• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAGEMENT OF UPPER GASTROINTESTINAL BLEEDING IN DAILY PRACTICE Fauzi Yusuf Divisi Gastro Entero Hepatologi Bagian/SMF Fakultas Kedokteran Universitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAGEMENT OF UPPER GASTROINTESTINAL BLEEDING IN DAILY PRACTICE Fauzi Yusuf Divisi Gastro Entero Hepatologi Bagian/SMF Fakultas Kedokteran Universitas"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MANAGEMENT OF UPPER GASTROINTESTINAL BLEEDING IN DAILY PRACTICE

Fauzi Yusuf

Divisi Gastro Entero Hepatologi Bagian/SMF Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh

 Abstrak

Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu masalah emergensi di bidang gastroenterologi. Perdarahan SCBA adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz yang dibedakan menjadi perdarahan varises dan nonvarises. Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, tukak esofagus, tukak duodenum, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, esofagitis dan keganansan. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat merupakan hal penting dilakukan untuk mengurangi angka mortalitas dan komplikasi pada pasien PSCBA.

 Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu masalah emergensi di bidang gastroenterologi1. Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah kehilangan darah dari saluran cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas anatomik di ligamentum Treitz), dengan manifestasi klinis berupa hematemesis, melena, hematoskezia atau kombinasi. Untuk keperluan klinis dibedakan perdarahan varises esofagus dan non varises1,2. Kejadian PSCBA di Indonesia sekitar 48-160 kasus per 100.000 penduduk, dengan kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut2.

Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, tukak esofagus, tukak duodenum, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, esofagitis dan keganansan1,2.

Tabel 1. Klasifikasi PSCBA berdasarkan mekanisme patofisiologi3

Ulceratif Hipertensi porta Tumor

1. Gaster 2. Idiopatik

3. Drug induced (NSAID)

4. Infeksi ( H. Pylori)

10. Varises esofagus 11. Varises gaster 12. Gastropati hipertensi 13. Malformasi vascular 14. Dieulafoy’s lession

20. Benign 21. Polip 22. Lieomyoma 23. Keganasan 24. Adenocarsinoma

(7)

5. Stres Ulcer 6. Zollinger Ellison 7. Esofagus

8. Infeksi (kandida, CMV)

9. Drug Induced (alendronate, KCL)

15. Hereditary hemorragic telangiectasia

16. Traumatic/ surgical 17. Mallory-Weiss syndrome 18. Aortoenteric fistula

19. Post anostomosis or polypectomy

25. Carcinoid 26. Lymphoma 27. Metastase

karsinoma

 Diagnosis

Tanda dan gejala tersering dari perdarahan saluran cerna bagian atas adalah hematemesis (muntah darah), muntah berwarna coffee ground dan melena (tinja seperti aspal/tar). Prioritas pertama pada PSCBA adalah menilai dan mengamati gangguan hemodinamik yang terjadi resusitasi cairan, transfusi dan stabilisasi hemodinamik. Seiring dengan rencana pemeriksaan penunjang untuk memperoleh sumber perdarahan, penyebab perdarahan dan tatalaksana menghentikan perdarahan serta terapi defenitifnya2-4

Anamnesis yang akurat dan teliti dapat memperkirakan lokasi dan penyebab perdarahan.

Penilaian hemodinamik (denyut nadi, tekanan darah), laju pernafasan, status kesadaran, konjungtiva yang pucat, capillary refill yang melambat, serta tidak ditemukannya stigmata sirosis hati kronik merupakan tanda-tanda awal yang harus segera diidentifikasi. Takikardia pada saat istirahat dan hipotensi ortostatik menunjukkan adanya kehilangan darah yang cukup banyak. Luaran urin rendah, bibir kering dan vena leher kolaps juga merupakan tanda yang cukup berguna1-3,5.

Pemasangan nasogastric tube (NGT) dan menilai aspiratnya biasanya bermanfaat untuki penilaian klinis awal. Apabila terdapat darah merah segar, maka pasien membutuhkan evaluasi endoskopik segera dan perawatan di unit intensif. Penurunan kadar hemoglobin 1g/dL diasosiasikan dengan kehilangan darah 250mL. Apabila terdapat warna coffee ground, maka pasien membutuhkan rawat inap dan evaluasi endoskopik dalam waktu 24 jam. Namun demikian aspirat normal tidak menyingkirkan perdarahan saluran cerna. Sekitar 15% pasien dengan aspirat normal, tetap mempunyai perdarahan saluran cerna aktif atau risiko tinggi mengalami perdarahan ulang. Pemeriksaan endoskopi, tidak hanya mendeteksi ulkus peptikum, namun juga dapat digunakan untuk mengevaluasi stigmata yang dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan ulang2,4-5.

Klasifikasi Forrest digunakan untuk mengklasifikasi temuan selama evaluasi endoskopik, digambarkan sebagai berikut2,3:

1. Ulkus dengan perdarahan aktif menyemprot (Forrest IA);

2. Ulkus dengan perdarahan merembes (Forrest IB);

3. Ulkus dengan pembuluh darah visibel tak berdarah (Forrest IIA);

4. Ulkus dengan bekuan adheren (Forrest IIB);

5. Ulkus dengan bintik pigmentasi datar (Forrest IIC); dan 6. Ulkus berdasar bersih (Forrest III).

(8)

 Penatalaksanaan

Evaluasi dan resusitasi yang tepat merupakan hal penting dilakukan pada pasien PSCBA, terutama yang datang dengan keluhan hematemesis, hematoskezia masif, melena atau anemia progresif. Stratifikasi pasien ke dalam kategori risiko rendah atau tinggi untuk kejadian pendarahan ulang dan mortalitas dapat digunakan dengan skor Blatchford dan Rockall (sesuai dengan ada tidaknya fasilitas endoskopi). Pasien-pasien dengan risiko tinggi untuk terjadinya perdarahan ulang dan risiko kematian, sebaiknya dirawat di unit rawat intensif2,3. Tatalaksana PSCBA secara umum terdiri dari1,6:

 Penialaian hemodinamik disertai resusitasi cairan dan stabilisasi hemodinamik.

 Penialian onset dan derajat perdarahan.

 Usaha menghentikan perdarahan secara umum ( stop gap treatment)

 Usaha identifikasi lokasi sumber perdarahan dengan modalitas sarana penunjang yang tersedia.

 Mengatasi sumber perdarahan secara definitif.

 Minimalisasi komplikasi yang dapat terjadi.

 Upaya pencegahan terjadinya perdarahan ulang dalam jangka pendek maupun jnagka panjang.

Tabel 2. Skor Rockall

Score 0 1 2 3

Age (yr) <60 60-70 ≥80 N/A

Pulse

Systolic blood pressure

<100

>100

>100

>100

>100

<100

N/A N/A Comorbidities None Nil Major Isschemic Heart disease,

cardiac failure, other major co-morbidity

Renal or liver failure, disseminated

malignancy Diagnosis Mallory-

Weiss or no lession/path

ology

All other diagnosis

Malignant lesion N/A

Stigmata of haemorrhage on endoscopy

None, or dark spot

only

None, or dark spot

only

Blood, adherent clot, visible/spurting vessel

N/A

Pemasangan nasogastric tube (NGT) dilakukan pada perdarahan yang diduga masih berlangsung disertai dengan gangguan hemodinamik. NGT bertujuan untuk mencegah

(9)

aspirasi, dekompresi, dan menilai perdarahan sehingga tidak diperlukan pada semua pasien dengan perdarahan1-3.

Resusitasi yang dilakukan termasuk pemberian cairan intravena dan oksigen oksigen, koreksi koagulopati berat dan transfusi darah pada saat dibutuhkan. Batasan transfusi bergantung kepada kondisi medis umum dan tanda vital pasien, biasanya ditetapkan pada hemoglobin = 7.0 g/dL kecuali bila perdarahan masih terus berlangsung atau masif serta adanya penyakit jantung koroner, gangguan hemodinamik (hipotensi dan takikardi) dan usia lanjut. Kadar hemoglobin minimal untuk dilakukan endoskopi adalah 8 mg/dL dan jika akan dilaksanakan endoskopi terapeutik maka kadar hemoglobin minimal adalah 10 mg/dL dengan catatan pasien juga dalam keadaan hemodinamik stabil2,3. Pemberian FFP untuk pasien PSCBA diberikan pada kondisi protrombin time atau activated partial thromboplastine time 1,5 kali lipat dari normal. Transfusi trombosit diberikan pada pasien dengan kadar trombosit dibawah 50x103 /mm3.3

Pada pasien dengan penyakit hati kronis, pemberian vitamin K diperbolehkan dengan pertimbangan tidak merugikan. PSCBA akibat varises dapat diberikan vasopressin, somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui menurunkan aliran darah splanknik.

Somatostatin juga dapat diberikan pada perdarhan nonvarises3.

Pemberian PPI sebelum endoskopi dapat digunakan (Rekomendasi 1B) untuk pasien PSCBA terutama perdarahan nonvarises. Suasana lingkungan asam menyebabkan penghambatan agregasi trombosit dan koagulasi plasma, juga menyebabkan terjadinya lisis pada bekuan yang telah terbentuk. Pemberian PPI dapat secara cepat menetralisasi asam lambung intraluminal, yang menghasilkan stabilisasi bekuan darah. Pada jangka panjang, terapi antisekretorik juga mendukung penyembuhan mukosa. Bila endoskopi akan ditunda dan tidak dapat dilaksanakan, PPI intravena direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan lanjut2,3.

Asam Tranexamat tidak direkomendasikan pada PSCBA, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat manfaat pada perdarahan akibat varises. Pemberian antibiotik seperti golongan sefalosforin generasi ketiga dapat mengurangi infeksi dan mortalitas pasien PSCBA3.

Endoskopi telah menjadi alat untuk diagnosis dan tatalaksana PSCBA yang utama. Tindakan ini memungkinkan untuk dilakukan identifikasi sumber pendarahan dan terapi pada saat yang sama. Waktu optimal endoskopi masih dalam perdebatan. Endoskopi darurat memungkinkan untuk dilakukan hemostasis dini, namun dapat menyebabkan terjadinya aspirasi darah dan desaturasi oksigen pada pasien yang belum stabil. Sebagai tambahan, jumlah darah dan bekuan yang banyak dapat mengganggu terapi target untuk fokus pendarahan, yang dapat menyebabkan dibutuhkannya prosedur endoskopik ulangan2.

(10)

Tabel 3. Skor Blatchford

Admission risk marker Score component value Blood urea (mmol litre1)

6.5-8.0 2

8.0-10.0 3

10.0 - 25 4

>25 6

Haemoglobin (g litre-1) for men

12.0 – 13.0 1

10.0 – 12.0 3

<10.0 6

Haemoglobin (g litre-1) for women

10.0 – 12.0 1

<10.0 6

Systolic blood pressure (mmHg)

100-109 1

90-99 2

<90 3

Others markers

Pulse ≥ 100 (min-1) 1

Presentation with melena 1

Presentation with syncope 2

Hepatic disease 2

Cardiac failure 2

Score 0 low risk, consider outpatient management, Score >5 high risk of needing intervention

Konsensus internasional dan Asia-Pasifik menganjurkan endoskopi dini dalam waktu 24 jam setelah pasien dirawat, oleh karena tindakan ini secara signifikan menurunkan lama rawat inap dan memperbaiki luaran klinis. Endoskopi sangat dini (<12 jam) sampai saat ini belum menunjukkan keuntungan tambahan dalam hal menurunkan risiko pendarahan ulangan, pembedahan dan mortalitas bila dibandingkan dengan waktu 24 jam. Namun demikian, endoskopi darurat harus dipertimbangkan pada pasien dengan pendarahan berat. Pada pasien dengan gambaran klinis risiko lebih tinggi (misalnya: takikardi, hipotensi, muntah darah, atau darah segar pada NGT ) endoskopi dalam 12 jam kemungkinan dapat meningkatkan luaran klinis2.

4.1 Terapi endoskopik untuk perdarahan nonvarises

(11)

Tujuan terapi endoskopik adalah untuk menghentikan pendarahan aktif dan mencegah perdarahan ulang. Metode terapinya meliputi 1). Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe) 20. Noncontact thermal (laser) 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakaian klip)2,3,8.

Farmakoterapi berperan penting pada tatalaksana PSCBA nonvarises. Terapi PPI lebih superior dibandingkan antagonis reseptor histamin-2. PPI dapat diberikan oral atau intravena bergantung kepada stigmata perdarahan (Kriteria Forrest)2,3. Penggunakaan PPI mengurangi angka mortalitas3. Pada pasien dengan ulkus idiopatik non H.pylori, non NSAID), dapat direkomendasikan terapi anti ulkus jangka panjang (PPI harian). Pada pasien dengan perdarahan ulkus karena aspirin dosis rendah, harus dikaji ulang urgensi pemberian aspirin tersebut2.

Pemeriksaan H.pylori disarankan untuk semua pasien dengan PSCBA. Pemeriksaan ini kemudian dilanjutkan dengan terapi eradikasi untuk semua pasien dengan hasil positif, Eradikasi dengan terapi tiga obat (triple therapy) memiliki tingkat keberhasilan sampai 80 % bahkan 90% pada pasien ulkus peptikum tanpa disertai dengan efek samping yang signifikan dan efek minimal dalam resistensi terhadap antibiotik. Lebih jauh lagi, berkaitan dengan evaluasi penyembuhan ulkus melalui endoskopi, ditemukan bahwa tingkat keberhasilan terapi PPI selama satu minggu mencapai 80-85%. Setelah H. Pylori terbukti tereradikasi, terapi PPI rumatan tidak diperlukan kecuali pasien menggunakan NSAIDs atau antitrombotik2,4-5.

4.1 Terapi endoskopik untuk perdarahan varises

Teknik yang dilakukan meliputi endoscopic variceal ligation (EVL) atau endoscopic sclerotherapy (ES). Tingkat keberhasilan mencapai 90%. Hasil meta analisis menunjukan EVL lebih baik dalam mencegah perdarahan berulang, striktur dan mortalitas3. Ballon tamponade sangat efektif untuk mentabilkan hemostasis pada perdarahan varises akut, namun meningkatkan angka perdarahan kembali dan komplikasi3,9-14.

Tindakan pembedahan pada perdarahan varises termasuk dekompresi sirkulasi porta (emergency surgical shunt operation) dan transeksi esofagus. Tindakan ini berdampak pada hemostasis yang lama dan peningkatan angka mortalitas sebesar 50% dan semakin meningkat pada pasien sirosis childpugh C3,9-14.

Kesimpulan

Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu masalah emergensi di bidang gastroenterologi. Perdarahan SCBA adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz yang dibedakan menjadi perdarahan varises dan nonvarises. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat merupakan hal penting dilakukan untuk mengurangi angka mortalitas dan komplikasi pada pasien PSCBA.

(12)

Gambar 1. Manajemen PSMBA akut

(13)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat, Dharmika. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas ( Hematemesis Melena ) dalam Buku Ajar Gastroenterologi Edisi 1. Jakarta: Interna Publishing.

Hal.33-43.

2. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Atas Non varises di Indonesia. Jakarta: 2012.

3. Elsayed, Ingi Adel Salah et al. Management of acute upper GI bleeding. BJA Education, 17 (4):117-123(2017).

4. Gralnek, Ian M, et al. Diagnosis and management of nonvariceal upper gastrointestinal hemorrhage: European Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE) Guideline. Endoscopy 2015; 47: a1–a46.

5. Laine, Loren and Jensen, Dennis M. Management of Patients With Ulcer Bleeding.

Am J Gastroenterol 2012; 107:345–360.

6. Kim, Bong Sik Matthew et al. Diagnosis of gastrointestinal bleeding: A practical guide for clinicians. World J Gastrointest Pathophysiol 2014 November 15; 5(4):

467-478

7. Sung, Joseph JY et al. Asia-Pacific working group consensus on non-variceal upper gastrointestinal bleeding: an update 2018. Gut 2018;0:1–12. doi:10.1136/gutjnl- 2018-316276

8. Fujishiro, Mitsuhiro et al. Guidelines for endoscopic management of non-variceal upper gastrointestinal bleeding. Digestive Endoscopy 2016; 28:363–378

9. Kim, Young Dae. Management of Acute Variceal Bleeding. Clin Endosc 2014:47:

308-314

10. Cremers, Isabelle and Ribeiro, S. Management of variceal and nonvariceal upper gastrointestinal bleeding in patients with cirrhosis. Ther Adv Gastroenterol 2014, Vol. 7(5) 206 –216

11. Haq, Ihteshamul and Tripathi,D. Recent advances in the management of variceal bleeding. Gastroenterology Report, 5(2), 2017, 113–126

12. Tripathi, D et al. UK guidelines on the management of variceal haemorrhage in cirrhotic patients. Gut 2015;0:1–25.

13. Mallet, M et al. Variceal bleeding in cirrhotic patients. Gastroenterology Report, 5(3), 2017, 185–192.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa “Penerapan Gaya Mengajar Penemuan Terbimbing Dengan Media Modifikasi Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Passing

Dari permasalahan yang ada maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu bagaimana membuat sistem pakar yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini gangguan yang terkait

1. Dengan ini, Panitia Pengadaan Bar ang / Jasa Pada Dinas Koper asi Usaha Kecil Mikr o dan menengah Kab. Kendal , mengumumkan Pemenang lelang Peker jaan sebagai ber ikut :.

Salah satu fitur yang terdapat pada menu peta ini adalah kita dapat mencari rute penunjuk arah berdasarkan tujuan yang kita pilih. Karena fitur driving direction yang ada

Pengaruh Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) Bermedia Meqip pada Pembelajaran Kubus dan Balok Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Gugus

prestasi kerja sebesar 0,263 kali, dengan asumsi semangat kerja tetap. Semangat kerja (X 2 ) mempunyai hubungan positif dengan prestasi

Penelitianlinijdilaksanakanldalamduajpertemuan masing-masing kelas yaitu pada817-18 Desember 2019 denganlalokasi waktu pelajaran selama11x35 menit setiap pertemuan. Hasil

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa citra diri perempuan yang terwujud pada tokoh Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dapat