• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berkomunikasi, dibutuhkan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam berkomunikasi, dibutuhkan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam berkomunikasi, dibutuhkan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa itu sendiri. Dikarenakan hal tersebut dapat dibuat batasan mengenai pengertian bahasa, bahwa “Bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain” (Sutedi,2003:2). Selain itu, dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi.

Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya di masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

Berbahasa atau menggunakan bahasa pada dasarnya adalah menggunakan makna. Oleh sebab itu, mempelajari bahasa termasuk didalamnya mempelajari makna-makna yang sudah disepakati oleh penutur bahasa itu dan mempelajari bagaimana menggabungkan setiap unsur bahasa yang memiliki makna menjadi suatu ungkapan bahasa yang baik dan benar.

Seluk beluk bahasa dibahas dalam linguistik. Salah satu tataran linguistik yaitu semantik. Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna.

(2)

Semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna.

Salah satu objek kajian semantik yaitu makna idiom. Idiom mempunyai peranan penting dalam komunikasi sehari-hari. Idiom hadir setiap saat manusia berkomunikasi antara satu dengan yang lain dalam kegiatan sehari-hari, baik lisan maupun tulisan.

Abdul Chaer (1984:74) mengatakan bahwa idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Selain itu, Gorys Keraf (1985:109) menyatakan bahwa idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Harimurti Kridalaksana (1982:62) menyatakan bahwa idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Fatimah Djajasudarma (1993:16) menyatakan makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya.

Sedangkan ahli linguistik Jepang, Takao Matsumura (2001: 221) dalam Kokugo Jiten menyatakan bahwa idiom adalah:

慣用句というのは二つ以上の単語を組み合わせ、人塊として一つの意味を表 すもの

Kanyoku to iu no wa futatsu ijo no tango o kumiawase, hito katamari toshite hitotsu no imi o arawasu mono.

(3)

Idiom adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk sebuah arti kelompok tersebut. Berikut salah satu contoh kalimat yang mengandung idiom ki dalam novel Watashi no Kyoto. Contohnya:

a) だが二度目の京都から戻って、この考えが間違っていたことに 気が付いた

気=Perasaan, 付いた=Melekat 。

Perasaan Melekat = Menyadari, Tersadar

b) バスに乗ったときからわたしはこの女性が気になっていた 気=Perasaan, なっていた=Menjadi

が、

Perasaan Menjadi = Menjadi Pikiran

Momiyama Y (1996:29) menyatakan bahwa makna idiom adalah makna dari gabungan dua kata atau lebih yang sudah ditetapkan dan makna idiom yang dihasilkan tidak bisa dicerna dari makna leksikal maupun makna gramatikal gabungan kata pembentuk idiom.

Kurashina Sayaka (2008:3) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang, idiom yang merujuk pada anggota badan ada banyak jumlahnya. Selain idiom yang merujuk pada anggota badan, ada juga idiom yang merujuk pada hewan, makanan dan lain sebagainya. Salah satunya idiom yang terbentuk dari kata perasaan 気`ki`. Sebatas pengetahuan yang penulis ketahui bahwa, orang Jepang sangat menghormati perasaan lawan bicaranya dan terbiasa untuk mengungkapkan perasaannya atau emosinya secara ekspresif atau jelas. Namun, berbagai ciri yang disebutkan tidak mutlak selalu demikian karena sudah banyak terjadi perubahan di kalangan generasi muda Jepang yang bersikap lebih individualis dan ekspresif seperti budaya Barat. Menurut penulis, walaupun generasi muda Jepang saat ini lebih individualis dan ekspresif terhadap budaya Barat, hal itu tidaklah sepenuhnya benar. Sebab, sebatas hal yang penulis alami, para pemuda di Jepang tetap menghormati lawan

(4)

bicara dan sangat menjaga sekali etika mereka dalam berinteraksi dengan orang yang dihadapinya. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari budaya bangsa Jepang itu sendiri yang sangat menjaga perasaan orang lain saat berkomunikasi, sehingga dari budaya tersebut muncullah idiom dalam bahasa Jepang yang berkaitan dengan perasaan. Hal ini berbeda sekali dengan bahasa Indonesia, dimana dalam bahasa Indonesia idiom yang berkaitan dengan perasaan minim jumlahnya. Dengan kata lain, makna idiom dari suatu bahasa, disesuaikan dengan budaya si pemakai bahasa.

Dengan melihat budaya bangsa Jepang yang sangat menghargai dan menjaga perasaan orang lain saat berkomunikasi, maka penulis merasa sangat tertarik untuk membahas makna idiom yang berhubungan dengan perasaan sebagai sesuatu yang abstrak yang dipergunakan dalam bahasa Jepang.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah idiom khususnya dalam bahasa Jepang sampai saat ini sudah cukup banyak dibicarakan orang. Sampai sekarang masalah ini masih terus dipertanyakan oleh kalangan awam, juga kalangan ahli bahasa. Jika berbicara tentang idiom kita akan segera bertanya tentang pengertian idiom sebenarnya agar dapat segera mengetahui arti dari idiom baik dalam kata maupun dalam kalimat. Berkaitan dengan itu, banyak pula idiom yang dijumpai dalam karya-karya non ilmiah, seperti novel, cerpen, artikel dan sebagainya. Tidak hanya idiom yang terbentuk dari anggota tubuh manusia yang dapat dilihat langsung oleh mata, tetapi juga idiom-idiom yang terbentuk dari suatu yang abstrak seperti idiom yang terbentuk dari kata perasaan 気`ki`. Alasan penulis membahas idiom yang terbentuk dari kata perasaan adalah karena idiom tersebut merupakan yang paling banyak terdapat dalam novel Watashi no Kyoto dibandingkan dengan idiom-idiom lain, yang membuat penulis ingin mengetahui lebih jauh makna dari kata-kata yang membentuknya. Selain itu, karena orang Jepang sangat

(5)

memiliki perasaan sehingga dari perasaan tersebut timbul kesadaran untuk menghargai lawan bicaranya pada saat berkomunikasi, maka dari perasaannya itulah orang Jepang selalu memilih kata yang tepat agar tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya.

Untuk mengetahui makna sebuah idiom, setiap orang harus mempelajarinya sebagai seorang penutur asli dan tidak hanya melalui makna dari kata-kata yang membentuknya.

Oleh sebab itu, maka diajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Idiom apa sajakah yang terbentuk dari kata perasaan “ki” dalam novel Watashi no Kyoto?

2. Bagaimana makna yang ditimbulkan akibat proses gramatikal pada idiom bahasa Jepang yang terbentuk dari kata perasaan “ki”?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan dari masalah yang ada, perlu dibuat batasan permasalahan. Hal ini ditujukan agar pembahasannya tidak terlalu luas, sehingga objek pembahasan dapat lebih diperjelas. Mengingat banyaknya jumlah idiom dalam bahasa Jepang yang umumnya terbentuk dari anggota tubuh manusia, maka penulis membatasi pembahasan dengan hanya membahas idiom bahasa Jepang yang terbentuk dari kata perasaan “ki” saja. Pembahasan idiom yang terbentuk dari kata perasaan “ki” ini dibahas dengan acuan suatu novel yang berjudul Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi. Berikut penulis akan menguraikan keenam belas idiom 気`Ki` dalam novel tersebut.

1. 気を配る 3.気が付く 5.気になる 7. 気に入る

(6)

9. 気を遣う 11.気を許す 13.気が利く 15.気がない

10. 気がする 12.気が違う 14.呆気に取られる 16.気位が高い

Agar pembahasan idiom ini lebih akurat, maka penulis sebelum bab pembahasan menjelaskan sedikit tentang perasaan orang Jepang yang selalu menghargai perasaan lawan bicara dengan menggunakan kata-kata yang tepat, salah satunya dengan menggunakan idiom yang terbentuk dari kata “ki” atau perasaan.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Biasanya idiom disejajarkan dengan pengertian pribahasa dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya pengertian idiom itu jauh lebih luas dari pengertian pribahasa. Yang disebut idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (Gorys Keraf, 1985:109).

Di dalam bahasa Jepang idiom disebut dengan kanyoku. Frase dalam bahasa Jepang disebut dengan ku, jika dilihat dari segi maknanya ada dua macam yaitu 連語 ren-go (frase biasa/kolokasi) dan idiom. Machida dan Momiyama (1997:114) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan 句 ku (frase) adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih. “連語 Ren-go” merupakan frase biasa yang maknanya bisa dipahami cukup dengan memahami makna setiap kata yang membentuk frase tersebut. Sedangkan kanyoku adalah idiom yang maknanya tidak bisa dipahami jika hanya mengetahui makna setiap kata yang membentuk idiom tersebut saja (Dedi Sutedi, 2003:147).

(7)

Menurut Gorys Keraf (1985:110) idiom-idiom itu bersifat tradisional dan bukan bersifat logis, maka bentuk-bentuk itu hanya bisa dipelajari dari pengalaman-pengalaman bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa. Misalnya tidak peraturan yang menyatakan bahwa idiom itu mempunyai batasan arti.

Fatimah Djajasudarma (1999:16) mengatakan bahwa makna idiomatik adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dalam kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk baku (tidak berubah) artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tidak tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah yang berlaku bagi sebuah bahasa.

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1976:11) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkret. Suatu teori yang dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembatasan terhadap fakta-fakta konkret yang tidak terbilang banyaknya dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semantik yaitu teori semantik tentang makna. Semantik diterima secara luas sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang seluk-beluk makna. Kata semantik berasal dari bahasa Inggris semantics yang memungutnya dari bahasa Yunani semainein. Dalam bahasa Yunani, kata ini berarti bermakna. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau ilmu tentang arti. (Chaer, 1995:2).

Semantik adalah studi tentang makna tentang anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa. Dengan demikian, semantik merupakan bagian dari linguistik (Aminuddin,

(8)

1988:15). Ridwan (1995:43) menyatakan semantik adalah salah satu cabang linguistik yang membicarakan, mengkaji atau menganalisis makna.

Semantik adalah cabang ilmu yang terdapat dalam linguistik. Menurut Ridwan (1995:1) linguistik adalah studi kajian atau ilmu yang objeknya adalah bahasa. Oleh karena itu, semantik tidak terlepas dari bahasa.

Hubungan semantik dan linguistik sangat erat karena semantik dengan fenomena sosial dan kultur pada dasarnya memang sudah selayaknya terjadi. Disebut demikian karena aspek sosial dan kultur sangat berperan dalam menentukan bentuk-bentuk, perkembangan maupun perubahan makna kebahasaan (Aminuddin, 1988:24).

Dalam teori semantik digunakan jenis-jenis makna. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif (Chaer, 1995:65). Positif dan negatifnya nilai sebuah kata sering kali terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata sebagai sesuatu yang positif, maka akan bernilai rasa positif. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif akan bernilai rasa negatif. Makna konotatif akan lebih berhubungan dengan nilai rasa kita, apakah perasaan senang, jengkel, jijik dan sebagainya.

Begitu pula halnya dengan makna pada suatu idiom. Di dalam sebuah idiom terkandung bukan hanya makna kamus tapi juga makna majas, bukan hanya arti kata-kata yang sebenarnya tetapi juga arti kiasan yang merupakan garapan semantik dan juga pengajaran semantik.

A Chaedar Alwasilah (1990:150) mendefinisikan idiom adalah grup kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda makna tiap kata dalam grup itu.

(9)

Setiap kata mungkin artinya sederhana tetapi setelah disatukan banyak idiom memiliki arti yang tidak dapat disimpulkan dari arti setiap bagian kata tersebut. Pendapat ini didukung oleh pernyataan seorang ahli linguistik Jepang, Miyaji Yutaka (1984:238) yang mengatakan bahwa:

慣用句は単語の二つ以上の連結体であって、その結びつきが比較的固く、全 体で決まった意味を持つ言葉だという程度のところが、一般的な共通理解になって いるだろう。

Kanyoku wa tango no futatsu ijo no renketsutai de atte, sono ketsubi tsuki ga hikakutekikoku, zentai de kimatta imi o motsu kotoba da to iu teido no tokoro ga, ippantekina kiyotsurikai ni natte iru darou.

`Idiom adalah gabungan dua buah kata atau lebih, yang mempunyai perpaduan kata-kata yang relatif sulit dan secara keseluruhan menjadi kata-kata yang memiliki arti yang tetap, sehingga menjadi suatu pengertian umum `.

Arti dari satu idiom tidak ditentukan oleh arti kata yang membentuk idiom. Idiom telah memperoleh arti yang dikhususkan untuknya. Arti idiom harus diteliti bersama dengan bentuk dan fungsi, dengan demikian idiom dapat diaplikasikan dalam fungsi yang benar ketika seseorang berkomunikasi.

Pada bagian latar belakang masalah telah dijelaskan bahwa semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Salah satu objek kajian semantik yaitu makna idiom. Makna dimaksud adalah makna unsur bahasa, baik dalam wujud morfem, kata atau kalimat. Unsur bahasa yang disebut kata yang sering didengar atau dibaca biasa disebut lambang (symbol). Lambang dalam semiotik biasa disebut dengan tanda (sign). Oleh karena lambang memiliki beban yang disebut makna dan makna merupakan objek semantik,

(10)

sedangkan lambang itu sendiri disebut tanda dalam semiotik, maka ada alas an untuk membicarakan kedudukan semantik dalam semiotik (Mansoer Pateda, 2001:25).

Telah dikatakan semiotik adalah teori tentang sistem tanda. Nama lain semiotik adalah semiologi (semiology) dari bahasa Yunani semeion yang bermakna tanda, mirip dengan istilah semiotik. Semiologi dan semiotik kedua-keduanya mempelajari tanda. Dalam hal ini, penulis mencoba menjelaskan sedikit kaitan antara idiom dengan teori semiotik. Begitu pula dengan idiom 気が付く(ki ga tsuku), dimana kata “ki” dituliskan dengan huruf Kanji 気 yang menyatakan perasaan dan merupakan tanda yang berarti bahwa huruf Kanji 気 tersebut tidak dapat digantikan dengan huruf Kanji yang lain. Begitu pula halnya dengan kata tsuku yang mengikuti kata “ki” yang bermakna melekat dan dituliskan dengan huruf Kanji 付 く( tsuku).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menggolongkan semiotik tersebut digolongkan dalam semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Sebab, kata “ki” dalam novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi tidak lain hanya memiliki makna perasaan.

Maka, skripsi ini bertitik tolak dari teori Miyaji Yutaka yang berisi penjelasan tentang idiom dan contoh-contoh idiom yang biasa digunakan sehari-hari. Dalam penyusunan idiom, penulis berpedoman pada novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi dimana penulis hanya menganalisis makna idiom yang terbentuk dari kata “ki” saja.

Dalam menganalisis makna idiom tersebut, penulis menggunakan konsep gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat (Sutedi, 2003:107). Penulis dalam skripsi ini juga menggunakan konsep makna kiasan, karena dalam idiom terdapat adanya makna kias atau makna yang tidak sebenarnya.

(11)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Makna Idiom Bahasa Jepang yang Terbentuk dari Kata “Ki” dalam Novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi bertujuan untuk:

1) Untuk memahami makna dan penggunaan idiom bahasa Jepang yang terbentuk dari kata “Ki” (perasaan) yang ada dalam novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi.

2) Untuk mengetahui bagaimana makna yang ditimbulkan akibat proses gramatikal pada idiom bahasa Jepang yang terbentuk kata “Ki” (perasaan) dalam novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1) Untuk menambah pengetahuan tentang idiom bahasa Jepang khususnya yang terbentuk dari kata “Ki”. (perasaan).

2) Untuk memberikan informasi tentang makna yang ditimbulkan akibat proses gramatikal pada idiom bahasa Jepang yang terbentuk dari kata “Ki” (perasaan).

3) Sebagai referensi pengetahuan baik bagi orang yang membacanya maupun penulis pribadi khususnya dalam disiplin ilmu Sastra dan Bahasa Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Satu hal yang utama dalam dunia keilmuan segera dilekatkan pada masalah sistem adalah metode. Dalam arti kata yang sesungguhnya, maka metode (Yunani ;methods) adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara

(12)

kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1976:7).

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini diantaranya adalah metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976: 30) bahwa penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data. Metode perpustakaan juga dilakukan untuk dapat mencari dan mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data tulisan. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dari buku yang berhubungan dengan idiom bahasa Jepang. Sejalan dengan pengumpulan data, semua data yang terkumpul diolah sedemikian rupa, sehingga dalam penyusunan skripsi ini akan dicapai apa yang akan direncanakan.

Jadi dengan metode perpustakaan, metode deskriptif serta teknik pengumpulan dan pengolahan data, penulis mencoba untuk menyelesaikan skripsi tentang idiom bahasa Jepang yang terbentuk dari kata “Ki” (perasaan).

Referensi

Dokumen terkait

Tersajinya Kualitas Laporan Keuangan yang Sesuai Dengan Sistem Akuntansi Pemerintah (Sap) Tanggapan Atas Temuan Pemeriksa Internal dan Eksternal, Rencana Tindak Lanjut Temuan

To answer the wide demand of precise DEMs over Tropical and Northern areas, frequently covered by clouds, a study was performed to integrate StripMap radargrammetric

Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Pemenuhan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Teknis dan Umum Peradilan Tingkat Banding dan Tingkat Daerah2. Jangka Waktu Pelaksanaan Keg/Tahun ke

Melakukan pendaftaran registrasi pendebetan Pembayaran kewajiban Pemberi Kuasa melalui Layanan cash@work Perusahaan pada Bank Danamon dan karenanya Pemberi

Peran BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara yang ditunjuk oleh undang-undang untuk melaksanakan sistem jaminan sosial di bidang kesehatan adalah memberikan perlindungan kesehatan

1) Guru sebagai peneliti melaksanakan tindakan pembelajaran Siklus I dengan materi hubungan sumber daya alam dengan lingkungan. 2) Melakukan observasi selama proses pembelajaran

Segala akibat yang timbul sehubungan dengan pemberian kuasa ini menjadi tanggung jawab Pemberi Kuasa sepenuhnya dan dengan ini Pemberi Kuasa membebaskan BCA dari segala macam

[r]