KAJIAN KINETIKA DEKOMPOSISI PADA PROSES PENGOMPOSAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) MENGGUNAKAN PUPUK CAIR
ORGANIK AKTIF (PCOA) SEBAGAI CO- COMPOSTING
SKRIPSI
Oleh:
M. SYAFRIZAL 150405025
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
AGUSTUS 2019
KAJIAN KINETIKA DEKOMPOSISI PADA PROSES PENGOMPOSAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) MENGGUNAKAN PUPUK CAIR
ORGANIK AKTIF (PCOA) SEBAGAI CO- COMPOSTING
SKRIPSI
Oleh:
M. SYAFRIZAL 150405025
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
AGUSTUS 2019
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas limpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Kajian Kinetika Dekomposisi pada Proses Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) menggunakan Pupuk Cair Organik Aktif (PCOA) sebagai Co-Composting”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan limbah TKKS yang memiliki potensi sebagai bahan baku dalam pembuatan kompos dan mengkaji kinetika dari dekomposisi TKKS tersebut berdasarkan fungsi ukuran potongan TKKS dan frekuensi pembalikan komposter.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Eng. Irvan, M.Si. selaku Dosen Pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis pada penyusunan dan penulisan skripsi ini, serta memfasilitasi penulis dalam kegiatan Short Research di Universiti Kebangsaan Malaysia.
2. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.Si. selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan Dosen yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penyusunan dan penulisan skripsi ini, serta memfasilitasi penulis dalam kegiatan Short Research di Universiti Kebangsaan Malaysia.
3. Ibu Maya Sarah S.T., M..T., Ph.D., IPM. selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Erni Misran, S.T., M.T. selaku Sekretaris Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Dosen Penguji I, dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam hal perkuliahan.
5. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si., IPM. selaku Kepala Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
6. Prof. Ir. Dr. Mohd. Sobri Takriff selaku Co-Chairholder UKM-YSD Chair for Sustainable Development : Zero Waste Technology, Fakultas Kejuruteraan dan Alam Bina, Universiti Kebangsaan Malaysia yang telah memfasilitasi penulis dalam kegiatan Short Research di Universiti Kebangsaan Malaysia.
7. Irvan Pranatha Sijabat selaku partner penelitian yang telah membantu pengerjaan dan mendukung dalam memberikan pertimbangan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Saudara-saudara, Kak Bibi Sidratul Muntaha, Bang Muhamad Nizar, dan Kak Yayuk Herlina serta keponakan Putri Fatiyah Azzura dan Muhammad Rizky Nazar yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
9. Rekan-rekan seperjuangan di RK SITATA FAMILY FOUNDATION, Teja, Azzam, Tito, Fadhlan, Dhoni, Iqbal, Raja, Iqra, Eldhien, Delfa, Anwar, dan Faisal yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
10. Rekan-rekan seperjuangan di Ekologi Squad, Azka, Irvan, Desi, Teja, Azzam, Iqbal, Raja, Bang Jul, Bang Rivaldi, Pak Eka, Bang Haikel, Bang Arbie, Bang Tama, Bang Andry, Bang Immanuel, Bang Surya, Bang Anshori, Bang Agung, Kak Eka, dan Kak Dewi yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
11. Rekan-rekan seperjuangan di Laboratorium Penelitian, Bang Fikri, Bang Ardian, Kak Ghendis, Bang Arif, Tito, Fira, Fitri, Ricka, Mawaddah, Mita, Cahaya, Trisna, Rizky, Gita, Eldhien, Putri Herfayati, Nisti, Ama, dan Zahrul
yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
12. Rekan-rekan TRP Rajin Pangkal Tamat, Mawaddah, Mita, dan Reni yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
13. Rekan-rekan Kerja Praktek di PT. Pupuk Iskandar Muda, Teja, Putri Diah, Fitri, Tita, Delfa, Mawaddah, Mita, Raja, dan Iqbal yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
14. Seluruh Dosen di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membagikan ilmu kepada penulis selama perkuliahan.
15. Seluruh Pegawai di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Kak Sri, Bang Erik, Bang Rahmat, Pak Rukiono, Pak Darsono, Bu Deli, dan Kak Wiwi yang telah membantu penulis dalam hal administrasi selama perkuliahan.
16. Rekan-rekan seperjuangan di Stambuk 2015 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
17. Rekan-rekan seperjuangan di XII IPA 1 yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
18. Adik-adik Stambuk 2016, 2017, dan 2018 yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Agustus 2019 Penulis
M. Syafrizal
DEDIKASI
Skripsi Ini Kupersembahkan Untuk Orang-Orang Yang Kucintai :
Bapak dan Mamak
(Alm.) Ahmad Dani & Dahniar Sari
Saudara-Saudara
(Alm.) Niken, Bibi Sidratul Muntaha, Muhamad Nizar, Yayuk Herlina
Papa
(Alm.) Ahmad Yandi
Terimakasih
Atas 21 Tahun Lebih Kalian Memberikan Cinta, Kasih Sayang, Dan Segalanya Demi Menjadikanku Anak, Adik,
Dan Manusia Yang Berguna.
Semoga Allah Swt. Memberikan Ridho-Nya Kepada Kita Semua Dan Menempatkan Dan Mengumpulkan Kita Di
Jannah-Nya.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : M. Syafrizal NIM : 150405025
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/12 November 1997 Nama Orang Tua : (Alm.) Ahmad Dani dan Dahniar Sari Alamat Orang Tua :
Dusun VI Lau Mulgap, Selesai, Langkat, Sumatera Utara Asal Sekolah :
TK Amal Saleh Medan, 2002-2003
MI Swasta Amal Saleh Medan, 2003-2007
SD Negeri 050591 Padang Cermin, 2007-2009
MTs Swasta Nurul Furqoon Binjai, 2009-2012
MA Negeri 1 Medan, 2012-2015 Beasiswa yang Pernah Diperoleh :
1. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA)
2. Beasiswa Yayasan Van Deventeer Maas Indonesia (YVDMI) Pengalaman Organisasi/Kerja :
1. Covalen Study Group (CSG) Teknik Kimia USU Periode 2017-2018 sebagai Kepala Bidang Pendidikan Akademik dan Literatur.
2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) Fakultas Teknik USU Periode 2018-2019 sebagai Staf Bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni.
3. Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia USU Periode 2017-2019 sebagai Asisten Laboratorium.
4. Laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia USU Periode 2018-2019 sebagai Asisten Laboratorium.
5. Kerja Praktek di PT. Pupuk Iskandar Muda, Lhokseumawe, Aceh Utara Periode 1-31 Desember 2018.
6. Short Research Project di UKM-YSD Chair for Sustainable Development : Zero Waste Technology, Fakultas Kejuruteraan dan Alam Bina, Universiti Kebangsaan Malaysia.
KAJIAN KINETIKA DEKOMPOSISI PADA PROSES PENGOMPOSAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) MENGGUNAKAN PUPUK CAIR ORGANIK AKTIF
(PCOA) SEBAGAI CO-COMPOSTING
ABSTRAK
Pemodelan secara matematis kinetika dekomposisi telah diimplementasikan dan dikembangkan untuk meningkatkan pemahaman tentang proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan bantuan pupuk cair organik aktif (PCOA). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan konstanta laju dekomposisi pada TKKS dengan bantuan PCOA fungsi ukuran potongan TKKS dan frekuensi pembalikan komposter dan mendapatkan kualitas kompos terbaik dari percobaan yang dilakukan. Proses pengomposan dilakukan dengan memasukkan TKKS pada komposter dan ditambahkan PCOA hingga mencapai nilai moisture content optimum 55-65%. Selama pengomposan moisture content dijaga pada kondisi optimum dengan menambahkan PCOA. Variasi ukuran potongan TKKS adalah 1- 3, 3-5, dan 5-7 cm sedangkan variasi frekuensi pembalikan komposter adalah 1, 3, dan 5 hari. Parameter yang dianalisa adalah suhu, moisture content, pH, volatile suspended solids, organic matter, electric conductivity, Water Holding Capacity, dan unsur hara makro dan mikro pada kompos. Organic matter dijadikan sebagai parameter kinetika dekomposisi menggunakan persamaan kinetika orde kedua.
Konstanta laju dekomposisi fungsi ukuran potongan TKKS dan frekuensi pembalikan komposter berasal dari konstanta laju dekomposisi fungsi waktu.
Hasil dari penelitian adalah persamaan konstanta laju dekomposisi fungsi ukuran potongan TKKS dan frekuensi pembalikan komposter yang diperoleh k = (-2x10-
6C2 + 10-5C + 3x10-7) . (4x10-6F2 + 2x10-5F + 3x10-5). Kualitas kompos terbaik diperoleh pada komposter VI dengan variasi ukuran potongan TKKS 3-5 cm dan frekuensi pembalikan 5 hari sekali adalah suhu 27 °C; moisture content 55,29%;
pH 7,5; volatile suspended solids 206.720 mg/L; organic matter 93,72%; electric conductivity 5,24 dS/m; water holding capacity 71% ; dan -rA 2,33x10-10 /hari.
Kata kunci : tandan kosong kelapa sawit, pupuk cair organik aktif, konstanta laju dekomposisi, ukuran potongan TKKS, frekuensi pembalikan komposter
THE KINETIC STUDY OF DECOMPOSITION ON COMPOSTING PROCESS OF OIL PALM EMPTY FRUIT BUNCHES (OPEFB) USING ACTIVATED LIQUID ORGANIC
FERTILIZER (ALOF) AS CO-COMPOSTING
ABSTRACT
The mathematical modelling of decomposition kinetics has been implemented and developed to improve the understanding of the composting process of oil palm empty fruit bunches (OPEFB) with the help of activated organic liquid fertilizer (ALOF). This study aims to find the constant of decomposition rate in OPEFB with the help of ALOF as the function of OPEFB pieces size and turning frequency of composter to get the best quality of compost from the experiments has been done. The composting process is carried out by putting OPEFB in the composter and adding ALOF to achieve an optimum value of moisture content value which is 55-65%. During composting, moisture content was kept at the optimum conditions by adding ALOF. The variation of OPEFB chips size are 1-3, 3-5, and 5-7 cm while the variation of turning frequency of composter are 1, 3, and 5 days. The parameters that were analyzed were temperature, moisture content, pH, volatile suspended solids, organic matter, electrical conductivity, water holding capacity, and macro and micro nutrients in the compost. Organic matter was used as a decomposition kinetics parameter by using the second order kinetics. The constant of decomposition rate of OPEFB chips size function and turning frequency of composter are derived from the constant of decomposition rate as function of time. The results of the study are equation constant of decomposition rate as functions of OPEFB chips size and turning frequency of composter were obtained k = (-2x10-6C2 + 10-5C + 3x10-7). (4x10-6F2 + 2x10-5F + 3x10-5). The best quality of compost is composter VI with variation of OPEFB chips size is 3-5 cm and turning frequency is once in 5 days, where the temperature is 27 °C; moisture content 61.26%; pH 7.5; volatile suspended solids 206,720 mg/L; organic matter 93.72%; electrical conductivity 5.24 dS/m; water holding capacity 71%; and 2.33x10-10 /day.
Kata kunci : oil palm empty fruit bunches, activated liquid organic fertilizer, constant of decomposition rate, OPEFB pieces size, turning frequency of composter
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI ii
LEMBAR BUKTI SEMINAR HASIL PENELITIAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS viii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR LAMPIRAN xviii
DAFTAR SINGKATAN xxi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 5
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 PERKEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI
INDONESIA 7
2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) 8
2.3 KOMPOS 9
2.4 PROSES PENGOMPOSAN 9
2.5 METODE PENGOMPOSAN 11
2.5.1 Windrow 11
2.5.2 Aerated Static Pile 12
2.5.3 In-Vessel 13
2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PROSES
PENGOMPOSAN 16
2.6.1 Nutrisi 17
2.6.2 Rasio C/N 17
2.6.3 Ukuran Partikel 18
2.6.4 Temperatur 18
2.6.5 PH 19
2.6.6 Moisture Content 19
2.6.7 Penambahan Air, Mikroorganisme, dan Pencampuran
Bahan Lain 20
2.6.8 Pengadukan 20
2.6.9 Kerusakan Padatan Menguap 20
2.6.10 Kandungan Senyawa Toksik 21
2.7 PUPUK CAIR ORGANIK AKTIF (PCOA) DARI LIMBAH
CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) 21
2.8 STANDAR KUALITAS KOMPOS DI INDONESIA 22 2.9 PEMODELAN SECARA MATEMATIS KINETIKA
DEKOMPOSISI PADA PROSES PENGOMPOSAN 24
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 26
3.1 LOKASI PENELITIAN 26
3.2 BAHAN PENELITIAN 26
3.2.1 Bahan Utama 26
` 3.2.2 Bahan Analisa 26
3.3 PERALATAN PENELITIAN 26
3.3.1 Peralatan Utama 26
` 3.3.2 Peralatan Analisa 27
3.4 ALAT KOMPOSTER 27
3.5 DESKRIPSI PROSES 28
3.5.1 Deskripsi Proses Pengomposan 28
` 3.5.2 Deskripsi Penentuan Konstanta Laju Dekomposisi
pada Proses Pengomposan 30
3.6 KUMPULAN DATA 31
3.7 PELAKSANAAN PENELITIAN 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33
4.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 33
4.2 ANALISIS KOMPOS HASIL DARI PENGOMPOSAN
TKKS DENGAN CO-COMPOSTING PCOA 34
4.2.1 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Suhu 34 4.2.2 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Moisture Content 36 4.2.3 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan pH 37 4.2.4 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Volatile
Suspended Solids 39
4.2.5 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Organic Matter 40 4.2.6 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Electric
Conductivity 41
4.2.7 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Water Holding
Capacity 43
4.2.8 Pengaruh Frekuensi Pembalikan Komposter terhadap
Jumlah PCOA yang Ditambahkan 44
4.3 ANALISIS KINETIKA LAJU DEKOMPOSISI PADA PROSES PENGOMPOSAN TKKS DENGAN
CO-COMPOSTING PCOA 46
4.3.1 Penentuan Konstanta Laju Dekomposisi Fungsi Waktu 46 4.3.2 Penentuan Konstanta Laju Dekomposisi Fungsi Ukuran
Potongan TKKS dan Frekuensi Pembalikan Komposter 49
4.4 KUALITAS KOMPOS 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 56
5.1 KESIMPULAN 56
5.2 SARAN 56
DAFTAR PUSTAKA 57
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Perubahan Suhu dan Pertumbuhan Mikroba Selama Proses
Pengomposan 10
Gambar 2.2 Pengomposan dengan Metode Windrow 12
Gambar 2.3 Pengomposan dengan Metode Aeratic Static Pile 13 Gambar 2.4 Pengomposan dengan Teknik Rectangular Agitated Bed 14 Gambar 2.5 Pengomposan dengan Teknik (a) Silo (b) Rotary Drum 14 Gambar 3.1 Komposter Keranjang (a) Bagian Luar (b) Bagian Dalam 27
Gambar 3.2 Flowchart Proses Pengomposan 29
Gambar 3.3 Flowchart Penentuan Konstanta Laju Dekomposisi pada
Proses Pengomposan 30
Gambar 4.1 Profil Suhu Pengomposan TKKS pada (a) Pagi Hari ;
(b) Sore Hari 35
Gambar 4.2 Profil Moisture Content Pengomposan TKKS 36
Gambar 4.3 Profil pH Pengomposan TKKS 38
Gambar 4.4 Profil Volatile Suspended Solids Pengomposan TKKS 39 Gambar 4.5 Profil Organic Matter Pengomposan TKKS 41 Gambar 4.6 Perubahan Nilai Electric Conductivity pada Pengomposan
TKKS 42
Gambar 4.7 Perubahan Nilai Water Holding Capacity pada Pengomposan
TKKS 43
Gambar 4.8 Pengaruh Frekuensi Pembalikan Komposter terhadap Total
Penambahan PCOA pada Proses Pengomposan TKKS 45
Gambar 4.9 Profil Kinetika Orde Pertama 47
Gambar 4.10 Tren Konstanta Laju Dekomposisi Fungsi Ukuran Potongan
TKKS 51
Gambar 4.11 Tren Konstanta Laju Dekomposisi Fungsi Frekuensi Pembalikan
Komposter 51
Gambar L4.1 Pengambilan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Dolok Masihul PT. Toba Hijau Sinergi 92
Gambar L4.2 Potongan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 92
Gambar L4.3 Pengukuran Suhu Kompos 93
Gambar L4.4 Analisa Moisture Content 93
Gambar L4.5 Pengukuran pH Kompos 93
Gambar L4.6 Analisa Organic Matter Kompos 94
Gambar L4.7 Pengukuran Electric Conductivity Kompos 94 Gambar L4.8 Analisa Water Holding Capacity Kompos 94
Gambar L4.9 Hasil Kompos 95
Gambar L4.10 Fenomena Pada Proses Pengomposan (a) Tumbuhnya Jamur ;
(b) Munculnya Ulat 95
Gambar L5.1 Hasil Uji Unsur Hara Makro dan Mikro pada Kompos 96
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu tentang Pemodelan Kinetika Dekomposisi
pada Proses Pengomposan 3
Tabel 2.1 Data Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit, Produksi CPO
dan Limbah yang Dihasilkan di Indonesia 7 Tabel 2.2 Perbandingan Beberapa Metode Pengomposan 15 Tabel 2.3 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Aktif 22 Tabel 2.4 Data PCOA Effluent Biogas dari Pengolahan LCPKS
LP3M-Biogas USU 22
Tabel 2.5 Baku Mutu Kualitas Kompos di Indonesia 23 Tabel 3.1 Variabel Percobaan Proses Pengomposan 28 Tabel 3.2 Metode Analisa pada Proses Pengomposan TKKS 31 Tabel 4.1 Karakteristik TKKS PKS PT. Tunas Harapan Sawit Dolok
Masihul 33
Tabel 4.2 Hasil Analisa Karakteristik PCOA 33
Tabel 4.3 Konstanta Laju Dekomposisi Fungsi Ukuran Potongan TKKS 49 Tabel 4.4 Konstanta Laju Dekomposisi Fungsi Frekuensi Pembalikan
Komposter 50
Tabel 4.5 Nilai Laju Reaksi pada Berbagai Komposter 52 Tabel 4.6 Perbandingan Kualitas Kompos dengan Standar 54
Tabel 4.7 Kualitas Kompos pada Komposter V 55
Tabel L3.1 Karakteristik TKKS PKS PT. Tunas Harapan Sawit Dolok
Masihul 73
Tabel L3.2 Hasil Analisa Karakteristik PCOA 73
Tabel L3.3 Data Hasil Analisa Suhu dalam (°C) 74
Tabel L3.4 Data Hasil Analisa Moisture Content dalam (%) 77
Tabel L3.5 Data Hasil Analisa pH 79
Tabel L3.6 Data Hasil Analisa Volatile Suspended Solids dalam (mg/L) 81 Tabel L3.7 Data Hasil Analisa Organic Matter dalam (%) 84 Tabel L3.8 Data Hasil Analisa Electric Conductivity dalam (dS/m) 87
Tabel L3.9 Data Hasil Analisa Water Holding Capacity dalam (%) 87 Tabel L3.10 Data Hasil Analisis Kinetika Reaksi Orde Pertama 88 Tabel L3.11 Data Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2) dan Konstanta
Laju Dekomposisi Menggunakan Persamaan Kinetika Orde
Pertama 91
Tabel L3.12 Data Hasil Perhitungan Konstanta Laju Dekomposisi Rata-rata
pada Variasi Ukuran Potongan TKKS 91
Tabel L3.13 Data Hasil Perhitungan Konstanta Laju Dekomposisi Rata-rata pada Variasi Frekuensi Pembalikan Komposter 91
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 PROSEDUR ANALISA 66
L1.1 ANALISA SUHU 66
L1.2 ANALISA MOISTURE CONTENT 66
L1.3 ANALISA PH 67
L1.4 ANALISA VOLATILE SUSPENDED SOLIDS 67
L1.5 ANALISA ORGANIC MATTER 68
L1.6 ANALISA ELECTRIC CONDUCTIVITY 69
L1.7 ANALISA WATER HOLDING CAPACITY 69
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 70
L2.1 PERHITUNGAN ANALISA MOISTURE CONTENT 70 L2.2 PERHITUNGAN ANALISA VOLATILE
SUSPENDED SOLIDS 71
L2.3 PERHITUNGAN ANALISA ORGANIC MATTER 71 L2.4 PERHITUNGAN ANALISA ELECTRIC
CONDUCTIVITY 71
L2.5 PERHITUNGAN ANALISA WATER HOLDING
CAPACITY 72
LAMPIRAN 3 DATA HASIL PENELITIAN 73
L3.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 73
L3.1.1 Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) 73
L3.2.1 Karakteristik Pupuk Cair Organik Aktif
(PCOA) 73
L3.2 DATA HASIL ANALISA SUHU 74
L3.3 DATA HASIL ANALISA MOISTURE CONTENT 77
L3.4 DATA HASIL ANALISA PH 79
L3.5 DATA HASIL ANALISA VOLATILE SUSPENDED
SOLIDS 81
L3.6 DATA HASIL ANALISA ORGANIC MATTER 84
L3.7 DATA HASIL ANALISA ELECTRIC
CONDUCTIVITY 87
L3.8 DATA HASIL ANALISA WATER HOLDING
CAPACITY 87
L3.9 DATA HASIL ANALISIS KINETIKA REAKSI
ORDE PERTAMA 88
L3.10 DATA HASIL ANALISIS KOEFISIEN
DETERMINASI (R2) DAN KONSTANTA LAJU DEKOMPOSISI MENGGUNAKAN
PERSAMAAN KINETIKA ORDE PERTAMA 91 L3.11 DATA HASIL PERHITUNGAN KONSTANTA
LAJU DEKOMPOSISI RATA-RATA PADA
VARIASI UKURAN POTONGAN TKKS 91
L3.12 DATA HASIL PERHITUNGAN KONSTANTA LAJU DEKOMPOSISI RATA-RATA PADA VARIASI FREKUENSI PEMBALIKAN
KOMPOSTER 91
LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI 98
L4.1 PENGAMBILAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) DOLOK MASIHUL PT. TOBA HIJAU
SINERGI 92
L4.2 POTONGAN TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT (TKKS) 92
L4.3 PENGUKURAN SUHU KOMPOS 93
L4.4 ANALISA MOISTURE CONTENT KOMPOS 93
L4.5 PENGUKURAN PH KOMPOS 93
L4.6 ANALISA ORGANIC MATTER KOMPOS 94
L4.7 PENGUKURAN ELECTRIC CONDUCTIVITY
KOMPOS 94
L4.8 ANALISA WATER HOLDING CAPACITY
KOMPOS 94
L4.9 HASIL KOMPOS 95 L4.10 FENOMENA PADA PROSES PENGOMPOSAN 95
LAMPIRAN 5 HASIL UJI LABORATORIUM 96
L5.1 HASIL UJI UNSUR HARA MAKRO DAN
MIKRO PADA KOMPOS 96
DAFTAR SINGKATAN
TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit
PCOA Pupuk Cair Organik Aktif
pH Power of Hydrogen
TBS Tandan Buah Segar
BOD Biological Oxygen Demand
COD Chemical Oxygen Demand
CBKS Cangkang Biji Kelapa Sawit
PKS Pabrik Kelapa Sawit
LCPKS Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
CPO Crude Palm Oil
POMS Palm Oil Mill Sludge
PKC Palm Kernel Cake
WHC Water Holding Capacity
SNI Standar Nasional Indonesia VSS Volatile Suspended Solids
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia (World Growth, 2011). Pada periode 2018/2019 ini diperkirakan produksi minyak sawit mencapai angka 40,5 juta ton dan areal lahan sekitar 11,3 juta hektar (McDonald and Arif, 2018).
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia merupakan penyumbang ekonomi yang penting. Pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit pada pabrik kelapa sawit akan menghasilkan limbah cair sekitar 0,6 hingga 0,87 m3/ton minyak sawit yang diproduksi dengan kadar Biological Oxygen Demand (BOD) 20.000-25.000 mg/L, Chemical Oxygen Demand (COD) 40.000-50.000 mg/L, dan pH 3,8-4,5 (Trisakti, et al., 2018a). Selain limbah cair, hasil dari pengolahan minyak sawit juga menghasilkan limbah padat seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23%, cangkang biji kelapa sawit (CBKS) 5%, dan mesocarp 12% per ton TBS yang diolah (Trisakti, et al., 2017).
Sebelumnya, TKKS bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk boiler (Olisa and Kotingo, 2014). TKKS juga dapat dibakar pada incinerator namun akan menyebabkan polusi udara (Sudiyani, et al., 2013). Abu hasil pembakaran TKKS dapat digunakan sebagai pupuk, karena kandungan kaliumnya relatif tinggi (Udeotok, 2012). Namun, proses pembakaran ini sekarang dilarang berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 15 tahun 1996 tentang Program Langit Biru, untuk mencegah polusi udara (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996).
TKKS kebanyakan digunakan sebagai mulsa (material penutup tanaman budidaya) dengan meletakkan TKKS di sekitar batang pohon kelapa sawit muda yang berfungsi sebagai pengendali gulma, mencegah erosi, dan menjaga kelembapan tanah. Namun, pendistribusian TKKS ke lapangan membutuhkan biaya transportasi dan tenaga kerja yang tinggi. Selain itu proses pembentukan kompos dari mulsa memerlukan waktu yang lama (Kavitha, et al., 2013).
TKKS dapat dijadikan bahan baku dalam proses pengomposan (Baharuddin, et al., 2010). Pengomposan adalah proses penguraian limbah organik secara biologis dengan bantuan mikroorganisme secara aerobik menjadi zat humus (Harir, et al., 2015). Fungsi utama kompos adalah untuk meningkatkan sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Proses pengomposan dapat dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti nutrisi, rasio C/N, ukuran bahan kompos, suhu, pH, kadar air, dan frekuensi pembalikan (Trisakti, et al., 2017).
Saat ini, kajian tentang kompos telah difokuskan pada degradasi Organic Matter (Kulikowska, 2016). Degradasi organic matter diakibatkan proses aerobik menghasilkan panas, karbon dioksida (CO2), dan air. Degradasi organic matter adalah proses kompleks yang melibatkan variabel substrat heterogen dan kelompok mikroorganisme yang digabungkan dengan reaksi fisika dan biokimia, sehingga proses berjalan dengan sangat rumit. Pemodelan matematis degradasi pengomposan dapat memberikan informasi mengenai pendekatan berpikir secara sistematis dalam memahami proses yang rumit tersebut. Pemodelan tersebut membutuhkan data suhu, kadar air, organic matter, asupan udara, dan ukuran bahan baku yang berpengaruh pada kinetika degradasi substrat (Wang and Ping, 2015).
Beberapa penelitian terdahulu tentang pemodelan kinetika dekomposisi pada proses pengomposan disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu tentang Pemodelan Kinetika Dekomposisi pada Proses Pengomposan
Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil
Vlyssides, et al., 2009
An Integrated Mathematical Model for Co- Composting of Agricultural Solid Wastes With Industrial
Wastewater
Residu kayu olive stone sebagai bahan baku kompos dan limbah cair pengolahan zaitun dijadikan sebagai co-composting dan proses dijalankan sebanyak 6 kg selama 20 hari di dalam komposter semi- batch. Parameter kinetika meliputi komposisi substrat, laju gas buangan, suhu, dan penambahan co-composting
Didapatkan model kinetika konsumsi substrat : 𝑑𝑆𝑤
𝑑𝑡 = − 𝜇𝐵. 𝑓𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡. 𝑘𝐷𝑂𝑓. 𝑓𝑖𝑛. 𝐹. 𝑆𝑤
𝑘𝑆𝐵𝑤. 𝑉𝐿+ 𝐹. 𝑆𝑤. 𝑋𝐵 Dan didapat harga 𝑘ℎ 𝑑𝑏 𝑇=20°𝐶 = 0,00252 𝑑−1
Tweib, et al., 2014
Determination of Kinetics for Co- Composting of Organic Fraction of Municipal Solid Waste with Palm Oil Mill Sludge (POMS)
Limbah padat kota dijadikan sebagai bahan baku kompos dan Palm Oil Mill Sludge dijadikan sebagai co-composting dan proses dijalankan dengan rasio pencampur 1:2 dalam rotator composter.
Parameter kinetika meliputi jumlah mikroorganisme, komposisi substrat, suhu, dan Volatile Solid.
Didapatkan model kinetika laju konsumsi substrat berdasarkan model Michaelis-Menten :
CX*=CX/K1
K1=K1+K2/K1
R=(K2C)1/K1+C
Dan didapat harga konstanta laju dekomposisi Y=87,867 X-0,251
Talib, et al., 2014 Effects of Aeration
Rate On
Degradation
Process of Oil Palm Empty Fruit
Bunch with
Kinetic-Dynamic Modeling
Press-Shredded EFB dijadikan sebagai bahan baku kompos dan kotoran kelinci dijadikan sebagai co-composting dan proses dijalankan dengan rasio pencampur 2:1 dalam komposter batch.
Parameter kinetika meliputi organic matter, suhu, dan laju aerasi.
Didapat model kinetika degradasi OM : 𝑑𝑚𝑂𝑀𝑖
𝑑𝑡 = −𝑟𝑂𝑀𝑖
Dan didapat harga laju degradasi = 0,26 L.min-1. kgOM-1.
Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil
Kulcu and
Yaldiz, 2004
Determination of Aeration Rate and Kinetics of Composting Some Agricultural
Wastes
Sayuran hasil pertanian dijadikan bahan baku kompos dengan perbandingan air:
kompos yaitu 1:10 dalam reaktor selama 21 hari. Parameter kinetika meliputi laju aerasi, suhu, laju CO2, dan OM.
Diberikan 7 model untuk mencari harga k.
Didapat model kinetika degradasi OM : 𝑑(𝑂𝑀)
𝑑𝑡 = −𝑘𝑇. 𝑂𝑀
Dan didapat model persamaan harga k yang terbaik adalah :
𝑘𝑇 =
𝑎 𝑀𝑐
𝑇 − (𝐶. 𝑏). exp ([(𝑇. 𝑐) − (𝑑.𝑀𝑐 𝑇 )]) Manu, et al.,
2016
Drum Composting of Food Waste : A Kinetic Study
Limbah makanan dan limbah pekarangan dijadikan bahan baku kompos dengan rasio 1:1 dalam reaktor drum sebanyak 80 kg selama 60 hari. Parameter kinetika meliputi suhu dan OM.
Didapat model kinetika degradasi OM:
𝑑𝐶
𝑑𝑡 = −𝑘𝐶 Dan model persamaan k :
𝑙𝑛 𝐶
𝐶𝑜 = −𝑘𝑡
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Pada penelitian ini, akan dilakukan pemodelan secara matematis kinetika dekomposisi dalam proses pengomposan TKKS dengan bantuan pupuk cair organik aktif (PCOA) sebagai co-composting. Proses pengomposan biasanya dipengaruhi oleh suhu, moisture content, pH, volatile suspended solids, organic matter, electric conductivity, dan water holding capacity. Dalam penelitian ini, pemodelan kinetika ini merupakan fungsi organic matter (OM) dan konstanta laju dekomposisi merupakan fungsi dari ukuran potongan TKKS dan frekuensi pembalikan komposter.
1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan konstanta laju dekomposisi pada proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan bantuan pupuk cair organik aktif (PCOA) fungsi ukuran potongan TKKS dan frekuensi pembalikan komposter.
2. Mendapatkan kualitas kompos terbaik dari percobaan yang dilakukan.
1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang konstanta laju dekomposisi pada proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan bantuan pupuk cair organik aktif (PCOA) fungsi ukuran potongan TKKS dan frekuensi pembalikan komposter.
2. Memberikan informasi kualitas kompos terbaik.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Pilot Plant Pembangkit Listrik Tenaga Biogas, Pusdiklat LPPM USU, Medan dan Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun ruang lingkup dan batasan dari penelitian ini adalah:
1. Variabel yang ditetapkan pada penelitian ini adalah:
a. Bahan baku : Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Tunas Harapan Sawit, Dolok Masihul, Serdang Bedagai.
b. Co-Composting : Pupuk Cair Organik Aktif (PCOA) hasil pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) dari Pilot Plant Pembangkit Listrik Tenaga Biogas, Pusdiklat LPPM USU, Medan.
c. Suhu operasi : ambient.
d. Moisture content : 55-65 %.
e. Berat bahan baku : 5 kg.
2. Variabel yang divariasikan pada penelitian ini adalah:
a. Frekuensi pembalikan komposter : 1, 3, dan 5 hari.
b. Ukuran potongan TKKS : 1-3, 3-5, dan 5-7 cm.
3. Analisis yang dilakukan meliputi:
a. Analisa suhu kompos pada tiga titik penyamplingan pada pagi dan sore hari (2 x 1 hari) menggunakan metode SNI 06-6989.23.2005 (Standar Nasional Indonesia, 2005).
b. Analisa moisture content kompos pada tiga titik penyamplingan (1 x 1 hari) menggunakan metode SNI 03-1971-1990 (Standar Nasional Indonesia, 1990).
c. Analisa pH kompos (1 x 1 hari) menggunakan metode SNI 03-6787-2002 (Standar Nasional Indonesia, 2002).
d. Analisa volatile suspended solids kompos (1 x 1 hari) menggunakan metode APHA 2540E (American Public Health Association, 1999).
e. Analisa organic matter kompos (1 x 1 hari) menggunakan metode ASTM D-2974-87 (American Society Testing and Materials, 1916).
f. Analisa electric conductivity kompos (1 x 10 hari) menggunakan metode standar C1-A-3 (Department of Sustainable Natural Resources, a).
g. Analisa water holding capacity kompos (1 x 10 hari) menggunakan metode ASTM D7367-07 (American Society Testing and Materials, 2007).
h. Analisa unsur hara makro dan mikro kompos (akhir pengomposan).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERKEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI INDONESIA Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor utama Crude Palm Oil (CPO) yaitu sebesar 70% dan sekitar 87% digunakan untuk industri pangan (Stichnothe and Cecile, 2017). Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri yang paling penting dalam berkontribusi pada perekonomian Indonesia (Trisakti, et al., 2018b). Industri ini juga berkontribusi terhadap pembangunan daerah melalui budidaya pertanian dan pengolahan hilir (World Growth, 2011).
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2016 yaitu 10,198 juta hektar dan produksi minyak sawit yang dihasilkan sekitar 32 juta ton.
Pada periode 2018/2019 ini diperkirakan produksi CPO mencapai angka 40,5 juta ton dan areal lahan sekitar 11,3 juta hektar (McDonald and Arif, 2018).
Permintaan minyak sawit ini akan terus meningkat seiring bertambahnya populasi manusia, kebutuhan bahan bakar alternatif seperti biodiesel, sehingga diperkirakan pada tahun 2050 luas areal perkebunan minyak sawit mencapai 12 Mha (Stichnote and Cecile, 2017). Pada Tabel 2.1 disajikan data luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi CPO, dan limbah yang dihasilkan di Indonesia (McDonald and Arif, 2018).
Tabel 2.1 Data Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit, Produksi CPO dan Limbah yang Dihasilkan di Indonesia (McDonald and Arif, 2018)
Periode (tahun) Luas Areal (ha) Produksi CPO (ton)
2012/2013 8.430.000 28.500.000
2013/2014 8.958.000 30.500.000
2014/2015 9.523.000 33.000.000
2015/2016 10.198.000 32.000.000
2016/2017 10.600.000 36.000.000
2017/2018 11.000.000 38.500.000
2018/2019* 11.300.000 40.500.000
*Estimasi sampai Oktober 2018
Proses produksi minyak sawit melewati sejumlah tahap operasi dan proses mulai dari tandan buah segar (TBS) sampai menjadi CPO. Setiap proses yang terlibat akan menghasilkan limbah yang berbeda-beda. Secara umum, limbah yang dihasilkan dari perkebunan dan produksi minyak sawit meliputi batang pohon, daun, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), Palm Oil Mill Sludge (POMS), Palm Kernel Cake (PKC), serat buah, dan cangkang kelapa sawit (Embrandiri, et al., 2013).
2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan lignoselulosa yang terdiri dari karbohidrat, lignin, zat ekstraktif, dan abu dengan mineral anorganik (Hamzah, et al., 2016). Di dalam TKKS terdapat kandungan selulosa 33%, lignin 34%, hemiselulosa 30%, nitrogen 0,55%, kalium 1,28%, fosfor 0,02%, dan karbon 45,1% (Kavitha, et al., 2013). TKKS umumnya berbentuk serat, dan serat tersebut berbentuk seperti tongkat yang secara keseluruhan membentuk ikatan pembuluh (Oviasogie, et al., 2010).
TKKS merupakan sampah residu yang dihasilkan dari industri kelapa sawit.
Tandan tersebut disterilkan dalam sterilisasi uap horizontal untuk menonaktifkan enzim yang ada. Tandan disterilkan dengan cara dimasukkan ke drum perontok rotary untuk melepaskan buah dari tandan. TKKS berwarna cokelat kering dengan bentuk yang tidak seragam dan bobot rendah. Panjang dan lebar tergantung pada ukuran tandan buah segar dan dapat bervariasi dari panjang 17-30 cm dan lebar 25-35 cm (Kerdsuwan and Krongkaew, 2011).
Pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit pada pabrik kelapa sawit akan menghasilkan limbah cair sekitar 0,6 hingga 0,87 m3/ton minyak sawit yang diproduksi. Selain limbah cair, hasil dari pengolahan minyak sawit juga menghasilkan limbah padat seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23%, cangkang biji kelapa sawit (CBKS) 5%, dan mesocarp 12% per ton TBS yang diolah (Trisakti, et al., 2017).
2.3 KOMPOS
Kompos adalah hasil penguraian bahan organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Proses penguraian dapat berlangsung secara aerob (dengan udara) maupun anaerob (tanpa bantuan udara) (Epstein, 2011).
Kompos dari limbah padat organik semakin penting di seluruh dunia, dalam kerangka terpadu manajemen limbah padat dan khususnya pengalihan biodegradable dari penimbunan (Karagiannidis, et al., 2010).
Fungsi utama kompos adalah untuk meningkatkan sifat fisika, kimia dan biologi tanah (Trisakti, et al., 2017). Secara fisik, kompos dapat melonggarkan tanah, sehingga jumlah rongga bertambah dan membuat tanah menjadi gembur.
Sedangkan secara kimia, kompos mampu meningkatkan kapasitas tukar kation dari tanah dan meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air. Adapun secara biologis, kompos dapat meningkatkan jumlah populasi mikroorganisme pada tanah (Trisakti, et al., 2018b). Unsur hara makro yang terkandung pada kompos antara lain K, Ca, Mg, Cu, Zn, Mn, Fe, dan Na (Palanivell, et al., 2013).
2.4 PROSES PENGOMPOSAN
Composting atau proses pengomposan adalah proses aerobik dimana mikroorganisme mengubah substrat organik menjadi karbon dioksida, air, mineral, dan bahan organik. Tujuan utama dari proses pengomposan adalah untuk menghasilkan humus yang berkualitas sebanyak mungkin (Sapareng, et al., 2017).
Dalam proses pengomposan, substrat organik dipecah oleh mikroorganisme termofilik aerobik yang ada dalam limbah untuk menghasilkan materi seperti humus yang kaya nutrisi. Proses pengomposan terdiri dari tiga tahapan, yaitu pengomposan tingkat tinggi, stabilisasi dan pematangan dalam degradasi substrat organik, serta perusakan mikroorganisme patogen agar membentuk materi yang stabil (Wei, et al., 2016). Keuntungan dari proses pengomposan yaitu ekonomis, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan membantu memulihkan bahan dengan mengembalikan limbah organik yang diolah melalui siklus alami (Wei, et al., 2016 ; Jiang, et al., 2011 ; Yahya, et al., 2010).
Pengomposan dapat terjadi secara alamiah maupun dengan bantuan manusia. Pengomposan secara alamiah yaitu dengan cara penumpukan sampah di alam, sedangkan pengomposan dengan bantuan manusia yaitu dengan cara menggunakan teknologi modern maupun dengan menggunakan bahan bioaktivator dan menciptakan kondisi ideal sehingga proses pengomposan dapat terjadi secara optimal dan menghasilkan kompos berkualitas tinggi (Yulianto, dkk., 2010).
Untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik, diperlukan pemahaman proses pengomposan yang baik pula. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik yang kemudian akan digantikan oleh bakteri termofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, kemudian akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga mencapai 70 °C. Suhu akan tetap tinggi selama fase pematangan (Yulianto, dkk., 2010).
Gambar 2.1 Perubahan Suhu dan Pertumbuhan Mikroba Selama Proses Pengomposan (Yulianto, dkk., 2010)
Mikroba mesofilik kemudian tergantikan oleh mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat terjadi penguraian bahan organik yang sangat aktif, mikroba-mikroba yang ada di dalam kompos akan menguraikan bahan organik menjadi NH+, CO, uap air dan panas melalui sistem metabolisme dengan bantuan oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu normal seperti tanah. Pada fase ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut,
yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30- 50% dari bobot awal tergantung kadar air awal (Yulianto, dkk., 2010).
2.5 METODE PENGOMPOSAN
Pengomposan adalah salah satu upaya pengolahan limbah padat secara biologi. Pengomposan merupakan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme seperti bakteri dan fungi (Williams, et al., 1990). Metode pengomposan dibagi menjadi dua yakni pengomposan aerobik dan anaerobik.
Pengomposan aerobik lebih mudah diterapkan dan apabila diterapkan dengan benar dapat mereduksi volume limbah padat walaupun metode ini juga harus dapat memberikan suplai oksigen ke dalam tumpukan limbah padat. Sedangkan pengomposan anaerobik lebih sulit untuk diterapkan namun produksi metana lebih mudah untuk dikontrol dan dimanfaatkan (Tchobanoglous and Frank, 2002).
Proses pengomposan aerobik terdiri dari windrow, aeratated static pile, dan in- vessel.
2.5.1 Windrow
Windrow merupakan metode tertua yang digunakan dalam pengomposan. Windrow dapat dibuat dengan membuat gundukan sampah setinggi 8-10 ft dengan lebar 20-25 ft (Tchobanoglous and Frank, 2002).
Pengomposan ini terbagi menjadi Passive Windrow dan Turned Windrow.
Perbedaan keduanya terletak pada pengadukan dimana Passive Windrow dilakukan tanpa pengadukan (Rynk, et al., 1992).
Dimensi dari tumpukan ini dapat dipengaruhi oleh alat pengaduk komposnya. Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan suplai udara yang berfungsi dalam pengaturan temperatur dan kelembaban. Pengadukan tidak dilakukan terus menerus. Setelah 3-4 minggu, kompos tidak perlu diaduk untuk mencapai periode curing. Pada periode ini residu materi organik akan didekomposisi oleh fungi dan actinomycetes. Periode ini berlangsung selama 3-4 minggu (Tchobanoglous and Frank, 2002). Pengomposan dengan metode windrow ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Pengomposan dengan Metode Windrow (Rynk, et al., 1992)
2.5.2 Aerated Static Pile
Metode ini dikembang oleh Departemen Penelitian Pertanian Amerika Serikat di Beltsville, Maryland tahun 1975. Mulanya metode ini digunakan untuk composting lumpur hasil instalasi pengolahan. Namun saat ini telah berkembang menjadi metode pengomposan sampah pekarangan dan separated MSW (Tchobanoglous and Frank, 2002). Metodenya berupa mencampurkan lumpur limbah atau sampah organik dengan material bulking kemudian menempatkan material campuran tersebut di pipa-pipa yang berlubang-lubang. Campuran-campuran ini kemudian ditutupi oleh kompos yang tersaring atau tidak tersaring. Udara diinjeksikan ke dalam campuran dengan menggunakan sebuah blower. Tekanan negatif (pengisapan) atau tekanan positif (pembuangan) digunakan dan laju aliran udara dikontrol untuk memelihara ketersediaan oksigen dan temperatur yang baik. Udara juga digunakan untuk meningkatkan pengeluaran temperatur lembab (Rynk, et al., 1992). Pengomposan dengan metode Aeratic Static Pile ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Pengomposan dengan Metode Aeratic Static Pile (Rynk, et al., 1992)
2.5.3 In-Vessel
Metode in-vessel menerapkan pengomposan pada kontainer tertutup. Kontainer tertutup tersebut dapat berupa Vertical Tower (Silo), Horizontal Rectangular, dan tangki silinder berputar (Rotary Drum).
Metode In-Vessel dapat dibagi menjadi dua kategori yakni Plug Flow dan Dynamic System. Sistem ini meminimalisasi timbulnya bau dan dapat didesain sesuai waktu yang dapat ditentukan dengan mengontrol sirkulasi udara, temperatur, dan konsentrasi oksigen (Tchobanoglous and Frank, 2002).
Horizontal Rectangular atau Rectangular Agitated Bed adalah pengomposan pada tempat yang dibatasi dengan dinding yang memanjang secara horizontal. Pengadukan dilakukan dengan menempatkan pengaduk pada sisi atas saluran. (Rynk, et al., 1992). Peralatan Rectangular Agitated Bed ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Pengomposan dengan Teknik Rectangular Agitated Bed (Rynk, et al., 1992)
Pengomposan lainya dengan metode In-Vessel adalah dengan Vertical Tower (Silo). Pengomposan dengan teknik ini dilakukan pada alat berbentuk vertikal sehingga pengeluaran kompos dilakukan pada sisi bawah komposter dan pada pengadukannya kompos dari sisi bawah akan dikembalikan lagi pada sisi atas komposter sehingga terjadi aerasi pada komposter. Teknik lainnya pada pengomposan metode In-Vessel adalah dengan Rotary Drum. Teknik ini menggunakan drum horizontal berputar untuk pengadukan dan memindahkan material. Suplai udara pada peralatan ini dilakukan dengan arah yang berlawanan dengan umpan masuk bahan baku (Rynk, et al., 1992). Gambar skematis dari beberapa teknik pengomposan In-Vessel ditampilkan pada Gambar 2.5 berikut :
(a)
(b)
Gambar 2.5 Pengomposan dengan Teknik (a) Silo (b) Rotary Drum(Roman, et al., 2015 ; Rynk, et al., 1992)
Perbandingan antara beberapa metode pengomposan disajikan pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Perbandingan Beberapa Metode Pengomposan (Ministry of Agriculture, Food, and Fishiers, 1996a)
Parameter
Jenis-jenis Metode Pembuatan Kompos Passive
Windrow
Turned Windrow
Aerated Static Pile
In-Vessel Channel (Silo) Umum
- Teknologi - Sederhana - Masalah - Kualitas
Sistem aktif yang paling umum di peternakan
Efektif untuk peternakan dan
penanganan sampah kota
Sistem skala besar untuk aplikasi
komersial
Buruh Sedikit
Peningkatan sesuai frekuensi aerasi dan perencanaan
yang buruk
- Desain sistem dan perencanaan
sangat penting - Diperlukan
pemantauan
Memerlukan tingkat konsistensi managemen aliran
produk untuk efisiensi biaya
Lahan
Membutuhkan lahan yang
luas
Dapat Memerlukan
lahan yang luas
Lahan yang terbatas memberikan laju lebih cepat
dan volume tumpukan yang efektif
Lahan sangat terbatas, karena tingkat yang cepat
dan operasi yang berkesinambungan
Bulking Agent
Kurang fleksibel, harus berpori
Fleksibel
Kurang fleksibel, harus
berpori Fleksibel Masa Aktif 6-24 bulan 21-40 hari 21-40 hari 21-35 hari
Curing Tidak berlaku 30+ hari 30+ hari 30+ hari
Parameter
Jenis-jenis Metode Pembuatan Kompos Passive
Windrow
Turned Windrow
Aerated Static Pile
In-Vessel Channel (Silo) Ukuran:
Tinggi Lebar Panjang
- 1-4 meter - 3-7 meter - Variasi
- 1-2,8 meter - 3-6 meter
- Variasi
- 3-4,5 meter - Variasi - Variasi
- Tergantung pada design
- Variasi - Variasi
Sistem aerasi
Hanya konveksi
alami
Pembalikan mekanis dan
konveksi alami
Positif/negatif aliran udara secara paksa
melalui tumpukan
Ekstensif pembalikan secara mekanik dan aerasi
Kontrol proses
Hanya campuran
awal
Pembalikan campuran
awal
Campuran awal. Aerasi,
suhu dan kontrol waktu
Campuran awal.
Aerasi, suhu dan kontrol waktu.
Pembalikan
Faktor bau
Semakin besar windrow maka semakin
bau
Dari permukaan area windrow.
Pembalikan dapat menimbulkan
bau selama minggu awal
Bau bisa terjadi, tapi kontrol dapat
digunakan, seperti isolasi
tumpukan dan filter pada
sistem udara
Bau bisa terjadi . seringkali karena
kegagalan peralatan atau keterbatasan desain
sistem .
2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PROSES PENGOMPOSAN
Proses pengomposan dipengaruhi oleh berbagai parameter fisikokimia maupun biologis, seperti suhu, aktivitas mikroba, total kandungan karbon organik, kandungan total nitrogen, rasio C/N, kadar air, dan peningkatan pH. Parameter- parameter tersebut sangat penting untuk menjadi indikator dari kematangan dan stabilitas kompos (Lim, et al., 2015).
Untuk menghasilkan produk kompos yang bermutu tinggi, maka dalam proses pengomposan harus juga memperhatikan faktor nutrisi dan faktor lingkungan. Faktor nutrisi mencakup makronutrien, mikronutrien, sedangkan faktor lingkungan dibagi menjadi temperatur dan kadar air, sedangkan faktor lain seperti ukuran partikel, C/N, pencampuran dengan bahan lain, penambahan air, penambahan mikroorganisme, kadar air, pengadukan, temperatur, kontrol patogen, udara, pH, derajat dekomposisi, dan lahan pengomposan harus dikontrol
(Tchobanoglous and Frank, 2002). Berikut ini penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan:
2.6.1 Nutrisi
Hampir semua bahan organik yang dapat digunakan untuk dijadikan kompos mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan mikroorganisme agar menghasilkan energi dan meningkatkan pertumbuhan mikroba. Unsur-unsur seperti karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) merupakan nutrisi utama yang diperlukan mikroorganisme pada proses pengomposan, nutrisi tersebut juga sangat berpengaruh pada kualitas kompos karena peningkatan pasokan nutrisi bagi tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Brinton, et al., 2012).
2.6.2 Rasio C/N
Rasio karbon-nitrogen (C/N) merupakan faktor utama yang mengindikasikan nutrisi pada kompos. Rasio C/N teoritis pada proses seluler adalah 25:1. Karbon dan nitrogen digunakan dalam metabolisme mikroorganisme dan sintesis membran sel. Pemakaian karbon di dalam pengomposan digunakan sebagai sumber energi. Karbon digunakan pada pembentukan membran, protoplasma dan dinding sel produk sintesis serta mengoksidanya menjadi karbon dioksida. Sedangkan nitrogen digunakan dalam sintesa protein. Nitrogen juga digunakan sebagai nutrien atau senyawa esensial pada protoplasma. Selain itu, bakteri mengandung 7-11%
nitrogen dalam berat kering, sedangkan fungi mengandung 4-6% nitrogen dalam berat kering. Oleh karenanya, perbandingan pemakaian karbon akan lebih tinggi dibanding nitrogen sehingga kebutuhannya pun akan lebih banyak (United Nations Environment Programme, 2005).
Penentuan rasio C/N sangat penting pada proses pengomposan karena memengaruhi mineralisasi dan imobilisasi nitrogen dan ketersediaannya bagi tanaman (Gaffer, et al., 2015).
2.6.3 Ukuran Partikel
Ukuran partikel pada biomassa menjadi faktor yang berkaitan dengan nutrisi bagi mikroorganisme pengurai biomassa, karena berpengaruh pada aksesibilitas mikroorganisme dalam menguraikan biomassa tersebut.
Apabila ukuran partikel diturunkan, maka laju dekomposisi secara teoritis harus meningkat karena luas permukaan partikelnya akan semakin besar sehingga mikroba lebih cepat mendegradasi biomassa (United Nations Environment Programme, 2005).
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area partikel dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan organik dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut (Ministry of Agriculture, Food, and Fishiers, 1996b).
2.6.4 Temperatur
Temperatur merupakan indikator proses pengomposan yang baik.
Suhu pada awal proses dimulai pada keadaan ambient (suhu lingkungan) dan kemudian berlanjut ke fase termofilik lalu kembali turun ke fase mesofilik. Apabila suhu proses pengomposan mencapai angka 65 ˚C, maka proses akan berdampak buruk karena mikroorganisme pengurai biomassa akan mati (United Nations Environment Programme, 2005).
Aktivitas mikroba pada proses pengomposan pada kondisi termofilik adalah kisaran 50-60 ˚C. Pada 11 hari pertama, suhu akan terus meningkat mencapai maksimum 57,5 ˚C. Hal ini dikarenakan proses dekomposisi bersifat eksotermik sehingga mengeluarkan panas. Kemudian suhu akan perlahan menurun sampai di bawah 40 ˚C yang dikenal sebagai fase pengasapan pada sekitar hari ke 24. Pada hari ke 38 seterusnya, proses akan memasuki fase pengawetan dimana pada fase ini bahan organik yang tersisa akan stabil dan dapat digunakan sebagai media tanaman (Ramli, et al., 2016).
2.6.5 PH
Tingkat pH (Power of Hydrogen) pada proses pengomposan bervariasi seiring bertambahnya waktu. Pada awal proses biasanya pH akan turun, namun akan segera naik sampai pH 9,00 yang menunjukkan terjadinya sintesis asam organik. Asam berfungsi sebagai substrat untuk meningkatkan populasi mikroba. Kenaikan pH akan terus terjadi karena asam akan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai nutrisi (United Nations Environment Programme, 2005).
Peningkatan awal pH pada fase pertama pengomposan disebut amonifikasi, dimana bakteri memecah amonia dari substrat organik.
Aktivitas mikroba yang melibatkan mineralisasi asam organik dan nitrogen selama fase awal tersebut juga dapat meningkatkan pH pada tumpukan kompos. Pada fase kedua, pH secara bertahap menurun dan cenderung stabil pada kisaran 7,00 yang disebabkan volatilisasi amonia dan pelepasan ion H+ dari proses nitrifikasi (Wei, et al., 2016).
2.6.6 Moisture Content
Karakteristik penting pada proses pengomposan adalah moisture content khususnya pada pengomposan windrow. Dasar dari hubungan ini adalah bahwa oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba terperangkap pada rongga partikel substrat. Moisture content pada substrat harus dijaga di atas 40-45 %. Apabila moisture content menurun sampai 12%, maka aktivitas mikroba akan berhenti (United Nations Environment Programme, 2005).
Pada tingkat moisture content yang tinggi, uap air akan lebih dominan daripada udara sehingga udara pada pori-pori kompos akan tergantikan oleh uap air tersebut. Apabila moisture content pada substrat rendah maka laju degradasi subtrat terhadap mikroba akan berkurang (Sose and Sunil, 2017).
2.6.7 Penambahan Air, Mikroorganisme, dan Pencampuran Bahan Lain
Dua faktor desain yang menentukan penambahan air, mikroorganisme, dan pencampuran dengan bahan lain yang mengandung C/N yang tinggi adalah kelembaban dan nilai C/N. Untuk dapat mencapai C/N yang optimum, kompos dapat juga dicampurkan dengan bahan-bahan yang mengandung sumber karbon yang tinggi seperti kertas, daun, kotoran hewan, dan lumpur dari instalasi pengolahan air limbah. Pencampuran dengan bahan lain menyebabkan pengontrolan terhadap kelembaban.
Penambahan mikroorganisme juga dapat dilakukan untuk menghasilkan dekomposisi yang cepat (Tchobanoglous and Frank, 2002).
2.6.8 Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk menambah atau mengurangi kelembaban pada kompos agar sampai pada kelembaban yang optimum.
Pengadukan juga dapat dilakukan untuk meratakan distribusi nutrien untuk mikroorganisme. Pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengontrol kelembaban, kebutuhan udara atau oksigen untuk keadaan aerob. Untuk kompos dengan menggunakan sampah organik membutuhkan 15 hari periode pengomposan dengan kelembaban 50 -60% dan pengadukan lebih baik dilakukan setelah hari ketiga dan dilakukan setelah hari itu sampai mendapatkan pengadukan 4-5 kali (Tchbanoglous and Frank, 2002).
2.6.9 Kerusakan Padatan Menguap
Kerusakan padatan menguap (Volatile Solids) merupakan parameter operasional utama pada proses pengomposan. Penyebab dari kerusakan padatan menguap ini adalah hancurnya beberapa substrat menjadi CO2 akibat proses bio-oksidasi. Karena pengomposan merupakan proses biodegradasi dimana zat kompleks direduksi menjadi zat yang sederhana, struktur molekul substrat yang kompleks akan berubah menjadi bentuk yang lebih sederhana (United Nations Environment Programme, 2005).
2.6.10 Kandungan Senyawa Toksik
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam- logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses (Ministry of Agriculture, Food, and Fishiers, 1996b).
2.7 PUPUK CAIR ORGANIK AKTIF (PCOA) DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)
Mikroorganisme yang terdapat di tanah memanfaatkan bahan organik yang ada sebagai sumber energi, agar struktur tanah dapat dipertahankan sehingga sifat fisik tanah seperti infiltrasi dan drainase menjadi baik. Kurangnya pemberian bahan organik menyebabkan penurunan aktivitas organisme tanah. Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dapat menyebabkan rusaknya ekosistem biologi pada tanah sehingga tujuan pemupukan untuk memenuhi nutrisi tanah tidak tercapai (Patang, et al., 2017).
Pupuk organik merupakan sumber bahan organik utama bagi tanah. Aplikasi limbah cair sebagai pupuk organik aktif berfungsi memasok nutrisi lebih banyak daripada pupuk kimia sehingga memberikan efek buruk terhadap kualitas air tanah (Sopha and Tinny, 2013).
Pupuk organik yang baik memiliki beberapa ciri yaitu N harus berada dalam bentuk persenyawaan organik, tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah, dan mempunyai persenyawaan C yang tinggi. Persyaratan teknis minimal pupuk organik cair yang terdapat pada Peraturan Menteri Pertanian No.
28/Permentan/SR.130/5/2009 diperlihatkan pada Tabel 2.3 (Peraturan Menteri Pertanian, 2009).
Tabel 2.3 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Aktif (Peraturan Menteri Pertanian, 2009)
No Parameter Satuan Kandungan
1. C – Organik ppm ≥ 40.000
2. C/N Ratio - -
3. Ph - 4,8
4.
Kadar Total
N ppm < 20.000
P2O5 ppm < 20.000
K2O ppm < 20.000
5.
Kadar Unsur Mikro
Fe total ppm min 0, maks 800
Mn ppm min 0, maks 1.000
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan limbah hasil pengolahan minyak sawit. 1 ton tandan buah segar (TBS) dapat menghasilkan 675 liter LCPKS (Irvan, et al., 2018). LCPKS sangat potensial untuk dijadikan pupuk cair organik aktif (PCOA) karena memiliki kandungan C sebesar 47,3% dan N sebesar 2,97% (Irvan, et al., 2012).
Data PCOA effluent dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU yang akan digunakan sebagai bahan tambahan proses pengomposan TKKS tersaji pada Tabel 2.4 berikut (Lubis, dkk., 2013).
Tabel 2.4 Data PCOA Effluent Biogas dari Pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU (Lubis, dkk., 2013)
No Parameter Satuan Kandungan
1. Nitrogen % 0,14
2. P2O5 total % 0,05
3. K2O % 0,07
4. MgO % 0,01
5. CaO mg/l ≤ 0,001
6. C- Organik % 0,12
7. Ph - 8,09
8. Ratio C/N - 0,86
2.8 STANDAR KUALITAS KOMPOS DI INDONESIA
Standar kualitas kompos di Indonesia merujuk pada SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari sampah organik domestik seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.5 berikut (Standar Nasional Indonesia. 2004).
Tabel 2.5 Baku Mutu Kualitas Kompos di Indonesia SNI 19-7030-2004 (Standar Nasional Indonesia, 2004)
Parameter Satuan Minimum Maksimum
Kadar Air % - 50
Temperatur ˚C Temperatur
Air Tanah
Warna Kehitaman
Bau Berbau Tanah
Ukuran Partikel Mm 0,55 25
Kemampuan Ikat Air
% 58 -
pH 6,80 7,49
Bahan Asing % * 1,5
Unsur Makro
Bahan Organik % 27 58
Nitrogen % 0,40 -
Karbon % 9,80 32
Fosfor (P2O5) % 0,10 -
C/N rasio 10 20
Kalium (K2O) % 0,20 *
Unsur Mikro
Arsen (As) mm/kg * 13
Kadmium (Cd) mm/kg * 3
Kobalt (Co) mm/kg * 34
Kromium (Cr) mm/kg * 210
Tembaga (Cu) mm/kg * 100
Merkuri (Hg) mm/kg * 0,8
Nikel (Ni) mm/kg * 62
Timbal (Pb) mm/kg * 150
Selenium (Se) mm/kg * 2
Seng (Zn) mm/kg * 500
Unsur lain
Kalsium (Ca) % * 25,50
Magnesium (Mg)
% * 0,60
Besi (Fe) % * 2,00
Alumunium (Al) % * 2,20
Mangan (Mn) % * 0,10
Bakteri
Fecal Coli MPN/gr 1000
Salmonella sp MPN/4 gr 3
Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum
Regulasi tersebut diperlukan sebagai pembatasan produk limbah (kompos) yang didesain sebagai pengubah tanah organik atau pupuk, dimana fokus utamanya adalah pembatasan penggunaan dalam pertimbangan aspek konservasi tanah.
2.9 PEMODELAN SECARA MATEMATIS KINETIKA DEKOMPOSISI PADA PROSES PENGOMPOSAN
Proses pengomposan adalah proses aerobik dimana mikroorganisme mengubah substrat organik menjadi karbon dioksida, air, mineral, dan bahan organik. Tujuan utama dari proses pengomposan adalah untuk menghasilkan humus yang berkualitas sebanyak mungkin (Sapareng, et al., 2017). Untuk menentukan kondisi yang optimal pada proses ini, terutama faktor lingkungan, maka perlu dilakukan pemodelan kinetika pengomposan. Model kinetika degradasi kompos sudah mulai muncul sejak tahun 1976 (Vlyssides, et al., 2009).
Pemodelan secara matematis kinetika dekomposisi telah diimplementasikan dan dikembangkan untuk meningkatkan pemahaman tentang proses pengomposan. Kerumitan kinetika ini membuat para peneliti-peneliti sebelumnya membuat beberapa model untuk melihat degradasi limbah selulosa (Talib, et al., 2014).
Organic matter merupakan parameter penting dalam menentukan kinetika proses degradasi limbah yang didapat dari studi eksperimental. Degradasi organic matter sebagai fungsi waktu mengikuti kinetika orde pertama yang diekspresikan pada persamaan 2.1 (Kulcu and Yaldiz, 2004).
−𝑟𝐴 = 𝑑𝐶𝐴
dt = 𝑘. 𝐶𝐴 (2.1)
Dimana :
CA = Kuantitas degradasi padatan menguap atau organic matter t = waktu (hari)
k = konstanta laju reaksi (hari-1)
Harga kT dicari dengan menurunkan persamaan kinetika reaksi orde pertama diatas (Levenspiel, 1999).
− ∫ 𝑑𝐶𝐴
𝐶𝐴 = 𝑘 ∫ 𝑑𝑡
𝑡 0 𝐶𝐴
𝐶𝐴0
𝑙𝑛𝐶𝐴0− 𝑙𝑛𝐶𝐴 = 𝑘. 𝑡
𝑙𝑛𝐶𝐴0
𝐶𝐴 = 𝑘. 𝑡 + 0 (2.2)
Dimana CA0 adalah organic matter mula-mula. Dari persamaan diatas, dapat diplot grafik ln CA0/CA vs t untuk mendapatkan harga k (slope) dan intersep = 0.
Nilai k yang didapat merupakan konstanta laju dekomposisi fungsi waktu yang kemudian dikonversi menjadi konstanta laju dekomposisi fungsi ukuran potongan TKKS dan frekuensi pembalikan komposter.