• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang memiliki karakteristik khusus ditandai oleh adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas serta afek yang tidak wajar atau tumpul (Departemen Kesehatan RI, 1993). Berdasarkan data WHO angka insidensi skizofrenia rendah (3 per 10.000/tahun), akan tetapi angka prevalensi skizofrenia tinggi akibat perjalanan penyakitnya yang kronis. Angka prevalensi skizofrenia di dunia mencapai 7 per 1000 populasi dewasa, terutama pada usia 15-35 tahun (WHO, 2014). Hal ini menyebabkan skizofrenia menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan terjadinya disabilitas yang tinggi di dunia. Berdasarkan data Global Burden Disease, skizofrenia menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab utama terjadinya YLD (Years Lost due to Disability) di negara low-middle income country, termasuk Indonesia. (WHO, 2008). Disabilitas pada pasien skizofrenia ini terjadi karena mereka mengalami defisit dalam berbagai domain fungsional, termasuk fungsi independen dalam rumah tangga sehari-hari, vokasional, ketrampilan sosial (Harvey & Strassnig, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bottlender et al. (2010), 64% pasien skizofrenia memiliki tingkat disabilitas berat sampai dengan sangat berat berdasarkan WHO-DAS-M (World Health Organization-(Mannheim) Disability Assessment Schedule). Disabilitas ini selain akan menjadi beban bagi negara, juga mempunyai implikasi penting terhadap perkembangan, perjalanan, dan outcome skizofrenia itu sendiri (Couture et al., 2006).

Disabilitas akibat disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial sehari-hari pada pasien skizofrenia merupakan suatu fenomena kompleks yang disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: simtom, lingkungan, status kesehatan, kapasitas fungsional, performa kognitif, dan faktor demografi (Harvey & Strassnig, 2012). Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial pada skizofrenia, fungsi neurokognitif

(2)

dan tingkat keparahan simtom negatif paling banyak dikaitkan dengan terjadinya disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial (Ventura et al., 2009; Shamsi et al., 2011). Walaupun demikian para ahli berpendapat bahwa, dibandingkan dengan faktor penyebab lain termasuk simtom negatif, performa kognitif yang terganggu atau defisit kognitif pada pasien skizofrenia merupakan suatu prediktor yang konsisten terhadap kurangnya ketrampilan mereka dalam kehidupan sehari-hari (Bowie & Harvey, 2006). Menurut Reichnberg et al. (2009) angka kejadian defisit kognitif pada pasien skizofrenia mencapai 84%. Sedangkan menurut Keefe & Harvey (2012), walaupun kurang lebih 27% pasien skizofrenia dianggap tidak mengalami defisit kognitif berdasarkan penilaian neuropsikologis klinis dan memiliki kecenderungan tingkat fungsi premorbid tertinggi, mereka menunjukkan fungsi kognitif yang lebih rendah daripada yang diharapkan berdasarkan fungsi premobid mereka.

Proyek Measurement and Treatment Research to Improve Cognition in Schizophrenia (MATRICS), menyebutkan ada 7 domain kognitif yang berperan dalam defisit kognitif skizofrenia, yaitu: memori kerja, atensi/kewaspadaan, pembelajaran dan memori verbal, pembelajaran dan memori visual, pertimbangan dan pemecahan masalah, kecepatan pemrosesan, dan kognisi sosial (Keefe & Harvey, 2012). Dari 7 domain penting ini, belum ada konsensus domain yang paling berkaitan erat dengan terjadinya disabilitas fungsional atau disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Shamsi et al. (2011), berpendapat bahwa memori kerja, memori verbal, atensi dan kognisi sosial berkaitan erat dengan kemampuan fungsi sosial pada pasien skizofrenia. Hueng et al. (2013) menyatakan perlunya intervensi pada kemampuan kognisi sosial dalam rangka memperbaiki kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Santosh et al. (2013) berpendapat fungsi eksekutif, memori kerja verbal, kecepatan psikomotor, atensi, dan kelancaran verbal berkorelasi secara signifikan dengan fungsi sosial pasien skizofrenia (rawat diri, okupasi, sosial, dan keluarga). Sedangkan Ventura et al. (2013) menyebutkan bahwa kondisi neurokognitif pasien skizofrenia berkorelasi sedang dengan kemampuan fungsi sosial, tanpa menyebutkan seberapa besar

(3)

pengaruh masing-masing domain kognitif terhadap kemampuan fungsi sosial pasien. Perbedaan ini dapat terjadi antara lain karena masing-masing peneliti menggunakan instrumen yang berbeda dalam menilai fungsi kognitif dan kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia.

Bagi seorang psikiater, penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh domain kognitif terhadap kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia karena akan menentukan keberhasilan terapi defisit kognitif pada pasien skizofrenia (Santosh et al., 2013). Salah satu bentuk terapi defisit kognitif pada skizofrenia adalah terapi remediasi kognitif, suatu bentuk terapi perilaku dengan intervensi yang ditujukan untuk memperbaiki proses kognitif yang terganggu. Terapi remediasi kognitif ini dianggap sebagai metode terapi yang tidak terlalu memerlukan biaya mahal dan lebih aman dibandingkan dengan terapi farmakologis (Keefe & Harvey, 2012). Terapi ini dapat diberikan dalam bentuk satu paket latihan standar atau dapat diberikan secara personal sesuai target defisit domain kognitif yang teridentifikasi pada masing-masing individu (Barlati et al., 2013). Penelitian oleh Wykes, et al. (2007) menyebutkan bahwa terapi remediasi kognitif dapat memberikan perbaikan pada memori kerja pasien skizofrenia. Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Herdaetha (2009) menyebutkan terapi remediasi kognitif dengan atau tanpa komputer menghasilkan perbaikan defisit kognitif yang bermakna pada pasien skizofrenia di Panti Rehabilitasi Budi Makarti Boyolali. Keefektifan terapi remediasi kognitif ini, menurut Santosh et al. (2013), akan meningkat jika domain kognitif yang terganggu dapat teridentifikasi dan menjadi target terapi remediasi kognitif. Selain itu, Barlati et al. (2013) berpendapat akan lebih baik jika terapi remediasi kognitif pasien skizofrenia terintegrasi dalam kegiatan rehabilitasi psikososial yang biasa dijalankan dalam rumah sakit jiwa. Hal ini sesuai dengan studi meta analisis yang dilakukan oleh Wykes, et al. (2011), yang menyatakan bahwa terapi remediasi kognitif akan memberikan dampak yang positif bagi pasien skizofrenia jika dikombinasikan dengan rehabilitasi psikiatri.

RSJ Grhasia sebagai rumah sakit jiwa terbesar di Yogyakarta memiliki Instalasi Rehabilitasi Mental yang menyediakan layanan rehabilitasi psikiatri bagi

(4)

pasien gangguan jiwa baik bagi pasien rawat inap maupun rawat jalan. Kegiatan yang dilakukan antara lain okupasi terapi, latihan kerja dan sosioterapi; sedangkan terapi remediasi kognitif pada pasien skizofrenia sampai saat ini belum dijalankan di Instalasi Rehabilitasi Mental RSJ Grhasia. Penelitian tentang fungsi kognitif dan kemampuan fungsi sosial juga belum pernah dilakukan di RSJ Grhasia. Sedangkan untuk dapat melakukan terapi remediasi kognitif yang efektif pada pasien skizofrenia, tentunya terlebih dahulu perlu diketahui apakah ada keterkaitan antara domain kognitif dengan kemampuan fungsi sosial pada pasien tersebut.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Hueng et al. (2013), Santosh et al. (2013), dan Ventura et al. (2013) sebenarnya telah menyebutkan adanya korelasi antara kemampuan fungsi kognitif dengan kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Namun demikian, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa belum ada kesepakatan domain mana yang berpengaruh terhadap kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia karena perbedaan dalam penggunaan instrumen dalam masing-masing penelitian. Hueng et al. (2013) dalam penelitiannya menggunakan instrumen BFRT (Benton Facial Recognition Test) untuk menilai kognisi sosial dan PSP (Personal and Social Performance) untuk menilai kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Santosh et al. (2013) dalam penelitiannya menggunakan instrumen Trail Making Test, Stroop Test, Digit Span Test, Verbal Fluency Test untuk menilai kemampuan fungsi kognitif dan SCARF-SFI (Schizophrenia Research Foundation India–Social Functioning Index) untuk menilai kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Ventura et al. (2013) dalam penelitiannya menggunakan instrumen Cognitive Assessment Interview (CAI) untuk menilai kemampuan fungsi kognitif dan instrumen SAS (Social Attainment Survey) untuk menilai kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui korelasi antara domain kognitif dengan kemampuan fungsi sosial pada pasien skizofrenia di RSJ Grhasia dengan menggunakan instrumen CAI untuk menilai kemampuan fungsi kognitif dan instrumen PSP untuk menilai kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Pemilihan instrumen CAI berdasarkan pertimbangan

(5)

bahwa instrumen ini telah direkomendasikan oleh MATRICS sebagai instrumen penilaian kemampuan fungsi kognitif pada pasien skizofrenia yang berbasis wawancara dan dapat menilai fungsi kognitif pasien skizofrenia dalam kehidupan mereka sehari-hari (Ventura et al., 2010). Sedangkan PSP merupakan instrumen yang dapat menilai secara lebih spesifik kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia setelah mereka kembali ke komunitasnya (Purnama et al., 2012). Oleh karena belum ada penelitian yang serupa dengan penelitian ini, maka peneliti berharap penelitian ini dapat digunakan sebagai studi pendahuluan dalam rangka studi terapi remediasi kognitif bagi pasien skizofrenia di RSJ Grhasia, Yogyakarta.

B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat korelasi antara domain kognitif dengan kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia di RSJ Grhasia, Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui korelasi antara domain kognitif dengan kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia di RSJ Grhasia, Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis:

Memberikan tambahan pengetahuan bagi semua pihak terkait baik bagi psikiater maupun tenaga medis yang lain, dan khususnya peneliti tentang pengaruh fungsi kognitif terhadap kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia.

2. Manfaat praktis:

a. Merupakan suatu studi pendahuluan tentang pengaruh fungsi kognitif terhadap kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia, dimana studi ini dapat digunakan sebagai studi pendahuluan terapi remediasi kognitif bagi pasien skizofrenia di RSJ Grhasia, Yogyakarta.

(6)

b. Merupakan salah satu dasar dalam upaya peningkatan aspek penatalaksanaan bagi pasien skizofrenia di RSJ Grhasia, Yogyakarta.

E. Keaslian Penelitian

1. Herdaetha (2009). Keefektifan Terapi Remediasi Kognitif dengan Bantuan Komputer terhadap Defisit Kognitif Pasien Skizofrenia Kronis di Panti Rehabilitasi Budi Makarti Boyolali. Terdapat beberapa persamaan antara penelitian kami dengan Herdaetha. Adapun persamaan tersebut terletak pada metode instrumen fungsi kognitif dan subjek penelitian. Instrumen fungsi kognitif yang digunakan menggunakan metode berbasis wawancara dengan tiga sumber informasi. Subjek penelitian adalah pasien skizofrenia. Perbedaan terletak pada variabel bebas, variabel tergantung, rancangan penelitian, instrumen kognitif, dan lokasi penelitian. Variabel bebas pada penelitian ini adalah keefektifan remediasi kognitif, variabel tergantung adalah defisit kognitif. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental dengan rancangan randomized controlled goup, pre- and post-test design. Instrumen kognitif yang digunakan walaupun dengan metode yang sama yaitu berbasis wawancara, namun penelitian ini menggunakan instrumen SCoRS (Schizophrenia Cognition Rating Scale). Sedangkan lokasi penelitian adalah pasien skizofrenia yang tinggal di Panti Rehabilitasi Budi Makarti Boyolali. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan terapi remediasi kognitif dalam memperbaiki defisit kognitif pasien skizofrenia kronis di panti rehabilitasi. Hasil penelitian terhadap 15 subjek kelompok ekperimen dan 15 subjek kelompok kontrol menunjukkan bahwa remediasi kognitif dengan atau tanpa bantuan komputer menghasilkan perbaikan defisit kognitif yang sangat bermakna (p<0,01).

2. Hueng et al. (2013). Clinical Symptoms, Social Cognition Correlated with Domains of Social Functioning in Chronic Schizophrenia. Persamaan penelitian kami dengan Hueng et al. terletak variabel bebas, variabel tergantung, subjek, salah satu instrumen dan rancangan penelitian. Salah satu variabel bebas yang dinilai adalah fungsi kognisi sosial, sedangkan variabel

(7)

tergantung yang dinilai adalah kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Subjek penelitian adalah pasien skizofrenia. Instrumen untuk mengukur kemampuan fungsi sosial menggunakan Personal and Social Performance (PSP). Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, analitik. Perbedaan terletak pada instrumen fungsi kognitif yang menggunakan metode penilaian berbasis performa. Penelitian Hueng et al. bertujuan untuk mengetahui hubungan antara simtom klinis, kognisi sosial, dan domain kemampuan fungsi sosial pada pasien skizofrenia. Hasil penelitian terhadap 60 pasien skizofrenia didapatkan picture arrangement, BFRT (Benton Facial Recognition Test) berhubungan dengan 4 domain kemampuan fungsi sosial berdasarkan PSP (perawatan diri, aktivitas yang berguna secara sosial, hubungan personal dan sosial, serta perilaku mengganggu dan agresif).

3. Santosh et al. (2013). Psychopathology, Cognitive Function, and Social Functioning of Patients with Schizophrenia. Terdapat beberapa persamaan antara penelitian kami dengan penelitian Santosh et al. Adapun persamaan tersebut terletak pada variabel bebas, variabel tergantung, subjek penelitian dan rancangan penelitian. Salah satu variabel bebas yang dinilai adalah fungsi kognitif, sedangkan variabel tergantung yang dinilai adalah kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Subjek penelitian adalah pasien skizofrenia. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, analitik. Perbedaan dengan penelitian Santosh et al. terletak pada instrumen penelitian. Instrumen untuk mengukur fungsi kognitif menggunakan metode penilaian berbasis performa; untuk mengukur kemampuan fungsi sosial menggunakan Schizophrenia Research Foundation India–Social Functioning Index (SCARF-SFI). Penelitian Santosh et al. bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fungsi kognitif, kemampuan fungsi sosial, dan psikopatologi pasien skizofrenia. Hasil penelitian terhadap 100 pasien skizofrenia menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan (p<0,05) antara fungsi kognitif (fungsi eksekutif, memori kerja verbal, kecepatan psikomotor, atensi,

(8)

dan kelancaran verbal) dengan kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia (rawat diri, okupasi, sosial, dan keluarga).

4. Ventura et al. (2013). The Cognitive Assessment Interview (CAI): Reliability and Validity of a Brief Interview-Based Measure of Cognition. Meskipun penelitian ini merupakan uji reliabilitas dan validitas terhadap instrumen CAI, dalam penelitian ini juga dilakukan uji korelasi antara fungsi kognitif dan kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Terdapat beberapa persamaan antara penelitian kami dengan penelitian Ventura et al. Adapun persamaan tersebut terletak pada subjek penelitian, rancangan penelitian, instrumen fungsi kognitif. Subjek penelitian adalah pasien skizofrenia. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, analitik. Instrumen kognitif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cognitive Assessment Interview (CAI). Perbedaan dengan penelitian Ventura et al. terletak pada instrumen pengukuran kemampuan fungsi sosial. Untuk mengukur kemampuan fungsi sosial menggunakan UCLA Social Attainment Survey (SAS). Hasil penelitian terhadap 150 pasien skizofrenia menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan (p<0,01) antara fungsi kognitif dengan kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia (r = -0,38).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Rahman dan Rochmanika (2012) yang berjudul Pengaruh Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Bagi Hasil, dan Rasio Non Performing Financing terhadap

Setelah hasil analisis kinerja lalu lintas simpang tidak bersinyal Rungkut Madya-Gununganyar Sawah pada tahun eksisting diketahui, maka dapat dianalisis perkiraan kinerja

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Berdasarkan hasil penelitiaan dan pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa Perangkat pembelajaran berorientasi inkuiri terbimbing yang

menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi.. 3) PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat. 4)

Metode Penulisan yang digunakan oleh Penulis merupakan yuridis normatif yang akan dilakukan dengan cara melakukan studi kepustakaan dalam melakukan Analisis

Judul Skripsi: Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kualitas Audit Terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Perdagangan yang Terdaftar Di Bursa Efek

Jika remaja adalah seseorang yang berada pada usia 13 sampai 18 tahun, maka pemuda merupakan seseorang atau sekelompok orang yang berada pada masa muda, yaitu masa transisi