• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENGANTAR ILMU EKONOMI DAMPAK COVID 19 TERHADAP DAYA BELI MASYARAKAT BERIMPLIKASI TERHADAP KELANGSUNGAN UMKM : ANDHIKA WAHYUDIONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH PENGANTAR ILMU EKONOMI DAMPAK COVID 19 TERHADAP DAYA BELI MASYARAKAT BERIMPLIKASI TERHADAP KELANGSUNGAN UMKM : ANDHIKA WAHYUDIONO"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PENGANTAR ILMU EKONOMI

DAMPAK COVID 19 TERHADAP DAYA BELI

MASYARAKAT BERIMPLIKASI TERHADAP

KELANGSUNGAN UMKM

DOSEN MATA KULIAH :

ANDHIKA WAHYUDIONO S.Pd.,M.Pd

KELOMPOK 4

MAHASISWA

WAHID HASYIM/31206460

FARIDZATUN NAZILA / 31206440

ACH. RIZAL BAIHAQI / 31206418

GIAN RIFTANTO / 31206453

UNIVERITAS 17 AGUSTUS 1945 BANYUWANGI

FAKULTAS EKONOMI

PRODI MANAJEMEN

2020

(2)

1.1 Latar belakang

Pendahuluan

Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini mau tidak mau memberikan dampak terhadap berbagai sektor. Pada tataran ekonomi global, pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat signifikan pada perekonomian domestik negara-bangsa Laporan Organisation for

Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa pandemi ini

berimplikasi terhadap ancaman krisis ekonomi besar yang ditandai dengan terhentinya aktivitas produksi di banyak negara, jatuhnya tingkat konsumsi masyarakat, hilangnya kepercayaan konsumen, jatuhnya bursa saham yang pada akhirnya mengarah kepada ketidakpastian. Jika hal ini berlanjut, OECD memprediksi akan terjadi penurunan tingkat

output antara seperlima hingga seperempat di banyak negara, dengan pengeluaran konsumen

berpotensi turun sekitar sepertiga. Prediksi ini tentu mengancam juga perekonomian nasional Indonesia.

Kajian yang dibuat oleh Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 memberikan implikasi negatif bagi perekonomian domestik seperti penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat, penurunan kinerja perusahaan, ancaman pada sektor perbankan dan keuangan, serta eksistensi UMKM. Pada aspek konsumsi dan daya beli masyarakat, pandemi ini menyebabkan banyak tenaga kerja berkurang atau bahkan kehilangan pendapatannya sehingga berpengaruh pada tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat terutama mereka yang ada dalam kategori pekerja informal dan pekerja harian. Sebagian besar masyarakat sangat berhati-hati mengatur pengeluaran keuangannya karena ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir. Hal ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat akan barang-barang konsumsi dan memberikan tekanan pada sisi produsen dan penjual. Kebijakan social

distancing yang kemudian diubah menjadi physical distancing dan bekerja dari atau di rumah

berdampak pada penurunan kinerja perusahaan yang kemudian diikuti oleh pemutusan hubungan kerja. Bahkan ada beberapa perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan akhirnya memilih untuk menutup usahanya.

Dengan munculnya Covid-19 pemerintah Indonesia mulai menegaskan bahwa masyarakat di himbau untuk tidak melakukan aktivitas di luar rumah upaya untuk menghindari meningkatnya penyebaran Covid-19. Cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan social distancing dan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar. Untuk saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai mengikuti dan mematuhi perintah yang diberikan pemerintah meskipun masih banyak orang-orang yang belum bisa mematuhinya.

Akan tetapi dari kebijakan tersebut dan akibat dari pandemi virus ini muncul permasalahan yang dirasakan dari berbagai kalangan baik kalangan atas, menengah dan bawah. Namun, tentu saja kalangan bawah merasakan dampak yang begitu besar, pasalnya mereka menjadi kesulitan dalam mencari nafkah dan kesulitan untuk mendapatkan alat pencegahan Covid-19 seperti handsanitizer dan masker sehingga mereka mudah terkena virus sehingga menyebebakan kematian. Pemerintah pun berupaya semaksimal mungkin agar bisa menangani pasien-pasien Covid-19 dengan baik dan juga memberikan alat pencegahan kepada kalangan bawah.

Dalam situasi pandemi ini, menurut KemenkopUKM ada sekitar 37.000 UMKM yang memberikan laporan bahwa mereka terdampak sangat serius dengan adanya pandemi ini ditandai dengan: sekitar 56 persen melaporkan terjadi penurunan penjualan, 22 persen

(3)

melaporkan permasalahan pada aspek pembiayaan, 15 persen melaporkan pada masalah distribusi barang, dan 4 persen melaporkan kesulitan mendapatkan bahan baku mentah. Masalah-masalah diatas juga semakin meluas jika dikaitkan dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia. Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 9/2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19, PSBB meliputi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19 termasuk pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran COVID-19. Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Ditakutkan dengan adanya PSBB, aktivitas ekonomi terutama produksi, distribusi, dan penjualan akan mengalami gangguan yang pada akhirnya berkontribusi semakin dalam pada kinerja UMKM dan perekonomian nasional seperti hasil kajian Kementerian Keuangan diatas. Tidak salah jika muncul kekhawatiran apalagi jika melihat besarnya jumlah UMKM di Indonesia dan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam UMK. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 61,41 persen pada tahun 2018. Tentu kontribusi ini menunjukkan peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional Indonesia.

Rumusan masalah

1. Mengapa pandemi covid 19 berdampak terhadap daya beli masyarakat?

2. Bagaimana dampak daya beli masyarakat yang menurun terhadap pertumbuhan ekonomi?

3. Bagaimana solusi pemerintah menyikapi masalah menurunnya daya masyarakat di era pandemi?

4. Bagaimana dampak daya beli masyarakat yang menurun terhadap UMKM?

5. Bagaimana langakah kebijakan pemerintah dalam hal daya beli masyarakat yang menurun terhadap UMKM di era pandemi?

(4)

Pembahasan

Daya beli (Purchasing Power) merupakan kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk. Daya beli antara satu orang dengan orang lainnya pastilah berbeda. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti dilihat dari status orang tersebut, pekerjaan, penghasilah, dan sebagainya. Daya beli juga mempunyai hubungan erat dengan suatu barang atau produk. Bila brang atau produk tersebut mempunyahi harga murah, maka daya beli masyarakat terhadap barang tersebut juga akan meningkat. Hal ini berlaku seperti pada hukum permintaan.

Daya beli adalah kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya, dalam bentuk barang maupun jasa. Daya beli menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. Semakin rendah daya beli suatu masyarakat berkaitan erat dengan perekonomian pada saat itu yang sedang memburuk dengan demikian berarti semakin rendah kemampuan mansyarakat membeli suatau barang atau jasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat di era pandemi Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat, diantaranya yaitu:

1. Tingkat Pendapatan masyarakat

yaitu tingkat pendapatan (income) dapat digunakan untuk dua tujuan, yaitu konsumsi (consuption) dan tabungan (saving), dan hubungan ketiganya dapat terbentuk dalam persamaan I=C+S, adalah merupakan besar kecilnya pendapatan yang diterima seseorang akan mempengaruhi pola konsumsi. Semakin besar tingkat pendapatan seseorang, biasanya akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang tinggi, sebaliknya tingkat pendapatan yang rendah akan diikuti dengan tingkat konsumi yang rendah pula.. masyarakat benar-benar di buat tak berdaya beli akibat pandemi covid 19 kemampuan untuk berbelanja benar-benar merosot akibat merebaknya corona, bagaimana penurunan pendapatan masyarakat di saat pandemi apa yang menjadi faktornya? Penurunan pendapatan masyarakat ini salah satunya akibat salah satunya akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak , jumlah orang yang tidak bekerja makin banyak, perusahaan enggan merekrut pekerjanya, bahkan yang kerja di rumahkan. Penurunan pendapatan juga di sebabkan pengurangan gaji hingga turunnya omzet usaha.Indikator pendapatan masyarakat menurun itu antara lain perdagangan indutri ritel, penurunan produksi usaha, dan penurunan pendapatan pekerja. Hal tersebut menyebabkan sebagian masyarakat kehilangan pendapatan sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2. Perilaku Konsumen

Dengan munculnya Covid-19 pemerintah Indonesia mulai menegaskan bahwa masyarakat di himbau untuk tidak melakukan aktivitas di luar rumah upaya untuk menghindari meningkatnya penyebaran Covid-19. Cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan social distancing dan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Bagaimana progress perubahan perilaku konsumen seiring dengan intensifnya pengaruh wabah mematikan ini? Untuk memetakannya, membagi penyebaran Covid-19 ke dalam tiga fase, berikut dampaknya ke perubahan perilaku konsumen.

(5)

Fase 1: “Cemas”

Yaitu ketika WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemik yang menyebar ke seluruh dunia dan mulai ada masyarakat kita yang diidentifikasi terinfeksi virus mematikan ini. Di fase ini ketakutan konsumen semakin nyata dan mulai berfikir bahwa setiap saat mereka bisa tertular oleh virus mematikan ini. Kalau sebelumnya mereka beranggapan “Belanda masih jauh” maka di fase ini mereka mulai resah karena “ancaman sudah di depan mata”.

Bagaimana perilaku belanja dan konsumsi mereka di tengah kecemasan ini?

Perilaku hidup bersih/sehat meningkat tajam: memakai masker, mencuci tangan berkali-kali sehari, mengonsumsi vitamin.Tak hanya berita dan hoax medsos yang berlebihan mendorong kegusaran sehingga mereka juga mulai nyetok masker, hand sanitizer, tisu basah, obat flu, atau beragam vitamin untuk mendongkrak imunitas tubuh.

Studi di negara-negara yang terdampak wabah menunjukkan, konsumen begitu mudahnya terpengaruh oleh berita-berita perkembangan penyebaran virus dan berita hoax di medsos yang kemudian diterjemahkan ke dalam pengambilan keputusan pembelian secara spontan. Tak heran jika beberapa waktu lalu masyarakat kalap memburu masker, hand sanitizer, atau jahe merah sehingga langka di pasar dan kalau ada harganya meroket. Psikologi belanja konsumen mulai tak stabil dan impulsif.

Fase 2: “Takut”

Yaitu ketika pemerintah mengumumkan jumlah terinfeksi melonjak eksponensial dan beberapa pasien terinfeksi mulai meninggal dunia. Di fase ini ketakutan merangkak naik dan bayangan kota Wuhan atau Lombardy yang kosong karena tak ada lagi warga yang berani keluar rumah sudah membayang di benak. Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan terburuk mengisolasi dan mengarantina diri di rumah. Masyarakat mulai membatasi bepergian ke luar rumah sehingga mal, pertunjukan, pertandingan olahraga, klub malam, bioskop, food court, bandara, terminal dan stasiun KA, dan tempat-tempat keramaian mulai sepi karena dihindari masyarakat yang ketakutan. Konsumen mulai mengurangi belanja di pasar dan supermarket, ngopi di coffee shop, atau makan di mal.

Fase 3: “Panik”

Ketika jumlah korban meninggal melonjak tajam dan pemerintah mulai panik mengeluarkan beragam kebijakan penanganan seperti lockdown, travel ban, penutupan tempat-tempat keramaian, karantina/isolasi, hingga libur kantor/sekolah (working/learning from home). Di fase ini konsumen berada di puncak ketakutan dan kondisi lingkungan masyarakat begitu mencekam. Masyarakat sudah betul-betul takut keluar rumah untuk berbelanja dan

memutuskan tinggal di rumah selama berhari-hari (self-quarantined).

Mal, pasar tradisional, trade center, kawasan perdagangan seperti Glodok akan sepi

ditinggalkan pengunjung. Alternatif tempat belanja yang paling aman adalah minimarket dan convenience store yang berlokasi tak jauh dari rumah (smaller, cleaner, closer stores).

(6)

2. Bagaimana dampak daya beli masyarakat yang menurun terhadap pertumbuhan ekonomi?

Penurunan daya beli masyarakat itu sejalan dengan laju inflasi saat ini yang rndah terkontraksi 0,1 persen pada juli 2020 dan dua kali berturut-turut pada agustus dan september 2020 kontraksi 0,05 persen. Dengan kondisi yang demikian, saat ini memasuki deflasi atau harga tidak mengalami kenaikan karena sepi permintaan.

Dampak Deflasi Terhadap Perekonomian :

1. Merosotnya pendapatan berbagai perusahaan.

Agar bisa tetap kompetitif, perusahaan-perusahaan harus menurunkan harga. Padahal, jika keadaan ini berlangsung terus-menerus maka keuntungan sektor bisnis yang mencakup industri, manufaktur, perdagangan, bahkan perumahan dan jasa akan merosot tajam. Pada akhirnya, mereka juga bisa mengalami kerugian.

Dalam keadaan normal, keuntungan sektor bisnis memang bisa turun, tetapi akan mengalami recovery. Berbeda halnya dalam perekonomian yang sedang mengalami deflasi. Pemulihan takkan terjadi meskipun mereka melakukan efisiensi dalam produksi atau mengurangi biaya belanja material yang harganya terus turun. Mereka akan mengalami kerugian besar bila keadaan deflasi terus berlangsung, hingga harus menghentikan aktivitasnya.

2. Pengurangan gaji dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sebagai akibat dari poin pertama, banyak perusahaan yang akan mengurangi pengeluaran dengan berbagai cara. Diantaranya: menghentikan sebagian usaha, mengurangi gaji para karyawan, merumahkan sementara karyawan yang dianggap kurang produktif, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja. Dalam laporan ketenagakerjaan nasional, tingkat pengangguran meningkat dan lowongan kerja merosot. Dengan demikian, dampak deflasi ini jauh lebih buruk dari dampak inflasi.

3. Perubahan pola pengeluaran konsumen.

Hubungan antara deflasi dan pengeluaran konsumen relatif agak kompleks dan sulit diperkirakan. Namun, umumnya dalam keadaan deflasi pada mulanya mereka akan memanfaatkan turunnya harga-harga sehingga pengeluaran konsumen naik tajam. Setelah gaji mereka berkurang atau bahkan tidak bekerja lagi akibat dari poin kedua, mereka akan mengurangi pengeluarannya dengan tajam pula, sehingga angka pengeluaran konsumen akan berubah turun tajam.

Penurunan belanja masyarakat, pada gilirannya, makin memperparah kemerosotan pendapatan perusahaan-perusahaan yang telah terjadi pada poin pertama. Sungguh tidak bisa dibayangkan bagaimana akibat jangka panjangnya bila deflasi tidak cepat ditanggulangi. 4. Anjloknya investasi dan harga-harga saham.

Akibat dari poin pertama, para investor tentu akan menahan dananya sambil menunggu peluang pasca deflasi. Karena banyak perusahaan merugi, tentu saja harga sahamnya merosot, dan efek domino ini akan berlangsung dengan cepat hingga indeks harga

(7)

saham negara terkait anjlok. Para investor tentu tidak akan menahan portofolio-nya di saham negara tersebut, mengalihkan modalnya ke aset keuangan atau negara lainnya.

5. Turunnya iklim kredit.

Akibat dari poin pertama dan kedua, para kreditur akan membatasi pinjaman kreditnya atau menahan diri dengan tidak mengambil kredit baru. Banyak perusahaan leasing (properti, mobil, dan lainnya) yang mengalami kesulitan pada saat deflasi akibat banyak peminjam yang default (gagal bayar). Bank telah menurunkan suku bunga pinjaman, tetapi hanya sedikit yang bersedia meminjam.

3.Bagaimana solusi pemerintah menyikapi masalah menurunnya daya masyarakat di era pandemi?

Pemerintah menggelontoorkan berbagai skema bantuan untuk membantu masyarakat selama pandeimi COVID 19. Baantuan yang di kucurkan pemerintah selama pandemi :

1. Bantuan sembako

Bantuan sosial berupa paket sembako di kucurkn sejak awal pandemi covid 19 terjadi di indonesia pada maret. Bantuan ini di berikan bagi warga di DKI jakarta dan wiayah sekitarnya.

2. Bantuan sosial tunai

Sama dengan bantuan sembako, program ini juga di kucurkan sejak awal kassus covid 19 muncul di indonesia. Bedanya batuan tunai ini menyasar warga di luar jabodetabek Program ini memberikan dana sebesar Rp.600.000 kepada masyarakat selama 3 bulan yakni april, mei, dan juni.

3. BLT dana desa

Pemerintah juga mengalihkan sebagian anggaran dana desa untuk BLT ini emi mengahadapi dampak ekonomi pandemi. Perbulannya masing-masing keluarga penerima manfaat (KPM) akan mendapatkan bantuan sebesar Rp.600.000

4. Listrik gratis

Pemerintah juga memberikan insentif tarif listrik pelanggan yang terdampak pandemi covid 19. Insentif ini berupa pembebasan tagihan, diskon listrik, penghapiusan biaya minimum dan pengahapusan abonemen

5. Kartu Pra keja

Kartu pra kerja di rilis pemerintah untuk membantu karyawan yang terkena PHK dan pengangguran. Peserta dari program ini akan mendapatkan bantuan inentif untuk pelatihan kerja sebesar Rp. 1 juta per bulannya.

6. Subsidi gaji karyawan

Baru-baru ini pemerintah memutuskanmengucurkan bantuan subsidi gaji bagi karyawan swasta.karyawan yang mendapat subsidi ini yang terdaftar di BPJS ketenagakerjaan denagn gaji di bawah 5 juta

7. BLT usaha kecil

Pemerintah mengucurkan bantuan para usaha mikro kecil berupa dana hibah atau bantuan langung tunai (BLT). Skemanya yakni kucuran bantuan modal usaha Rp.2,4 juta yang di transfer lewat rekening.

4.Bagaimana daya beli masyarakat yang menurun terhadap UMKM?

Covid 19 membawa pengaruh yang sangat besar terhadap segala aspek kehidupan, dan segala bidang yang ada di suatu negara , indonesia menjadi salah satunya negara yang

(8)

terdampak covid 19. Dampak yang sangat di rasakan oleh suatu negara yaitu dalam bidang ekonomi yang kemudian mempengaruhi pendapatan negara. Dampak covid 19 selain mempengaruhi usaha mikro yang banyak tersebar di indonesia Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di indonesia memberikan pengaruh yang cukup besar, sehingga dampak negatif yang di rasakan

Pandemi ini menyebabkan turunnya kinerja dari sisi permintaan yaitu konsumsi dan daya beli yang UMKM indonesia dalam menanggapi dampak covid 19 memperkirakan bahwa omset UMKM pada sektor non kuliner turun hingga 30-35%. Hali ini di sebabkan akibat penjualan produk yang mengandalkan pertemuan atau tatap muka antara penjual dan pembeli secara fisik sehingga Covid 19 ini mempengaruhi kegiatan aktivitas jual beli.

5. Bagaimana langkah kebijakan pemerintah dalam hal daya beli masyarakat yang menurun terhadap UMKM di era pandemi?

Situasi pandemi COVID-19 memberikan tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah untuk menjaga eksistensi UMKM. Tantangan diartikan, perlu adanya solusi jangka pendek untuk membantu UMKM dan pekerja yang tergabung didalamnya. Peluang diartikan, solusi jangka pendek perlu dilanjutkan dengan solusi jangka panjang apalagi jika dikaitkan dengan era industri 4.0 yang mensyaratkan ketersediaan teknologi digital untuk mendukung aktivitas ekonomi.

Ada beberapa solusi jangka pendek untuk tetap menjaga eksistensi UMKM. Menurut OECD, beberapa solusi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan yakni: protokol kesehatan ketat dalam menjalankan aktivitas ekonomi oleh UMKM, penundaan pembayaran hutang atau kredit untuk menjaga likuiditas keuangan UMKM, bantuan keuangan bagi UMKM, dan kebijakan struktural.

Pertama, protokol kesehatan yang ketat dapat diterapkan ketika pemerintah memberikan izin bagi UMKM untuk menjalankan aktivitasnya. Kewajiban penggunaan masker, sarung tangan, dan jarak aman antar pekerja dapat dijadikan persyaratan bagi UMKM untuk terus menjalankan aktivitasnya. Tentu perlu ada kerjasama dari pelaku UMKM dan pengawasan yang ketat dari instansi yang berwenang agar protokol kesehatan ini dapat berjalan dengan baik. Dalam konteks ini, pemerintah dapat melibatkan aparatur sipil pada kantor desa bekerjasama dengan bintara pembina desa (Babinsa/TNI) dan bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (Babinkamtibmas/polisi) dalam pengawasan implementasi protokol kesehatan bagi UMKM yang diizinkan menjalankan aktivitasnya.

Kedua, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kelonggaran pembayaran cicilan hutang atau kredit bagi UMKM atau bahkan menunda proses pembayaran tersebut sampai enam bulan kedepan dengan mempertimbangkan likuiditas keuangan UMKM. Termasuk juga menyederhanakan proses administrasi mendapatkan pinjaman di tengah situasi darurat ini. Hal ini dapat dilakukan agar supaya para pelaku UMKM termasuk para pekerja tetap dapat menjaga tingkat konsumsi dan daya belinya sekaligus mendukung berjalannya roda perekonomian nasional.

Ketiga, bantuan keuangan kepada para pelaku UMKM. Pemerintah Indonesia telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dari total anggaran Rp. 405,1 triliun mengatasi pandemi Covid-19 melalui APBN 2020. Pendistribusian anggaran tersebut harus transparan, jelas, dan tepat

(9)

sasaran agar eksistensi UMKM dan aktivitas perekonomian riil tetap terjaga. Selain anggaran yang telah ditetapkan, pemerintah juga dapat mendorong sektor perbankan baik bank milik pemerintah ataupun bank swasta untuk dapat memberikan pinjaman lunak kepada para pelaku UMKM tentu dengan mekanisme ketat siapa saja yang berhak mendapatkan pinjaman dengan suku bunga lunak ini. Jangan sampai pinjaman ini disalahgunakan dan akhirnya malah merugikan kinerja bank pemberi pinjaman.

Terkait bantuan kepada UMKM, dua lembaga pemerintah yang berurusan langsung dengan UMKM yakni Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah merancang beberapa strategi untuk membantu UMKM.

KemenkopUKM telah memberikan setidaknya tiga stimulus bagi UMKM di masa pandemi ini guna menjaga keberlangsungan aktivitas UMKM, yakni: kelonggaran pembayaran

pinjaman, keringanan pajak UMKM enam bulan, dan transfer tunai untuk bisnis skala mikro. Sementara Kementerian Perindustrian merencanakan untuk: memberikan pinjaman dengan bunga rendah (lebih rendah dari tingkat suku bunga untuk usaha mikro) kepada usaha kecil dan menengah (UKM), menghubungkan para pelaku UKM dengan toko-toko teknologi daring untuk membantu pemasaran dan penjualan produk-produk UKM seperti Tokopedia, Shopee, dan Blibli, melakukan kerjasama dengan industri lokal penyedia bahan baku mentah untuk keperluan produksi UKM, dan melakukan kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri dan Atase Industri di luar negeri untuk terus melakukan proses negosiasi perdagangan untuk melanjutkan aktivitas ekspor produk-produk yang dihasilkan oleh UKM Indonesia.

Keempat, kebijakan struktural untuk kepentingan jangka panjang. Kebijakan ini tidak saja digunakan untuk menghadapi pandemi COVID-19 tapi juga era Industri 4.0 kedepannya. Kebijakan ini meliputi kebijakan-kebijakan jangka pendek bagi UMKM yakni pengenalan teknologi digital dan pelatihan bagi para pelaku dan pekerja UMKM serta kebijakan panjang bagi UMKM untuk beradaptasi dengan penggunaan teknologi untuk proses produksi, penggunaan media teknologi digital untuk mempromosikan produk UMKM, dan menemukan pasar potensial bagi produk yang dihasilkan. Dalam jangka pendek, perlu adanya pendampingan bagi para pelaku UMKM untuk dapat memanfaatkan media e-commerce (belanja daring) untuk menjual produk-produk mereka. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2018 baru 3,79 juta UMKM (atau sekitar 8 persen) yang memanfaatkan platform online untuk memasarkan produknya. Tentu situasi seperti ini dapat menjadi salah satu jalan keluar untuk meningkatkan jumlah UMKM yang memanfaatkan

platform online tadi. Kemudian, kebijakan jangka pendek tadi dilanjutkan dengan kebijakan

jangka panjang. Pemerintah dapat memulainya dengan membuat peta jalan pengembangan UMKM dalam menghadapi era Industri 4.0 mulai dari pelatihan ulang (re - training) para pekerja UMKM guna beradaptasi dengan penggunaan teknologi produksi baru dan teknologi digital, pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan program internet masuk desa, pelibatan dunia akademisi dan usaha besar dalam pendampingan pengenalan dan penggunaan teknologi produksi dan media digital, serta menghidupkan kembali program kemitraan usaha besar dan UMKM. Kebijakan struktural inidilakukan untuk mendukung penguatan UMKM sekaligus mendukung pengembangan UMKM di era Industri 4.0.

(10)

Cara lain yang dapat dilakukan untuk membantu UMKM bertahan dalam situasi pandemi ini adalah dengan memanfaatkan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang dimiliki oleh perusahaan swasta dan badan usaha-badan usaha milik negara (BUMN). Pemerintah perlu mengeluarkan instruksi dan pedoman untuk seluruh BUMN agar mengalihkan dana TJSL yang ada untuk membantu secara langsung UMKM-UMKM yang terdampak pandemi COVID-19. BUMN pun dapat melibatkan UMKM dalam proses produksi produk-produk yang bisa diisi oleh para pekerja UMKM. Misalnya, BUMN yang bergerak dalam produksi farmasi dan alat perlindungan diri (APD) seperti masker dan pakaian medis dapat melibatkan para pekerja UMKM yang bergerak dalam bidang usaha produksi pakaian untuk memproduksi dalam skala besar kebutuhan APD. Melihat potensi pasar mengenai kebutuhan APD baik untuk kebutuhan domestik maupun internasional, peluang ini dapat dimanfaatkan sekaligus memberi rasa aman ancaman pemutusan hubungan kerja atau penutupan produksi yang dialami UMKM dalam jangka pendek. Untuk perusahaan swasta, dana TJSL juga bisa dialihkan untuk membantu UMKM yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Bentuk bantuan bisa dalam bentuk bantuan langsung seperti pemberian paket sembako atau pembelian produk-produk UMKM untuk kemudian disalurkan ke tempat lain. Tindakan seperti ini setidaknya dalam jangka pendek mampu memberikan rasa aman para pelaku UMKM.

(11)

Abrar, Thea Fatanah. “Jangan Kaget, Ini Prediksi Sri Mulyani Soal Ekonomi RI.” CNBC Indonesia. diakses 22 April 2020. https://www.cnbcindonesia.com/market/ 20200419092613-17-152924/jangan-kaget-ini-prediksi-sri-mulyani-soal- ekonomi-ri Santoso, Yusuf Imam. “Menghitung dampak Covid-19 terhadap dunia usaha hingga

UMKM.” Kontan.co.id. Diakses 22 April 2020.

https://nasional.kontan.co.id/news/meng hitung-dampak-covid-19-terhadap- dunia-usaha-hingga-umkm?page=all.

Hakim, Rakhmat Nur. “Jokowi Gelontorkan Rp 405,1 Triliun untuk Atasi Covid-19, Ini

Rinciannya.” Kompas. Diakses 22 April 2020.

https://nasional.kompas.com/read/2020/ 03/31/18253871/jokowi-gelontorkan-rp-Ihsanuddin. (n.d.). 9 Kebijakan Ekonomi Jokowi d i Tengah Pandemi COVID-19:

Penangguhan Cicilan hingga Relaksasi Pajak. Retrieved from Kompas.com:

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/26/07412441/9-kebijakan-ekonomi-jokowi-di-tengah-pandemi-covid-19-penangguhan-cicilan?page=3.

Referensi

Dokumen terkait

Covid-19 sangat berdampak pada sektor ekonomi masyarakat, terutama pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mengalami krisis ekonomi. Hal ini dilihat dari daya

Turunnya daya beli masyarakat terhadap kepiting ini dikarenakan faktor perekonomian yang sedang melanda pandemi virus corona saat ini, seperti yang telah dijelaskan

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini begitu mengkhawatirkan akibat dari pandemi Covid-19 dengan melemahnya nilai tukar rupiah, disisi lain daya beli masyarakat menurun, sebagai

Kondisi saat ini dimana Indonesia sebagai negara yang memiliki bonus demografi yang seharusnya sedang dalam kondisi membangun sebuah kekuatan ekonomi yang sangat besar harus

Kedua, pendekatan sistem ekonomi, yaitu demokrasi ekonomi atau sistem pembangunan yang demokratis, disebut pembangunan partisipatif (participatory Development).Berdasarkan pengertian

Jadi, ketika Anda menaikkan harga di produk yang tidak elastis, konsumen akan tetap membeli produk Anda dan disanalah Anda dapat mengambil keuntungan lebih karena kerugian

Ada beberapa pengertian perilaku konsumen yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah menurut Mangkunegara (2002) : “Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang

Untuk menganalisis tingkat daya saing ekspor karet Indonesia, Malaysia. dan Thailand di pasar