• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PEKERJAAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR JAKARTA TAHUN 2018 SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PEKERJAAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR JAKARTA TAHUN 2018 SKRIPSI OLEH :"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PEKERJAAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR JAKARTA TAHUN 2018. SKRIPSI. OLEH : YESICA ROSANNA TAMBUNAN NIM : 141000643. FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018. Universitas Sumatera Utara.

(2) IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PEKERJAAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR JAKARTA TAHUN 2018 Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH : YESICA ROSANNA TAMBUNAN NIM : 141000643. FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018. Universitas Sumatera Utara.

(3) HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PEKERJAAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR JAKARTA TAHUN 2018” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.. Medan,. September 2018. Yang membuat pernyataan,. Yesica Rosanna Tambunan. i. Universitas Sumatera Utara.

(4) Universitas Sumatera Utara.

(5) ABSTRAK Potensi bahaya atau bahaya kerja adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan, dan lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan atau kerugian. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi bahaya pekerjaan pada perawat Instalasi Rawat Inap (IRI) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Penelitian ini bersifat survey deskriptif dengan melakukan observasi dan wawancara pada perawat di Instalasi Rawat Inap (IRI). Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan form isian identifikasi potensi bahaya pada perawat. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat di Instalasi Rawat Inap (IRI) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta yang berjumlah 37 orang. Sampel berjumlah 37 orang yang dipilih berdasarkan metode total sampling. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat berbagai potensi bahaya yang teridentifikasi dalam 9 jenis aktivitas yang rutin dilakukan perawat, diantaranya bahaya fisik, bahaya biologi, bahaya kimia, bahaya ergonomi, bahaya psikosoial, dan bahaya mekanik. Potensi bahaya diserang pasien merupakan bahaya dengan tingkat risiko tertinggi menyebabkan kecelakaan kerja. Potensi bahaya sakit punggung merupakan bahaya dengan tingkat risiko tertinggi menyebabkan penyakit akibat kerja. Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan pengawasan terhadap pasien dalam upaya mengendalikan risiko perawat diserang pasien. Melakukan pelatihan dan pemberian edukasi untuk meningkatkan kompetensi perawat dalam menghadapi pasien ketergantungan NAPZA. Kemudian pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri berupa sarung tangan dan masker untuk menghindari penularan penyakit. Kata Kunci: Identifikasi Bahaya, Instalasi Rawat Inap, Perawat, Rumah Sakit Ketergantungan Obat. iii. Universitas Sumatera Utara.

(6) ABSTRACT Potential occupational hazards or occupational hazards are one of the potential causes of loss in the workplace or situations that relate to jobs, its workers, and the work environment in which the work is done that has the potential to cause disturbances or even losses. Hazard identification is a systematic effort to identify potential hazards at the workplace. The purpose of this research is to identify the potential occupational hazards for the nurses working at the Inpatient Installation of Jakarta Drug Abuse Hospital. This research is done through descriptive survey by conducting observations and interviews on nurses working at the Inpatient Installation. Collection of data is done via occupational hazards identification forms. The population of this particular research are all the nurses at the Inpatient Installation of Jakarta Drug Abuse Hospital numbered at thirty seven people. The sample is also numbered at thirty seven, with the samples chosen using the total sampling method. According to the research results, there are several potential hazards that can be identified from the nine routine activities that are done by nurses, among others physical hazards, biological hazards, chemical hazards, ergonomic hazards, psychosocial hazards, and mechanical hazards. Being assaulted by patients is the one hazard that possesses the highest risk of causing workplace accident. The potential to contract back pains are the hazard that possesses the highest risk of causing occupational disease. This is a suggestion for the hospital to increase surveillance on patients to reduce the risk of patient assaults on nurses. Conducting trainings to nurses and educating them can help to improve their competency on dealing with patients with drug addiction. The Personal Protective Equipment such as gloves and masks should be worn to avoid contracting any disease. Keywords:. Drug Abuse Hospital, Installation, Nurse. Hazard. Identification,. Inpatient. iv. Universitas Sumatera Utara.

(7) KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugerah dan restu-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Identifikasi Potensi Bahaya Pekerjaan pada Perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur Jakarta Tahun 2018”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk meraih gelar Kesehatan. Sarjana. Masyarakat. Universitas. Sumatera. Utara. khususnya. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat bimbingan, dukungan serta doa dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada: 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM USU dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi sekaligus Ketua Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan petunjuk, saran dan nasihat serta arahan selama proses pengerjaan skripsi.. v. Universitas Sumatera Utara.

(8) 4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku dosen penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 5. Arfah Mardiana Lubis, S.Psi, M.Psi selaku dosen penguji II yang dengan sabar memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Ibu Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan nasihat dan masukan kepada penulis selama masa perkuliahan di FKM USU. 7. Tim Dosen Pengajar dan Staff di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan. 8. Direktur Rumah Sakit, Ibu Priska Saragih selaku pembimbing lapangan, perawat instalasi rawat inap dan Seluruh staff Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur Jakarta yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis dalam melaksanakan penelitian. 9. Yang teristimewa dan tercinta kepada Ibunda Mariati Saragih, serta saudara kandung penulis Kakanda Lucya Mandez Tambunan, Cindy Lovita Tambunan Adinda Chyntia Wulandari Tambunan, Jhody Raja Panchari Tambunan dan Kevin Christy yang selalu setia mendukung, membantu, dan mendoakan penulis selama masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi. 10. Sahabat-sahabat penulis selama masa perkuliahan, Tim Tambourine, Tim Pagelaran Drama Musikal, dan teman-teman seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama ini.. vi. Universitas Sumatera Utara.

(9) Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, dan saran dari teman-teman pembaca sekalian guna memperbaiki skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.. Medan,. September 2018 Penulis,. Yesica Rosanna Tambunan. vii. Universitas Sumatera Utara.

(10) DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................. i HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... ii ABSTRAK ................................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ................................................................................................. v DAFTAR ISI............................................................................................................. viii DAFTAR TABEL....................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xiii DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 10 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 10 1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................ 10 1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................... 11 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 12 2.1 Bahaya (Hazard) .................................................................................................. 12 2.1.1 Potensi Bahaya di Rumah Sakit ................................................................. 13 2.1.2 Sumber Bahaya di RSKO .......................................................................... 15 2.2 Penyakit Akibat Hubungan Kerja ....................................................................... 19 2.2.1 Pengertian .................................................................................................. 19 2.2.2 Penyebab .................................................................................................... 20 2.2.3 Diagnosis dan Identifikasi.......................................................................... 21 2.3 Kecelakaan Kerja ................................................................................................. 23 2.3.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja .................................................................... 23 2.3.2 Sebab-sebab Kecelakaan Kerja ................................................................. 24 2.3.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja................................................................... 28 2.3.4 Kerugian Akibat Kecelakaan..................................................................... 31 2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit............................................. 33 2.4.1 Upaya K3 di Rumah Sakit ......................................................................... 34 2.4.2 Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pembinaan K3RS..................................... 34 2.5 Identifikasi Bahaya.............................................................................................. 35 2.5.1 Tujuan ........................................................................................................ 36 2.5.2 Persyaratan Identifikasi Bahaya................................................................. 38 2.5.3 Teknik Identifikasi Bahaya ........................................................................ 39 viii Universitas Sumatera Utara.

(11) 2.6 Kerangka Konsep ................................................................................................. 41 BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 42 3.1 Jenis Penelitian.................................................................................................... 42 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 42 3.2.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 42 3.2.2 Waktu Penelitian ....................................................................................... 42 3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................... 42 3.3.1 Populasi...................................................................................................... 42 3.3.2 Sampel........................................................................................................ 43 3.4 Instrumen Penelitian............................................................................................ 43 3.5 Metode Pengumpulan Data ................................................................................. 43 3.5.1 Data Primer ................................................................................................ 43 3.5.2 Data Sekunder ............................................................................................ 43 3.6 Metode Analisis Data.......................................................................................... 44 BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................................... 45 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................................. 45 4.1.1 Profil Rumah Sakit..................................................................................... 45 4.1.2 Visi,Misi, dan Motto RSKO Jakarta .......................................................... 47 4.1.3 Struktur Organisasi .................................................................................... 48 4.1.4 Pelayanan di RSKO Jakarta ....................................................................... 49 4.1.5 Jam Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja ......................................................... 52 4.1.5.1 Jam Kerja ....................................................................................... 52 4.1.5.2 Tenaga Kerja .................................................................................. 52 4.2 Pembagian Instalasi Rawat Inap .......................................................................... 53 4.2.1 Detoksifikasi/MPE ..................................................................................... 53 4.2.2 Rehabilitasi NAPZA .................................................................................. 54 4.2.3 Komplikasi dan Derawan........................................................................... 55 4.3 Karakteristik Responden ...................................................................................... 56 4.3.1 Umur .......................................................................................................... 56 4.3.2 Jenis Kelamin............................................................................................. 57 4.3.3 Lama Bekerja ............................................................................................. 57 4.3.4 Ruangan ..................................................................................................... 58 4.4 Identifikasi Potensi Bahaya.................................................................................. 58 4.4.1 Identifikasi Bahaya pada Aktivitas Penerimaan Pasien Baru ................... 58 4.4.2 Identifikasi Bahaya pada Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien................. 59 4.4.3 Identifikasi Bahaya dalam Menegakkan Diagnosa Keperawatan.............. 60 4.4.4 Identifikasi Bahaya dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan .......... 61 4.4.5 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Detoksifikasi.......................... 65 4.4.6 Identifikasi Bahaya pada Pelayanan Unit Rehabilitasi NAPZA................ 66 4.4.7 Identifikasi Bahaya pada Pelayanan Unit Komplikasi dan Derawan ........ 68 ix Universitas Sumatera Utara.

(12) 4.4.8 Identifikasi Bahaya dalam Kegiatan Kewaspadaan Standar...................... 69 4.4.9 Identifikasi Bahaya dalam Proses Administrasi......................................... 70 BAB V PEMBAHASAN .......................................................................................... 71 5.1 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Aktivitas Menerima Pasien Baru.................. 71 5.1.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 71 5.1.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 73 5.2 Identifikasi Bahaya dalam Melakukan Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien...... 74 5.2.1 Potensi Bahaya Faktor Biologi .................................................................. 74 5.3 Identifikasi Bahaya dalam Aktivitas Menegakkan Diagnosa Keperawatan ........ 75 5.3.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 76 5.3.2 Potensi Bahaya Faktor Psikososial ............................................................ 77 5.4 Identifikasi Bahaya dalam melaksanakan Tindakan Keperawatan...................... 78 5.4.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 79 5.4.2 Potensi Bahaya Faktor Biologi .................................................................. 84 5.4.3 Potensi Bahaya Faktor Kimia .................................................................... 84 5.4.4 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 85 5.4.5 Potensi Bahaya Faktor Psikososial ............................................................ 85 5.4.6 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 86 5.5 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Pelayanan Unit Detoksifikasi ....................... 87 5.5.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 88 5.5.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 88 5.6 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Rehabilitasi NAPZA........................ 89 5.6.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 89 5.6.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 90 5.6.3 Potensi Bahaya Psikososial........................................................................ 90 5.6.4 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 91 5.7 Identifikasi Potensi dalam Pelayanan Unit Komplikasi dan Derawan................. 91 5.7.1 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 91 5.7.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 92 5.8 Identifikasi Bahaya pada Perawat dalam Kegiatan Kewaspadaan Standar ......... 92 5.8.1 Potensi Bahaya Faktor Biologi .................................................................. 93 5.8.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 93 5.9 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Proses Administrasi ............... 93 5.9.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 94 5.9.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 94 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 95 6.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 95 6.2 Saran..................................................................................................................... 96 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 97. x Universitas Sumatera Utara.

(13) DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Bahaya-bahaya Potensial di Rumah Sakit................................................. 14 Tabel 4.1 Shift kerja perawat di RSKO Jakarta ........................................................ 52 Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kerja di RSKO Jakarta..................................................... 53 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di RSKO Jakarta Tahun 2018. 56 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSKO Jakarta........ 57 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja di RSKO Jakarta........ 57 Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Ruangan Bekerja di RSKO Jakarta... 58 Tabel 4.7 Potensi Bahaya pada Perawat dalam Aktivitas Menerima Pasien baru .... 58 Tabel 4.8 Potensi Bahaya dalam Melakukan Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien . 59 Tabel 4.9 Identifikasi Bahaya dalam Menegakkan Diagnosa Keperawatan ............. 60 Tabel 4.10 Identifikasi Bahaya dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan......... 61 Tabel 4.11 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Detoksifikasi ....................... 66 Tabel 4.12 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Rehabilitasi NAPZA........... 67 Tabel 4.13 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Komplikasi dan Derawan ... 68 Tabel 4.14 Identifikasi Bahaya dalam Kegiatan Kewaspadaan Standar ................... 69 Tabel 4.15 Identifikasi Bahaya dalam Proses Administrasi...................................... 70. xi Universitas Sumatera Utara.

(14) DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Rasio Kecelakaan menurut Dupont ...................................................... 37 Gambar 2.2 Kerangka Konsep.................................................................................. 41 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.......... 49. xii Universitas Sumatera Utara.

(15) DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Informed Consent Lampiran 2. Form Isian Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 5. Hasil Uji Statistik Lampiran 6. Dokumentasi. xiii Universitas Sumatera Utara.

(16) DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Yesica Rosanna Tambunan, dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 20 September 1996. Penulis beragama Protestan dan bersuku Batak Toba. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Alm. Marihot Tambunan dan Mariati Saragih. Alamat penulis di Perumahan Griya Bukit Jaya Blok R 13 No. 16 Gunung Putri Bogor. Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di SD Eka Wijaya (2002-2004), SDN 01 Impres (2004-2006), SDN 05 Gunung Putri (2006-2008), Sekolah Menengah Pertama di SMPN 01 Gunung Putri (20082011), Sekolah Menengah Atas di SMAN 01 Gunung Putri (2011-2014), dan penulis kemudian menempuh pendidikan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2014-2018).. xiv. Universitas Sumatera Utara.

(17) BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi saat ini menjadi salah satu bukti keberhasilan manusia. Meskipun kehidupan semakin maju, namun bukan berarti angka kecelakaan menurun drastis. Teknologi tidak saja melahirkan metode, peralatan, dan produk-produk baru yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun di sisi yang lain juga sekaligus melahirkan masalah-masalah baru. Menurut Brauer (1990) dalam Winarsunu (2008), dampak negatif akibat kemajuan teknologi yang dirasakan oleh orang Amerika antara lain berupa semakin meningkatnya kejadiankejadian kecelakaan, baik yang terjadi di tempat kerja, jalan raya atau di rumah. Setiap lingkungan kerja yang berhubungan dengan manusia, mesin, dan pekerjaan memiliki potensi bahaya yang berbeda-beda sesuai dengan jenis pekerjaannya. Menurut statistik yang dikeluarkan National Safety Council, lebih dari 2 juta orang terluka dan ada sekitar 13 ribu pekerja yang mati karena kecelakaan kerja setiap tahunnya (Triwibowo, 2013). Bukan hanya kecelakaan kerja yang menjadi permasalahan dalam lingkungan kerja, melainkan juga penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan tertentu. International Labour Organization (ILO) mencatat pada tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Sepanjang tahun 2016, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor Wilayah DKI Jakarta telah menangani kasus kecelakaan kerja sebanyak 5.093. 1. Universitas Sumatera Utara.

(18) 2. kasus dan 82% di antaranya merupakan peserta pria. Setelah itu, pihak BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah DKI Jakarta kembali mengeluarkan data terbaru, yaitu hingga November 2017 telah terdapat 4.920 kasus kecelakaan kerja. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia khususnya Jakarta belum dapat dikatakan mengalami penurunan. Kerugian akibat kecelakaan kerja sangat besar. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432 tahun 2007 menyatakan bahwa upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang memiliki risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Berdasarkan isi pasal tersebut maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan, baik Penyakit Akibat Kerja (PAK) ataupun kecelakaan kerja terhadap para perkerjanya. Rumah sakit adalah institusi pelayanan masyarakat yang padat modal, padat teknologi, dan padat karya yang dalam pekerjaan sehari-hari melibatkan sumber daya manusia dengan berbagai jenis keahlian. Menurut Salawati (2014) Rumah Sakit (RS) merupakan depot dari berbagai macam penyakit yang berasal dari pasien, perawat, dokter, dan pengunjung yang berstatus karier.. Universitas Sumatera Utara.

(19) 3. Selain penyakit-penyakit infeksi, rumah sakit memiliki potensi bahaya lainnya yang memengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gasgas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi (Kepmenkes RI, 2007). Hasil laporan National Safety Council (NSC) dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Hal ini sejalan dengan riset yang diklaim oleh US Department of Health and Human Services (1990) bahwa dibandingkan dengan pekerja sipil lainnya, pekerja RS lebih banyak mengalami masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi, dan lain-lain. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS. Berdasarkan data dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA) pada tahun 2013 penyebab cedera pada tenaga kesehatan antara lain kelelahan akibat gerakan yang berhubungan dengan penanganan pasien (48%), terkilir atau terjatuh (25%), bersentuhan dengan alat berbahaya (13%), tindakan kekerasan dari pasien (9%), terkena paparan zat berbahaya (4%), serta penyebab lainnya (1%). Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS yakni hipertensi, varises,. Universitas Sumatera Utara.

(20) 4. anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae. Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot tulang dan rangka (Kepmenkes RI, 2007). Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di institusi pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit, penggunaan peralatan dengan teknologi tinggi dan bahan-bahan serta obat berbahaya bagi kesehatan untuk tindakan diagnostik, terapi maupun rehabilitasi semakin meningkat. Oleh sebab itu, terpaparnya Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit oleh bibit penyakit perlu mendapat perhatian khusus. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit, SDM Rumah Sakit adalah semua tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang bekerja di rumah sakit. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta merupakan salah satu rumah sakit di Jakarta yang termasuk dalam daftar Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dan mitra dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam hal menangani pasien penyalahgunaan NAPZA. RSKO Jakarta berlokasi di Jalan Lapangan Tembak No.75, Cibubur, Jakarta Timur dan telah beroperasi sejak 3 Juli 1972.. Universitas Sumatera Utara.

(21) 5. Rumah Sakit Ketergantungan Obat merupakan rumah sakit pemerintah yang berbeda dengan rumah sakit milik pemerintah umumnya, dimana RSKO dikhususkan untuk menangani pasien dengan ketergantungan NAPZA. RSKO Jakarta memiliki visi menjadi rumah sakit yang unggul dalam pelayanan, pendidikan, dan penelitian dalam bidang NAPZA di tahun 2019. Demi tercapainya visi tersebut, tentu dibutuhkan dukungan dari tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya. Baik buruknya kinerja suatu organisasi dapat diukur dari kinerja tenaga medis, paramedis dan non medis dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Banyak dari pasien penyalahgunaan NAPZA merupakan pengguna NAPZA dengan menggunakan jarum suntik (intra venous drug user) dimana penggunaan narkoba menggunakan jarum suntik berpotensi menularkan penyakit infeksius yang sangat berbahaya seperti hepatitis dan infeksi HIV yang sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Selain itu, kebanyakan pasien di RSKO merupakan pasien dengan dual diagnosis yaitu selain mempunyai masalah dengan penyalahgunaan NAPZA, juga terdapat gangguan mental lainnya, misalnya; gangguan kepribadian (Pramudya, 2008). Pasien pertama di RSKO Jakarta adalah seorang perempuan dengan diagnosis ketergantungan morphine yang dirawat pada tanggal 3 Juli 1972 dan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai tanggal berdirinya (beroperasinya) RSKO. Pada tahun 1974 RSKO yang semula Drug Dependence Unit (DDU) berubah menjadi Lembaga Ketergantungan Obat (LKO) dengan tujuan utamanya adalah usaha penanganan NAPZA yang bersifat komprehensif dan jangka panjang,. Universitas Sumatera Utara.

(22) 6. meliputi bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pada tahun 1978 status LKO ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe C dengan nama Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan perubahan menjadi tipe B non pemerintah diperoleh pada tanggal 14 Juni 2002 melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 732/Menkes/SK/VI/2002. Pelayanan di RSKO Jakarta terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pelayanan rawat jalan, IGD, rawat inap, penunjang, administrasi, dan bagian diklit. Fokus dalam penelitian ini yaitu Instalasi Rawat Inap RSKO Jakarta yang terbagi atas ruang rawat Detoksifikasi/MPE, Rehabilitasi NAPZA, ruang Komplikasi (High Care Unit) dan Ruang Psikiatri Murni (Derawan). Setiap ruang rawat memiliki jenis penanganan pasien yang berbeda-beda. Ruang rawat MPE/Detoksifikasi disediakan khusus untuk pasien baru yang harus dirawat selama kurang lebih dua minggu untuk dilakukannya proses mengeluarkan racun atau menghilangkan efek sakau terhadap pasien baru. Tahapan lanjutan setelah proses detoksifikasi yaitu pasien dipindah ke ruang rehabilitasi NAPZA yang selanjutnya akan dirawat dan dilakukan proses rehabilitasi sampai pasien dinyatakan sembuh dan dapat kembali kepada keluarga dan lingkungan sosialnya. Ruang rawat yang ketiga yaitu ruang komplikasi (HCU), ruang ini dikhususkan untuk mengatasi pasien dengan diagnosis penyakit yang bersifat kronis seperti HIV/AIDS, gangguan fungsi hati, hepatitis B, hepatitis C, dan sebagainya. Setiap ruang memiliki potensi bahaya yang berbeda-beda terhadap pekerja sesuai dengan uraian tugasnya masing-masing. Jumlah total perawat di instalasi rawat inap yaitu sebanyak 45 orang, dengan rincian sebagai berikut; MPE sebanyak 12 perawat,. Universitas Sumatera Utara.

(23) 7. rehabilitasi NAPZA sebanyak 13 perawat, komplikasi (HCU) sebanyak 12 perawat. Salah satu tenaga medis yang memiliki eksistensi peranan cukup penting di rumah sakit adalah perawat. Sejalan dengan ini, penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 mengatakan bahwa pekerjaan yang paling berisiko menyebabkan injury (non fatal) pada wanita adalah perawat, dimana terdapat risiko tertusuk jarum suntik dan sebagainya. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati (https://id.wikipedia.org/wiki/Perawat). Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwenang untuk memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangan (Bastian, 2008). Dalam melaksanakan pengabdiannya seorang perawat tidak hanya berhubungan dengan pasiennya, tetapi juga dengan keluarga pasien, rekan sesama perawat, dokter, serta berbagai peraturan yang harus dijalani. Seorang perawat memiliki daftar tugas yang harus dilakukan selama bekerja, khususnya pada Instalasi Rawat Inap (IRI) di antaranya, merawat pasien, bertanggung jawab atas kebersihan ruangan dan sekitarnya, melakukan penyuntikan, pemasangan infus, memeriksa darah, tes urin, mendampingi dokter memeriksa pasien, dan lain sebagainya. Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti terkait data kecelakaan dan penyakit akibat kerja di RSKO Jakarta dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (2015-2017), diperoleh data kecelakaan kerja sebagai berikut, yaitu. Universitas Sumatera Utara.

(24) 8. sebanyak 2 orang terpeleset saat menaiki tangga yang berada di ruang rehabilitasi dan sebanyak 2 orang terjatuh di ruang Komplikasi dan Derawan. Sementara itu, untuk data penyakit akibat kerja ditemukan 1 orang pekerja yang terkena hepatitis C pada tahun 2015. Total pekerja yang mengalami kecelakaan dan PAK di RSKO Jakarta pada tahun 2015-2017 sebanyak 5 pekerja. Kecelakaan nonfatal seperti tertusuk jarum suntik, terluka karena pisau atau alat bedah, dan diserang oleh pasien yang tidak menyebabkan luka berat sering terjadi namun tidak tercatat karena tidak dilaporkan. Berdasarkan data di atas, angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di RSKO Jakarta memang masih terbilang sedikit, namun seringkali pada kenyataannya tidak semua kecelakaan kerja dilaporkan kejadiannya, lebih-lebih kecelakaan kerja yang tidak mengakibatkan hilangnya waktu kerja dan luka yang berarti seperti halnya tertusuk jarum suntik dan diserang pasien, merupakan salah satu bukti dari kelemahan catatan statistik kecelakaan kerja pada suatu perusahaan atau institusi. Sejalan dengan ini adalah pandangan yang dikemukakan oleh Winarsunu (2008), yang mengutip kesimpulan berdasarkan The bureau of Labor Statistic bahwa dalam setiap atau 1 laporan kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka, sedikitnya ada 10 kejadian kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka serius yang tidak dilaporkan. Mengingat begitu besar dampak yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja, maka perlu dilakukannya pencegahan terhadap kecelakaan kerja. Pada banyak kejadian kecelakaan atau sekitar 70% sampai 80% penyebabnya adalah kesalahan manusia atau human error (Winarsunu, 2008).. Universitas Sumatera Utara.

(25) 9. Winarsunu (2008) mengatakan bahwa cara yang ditempuh untuk menghindari atau mengatasi terjadinya kecelakaan sesuai dengan cara berfikir orang tentang kecelakaan itu sendiri. Apabila orang berfikir bahwa kecelakaan adalah suatu kejadian yang penyebabnya dapat dipelajari secara ilmiah sehingga orang dapat menghindari atau mengelola penyebabnya itu, maka akan melahirkan pandangan bahwa kecelakaan adalah suatu kejadian yang dapat dikendalikan. Pencegahan kecelakaan kerja seharusnya menjadi prioritas utama karena tujuan adanya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) itu sendiri ialah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau kerugian materi. Di samping itu, keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan dapat menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam keselamatan dan kesehatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional, dan psikologi (Winarsunu, 2008). Pencegahan kecelakaan kerja ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan (Triwibowo, 2013). Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian kecelakaan kerja yang tepat. Dengan kata lain, perlu diadakan identifikasi guna mengetahui dan menemukan masalah ataupun potensi-potensi bahaya dalam suatu lingkungan kerja. Identifikasi merupakan langkah paling awal dalam upaya pengendalian kecelakaan kerja. Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan,. Universitas Sumatera Utara.

(26) 10. mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data, dan informasi dari kebutuhan lapangan (https://id.m.wikipedia.org/wiki/identifikasi). Maka dapat disimpulkan bahwa identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui, mengenal, dan memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem baik itu peralatan, tempat kerja ataupun prosedur. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Identifikasi Potensi Bahaya Pekerjaan pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, Jakarta Tahun 2018”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ialah apa sajakah potensi bahaya pekerjaan yang dapat diidentifikasi pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, Jakarta tahun 2018. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi berbagai potensi bahaya pekerjaan pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur Jakarta tahun 2018.. Universitas Sumatera Utara.

(27) 11. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.. Untuk mengidentifikasi potensi bahaya pekerjaan yang mengakibatkan kecelakaan akibat kerja pada perawat di RSKO Cibubur.. 2.. Untuk mengidentifikasi potensi bahaya pekerjaan yang mengakibatkan penyakit akibat kerja pada perawat di RSKO Cibubur.. 3. Untuk mengetahui upaya yang telah dilakukan RSKO Cibubur dalam mengendalikan potensi-potensi bahaya yang berada di lingkungan rumah sakit. 1.4 Manfaat Penelitian 1.. Sebagai gambaran dan informasi bagi pihak pengelola rumah sakit tentang potensi bahaya pekerjaan bagi perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, Jakarta.. 2.. Sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi rumah sakit untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi pada tenaga kerja terkhusus pada perawat.. 3.. Sebagai bahan atau sumber data penelitian berikutnya.. 4.. Untuk menambah wawasan pengetahuan serta pengembangan diri bagi peneliti.. Universitas Sumatera Utara.

(28) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bahaya (Hazard) Menurut OHSAS 180001 (2007), bahaya (Hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja. Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan (Ramli, 2010). Hazard dapat berupa; bahan-bahan kimia, bagian-bagian mesin, bentuk energi, metode kerja atau situasi kerja sebagai sumber bahaya potensial yang dapat menyebabkan kerusakan. Kerusakan dan bentuk kerugian berupa kematian, cedera, sakit fisik atau mental, kerusakan properti, kerugian produksi, kerusakan lingkungan atau kombinasi dari kerugian-kerugian tadi (Kuswana, 2014). Potensi bahaya merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. ILO (1986) yang dikutip oleh Anugrah (2009), mendefinisikan potensi bahaya atau bahaya kerja adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan, dan lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan atau kerugian. Hazard adalah faktor risiko, yaitu sumber atau kondisi yang memiliki potensi bahaya kesehatan kerja. Mengacu kepada domain kesehatan kerja yakni tiga kelompok variabel yaitu kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban atau jenis kerja, maka hazard atau potensi bahaya yang dapat berasal dari ketiga. 12. Universitas Sumatera Utara.

(29) 13. kelompok variabel tersebut di atas. Dari aspek kapasitas kerja, hazards dapat berasal dari manusia, baik berupa perilaku negligence atau perilaku tidak sehat lainnya. Hazards dari lingkungan kerja tidak terhitung banyaknya namun dapat dikelompokkan ke dalam kelompok fisik, kelompok bahan kimia toksik, dan mikroorganisme. Hazards juga dapat berasal dari jenis pekerjaan dan/atau beban pekerjaannya (Achmadi, 2014). Bahaya di tempat kerja timbul atau terjadi ketika ada interaksi antara unsur-unsur produksi yaitu manusia, peralatan, material, proses atau metoda kerja. Dalam proses produksi tersebut terjadi kontak antara manusia dengan mesin, material, dan lingkungan kerja yang diakomodir oleh proses atau prosedur kerja. Karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsurunsur produksi tersebut, yaitu manusia, peralatan, material, proses serta sistem, dan prosedur (Ramli, 2010). Bahaya tersebut disebut potensial jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan. Jika kecelakaan telah terjadi, maka bahaya tersebut dianggap sebagai bahaya nyata. 2.1.1 Potensi Bahaya di Rumah Sakit Bahaya potensial di rumah sakit yang berasal dari berbagai faktor dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Beberapa faktor di antaranya yaitu, faktor biologi, faktor kimia, faktor ergonomi, faktor fisika, dan faktor psikososial. Berikut bahaya-bahaya potensial di rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.. Universitas Sumatera Utara.

(30) 14. Tabel 2.1 Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit Bahaya Fisik Bahaya Kimia. Di antaranya : radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas, suhu dingin, bising, getaran, pencahayaan. Di antaranya: Ethylene oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether, Halothane, Etrane, Mercury, Chlorine.. Bahaya Biologi. Di antaranya :Virus (Hepatitis B dan C, Influenza, HIV), Bakteri (S. Saphrophyticus, Bacillus sp, Porionibacterium sp., H. Influenzae, S. Pneumomaniae, N. Meningitidis, B. Streptococcus, Pseudomonas), Jamur (Candida) dan Parasit (S. Scabiei). Bahaya Ergonomi. Cara kerja yang salah, di antaranya posisi kerja membungkuk dan mengangkat. Di antaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post traumatic.. Bahaya Psikososial Bahaya Mekanik Bahaya Listrik Kecelakaan Limbah RS. Di antaranya : terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk benda tajam. Di antaranya : sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir, listrik statis. Di antaranya : kecelakaan benda tajam. Di antaranya : limbah medis ( jarum suntik, vial obat, nanah, darah) limbah non medis, dan limbah cairan tubuh manusia (droplet, liur, sputum). Prinsip bahaya untuk perawat menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) yaitu : 1.. Patogen melalui darah.. 2.. Bahan kimia berbahaya : misalnya, Etilen oksida, obat tumpah, bahan karsinogen, asap berbahaya, dan cairan yang mudah terbakar.. 3.. Slip/jatuh.. 4.. Alergi lateks : misalnya, alergi terhadap sarung tangan yang terbuat dari lateks alam dan atau bahan yang digunakan untuk membuat sarung tangan.. 5.. Bahaya peralatan : misalnya jarum suntik dan kejutan listrik.. Universitas Sumatera Utara.

(31) 15. 6.. Stress kerja : a. Faktor-faktor : shift kerja, jam kerja yang panjang, kelelahan, situasi emosional yang kuat (penderitaan dan kematian), keselamatan pasien (kesalahan pengobatan). b. Peringatan dini : sakit kepala, gangguan tidur, kesulitan konsentrasi, ketidakpuasan kerja, dan semangat kerja yang menurun.. 7.. Infeksi Methicilin Resistant Staphylococus.. 8.. Workplace violence : serangan fisik luar (ancaman, makian). 9.. Terorisme : misalnya, menerima korban dari sebuah insiden teroris yang tidak diketahui identitasnya.. 10. Bahaya fisik : misalnya flying objects, cedera mata. 2.1.2 Sumber Bahaya di RSKO 1. Sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja Sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor fisik, biologi, dan psikologi terhadap pekerja. Sumber bahaya dari lingkungan kerja di rumah sakit bisa pula berasal dari partner kerja ataupun pasien. Beberapa contoh sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja di rumah sakit: a.. Suhu kerja Produktivitas, efisiensi, dan efektivitas kerja sangat dipengaruhi oleh. kondisi iklim atau suhu kerja. Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah 24-16°C. Gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan. Universitas Sumatera Utara.

(32) 16. dapat mengakibatkan gangguan perilaku, dehidrasi, Heat cramps, Heat Syncope, dan Heat Exhaustion. b.. Kebisingan Menurut Permenaker RI No.13 Tahun 2011 tentang “Nilai Ambang Batas. Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja” kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di tempat kerja berdasarkan Permenaker RI No.13 Tahun 2011 adalah 85 dB untuk waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam seminggu. Pengaruh kebisingan intensitas rendah yang berada dibawah NAB, antara lain: stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan reaksi psikomotrik, kehilangan konsentrasi, gangguan komunikasi antar lawan bicara, dan penurunan performansi kerja yang berujung pada kehilangan efisiensi kerja dan produktivitas kerja. c.. Lingkungan sosial Sumber bahaya di rumah sakit juga dapat berasal dari lingkungan sosial. pekerja, seperti rekan sekerja ataupun pasien. Rekan yang tidak sejalan ataupun tidak dapat bekerja sama dengan baik dapat menimbulkan tekanan bagi pekerja lain yang mengakibatkan stress kerja. Saat seorang pekerja mengalami stress, maka akan berpengaruh pada berkurangnya konsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja yang bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.. Universitas Sumatera Utara.

(33) 17. Pekerja di rumah sakit juga seringkali mengalami kecelakaan yang berasal dari pasien, khususnya di RSKO yang dikhususkan merawat pasien dengan ketergantungan NAPZA. Pasien ketergantungan NAPZA cenderung memiliki dual diagnosis yaitu terganggunya mental dan psikologinya, sehingga seringkali pekerja mengalami tindakan kekerasan dari pasien, seperti diserang oleh pasien, dipukul, dilempar benda-benda yang dapat mengakibatkan cedera baik non fatal maupun fatal. d.. Beban Kerja Beban kerja yang terlalu berat dapat menjadi salah satu sumber bahaya. yang berasal dari lingkungan. Dikarenakan pekerja yang memiliki beban kerja yang terlalu berat akan mengalami stress. Ketika pekerja mulai merasakan stress maka motivasi pekerja akan menurun, motivasi yang menurun akan berdampak pada berkurangnya konsentrasi saat melakukan pekerjaan sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kesalahan maupun kecelakaan kerja. 2. Sumber bahaya yang berasal dari pekerja (unsafe action) Faktor manusia di tempat kerja mengacu pada setiap masalah yang memengaruhi pendekatan individu ke pekerjaan dan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaannya. Pengaruh tersebut ada di setiap kegiatan harian pekerja, baik di rumah, di tempat kerja, dalam perkumpulan sosial, maupun dalam kegiatan-kegiatan di waktu luang. Faktor manusia merupakan salah satu bagian dari ilmu perilaku. Adapun, faktor negatif yang dapat mengakibatkan potensi bahaya pada industri adalah : a.. Minimnya pelatihan dan tugas-tugas.. Universitas Sumatera Utara.

(34) 18. b.. Bersikap menentang terhadap aturan-aturan dan pengamanan.. c.. Mengabaikan atau melewati pengamanan dan mengambil jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan.. d.. Salah memahami prosedur pekerjaan yang akan dilakukan.. e.. Gagal memberitahukan atau mengintruksikan pekerjaan dengan benar. Menghilangkan faktor negatif dan membangun faktor positif akan. memberikan sumbangan yang besar terhadap lingkungan kerja yang lebih aman dan selamat (Ridley, 2008). 3. Sumber bahaya dari bahan kimia dan peralatan Pada penggunaan bahan-bahan kimia, terdapat sejumlah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan bahaya sehingga mencegah pekerja dari risiko kecelakaan. Jika bahayanya tidak dapat dihilangkan, tindakan pengendalian harus diimplementasikan untuk meminimalkan risiko dari bahan-bahan kimia yang dihadapi pekerja. Seorang pekerja yang bekerja di rumah sakit tidak dapat menghindari kontak dengan bahan-bahan kimia. Bahan kimia berbahaya yang terdapat di rumah sakit di antaranya, Etilen oksida, Formaldehyde, Mercury, Ether, Glutaraldehyde dan bahan kimia yang mudah terbakar lainnya. Dalam menangani zat-zat kimia, baik selama tahap pemasokan, pemakaian atau pembuangan, haruslah mengikuti setiap prosedur untuk keselamatan pekerja (Ridley, 2008). Bahaya juga dapat berasal dari peralatan pengobatan yang digunakan selama perawatan pasien di rumah sakit, seperti jarum suntik, pisau dan gunting bedah, tabung oksigen, dan alat medis lainnya. Kecelakaan yang ditimbulkan dapat berupa tertusuk, terpotong, tersayat, tertimpa bahkan tersetrum.. Universitas Sumatera Utara.

(35) 19. Jika setiap bahaya-bahaya tersebut dapat diidentifikasi, tindakan harus diambil untuk menghilangkan atau meminimalkan risiko yang dihadapi oleh pekerja. Jika bahaya-bahaya tersebut tidak dapat dihilangkan, suatu penilaian risiko perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencegahan apa saja yang harus diambil. 2.2 Penyakit Akibat Hubungan Kerja 2.2.1 Pengertian Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. 4 kategori penyakit akibat kerja menurut WHO: 1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. 2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik. 3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara faktorfaktor lainnya, misalnya Bronkhitis khronis. 4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma. Seorang pekerja dapat mengalami berbagai penyakit yang dapat dikelompokkan dalam : 1.. Penyakit yang juga diderita oleh masyarakat umum lainnya (general disease).. 2.. Penyakit yang berhubungan/berkaitan dengan pekerja tetapi bukan akibat pekerjaan atau lingkungan kerja (work related disease).. Universitas Sumatera Utara.

(36) 20. 3.. Penyakit. yang. diakibatkan. oleh. pekerjaan. atau. lingkungan. kerja. (occupational disease). 2.2.2 Penyebab Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dapat dibagi atas 5 golongan, yaitu: 1.. Golongan Fisik Meliputi bising, getaran, radiasi, suhu ekstrem, tekanan, dan lain-lain.. 2.. Golongan Kimiawi Ada lebih kurang 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam proses industri, namun dalam daftar penyakit ILO baru diidentifikasi 31 bahan kimia sebagai penyebab, sehingga dalam daftar ditambah satu penyakit untuk bahan kimia lainnya.. 3.. Golongan Biologik Meliputi bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain.. 4.. Golongan Fisiologik Tempat kerja yang kurang ergonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi manusia.. 5.. Golongan Psikososial Beban kerja terlalu berat, monotoni pekerjaan, dan sebagainya. Di negara-negara maju, faktor-faktor fisik, kimia dan biologik sudah dapat. dikendalikan, sehingga gangguan kesehatan akibat faktor-faktor tersebut sudah sangat jauh berkurang, namun akhir-akhir ini justru faktor ergonomi dan golongan psikososial yang menyebabkan gangguan musculoskeletal, stress dan penyakit. Universitas Sumatera Utara.

(37) 21. psikosomatis yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat hubungan pekerjaan. 2.2.3 Diagnosis dan Identifikasi Dalam menentukan diagnosis penyakit yang diderita seorang pekerja, seorang dokter akan menghadapi berbagai permasalahan terutama dalam mencari ada tidaknya hubungan antara pekerjaan dan kondisi kesehatannya. Berbagai variabel yang berkaitan dengan pekerja, tempat/lingkungan kerja, bahan/proses kerja dan teknologi pengendalian, memengaruhi terjadi atau tidaknya gangguan kesehatan/penyakit pada pekerja. Menurut Aditama (2002), ada dua elemen pokok dalam mengidentifikasi penyakit akibat hubungan kerja: 1.. Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit.. 2.. Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi daripada masyarakat umum. Diagnosis dan identifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang. terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan epidemiologis dan pendekatan klinis. 1. Pendekatan epidemiologis Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya gangguan kesehatan atau keluhan pada sekelompok pekerja. Pendekatan ini diperlukan untuk mengidentifikasi adanya hubungan kausal antara suatu pajanan dengan penyakit. Sebagai hasil dari berbagai penelitian epidemiologis makin banyak. Universitas Sumatera Utara.

(38) 22. berhasil diidentifikasi pajanan yang dapat menyebabkan penyakit. Identifikasi tersebut mempertimbangkan: a. Kekuatan asosiasi. b. Konsistensi. c. Spesifisitas. d. Adanya hubungan waktu dengan kejadian penyakit. e. Hubungan dosis. f. Penjelasan patofisiologis. 2. Pendekatan klinis (individual) Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah seseorang menderita penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau tidak. Langkah-langkah yang dilakukan adalah: a. Menentukan diagnosis klinis. b. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan. c. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit. d. Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup besar. e. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan. f. Menentukan apakah ada faktor lain di luar pekerjaan. g. Menentukan diagnosis penyakit akibat hubungan kerja.. Universitas Sumatera Utara.

(39) 23. 2.3 Kecelakaan Kerja Kecelakaan akibat kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga, oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (Suma’mur, 2009). Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan dapat terjadi di karenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Terdapat tiga kelompok kecelakaan: 1. Kecelakaan akibat kerja di perusahaan dan perkantoran. 2. Kecelakaan lalu-lintas. 3. Kecelakaan di rumah. 2.3.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 adalah sebagai berikut: 1.. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan a. Terjatuh. b. Tertimpa benda jatuh. c. Tertumbuk atau terkena benda-benda. d. Terjepit oleh benda. e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi. g. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya / radiasi.. 2.. Klasifikasi menurut penyebab a. Mesin.. Universitas Sumatera Utara.

(40) 24. b. Alat angkut dan angkat. c. Peralatan lain. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi. e. Lingkungan kerja. 3.. Klasifikasi menurut letak kecelakaan / luka ditubuh Kepala, leher, anggota atas, anggota bawah, banyak tempat, kelainan. tubuh. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan dan penyebab berguna untuk membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan. Penggolongan menurut sifat dan letak luka/kelainan tubuh berguna untuk penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci. 2.3.2 Sebab-sebab Kecelakaan Kerja ILO (1989) mengemukakan bahwa kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, pekerjaannya dan faktor lingkungan di tempat kerja. 2.3.2.1 Faktor Manusia a. Umur Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, beberapa faktor yang memengaruhi tingginya kejadian kecelakaan akibat kerja. Universitas Sumatera Utara.

(41) 25. pada golongan umur muda antara lain karena kurang perhatian, kurang disiplin, cenderung menuruti kata hati, ceroboh dan tergesa-gesa. b.. Tingkat Pendidikan Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam. menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga akan memengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja. Hal ini dapat memengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Di samping pendidikan formal, pendidikan non formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh terhadap pekerja dalam pekerjaannya. c.. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat memengaruhi terjadinya. kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan. 2.3.2.2 Faktor Pekerjaan a. Giliran Kerja (Shift) Menurut Andrauler (1989) yang dikutip oleh Triwibowo (2013), giliran kerja adalah pembagian kerja dalam waktu dua puluh empat jam. Terdapat dua masalah. Universitas Sumatera Utara.

(42) 26. utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran, yaitu ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan kerja pada malam hari dan tidur pada siang hari. Pergeseran waktu kerja dari pagi, siang dan malam hari dapat memengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja. Menurut Suma’mur (2009), waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal waktu kerja, meliputi : 1. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik 2. Hubungan antara waktu kerja dan istirahat; 3. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi, siang, sore) dan malam hari. Lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6-10 jam. Sisanya (14-18) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain (Suma’mur, 2009). b. Jenis (Unit) pekerjaan Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap risiko terjadinya kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-beda di berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses. 2.3.2.3 Faktor Lingkungan 1. Lingkungan Fisik a. Pencahayaan Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang. Universitas Sumatera Utara.

(43) 27. tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi yang maksimal dan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan akibat kerja. b. Kebisingan Kebisingan di tempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang diberikan. Hal ini dapat berakibat terjadinya kecelakaan akibat kerja, di samping itu kebisingan juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran sementara atau menetap. 2. Lingkungan Kimia Faktor lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang memungkinkan penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan baku suatu produk, hasil suatu produksi dari suatu proses, proses produksi sendiri ataupun limbah dari suatu produksi. 3. Faktor Lingkungan Biologi Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat timbul seperti infeksi, alergi, dan sengatan serangga maupun gigitan binatang berbisa serta bisa menyebabkan kematian. Selain pernyataan sebab-sebab di atas, dapat pula disimpulkan bahwa masih ada tiga faktor yang memengaruhi atau menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor tersebut yaitu sifat dari kerja itu sendiri, jadwal kerja dan iklim psikologis di tempat kerja.. Universitas Sumatera Utara.

(44) 28. 1. Sifat kerja Menurut kajian para ahli keselamatan, sifat kerja memengaruhi tingkat kecelakaan. Sebagai contoh, seorang perawat yang berhubungan langsung dengan pasien dan berbagai peralatan medis akan memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja di bagian administrasi. 2. Jadwal Kerja Jadwal kerja dan kelelahan kerja juga memengaruhi kecelakaan kerja. Tingkat kecelakaan kerja biasanya stabil pada jam 6-7 jam pertama di hari kerja. Akan tetapi pada jam-jam sesudah itu, tingkat kecelakaan kerja akan lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena karyawan atau tenaga kerja sudah melampaui tingkat kelelahan yang tinggi. Kenyataan di lapangan juga membutikan bahwa kerja malam mempunyai risiko kecelakaan lebih tinggi daripada kerja pada siang hari. 3. Iklim Psikologis Tempat Kerja Iklim psikologis di tempat kerja juga berpengaruh pada kecelakaan kerja. Karyawan atau tenaga kerja yang bekerja di bawah tekanan stress atau yang merasa pekerjaan mereka terancam atau yang merasa tidak aman akan mengalami lebih banyak kecelakaan kerja daripada mereka yang tidak mengalami tekanan. 2.3.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja Pencegahan kecelakaan kerja adalah seharusnya menjadi prioritas utama. Tujuan utama penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). adalah. untuk. mengurangi. atau. mencegah. kecelakaan. yang. mengakibatkan cedera atau kerugian materi. Pencegahan kecelakaan kerja. Universitas Sumatera Utara.

(45) 29. ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejalagejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan. Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian kecelakaan kerja yang tepat. Menurut Triwibowo (2013), pengendalian kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain: 1. Pendekatan energi Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai penerima. Pendekatan energi untuk mengendalikan kecelakaan dilakukan melalui 3 titik, yaitu: a. Pengendalian pada sumber bahaya. Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau administratif. b. Pendekatan pada jalan energi. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi. c. Pengendalian pada penerima. Pendekatan ini dilakukan melalui pengendalian terhadap penerima baik manusia, benda dan material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan dengan efektif.. Universitas Sumatera Utara.

(46) 30. 2. Pendekatan manusia Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain: a.. Pembinaan dan Pelatihan.. b.. Promosi K3 dan kampanye K3.. c.. Pembinaan Perilaku Aman.. d.. Pengawasan dan Inspeksi K3.. e.. Audit K3.. f.. Komunikasi K3.. g.. Pengembangan prosedur kerja aman.. 3. Pendekatan teknis Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain : a.. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi dan peralatan kerja.. b.. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi.. 4. Pendekatan administratif Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:. Universitas Sumatera Utara.

(47) 31. a.. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi.. b.. Penyediaan alat keselamatan kerja.. c.. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3. d.. Mengatur pola kerja, sistem produksi, dan proses kerja.. 5. Pendekatan manajemen Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain: a.. Menerapkan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).. b.. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.. c.. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas.. 2.3.4 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerugian akibat kecelakaan kerja sangat besar. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Menurut Ramli (2010) yang dikutip oleh Triwibowo (2013), kerugian akibat kecelakaan kerja dikategorikan atas dua kerugian, yaitu:. Universitas Sumatera Utara.

(48) 32. 1. Kerugian Langsung Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan. dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan. Kerugian langsung dapat berupa: a.. Biaya pengobatan dan Kompensasi. Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan seorang pekerja tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga memengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang berlaku.. b.. Kerusakan sarana produksi. Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan.. 2. Kerugian Tidak Langsung Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian tak langsung antara lain: a.. Kerugian jam kerja. Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat memengaruhi produktivitas.. b.. Kerugian produksi. Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa. Universitas Sumatera Utara.

(49) 33. berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat keuangan. c.. Kerugian sosial. Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi keluarga korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitarnya.. 2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432 Tahun 2007 tentang Pedoman MK3 di Rumah Sakit, terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, seperti penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, misalnya sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3RS perlu dikelola dengan baik. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Manajemen K3RS adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di rumah sakit.. Universitas Sumatera Utara.

(50) 34. 2.4.1 Upaya K3 di Rumah Sakit Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultant dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. a.. Kapasitas kerja Kemampuan seseorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.. b.. Beban kerja Suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut dapat diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non fisik.. c.. Lingkungan kerja Kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial yang memengaruhi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.. 2.4.2 Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pembinaan K3RS 1.. Pelaksanaan a.. Melakukan pemeriksaan kesehatan awal, pemeriksaan kesehatan khusus dan pemeriksaan kesehatan berkala.. b.. Pemberian paket penanggulangan anemia.. c.. Pemberian paket pertolongan gizi.. Universitas Sumatera Utara.

(51) 35. d.. Upaya- upaya yang dilakukan sehubungan dengan kapasitas dan beban kerja, misalnya pengaturan kerja bergilir, penempatan petugas pada jabatannya, pendidikan dan pelatihan petugas rumah sakit tentang K3.. 2.. e.. Pelaksanaan upaya penanggulangan bahaya potensial.. f.. Pelaksanaan cara kerja yang baik.. g.. Pengorganisasian dan pembagian tugas yang jelas.. Pengawasan a) Melalui pengisian formulir K3RS dan formulir checklist 6 bulan. b) Pemantauan diutamakan pada kasus kecelakaan, proses terlaksananya kegiatan K3RS dan masukan sumber daya.. 3.. Pembinaan Pembinaan diarahkan agar rumah sakit melakukan upaya-upaya sehingga yang dicapai nihil kecelakaan dan nihil penyakit akibat kerja yang merupakan salah satu indikator keberhasilan.. 2.5 Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terkena bahaya. Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat atau sistem (Ramli, 2010). Menurut Rijanto (2011), untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya khusus yang berhubungan dengan pekerjaan, maka dapat dimulai dengan mencari bahaya-bahaya. Pengamatan terhadap pekerjaan harus diulang sesering mungkin. Universitas Sumatera Utara.

(52) 36. sesuai dengan kebutuhan sampai semua bahaya dan potensi kecelakaan teridentifikasi. Kadang risiko timbul secara tidak tetap, dan kondisi yang menunjukkan risiko yang sebenarnya mungkin tidak timbul saat dilakukan pengamatan. Untuk itu pekerja dapat membantu mengidentifikasi risiko-risiko berdasarkan pengalaman mereka. Sumber-sumber tambahan yang mungkin dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko antara lain: 1.. Analisis dan prosedur kerja yang dilaksanakan pada atau di dekat lokasi kerja.. 2.. Laporan kecelakaan/ insiden dari area umum di lokasi kerja.. 3.. Laporan pengamatan kerja.. 4.. Peraturan kerja khusus di lokasi.. 5.. Kebutuhan alat pelindung diri.. 6.. Gambar, skema atau diagram alir berkaitan dengan lokasi.. 2.5.1 Tujuan Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan. Pada proses identifikasi bahaya akan dilakukan penjabaran risiko dari setiap kegiatan yang sudah diidentifikasi. Risiko dapat disebabkan oleh faktor yaitu bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya mekanik, bahaya elektrik, bahaya ergonomi, bahaya kebiasaan, bahaya lingkungan, bahaya biologi, dan bahaya psikologi (Wijaya dkk, 2015). Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain:. Universitas Sumatera Utara.

(53) 37. a.. Mengurangi peluang kecelakaan Identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan, dengan melakukannya maka berbagai sumber bahaya yang merupakan pemicu kecelakaan dapat diketahui dan dihilangkan sehingga kecelakaan dapat ditekan. 1 Fatal 30 Kecelakaan berat. 300 Kecelakaan serius 3000 Kecelakaan ringan 30.000 Tindakan dan kondisi tidak aman. Gambar 2.1 Rasio Kecelakaan menurut Dupont Menurut Dupont, rasio kecelakaan adalah : 1 : 30 : 300 : 3000: 30.000, yang artinya untuk setiap 30.000 bahaya atau tindakan tidak aman atau kondisi tidak aman, akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali kecelakaan berat, 300 kali kecelakaan serius, dan 3000 kali kecelakaan ringan. Berdasarkan rasio ini dapat dilihat bahwa dengan mengurangi kecelakaan yang menjadi dasar piramida, maka peluang terjadinya kecelakaan dapat diturunkan. Maka dari itu perlunya diupayakan mengidentifikasi seluruh sumber bahaya ditempat kerja. b.. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen dan pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.. Universitas Sumatera Utara.

(54) 38. c.. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif.. d.. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko usaha yang akan dilakukan (Ramli, 2010).. 2.5.2 Persyaratan Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif. Ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi bahaya antara lain: 1. Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas perusahaan sehingga dapat berfungsi dengan baik. 2. Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan ilmu terbaru. 3. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi bahaya. Proses identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi dengan pihak terkait misalnya dengan pekerja. Identifikasi bahaya juga berdasarkan masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat sekitar. 4. Ketersediaan metoda, peralatan, refrensi, data dan dokumen untuk mendukung kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu sumber informasi misalnya data kecelakaan yang pernah terjadi baik internal maupun eksternal perusahaan.. Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Tabel 2.1 Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit
Gambar 2.2 Kerangka KonsepAKTIVITAS KERJA PERAWAT IRISUMBER BAHAYAFAKTOR LINGKUNGAN :Suhu, kebisingan, sosial, beban kerja.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Ketergantungan Obat  Jakarta
Tabel 4.1 Shift kerja perawat di RSKO Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

mengenai perbedaan tingkat depresi antara perawat wanita menikah dengan. perawat wanita lajang di instalasi

Maka dikatakan, bahwa perawat Instalasi Rawat Inap dengan tipe ini dapat menunjukan produktivitas kerja atau mampu mencapai prestasi kerja yang memuaskan dan menilai bahwa

“ TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan perawat tentang program patient safety di Instalasi Rawat Inap RS Karya Bhakti Bogor diperoleh

Penelitian ini merupakan penelitian survey explanatory yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh motivasi dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap Rumah

Berdasarkan hal tersebut, menurut penulis penting untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat di instalasi rawat inap

Tujuan umum dilakukan penelitian ini yaitu guna mengetahui hubungan Shift Kerja dengan Kejadian Burnout pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Harapan Mulia Bekasi

Kategori Mengenai Meningkatkan Komunikasi yang Efektif pada Perawat Instalasi Rawat Inap Tahun 2023 Komunikasi yang efektif Jumlah Responden Presentase % Baik 69 86,3 Kurang 11