• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jalan Pertambangan

Menurut Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018 Jalan Pertambangan adalah jalan khusus yang diperuntukan untuk kegiatan pertambangan dan berada di area pertambangan. Jalan pertambangan dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Jalan tambang atau jalan produksi adalah jalan yang terdapat pada area pertambangan dan/atau area proyek yang digunakan dan dilalui oleh alat pemindah tanah mekanis dan unit penunjang lainnya dalam kegiatan pengangkutan tanah penutup, bahan galian tambang dan kegiatan penunjang lainnya.

2. Jalan penunjang adalah jalan yang disediakan untuk jalan transportasi barang/orang didalm suatu area pertambangan dan/atau area proyek untuk mendukung operasi pertambangan atau penyediaan fasilitas pertamabangan.

3. Jalan masuk adalah jalan untuk memasuki area tambang permukaan dan tambang bawah tanah.

Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan konstruksinya harus mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian. Pada kedua pintu terowongan ditugaskan penjaga (Satpam) yang mengatur kendaraan masuk secara bergiliran terutama bila terowongan cukup panjang. Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam alat diantaranya:

a. Bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan pembabatan, perintisan badan jalan, perataan dan lain sebagainya.

(2)

b. Alat garuk (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan mengatasi batuan yang agak keras.

c. Alat muat untuk memuat hasil galian tanah yang tidak baik diperlukan dan membuangnya di lokasi penimbunan.

d. Motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut.

e. Alat gilas (compactor) untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan (Suwandhi, 2004).

Dalam operasional penambangan dan pencapaian target produksi, jalan angkut memiliki kontribusi utama untuk mendukung kelancaran kegiatan operasional. Hal tersebut dikarenakan apabila kondisi jalan angkut yang didesain tidak sesuai dengan standar operasional prosedur penambangan dan spesifikasi alat maka akan menghambat laju target produksi yang ditetapkan. Jalan angkut yang baik tentunya dapat mendukung kinerja alat angkut yang melaluinya. Jika geometri jalannya sudah sesuai dengan persyaratan, jalan pada jalan lurus dan tikungan sudah sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan, hal ini tentu dapat memberikan kontribusi yang besar untuk waktu tempuh dan kecepatan alat angkut yang akan berdampak pada peningkatan produktivitas dari alat angkut itu sendiri (Wibowo, dkk, 2019).

2.2. Geometri Jalan

Geometri jalan tambang yang memenuhi syarat adalah bentuk dan ukuran-ukuran dari jalan tambang tersebut sesuai dengan bentuk, ukuran-ukuran dan spesifikasinya alat angkut yang digunakan serta kondisi medan yang ada sehingga dapat menunjang keamanan dan keselamatan aktifitas pengangkutan. Geometri jalan tambang merupakan suatu bentuk yang dapat memenuhi fungsi dasar jalan. Fungsinya yaitu untuk menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Dalam perencanaan proses penambangan khususnya pengangkutan dan penumpukan menggunakan truck maka dimensi jalan tambang/produksi sangat penting untuk diperhatikan untuk memaksimalkan hasil yang akan diperoleh. Medan berat yang mungkin terdapat di sepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja (Jenius, dkk., 2018).

(3)

2.2.1. Lebar Jalan

Lebar jalan pada kondisi lurus dan tikungan harus cukup untuk memungkinkan terjadinya kondisi yang aman baik bagi kendaraan maupun untuk kelangsungan lalu lintas. sejak banyaknya variasi ukuran kendaraan yang melintas jalan angkut berbeda dari satu tambang ke tambang lainnya, besar ukuran kendaraan adalah pertimbangan paling baik digunakan untuk penentuan lebar jalan (Tannant, et al 2001).

Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan langsung di lapangan karena :

1. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapat diikuti oleh lintasan kendaraan lain dengan tepat.

2. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan ruang gerak antara kendaraan. 3. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur

lalu lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal di tikungan, dan gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap. (PUSDIKLAT jalan, perumahan, permukiman dan pengembangan infrastruktur wilayah, 2017).

a) Lebar Jalan Lurus

Menurut AASHTO (American Association of State Highway and

Transportation Officials) Manual Rular Highway Design (2018) ketentuan

lebar jalan lurus meliputi jumlah jalur dikali dengan lebar dump truck ditambah setengah lebar truk untuk masing-masing tepi kiri, kanan, dan jarak antara dua dump truck yang sedang bersilangan. Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar jalur. Selanjutnya dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut minimum pada jalan lurus. Ilustrasi hubungan lebar jalan dan jumlah jalur dapat dilihat pada gambar 2.1.

(4)

Seandainya, lebar kendaraan dan jumlah jalur yang direncanakan masing-masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai berikut (AASHTO, 2018):

L(m) = n . Wt + (n+1) (1/2 . Wt) (1) Keterangan:

L(m) = lebar jalan angkut minimum (meter), n = jumlah jalur,

Wt = lebar alat angkut total (meter).

Gambar 2. 1. Hubungan lebar jalan dengan jumlah jalur. Sumber: Tannant & Regensburg, 2001.

Ketentuan ini selaras dengan Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018 mengenai lebar jalan, yaitu lebar jalan mempertimbangkan alat angkut terbesar yang melintasi jalan tersebut paling kurang tiga setengah kali lebar alat angkut terbesar untuk jalan tambang dua arah dan dua kali lebar alat angkut terbesar untuk jalan tambang satu arah.

b) Lebar Jalan Pada Tikungan

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan. Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung dengan berdasarkan pada: lebar jejak roda, lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok, jarak antara alat angkut

(5)

saat bersimpangan dan jarak alat angkut terhadap tepi jalan (Jenius, Rauf, 2018). Bagian-bagian jalan pada tikungan dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2. 2. Bagian-bagian jalan pada tikungan. Sumber: Kauffman & Ault, 2001:17.

Persamaan yang digunakan adalah (AASHTO, 2018):

W = 2 (U + Fa + Fb + Z) (2) C = Z = ½ (U + Fa + Fb) (3) Keterangan:

W = lebar jalan angkut pada tikungan (meter), U = jarak jejak roda (meter),

Fa = lebar juntai depan (meter), Fb = lebar juntai belakang (meter), Z = lebar bagian tepi jalan (meter),

C = jarak antara alat angkut saat bersimpangan (meter). 2.2.2. Kemiringan (Grade) Jalan

Kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan alat angkut baik itu dari pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dalam pengertiannya, kemiringan 1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter untuk setiap jarak mendatar sebesar 100 meter. Tahanan kemiringan (Grade Resistance) jalan adalah tahanan yang disebabkan oleh adanya perbedaan ketinggian dari titik awal ke titik selanjutnya, dapat juga diartikan sebagai gaya yang hilang akibat adanya perbedaan kemiringan jalan. Alat angkut dapat bergerak pada kemingan jalan jika dapat mengatasi hambatan/gaya yang

(6)

hilang akibat pengaruh dari tahanan kemiringan. Kemiringan (grade) jalan angkut produksi dinyatakan dalam persen (%) yang merupakan perbandingan antara beda tinggi dengan jarak mendatar (Putra, dkk., 2020).

Perhitungan untuk kemiringan jalan dapat menggunakan rumus berikut (AASHTO, 2018):

Grade (α) = ∆h∆x × 100% (4)

Keterangan:

∆h = beda tinggi antara dua titik yang diukur (m), ∆x = jarak datar antara dua titik yang diukur (m).

AASHTO (2018) mengemukakan bahwa efek kemiringan jalan pada kecepatan truk jauh lebih jelas daripada kecepatan mobil penumpang. Rata-rata kecepatan truk pada bagian datar jalan mendekati kecepatan rata-rata mobil penumpang. Kecepatan truk umumnya meningkat hingga 5% pada jalan menurun dan penurunan kecepatan sebesar 7% atau lebih pada jalan menanjak dibandingkan dengan jalan yang datar. Pada kemiringan jalan yang menanjak, kecepatan maksimum yang dapat dipertahankan sebuah truk dipengaruhi oleh banyak faktor terutama besar kemiringan jalan, berat truk, dan kekuatan mesin. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan laju truk pada jalan yang miring adalah kecepatan awal, bentuk truk yang aerodinamis untuk mengurangi hambatan udara dan keterampilan pengemudi.

Nilai grade maksimum sekitar 5% dianggap sesuai untuk kecepatan desain 110 km/jam. Untuk kecepatan rencana 30 km/jam, nilai grade maksimum umumnya berkisar 7-12% tergantung pada medan. Untuk kecepatan rencana 50 km/jam, nilai grade maksimum 7-8%. Pada dasarnya nilai grade harus kurang dari nilai maksimum (AASHTO, 2018: 3-130).

Dalam Kepmen ESDM No. 1827K/30/MEM/2018 ditetapkan bahwa kemiringan (grade) jalan tambang/produksi dibuat tidak boleh lebih 12% (dua belas persen) dengan memperhitungkan:

(a) spesifikasi kemampuan alat angkut; (b) jenis material jalan; dan

(7)

(c) fuel ratio penggunaan bahan bakar;

Sedangkan menurut standar AASHTO untuk kecepatan desain 30 km/jam, nilai maksimum umumnya ada di kisaran 7 hingga 12%.

Hal lain yang menghambat proses pengangkutan adalah rolling

resistance. Rolling resistance merupakan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas, waktu edar, konsumsi bahan bakar, dan perawatan alat angkut pada operasi tambang terbuka. Tahanan gulir (rolling

resistance) bertanggung jawab atas hilangnya energi saat pengangkutan

material. Tahanan gulir didefinisikan sebagai ukuran gaya yang diperlukan untuk mengatasi perlambatan antara ban dengan permukaan jalan. Akumulasi panas pada ban truck adalah penyebab utama penipisan ban yang dipengaruhi oleh tahanan gulir pada ban. Akumulasi panas berpotensi menyebabkan kerusakan ban yang berpengaruh terhadap biaya (Adair, et.al, 2015).

2.2.3. Jari-jari dan Superelevasi

Jari-jari tikungan alat angkut berhubungan dengan kontruksi alat angkut yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang (Putra, dkk., 2020). Masing-masing jenis dump truck mempunyai jari-jari lintasan jalan yang berbeda. Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda depan pada setiap dump truck belum tentu sama. Semakin kecil sudut penyimpangan roda depan maka jari-jari lintasan akan terbentuk semakin besar. Dengan semakin besarnya jari-jari lintasan maka kemampuan truk untuk melintasi tikungan tajam berkurang. Selain itu, jari-jari tikungan sangat tergantung dari kecepatan kendaraan karena semakin tinggi kecepatan maka jari-jari tikungan yang dibuat juga harus besar (Meusu, 2019). Ilustrasi jari-jari tikungan terdapat pada gambar 2.3.

(8)

Gambar 2. 3. Jari-jari pada tikungan. Sumber: Thompson, 2013.

Untuk menentukan nilai Jari-jari tikungan minimum dengan mempertimbangkan kecepatan (V), koefisien gesek (f) dan superelevasi, maka persamaan yang digunakan adalah (AASHTO, 2018):

𝑅 = 𝑉𝑅2 127 (𝑒+𝑓) 𝑅𝑚𝑖𝑛 = 𝑉𝑅2 127 (𝑒𝑚𝑎𝑥+𝑓𝑚𝑎𝑥) (5) Keterangan: R = jari-jari belokan (m), VR = kecepatan (km/jam), e = superelevasi (%), f = koefisien gesek (%).

Untuk mendapatkan nilai koefisien gesek (f) persamaan yang digunakan adalah (Meusu, 2018):

Untuk V< 80 km/jam:

f = (6) Untuk Vantara 80-120 km/jam:

f = (7)

Keterangan:

f = koefisien gesek (%), V = kecepatan (km/jam).

Ada batas praktis untuk tingkat superelevasi pada lengkungan horizontal yang dikemukakan AASHTO (2018). Batasan ini terkait dengan

192 , 0 00065 , 0    V 24 , 0 00125 , 0    V

(9)

pertimbangan iklim, konstruktivitas, penggunaan lahan yang berdekatan, dan frekuensi kendaraan yang bergerak lambat. Dimana salju dan es merupakan penyebab laju superelevasi tidak boleh melebihi laju kendaraan di depannya atau kendaraan yang sedang melaju perlahan akan meluncur ke tengah lengkungan ketika jalan basah. Berikut tabel 2.1 menunjukan hubungan kecepatan rencana terhadap superelevasi maksimum.

Tabel 2. 1. Kecepatan rencana terhadap superelevasi maksimum. Kecepatan Rencana (km/jam) Batas Tingkat Superelevasi (%) 20 8 30 8 40 10 50 11 60 11 70 12 Sumber: AASHTO, 2018.

Beberapa kendaraan memiliki pusat gravitasi yang tinggi dan tidak, tergantung tinggi kendaraannya. Ketika kendaraan berjalan lambat pada superelevasi yang tinggi, bagian bawah ban menerima beban besar dari berat kendaraan. Kendaraan dapat terguling jika kondisi ini menjadi ekstrim (Meusu, 2019). Gaya-gaya yang bekerja pada saat melintas di tikungan dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2. 4. Jari-jari pada tikungan dan gaya yang bekerja. Sumber: Sukirman, 2004.

(10)

Tingkat superelevasi tertinggi untuk jalan yang umum digunakan adalah 10%, meskipun 12% digunakan dalam beberapa kasus. Tingkat superelevasi di atas 8% hanya digunakan di daerah tanpa salju. Tingkat superelevasi yang lebih tinggi lebih baik ketika kendaraan sedang dalam kecepatan tinggi. Penerapan nilai superelvasi lebih dari 12% berada di luar batas praktis. Dengan demikian, tingkat superelevasi 12% adalah nilai maksimum praktis. Namun, tingkat superelevasi sebesar 12% harus dilalui dengan kecepatan yang lebih tinggi. Secara umum, 8% diakui sebagai nilai maksimum yang wajar untuk tingkat superelevasi (AASHTO, 2018. 3-32). 2.2.4. Kemiringan Melintang (Cross Slope)

Menurut Awang Suwandhi (2004) Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut tambang mempunyai bentuk penampang melintang cembung. Dibuat demikian, dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada permukaan jalan angkut tambang akan membahayakan kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan. Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal dan horizontal dengan satuan mm/m atau m/m . Jarak bagian tepi jalan ke bagian tengah atau pusat jalan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Adapun ilustrasi kemiringan melintang (cross

slope) dapat dilihat pada gambar 2.5. Untuk menghitung nilai cross slope

menggunakan persamaan sebagai berikut (Suwandhi, 2004):

CS = 40 mm/m x ( 1/2 x Lmin ) (8)

Keterangan:

CS = Cross Slope (mm/m atau m/m), Lmin = Lebar minimum (m).

(11)

Gambar 2. 5. Penampang melintang jalan angkut. Sumber: Suwandhi, 2004.

2.3. Fitur Lain yang Mempengaruhi Geometri Desain

Ada beberapa hal yang memiliki peran penting dalam menunjang operasi pengangkutan agar lancar dan aman, yaitu:

2.3.1. Jarak pandang

Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang dibutuhkan untuk menjamin faktor keamanan bagi pengendara kendaraan. Tersedianya jarak pandang yang cukup akan memungkinkan pengendara mampu mengendalikan kendaraannya menghadapi hambatan yang ada didepannya. Misalnya adanya penyeberangan orang, rambu-rambu, persimpangan, tikungan, kelandaian dll. Dengan demikian maka, jarak pandang akan sangat mempengaruhi desainer didalam menetapkan kecepatan rencana. (PUSDIKLAT Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, 2017). Manfaat jarak pandang diantaranya sebagai berikut:

a) Menghindarkan terjadinya tabrakan.

b) Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan yang lebih rendah dengan mempergunakan lajur di sebelahnya.

c) Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam menempatkan rambu-rambu lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan (Zudhyirawan, 2017).

(12)

Jarak pandang (sight distance) dihitung dengan memperhatikan panjang bagian jalan di depan pengendara kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas yang diukur dari titik kedudukan pengendara tersebut dan harus ditentukan oleh desainer dalam batas yang cukup sehingga pengendara masih dalam batas toleransi pengendalian kendaraan agar terhindar dari timbulnya kecelakaan. Jarak pandang sangat dipengaruhi oleh 3 faktor penting yaitu:

a) Waktu PIEV yaitu Perception Time, Intelection Process,

Emotion Proces dan Volition.

(1) Perception Time, waktu untuk menelaah rangsangan

melalui mata, telinga maupun reaksi fisik badan. (2) Itelection process, yaitu waktu rangsangan disertai

dengan proses pemikiran atau pembandingan dengan pengalaman.

(3) Emotion Process, yaitu waktu yang dibutuhkan

selama proses penanggapan emosional untuk bereaksi setelah perception time dan Intelection

Time.

(4) Volition, waktu yang dibutuhkan untuk memutuskan

kemauan bertindak atas pertimbangan yang ada. b) Waktu Untuk menghindari keadaan Bahaya.

c) Kecepatan Kendaraan (PUSDIKLAT Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, 2017).

Jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannnya dengan aman saat melihat adanya halangan didepan adalah Jarak pandang henti (Jh). Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Dalam perencanaan jarak pandang henti harus lebih besar daripada jarak pandang henti minimum. Jarak pandang henti terdiri dari komponen Jarak tanggap dan jarak pengereman. Jarak Tanggap adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi sadar melihat adanya halangan yang menyebabkan

(13)

harus berhenti sampai pengemudi menginjak rem (waktu PIEV). AASHTO merekomendasikan waktu tanggap adalah 2,5 detik. Sedangkan Jarak Pengereman adalah jarak yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh tekanan angin Ban, jenis ban, tipe ban, sistem pengereman, permukaan perkerasan dan kelembaban permukaan jalan. AASHTO menyarankan menggunakan nilai perlambatan kendaraan sebesar 3,4 m/detik² untuk penentuan jarak pandang henti. Dengan t = 2,5 detik dan a = 3,4 m/det², maka rumus untuk menghitung jarak pandang henti adalah (PUSDIKLAT Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, 2017):

Jh = 0,695 V + 0,011471 V² (9) Keterangan:

Jh = jarak henti (m), V = kecepatan (m/det).

2.3.2. Rambu-rambu pada jalan

Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, hurup, angka, kalimat dan perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pengguna jalan. Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan adanya bahaya di jalan atau tempat berbahayapada jalan dan menginformasikan tentang sifat bahaya. Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pengguna jalan. Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukann oleh pengguna jalan. Rambu petunjuk digunakan untuk memandu pengguna jalan saat melakukan perjalanan atau untuk memberikan informasi lain kepada pengguna jalan. Peraturan tentang rambu lalu lintas telah tertuang dalam peraturan mentri perhubungan No. 13 tahun 2014 tentang rambu lalu lintas (Dishub.bulelengkab.go.id, 2019). Contoh rambu-rambu pada jalan tambang terdapat pada gambar 2.6.

(14)

Gambar 2. 6. Rambu-rambu pada jalan tambang. Sumber: ANTARA FOTO, 2015.

Pemahaman juga harus terjadi pada waktu yang cukup bagi pengemudi untuk bertindak atas pesan-pesan dalam rambu tersebut tanpa mengalihkan perhatian sepenuhnya dari situasi jalan. Adapun ketentuan rambu di area pertambangan (SNI 13-6351-2000) adalah sebagai berikut:

a) Jenis

Sesuai dengan fungsinya, rambu jalan dikelompokan menjadi: 1) Rambu Peringatan,

2) Rambu Larangan, 3) Rambu Perintah, 4) Rambu Petunjuk. b) Warna

1) Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam.

2) Warna dasar rambu larangan berwarna putih dan lambang atau tulisan berwarna hitam atau merah.

3) Warna dasar rambu perintah berwarna biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis miring sebagai batas akhir perintah.

4) Warna dasar rambu petunjuk berwana biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih atau sebaliknya.

(15)

5) Warna dasar papan tambahan berwarna putih dengan tulisan dan bingkai berwarna hitam.

6) Warna refleksi retro berwarna kuning atau putih untuk sisi sebelah kiri jalan dan merah untuk sisi sebelah kanan jalan. c) Ukuran

1) Untuk pemakaian di jalan proyek/pendukung dan jalan tambang bawah tanah, rambu berukuran kecil (60 cm). 2) Untuk pemakaian di jalan tambang/produksi permukaan,

rarnbu berukuran sedang (75 cm) atau besar (90 cm).

3) Rarnbu berukuran sedang sebagairnana disebutkan pada butir (2) di atas dipakai apabila rencana kapasitas angkut alat pemindah tanah mekanis yang beroperasi di jalan tambang/produksi dari 50 ton sampai dengan 100 ton. 4) Rambu berukuran besar sebagaimana disebutkan pada butir

(2) di atas dipakai apabila rencana kapasitas angkut alat pemindah tanah mekanis yang beroperasi di jalan tarnbang/produksi dari 100 ton.

5) Untuk pemakaian di jalan tambang/produksi permukaan, jika rarnbu menggunakan tulisan, ukuran tinggi huruf sekurang-kurangnya 16 cm dengan lebar huruf tidak kurang dari 13 cm. 6) Ukuran perbandingan papan tambahan antara panjang dan

lebar adalah dua berbanding satu.

7) Ukuran refleksi retro untuk jalan proyek pendukung, tarnbang/produksi perrnukaan dan bawah tanah adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 2. Ukuran refleksi retro untuk jalan proyek pendukung dan tambang/produksi.

Jenis Jalan Ukuran (cm)

T1 T2 L

Jalan proyek/pendukung 120 50 5

Jalan tambang/produksi permukaan 200 130 20 Jalan tambang/produksi bawah tanah 150 20 5

(16)

Keterangan:

T1 = tinggi tiang reflektor,

T2 = tinggi bagian bahan reflektif, diukur dari ujung atas tiang, L = lebar bahan reflektif.

d) Bahan

1) Rambu, baik daun maupun tiang, harus dibuat dari bahan yang cukup kuat dan tidak mudah rusak. Daun rambu sebaiknya dari bahan pelat alumunium atau bahan logam lainnya, sedangkan tiang rambu dapat terbuat dari besi/pipa, kayu atau bahan lainnya.

2) Untuk pemakaian pada kondisi jalan yang sering berdebu, berkabut atau dimana dilakukan kegiatan pada malam hari, rambu harus menggunakan bahan yang dapat memantulkan sinar seperti bahan reflektif atau bahan cat mengandung

fluorescent.

3) Refleksi retro terbuat dari bahan yang dapat memantulkan sinar berupa bahan reflektif atau cat mengandung

fluorescent. Sedangkan tiang refleksi retro dapat terbuat dari

kayu/papan, atau bahan logam. e) Penempatan Rambu

1) Rambu ditempatkan di sebelah kiri jalan menurut arah lalu lintas dengan jarak terdekat dari bagian tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu lintas kendaraan minimal 60 cm.

2) Penempatan rambu sebagaimana disebutkan pada butir (1) di atas harus mudah dilihat oleh pemakai jalan.

3) Dalarn keadaan tertentu, dengan mernpertimbangkan lokasi dan kondisi lalu lintas, rambu dapat ditempatkan di sebelah kanan atau diatas daerah manfaat jalan.

4) Rambu peringatan ditempatkan sekurang-kurangnya 50 meter atau pada jarak tertentu sebelum tempat bahaya, dengan memperhatikan kandisi lalu lintas, cuaca dan

(17)

keadaan jalan yang disebabkan oleh faktor geografis, geometris, permukaan jalan dan kecepatan pemakai jalan. 5) Rambu larangan, perintah dan petunjuk ditempatkan sedekat

mungkin pada awal bagian jalan dimulainya larangan, penntah dan petunjuk.

6) Papan tambahan diternpatkan dengan jarak 5-10 crn dari sisi terbawah daun rambu dengan ketentuan lebar papan tambahan tidak melebihi sisi daun rambu.

7) Refleksi retro ditempatkan pada kedua sisi jalan, dengan ketentuan jarak minimum antar tiang sebagai berikut: Tabel 2. 3. Jarak minimum antar tiang.

Jenis Jalan Jarak (m)

Minimum Maksimum

Jalan proyek/pendukung dataran rendah 50 75

Jalan proyek/pendukung dataran

tinggi/pegunungan 30 40

Jalan tambang/produksi permukaan 24 35

Jalan tambang/produksi bawah tanah 10 15

Sumber: Badan Standarisasi Indonesia, 2000.

8) Pada kondisi jalan yang menikung tajam, terutama di dataran tinggi/pegunungan, jarak sebagaimana disebutkan pada butir (7) di atas diperpendek menjadi 15 m.

9) Pada kondisi jalan yang menanjak tajam kemudian diikuti oleh turunan curam. refleksi retro ditempatkan dengan jarak 15 m, diukur dari titik puncak tanjakan. Jarak ini dipakai pula untuk pemasangan refleksi retro berikutnya sampai dengan maksimum tiang yang ketiga setelah tanjakan.

f) Ketinggian Penempatan

1) Ketinggian penempatan rambu pada sisi jalan diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah atau papan tambahan bagian bawah apabila rambu dilengkapi papan tambahan, dengan ketentuan untuk masing-masing jenis jalan sebagai berikut:

(18)

Tabel 2. 4. Ketinggian penempatan rambu pada sisi jalan.

Jenis Jalan Jarak (cm)

Minimum Maksimum

Jalan proyek/pendukung 175 265

Jalan tambang/produksi permukaan 200 265

Jalan tambang/produksi bawah tanah 150 250 Sumber: Badan Standarisasi Indonesia, 2000.

2) Ketinggian penempatan rambu dilokasi fasilitas pejalan kaki minimum 200 cm dan maksirnum 265 cm.

3) Khusus untuk rarnbu peringatan ”pengarah tikungan ke kanan” atau ”pengarah tikungan ke kiri”, ketinggian penempatan rambu adalah 120 cm diukur dari permukaan jalan.

4) Pada kondisi-kondisi jalan yang menanjak kemudian diikuti oleh turunan curam, tinggi tiang refleksi retro pertama sampai dengan ketiga dari titik puncak tanjakan harus ditarnbah minimum 60 cm dan maksimum 125 cm dari keetentuan sebagaimana terdapat pada tabel butir (7) bagian penempatan rambu.

5) Pada kondisi jalan sebagaimana disebutkan pada butir (4) di atas, tinggi T2 harus ditarnbah menjadi sekurang-kurangnya satu setengah kali dari ketentuan yang terdapat pada tabel 2.4.

g) Perawatan

Untuk menjaga dan mernpertahankan agar rambu-rambu dan refleksi retro tetap efektif, kegiaian perawatan yang memadai harus dilakukan dengan ketentuan minimum sebagai berikut :

1) Jadwal inspeksi dan tinjauan yang tepat harus dibuat dan dilaksanakan secara periodik paling lama setiap tiga bulan sekali.

2) Lokasi sekitar penempatan rambu atau refleksi retro harus selalu dibersihkan dari semak-semak atau benda-benda lain yang dapat menghalangi rambu atau refleksi retro.

(19)

3) Para pemakai jalan harus melaporkan rambu-rambu atau refleksi retro yang rusak atau terhalang dan sistem komunikasi harus dibuat untuk kebutuhan tersebut.

4) Rambu-rambu atau refleksi retro yang rusak harus segera diperbaiki atau diganti, dan rambu-rambu yang tidak difungsikan lagi harus segera dicabut.

2.3.3. Lampu Penerangan

Menurut Sutaryono (2002) penerangan ditempat kerja adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksakan kegiatan secara efektif. Penerangan dapat berasal dari cahaya alami dan buatan. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikaan mengenai hubungan antara produktivitas dengan penerangan telah memperlihatkan, bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan dapat menghasilkan produksi maksimal dan penekanan biaya. Penerangan yang baik yaitu penerangan yang memungkinkan kita dapat melihat objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu.

Penerangan jalan umum merupakan suatu infrastruktur vital bagi kehidupan masyarakat dimalam hari. berikut ini keuntungan dari adanya penerangan jalan umum: Sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, untuk mendukung aktifitas masyarakat dimalam hari, Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan khususnya pada malam hari, untuk keamanan lingkungan dan mencegah kriminalitas, dapat memperindah daerah tersebut baik siang maupun malam hari. lampu penerangan jalan itu sendiri merupakan bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakan (dipasang dikiri maupun dikanan jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun lingkungan sekitar. Spesifikasi dan kondisi jalan cukup besar pengaruhnya dalam menentukan tingkat kelayakan suatu sistem penerangan karena dalam spesifikasi/kondisi jalan dapat diketahui kelas jalan yang nantinya akan digunakan untuk menentukan koefisien luminasi rata - rata pada permukaan jalan tersebut (Nurdiana, 2016). Berikut contoh penerangan jalan yang dapat dilihat dari gambar 2.7.

(20)

Gambar 2. 7. Penerangan jalan pada malam hari. Sumber: Allmand.com

Intesitas penerangan di tempat kerja dimaksudkan untuk memberikan penerangan kepada benda-benda yang merupakan objek kerja, peralatan atau mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja. Untuk itu diperlukan intensitas penerangan yang optimal. Selain menerangi objek kerja, penerangan juga diharapkan cukup memadai menerangi keadaan sekelilingnya. Standar ini memuat prosedur, penentuan titik dan peralatan pengukuran intensitas penerangan yang digunakan. Intensitas penerangan merupakan aspek penting di tempat kerja, karena berbagai masalah akan timbul ketika kualitas intensitas penerangan di tempat kerja tidak memenuh standar yang ditetapkan. Faktor yang mempenganruhi intensitas penerangan adalah sumber cahaya, daya pantul (reflektivitas) dan ketajaman penglihatan. Intesitas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya jelas akan meningkatkan produktivitas kerja (Ridwan, 2009).

2.3.4. Drainase

Air yang ada di jalan tidak peduli seberapa bagus desainnya akan selalu merusak jalan tambang. Jauhkan air dari jalan atau paling tidak alirkan air dari jalan sesegera mungkin, dengan tanpa menyebabkan erosi pada jalur yang digunakan. Komponen penting dari setiap desain geometris adalah peta kontur yang menunjukkan kontur ketinggian dan arah drainase di sekitar jalan. Pastikan air dibawa menjauhi jalan dan jangan biarkan meresap ke permukaan jalan. Air dapat melemahkan lapisan jalan dan dapat menjadi sumber banyak jalan rusak (Thompson, 2011).

(21)

Nilai rata-rata biasanya dapat memberikan drainase permukaan yang tepat pada jalan yang tidak terganggu dimana kemiringan melintang cukup untuk mengalirkan permukaan trotoar secara lateral. Dengan jalan atau jalan yang dibatasi, nilai longitudinal harus disediakan untuk memfasilitasi drainase permukaan. Nilai minimum yang sesuai adalah biasanya 0,5%, tetapi nilai 0,30% dapat digunakan dimana ada permukaan beraspal secara akurat miring. Perhatian khusus harus diberikan pada desain saluran air hujan dan saluran masuknya untuk menjaga jarak penyebaran air di jalan yang ditempuh dalam batas yang dapat ditoleransi. Saluran di pinggir jalan membutuhkan tingkat yang lebih curam daripada profil jalan untuk drainase yang memadai (AASHTO, 2018: 3-130).

Gambar

Gambar 2. 1. Hubungan lebar jalan dengan jumlah jalur.
Gambar 2. 2. Bagian-bagian jalan pada tikungan.
Gambar 2. 3. Jari-jari pada tikungan.
Tabel 2. 1. Kecepatan rencana terhadap superelevasi maksimum.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat banyak macam cara yang dilakukan untuk mengendalikan asru lalu lintas simpang salah satunya yaitu dengan memakai rambu lalu lintas dan penanda jalan sebagai alat

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal sebelum

Stomata umumnya terdapat pada permukaan bawah daun, tetapi ada beberapa spesies tumbuhan dengan stomata pada permukaan atas dan bawah daun.. Ada pula tumbuhan yang hanya

Di bagian anterior rami pubis, pada satu atau kedua sisi mengalami fraktur dan di bagian posterior terdapat strain sacroiliaca yang berat atau fraktur pada ilium, baik pada sisi

Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu

Pada penelitian ini penulis melakukan upaya penghematan energi data center secara menyeluruh baik dari sisi hardware, software, jaringan, permodelan sistem

Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan/atau baja, yang digunakan untuk mentransmisikan beban-beban permukaan ketingkat-tingkat permukaan

Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah I