• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PADA AREA MARJINAL DI SERAWAK DAMAI ESTATE, PT. WINDU NABATINDO

LESTARI, BUMITAMA GUNAJAYA AGRO,

KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

WENI RISKA OCTAVIANY A24080130

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PADA AREA MARJINAL DI SERAWAK DAMAI ESTATE PT. WINDU NABATINDO LESTARI (BGA

GROUP), KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Fertilization Management of Palm Oil (Elaeis guineensis Jacq.) on Marginal Area in Serawak Damai Estate, PT

Windu Nabatindo Lestari (BGA GROUP), Kotawaringin Timur,Kalimantan Tengah Weni Riska Octaviany1 , Hariyadi2

1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

2Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract

Internship has been implemented from February 13 to May 13, 2012 in Serawak Damai Estate, PT Windu Nabatindo Lestari (BGA GROUP), East Kotawaringin, Central Kalimantan. Internship activities aimed to find out, train and understand the management palm oil plantations especially fertilization management. The collection of data and information was carried out by the direct method and the indirect method. The direct method was carried out to obtain primary data in the field through observations ranging from preparation to implementation of cultivating, fertilizing effectiveness and efficiency through the principle of 5T, direct discussion with estate manager (EM) and the assistant as well as employee. The indirect method is performed to obtain the secondary data from the garden office such as general conditions of the corporation, the climate condition and a type of soil, the condition of a plant, the organizational structure, production data and data related to activity of fertilization. Primary and secondary data is analyzed with descriptive and quantitative methods. Implementation of fertilizing in SDME Division 2 is generally pretty good ranging from preparation to implementation of fertilizing. Fertilizing effectiveness and efficiency with the principles of 5T are not good enough. Therefore, supervision and infrastructure improvements should be done correctly to improve the quality of fertilizing.

Keyword : Palm Oil, Fertilization Management, Marginal Area, Principle of 5T

(3)

RINGKASAN

WENI RISKA OCTAVIANY. Manajemen Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Area Marjinal di Serawak Damai Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Dibimbing oleh HARIYADI).

Kegiatan magang telah dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Serawak Damai Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kegiatan magang ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang budidaya kelapa sawit, memperoleh pengetahuan teknis dan manajerial perkebunan kelapa sawit, serta secara khusus mempelajari manajemen pemupukan tanaman kelapa sawit dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pemupukan serta memberikan rekomendasi solusi dari permasalahan yang terjadi.

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan untuk memperoleh data primer di lapangan melalui pengamatan mulai dari persiapan pemupukan sampai pelaksanaan pemupukan, prinsip 5T (Tepat Jenis, Tepat Waktu, Tepat Dosis, Tepat Cara, dan Tepat Administrasi), kehilangan pupuk akibat pengangkutan, upaya efisiensi pupuk, dan produktivitas kebun. Metode tidak langsung dilakukan untuk memperoleh data sekunder seperti kondisi umum perusahaan, kondisi iklim dan jenis tanah, kondisi tanaman, struktur organisasi, data produksi dan data yang terkait dengan kegiatan pemupukan. Data primer dan sekunder dianalisis dengan metode deskriptif dan kuantitatif.

Pelaksanaan pemupukan di Serawak Damai Estate menggunakan Block Manuring System (BMS). Pupuk yang digunakan di Serawak Damai Estate adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk Urea (CO(NH2)2), MOP (KCl), HGFB (B2O3), Kieserit (MgSO4.H2O), RP (Ca(PO4)2), Palmo (14-8-21-2), Zn (ZnSO4.H2O), Cu (CuSO4.7(H2O)), sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah janjang kosong kelapa sawit.

(4)

Pelaksanaan pemupukan di Serawak Damai Estate (SDME) divisi 2 secara umum belum cukup baik mulai dari pengadaan pupuk sampai pelaksanaan pemupukan. Efektifitas dan efisiensi pemupukan belum sepenuhnya sesuai prinsip 5T. Ketepatan jenis, waktu, dan administrasi pemupukan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan, sedangkan ketepatan dosis dan cara belum mencapai standar yang ditetapkan. Ketepatan dosis pupuk dapat tercapai tepat pada blok tetapi tidak pada setiap pokok kelapa sawit. Selain kondisi lahan yang tergenang dan banyak terdapat gulma, perilaku pemupuk yang tidak standar dalam pelaksanaan pemupukan menyebabkan ketepatan pemupukan tidak tercapai. Oleh karena itu pengawasan yang lebih baik dari mandor pupuk dan asisten kebun harus ditingkatkan guna memperbaiki kualitas pemupukan berikutnya.

Kehilangan pupuk HGFB akibat pengangkutan di SDME divisi 2 cukup tinggi karena dari hasil penimbangan bobot akhir di lapangan melebihi batas toleransi yang diberikan yaitu ± 5%. Upaya efisiensi pemupukan sudah dilakukan di SDME divisi 2 yaitu dengan aplikasi bahan organik seperti janjang kosong, penyusunan pelepah hasil penunasan secara U-shape, penanaman Mucuna Bracteata sebagai pencegah gulma, dan pembuatan siltpit untuk menekan run off yang dapat membawa atau mencuci hara yang dibutuhkan tanaman. Produktivitas kelapa sawit di SDME divisi 2 meningkat setiap tahunnya, akan tetapi belum mencapai standar produktivitas Marihat kelas kesesuaian S3. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi pemupukan di SDME divisi 2 belum berjalan dengan baik sesuai dengan rekomendasi pemupukan, sehingga efektivitas dan efisiensi pemupukan belum tercapai.

(5)

MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis Jacq.) PADA AREA MARJINAL DI SERAWAK DAMAI ESTATE, PT. WINDU NABATINDO

LESTARI, BUMITAMA GUNAJAYA AGRO, KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

WENI RISKA OCTAVIANY A24080130

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PADA AREA MARJINAL DI SERAWAK DAMAI ESTATE, PT. WINDU NABATINDO LESTARI, BUMITAMA GUNAJAYA AGRO, KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH.

Nama : WENI RISKA OCTAVIANY NIM : A24080130

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi, MS NIP 19611008 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Weni Riska Octaviany, dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Desember 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dedi Mulyana dan Ibu Rumsiah.

Pada tahun 2002 penulis lulus dari pendidikan Sekolah Dasar di SDN Semplak 2 Bogor, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMAN 5 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kepanitiaan yang diselenggarakan di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB seperti, Festival Tanaman ke-30 dan Festival Tanaman ke-32, dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) Agronomi Hortikultura Organik 46. Selain itu penulis mengikuti kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM KM) IPB yaitu IPB Art Contest 2010. Pada Tahun 2011 penulis juga menjadi asisten Mata Kuliah Ekologi Pertanian.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena telah memberikan nikmat iman dan islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan skripsi dengan baik.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah turut membantu dalam pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Papa (Dedi Mulyana) dan mama (Rumsiah) serta adik-adik (Shelly Noviyana dan Alvina M.A) dan keluarga besar penulis atas kasih sayang, doa, bimbingan serta dukungan yang telah diberikan.

2. Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MS dan keluarga sebagai pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta dukungan, khususnya selama pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Rudi Ismanto (Estate Manager), Bapak Najmuddin, SP (Asisten Divisi II), Bapak Gunawan CW.(Asisten Divisi I), Bapak Edwin Pabela, SP (Asisten Divisi III), Bapak Syafrudin (HRD wilayah IV), Bapak Umar Agus S (Asisten Divisi V), Bapak Suyitno (Asisten Kepala) serta Bapak Wahyu dan Bapak Sandhi (Kasie), selaku pembimbing lapang dan manajerial yang telah membimbing dan memberi arahan selama kegiatan magang.

4. Keluarga besar Serawak Damai Estate, PT Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro, yang telah memberikan kasih sayang serta perhatian selama penulis mengikuti kegiatan magang,

5. Teman seperjuangan di IPB dan khususnya di Agronomi dan Hortikultura angkatan 45.

Bogor, Juli 2012

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit ... 3

Ekologi Kelapa Sawit ... 3

Sifat Tanah Marjinal ... 4

Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit... 5

Manajemen ... 6

METODE MAGANG Waktu dan Tempat ... 7

Metode Pelaksanaan ... 7

Pengumpulan Data dan Informasi ... 8

Pengamatan ... 8

Analisis Data dan Informasi ... 10

KEADAAN UMUM Lokasi dan Letak Geografis ... 11

Keadaan Tanah dan Iklim ... 11

Luas Area dan Tata Guna Lahan ... 11

Kondisi Tanaman dan Produktivitas ... 12

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 12

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis ... 14

Aspek Manajerial ... 44

HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip 5T ... 48

Kehilangan Pupuk Akibat Pengangkutan ... 55

Upaya Peningkatan Efisiensi Pupuk ... 56

Produktivitas ... 57

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 62

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di SDME ... 12

2. Jumlah Staf dan Non Staf di SDME ... 13

3. Norma Kerja Manual Piringan dan Jalan Pikul ... 20

4. Norma Kerja Manual Gawangan Mati ... 20

5. Spesifikasi Jenis Herbisida yang Digunakan ... 23

6. Peralatan Kerja Panen di SDME Divisi 2 ... 30

7. Daftar Basis dan Premi Pemanen ... 33

8. Jenis Kesalahan dan Denda Pemanen ... 34

9. Rekomendasi Pemupukan TBM Kelapa Sawit Tahun 2012 ... 38

10. Rekomendasi Pemupukan TM Kelapa Sawit Tahun 2012 ... 38

11. Hasil Pengamatan Pokok Kelapa Sawit yang Terpupuk ... 42

12. Jenis Pupuk yang Digunakan di SDME Divisi 2 ... 48

13. Rekomendasi Pemupukan Rotasi 1 SDME Divisi 2 ... 49

14. Realisasi Pemupukan Rotasi 1 SDME Divisi 2 ... 49

15. Ketepatan Bobot Untilan pada Pupuk HGFB ... 50

16. Ketepatan Bobot Untilan pada Pupuk Urea ... 51

17. Ketepatan Bobot Untilan pada Pupuk MOP ... 51

18. Rata-rata Ketepatan Bobot Untilan Pupuk HGFB, Urea, dan MOP .. 51

19. Ketepatan Dosis Untilan per Pokok ... 52

20. Ketepatan Cara Tugal pada Pupuk Palmo dan C. Zincooper ... 53

21. Ketepatan Cara Tabur pada Pupuk Urea dan MOP ... 54

22. Rata-rata Bobot Kehilangan Pupuk HGFB Akibat Pengangkutan .... 56

23. Produktivitas TBS di SDME Divisi 2 Tahun 2008-2011 ... 57

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pokok Terserang Kumbang Tanduk (a) dan

Bekas Geretan Kumbang Tanduk (b) ... 15

2. Feratrap Perangkap Kumbang Tanduk ... 15

3. Ulat Tirathaba (a) dan Buah Akibat Serangan Tirathaba (b) ... 17

4. Aplikasi Janjang Kosong ... 36

5. Kegiatan Penguntilan di Gudang Pupuk ... 40

6. Pengangkutan Pupuk dari Gudang (a) dan Pengeceran Pupuk di Tempat Peletakkan Pupuk ... 41

7. Kegiatan Pengumpulan Karung ... 43

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jurnal Harian Magang sebagai Karyawan Harian Lepas ... 63

2. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Mandor ... 64

3. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten ... 65

4. Peta Situasi Serawak Damai Estate ... 67

5. Peta Jenis Tanah Serawak Damai Estate ... 68

6. Keadaan Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan di Serawak Damai Estate (Tahun 2008-2011) ... 69

7. Struktur Organisasi di Serawak Damai Estate ... 70

8. Program dan Realisasi Pemupukan di Serawak Damai Estate (Tahun 2008-2011) ... 71

9. Gambar Jaringan Jalan di Serawak Damai Estate ... 72

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang mempunyai produktivitas dan keunggulan lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya seperti kedelai dan biji bunga matahari. Indonesia adalah penghasil minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia dengan produksi sekitar 23 juta ton tahun 2011 (Ditjenbun, 2011).

Minyak kelapa sawit memiliki banyak produk turunan baik di bidang pangan maupun non pangan, sehingga menjadi sumber penghasil devisa non-migas Indonesia. Kelapa sawit tergolong yang paling efisien dalam penggunaan lahan untuk pembudidayaan, yaitu dari 232 juta ha lahan di seluruh dunia, budidaya kelapa sawit hanya menggunakan 5% untuk memasok 30% pasar minyak nabati dunia, sedangkan kedelai menggunakan 39% lahan untuk memasok 29%

kebutuhan minyak nabati atau bunga matahari yang menggunakan 10% lahan untuk memberikan kontribusi 8% dalam pasar minyak nabati dunia (Oil World, 2009).

Prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah maupun swasta untuk memacu pengembangan area perkebunan kelapa sawit. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan lahan yang tersedia di Indonesia. Pengembangan area kelapa sawit sudah mengarah ke lahan- lahan marjinal yang umumnya berada di daerah luar Pulau Jawa seperti lahan marjinal kering (pasir) dan lahan marjinal basah (lahan gambut, pasang surut, sulfat masam) yang berada di Kalimantan Tengah.

Lahan marjinal adalah lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu (Yuwono, 2009). Salah satu lahan marjinal yang terdapat di Kalimantan Tengah adalah lahan marjinal dengan tekstur tanah berpasir. Kelapa sawit yang ditanam di daerah yang mempunyai KTK rendah seperti tanah berpasir memiliki produksi TBS yang rendah. Pada tanah dengan tekstur pasir, daya serap tanah terhadap pupuk rendah, akibatnya pupuk mudah hilang dari tanah dan menyebabkan penurunan produksi (Suwardi dan Sastiono, 2009). Upaya peningkatan produksi

(15)

lahan marjinal memiliki beberapa keterbatasan yang harus dapat diminimalkan seperti cekaman air, kemasaman tanah, keterbatasan hara tanaman, rendahnya kandungan bahan organik, drainase tidak baik, dan lain-lain (Sudaryono, 2006).

Salah satu hal penting yang dapat meningkatkan produksi kelapa sawit pada lahan marjinal adalah pemupukan.

Upaya pencapaian produktivitas kelapa sawit melalui penggunaan bahan tanaman berpotensi produksi tinggi harus didukung dengan kemampuan memenuhi persyaratan tumbuh yang lebih baik. Potensi genetik yang baik tidak akan tereksploitasi secara optimal jika persyaratan tumbuhnya tidak terpenuhi.

Pemupukan menjadi faktor penting dalam upaya mencapai produktivitas yang tinggi. Unsur hara dari pupuk menjadi tambahan energi yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit (Darmosarkoro et al., 2003).

Pemupukan yang baik mampu meningkatkan produksi hingga mencapai produktivitas standar sesuai kelas kesesuaian lahannya (Sutarta et al., 2003).

Biaya pemupukan yang tinggi menuntut pihak perkebunan untuk secara tepat melakukan manajemen pemupukan dengan menerapkan kaidah efektifitas dan efisiensi pemupukan mulai dari penentuan jenis pupuk dan dosis sampai dengan aplikasi di lapangan.

Tujuan

Kegiatan magang ini bertujuan meningkatkan pengetahuan tentang budidaya kelapa sawit, serta memperoleh pengetahuan pengelolaan teknis dan manajerial di lapangan pada berbagai level pekerjaan. Secara khusus mempelajari manajemen pemupukan pada tanaman kelapa sawit pada lahan marjinal, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pemupukan dan memberikan rekomendasi solusi dari permasalahan yang terjadi.

2

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Akar Tanaman Kelapa Sawit

Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuartener. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung hara. Akar tertier dan kuarter merupakan bagian perakaran paling dekat dengan permukaan tanah.

Kedua jenis akar ini banyak ditumbuhi bulu-bulu halus yang dilindungi oleh tudung akar. Bulu-bulu tersebut paling efektif dalam menyerap air, udara, dan unsur hara dari dalam tanah. Kedua akar ini paling banyak ditemukan 2-2.5 m dari pangkal batang dan sebagian besar berada di luar piringan. Pada bagian ini tanahnya akan lebih remah dan lembab sehingga merupakan lokasi paling sesuai untuk penyebaran pupuk. Sistem perakaran yang paling banyak ditemukan adalah pada kedalaman 0-20 cm, yaitu pada lapisan olah tanah (top soil). Oleh karena itu, jika menemukan sistem perakaran yang dangkal, perlu menjaga ketersediaan unsur hara dan permukaan air tanah yang lebih mendekati permukaan akar tanaman, terutama pada lahan marjinal (Fauzi et al., 2007).

Ekologi Kelapa Sawit

Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000-2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan mamacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu intensitas, kualitas, dan lama penyinaran sangat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Suhu optimum untuk kelapa sawit sekitar 24-28o C untuk tumbuh dengan baik (Fauzi et al., 2007).

(17)

Ketinggian tempat di atas permukaan laut untuk kelapa sawit yang optimal adalah antara 0-500 m dpl. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian 500 m dpl akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan (Mangoensoekarjo, 2007).

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti podsolik, latosol, alluvial, atau regosol. Namun kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing jenis tanah tersebut tidak sama. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4-6.5, sedangkan pH optimum adalah 5-5.5. Tanah yang memiliki pH rendah dapat ditingkatkan dengan pengapuran. Tanah dengan pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut (Fauzi et al., 2007).

Sifat Tanah Marjinal

Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada tiga faktor, yaitu lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah.

Tanah marjinal lahan kering Kalimantan terbentuk dari batuan sedimen masam.

Batuan sedimen masam merupakan batuan permukaan (eksogen) yang menempati volume 5% kerak bumi. Di Kalimantan diperkirakan penyebaran tanah ini mencapai luas 30.15 juta ha atau 57.22% dari luas pulau dengan jenis tanah utama terdiri atas ultisol, inceptisol, dan oxisol (Subagyo et al., 2000).

Tanah marjinal memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan reaksi tanah yang masam, cadangan hara dan kejenuhan basa rendah, sedangkan kejenuhan aluminium tinggi sampai sangat tinggi. Tanah marjinal dicirikan oleh tekstur tanah yang bervariasi dari berpasir hingga liat. Hal 4

(18)

tersebut dikarenakan batuan sedimen masam di Kalimantan terbentuk dari dua macam bahan induk tanah, yaitu batu pasir yang bertekstur kasar dan batu liat yang bertekstur halus. Adanya keragaman tekstur tanah yang cukup besar pada tanah marjinal dari batuan sedimen masam akan sangat mempengaruhi sifat fisik, kimia, maupun sifat mineraloginya. Tanah bertekstur kasar dicirikan oleh kemampuan meretensi air dan hara yang rendah sehingga tanah rawan kekeringan pada musim kemarau dan pencucian hara dapat terjadi secara intensif saat musim hujan (Suharta, 2010).

Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit

Kesuburan tanah merupakan interaksi berbagai sifat tanah, yaitu sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Pemahaman yang baik terhadap sifat tanah merupakan dasar dalam upaya menjaga kesuburan tanah melalui kegiatan pemupukan (Darmosarkoro et al., 2003). Tanaman memperoleh unsur hara dari beberapa sumber, yaitu tanah, residu bahan organik, dan pupuk buatan yang diberikan pada tanaman. Sumber hara (pupuk) yang umum digunakan pada tanaman kelapa sawit adalah jenis pupuk buatan (Sutarta et al., 2003). Kebutuhan pupuk pada kelapa sawit cukup besar seiring dengan peningkatan luas area perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit memerlukan pupuk dalam jumlah yang tinggi, mengingat bahwa 1 ton TBS yang dihasilkan setara dengan 6.3 kg Urea, 2.1 kg TSP, 7.3 kg MOP, dan 4.9 kg Kieserit (Poeloengan et al., 1995).

Tanaman kelapa sawit umumnya menempati tanah-tanah yang bereaksi masam sampai agak masam (marjinal). Tanah-tanah tersebut memiliki tingkat kesuburan kimia yang rendah, tetapi kesuburan fisiknya cukup baik. Upaya pemupukan yang terus menerus menjadi satu keharusan mengingat kelapa sawit tergolong tanaman yang sangat konsumtif. Kekurangan salah satu unsur hara akan segera menunjukkan gejala defisiensi dan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif terhambat serta produksi menurun (Poeloengan et al., 1995). Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup guna mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman yang sehat dan produksi TBS secara maksimum dan ekonomis. Kebutuhan pupuk per hektar di perkebunan kelapa 5

(19)

sawit kurang lebih 24% dari total produksi atau sekitar 40-60% dari total biaya pemeliharaan.

Manajemen

Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien.

Secara umum terdapat empat fungsi manajemen yang sering disebut POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling). Dua fungsi pertama dikategorikan sebagai kegiatan mental, sedangkan dua berikutnya dikategorikan sebagai kegiatan fisik.

1. Fungsi Perencanaan (Planning)

Proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecendrungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.

2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Proses yang menyangkut strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan dirancang dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.

3. Fungsi Pengarahan dan Implementasi (Actuating)

Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawab dengan penuh kesadaran.

4. Fungsi Pengawasan (Controlling)

Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan, diorganisasikan, dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan, meskipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.

6

6

(20)

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan pada tanggal 13 Februari-13 Mei 2012.

Kegiatan magang berlokasi di Serawak Damai Estate (SDME), PT Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro Group, Wilayah IV Metro Cempaga, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan umum yang dilakukan selama magang yaitu kegiatan kerja langsung di lapangan menyangkut aspek teknis dan aspek manajerial dimulai dari karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor, dan pendamping asisten.

Kegiatan penulis selama magang dapat dilihat dalam Lampiran 1, 2 dan 3.

Pada tiga minggu pertama, penulis melakukan kegiatan sebagai karyawan harian lepas (KHL). Selama menjadi karyawan harian lepas, kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan pemupukan, pemanenan, penyemprotan dan perawatan, mencatat prestasi kerja yang diperoleh penulis dan karyawan kemudian dibandingkan dengan norma kerja yang berlaku di perusahaan tersebut, serta membuat catatan kegiatan.

Pada tiga minggu berikutnya penulis melakukan kegiatan sebagai pendamping mandor. Selama menjadi pendamping mandor kegiatan yang dilakukan adalah membantu mengawasi karyawan harian, membantu menghitung kebutuhan pupuk, racun, membantu membuat perencanaan kebutuhan fisik dan biaya untuk pekerjaan yang akan dilakukan, dan membuat laporan harian mandor (LHM). Selain itu penulis melaksanakan pengambilan contoh pengamatan pada kegiatan pemupukan, melakukan diskusi dengan mandor, asisten divisi, mantri tanaman, manager (Estate Manager), serta membuat catatan dari seluruh kegiatan yang telah dilakukan.

Pada enam minggu berikutnya penulis melakukan kegiatan sebagai pendamping asisten. Kegiatan yang dilakukan adalah membantu menyusun

(21)

rencana kegiatan bulanan (RKB), membantu menyusun laporan asisten, serta membuat catatan dari kegiatan yang dilakukan. Kegiatan khusus yang dilakukan adalah menganalisis manajemen pemupukan pada perkebunan kelapa sawit serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pemupukan

Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap semua kegiatan teknis yang dilaksanakan, sedangkan data sekunder diperoleh dari kebun meliputi lokasi dan letak geografis kebun, keadaan tanaman, iklim dan jenis tanah, luas areal dan tata guna lahan, produksi kebun, norma kerja di lapangan, data rekomendasi dan realisasi pemupukan 2012.

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung yang dipusatkan pada kegiatan pemupukan yaitu dari pengadaan pupuk sampai aplikasi di lapangan, prinsip 5T, kehilangan pupuk akibat pengangkutan, upaya efisiensi pupuk dan produktivitas kebun.

Penulis melakukan kegiatan di lapangan mulai dari pemupukan, pemanenan, perawatan, pengendalian gulma, dan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan di SDME. Kegiatan tersebut dilakukan dengan disertai pencatatan alat dan bahan yang digunakan, prestasi kerja, dan informasi yang diperoleh dalam jurnal harian. Informasi dan pengetahuan juga diperoleh dari kegiatan manajerial sebagai pendamping mandor, dan pendamping asisten.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dipusatkan pada aspek yang berhubungan dengan kegiatan pemupukan, yaitu:

1. Pengamatan dilakukan pada prinsip 5T

Tepat Jenis : Mengamati jenis pupuk yang di aplikasikan dan membandingkan dengan buku rekomendasi pemupukan SDME divisi 2 tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Departemen Riset BGA.

8

(22)

Tepat Waktu : Mengamati waktu aplikasi pemupukan yang direkomendasikan dengan realisasi di lapangan berdasarkan curah hujan bulanan pada buku rekomendasi pemupukan SDME divisi 2 tahun 2012.

Tepat Dosis : Ketepatan bobot untilan dilakukan pada pupuk HGFBorat, Urea, dan MOP dengan melakukan penimbangan contoh 10 untilan di gudang pupuk yang dilakukan sebanyak tiga kali setiap selesai kegiatan penguntilan, sehingga diperoleh contoh untilan sebanyak 30 untuk setiap jenis pupuk. Ketepatan dosis untilan per pokok dilakukan pada pupuk Palmo, Urea, dan MOP di tiga blok yang berbeda untuk masing-masing jenis pupuk dengan pengambilan contoh masing-masing 10 untilan pada tujuh penabur, sehingga diperoleh contoh 210 untilan untuk setiap jenis pupuk yang diamati.

Tepat Cara : Ketepatan cara dilakukan dengan pengamatan pada aplikasi jenis pupuk tabur dan tugal. Pengamatan pupuk dengan cara tabur dilakukan pada pupuk Urea dan MOP pada dua blok yang berbeda untuk masing-masing jenis pupuk, sedangkan pengamatan cara tugal pada pupuk Palmo dan Chelated Zincooper pada dua blok yang berbeda untuk masing- masing jenis pupuk. Ketepatan cara tabur maupun tugal dilakukan dengan pengamatan 20 contoh tanaman untuk masing-masing tujuh penabur, sehingga diperoleh 280 contoh tanaman untuk setiap pupuk yang diamati setiap bloknya.

Tepat Administrasi : Pengamatan dilakukan secara langsung mengenai administrasi yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan pemupukan.

2. Kehilangan Pupuk Akibat Pengangkutan

Penimbangan dilakukan sebanyak dua tahap, yaitu penimbangan 10 until pupuk HGFB di gudang, dan dari 10 until tersebut diambil lima contoh untuk dilakukan penimbangan akhir di lapangan ketika pupuk sampai di tangan penabur untuk diaplikasi. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh contoh sebanyak 15 untilan.

3. Upaya Efisiensi Pupuk

Melakukan pengamatan terhadap langkah perusahaan dalam upaya mengefisiensikan biaya pupuk dan kehilangan pupuk.

9

(23)

4. Produktivitas Kebun

Membandingkan data produktivitas selama 4 tahun terakhir dengan produktivitas standar Marihat dengan kelas kesesuaian S3.

Analisis Data dan Informasi

Data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan magang dianalisis secara kuantitatif seperti nilai rata-rata, persentase dan perhitungan statistik sederhana lalu dijelaskan secara deskriptif dengan membandingkan norma yang berlaku di perkebunan kelapa sawit yang ditetapkan perusahaan. Data tersebut diolah sesuai dengan kebutuhan penulis dan akan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik maupun diagram.

10

(24)

KEADAAN UMUM

Lokasi dan Letak Geografis

Serawak Damai Estate (SDME) terletak di Desa Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Perbatasan wilayah kebun sebelah utara dengan PT. Bisma, sebelah selatan dan timur berbatasan dengan kebun masyarakat, dan sebelah barat berbatasan dengan Selucing Agro Estate (SAGE).

Keadaan Iklim dan Tanah

Berdasarkan data stasiun klimatologi Departemen Riset BGA Metro Pundu pada tahun 2011, suhu udara rata-rata di SDME adalah 26.7oC dengan suhu maksimal mencapai 31.4oC dan suhu minimal mencapai 23.7oC. Rata-rata curah hujan pada tahun 2008-2011 di SDME adalah 3298.15 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan adalah 108 hari/tahun. Berdasarkan klasifikasi menurut Schmidt Ferguson, tipe iklim di SDME adalah tipe iklim A.

Jenis tanah SDME berdasarkan data jenis tanah 2011 terdiri dari tanah inceptisol sebesar 64.7%, entisol sebesar 30.4% dan ultisol sebesar 4.7%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa SDME mayoritas memiliki jenis tanah inceptisol.

Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kelapa sawit di SDME termasuk dalam kelas S3 dengan faktor pembatas tekstur tanah berpasir.

Luas Area dan Tata Guna Lahan

Bumitama Gunajaya Agro (Group) memiliki Sembilan area yang tersebar di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Riau. Di Kalimantan Tengah terdapat dua anak perusahaan dari Bumitama Gunajaya Agro (Group) yaitu PT.

Windu Nabatindo Abadi dan PT Windu Nabatindo Lestari. PT Windu Nabatindo Lestari terdiri dari tiga kebun yaitu Pelantaran Agro Estate (PAGE), Selucing Agro Estate (SAGE), dan Serawak Damai Estate, sedangkan PT Windu Nabatindo Abadi terdiri dari Sungai Bahaure Estate (SBHE), Sungai Cempaga Estate

(25)

(SCME), dan Bangun Koling Estate (BKLE). Penulis melakukan kegiatan magang di Serawak Damai Estate divisi 2.

Serawak Damai Estate memiliki luas area sebesar 3765 ha yang dibagi menjadi lima divisi. Divisi 1 memiliki luas areal sebesar 850 ha, Divisi II 756 ha, Divisi III 705 ha, Divisi IV 725 ha, dan Divisi V 730 ha. Setiap divisi dipimpin oleh seorang asisten kebun.

Kondisi Tanaman dan Produktivitas

Varietas kelapa sawit yang digunakan di Serawak Damai Estate adalah varietas Tenera Marihat yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan populasi per hektar 136 pokok.

Tanaman kelapa sawit di Serawak Damai Estate terdiri dari tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM).

Terdapat enam tahun tanam di SDME yaitu tahun tanam 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009. Produktivitas (ton/ha/tahun) TBS kebun SDME dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di SDME

Tahun Produksi dan Produktivitas TBS

Jumlah Janjang Ton TBS Ton/ha TBS

2008 334 686 1376 2.26

2009 683 590 2897 4.47

2010 1 159 035 5346 7.60

2011 556 729 4497 5.95

Sumber : Kantor Serawak Damai Estate (2012).

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Bumitama Gunajaya Agro memiliki sembilan wilayah yang tersebar di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Riau. Wilayah-wilayah tersebut dipimpin langsung oleh seorang General Manager Plantation (GMP). GMP memiliki tanggung jawab terhadap dua wilayah kebun. Masing-masing wilayah 12

(26)

dikepalai oleh Kepala Wilayah (Kawil). Kepala Wilayah dibantu oleh Agronomi Controller (AGC), Departement Support (CSR, SDA, dan Akuisi), chief keamanan, Estate Manager, Mill Manager, Kepala Tata Usaha (KTU), dan Kepala Traksi Wilayah.

Serawak Damai Estate dipimpin oleh Estate Manager (EM) dan dibantu oleh asisten kepala, asisten divisi, dan kepala administrasi. Asisten divisi dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Mandor 1, mandor dan kerani divisi. Struktur organisasi SDME dapat dilihat pada Lampiran 7. dan jumlah staf dan non staf di SDME dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Staf dan Non Staf di SDME

No Status Pegawai KHT KHL Bulanan Jumlah

Orang

1 Staff 7

2 Pekerja Langsung

 Perawatan 157 146 - 303

 Panen 125 71 - 196

3 Pekerja Tidak Langsung

 Mandor 16 6 13 35

 Kerani Divisi 10 7 5 22

4 Lain-lain 26 15 3 44

Total 607

Sumber: Kantor Serawak Damai Estate (2012).

13

(27)
(28)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis Pengendalian Hama

Penanaman tanaman yang bermanfaat sebagai inang alternatif agensia pengendali hayati dilakukan untuk meminimalkan penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama tanaman kelapa sawit seperti ulat api. Contoh dari beberapa tumbuhan yang digunakan adalah Turnera subulata, Erechites sp., Urena lobata, Casia tora, Antigonon, Euphorbia spp., Displazium asperium, Nephrolepis bisserata, dan Ageratum spp. Di SDME dilakukan penanaman Turnera subulata dan Casia tora dengan perbandingan 60% : 40%, karena Casia tora menyediakan nektar sepanjang hari dan tidak hanya di kelopak saja tetapi di ketiak batangnya, sedangkan Turnera subulata hanya menyediakan nektar sampai siang hari.

Tanaman tersebut ditanam di pinggir blok sepanjang jalan CR dan MR. Beberapa hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di SDME khususnya divisi 2 yaitu tikus, rayap, Tirathaba, kumbang tanduk, ulat api, dan ulat kantong.

Hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) adalah hama yang paling banyak menyerang tanaman kelapa sawit di SDME divisi 2, karena aplikasi janjang kosong yang belum terorganisasi dengan baik. Aplikasi janjang kosong yang tidak tepat (tidak satu lapis) dapat menyebabkan perkembangan serangan Oryctes. Kumbang ini dapat menyerang sejak di pembibitan tanaman muda di lapangan, dan bahkan tanaman dewasa di atas tujuh tahun. Pada tanaman muda, kumbang ini menggerek bagian samping pangkal pelepah terbawah langsung mencapai titik tumbuh, sedangkan pada tanaman yang lebih tua, kumbang menggerek pangkal pelepah yang lebih muda (bagian atas) kemudian meneruskan gerekan kearah bawah menuju ke titik tumbuh, akibatnya dapat mengganggu pertumbuhan vegetatif tanaman. Serangan yang berulang-ulang dapat mengakibatkan kematian tanaman.

(29)

(a) (b)

Gambar 1. Pokok Terserang Kumbang Tanduk (a), Bekas Geretan Kumbang Tanduk (b)

Pengendalian hama kumbang tanduk yang dilakukan di SDME divisi 2 yaitu diawali dengan deteksi dini dengan pengambilan contoh pokok yang terserang. Jika serangan baru di atas 5%, maka dilakukan langkah pengendalian.

Sensus hama yang dilakukan oleh petugas di SDME divisi 2 dengan mengamati setiap pokok. Serangan baru ditunjukkan adanya gundukan bekas gerekan berwarna putih dan lubang bekas gerekan. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan perangkap ferotrap dengan menggunakan senyawa feromon yang menyerupai hormon yang dihasilkan kumbang jantan untuk menarik kumbang betina. Ketinggian perangkap yaitu 1 m dari kanopi pokok. Penggantian feromon dilakukan setiap dua bulan. Pemasangan perangkap dilakukan pada blok terserang setiap 200 m dipinggir blok. Prinsip kerja perangkap tersebut yaitu kumbang tanduk selalu terbang dengan arah lurus, ketika terbang kumbang tersebut menambrak perangkap, sehingga kumbang jatuh ke lubang yang berada di bawah perangkap.

Gambar 2. Ferotrap untuk Perangkap Kumbang Tanduk

15

(30)

Hama Rayap. Dua jenis rayap yang sering ditemukan di perkebunan kelapa sawit yaitu Captotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus. Hewan dari ordo Isoptera ini umumnya menyerang batang, akar, dan pelepah daun yang telah mati maupun yang masih hidup. Lahan yang beresiko terserang rayap adalah lahan gambut dan pasir. Serangan rayap jenis Captotermes curvignathus merusak jaringan hidup tanaman yang akibatnya mematikan tanaman kelapa sawit. Rayap jenis Macrotermes gilvus mengganggu jaringan akar sehingga tanaman berpotensi tumbang. Koloni rayap ini bergerak di sekitar batang. Jika rayap ini bergerak jauh dari pohon maka tidak akan mematikan jaringan sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan insektisida dengan bahan aktif kloripirofos atau dengan manual dengan membongkar sarang utama dan membunuh semua rayap yang ada di dalamnya terutama ratunya.

Pengendalian yang dilakukan pihak kebun yaitu aplikasi Fipronil 50 SC atau Curbix 100 EC dengan dosis 5 ml per pokok yang disiramkan mengelilingi pokok.

Fipronil bekerja dengan cara mengganggu sinyal rayap tersebut untuk kembali pada ratu mereka. Cara semprotnya yaitu setengah larutan semprot di kawasan pucuk dan setengah larutan disemprot keliling pangkal pokok.

Hama Tirathaba. Hama yang sedang menyerang hampir di seluruh divisi di SDME adalah hama Tirathaba. Terdapat dua jenis Tirathaba, yaitu hama Tirathaba mundella dan Tirathaba rufivena. Stadia hama yang merugikan adalah pada stadia ulat yang menyerang adalah bunga dan buah, terutama yang masih muda. Apabila buah muda mendapat serangan dari hama ini maka buah akan terlambat tumbuh. Jika menyerang bunga dapat menyebabkan kerontokan bunga.

Gejala yang nampak dari serangan Tirathaba adalah terdapat gumpalan kotoran ulat yang bercampur dengan sisa-sisa makanan yang menempel pada buah kelapa sawit dan terdapat bekas gerekan atau alur-alur pada permukaan atas buah. Pada serangan berat dapat menyebabkan lubang pada pangkal buah, sehingga menyebabkan busuknya brondolan. Pada serangan yang ringan dapat menyebabkan buah kering berwarna kecoklatan di bagian ujung akibat dari lapisan atas yang dimakan ulat. Tempat yang menjadi pilihan hama ini adalah daerah yang lembab. Kelembaban dapat disebabkan terlambatnya sanitasi dan kastrasi pokok.

16

(31)

Pengendalian yang terpenting dilakukan adalah menjaga kebersihan pokok dengan melakukan kebijakan kastrasi dan sanitasi pada tanaman belum menghasilkan dengan tepat waktu dan mempertahankan agar musuh alami hama Tirathaba yaitu ulat Braconidae, parasit pupa Ichneumonidae dan Chelisoches moris dapat berperan mengontrol perkembangan hama Tirathaba. Langkah pertama yang dilakukan adalah deteksi dini di TPH dengan menghitung persentase jumlah janjang yang terserang. Apabila serangan kurang dari 5%, dilakukan tindakan kontrol dan jika serangan di atas 5%, dilakukan tindakan selanjutnya yaitu sensus terhadap pokok dari asal buah tersebut. Jika hasil sensus menunjukkan serangan di atas 5%, maka dilakukan tindakan penyemprotan Bacillus turingiensis dengan konsentrasi 1g/1l air. Petugas yang melaksanakan penyemprotan adalah petugas yang melakukan sensus serangan Tirathaba sebelumnya. Hal ini dilakukan agar penyemprotan yang dilakukan lebih tepat sasaran.

(a) (b)

Gambar 3. Ulat Tirathaba (a), Buah Akibat Serangan Tirathaba (b)

Hama Tikus. Pada tanaman belum menghasilkan (TBM), tikus memakan pangkal pelepah daun, sedangkan pada tanaman menghasilkan (TM) menyerang buah baik buah mentah maupun buah masak. Bekas gigitan dari hama tikus terlihat lebih rapi dari gigitan hewan lainnya seperti tupai. Langkah awal yang dilakukan adalah deteksi dini dari buah yang terserang di TPH. Jika persentase diatas 5% dilakukan sensus terhadap pokok sawit tersebut. Pengendalian hama tikus yaitu dengan rodentisida yang dilakukan serentak karena untuk hama tikus harus dilakukan satu blok satu hari. Rodentisida yang dipakai adalah Durat atau 17

(32)

Klerat RMB dengan dosis 0.7 kg/ha/rotasi. Selain itu secara alami pengendalian serangan tikus yaitu dengan pengembangbiakan burung hantu Tyto alba.

Hama Ulat Kantong. Jenis hama ulat kantong yang menyerang adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, Crematosphisa. Penyebaran hama ini sangat cepat, karena sifatnya yang mudah berpindah dari satu daun ke daun lain atau dari satu pohon ke pohon lain. Pada setiap perpindahan, ulat betina akan membentuk kantong-kantong. Setelah terbungkus kantong, ulat hanya bergerak dan memakan daun dengan cara mengeluarkan kepala dan tungkai depannya (Fauzi et al., 2007).

Hama Ulat Api. Ulat Api merupakan ulat pemakan daun kelapa sawit. Di SDME keberadaan ulat api masih dalam keadaan normal, sehingga tidak menyebabkan kerugian. Jenis ulat api yang terdapat di divisi 2 adalah jenis Setora nitens, Setothosea asigna Van Eecke, dan Darna trima Moore. Gejala serangannya yaitu daun berlubang bekas gigitan, dan dalam serangan berat daun kelapa sawit hanya tersisa tulang daun saja. Populasi ulat api dapat stabil secara alami di lapangan dengan adanya musuh alami predator dan parasitoid. Predator ulat api yang sering ditemukan adalah Eochantecona furcellata dan Sycanus leucomesus, sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea thoseae, Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, dan Dolichogenidae metesae.

Parasitoid tersebut diperbanyak dan dikonservasi dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti tanaman Turnera subulata, Turnera ulmifolia, dan Cassia tora.

Penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit di SDME divisi 2 yaitu busuk pucuk, busuk akar, dan marasmius. Busuk pucuk disebabkan oleh jamur Erwinea. Pada tingkat TBM pengendalian dilakukan dengan mencabut semua pucuk yang sudah busuk kemudian menghamparnya di sinar matahari atau membakarnya agar tidak menular ke pokok yang lain dan pada batang yang terkena serangan disemprot atau disiram dengan Dithane. Penyakit marasmius dapat menyerang buah dan jika tidak dikendalikan, penyakit ini dapat menyebabkan busuk pada semua buah. Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan membuang semua buah busuknya.

18

18

(33)

Pengendalian Gulma

Gulma adalah tanaman yang tidak diharapkan keberadaannya pada suatu tanaman produksi. Gulma yang tumbuh di sekitar pokok tanaman kelapa sawit perlu dikendalikan karena dapat menyebabkan kerugian bagi tanaman kelapa sawit sehingga dapat menghambat pekerjaan pemupukan dan panen TBS. Gulma menjadikan tanaman utama berkompetisi dalam memperoleh air, unsur hara, cahaya maupun CO2. Selain itu gulma juga dapat menjadi inang bagi hama dan penyakit. Gulma yang sering ditemukan di perkebunan kelapa sawit diantaranya adalah Mikania micrantha, Ageratum conizoides, Glichenia linearis, Chromolaena odorata, Imperata cylindrical, dan lain-lain. Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan populasi gulma sampai tingkat yang tidak merugikan tanaman utama.

Tujuan pengendalian gulma adalah menjaga piringan, jalan pikul, jalan tengah, jalan kumis, dan TPH bersih sepanjang tahun, sehingga dapat mempermudah pekerjaan panen dan pemupukan.

Pada dasarnya terdapat tiga cara pengendalian gulma yaitu secara manual, kimiawi dan biologis (Fauzi et al., 2007). Di SDME pengendalian gulma dilakukan dengan ketiga cara tersebut. Langkah awal pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit seperti di SDME dilakukan dengan cara biologi, yaitu penanaman LCC (Legum Cover Crop) di gawangan mati dan diantara pokok dalam baris tanaman setelah tahapan Land Clearing dilakukan. Penanaman bibit kelapa sawit baru dilakukan apabila penutupan dari LCC tersebut sekitar 40% dari area yang akan ditanam. Di Serawak Damai Estate, jenis LCC yang digunakan adalah MB (Mucuna bracteata).

Pengendalian Gulma Secara Manual. Pengendalian gulma secara manual dilakukan terhadap gulma yang tidak bisa dikerjakan dengan penyemprotan.

Kegiatan manual ini dilakukan untuk membersihkan gulma pada gawangan mati, apabila ketinggian gulma sudah melebihi 1,5 m, sedangkan untuk piringan dan jalan pikul, pengendalian gulma secara manual disebabkan karena posisi gulma terlalu dekat dengan kelapa sawit terutama pada TBM, Mucuna bracteta yang melilit ke pokok dan ketebalan gulma sudah tidak memungkinkan lagi untuk 19

(34)

langsung disemprot. Kegiatan yang dilakukan adalah membersihkan pokok kelapa sawit dari kacangan yang melilit dan dongkel anak kayu tumbuhan pengganggu di gawangan. Norma kerja untuk pengendalian gulma secara manual disesuaikan berdasarkan tiga kondisi area, yaitu ringan, sedang, dan berat.

Tabel 3. Norma Kerja Manual Piringan dan Jalan Rintis

Umur Tanaman Ringan Sedang Berat

………(hk/ha/rotasi)………

TBM I 2 3 4

TBM II dan III 2 3 4

TM 1 2 3

Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).

Tabel 4. Norma Kerja Manual Gawangan Mati

Umur Tanaman Ringan Sedang Berat

………(hk/ha/rotasi)………

TBM I - - -

TBM II dan III 2 3 4

TM - 2 4

Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).

Pengendalian Gulma Secara Kimia. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan menggunakan herbisida. Pengendalian gulma secara kimia membutuhkan biaya yang cukup besar, oleh karena itu penggunaan herbisida dan aplikasi yang tepat dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan.

SDME memiliki dua tim semprot yaitu Tim BGA Spraying System dan tim Semprot Divisi.

a) Tim BSS

BSS bertugas menyemprot gulma di piringan, jalan pikul, TPH, dan melakukan rehabilitasi terhadap area yang sudah clean weeding yaitu dengan penanaman Nephrolepis biserrata dan Mucuna bracteata. Di SDME terdapat dua BSS yaitu BSS Rayon A dengan area kerja divisi 1, 2, 3, dan BSS Rayon B dengan area kerja divisi 4 dan 5.

20

(35)

Metode Pelaksanaan. Tim BSS menggunakan satu unit truk yang dilengkapi dengan tangki berkapasitas 2500 l untuk kebutuhan air penyemprot.

Truk tersebut juga digunakan untuk membawa para pekerja ke area kerja.

Pengisian air dalam tangki dilakukan pada sore hari sehari sebelum penyemprotan, sedangkan pencampuran racun dilakukan pada pagi hari sebelum berangkat ke lapangan. Pengadukan larutan harus dilakukan secara merata dan menggunakan pengaduk yang disediakan dalam tangki. Pengisian larutan dilakukan oleh satu orang yang bertugas sebagai tenaga pengairan.

Tim BSS menggunakan sistem hancak giring, yaitu sistem hancak yang dilakukan dengan pemberian hancak tertentu kepada penyemprot setiap hari tetapi perpindahan dari hancak satu ke yang lain dilakukan giring. Tugas mandor semprot yaitu menentukan hancak untuk setiap tenaga semprot berdasarkan kelompok kerja semprot. Pembagian hancak tersebut dilakukan agar kegiatan penyemprotan pada blok menjadi terfokus, sehingga memudahkan kegiatan semprot, mobilisasi kendaraan dan pengawasan. Mandor semprot harus melaksanakan survey kondisi sebaran dan kerapatan gulma sehari sebelum penyemprotan dilakukan. Adapun sistem pengancakan kerja untuk alat semprot yang hanya dapat mengerjakan jalan pikul dilakukan dari CR menuju jalan tengah. Pada saat penyemprotan jalan pikul, posisi nozzle dengan gulma kurang lebih 30-40 cm, dan untuk penyemprotan piringan dilakukan dengan memutar pokok kelapa sawit dengan jarak 2 m dari pangkal. Setelah pekerjaan selesai, semua perlengkapan dibersihkan dan dikembalikan di gudang penyimpanan dan diperiksa oleh mandor. Pada apel sore pukul 15.00, asisten dan mandor berkumpul di kantor divisi untuk menyelesaikan laporan realisasi kerja semprot dan hasil pemeriksaan Quality Check semprot. Selain itu melaksanakan rencana kerja besok hari berdasarkan Rencana Kerja Bulanan dan Rencana Kerja Harian sebelumnya dan melakukan evaluasi.

Kalibrasi bertujuan mengetahui kondisi alat terutama nozzle semprot, mengetahui volume semprot yang diperlukan per satuan luas tertentu, mengetahui rata-rata kecepatan jalan yang diperlukan, dan mengetahui kondisi peralatan yang saatnya mendapatkan penggantian. Kalibrasi dilakukan satu minggu sekali sebesar 10% dari seluruh jumlah tenaga kerja semprot. Kalibrasi dilakukan oleh mandor 21

(36)

semprot setiap satu minggu sekali. Volume semprot dihitung berdasarkan hasil perlakuan kalibrasi yaitu luas area 1 ha dikalikan dengan flow rate atau output semprot rata-rata (liter/menit), kemudian dibagi dengan hasil perkalian jarak jalan (meter) oleh operator selama 1 menit dengan lebar semprotan rata-rata (meter).

Tenaga Kerja dan Alat Pelindung Diri. Tim BSS SDME Rayon A terdiri dari 24 orang tenaga wanita (karyawan harian tetap) dengan satu orang tenaga pengairan. Tenaga penyemprot tidak boleh diganti-ganti dalam rangka mengembangkan profesionalisme dan tanggung jawab alat semprot yang digunakan. Untuk pemeliharaan piringan dan jalan rintis terdapat tiga kondisi kerapatan gulma di lapangan, yaitu kondisi ringan dengan persentase gulma menutup 0-30%, kondisi sedang 31-75%, dan kondisi berat di atas 75%. Untuk tanaman belum menghasilkan (TBM), hari kerja semprot untuk kondisi ringan, sedang, dan berat adalah 0.5, 0.5, dan 0.8 hk/ha/rotasi, sedangkan untuk tanaman menghasilkan hari kerja semprot untuk kondisi ringan, sedang, dan berat adalah 0.3, 0.4, dan 0.5 hk/ha/rotasi. Pada prinsipnya, area berat pada kondisi awal akan menjadi ringan jika rotasi dilaksanakan dengan konsisten dengan teknis yang benar.

Di SDME tim BSS dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti apron, masker, sepatu boot, sarung tangan karet, topi, dan kacamata. Pihak perusahaan berkewajiban memenuhi perlengkapan pelindung yang diperlukan karyawan untuk meningkatkan kinerja penyemprot. Pemberian extra fooding untuk penyemprot setiap enam hari sekali diberikan dengan tujuan menetralkan racun dalam darah.

Alat dan Bahan. Tim BSS menggunakan knapsack sprayer jenis SA 15 dengan kapasitas 15l dengan nozzle VLV yellow deflactor dan sprayer jenis CIJ dengan kapasitas 16l. SA 15 merupakan modifikasi sprayer gendong yang dilengkapi dengan pengatur tekanan (L dan H) sehingga didapatkan tekanan yang konstan, dan merupakan alat semprot yang paling ideal dalam pemakaian nozzle jenis VLV (Very Low Volume) seperti VLV 200, 100 dan 50. Alat semprot CIJ menggunakan nozzle VLV yellow deflactor dan nozzle cone.

22

(37)

Herbisida yang digunakan merupakan herbisida sistemik yaitu gliphosat dan metil metsulfuron. Berikut spesifikasi jenis herbisida yang digunakan di Serawak Damai Estate.

Tabel 5. Spesifikasi Jenis Herbisida yang Digunakan Jenis Herbisida

Sifat Gulma

Sasaran Keterangan Bahan

Aktif

Nama Dagang

Kandungan Bahan Aktif Gliphosat KleenUp

480 AS

480 g/l Sistemik Alang-alang, rumput- rumputan dan gulma daun lebar

Herbisida purna tumbuh. Kurang efektif bila air permukaan tanah tinggi dan daya racun terganggu.

Metil metsulfuron

Metaprima 20 WDG

20% Sistemik Pakis-pakisan, gulma daun lebar

Herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh.

Dapat dicampur dengan herbisida lainnya.

Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).

Konsentrasi yang digunakan di lapangan yaitu 80cc untuk gliphosat, dan 3g untuk metil per kap. Prinsip kerja yang dilakukan tenaga semprot adalah menyemprot dengan ketinggian nozzle kurang lebih 40 cm dari permukaan gulma.

Pada penyemprotan TBM, pekerja membelakangi tanaman agar tidak terkena tanaman. Selain itu peralatan yang menunjang kegiatan penyemprotan adalah sabun, kotak P3K, bendera merah dan kuning. Bendera merah untuk batas hancak (mulai semprot) dan bendera kuning untuk batas akhir semprot.

b) Semprot Divisi

Tim semprot divisi bertugas menyemprot alang-alang, dan gawangan mati (anak kayu, Crhomolaena odorata, Melastoma malabatricum, Stenocleana, Gleichenia linearis). Semprot divisi terdiri dari tujuh tenaga wanita. Hari kerja semprot untuk tanaman belum menghasilkan dalam kondisi ringan, sedang dan berat yaitu 0.5, 1, dan 1.5 ha/ha/rotasi. Hari kerja semprot untuk tanaman 23

(38)

menghasilkan dalam kondisi ringan, sedang, dan berat yaitu 0.3, 0.5, dan 1 hk/ha/rotasi. Bahan yang digunakan oleh tim semprot divisi adalah paraquat, metil, dan triclopyr. Komposisi bahan dapat berubah sesuai gulma dominan pada area yang akan disemprot. Untuk area dengan gulma dominan berdaun lilin, dan berdaun sukulen, pada penyemprotan di musim hujan ditambahkan zat perekat dengan konsentrasi 0.1-0.2 % larutan. Alat semprot yang digunakan tim semprot divisi adalah jenis Solo.

Premi basis yang diterapkan bagi mandor semprot adalah Rp 400,000/

bulan, sedangkan premi yang diterima karyawan adalah Rp 2,500/hari. Selain itu diberikan extra fooding berupa susu kaleng setiap enam hari kerja.

Perawatan

Perawatan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Perawatan bukan hanya ditujukan pada tanaman, tetapi juga pada media tumbuh (tanah). Walaupun tanaman dirawat dengan baik, tetapi perawatan tanah tidak dilakukan maka tidak akan memberikan manfaaat yang maksimal. Kegiatan perawatan yang dilakukan di SDME diantaranya:

 Rawat Jalan.

Tujuan dari kegiatan rawat jalan adalah melakukan pemeliharaan terhadap jalan, baik Main Road, Collection Road maupun jalan akses sehingga mempermudah proses evakuasi dan transportasi TBS. Prinsip utama dari kegiatan rawat jalan adalah segera memperbaiki jalan yang berpotensi rusak (genangan air, lubang) sebelum kegiatan evakuasi TBS dilakukan pada blok tersebut.

Kegiatan rawat jalan diantaranya membuang air yang tergenang di sekitar jalan MR atau CR terutama setelah turun hujan, sehingga memperlancar aliran drainase jalan.

 Pembuatan Titi Panen, TPH, Gawangan dan Jalan Pikul

Pemasangan titi panen pada parit di tengah blok dibuat setiap jalan rintis, dan pemasangan titi panen di pinggir CR yang terdapat parit diberikan setiap TPH dengan asumsi tiga jalan pikul satu TPH. Panjang titi 24

(39)

panen disesuaikan dengan lebar parit dengan menambah 30 cm pada masing-masing tepi parit. Pembuatan TPH harus rata dan bersih dari gulma apapun, agar mempermudah penempatan dan pengangkutan buah ke unit. Untuk TPH yang datar pada kondisi menampung 100-110 pokok, sedangkan untuk TPH yang berbukit dapat menampung 70-80 pokok.

Konservasi Tanah dan Air

Konservasi tanah dan air merupakan langkah penting yang harus dilakukan pada perkebunan kelapa sawit terutama pada lahan marjinal.

Konservasi Tanah

 Penanaman Mucuna Bracteata

Salah satu upaya yang dilakukan di SDME dalam meningkatkan produktivitas pada lahan marjinal adalah dengan penenaman LCC (Legume Cover Crop). Penanaman LCC pada area kelapa sawit bertujuan untuk mencegah terjadinya erosi dan menambah bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan aerasi pada jangka waktu yang panjang, menjaga kelembaban atau iklim mikro tanah, menghambat pertumbuhan gulma dan inang hama, meminimalkan terjadinya pencucian pupuk, menambah kesuburan tanah dengan peningkatan fiksasi unsur nitrogen, dan membantu proses pelapukan. Di SDME jenis LCC yang ditanam adalah jenis Mucuna Bracteata, karena jenis LCC seperti Pueraria javanica, Calopagonium caeruleum, Calopagonium mucunuides dan Centrocema pubescent belum mampu menekan pertumbuhan gulma secara optimal karena keterbatasan umur dan ketidaktahanan terhadap naungan, sehingga gulma Asystasia gangetica dan Mikania micranta cenderung meningkat saat memasuki tahun pertama tanaman menghasilkan. Mucuna bracteata memiliki keunggulan diantaranya pertumbuhan sangat cepat, lebih mudah tumbuh dan lambat dalam memasuki masa generatif, memiliki toleransi yang tinggi terhadap cuaca panas, tahan terhadap naungan, memproduksi perbanyakan (stek) yang lebih banyak, lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, mempunyai perakaran yang dalam sehingga lebih baik dalam 25

(40)

mempertahankan erosi tanah. Perbanyakan MB dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Di kebun SDME perbanyakan dilakukan secara vegetatif yaitu stek dan merunduk. Bahan stek diambil dari batang sulur MB yang tidak terlalu tua, dan untuk sistem merunduk bahan diambil dari batang sulur MB yang masih tumbuh di lapangan.

 Penanaman Nephrolepis biserrata

Gulma yang tumbuh pada tanaman kelapa sawit dapat bersaing dengan tanamaan kelapa sawit untuk memperoleh hara. Akan tetapi pada gulma-gulma tertentu dipertahankan karena memiliki kegunaan lain, contohnya adalah Nephrolepis biserrata. Gulma ini dipertahankan dan diperbanyak untuk menjaga kelembaban sekitar pokok kelapa sawit.

Penanaman N.biserrata dilakukan dengan mengambil bibit yang menempel pada pokok kelapa sawit. Terdapat tiga orang karyawan yang bertugas dalam penanaman N.biserrata. Tanamaan Nephrolepis tersebut ditanam di sekitar piringan pokok kelapa sawit berbentuk U-shape, dengan prioritas pada area yang sudah cleen weeding. Prestasi kerja karyawan yaitu 0.8-1 ha /hk. Alat yang digunakan adalah cangkul kecil dan arit.

 Front Stacking

Front stacking adalah penempatan pelapah pada antar pokok dalam baris atau di gawangan mati. Fungsi dari penyusunan pelepah ini adalah sebagai mulsa bagi tanah sehingga dapat menahan laju aliran permukaan, menjaga kelembaban tanah, menghambat pertumbuhan gulma, dan menambah hara tanah melalui proses pelapukan.

Metode penyusunan pelepah ditentukan berdasarkan topografi lahan tersebut. Untuk area dengan kemiringan >5% maka penyusunan dilakukan secara melintang, sedangkan untuk area datar <5% dilakukan penyusunan secara U-shape. Pelepah hasil penunasan semester 1 disusun merata di antar pokok dalam baris, dan untuk semester 2 disusun merata di gawangan mati.

Konservasi Air

Konservasi air pada perkebunan kelapa sawit sangat penting dilakukan, mengingat kebutuhan air untuk tanaman sawit per hari sekitar + 70 liter per 30

26

(41)

pokok. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber air yang ada sangat diperlukan, terutama pada tanah-tanah marjinal (pasir, kaolin).

Beberapa usaha yang dilakukan untuk konservasi air di SDME antara lain:

 Parit Discontinue

Parit discontinue dibuat pada area berpasir dengan tujuan untuk menampung air yang melimpah pada saat musim hujan dan menyimpannya untuk kebutuhan tanaman kelapa sawit di sekitarnya, karena daya simpan air pada tanah dengan tekstur berpasir kurang baik.

Parit discontinue dibuat dengan lebar 1 m dengan kedalaman 60 cm. Parit discontinue dibuat di gawangan mati dengan rasio 4:1 (4 baris tanaman terdapat satu parit discontinue) atau 8:1 (delapan baris tanaman terdapat satu parit discontinue) sesuai dengan kebutuhan.

 Siltpit

Siltpit dibuat pada area-area miring dan juga area datar dengan tujuan dapat menampung sementara air sebelum diserap oleh tanaman.

Selain itu, siltpit juga berfungsi menampung pupuk dan bahan organik yang tercuci akibat aliran permukaan pada saat hujan. Rasio kebutuhan siltpit/ha adalah 34 unit dengan lebar 60 cm, panjang 400 cm dan kedalaman 50 cm.

 Road side pit

Road side pit adalah lubang yang dibuat di pinggir jalan baik CR (Collection Road) maupun MR (Main Road) pada area-area miring dan berbukit dengan tujuan untuk mengurangi laju air yang dapat merusak permukaan jalan. Selain itu juga untuk sebagai tempat penyimpanan air sementara yang dapat diserap oleh tanaman. Ukuran dan jumlah kebutuhan road side pit ditentukan dari kemiringan jalan. Semakin besar kemiringannya, maka kebutuhan pembuatan road side pit semakin banyak.

 Sekat air

Sekat air dibuat pada parit-parit dengan aliran yang tidak deras.

Tujuan pembuatan sekat air adalah untuk mempertahankan ketinggian air antara 30–60 cm. Pada saat musim hujan air tidak terbuang semua dan pada musim kemarau, masih terdapat cadangan air yang dapat diserap oleh 27

Gambar

Tabel 2. Jumlah Staf dan Non Staf di SDME
Gambar  1.  Pokok  Terserang  Kumbang  Tanduk  (a),  Bekas  Geretan  Kumbang Tanduk (b)
Tabel 3. Norma Kerja Manual Piringan dan Jalan Rintis
Tabel 5. Spesifikasi Jenis Herbisida yang Digunakan  Jenis Herbisida  Sifat  Gulma  Sasaran  Keterangan Bahan  Aktif  Nama  Dagang  Kandungan  Bahan Aktif  Gliphosat  KleenUp  480 AS  480 g/l  Sistemik  Alang-alang,  rumput-rumputan  dan  gulma  daun  leba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO atau palm

Berdasarkan standar mutu buah kelapa sawit PTPN V (2007) pada penelitian ini umur tanaman 6, 7 dan 9 tahun memiliki kadar air buah yang buruk, rendemen minyak buah baik

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengelolaan Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit

Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak-kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60 % dari produksi minyak.. Tempurung buah kelapa sawit

Waktu panen buah kelapa sawit sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan, apabila waktu panen tepat maka akan di peroleh kandungan minyak maksimal,

Panen harus menghasilkan tandan buah segar pada kematangan optimal, pemanenan pada tandah buah mentah (belum optimal) cenderung akan mengakibatkan berkurangnya jumlah minyak

Berdasarkan standar mutu buah kelapa sawit PTPN V (2007) pada penelitian ini umur tanaman 6, 7 dan 9 tahun memiliki kadar air buah yang buruk, rendemen minyak buah baik

Untuk mencapai keefektifan dan efisiensi pemupukan pada kelapa sawit maka manajemen pemupukan di lapangan harus diupayakan seoptimal mungkin, antara lain pemupukan kelapa