• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Bursa Efek Indonesia adalah perseroan yang berkedudukan di Jakarta yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang sekarang sudah berganti menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan permintaan beli Efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

Bursa Efek Indonesia memberikan peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal memberikan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).

Bursa Efek Indonesia merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursan Efek Surabaya (BES) yang mulai beroperasi pada 1 Desember 2007 hingga bulan Januari 2016. Jumlah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia adalah 525 perusahaan (www.sahamok.com) dan 10 diantaranya merupakan perusahaan farmasi.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri farmasi, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Definisi dari obat jadi yaitu sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik

(2)

2

yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi. Sektor farmasi merupakan sektor yang kurang mendapat perhatian dari investor, karena saham farmasi cenderung kurang likuid. Dari 10 emiten farmasi yang terdaftar di BEI, hanya 3 saham yang aktif diperdagangkan yaitu : PT Kimia Farma Tbk, PT Indofarma Tbk, dan PT Kalbe Farma Tbk yang sisa 7 saham lainnya cenderung tidak aktif. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk meninjau apakah sektor farmasi tersebut melakukan manajemen laba atau tidak dengan kurang mendapat perhatiannya dari investor tersebut. Berikut adalah daftar perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia disajikan dalam tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1

Daftar Perusahaan Farmasi Tahun 2016

No Kode Nama Peusahaan Sektor

1 DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk Farmasi

2 INAF Indofarma (Persero) Tbk Farmasi

3 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk Farmasi

4 KLBF Kalbe Farma Tbk Farmasi

5 MERK Merck Indonesia Tbk Farmasi

6 PYFA Pyridam Farma Tbk Farmasi

7 SCPI Merck Sharp dohme Pharma Tbk Farmasi 8 SIDO Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul Tbk Farmasi 9 SQBB Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk Farmasi

10 TSPC Tempo Scan Pasific Tbk Farmasi

Sumber :http://www.sahamok.com

(3)

3

1.2 Latar Belakang Penelitian

Laba merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam mencapai tujuan operasi yang telah ditetapkan serta membantu pemilik untuk memperkirakan kemampuan perusahaan di masa yang akan datang. Informasi laba digunakan sebagai alat ukur kinerja pada perusahaan. Oleh sebab itu, informasi laba sering menjadi target rekayasa melalui tindakan pribadi manajemen untuk kepuasannya yang dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, karena adanya kecenderungan agar informasi laba tersebut dapat diperhatikan oleh pihak-pihak tertentu. Laba yang diatur dapat dinaikkan ataupun diturunkan sesuai dengan keinginannya, sehingga mendorong munculnya tindakan oportunis untuk mengatur laba atau yang biasa dikenal sebagai manajemen laba.

Manajemen laba menurut Scott (2011:423) adalah “the choice by a manager of accounting policies so as to achieve some specific objective”. Hal ini berarti manajemen laba merupakan keputusan dari manajer untuk memilih kebijakan akuntansi tertentu dianggap bisa mencapai tujuan yang diinginkan, baik itu untuk meningkatkan laba atau mengurangi tingkat kerugian yang dilaporkan. Banyak pihak yang menganggap bahwa manajemen laba ini merupakan tindakan yang negatif karena informasi keuangan yang ditampilkan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Tindakan manajemen laba ini hanya merefleksikan keinginan manajemen untuk kepentingan pribadinya daripada kinerja dari suatu perusahaan tersebut.

Fenomena adanya praktik manajemen laba telah memunculkan kasus kecurangan akuntansi dengan ditemukannya kasus pemalsuan laba pada laporan keuangan yang dilakukan oleh Toshiba yang baru terungkap pada tahun 2015 di Jepang. Seperti yang dimuat pada beberapa media seperti www.cnnindonesia.com, money.cnn.com, dan bisnis.com bahwa kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Jepang yang mendorong adanya transparansi besar–besaran di perusahaan – perusahaan Jepang untuk menarik lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah

(4)

4

tersebut, komisaris Toshiba menyewa komite audit investigasi independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah transparansi di perusahaannya. Namun ternyata dalam laporan yang diterbitkan komite audit investigasi independen tersebut mengatakan bahwa Toshiba telah melakukan penggelembungan laba usaha Toshiba sebesar ¥151.8 miliar (setara dengan Rp 15.85 triliun) dengan cara menunda pembukuan kerugiannya sejak tahun 2008 dan ditemukan bahwa tiga direksi telah berperan secara “sistematis” dengan menargetkan laba yang dirasa sangat tinggi dan tidak wajar yang pada akhirnya top management harus melakukan markup laba sesuai target. Akibat dari kejahatannya ini, Toshiba harus menyajikan kembali laporan keuangannya selama lebih dari enam tahun, dan kasus tersebut berdampak pada pengunduran diri CEO Toshiba Hisao Tanaka selaku pihak yang bertanggung jawab dan disusul oleh Wakil CEO Toshiba Norio Sasaki dan Penasihat Toshiba Atsutoshi Nishida.

Selain itu, saham Toshiba telah turun sekitar 20% sejak awal april 2015 ketika isu – isu ini terungkap. Nilai pasar perusahaan hilang sekitar ¥1.673 triliun (setara dengan Rp 174 triliun). Dan terakhir Toshiba harus menutup perusahaannya yang berada di Indonesia pada April 2016 lalu, sementara itu karyawan Toshiba yang terancam menganggur berjumlah 900 orang (www.viva.co.id).

Dalam kasus ini juga berdampak pada kantor akuntan publik yang mengaudit perusahaan Toshiba yaitu Ernst & Young yang berafiliasi dengan kantor akuntan publik ShinNihon (EYSN) yang diberi sanksi denda ¥2,1 miliar (setara dengan Rp 263.53 miliar) dan dilarang untuk bertugas selama 3 bulan karena dianggap gagal dan tidak teliti dalam mendeteksi kecurangan yang dilakukan Toshiba.

Menurut Sutikno, Wahidahwati, dan Asyik (2014) manajemen laba muncul sebagai dampak dari teori keagenan (agency theory) yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajemen perusahaan (agent). Di dalam permasalahan keagenan pihak principal termotivasi

(5)

5

mengadakan kontrak untuk memaksimalkan kepentingan bagi kesejahteraan dirinya melalui adanya peningkatan laba, sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya yaitu dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Teori agensi memberikan pandangan bahwa masalah manajemen laba dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui good corporate governanace.

Pada era globalisasi saat ini, negara-negara berkembang dituntut untuk menerapkan sistem yang baru dan lebih baik dalam pengelolaan bisnis yang berdasarkan prinsip- prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau sering disebut Good Corporate Governance. Menurut Agustia (2013) tata kelola perusahaan mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Menurut Komite Cadbury (1992), good corporate governance merupakan suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar mencapai kesinambungan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholder.

Dari berbagai penelitian terdahulu mengenai manajemen laba, terdapat berbagai faktor dapat mempengaruhi manajemen laba, diantaranya kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, dewan komisaris independen, dan ukuran perusahaan. Namun dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diteliti adalah kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen. Pengambilan faktor tersebut dikarenakan terjadinya inkonsistensi pada penelitian-penelitian terdahulu.

Kepemilikan manajerial merupakan alat monitoring internal yang penting untuk memecahkan konflik agensi antara eksternal stockholders dan manajemen (Chen dan Steiner, 1999). Kepemilikan manajerial diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki manajer. Dari segi ekonomisnya, kepemilikan saham yang besar insentif untuk

(6)

6

memonitor dan ketika kepemilikan manajemennya rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat.

Kusmawatil, Trisnawati, dan Mardalis (2015) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Ini mengindikasikan bahwa kepemilikan saham yang dimiliki oleh seorang manajer tidak mampu mempengaruhi pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan penjualan, biaya, dan produksi yang diterapkan perusahaan sehingga adanya kepemilikan saham oleh manajemen tidak mampu mengurangi manajemen laba. Sedangkan menurut Agustia (2013) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena kepemilikan manajerial tidak bisa membatasi terjadinya manajemen laba.

Komite audit adalah pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan dan pengendalian untuk menciptakan keadilan, transparansi, dan responsibilitas. Komite audit bertugas memonitor dan mengawasi audit laporan keuangan dan memastikan agar standar dan kebijaksanaan keuangan berlaku terpenuhi (Badjuri, 2011). Peran komite audit seringkali dihubungkan dengan kualitas pelaporan keuangan karena dapat membantu dewan komisaris dalam mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan (Meiranto, 2013).

Sari dan Asyik (2013) menyimpulkan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Ini mengindikasikan bahwa dengan adanya interaksi antara dewan komisaris dan komite audit maka kemungkinan dapat membuka peluang praktik manajemen laba. Sedangkan menurut AMAR (2014) menyimpulkan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Dewan komisaris independen merupakan lembaga pengawasan yang semata-mata bekerja untuk kepentingan perseroan secara umum, dia tidak lagi bertindak atas nama pemegang saham, tetapi harus mempertahankan kepentingan perseroan terhadap siapa saja, serta menjaga ditegakannya prinsip-prinsip good corporate governance dalam perusahaan (Makhdalena, 2010). Keberadaan komisaris independen memiliki tujuan

(7)

7

untuk mewujudkan objektivitas, independen, keadilan, serta dapat memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan juga perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas, bahkan sampai pada kepentingan stakeholder lainnya.

Sari dan Asyik (2013) menyimpulkan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya dewan komisaris independen maka proses pengawasan yang dilakukan telah efektif dan telah sesuai dengan yang diinginkan, sehingga dengan banyaknya komisaris independen dalam perusahaan yang menuntut adanya transparasi dalam pelaporan keuangan. Sedangkan menurut Agustia (2013) menyimpulkan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajamen laba karena dijelaskan bahwa besar kecilnya dewan komisaris independen bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap perusahaan.

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan, maka penelitian tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pengaruh kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul “PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KOMITE AUDIT, DAN DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2016)”.

1.3. Perumusan Masalah

Setiap perusahaan pada umumnya ingin agar perusahaan yang dikelolanya mendapat perhatian yang baik dimata investor dan yang lainnya, mau itu mengikuti kinerja dari perusahaan tersebut ataupun menyimpang dari jalurnya. Cara apapun akan dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk memaksimalkan nilai perusahaannya.

Manajemen laba merupakan keputusan dari manajer untuk memilih kebijakan akuntansi tertentu dianggap bisa mencapai tujuan yang diinginkan, baik itu untuk

(8)

8

meningkatkan laba atau mengurangi tingkat kerugian yang dilaporkan. Infomasi laba lah yang digunakan sebagai alat ukur kinerja dan merupakan target rekayasa manajemen untuk melakukan manajemen laba tersebut.

Faktor-faktor yang diindikasikan dapat mempengaruhi manajemen laba yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen. Permasalahan dalam penelitian ini dilihat dari pengaruh kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen terhadap manajemen laba.

1.4. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi Tahun 2013-2016?

2. Apakah terdapat pengaruh kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi Tahun 2013-2016?

3. Apakah terdapat pengaruh secara parsial :

a. Kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi tahun 2013-2016?

b. Komite audit terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi tahun 2013-2016?

c. Dewan komisaris independen terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi tahun 2013-2016?

(9)

9

1.5. Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah yang diuraikan, adapun tujuan dari penelitian ini diantarnya:

1. Untuk mengetahui kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi tahun 2013-2016.

2. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi tahun 2013-2016.

3. Untuk mengetahui secara parsial yaitu:

a. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi tahun 2013-2016.

b. Untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi tahun 2013-2016.

c. Untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris independen terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi tahun 2013-2016.

1.6. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah : 1.6.1. Aspek Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan mengenai praktik manajemen laba pada perusahaan sektor farmasi di Indonesia.

b. Menambah wawasan dan sebagai acuan bagi para pembaca yang berkaitan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan.

(10)

10

1.6.2. Aspek Praktis

a. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam penyusunan laporan keuangan tanpa melakukan manajemen laba untuk kepentingan pribadi.

b. Bagi Investor, penelitian ini diharapkan agar investor lebih berhati-hati untuk tidak tersesati oleh sumber informasi yang disajikan oleh

perusahaan.

1.7. Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1. Variabel penelitian

Dalam penelitian ini digunakan satu variabel terikat (variabel dependen) dan tiga variabel bebas (variabel independen). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi. Sedangkan Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen.

1.7.2. Lokasi dan Objek penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Bursa Efek Indonesia dan objek penelitian yang digunakan perusahaan manufaktur sub sektor farmasi. Data ini diambil dari laporan tahunan perusahaan manufaktur sub sektor farmasi.

1.7.3. Periode Penelitian

Periode penelitian ini menggunakan laporan tahunan tahun 2013-2016.

1.8. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

(11)

11

Bab I Pendahuluan

Bab ini merupakan penjelasan secara umum yang menggambarkan dengan tepat isi penelitian. Dalam bab ini penelitian mengemukakan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir.

Bab II Tinjauan Pustaka dan Lingkup Penelitian

Dalam bab ini dijelaskan mengenai beberapa teori-teori yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya mengenai kepemilikan manajerial, komite audit, dan dewan komisaris independen. Peneliti juga akan membahas secara ringkas mengenai penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan lingkup penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisikan mengenai pendekatan, metode dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Ketiga hal tersebut akan diuraikan melaui pembahasan mengenai jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, serta tekni analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini, peneliti akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini, peneliti akan menyajikan beberapa kesimpulan dan saran penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti kesilapan penulisan copywriting yang dilakukan oleh pelajar semasa menulis laporan projek akhir pelajar dan mengenal pasti

2 Model regresi nonparametrik spline paling optimum dengan menggunakan tiga titik knot pada variabel-variabel yang mempengaruhi jumlah kriminalitas pencurian motor adalah

Pupuk yang digunakan dalam usahatani padi sawah tadah hujan adalah. pupuk kimia yaitu pupuk NPK dan pupuk Urea, dengan dosis

Teknik analisis data tingkat kesiapsiagaan masyarakat/individu menggunakan perhitungan nilai rata-rata indeks kesiapsiagaan, sedangakan utuk mengetahui ada tidaknya hubungan

2) Mengetahui  waktu  yang  dibutuhkan  untuk  menyelesaikan  suatu  bagian 

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas

Hasil penelitian ini didukung oleh Ratnasari, et al., (2016) berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS didapatkan nilai tingkat signifikan sebesar 0.239,

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi faktor- faktor efek tetap yang perlu dipertimbangkan dan kurva produksi susu yang dipakai sebagai kovariat untuk evaluasi genetik