• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan (Rahmat, 2000). Menurut Anonimous (2010), blustru secara taksonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan (Rahmat, 2000). Menurut Anonimous (2010), blustru secara taksonomi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Blustru merupakan tanaman tumbuh merambat dan termasuk keluarga labu- labuan (Cucurbitaceae)dari golongan sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat pada saat ini karena banyak mengandung nilai gizi dan bermanfaat baik bagi kesehatan (Rahmat, 2000). Menurut Anonimous (2010), blustru secara taksonomi termasuk kedalam Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Kelas : Dicotiledonae, Ordo : Cucurbitales, Famili : Cucurbitaceae, Genus : Luffa dan

Species : Luffa cyliandrica L Roem. Menurut Rizal (2012), di Indonesia blustru memiliki banyak nama daerah seperti di Sumatera disebut blustru (Melayu). Hurung jawa, ketola, timput (Palembang). Lopang, oyong (Sunda), bestru, blestru, blustru (Jawa),dodahala (Halmahera). petola panjang, petola cina (Maluku).

Tanaman blustru tergolong tanaman semusim dengan ciri-ciri : panjang batang dapat mencapai 2-10 m, tumbuh menjalar, memiliki sulur-sulur yang keluar dari ketiak daun. Tangkai daun memiliki panjang 4-9 cm dengan letak berseling.

Helaian daun berbentuk bulat telur melebar, berlekuk menjadi 5-7 buah, pangkal daun berbentuk jantung, tulang daun menonjol dibawah, warna permukaan atas daun hijau tua, warna permukaan bawah daun berwarna hijau muda, panjang daun 6-25 cm,serta lebar daun 7,5-27 cm (Wihardo, 1993 dalam Anonimus, 2010).

Bunga berkelamin tunggal yang terdapat dalam satu pohon. Mahkota bunga berwarna kuning. Buah tergantung atau tergeletak di atas tanah, bentuknya silindris atau bulat memanjang, panjang 10-50 cm dengan garis tengah 5-10 cm, jika sudah tua berwarna cokelat. Bagian dalam buah yang sudah masak terdapat anyaman sabut yang rapat (Rizal, 2012).

(2)

Biji blustru berbentuk gepeng dengan tepi berbentuk sayap, licin, berwarna hitam. Blustru banyak dimanfaatkan oleh masyarakat mulai dari buah yang muda hingga sabutnya. Buah muda dapat dimanfaatkan sebagai bahan sayur, sedang daun muda dapat digulai atau dibotok. Sabutnya dapat digunakan untuk mencuci perabotan rumah tangga (Oktita, 2014).

Menurut Dalimartha (2000), blustru ternyata memiliki khasiat yang cukup banyak, mulai akar sampai bunga yang memiliki sifat dan khasiat tersendiri. Buah blustru rasanya manis dan sifatnya sejuk. Buah blustru berkhasiat sebagai peluruh dahak, penghenti perdarahan (hemostatis), pencahar ringan, meredakan sariawan dan mengobati gejala keracunan bahan makanan. Biji blustru yang memiliki rasa pahit, sifatnya dingin dan beracun berkhasiat untuk menghilangkan panas, peluruh kencing (diuretik), perangsang muntah (emetik), pencahar, pemberantas cacing perut, peluruh haid dan merangsang pengeluaran ASI (laktagoga).

Daun blustru berkhasiat untuk membersihkan darah dan peluruh haid.Bunga blustru rasanya manis, sedikit pahit, dan sifatnya dingin. Sabut rasanya manis, sifatnya netral, masuk meridian paru, lambung dan hati. Sabut berkhasiat sebagai peluruh dahak, penghilang rasa nyeri (analgesik), antirematik serta melancarkan sirkulasi darah dan saraf. Sementara akar rasanya manis, sifatnya netral, berkhasiat melancarkan sirkulasi darah, dan menghilangkan bengkak, serta batang yang rasanya pahit, sifatnya dingin, beracun, masuk meridian jantung, limpa dan ginjal. Batang berkhasiat melancarkan sirkulasi darah (Agromedia, 2000).

Menurut Thomas (1992) dalam Anonimus (2013), beberapa manfaat dan khasiat blustru sebagai obat karena kandungan kimia yang terdapat di dalamnya.

Daun dan batang mengandung saponin dan tanin. Luffein berkhasiat sebagai

(3)

pencahar ringan dan saponin triterpen mempunyai aktivitas spermatisidal (membunuh sperma) sehingga dapat dikembangkan sebagai obat kontrasepsi (program KB). Getah mengandung saponin, lendir, lemak, protein, xylan dan vitamin B dan vitamin C.

Menurut Oktita (2014), bunga mengandung glutamin, asam aspartat, arginin, lisin dan alanin. e. Sabut mengandung xylan, xylose, mannosan, galactan, saponin, sellulose, galaktosa, manitosa dan vitamin A, B, dan C.Buah mengandung saponin triterpen, luffein (zat pahit), citruline dan cucurbitacin. Biji mengandung minyak lemak, squalene, spinasterol, cucurbitacin B dan protein.

Tanaman blustru tumbuh baik di dataran rendah hingga dataran tinggi 50- 1000 m dpl. Daerah yang berkapur dan mengandung banyak bahan organik (subur) dengan iklim yang relatif kering lebih disenangi. Di daerah yang bertipe iklim basah pun tanaman blustru dapat hidup dan berbuah baik, asalkan daerah itu tidak berkabut dan air tanah tidak menggenang (mengandung pasir). Derajat keasaman tanah optimum antara pH 5,5-6,5. Meskipun demikian, tanaman blustru toleran terhadap lahan masam (pH kurang dari 5) sehingga tanaman ini dapat dikembangkan di lahan gambut. Tanaman blustru menghendaki tempat yang tidak ternaungi atau mendapat sinar matahari penuh. Tanaman ini tidak tahan terhadap hujan yang terus-menerus.

Tanaman menghendaki penyiraman 80% lebih (berada di tempat terbuka). Tujuannya agar matahari menyinari penuh (Hembins, 2000 dalam Rizal, 2012).

Blustru dapat ditanam dengan jarak 100 x 100 cm, 70 x 70 cm dan 120 x150 cm antar baris. Penanaman dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ditanam langsung dandisemai terlebih dahulu.Pemeliharaan tanaman blustru umum dilakukan dengan pemberian para-para, penyiangan, pengairan, pemupukan, pruning (pemangkasan)

(4)

dan pengendalian hama. Blustru memerlukan penopang atau rambatan untuk meningkatkan produksi buah, memudahkan pengendalian serangan hama seperti : lalat buah, kutu daun dan layu fusarium sertamemudahkan pemanenan. Rambatan diberikan saat tanaman berumur 3 minggu. Rambatan dapat berupa ajir, teralis dan tunnel setinggi 1,5-2 m. Penyiangan dilakukan sesuai dengan pertumbuhan gulma bersamaan dengan pembubunan (Rahmat, 2000). Menurut Hembins (2000) dalam Anonimus (2010), panen buah konsumsi maupun untuk bahan baku industri farmasi dilakukan saat buah blustru masih belum terlalu tua. Kreteria buah blustru yang siap dipanen yaitu telah berukuran maksimal, warna kulit buah mengkilap dan tekstur lembut saat ditekan.

Dewasa ini penggunaan Zat Pengatur Tumbuh telah maju dengan berkembang pesat, terbukti dengan semakin banyaknya produk-produk yang dihasilkan dan beredar dipasar. Sebutannyajuga bermacam-macam, ada yang menyebut dengan zat pengatur tumbuh, perangsang pertumbuhan, pengatur pertumbuhan tanaman, hormon tumbuh, stimulan dan lain-lain.Karena itu, dipakai pula istilah zat pengatur tumbuh yang dalam bahasa inggris disebut plant growth regulator/substances (Nurmala, 2000).Zat pengatur tumbuh (ZPT) menurut Lakitan (2007), adalah senyawa organik bukan nutrisi tanaman yang dalam jumlah kecil atau konsentrasi rendah akan merangsang dan mengadakan modifikasi secara kualitatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Menurut Hastuti dkk (2000), istilah zat pengatur tumbuh mencakup hormon tumbuhan (fitohormon) dan senyawa-senyawa buatan (sintetik) yang dalam jumlah tertentu dapat mempengaruhi pertumbuhan danperkembangan tumbuhan. Pengaruh zat pengatur tumbuh pada tanaman berbeda-beda sesuai jenis dan kosentrasi

(5)

pemberiannya. Dengan pemberian yang tepat, peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman akan dapat diperoleh.

Penggunaan zat pengatur tumbuh seperti atonik, pada dasarnya mengandung auksin sintetik yang akan mendorong pembelahan, pembesaran dan perpanjangan sel melalui pengaktifan pemompaan ion pada membran plasma di dinding sel menjadi longgar yang mengakibatkan tekanan dinding sel berkurang sehingga air mudah masuk ke dalam sel dan terjadi pembesaran dan perpanjangan sel menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman meningkat (Abidin, 2002 dalam Lestari, 2011).

Atonik mengandung bahan aktif Natrium senyawa fenol yaitu : 0,2% Na- Ortonitrofenol (C6H4NO3Na), 0,3% Na-paranitrofenol (CP6H4NO3Na), 0,1% Na-5 - nitroquaniakol (C7H6N04Na) dan 0,05% Na-2,4 dinitrofenol (C6H3N2O5Na). Ion Na+ berfungsi sebagai karier metabolit tanaman dan menggantikan sebagian fungsi K+. Cara kerja atonik yang cepat terserap oleh tanaman dan merangsang aliran protoplasmatik sel, mempercepat perkecambahan dan perakaran akan mampu meningkatkan daya tahan tubuh tanaman terhadap kondisi lingkungan yang kurang idel sehingga mampu memaksimalkan hasil produksi dan mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan (Wiwit, 2003 dalam Ananda dkk, 2011). Hasil penelitian Nurmala (2000), menunjukkan bahwa pemberian Atonik 1,5 cc/l air dengan interval 7 hari sekali selama 4 kali pemberian mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil sorgum, jagung dan padi. Penelitian Ananda (2011), menunjukkan bahwa pemberian Atonik 1,5 cc/l air dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi 2 jenis pare secara nyata.

Menurut Parida dkk (2011), dalam budidaya pengendalian hama dan merupakan faktor penting dalam menentukan pertumbuhan danhasil produksi.

(6)

Berbagai cara telah dilakukan dalam pengendalian hama dan baik secara fisik, kimia, biologi maupun sistem pengendalian hama terpadu yang mengkombinasikan berbagai cara pengendalian. Dari berbagai cara tersebutpenggunaan pestisida dalam pengendalian hama merupakan yang paling dominan dan umum dilakukan karena penggunaannya mudah serta spektrum daya bunuhnya luas. Namun cara tersebut mempunyai banyak kekurangan sehingga dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya (Deptan, 2006).

Menurut Huda (2003), penggunaan pestida hayati merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk meminimalisir penggunaan insektisida sintetis karena relatif tidak meracuni manusia, hewan dan tanaman lainnya karena sifatnya yang mudah terurai (biodegradable) sehingga tidak menimbulkan residu. Selain itu, insektisida alami nabati relatif mudah dalam penggunaannya dan tidak menimbulkan efek samping pada lingkungan, bahan bakunya dapat diperoleh dengan mudah dan murah, dapat dibuat dengan cara yang sederhana sehingga mudah diadopsi oleh petani.

Kardiman (2000), pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan teknologi sederhana namun bermanfaat baik dalam mengatasi serangan organisme pengganggu tanaman. Pestisida nabati yang dibuat secara sederhana hasilnya dapat berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan dari bagian tanaman berupa akar, umbi, batang, daun, buah dan biji. Apabila dibandingkan dengan pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relatif aman dan murah. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati dengan teknologi yang sederhana ialahtanaman mimba (Rachmawaty dan Korlina, 2009).

Tanaman mimba (Azadirachta indica A.Juss) temasuk Famili Meliaceae dengan tinggi pohon sampai 20 meter, berdaunmajemuk berbentuk lonjong dan

(7)

bergigi. Daun sangat pahit dan bijinya mengeluarkan bau seperti bawang putih. Buah berbentuk elips, berdaging tebal, panjang 1,2–2 cm, berwarna hijau/kuning ketika masak dengan lapisan tipis kutikula yang keras dan daging buah berair. Mimba merupakan tanaman multifungsi sehingga dikenal sebagai Wonderful tree karena dapat digunakan sebagai pestisida alami (Wowiling, 2003).

Menurut Sukrasno dan Tim Lentera (2003), zat-zat racun yang ada didalam daun mimba bermanfaat untuk insektisida, repelen, akarisida, penghambat pertumbuhan, nematisida, fungisida, anti virus. Racun tersebut sebagai racun perut dan bersifat sistemik. Kardiman (2012), menyatakan bahwamanfaat tanaman mimba sebaga ipestisida alami telah banyak dibuktikan dalam beberapa penelitian.

Menurut Soegiharjo (2007), organ tanaman mimba yang sudah sejak lama digunakan sebagai pestisida nabati dengan kemanjuran dan peruntukan luasadalah bagian daun.Karena daun mimba memiliki senyawa aktif yang cara kerjanya berbeda dengan bahan sintetik sehingga kemungkinan terjadinya resistensi silang rendah.Menurut Primari dkk (2010), daya toksisitas daunmimba dapat menyebabkan iritasi mata, jaringan lunak, konjugtivitas dan inflamasi.

Menurut Ambarwati (2007), daun mimba mengandung beberapa komponen aktif yaitu : azadirachtin, salannin, azadiradion, salannol, gedunin, nimbinen dan deacetyl nimbinen. Dari beberapa komponen aktif tersebut ada empat senyawa yang diketahui sangat aktif berfungsi sebagai pestisida yaitu : azadirachtin, salannin, nimbinen dan meliantriol.

Lebih lanjutdilaporkan Sonyaratri (2006),daun mimba dapat digunakan sebagai insektisida, bakterisida, fungisida, akarisida, nematisida dan virusida.

Azadirachtin merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam daun dan biji

(8)

mimba. Senyawa azadirachtin tidak mematikan serangga secara langsung, tetapi melalui mekanisme menolak makan serta mengganggu pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salannin mempunyai daya kerja sebagai penghambat makanserangga.

Nimbinen mempunyai daya kerja sebagai antivirus, sementara meliantriol sebagaipenolak serangga.

Menurut Primary dkk (2010), cara kerja pestisida daun mimba berdasarkan kandungan bahan aktifnya. Senyawa aktif dalam daun mimba telah dilaporkan berpengaruh terhadap lebih kurang 400 serangga dengan proses kerjasSenyawa aktif daun mimba tidak membunuh hama secara cepat dan langsung melainkan secara perlahan dengan cara mengganggu siklus hidup serangga(Wiwin dkk, 2008).

Menurut Sudarmo (2005), ekstrak daun mimba mempengaruhi serangga melalui berbagai macam cara antara lain : 1). Menghambat perkembangan telur, larva atau pupa, 2).Menghambat pergantian kulit pada stadium larva, 3). Mengganggu kopulasi dan komunikasi seksual serangga, 4). Mencegah betina untuk meletakkan telur 5). Menghambat reproduksi atau menyebabkan serangga mandul, 6).

Meracunilarva dan 7). Mengurangi nafsu makan serangga dewasa. Setiawan (2019), bahwa pestisida dari daun mimba dapat mempengaruhi reproduksi dan perilaku organisme penggangu tumbuhan, berperan sebagai penolak, penarik, antifeedant, menghambat perkembangan serangga yang bersifat sebagai racun perut maupun racun kontak.

Menurut Sudarmo (2005), pembuatan ekstrak daun mimba dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan cara memasukkan daun mimba sebanyak 1 kg ke dalam blender kemudian ditambahkan alkohol 70% sebanyak 2 cc dan air sebanyak 50 cc kemudian diblender hingga halus selama ±2 menit kemudian

(9)

didiamkan selama 30 menit lalu disaring menggunakan kain furing.Menurut Wowoling (2003), pembuatan pestisida nabati dari daun mimbajuga dapat dilakukan dengan cara menghuluskan atau memblender 50 gram daun mimba segar. Rendam hasil blenderan daun mimba tersebut di dalam ember yang ditambahkan 1 liter air selama semalam 12 jam. Saring larutan dengan kain furing. Campurkan larutan hasil penyaringan dengan 1 gram detergen (berfungsi sebagai pengemulsi) dan adule hingga rata.Menurut Kardiman (2000), pembuatan pestisida dari daun mimba dapat dilakukan dengan cara merendam daun mimba segar sebanyak 1 kg yang dicampur dengan air sebanyak 2 liter kemudian remas-remas daun mimba hingga hancur.

Setelah itu diamkan selama 24 jam. Saring hasil rendaman dengan kain furing lalu dicampur dengan 1 gram deterjan.

Pestisida nabati dapat diaplikasikan dengan menggunakan alat semprot (sprayer) seperti pestisida kimia pada umumnya dengan interval pemberian 5-10 hari sekali(Deptan, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini diuji berbagai jenis pelarut yaitu: larutan sodium hidroksida, alkohol, akuades, asam asetat dan asam klorida untuk pengambilan zat warna yang

Ada banyak fakta yang menunjukkan bahwa sebum berperan dalam patogenesis penyakit ini, antara lain: sebum itu komedogenik, sebum menyebabkan inflamasi ketika disuntikkan ke

Pekanbaru, 17 November 2017 Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah. (BAP-S/M)

Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa kekurangan pada saat perlakuan penerapan pendekatan kontekstual pada siklus I yang terjadi, antara lain: (1) guru

Hasil wawancara dengan guru dan siswa pada kelas eksperimen yang dilakukan setelah penelitian menunjukkan bahwa guru menyetujui dengan meng- gunakan pembelajaran Model

Pemohon adalah anak perempuan dari ayah pemohon yang hendak melangsungkan pernikahan dengan calon suaminya yang bernama calon suami pemohon, berumur 70 tahun, agama Islam,

Memahami Pembuatan Pekerjaan Kantoran Microsoft Publisher  Kuliah & Diskusi [TM:1x:(1x5 0”)] Tugas : Pekerjaan Kantor an Microsoft Publisher [BT+BM=(1+

Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian Propinsi, dan Pejabat Pembina Kepegawaian Kabupaten/Kota.Dari uraian tersebut di atas mengisyaratkan bahwa formasi Pegawai