• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) 2.1.1 Tanaman kelapa sawit

Kelapa sawit adalah salah satu dari beberapa palma yang menghasilkan minyak untuk tujuan komersil. Nama Elaeis guineensis di berikan oleh Jacquin pada tahun 1763 berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Maritinique, kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis berarti minyak sedangkan kata guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea (Afrika)(semangun,2003).

Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang aadalah sebagai berikut: Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monokotiledone Ordo : Spadiciflorae(arecales) Famili : Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Batang kelapa sawit tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang, batang berfungsi sebagai struktur tempat melekatnya daun, bunya, dan buah. Batang juga berfumgsi sebagai organ penimbun zat makanan yang memilki sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ketajuk serta hasil dari fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tanaman. Batang kelapa sawit

(2)

berbentuk silender dengan diameternya 20-75 cm. Tinggi tanaman kelapa sawwit yang ditanaman di perkebunan antara 15-18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30m. Dengan kecepatan bertumbuh 25-75 cm/tahun.(Fauzi, 2014)

Menurut Pahan (2007) tanaman kelapa sawit mulai berbuah pada umur 3-4 tahun setelah tanaman dan buah menjadi matang 5-6 bulan setelah penyerbukan .semua ini tergantung pada bibit yang ditanam, kesuburan tanah, iklim dan teknik budidaya. Proses pematangan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna buahnya dari hijau pada buah muda menjadi jingga waktu buah matang. Tanaman kelapa sawit dapat bertahan hidup sampai lebih dari 100 tahun, tetapi umur ekonomisnya hanya 20-30 tahun.

Kelapa sawit mempunyai varietas yang cukup banyak dan di klarifikasikan dalam berbagai kelas. Varieta-varietas ini dapat dibedakan berdasarkan tipe buah, bentuk luar, tebal cangkang, warna buah dan lain-lain. Buah sawit mempunyai warna yang bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari ketiak pelpah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai dengan kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) akan meningkat dan buah akan rontok secara sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan, diantaranya Eksoskarp yakni bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin, Mesoskarp yakni serabut buah, dan Endodkarp yakni cangkang pelindung inti (Risza, 1993).

Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endoskarp dan embrio yang memiliki kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit yang di budidayakan terdiri dari dua jenis: E. Guineensis dan E. Oleifera. Jenis perrtama adalah pertama kali

(3)

yang terluas dibududayakan. E. Oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sember genetik (meta, 2008).

2.1.2. Morfologi Buah Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit yang di budidayakan di Indonesia ada banyak jenisnya. Varietas tanaman tersebut dapat di bedakan tebal tipisnya temppurung (cangkang) dan kandungan minyak dalam buah kelapa sawit dapat di bedakan dalam 3 tipe yakni tipe Dura, Prisefera, dan Tenera.(Risza,1993)

Gambar 2.1. Klasifikasi Buah Kelapa Sawit

a. Dura

Tempurung (cangkang) pada buah sekitar 25-45 % sangat tebal antara 2-8 mm, dan tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar cangkang. Daging buah relatif tipis sekitar 20-64 % dan kandungan minyak pada buah rendah (Risza,1993)

b. Pisifera

Jenis pisifera memiliki tempurung yang tipis, biji yang kecil, daging buah yang tebal, tidak mempunyai cangkang, intinya kecil namun memiliki kandungan minyak yang tinggi. Tanaman ini tidak dapat di gunakan untuk tanaman komersil tapi jenis ini sering disebut sebagai tanaman betina yang steril. (Risza,1993).

c. Tenera

Merupakan persilangan antara Dura sebagai pohon ibu dengan pisifera sebagai pohon bapak. Tenera bertempurung tipis dan initi yang besar dan kandungan

(4)

minyak dalam buah tinggi. Ukuran daging buah sekitar 60-90% ketebalan cangkang antara 0,5-4 mm (Risza, 1993).

2.1.3. Pasca Panen Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan berbentuk buah setelah umurnya 2-3 tahun. Buah akan masak sekitar 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Kandungan minyak dan daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol (pahan, 2007)

Waktu panen buah kelapa sawit sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan, apabila waktu panen tepat maka akan di peroleh kandungan minyak maksimal, namun apabila pemanenan buah dilakukan pada kondisi yang terlalu matang akan meningkatkan asam lemak bebas (ALB). Hal ini dapat merugikan karena kandungan ALB yang tinggi akan menurunkan mutu minyak. Sebaiknya pemanenan buah yang masih mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah. Untuk memudahkan pemanenan, sebaiknya pelpah daun yang menyangga buah di potong terlebih dahulu. Pelpah daun yang telah di potong di atur rapi pada gawangan mati. Untuk mempercepat proses pengeringan serta pembusukan, maka pelpah-pelpah daun tersebut di potong-potong menjadi 2-3 bagian (semangun, 2003).

Cara pemanenan berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m di gunakan cara panen jongkok dengan alat dodos kecil, sedangkan tanaman dengan ketinggian 5-10 m di panen dengan cara berdiri mengunakan alat dodos besar. Sementara itu pada tanaman yang tingginya lebih dari 10 m menggunakan alat egrek. Untuk memudahkan pemanenan sebaiknya pelpah di potong terlebih dahulu dan di atur rapi pada gawangan mati. Tandan

(5)

buah yang matang di potong sedekat mungkin dengan pangkalnya, maksimal 2 cm. Tandan buah di potong di letakan teratur di piringan dan brondolan di kumpulkan terpisah dari tandan. Selanjutnya tandan buah dan brondolan di kumpulkan di tempat pengumpulan hasil (TPH)(Fauzy, 2014)

2.1.4. Kriteria Pemanenan

Menurut Pahan (2007), pekerjaan potong buah merupakan pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang bagi perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit. Dengan demikian, tugas utama personil di lapangan yaitu mengambil buah dari pokok pada tingkat kematangan yang sesuai dan mengantarkannya ke pabrik sebanyak-banyaknya dengan cara dan waktu yang tepat (pusingan potong buah dan transpor)tanpa menimbulkan kerusakan pada tanaman. Cara yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi, sedangkan waktu yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi (asam lemak bebas atau FFA).

Pada saat ini, kriteria umum yang banyak di pakai adalah jumlah brondolan yaitu jumlah brondolan sekitar 15-20 butir untuk tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun. Selain itu, kriteria yang dapat di gunakan adalah warna buah dan jumlah buah per bobot TBS keseluruhan. Kelapa sawit yang layak di panen apabila buah yang jatuh/bobot brondolan adalah 2 butir brondoilan/kg TBS (Fauzy, 2014). Kriteria tingkat kematangan kelapa sawit dapat dapat di lihat pada Tabel 1.

2.1.5. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas (ALB) adalah asam yang di bebaskan pasa hidrolisa dari lemak. Kadar ALB minyak kelapa sawit dianggap sebagai asam almitat (dengan berat molekul 25,6). ALB yang tinggi menimbulkan kerugian dalam rafinasi dan korosi logam proxidant seperti besi dan tembaga.

(6)

Relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain:

1. Pemanenan kelapa sawit tidak tepat waktu

2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah 3. Penumpukan buah yang terlalu lama

4. Proses hidrolisa selama proses di pabrik

Rata-rata kadar ALB adalah sebesar 3,5% dalam bentuk asam palmiat, hal ini menunjukan bahwa kandungan ALB yang berasal dari pabrik kelapa sawit (PKS) masih masuk dalam kualitas yang digunakan yang ditetapkan oleh SNI yaitu lebih kecil dari 5% walaupun di beberapa PKS memiliki ALB lebih besar dari 5% Asam-asam lemak yang terdapat sebagai ALB dalam CPO terdiri dari atas berbagai Trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14-20 atom karbon. Kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam lemak tak jenuh oleat dan linoleat, minyak sawit masuk dalam golongan minyak asam oleat-linoleat. Untuk ALB dalam dalam CPO komponen utamanya adalah asam palmitat dan oleat (Naibaho, 1999).

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor – faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yangterbentuk.( Semangun, 2003).

(7)

2.2. Pengolahan Citra 2.2.1 .Image Processing

Pengolahan citra digital adalah teknologi penerapan sejumlah algoritma komputer untuk proses digital gambar. Hasil dari proses ini bisa berupa gambar atau sekumpulan karakteristik representatif atau sifat dari gambar aslinya Aplikasi pengolahan citra digital telah banyak ditemukan. Dalam sistem robotika cerdas, pencitraan medis, penginderaan jarak jauh, fotografi dan forensik (Zhou

dkk, 2010).

Citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Ketika sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian cahaya tersebut. Pantulan ini ditangkap oleh alat-alat pengindera optik, misalnya mata manusia, kamera, scanner dan sebagainya. Bayangan objek tersebut akan terekam sesuai intensitas pantulan cahaya. Ketika alat optik yang merekam pantulan cahaya itu merupakan mesin digital, misalnya kamera digital, maka citra yang dihasilkan merupakan citra digital. Pada citra digital, kontinuitas intensitas cahaya dikuantisasi sesuai resolusi alat perekam.

Ada tiga kriteria yang digunakan untuk menggambarkan kualitas sumber cahaya kromatik: Radiance, Luminance dan Brightness.

a. Radiance: Jumlah total energi yang mengalir dari sumber cahaya (satuan: watt).

b. Luminance: Jumlah energi yang dapat diamati pengamat dari sumber cahaya (lumens).

(8)

Citra Proses Enhance

Asli

Pengolahan

Citra Citra

Gambar 2.2 Proses Pengolahan Citra

2.2.2. Dasar Pengolahan Citra

a. Pengolahan Warna RGB ( Red, Green, and Blue )

Dasar pengolahan citra adalah pengolahan warna RGB ( Red, Green, and Blue) pada posisi tertentu. Dalam pengolahan citra, warna dipresentasikan dengan nilai hexadesimal dari 0x00000000 sampai 0x00ffffff. Definisi nilai warna dan variabel 0x00 menyatakan angka di belakangnya adalah hexadesimal. Nilai warna yang digunakan merupakan gabungan warna cahaya merah, hijau, dan biru. Penentuan nilai suatu warna yang bukan warna dasar menggunakan gabungan skala kecerahan setiap warnanya (Sigit, 2007).

Gambar 2.3. Komposisi Warna RGB

b. Mengubah Citra Warna 1) Gray-scale

Grayscale adalah suatu citra dimana nilai dari setiap pixel merupakan sampel

(9)

bervariasi pada warna hitam pada bagian yang intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas terkuat. Citra grayscale berbeda dengan citra ”hitam putih”,di mana pada konteks komputer, citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna saja yaitu ”hitam” dan ”putih” saja. Pada citra grayscale warna bervariasi antara hitam dan putih, tetapi variasi warna diantaranya sangat banyak. Citra

grayscale seringkali merupakan perhitungan dari intensitas cahaya pada setiap

pixel pada spektrum elektromagnetik single band. Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sample pixel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Format ini sangat membantu dalam pemrograman karena manipulasi bit yang tidak terlalu banyak. Pada aplikasi lain seperti pada aplikasi medical imaging dan remote sensing biasa juga digunakan format 10,12 maupun 16 bit (Fatta, 2007).

2) Thresholding

Thresholding digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada

citra. Dengan menggunakan thresholding maka derajat keabuan bisa diubah sesuai keinginan, misalkan diinginkan menggunakan derajat keabuan 16, maka tinggal membagi nilai derajat keabuan dengan 16. Proses thresholding ini pada dasarnya adalah proses pengubahan kuantisasi pada citra, sehingga untuk melakukan thresholding dengan derajat keabuan (Santi, 2011).

2.2.3. Perbaikan Citra a. Histogram

Histogram adalah distribusi nilai intensitas piksel pada citra. Nilai intensitas citra yang sama akan dijumlahkan sehingga membentuk satu bin pada histogram. Sekumpulan nilai bin dari setiap intensitas citra akan membentuk histogram dari suatu citra. Langkah selanjutnya yaitu memperlebar puncak dan memperkecil titik minimum dari histogram citra supaya penyebaran nilai piksel setiap citra merata (Murdoko dan Saparudin, 2015).

(10)

Gambar 2.4. Histogram

b. Brightness

Brightness adalah nama lain dari tingkat kecerahan/intensitas cahaya. Elemen ini

menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata. Elemen ini dapat dirasakan sebagai lampu penerang berwarna putih ketika kita melihat suatu benda. Semakin terang cahaya lampu tersebut (Tingkat kecerahan/brightness tinggi), benda yang kita lihat akan semakin putih. Semakin redup (Tingkat kecerahan/brightness rendah), benda yang kita lihat semakin gelap. Dan ketika tidak ada cahaya lampu (tingkat kecerahan/brightness = 0), benda yang kita lihat berwarna hitam (Handoyo,2006).

c. Kontras

Kontras merupakan tingkat penyebaran piksel-piksel ke dalam intensitas warna. Kontras yang rendah dikarenakan kurangnya pencahayaan mengakibatkan intensitas warna berkumpul di tengah skala intensitas. Sedangkan kontras tinggi dikarenakan terlalu banyak pencahayaan mengakibatkan intensitas warna berkumpul di awal dan akhir skala intensitas, sedangkan di tengah sangat kecil frekuensinya (Anonim, 2015).

(11)

d. Inversi Citra

Inversi citra merupakan proses negatif pada citra, seperti pada foto di mana setiap nilai citra dibalik dengan acuan threshold yang diberikan. Proses inversi banyak digunakan pada citra – citra medis, sepeti USG dan X-Ray (Sigit, 2007).

Analisis Tekstur

Tekstur merupakan karakteristik intrinsik dari suatu citra yang terkait dengan tingkat kekasaran (roughness), granulitas (granulation), dan keteraturan (regularity) susunan struktural piksel. Aspek tekstural dari sebuah citra dapat dimanfaatkan sebagai dasar dari segmentasi, klasifikasi, maupun interpretasi citra. Tekstur dapat didefinisikan sebagai fungsi dari variasi spasial intensitas piksel (nilai keabuan) dalam citra. Berdasarkan strukturnya, tekstur dapatmdiklasifikasikan dalam dua golongan :

a. Makrostruktur

Tekstur makrostruktur memiliki perulangan pola lokal secara periodik pada suatu daerah citra, biasanya terdapat pada pola-pola buatan manusia dan cenderung mudah untuk direpresentasikan secara matematis.

b. Mikrostruktur

Pada tekstur mikrostruktur, pola-pola lokal dan perulangan tidak terjadi begitu jelas, sehingga tidak mudah untuk memberikan definisi tekstur yang komprehensif.

Analisis tekstur bekerja dengan mengamati pola ketetanggaan antar piksel dalam domain spasial. Analisis tekstur lazim dimanfaatkan sebagai proses antara untuk melakukan klasifikasi dan interpretasi citra. Suatu proses klasifikasi citra berbasis analisis tekstur pada umumnya membutuhkan tahapan ekstraksi ciri, yang dapat terbagi dalam tiga macam metode berikut :

(12)

a. Metode statistik

Metode statistik menggunakan perhitungan statistik distribusi derajat keabuan (histogram) dengan mengukur tingkat kekontrasan, granularitas, dan kekasaran suatu daerah dari hubungan ketetanggaan antar piksel di dalam citra. Paradigma statistik ini penggunaannya tidak terbatas, sehingga sesuai untuk tekstur-tekstur alami yang tidak terstruktur dari sub pola dan himpunan aturan (mikrostruktur).

b. Metode spektral

Metode spektral berdasarkan pada fungsi autokorelasi suatu daerah atau power distribution pada domain transformasi Fourier dalam mendeteksi periodisitas tekstur.

c. Metode struktural Analisis dengan metode ini menggunakan deskripsi primitif tekstur dan aturan sintaktik. Metode struktural banyak digunakan untuk polo-pola makrostruktur.

Gambar

Gambar 2.1. Klasifikasi Buah Kelapa Sawit  a.  Dura
Gambar 2.2 Proses Pengolahan Citra
Gambar 2.4. Histogram  b. Brightness

Referensi

Dokumen terkait

Teknik yang bersifat individu yaitu supervisi yang dilakukan secara individual dengan melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut. 1) Mengadakan kunjungan kelas ( Class room

Memahami dan menkaji ruang lingkup sebagai dasar pembentukan pemikiran geografi, sehingga berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain, bahkan luasnya kajian geografi baiks ebagai ilmu

Yaitu lingkungan yang berada diluar kegiatan bisnis yang tidak mungkin dapat dikendalikan begitu saja oleh para pelaku bisnis sesuai dengan keinginan perusahaan.. Malah

print out dari sertifikasi tersebut dapat juga dikategorikan ke dalam dokumen elektronik. Hal mana dokumen elektronik tersebut juga harus memenuhi unsur- unsur dalam

[r]

Eka   Permanasari

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengisian angket dan wawancara. Terdapat tiga jenis angket yaitu angket pemetaan kondisi peserta didik, angket validasi ahli,

Lambang Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf g, dikenakan di bawah lencana KORPRI untuk PDH, PDL, dan PDU terbuat dari bahan logam warna kuning