• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. RANCANGAN PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "3. RANCANGAN PENELITIAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

3. RANCANGAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa pengaruh penambahan Viscosity Modifying Admixture (VMA) pada mortar dan beton rendah semen.

3.1 Material

Dalam penelitian ini digunakan PPC (Pozzolan Portland Cement) dari PT.

Semen Gresik. Semen ini merupakan semen yang umum diperjualbelikan baik dari distributor maupun toko bahan bangunan.

Split digunakan sebagai agregat kasar dalam beton dengan ukuran 10 - 20 mm. Split yang dipergunakan diperoleh dari toko bahan bangunan lokal.

Pengujian yang dilakukan adalah untuk mengukur Specific Gravity (GS), water absorption sesuai standar uji ASTM C-127 (2009) dan analisa ayakan sesuai standar uji ASTM C-136 (2001).

Pasir Lumajang digunakan dalam campuran mortar dan sebagai agregat halus (fine aggregate) pada beton. Ukuran pasir yang digunakan pada campuran mortar antara lain : pasir kasar (1.18 – 5 mm) dan pasir halus (<1.18 mm). Pada beton ukuran pasir yang digunakan adalah <10 mm. Pengujian GS (Specific Gravity), water absorption, dan fineness modulus dilakukan sesuai standar uji ASTM C-128 (2011). Pasir Lumajang diperoleh dari toko bahan bangunan lokal.

Bahan aditif yang digunakan antara lain Superplasticizer (SP) dan Viscosity Modifying Admixture (VMA). SP yang digunakan merupakan produk dari PT.

SIKA Indonesia dengan nama produk Viscocrete-1003. VMA yang digunakan adalah produk dari PT. SIKA Indonesia dengan nama produk Stabilizer 4R. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air mineral dari PDAM Surabaya.

3.2 Alat yang Digunakan

Pada proses pembuatan mortar dan beton digunakan beberapa alat antara lain timbangan elektrik, bekisting kubus dengan dimensi 5x5x5 (cm), bekisting silinder 15x30 (cm), bor listrik untuk mengaduk mortar, mesin molen, dan alat penggetar. Pada proses pengujian digunakan flow table dan mesin uji kuat tekan.

(2)

bertujuan untuk mengukur kapasitas kuat tekan dari mortar dan beton. Alat tambahan seperti ember, kapi, cetok, gelas ukur, pipet tetes, dan plastisin juga dipakai untuk melakukan penelitian ini.

3.3 Analisa Void Ratio

Void ratio merupakan perbandingan antara volume rongga dan volume solid. Pengujian dilakukan dengan memasukkan kombinasi pasir kasar dan pasir halus ke dalam cawan yang sudah diketahui berat dan volumenya. Kombinasi yang digunakan adalah: 20% pasir kasar dan 80% pasir halus; 40% pasir kasar dan 60% pasir halus ; 50% pasir kasar dan 50% pasir halus; 60% pasir kasar dan 40%

pasir halus; 80% pasir kasar dan 20% pasir halus.

Penggetaran dilakukan pada cawan yang sudah berisi kombinasi pasir sebanyak dua kali agar kepadatan menjadi maksimal. Dari hasil analisa ini diperoleh kombinasi pasir kasar dan pasir halus yang memiliki void ratio terendah. Setelah itu dilakukan perhitungan void ratio seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Perhitungan Mencari Nilai Void Ratio Berat

Cawan (g) W1

Berat Tabung + Kombinasi Pasir (g) W2

Berat Kombinasi Pasir (g) W3

Volume Kombinasi Pasir (cm3)

V1

Volume Cawan (cm3) V2

Void Ratio (%)

W1 W2 W2 – W1

W3/(Gs pasir kasar x persentase pasir kasar + Gs pasir halus x persentase pasir halus)

V2 1-

(V1/V2)*100

Catatan :

Pasir kasar dan pasir halus dalam keadaan SSD Gs pasir kasar dan Gs pasir halus dalam keadaan SSD

Analisa void ratio dilakukan kembali pada beton dengan mengubah cawan menjadi bak silinder (Gambar 3.1), pasir kasar menjadi split ukuran 10-20 mm (agregat kasar), dan pasir halus dengan pasir Lumajang ukuran <10 mm (agregat

(3)

mencapai kepadatan maksimal, dilakukan penggetaran dan rojokan pada bak silinder yang telah berisi kombinasi agregat kasar dan agregat halus sebanyak dua kali (volume setengah penuh dan volume penuh).

Gambar 3.1 Bak Silinder

3.4 Analisa Kebutuhan Semen dengan Void Ratio Secara Teoritis

Jumlah kebutuhan semen yang dipakai dalam mix design mortar dan beton diperoleh dari perhitungan void ratio terendah. Pasta yang berisi semen dan air mengisi rongga di antara agregat. Dengan demikian, kadar air juga ikut menentukan jumlah kebutuhan semen yang akan diperoleh. Tabel 3.2 merupakan perhitungan yang dilakukan untuk menentukan jumlah kebutuhan semen berdasarkan void ratio secara teoritis.

Tabel 3.2 Perhitungan Kebutuhan Semen Berdasarkan Void Ratio Secara Teoritis

Specific Gravity Semen 3.15

γ Air 1

Void Ratio (%) X

Volume Rongga (liter) X x 1000

Water/Cement Ratio Y

Jumlah Kebutuhan Semen

(kg/m3) (Volume Rongga x GS Semen) / (1 + 3.15 x Y) Jumlah Kebutuhan Air (kg/m3) Jumlah Kebutuhan Semen x Y

(4)

3.5 Mix Design

3.5.1 Mix Design Mortar

Mix Design mortar dilakukan setelah mengetahui kebutuhan semen yang telah diperoleh secara teoritis. Mortar dibuat dalam dua kondisi, yaitu yang mengalami bleeding akibat dosis SP berlebih dan akibat kadar air berlebih. Maka dari itu digunakan dua variabel w/c sebagai acuan antara lain : 0.35 dan 0.70. SP digunakan pada mix design dengan w/c 0.35.

Semen dan pasir yang digunakan dalam mix design adalah berdasarkan perbandingan berat yang diperoleh dari hasil analisa jumlah kebutuhan semen teoritis. Hal ini bertujuan untuk memperoleh volume pasta yang mengisi volume void secara menyeluruh (Vp/Vv = 100%). Dosis VMA yang digunakan adalah berkisar antara 0.1% - 1% berat semen. Dosis SP yang digunakan berkisar antara 0% - 2% berat semen.

3.5.2 Mix Design Beton

Mix Design beton dilakukan setelah mengetahui jumlah kebutuhan semen teoritis terendah (Vp/Vv = 100%) dari beberapa nilai w/c antara lain: 0.35, 0.50, dan 0.50. Nilai w/c yang dipakai dalam mix design adalah nilai w/c yang menghasilkan jumlah kebutuhan semen terendah (mendekati standar ACI Commitee 302, 1997). Dosis VMA yang digunakan adalah berkisar antara 0.1% - 1% berat semen. Dosis SP yang digunakan berkisar antara 0% - 2% berat semen.

3.6 Langkah Pembuatan Mortar

Pada mortar dengan w/c 0.35 dilakukan terlebih dahulu trial and error untuk mencari persentase SP dalam mix. Pasir dalam kondisi SSD ditimbang dan dicampurkan dengan semen sesuai mix design ke dalam ember. Campuran semen dan pasir diaduk dengan menggunakan cetok hingga tercampur merata. Setelah itu air yang sudah dicampur SP (diawali dengan 0.1% berat semen) dituangkan ke dalam ember. Mix diaduk dengan menggunakan bor mixer.

Mortar yang sudah tercampur diletakkan ke meja flow lalu diukur diameternya pada kondisi tanpa pengetukan (D1) dan dengan 25 kali pengetukan

(5)

dan segregasi. Dengan demikian persentase SP yang akan digunakan dalam mix telah diperoleh.

Selanjutnya adalah pembuatan mortar sesuai mix design. Sama seperti langkah sebelumnya, semen dan pasir ditimbang lalu diaduk terlebih dahulu dengan cetok. Air dan SP dicampur menjadi satu hingga merata lalu dituangkan ke dalam campuran seman dan pasir. Dilakukan pengadukan dengan bor selama 2-3 menit. VMA yang sudah ditentukan kadarnya dimasukkan ke dalam campuran mortar dengan menggunakan pipet tetes lalu diaduk kembali selama 1 menit.

Pencetakan mortar kedalam bekisting dibagi menjadi 3 tahapan. Dalam setiap tahapnya, mortar dituangkan ke dalam bekisting sebanyak 1/3 volume bekisting dan diikuti dengan penggetaran. Hal ini dilakukan agar pemadatan mortar dalam bekisting menjadi maksimal dan merata. Proses curing dilakukan dalam bak berisi air satu hari setelah tanggal pembuatan mortar. Uji tekan dilakukan pada umur 7 hari dan umur 28 hari.

3.7 Langkah Pembuatan Beton

Split dan pasir yang sudah dalam kondisi SSD ditimbang terlebih dahulu sesuai mix design lalu dituangkan kedalam mesin molen kemudian diaduk.

Setelah tercampur merata, semen dimasukkan ke dalam campuran split dan pasir lalu diaduk kembali. Air dan SP yang sudah tercampur di dalam ember dituangkan ke dalam molen saat semen telah tercampur merata. Pengadukan dilakukan dalam waktu 4 – 5 menit hingga beton terlihat lecak. VMA diberikan ketika beton segar sudah lecak dan diaduk kembali selama 1 menit.

Beton yang dicetak dalam bekisting silinder 15x30 (cm) dibagi menjadi 3 tahapan. Pada setiap tahapan, beton segar dituangkan ke dalam bekisting sebanyak 1/3 volume bekisting dan diikuti dengan penggetaran. Proses curing dilakukan sehari setelah pembuatan dengan cara direndam ke dalam bak berisi air. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 28 hari.

Uji slump dilakukan sebelum beton dicetak ke dalam bekisting. Pengisian beton segar kedalam slump cone dibagi menjadi 3 tahapan. Pada setiap tahap, beton segar dituangkan sebanyak 1/3 volume dan dirojok sebanyak 25 kali.

(6)

3.8 Pengujian Benda Uji 3.8.1 Flow Table Test

Flow table test dilakukan pada mortar sebelum dicetak di dalam bekisting.

Pengujian ini bertujuan untuk mengukur performa flowability dan plastic viscosity mortar. Tolok ukur pengujian ini adalah flow diameter (diameter aliran) yang terjadi. Proses flow table test dilakukan dengan 2 metode yaitu metode tanpa pengetukan (D1) dan metode dengan pengetukan (D2). Flow table yang digunakan (Gambar 3.2) adalah sesuai standar uji ASTM C-230 (2009).

Gambar 3.2 Flow Table dan Mold

Pada metode tanpa pengetukan, mortar yang baru dibuat dimasukkan ke dalam mold yang diletakkan di atas piringan flow table hingga penuh lalu permukaan paling atas diratakan. Mold kemudian diangkat dan ditunggu hingga cairan mortar berhenti mengalir. Setelah itu diameter flow diukur. Metode dengan pengetukan dilakukan dengan cara mengisi mortar ke dalam mold lalu diratakan hingga selevel dengan mold. Setelah itu mold dilepas dan diketuk sebanyak 25 kali dalam kurun waktu 15 detik dan diukur perubahan diameternya.

3.8.2 Uji Beda Volume (Gravimetrik)

Pengujian ini bertujuan untuk mengukur besarnya air content di dalam campuran mortar yang telah dibuat. Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang campuran semen, pasir kasar, pasir halus, air, SP, dan VMA sesuai

(7)

menggunakan sendok dalam gelas plastik. Campuran dibiarkan mengering di dalam suhu ruang dalam waktu 24 jam lalu ditimbang berat dan volumenya. Hasil dari uji ini adalah perbedaan volume teoritis dengan volume aktual yang merupakan air content dalam campuran (ASTM C-138, 2007).

3.8.3 Uji Kuat Tekan

Uji kuat tekan bertujuan untuk mengukur kekuatan mortar dan beton yang telah melewati masa curing. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat mesin uji kuat tekan. Benda uji yang diuji adalah mortar pada umur 7 hari dan 28 hari serta beton pada umur 28 hari. Hasil dari pengujian ini adalah besar kuat tekan dalam satuan MPa.

Gambar

Tabel 3.1 Perhitungan Mencari Nilai Void Ratio Berat Cawan (g) W1 Berat Tabung+ KombinasiPasir (g)W2 Berat KombinasiPasir (g)W3 Volume KombinasiPasir (cm3)V1 VolumeCawan(cm3)V2 Void Ratio(%) W1 W2 W2 – W1 W3/(Gs pasir kasarx persentase pasirkasar + Gs pasi
Tabel 3.2 Perhitungan Kebutuhan Semen Berdasarkan Void Ratio Secara Teoritis
Gambar 3.2 Flow Table dan Mold

Referensi

Dokumen terkait

Po- pulasi benih tengadak yang memiliki panjang tubuh 8 3,6 cm; terbanyak pada perlakuan A2B3 (lama pe- nyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 37,48% dan paling

Dari analisis regresi linear ganda dapat diketahui bahwa koefisien regresi masing-masing variabel bebas bernilai positif, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel

Dari hasil pengamatan terhadap sifat morfologi imago trips dengan cara memeriksa preparat awetannya, disimpulkan bahwa spesies trips yang menyerang tanaman paprika tersebut adalah

Peneliti memilih PT Mustika Parahyangan, radio PRFM sebagai objek penelitian, karena PT Mustika Parahyangan, radio PRFM sudah melakukan transformasi identitas

1) Korupsi adalah merupakan perbuatan pidana yang luar biasa, oleh karena itu perlu diberantas dengan metode yang luar biasa pula dan dilakukan oleh badan

Pola asuh demokratik ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk

Pengumpulan data pada penelitian ini melalui survei kondisi lapangan setiap alternatif trase yang telah direncanakan, kuisioner terhadap stakeholder yang

Çoklu nesne takibi paradigmasına göre geliştirilmiş olan testten elde edilen verilere göre erkek katılımcıların sürdürülebilir dikkat performansları kadın