat dari analisis sekuritas.
Perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang
manajemen keuangan sangat membantu para investor dalam melakukan
investasi dalam surat berharga khususnya saham, bagi investor, risiko
merupakan salah satu komponen utama dalam investasi selain return, oleh
karena itu, dalam pembuatan keputusan investasi, investor akan selalu
mencari portofolio optimum yang menawarkan expected return maksimum
pada tingkat resiko tertentu atau portofolio yang menawarkan expected
return tertentu dengan risiko yang minimum.
Kondisi pasar saham maupun kondisi perekonomian selalu
berubah-ubah, membuat ketidakpastian bagi investor untuk mendapatkan
keuntungan (return). Unsur ketidakpastian akan selalu melekat dalam
dunia investasi, para investor akan selalu mendapatkan return yang
berbeda dengan yang diharapkan. Risiko timbul sebagai akibat adanya
unsur ketidakpastian. Risiko akan semakin tinggi apabila terjadi
penyimpangan yang semakin besar terhadap return yang diharapkan,
keuntungan yang tinggi, maka risiko yang ditanggungnya akan tinggi pula.
Risiko dalam investasi saham dapat digolongkan menjadi dua komponen :
1. Risiko sistematis, yaitu risiko yang tidak bisa hilang dengan cara
diversifikasi.
2. Risiko tidak sistematis, yaitu risiko yang dapat dihilangkan dengan
cara diversifikasi.
Penjumlahan risiko tersebut disebut risiko total. Risiko sistematis
ini dapat disebut juga risiko pasar (market risk). Disebut risiko pasar
karena fluktuasi yang terjadi disebabkan oleh faktor – faktor yang
mempengaruhi semua saham yang beroperasi. Faktor – faktor tersebut
misalnya, kondisi perekonomian, kebijaksanaan pajak dan lain sebagainya.
Faktor – faktor ini menyebabkan semua saham untuk bergerak bersama
dan selamanya selalu ada dalam setiap saham (Husnan, 2009:162).
Untuk mengetahui sumbangan suatu saham terhadap risiko suatu
portofolio yang didiversifikasi dengan baik, tidak bisa dengan melihat
seberapa risiko saham tersebut apabila dimiliki secara terpisah, tetapi
harus dengan mengukur risiko pasarnya dan ini akan mendorong untuk
mengukur kepekaan saham tersebut terhadap perubahan – perubahan pasar
disebut sebagai beta investasi tersebut.
Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara
tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar (Husnan, 2009:112). Beta
merupakan koefisien regresi antara dua variabel, yaitu kelebihan tingkat
keuntungan suatu saham (excess return of stock). Beta sebagai suatu
ukuran risiko dapat digunakan sebagai suatu estimator berapa return yang
akan diperoleh investor.
Penggunaan beta bukan hanya bisa memperkecil jumlah variabel
yang bisa ditaksir dan penggunaan data histories lebih bisa diandalkan,
tetapi penggunaan beta juga memungkinkan untuk mengidentifikasi
faktor–faktor fundamental yang mungkin mempengaruhi beta tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Beaver, Kettler dan Scholes (1970)
menggunakan beta sebagai pengukur risiko dikaitkan dengan beberapa
rasio akuntansi, yaitu : dividend payout, growth, leverage, liquidity, asset
size, earning variability dan accounting beta.
Risiko beta mencerminkan tingkat sensitivitas imbal hasil saham
perusahaan individual terhadap pasar, jika kondisi pasar membaik maka
saham yang memiliki beta positip akan menunjukkan kecenderungan
harga saham meningkat, demikian juga sebaliknya jika pasar memburuk
maka harga saham cenderung turun. Beta dapat diukur berdasarkan
judgement investor dan dapat juga diukur berdasarkan data historis. Beta
historis diukur dengan koefisien regresi antara imbal hasil saham
individual dengan tingkat imbal hasil pasar. Telah banyak studi empirik
yang memberikan bukti bahwa beta historis memberikan informasi tentang
beta di masa yang akan datang (Brealey and Myers, 1991).
Perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang
dipergunakan oleh perusahaan, pemilik modal sendiri akan menanggung
risiko yang makin besar. Karena itu semakin tinggi financial leverage,
semakin tinggi beta (Utami, 2001)
Operating leverage menunjukkan proporsi biaya perusahan yang
merupakan biaya tetap. Dipilih sebagai faktor yang menetukan tingkat
risiko, karena adanya biaya tetap, yaitu biaya yang tidak ikut berubah
apabila perusahaan merubah tingkat aktivitasnya, semakin besar operating
leverage yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka akan berakibat
semakin peka laba terhadap pertumbuhan perusahaan, maka akan semakin
berakibat semakin peka laba terhadap penjualan, oleh karena itu
perusahaan dihadapkan pada risiko yang semakin besar (Utami, 2001).
Asset growth menunjukkan pertumbuhan per tahun pemakian
aktiva. Asset growth yang tinggi akan berimplikasi pada tingkat risiko
yang tinggi pula, hal ini dapat dijelaskan bahwa pemakaian aktiva yang
tinggi akan memberikan tanggungan terhadap pengembalian investasi
yang tinggi dan merupakan risiko yang tinggi apabila tidak dapat menutup
pengembalian investasi tersebut. (Utami, 2001)
Dari pengertian diatas, karena pemodal bersikap tidak menyukai
risiko (risk averse) maka mereka baru bersedia mengambil suatu
kesempatan investasi yang lebih berisiko kalau mereka mengharapkan
akan memperoleh tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Disini risiko
sistematislah yang lebih relevan diperhatikan dalam kepemilikan saham
pada saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia yang memiliki nilai beta saham
yang cukup fluktuatif. Berikut ada data tentang beta saham.
Tabel 1.1 : Tabel Data Beta Saham Perusahaan LQ-45 di BEI
Nama Perusahaan Tahun Beta Saham
4 Perusahaan Gas Negara Tbk 2005 0,28462
2006 -0,24148
2007 0,22777
2008 0,11687
5 Bank Negara Indonesia Tbk 2005 0,04942
2006 -0,04229
Sumber : Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa nilai beta saham pada
perusahaan LQ 45 mengalami nilai yang cukup fluktuatif tentunya hal ini
berdampak pada risiko saham yang ditimbulkan pada perusahaan LQ 45.
Oleh karena itu penelitian ini juga untuk mengkaji konsistensi pengaruh
faktor – faktor yang mempengaruhi beta untuk periode 2005 sampai
diangkat judul “Analisis Financial Leverage, Operating Leverage Dan
Pertumbuhan Asset Serta Pengaruhnya Terhadap Beta Saham Pada Saham LQ45 Di Bursa Efek Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Apakah financial leverage, operating leverage, asset growth berpengaruh
pada beta saham perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
Untuk membuktikan secara empiris pengaruh financial leverage, operating
leverage, asset growth terhadap beta saham perusahaan LQ45 di Bursa
Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran,
ide – ide terutama dalam bidang manajemen keuangan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang
berharga sebagai tambahan perbendaharaan referensi dan dapat
memberikan ide untuk pengembangan lebih lanjut bagi rekan – rekan
yang ingin mengadakan penelitian dalam bidang yang berkaitan di
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Di Indonesia, telah terdapat beberapa peneliti yang mempelajari tentang faktor-faktor yang mempengaruhi beta saham. Adapun penelitian yang menjadi riset pembanding tersebut adalah hasil penelitian dari :
1. C. Erna Susilawati dan Chr Widya Utami (2001)
Penelitian ini mencoba menganalisis faktor – faktor yang memepengaruhi Beta Saham di Bursa Efek Jakarta sebagai suatu perbandingan antara periode dan selama krisis moneter. Rumusan masalah yang dihadapi apakah terdapat perbedaan nilai beta saham sebelum dan selama krisis moneter yang terjadi di Indonesia, begitu juga apakah faktor – faktor yang mempengaruhi beta saham perusahaan memiliki pengaruh yang konsisten.
Hasil penelitian menunjuk bahwa tidak ada perbedaan nilai beta saham antara sebelum dan sesudah krisis moneter yang terjadi di Indonesia, begitu juga dengan faktor – faktor yang mempengaruhi beta saham perusahaan ternyata memiliki pengaruh yang konsisiten. Berdasarkan tiga variabel yang digunakan dalam model penelitian, variabel pertumbuhan Aset (Asset growth) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap beta saham, sedangkan variabel
financial leverage dan operating leverage memiliki pengaruh yang tidak signifikan.
2. Wiwik Utami (2003)
Penelitian ini dengan judul ”Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan Terhadap Risiko Beta Saham: Periode Krisis Di Bursa Efek Jakarta”. Masalah yang dikaji adalah: Apakah faktor fundamental perusahaan yang tercermin dalam variable keuangan secara simultan berpengaruh terhadap risiko beta saham ? dan Faktor fundamental apa yang secara signifikan berpengaruh terhadap risiko beta saham ?
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa, Faktor fudamental perusahaan yang terdiri dari leverage ratio, deviden payout ratio, debt to equity ratio, asset growth, operating ratio, sales growth,
dan kepemilikan secara bersama-sama mampu menjelaskan 78,8 % dari variasi risiko beta. Faktor fundamental yang berpengaruh signifikan terhadap risiko beta adalah leverage ratio, asset growth dan deviden payout ratio.
3. Siti Zubaidah (2004)
Penelitian ini dengan judul Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Perubahan Nilai Kurs Terhadap Beta Saham Syariah Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index (JII).
inflasi di Indonesia terjadi perubahan yang tidak mencolok, sedang perubahan kurs terutama antara rupiah dan nilai dollar juga ada perubahan yang tidak jauh, dapat dikatakan bahwa perubahan nilai kurs juga cukup stabil. Dari hasil uji hipotesis, dapat diketahui bahwa tingkat inflasi dan perubahan nilai kurs secara bersamaan berpengaruh secara tidak signifikan terhadap beta saham syariah sedang, tingkat inflasi dan perubahan nilai kurs secara parsial berpengaruh secara tidak signifikan terhadap beta saham syariah. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Tandelilin (1997).
Penelitian yang dilakukan saat ini memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu dalam hal permasalahan yaitu sama – sama meneliti tentang beta saham, sekaligus juga memiliki persamaan dalam hal pengukuran variabel yakni sama – sama menggunakan metode analisis regresi linier berganda, meskipun sama – sama melakukan penelitian terhadap Bursa Efek Indonesia tetapi tahun penelitiannya tidak sama.
2.2. Kajian Teori 2.2.1. Pasar Modal
2.2.1.1Pengertian Pasar Modal
diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta (Husnan, 2009:3).
Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi (Jogiyanto, 2003:11).
Pasar modal merupakan pasar untuk instrument aktiva keuangan dengan jatuh tempo yang lebih panjang (Fabozzi, 1995:13).
Beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pasar modal adalah pasar untuk instrument keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan.
2.2.1.2Jenis – Jenis Pasar Modal
Proses penjualan surat berharga kepada masyarakat telah menciptakan dua pasar (Widoatmodjo, 1996 : 26) yaitu :
a. Pasar Perdana (Primary Transaction)
Pasar perdana adalah pembelian surat berharga oleh investor sebelum surat berharga tersebut dicatatkan di Bursa Utama atau Over the
Counter Market (OTC) yang di Indonesia disebut Bursa Paralel
Indonesia (BPI).
b. Pasar Sekunder (Secondary Transaction)
1. Bursa Utama
Bursa utama sebagai kelas satu menempati sebuah gedung yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas transaksi dan sebagai tempat terjadinya perdagangan surat – surat berharga yang sudah dicatatkan di bursa tersebut. Di Indonesia saat ini ada dua Bursa Utama yaitu Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Surabaya. 2. Over The Counter Market (OTC)
OTC atau BPI sebagai bursa kelas dua tidak memerlukan tempat seperti bursa utama. Dengan demikian transaksi yang terjadi tidak menempati tempat tertentu.
2.2.1.3Instrumen Pasar Modal
Pada umumnya dana – dana yang diperjualbelikan adalah berupa surat – surat berharga yang terdiri dari berbagai macam bentuk. Bentuk – bentuk surat berharga ini disebut dengan efek.
1. Saham
Saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan., dalam transaksi jual beli di Bursa Efek, saham paling dominan diperdagangkan, selanjutnya saham dapat dibedakan antara saham biasa dan saham perferen.
a. Saham biasa
Pada saham biasa pemegang saham tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh deviden sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pada likuidasi perseroan pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayan perseroan setelah tagihan kreditur dilunasi. Namun itu adalah hak umum bukan hak istimewa.
b. Saham preferen
Sedangkan pada saham preferen, pemegang saham memperoleh hak untuk mendapat deviden atau bagian kekayaan pada saat likuidasi perusahaan, lebih dulu dari saham biasa.
2. Obligasi
Obligasi adalah bukti hutang dari emiten yang dijamin oleh penanggung yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, yaitu :
a. Obligasi biasa
Merupakan tanda hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau swasta dengan jumlah pembayaran bunga secara tertentu.
b. Obligasi konversi
Obligasi yang setelah jangka waktu tertentu, dengan pertimbangan dan atau harga tertentu, dapat ditukarkan menjadi saham perusahaan emiten.
3. Derivatif dari Efek a. Right
Right ini menunjukan bukti hak memesan terlebih dahulu yang melekat pada saham yang memungkinkan para pemegang saham untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan sebelum saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain.
b. Warrant
investor tidak hanya akan memperoleh bunga tetap dari pembelian obligasi, tetapi juga opsi untuk membeli saham dengan bunga tertentu.
2.2.1.4Faktor–faktor Pengaruh Perkembangan Pasar Modal
Sebagaimana didefinisikan, pasar modal merupakan pertemuan supply dan demand akan dana jangka panjang yang transferable. Karena itu keberhasilan pembentukan pasar modal dipengaruhi oleh supply dan demand tersebut. Secara rinci Husnan dan Enny (2003:8) menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi pasar modal antara lain :
1. Supply sekuritas
Yaitu terdapat perusahaan yang menerbitkan sekuritas di pasar modal. 2. Demand akan sekuritas
Yaitu terdapat pemilik dana yang besar untuk membeli sekuritas – sekuritas yang ditawarkan.
3. Kondisi politik dan ekonomi
Yaitu kestabilan politik suatu negara berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya mempengaruhi supply dan
demand.
4. Masalah hukum dan peraturan
Yaitu kebenaran informasi yang disajikan dan peraturan yang melindungi pemodal dan kebenaran informasi tersebut.
2.2.1.5Fungsi dan Peranan Pasar Modal
Menurut Husnan (2009:4) pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan, dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke
borrower, sedangkan fungsi keuangan dilakukan dengan menyadiakan
dana tanpa harus terikat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yag diperlukan untuk investasi tersebut.
Widiatmodjo (1996:14) menjelaskan peranan pasar modal dalam kegiatan ekonomi yaitu menjadi salah satu sumber untuk kemajuan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pasar modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan – perusahaan dan digolongkan sebagai sumber pembiayaan modern.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa dengan adanya pasar modal, maka perusahaan – perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana sehingga kegiatan ekonomi di berbagai sektor dapat ditingkatkan. Terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi, akan menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja yang luas yang dengan sendirinya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga secara langsung dapat berpengaruh dalam mengurangi jumlah pengangguran.
2.2.2. Investasi
Pengertian Investasi
Investasi adalah kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada waktu nanti pemilik modal mendapat sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut.
Menurut Sunariyah (2004:4), investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya memiliki jangka waktu dengan harapan akan mendapat keuntungan dimasa – masa yang akan datang.
Menurut Jogiyanto (2003:5), Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu.
Geoffrey (1993:7) membedakan investasi menjadi dua, yaitu
financial invesment dan real invesment. Financial invesment adalah
represent a financial claim on asset that is usually document by some form
of legal representation. Sedangkan real invesment adalah represent on actual tangible asset that may be seen, felt, held, or collected.
Investasi Saham
Investasi saham adalah upaya mengelola uang dengan menggunakan kelebihan dananya untuk membeli efek dan surat – surat berharga dengan harapan mendapat keuntungan di masa yang akan datang (Riyanto, 1995:175).
Investasi dalam saham adalah pemilikan atau pembelian saham perusahaan – perusahaan lain oleh suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan (income) tambahan diluar pendapatan dari usaha pokoknya (Subroto, 1986:161).
Jenis – jenis Investasi
Menurut Jogiyanto (2003:7), investasi dibedakan menjadikan dua : a. Investasi langsung
Investasi langsung dilakukan dengan membeli langsung aktiva keuangan dri suatu perusahaan baik melalui perantara atau dengan cara yang lain, yang dapat diperjualbelikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market) atau di pasar turunan (derivative market) b. Investasi tidak langsung
Tujuan Investasi
Dalam kegiatan investasinya, para investor memiliki berbagai macam tujuan yang diharapkan di masa yang akan datang. Tujuan dari investasi adalah untuk mendapatkan hasil atau keuntungan yang maksimal. Menurut Tendellilin (2001:4) ada beberapa tujuan investor melakukan investasi, antara lain :
1. Untuk mendapatkan kehidupan yang layak di masa yang akan datang.
2. Mengurangi tekanan inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak.
Manfaat Investasi
Beberapa perusahaan melakukan investasi sebagai cara untuk menempatkan kelebihan dana dan ada juga yang melakukannya hanya untuk mempererat hubungan bisnis atau suatu keuntungan perdagangan.
Investasi saham mempunyai keuntungan tersendiri bagi investor. Apabila perusahaan mempunyai prospek cerah, tingkat pengembalian dan nilai saham akan meningkat. “Pemodal bisa melakukan investasi hari ini pada industri semen dan menggantinya minggu depan pada industri farmasi (Husnan, 2009:5).
a. Dividen
Dividen adalah pembagian keuntungan perusahaan kepada para pemegang saham.
b. Capital Gain
Capital Gain adalah merupakan selisih antara harga jual dan harga beli yang disebut dengan selisih kenaikan kurs. Capital Gain terjadi bila pemilik saham atau investor menjual sahamnya dengan kurs yang lebih tinggi dibandingkan dengan kurs pada waktu membeli.
Risiko Investasi
Dalam setiap proses investasi, investor selalu dihadapkan dengan adanya risiko, karena terdapat hubungan antara risiko dengan tingkat hubungan yang diharapkan, apabila investor mengharapkan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi, maka investor harus bersedia menanggung risiko yang tinggi pula.
Risiko yang ada ditimbulkan oleh adanya ketidakpastian (unsure). Risiko akan semakin besar terhadap tingkat bunga yang diharapkan, dan pada umumnya pemodal akan lebih memilih investasi yang memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dengan tingkat risiko yang ditanggung sama, atau tingkat keuntungan sama dengan tingkat risiko yang ditanggung lebih kecil.
hal ini disebabkan pembayaran dividen pada pemegang saham dilakukan setelah pembayaran bunga pada pemegang obligasi. Semakin besar tingkat risiko yang dihadapi, maka investor akan mensyratkan tingkat keuntungan yang besar pula.
Menurut Husnan (2001:124) adapun tiga bentuk teori pasar modal yang menyatakan efisiensi pasar modal atau yang disebut Efisiensi Market Theory mengenai risiko dan keuntungan investasi, antara lain :
a. Keadaan di mana harga – harga mencerminkan semua informasi yang ada pada catatan harga di waktu yang lalu, dalam keadaan seperti ini pemodal tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan diatas normal dengan menggunakan trading rules yang berdasarkan atas informasi harga di waktu yang lalu. Keadaan ini disebut sebagai bentuk efisiensi yang lemah (weak form efficiency). Penelitian tentang random walk
menunjukan bahwa sebagian besar pasar modal paling tidak efisien dalam bentuk ini.
praktik akuntansi, merger dan pemecahan saham laba perusahaan. Kebanyakan informasi ini dengan cepat dan tepat dicerminkan dalam harga saham.
c. Bentuk efisiensi yang kuat (strong form) di mana harga tidak hanya mencerminkan semua informasi yag dipublikasikan, tetapi juga informasi yang bisa diperoleh dari analisa fundamental tentang perusahaan dan perekonomian, dalam keadaan semacam ini pasar modal akan seperti rumah lelang yang ideal: harga selalu wajar dan tidak ada investor yang mampu memperoleh perkiraan yang lebih baik tentang harga saham. Kebanyakan test dalam bentuk ini dilakukan terhadap prestasi berbagai portofolio yang dikelola secara profesional. Studi – studi ini menunjukan bahwa setelah kita mempertimbangkan perbedaan resiko, tidak ada suatu lembaga yang mampu mengungguli pasar secara konsisten dan bahkan perbedaan prestasi masing – masing portofolio tidaklah lebih besar dari apa yang kita harapkan secara kebetulan.
2.2.3. Return dan Beta 2.2.3.1Pengertian Return
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa mendatang.
historis, return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko di masa mendatang. Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang, berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi.
Return ekspektasi dapat dihitung dengan mengalikan masing – masing hasil masa depan dengan probabilitas kejadiannya dan menjumlah semua produk perkalian tersebut, secara matematik return ekspektasi dapat dirumuskan sebagai berikut (Husnan, 2009:50) :
n
Return ekspektasi E (Ri) =
∑
(R
J.P
J)
j=1
Sedangkan return total menurut Jogiyanto (2003:110) merupakan
return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu.
Return total terdiri dari capital gain atau capital loss dan yield capital gain
atau capital merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang yang lalu.
Capital gain atau capital loss = P
t – Pt – 1
Pt + yield
adalah prosentase bunga pinjaman yang diperoleh terhadap harga obligasi periode sebelumnya, dengan demikian, return total dapat juga dinyatakan sebagai berikut ini:
Return = Pt – Pt – 1 Pt + yield
Untuk saham biasa yang membayar deviden periode sebesar Dt rupiah perlembarnya, maka yield adalah sebesar Pt/Pt – 1 dan return total dapat dinyatakan sebagai berikut :
Return saham = + Pt – Pt – 1 Pt – 1
Dt Pt – 1
= Pt – Pt – 1 + Dt Pt – 1
2.2.3.2Pengertian Beta
Menurut Husnan (2009:112), beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar.
Menurut Jogiyanto (2003:266), beta adalah pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio terhadap resiko pasar.
Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknis estimasi yang menggunakan data historis. Beta yang dihitung berdasarkan data historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi beta masa datang. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa beta historis mampu menyediakan informasi tentang beta masa depan (Elton dan Gruber, 1994). Analisis sekuritas dapat menggunakan data historis dan kemudian menggunakan faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi beta masa depan.
Beta historis dapat dihitung dengan menggunakan data historis berupa data pasar (return-return sekuritas dan return pasar), data akuntansi (laba-laba perusahaan dan laba indeks pasar) atau data fundamental (menggunakan variabel-variabel fundamental). Beta yang dihitung dengan data pasar disebut dengan beta pasar. Beta yang dihitung dengan data akuntansi disebut dengan beta akuntansi dan beta yang dihitung denga data fundamental disebut dengan beta fundamental (Jogiyanto, 2003:267).
Beta suatu saham sebagai risiko sistematis mempengaruhi tingkat keuntungan yang diharapkan saham tersebut. Hubungan beta saham dengan keuntungan yang diharapkan saham tersebut dapat dilihat dari beberapa pendekatan.
2.2.3.3Model Indeks Tunggal
Model yang dikembangkan oleh William Sharpe ini mengkaitkan perhitungan return setiap asset dengan return indeks pasar untuk mendapatkan nilai koefisien beta.
Estimasi koefisien beta biasanya didasarkan pada model indeks tunggal yang dapat dihitung melalui hubungan fungsional (regresi linear) antara rate of return saham sebagai variabel dependen dan rate of return portofolio (indeks pasar) sebagai variabel independen. Rumus model indeks tunggal (Husnan, 2009:104) adalah sebagai berikut:
Ri = αi + βi.Rm + ei
Ri adalah rate of return saham i, αi adalah bagian rate of return saham i yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar, βi adalah beta sebagai parameter yang diharapkan pada Ri kalau terjadi perubahan pada Rm, Rm adalah rate of return indeks pasar dan ei adalah variabel random.
pengamatan di sekitar garis regresi tersebut menunjukan risiko sisa sekuritas yang diamati. Semakin menyebar titik tersbut semakin besr resiko sisanya.
Gambar 2.1 : Penggambaran Beta
Ri
β
Rmt
α
Sumber : Husnan, 2009, Dasar – dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, hal 109
2.2.3.4Capital Asset Pricing Model
keuntungan yang layak dari suatu investasi sehubungan dengan risiko yang dihadapi.
Return dan risk disini digambarkan dalam suatu bentuk security market line, dimana sumbu tegak mewakili tingkat keuntungan dan sumbu datarnya menggambarkan risiko yang diukur dengan beta. Tingkat keuntungan dari investasi – investasi lain akan berada pada garis security market line sesuai dengan beta investasi – investasi tersebut. Semakin besar betanya semakin besar pula tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut.
Gambar 2.2 : Gambar Security Market Line
M RM
Rf
Βm = 1
β
Formula untuk security market line dapat ditulis sebagai berikut :
Rj – Rf = (RM – Rf) βj Atau :
Rj = Rf + (RM – Rf) βj
Formula tersebut dapat diartikan bahwa tingkat keuntungan suatu saham (Rj – Rf) sama dengan tingkat keuntungan bebas risiko ditambah dengan premi risiko (Rm – Rf) βj. Security market line menunjukkan hubungan linear positif antara risiko dengan tingkat keuntungan yang diinginkan investor, dalam keseimbangan pasar, suatu sekuritas diharapkan memberikan suatu keuntungan yang setaraf dengan risiko sistematisnya.
2.2.4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Beta
Menurut Beaver, dkk (1970) yang dikutip oleh Jogiyanto (2000) tentang perhitungan beta menggunakan beberapa variabel fundamental. Variabel – variabel yang dipilih merupakan variabel yang dianggap berhubungan denga risiko, karena beta merupakan pengukur dari risiko, dengan argumentasi bahwa risiko dapat ditentukan menggunakan kombinasi karakteristik pasar dari sekuritas dan nilai – nilai fundamental perusahaan.
Secara umum faktor – faktor yang mempengaruhi beta perusahaan adalah :
a. Financial Leverage
b. Operating Leverage
c. Asset Growth
2.2.4.1Financial Leverage
Perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang mempunyai financial leverage (Husnan, 2009:113), semakin besar proporsi hutang yang dipergunakan oleh perusahaan, pemilik modal sendiri akan menanggung risiko yang makin besar, karena itu semakin tinggi financial leverage, semakin tinggi beta.
Financial Leverage merupakan proporsi penggunaan hutang oleh perusahaan (Susilawati, 2001). Pengukuran skala financial leverage
Financial Leverage = (Susilawati, 2001)
Menurut Bambang Riyanto (1995:375) perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage
yang menguntungkan kalau pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetapnya, dan menghasilkan
leverage merugikan apabila perusahaan tidak dapat memperoleh
pendapatan dari penggunaan data tersebut sebanyak beban tetap yang harus dibayar.
Dapat disimpulkan bahwa semakin besar tingkat financial leverage perusahaan, makin tinggi risiko financialnya, hal ini dapat mengakibatkan prospek perusahaan menurun, sehingga akan berpengaruh terhadap harga saham berarti perubahan return saham, makin besar perubahan return maka makin besar pula risiko yang ditanggung oleh investor.
Total Hutang Total Aktiva
2.2.4.2Operating leverage
Operating Leverage berhubungan dengan penggunaan aktiva atau
operasi perusahaan yang disertai dengan penggunaan beban tetap (Riyanto, 1995:360). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan operating
leverage terjadi pada saat perusahaan dalam menjalankan operasinya
Menurut Husnan (2009:113), operating leverage menunjukkan proporsi biaya perusahaan yang merupakan biaya tetap, semakin besar proporsi ini semakin besar operating leveragenya. Perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi akan cenderung mempunyai beta yang tinggi, dan sebaliknya.
Operating Leverage merupakan biaya tetap dalam operasi
perusahaan, yang dikaitkan dengan penggunaa aktiva tetap (Susilawati, 2001:139) Skala pengukuran operating leverage menggunakan perbandingan antara operating profit dengan pendapatan yang dalam penelitian ini menggunakan sales, skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan persen.
Operating Leverage = (Susilawati, 2001:139)
Kesimpulannya bahwa dengan mengetahui besarnya operating leverage perusahaan dapat menentukan berapa besar proporsi hutang yang harus digunakan. Perusahaan dengan operating leverage tinggi akan menunjukkan adanya kemungkinan risiko bisnis yang tinggi. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan memberikan keuntungan kepada investor rendah, hal ini akan mempengaruhi harga saham dan akan mempengaruhi beta saham. makin tinggi operating
leverage dari suatu perusahaan akan cenderung mempunyai beta yang
tinggi pula sehingga risiko yang akan diterima investor juga akan semakin tinggi.
2.2.4.3Asset Growth
Suatu perusahaan yang sedang berada pada tahap pertumbuhan akan membutuhkan dana yang besar, karena biaya untuk mendapatkan dana dengan cara menerbitkan saham baru relatif lebih besar maka perusahaan akan lebih banyak menahan laba untuk memenuhi kebutuhan dana daripada laba tersebut dibagikan dalam bentuk dividen.
Rendahnya pembayaran dividen akan menjadikan perusahaan makin kurang menarik bagi investor, karena investor akan melihat bahwa perusahaan tidak banyak menghasilkan keuntungan dan memiliki risiko yang besar, akibatnya akan terjadi fluktuasi harga saham yang akan berpengaruh pada return saham tersebut, semakin besar fluktuasi return
saham akan semakin memperbesar beta saham yang bersangkutan.
Asset Growth = (Susilawati, 2001) Salesit – Salesit – 1 Salesit
2.2.5. Hubungan Financial Leverage Terhadap Beta Saham
Leverage didefinisikan sebagai nilai buku total hutang jangka
panjang dibagi dengan total aktiva. Leverage diprediksi mempunyai hubungan positif dengan Beta. Bowman (1980) menggunakan pengukuran
leverage dengan formula yang berbeda, yaitu rasio total hutang dengan total aktiva menurut harga pasar. Hasilnya tidak berbeda, yaitu mempunyai hubungan positip.
Perusahaan yang mempunyai rasio utang yang tinggi menghadapi risiko rugi yang tinggi, tetapi tingkat pengembalian yang diharapkan juga lebih tinggi pada saat perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar. Sebaliknya, perusahaan dengan rasio utang yang rendah tidak berisiko besar, tetapi peluangnya untuk melipatgandakan pengembalian atas ekuitas juga kecil. Sudah tentu prospek tingkat pengembalian yang tinggi akan dikehendaki, namun para investor enggan menghadapi risiko, karena itu, perusahaan perlu mencari keseimbangan antara tingkat pengembalian dengan tingkat risiko (Weston dan Bringham, 1990).
kreditor secara besar pula, oleh karena itu risiko yang didapat perusahaan untuk mengembangkan usahanya dengan utang juga semakin besar.
Perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang mempunyai financial leverage (Husnan, 2009:113), semakin besar proporsi hutang yang dipergunakan oleh perusahaan, pemilik modal sendiri akan menanggung risiko yang makin besar, karena itu semakin tinggi financial leverage, semakin tinggi beta.
2.2.6. Hubungan Operating Leverage Terhadap Beta Saham
Risiko beta dapat berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar. Faktor yang diidentifikasikan dapat mempengaruhi nilai beta adalah ( Husnan, 2009:113) : Operating
leverage. Operating leverage menunjukkan proporsi biaya perusahaan
yang merupakan biaya tetap. Perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi akan cenderung mempunyai beta yang tinggi.
Menurut Husnan (2009:113), operating leverage menunjukkan proporsi biaya perusahaan yang merupakan biaya tetap, semakin besar proporsi ini semakin besar operating leveragenya. Perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi akan cenderung mempunyai beta yang tinggi, dan sebaliknya.
Maka kesimpulannya bahwa dengan mengetahui besarnya
tinggi akan menunjukkan adanya kemungkinan risiko bisnis yang tinggi. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan memberikan keuntungan kepada investor rendah, hal ini akan mempengaruhi harga saham dan akan mempengaruhi beta saham, makin tinggi operating leverage dari suatu perusahaan akan cenderung mempunyai beta yang tinggi
2.2.7. Hubungan Asset Growth Terhadap Beta Saham
Perusahaan dengan tingkat aktiva yang tinggi dapat dianggap mempunyai risiko yang tinggi terhadap Beta, karena perusahaan yang mempunyai laju pertumbuhan tinggi, harus dapat menyediakan modal yang cukup untuk membiayai pertumbuhannya. Makin besar kebutuhan dana untuk membiayai pertumbuhannya, perusahaan tersebut makin berkecerendungan untuk menahan sebagian besar dari keuntungan atau laba investasi dengan batasan – batasan tertentu. Karena itu risiko kegagalan dari pertumbuhan perusahaan akan menyebabkan aktiva perusahaan berkurang yang akan ditanggung oleh pemegang saham. Meskipun demikian, bahwa jika nilai aktiva naik (mungkin karena inflasi), semua keuntungan ini akan dinikmati oleh pemegang saham. (Utomo, 2006: 23)
Dengan alasan semakin cepat tingkat atau laju pertumbuhannya menggunakan dana untuk membiayai kebutuhan pertumbuhannya berarti semakin besar dana yang digunakan dan menyebabkan tingginya resiko yang akan dihadapi. (Utomo, 2006: 24)
Variabel pertumbuhan aktiva (asset growth) didefinisikan sebagai perubahan (tingkat pertumbuhan) tahunan dari aktiva total. Variabel ini diprediksi mempunyai hubungan positip dengan Beta. Hubungan ini tidak didukung oleh teori.
2.3.Kerangka Pikir
Berdasarkan teori-teori diatas dan latar belakang permasalahan, maka dapat digambarkan diagram kerangka pikir sebagai berikut :
Gambar 2.3: Diagram Kerangka Pikir
Financial Leverage (X1)
Asset Growth (X3)
Beta Saham (Y) Operating Leverage
(X2)
2.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang telah dikemukakan dapat dirumuskan suatu hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian ini. Adapun rumusan hipotesis yang dikemukakan bahwa
Financial Leverage, operating leverage dan asset growth berpengaruh
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Agar variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diukur, serta untuk menghindari adanya kesalahpahaman dan penafsiran makna yang berbeda, maka variabel dalam penelitian ini harus diberi definisi. Adapun definisi dari variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Beta Saham
Merupakan ukuran risiko suatu saham yang menunjukkan kepekaan suatu return saham terhadap return pasar. Pengukuran skala beta saham menggunakan indeks tunggal. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan persentase.
Ri = αi + βi.Rm + ei (Susilawati, 2001:138) Dimana :
Ri = dan Rm =
Keterangan :
Ri = return saham i
Rm = return pasar
Pit = harga saham i pada bulan ke t Pmt – Pmt – 1 Pmt – 1 Pit – Pit –
1
Pit – 1 = harga saham i pada bulan ke t – 1 Pmt = IHSG pada bulan ke t
Pmt – 1 = IHSG pada bulan ke t – 1 (Susilawati, 2001:138)
b. Financial Leverage
Merupakan proporsi penggunaan hutang oleh perusahaan. Pengukuran skala financial leverage menggunakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva, skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan persen.
Financial Leverage = (Susilawati, 2001:139) Total Hutang
Total Aktiva
c. Operating Leverage
Merupakan biaya tetap dalam operasi perusahaan, yang dikaitkan dengan penggunaa aktiva tetap. Skala pengukuran operating leverage menggunakan perbandingan antara operating profit dengan pendapatan yang dalam penelitian ini menggunakan sales, skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan persen.
Operating Leverage = (Susilawati, 2001:139) Operating profit Sales
d. Asset Growth
lebih tinggi. Pengukuran skala asset growth menggunakan perubahan pendapatan yang berasal dari penjualan dalam satu periode, Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan persen.
Asset Growth = (Susilawati, 2001:139) Salesit – Salesit – 1 Salesit
3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan LQ45 yang berjumlah 45 perusahaan di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005 – 2008
3.2.2. Sampel
Menurut Djarwanto dan Subagyo (2005:93), sampel adalah sebagian populasi yang karakteristiknya hendak diteliti, dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi (jumlah lebih sedikit dari jumlah populasinya).pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan “non
probability random sampling” dengan metode “purposive sampling”.
Adapun kriteria pengambilan sampel ini adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia.
2. Aktif memberikan data laporan keuangan pada Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2008.
3. Data perusahaan yang dibutuhkan untuk penelitian ini tersedia di Bursa Efek Bursa Efek Indonesia, melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat-GIKA di PT. Bursa Efek Indonesia.
Sehingga berdasarkan kriteria diatas maka laporan keuangan pada perusahaan LQ 45 ditentukan sebanyak 16 perusahaan yang memenuhi syarat untuk mewakili data, yaitu:
1. PT. United Tractors tbk 2. PT. Semen gresik tbk 3. PT. Matahari putra prima 4. PT. Indofood sukses makmur 5. PT. Bank central asia
6. PT. Astra otoparts tbk
7. PT. Aneka tambang persero tbk 8. PT. Astra international
9. PT. Perusahaan gas negara 10. PT. Energi mega persada 11. PT. Indosat
14. PT. Bank negara indonesia 15. PT. Gajah tunggal
16. PT. Kalbe farma
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian merupakan jenis data sekunder, yaitu data publikasi yang diikuti dari prospektus dan neraca dari 16 perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan data – data yang digunakan diperoleh melalui Pusat Data Pasar Modal Lembaga Pendidikan Manajemen (LPM) GiKA.
3.3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan cara :
1. Dokumentasi
Metode penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari dokumen-dokumen berupa informasi data perusahaan dan data lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
2. Studi Kepustakaan
pembantu pemecahan guna membahas masalah–masalah yang dihadapi dalam penulisan ini.
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis
Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Persamaan regresi linier berganda ini digunakan untuk menggambarkan secara spesifik keterkaitan dari variabel – variabel penelitian yaitu variabel dependen Y (beta saham) dan variabel independen X1 (financial leverage), X2 (operating leverage) dan X3 (asset growth).
Rumusnya adalah :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e Dimana :
Y = beta saham
X1 = financial leverage
X2 = operating leverage
X3 = asset growth
Βo = kontant
Β1,β2,β3 = koefisien regresi
3.4.2. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data mengikuti sebaran normal, dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov.
Menurut Santoso (2002:214) pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah:
1. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) < 5% maka distribusi tidak normal.
2. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) > 5% maka distribusi normal.
3.4.3. Uji Asumsi Klasik
Untuk mendukung keakuratan hasil model regresi, maka perlu dilakukan penelusuran terhadap asumsi klasik yang meliputi asumsi multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Hasil dari asumsi klasik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Multikolinearitas
variabel bebas. Deteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat dari besaran VIF (Varians Inflation Factor), yaitu : (Ghozali, 2001 : 57)
1. Jika besaran VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. 2. Jika besaran VIF > 10 maka terjadi multikolinieritas.
2. Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain berbeda, maka disebut terdapat heteroskedastisitas. Metode regresi yang baik seharusnya tidak terjadi heteroskedastistitas. (Ghozali, 2001 : 60). Sedangkan kriteria pengujiannya adalah:
a. Nilai probabilitas > 0,05 berarti bebas dari heteroskedastisitas. b. Nilai probabilitas < 0,05 berarti terkena dari heteroskedastisitas.
3. Autokorelasi
(sebelumnya). Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi maka perlu dilihat tabel Durbin Watson dengan jumlah variabel bebas ( k ) dan jumlah data ( n ) sehingga diketahui dL dan du maka dapat diperoleh distribusi daerah keputusan atau tidak terjadi autokorelasi (Ghozali, 2001: 61).
Kriteria pengujian Durbin Watson dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Autokorelasi
Durbin Watson Kriteria
0 < DW < dL Ada autokorelasi negatif Sumber : Ghozali, 2001 : 61
3.4.4. Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis yang diajukan meliputi : 1. Uji F
Untuk menguji kesesuain model regresi dalam penelitian ini diuji dengan uji F. Dengan prosedur sebagai berikut :
a) Fhitung sebesar :
Fhitung =
b) Ho : β0 = β1 = β2 = β3 = 0
X1 (financial leverage), X2 (operating leverage), X3 (asset growth) tidak berpengaruh terhadap Y (beta saham).
Hi : β0≠β1≠β2 ≠β3 ≠ 0
X1 (financial leverage), X2 (operating leverage), X3 (asset growth) berpengaruh terhadap Y (beta saham).
c) Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (n – k – 1), dimana n adalah jumlah pengamatan dan k adalah jumlah variabel.
d) Dengan kaidah pengujian :
1. Apabila Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya secara simultan variabel independennya mempengaruhi variabel dependennya.
e) Daerah kritis Ho melalui kurva distribusi F Gambar 3.1 : Kurva Uji F
Ho diterima jika Fhitung < Ftabel Ho ditolak jika Fhitung > Ftabel
2. Uji t
Pengaruh variabel X1 (financial leverage), X2 (operating leverage) dan X3 (asset growth) terhadap Y (beta saham), dengan prosedur sebagai berikut :
b) thitung sebesar :
thitung =
Dimana : βi = koefisien regresi Se = standar error Βi
c) Ho : β0 = β1 = β2 = β3 = 0
dependennya.
X1 (financial leverage), X2 (operating leverage), X3 (asset growth) secara parsial tidak berpengaruh terhadap Y (beta saham).
Hi : β0 ≠β1 ≠β2 ≠β3 ≠ 0
X1 (financial leverage), X2 (operating leverage), X3 (asset
growth) secara parsial berpengaruh terhadap Y (beta
saham).
d) Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (n – k – 1), dimana n adalah jumlah pengamatan dan k adalah jumlah variabel.
e) Dengan kaidah pengujian :
1. Apabila thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya secara parsial variabel independennya mempengaruhi variabel dependennya.
f) Daerah kritis Ho melalui kurva distribusi t Gambar 3.2 : Kurva Uji t
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Bursa Efek Indonesia
Sekitar awal abad ke-19 tepatnya pada tanggal 14 Desember
1912, pemerintah Hindia Belanda mendirikan pasar modal pertama di
Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) dan bernama Vereniging
Voor de Effectenhandel (Bursa Efek). Perkembangan pasar modal di
Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota
lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari
1925 di kota Surabaya dan 01 Agustus 1925 di Semarang resmi
didirikan Bursa Efek. Namun akibat Perang Dunia II, semua bursa
ditutup dan diaktifkan kembali pada tahun 1952 berdasarkan UU
Darurat Pasar Modal 1952. Pada perkembangan selanjutnya, bursa efek
mengalami kelesuan sebagai akibat politik konfrontasi yang
digencarkan oleh pemerintahan Republik Indonesia terhadap kolonial
Belanda dan disusul dengan adanya peristiwa nasionalisasi perusahaan
Belanda. Pada tahun 1960, bursa efek hilang secara diam-diam tanpa
adanya penutupan yang resmi karena situasi politik dan ekonomi saat
itu sangat buruk yang ditandai dengan adanya tingkat inflasi yang
cukup tinggi.
persiapan pasar uang dan modal untuk mengaktifkan kembali bursa
efek. Pengesahan bursa efek dengan nama Bursa Efek Jakarta dilakukan
pada tanggal 28 Desember 1976 melalui Kepres No. 52/1976 dan
diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 10 Agustus 1977.
Pengaktifan kembali bursa efek tersebut ditandai dengan go-publicnya
PT. Semen Cibinong sebagai perusahaan pertama yang mencatatkan
sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Perkembangan Bursa Efek Jakarta
sampai dengan tahun 1988 dirasakan sangat lambat. Hal ini dapat
dilihat dari sedikitnya jumlah perusahaan yang terdaftar di bursa dan
volume yang kecil. Emiten yang tercatat hanya sebesar 24 perusahaan
dengan jumlah lembar saham sebanyak kurang lebih 65 juta lembar.
Kondisi ini disebabkan adanya campur tangan pemerintah yang ketat,
adanya persaingan dari suku bunga deposito, serta sifat tertutup dari
perusahaan-perusahaan yang tetap tidak mau melakukan penjualan
sahamnya melalui Bursa Efek Jakarta. Untuk mengatasinya, berbagai
kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah yang bersifat non-tax seperti
Pakdes 1987, Pakto 1988 dan Pakdes 1988.
Dalam Paket Desember 1987 (Pakdes 1987), persyaratan laba
minimum 10% dari modal sendiri dihapuskan dan investor asing
diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilikan saham
perusahaan. Paket Oktober 1988 (Pakto 1988), mengatur pengenaan
1988 (Pakdes 1988), pemerintah memberi kesempatan bagi perusahaan
untuk mendaftarkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh
di bursa.
Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah pada
akhir 1987 tersebut merupakan upaya yang secara langsung
menggairahkan pasar modal. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya
aktivitas perdagangan di bursa. Pada tahun 1990 jumlah perusahaan
yang terdafar di bursa telah berkembang hampir tiga kali lipat. Volume
rata-rata perdagangan saham per hari di Bursa Efek Jakarta melonjak
menjadi miliaran rupiah.
Berdasarkan Kepres No. 53/1990 dan KMK No. 1548/1999,
maka status Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(BAPEPAM-LK) yang sebelumnya bertindak sebagai pengelola bursa,
kini berubah menjadi badan yang mengawasi serta membina kegiatan
pasar modal. Sedangkan pengelolaan Bursa Efek Jakarta selanjutnya
diserahkan kepada swasta dengan maksud untuk memperbaiki efisiensi.
Pada tanggal 16 April 1992, diresmikannya PT. Bursa Efek Jakarta
dengan dilakukan serah terima pengelolaan Bursa Efek Jakarta dari
BAPEPAM-LK kepada pihak swasta.
Pada 01 Desember 2007, PT. Bursa Efek Jakarta resmi merger
dengan PT. Bursa Efek Surabaya. Penggabungan PT. Bursa Efek
November 2007. Bursa hasil merger tersebut memulai operasional
pertama pada tanggal 3 Desember 2007.
4.1.2. Perkembangan Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia mengalami perkembangan yang cukup
pesat setelah resmi beroperasi menjadi bursa swasta pada tanggal 13
Juli 1992. Salah satunya dengan melihat perkembangan data Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG), seperti pada tahun 2004-2008
mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 2004
indeks ditutup pada nilai 1.000,23, kemudian pada tahun 2005 indeks
mengalami peningkatan hingga mencapai angka 1.162,64, yang disusul
pada tahun 2006 dan 2007 mengalami peningkatan hingga mencapai
angka sebesar 1.805,52 dan 2.745,83. Tetapi hingga tahun 2008 IHSG
mengalami penurunan akibat adanya krisis global sebesar 1.355,41.
(www.idx.co.id)
Sejak terjadinya penggabungan pada tanggal 01 Desember 2007,
Bursa Efek Indonesia sangat memahami peran Surabaya sebagai salah
satu basis utama penggerak perekonomian di wilayah Indonesia Timur.
Bursa Efek Indonesia melalui Sentra Informasi dan Edukasi (SEI) di
Surabaya akan semakin meningkatkan kegiatan sosialisasinya mengeni
pasar modal sebagai alternatif investasi bagi masyarakat umum, dan
Bagi daerah sendiri peningkatan emiten akan mampu menyokong
pertumbuhan perekonomian daerah, melalui penciptaan lapangan kerja,
peningkatan pelaksanaan good corporate governance di perusahaan,
serta peningkatan pendapatan daerah.
Dengan perkembangan tersebut, Bursa Efek Indonesia berencana
melakukan pemutakhiran sistem JATS (Jakarta Automatic Trading
System) yang telah beroperasi selama 13 tahun terakhir dengan sistem
baru yang akan mampu menangani semua produk financial (saham,
obligasi dan derivative) dalam satu platform. Selain itu, dengan
berdirinya Pojok BEI berkonsep 3 in 1 (kerjasama antara BEI,
Universitas dan Perusahaan Sekuritas) yang dimaksudkan untuk
mengenalkan pasar modal sejak dini dalam dunia akademis, diharapkan
civitas akademika tidak hanya mengenal pasar modal dari sisi teori saja
akan tetapi dapat langsung melakukan prakteknya.
4.2. Gambaran Umum Perusahaan Sample 4.2.1. PT. Astra Internasional Tbk
PT Astra International Tbk. didirikan berdasarkan akta notaris Ny.
Rukmasanti Hardjasatya, S.H., No 12 tanggal 3 Oktober 1988. yang
kemudian berubah nama menjadi Astra Agro Niaga berdasarkan Akta
Perubahan no. 9 tanggal 4 Agustus 1989 dari Notaris yang sama. Akta
Pendirian perusahaan dan perubahannya telah disahkan oleh Menteri
C2-Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 101 Tambahan No.
3626. sejak tahun 1990 perusahaan telah tercatat di Bursa Efek
Indonesia dengan kapitalisasi pasar per 31 Desember 2008 sebesar
Rp42,7 triliun. Astra saat ini bergerak di enam bidang usaha, yaitu:
otomotif, jasa keuangan, alat berat, pertambangan dan energi,
agribisnis, teknologi informasi dan infrastruktur. Pada tahun 2008, astra
group mempekerjakan 116.038 orang di 153 perusahaan.
4.2.2. PT. Aneka Tambang Tbk
Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Aneka Tambang
(“Perusahaan”) didirikan dan memulai aktivitas operasi pada tanggal 5 juli
1968 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 tahun
1968 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 36
tanggal 5 juli 1968 dengan nama “Perusahaan Negara (PN) Aneka
Tambang”. Berdasarkan Pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, ruang
lingkup kegiatan perusahaan terutama bergerak dalam bidang
pertambangan berbagai jenis bahan galian serta menjalankan usaha
dibidang industri, perdagangan, pengangkutan, dan jasa lainnya yang
berkaitan dengan pertambangan berbagai jenis bahan galian tersebut.
Kantor pusat Perusahaan berkedudukan di Jakarta. Saat ini,
Perusahaan mengoperasikan enam unit pertambangan yang masing-masing