• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Rerangka Teori dan Literatur

II.1.1 BUMN

II.1.1.1 Pengertian BUMN

BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah “badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.

II.1.1.2 Maksud dan Tujuan Pendirian BUMN

Menurut kutipan dibuku Riant dan Ricky (2005 : 133) sesuai dengan pasal 10 ayat 1 maka pendirian BUMN diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.

Selanjutnya sesuai dengan pasal 2, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

(2)

II.1.1.3 Modal BUMN

Menurut Gatot (2009 : 277-278) modal BUMN berasal dari harta kekayaan Negara.

Dalam pasal 4 ayat (1) UU No.19 tahun 2003 disebutkan, modal Badan Usaha Milik Negara merupakan dan berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Kemudian dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pemisahan adalah pemisahan kekayaan Negara dari anggaran pendapatan dan belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem anggaran pendapatan dan belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaanya didasarkan pada prinsip perusahaan yang sehat.

Dari ketentuan tersebut terlihat jelas bahwa modal BUMN memang berasal dari harta kekayaan Negara tetapi harta kekayaan itu telah dipisahkan dengan anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN). Pengelolaan modal BUMN tidak lagi mengikuti sistem APBN, namun dilakukan berdasarkan prinsip perusahaan yang sehat.

II.1.1.4 Jenis-jenis BUMN

Menurut Alam (2006 : 165) Badan Usaha Milik Negara terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Badan usaha Perseroan (Persero)

Badan usaha Perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai badan usaha. Contoh Persero antara lain PT

(3)

Pertamina, PT Kimia Farma Tbk., PT Kereta Api Indonesia, PT Bank BNI Tbk., PT Jamsostek, PT Garuda Indonesia, dan PT Pusri.

2.Badan usaha umum (Perum)

Badan usaha umum (Perum) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan badan usaha. Maksud dan tujuan Perum adalah menyelanggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan badan usaha yang sehat. Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan tersebut, dengan persetujuan menteri, Perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain. Contoh Perum antara lain Perum Damri, Perum Bulog, Perum Pegadaian, dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri).

II.1.1.5 Macam-macam BUMN

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP- 100/MBU/2002 BUMN dibagi menjadi dua, yaitu:

1. BUMN Jasa Keuangan

BUMN jasa keuangan adalah BUMN yang bergerak dibidang usaha perbankan, asuransi, jasa pembiayaan, dan jasa penjaminan.

2. BUMN Non Jasa Keuangan

BUMN non jasa keuangan adalah BUMN yang bergerak dibidang infrastruktur dan non infrakstruktur. BUMN infrakstruktur adalah BUMN yang kegiatannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat luas,

(4)

seperti pendistribusian tenaga listrik, sarana pendukung pelayanan angkutan barang, dan lainnya. BUMN non infrakstruktur adalah BUMN yang kegiatannya diluar kegiatan BUMN Infrakstruktur.

II.1.2 Holding Company

II.1.2.1 Pengertian Holding Company

Holding company menurut Suharyadi, Arissetyanto, Purwanto, dan Maman (2007 : 128) adalah “induk perusahaan yang memiliki saham pada beberapa anak perusahaan. Umumnya menyerahkan pengelolaan bisnis yang dimilikinya pada manajemen yang terpisah”.

II.1.2.2 Keuntungan dan Kerugian Holding Company

Menurut situs http://kuliahade.wordpress.com/2010/01/25/hukum- perusahaan-holding-company/ (2010) holding company mempunyai keuntungan, yaitu:

1. Kemandirian resiko,

2. Hak pengawasan yang lebih besar,

3. Pengontrolan yang lebih mudah dan efektif,

4. Operasional yang lebih efisien, Kemudahan sumber modal, Keakuratan keputusan yang diambil.

Menurut Agnes (2004 : 225) kelemahan holding company, yaitu:

1. Pemajakan ganda parsial: holding company harus membayar pajak sebagian atas dividen yang diterimanya.

(5)

2. Kemudahan pelepasan saham: bila holding company dianggap melanggar ketentuan pemerintah, relatif mudah untuk menuntut pelepasan anak perusahaan dengan meminta holding company melepaskan kepemilikan sahamnya pada perusahaan tersebut.

II.1.2.3 Jenis-jenis Holding Company

Mengacu pada pendapat Chairul, Ahmad, dan Irvin (2007) ada tiga jenis holding company, yaitu:

1. Operating Holding Company

Holding Company terlibat dalam kegiatan operasional secara keseluruhan walaupun hanya sebagian, yaitu dalam masalah produksi dan operasi, logistik, pemasaran, dan pelayanan purna jual serta kegiatan pendukung lainnya.

2. Strategic/Management Holding Company

Holding Company tidak terlibat langsung dalam kegiatan operasional.

Holding Company hanya sebagai kebijakan yang bersifat strategis.

3. Investment Financial Holding Company

Holding Company tidak terlibat langsung dalam kegiatan operasional.

Holding Company hanya memastikan anak perusahaan dapat memberikan tingkat pengembalian investasi yang telah diberikan oleh Holding Company dengan memberikan ukuran kinerja yang harus dicapai.

II.1.3 Analisis Laporan Keuangan

(6)

Penilaian kinerja BUMN sudah diatur oleh pemerintah yang dituangkan dalam SK Menteri Keuangan RI No.826/KMK.013/1992. Untuk mengetahui kinerja perusahaan dari aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi termasuk klasifikasi sehat atau tidak, maka jumlah nilai yang dicapai dalam penelitian kinerja keuangan disesuaikan ke dalam klasifikasi kinerja keuangan berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP- 100/MBU/2002 untuk diketahui kesehatannya, yaitu apabila nilai yang dicapai :

a. Sehat, yang terdiri dari :

• AAA apabila total tingkat kesehatan (TS) lebih besar dari 95

• AA apabila 80 <TS< =95

• A apabila 65<TS< =80 b. Kurang sehat, yang terdiri dari :

• BBB apabila 50<TS< =65

• BB apabila 40 <TS< =50

• B apabila 30<TS< =40 c. Tidak Sehat, yang terdiri dari :

• CCC apabila 20 <TS< =30

• CC apabila 10<TS< =20

C apabila TS< =10

Penilaian tingkat kesehatan BUMN yaitu menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP- 100/MBU/2002 meliputi penilaian :

1. Aspek Keuangan.

2. Aspek Operasional.

3. Aspek Administrasi.

(7)

II.1.3.1 ASPEK KEUANGAN

Indikator yang akan dinilai bobotnya yang dilihat dari aspek keuangan adalah imbalan kepada pemegang saham dengan bobot 20, imbalan investasi dengan bobot 15, rasio kas dengan bobot 5, rasio lancar dengan bobot 5, collection periods dengan bobot 5, perputaran persediaan dengan bobot 5, perputaran total asset dengan bobot 5, rasio modal sendiri terhadap total aktiva dengan bobot 10. Untuk total semua bobot itu adalah 70 untuk pencapaian maksimal.

II.1.3.1.1 Imbalan kepada pemegang saham / Return On Equity (ROE)

Rumus:

ROE : Laba setelah Pajak x 100 %

Modal Sendiri

Definisi :

menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Laba setelah Pajak adalah Laba setelah Pajak dikurangi dengan laba hasil penjualan dari :

1. Aktiva tetap

2. Aktiva Non Produktif 3. Aktiva Lain-lain

4. Saham Penyertaan Langsung

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 modal sendiri adalah seluruh komponen modal sendiri dalam neraca perusahaan pada posisi akhir tahun buku dikurangi dengan komponen modal sendiri yang digunakan untuk membiayai aktiva tetap dalam pelaksanaan dan laba tahun

(8)

berjalan. Dalam modal sendiri tersebut diatas termasuk komponen kewajiban yang belum ditetapkan statusnya. Aktiva tetap dalam pelaksanaan adalah posisi pada akhir tahun buku Aktiva tetap yang sedang dalam tahap pembangunan.

Tabel 3.1

Daftar Skor Penilaian ROE

ROE (%) (Interval Penilaian)

Non Infrastruktur

(Skor)

15 < ROE 20

13 < ROE < = 15 18 11 < ROE < = 13 16 9 < ROE < = 11 14 7,9 < ROE < = 9 12 6,6 < ROE < = 7,9 10 5,3 <ROE < = 6,6 8,5 4 < ROE < = 5,3 7 2,5 < ROE < = 4 5,5 1 < ROE < = 2,5 4 0 < ROE < = 1 2

ROE < 0 0

II.1.3.1.2 Imbalan Investasi/Return On Investment (ROI)

Rumus :

ROI : EBIT + Penyusutan x 100 %

Capital Employed

Definisi :

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(9)

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002EBIT adalah laba sebelum bunga dan pajak dikurangi laba dari hasil penjualan dari :

1. Aktiva Tetap 2. Aktiva lain-lain 3. Aktiva Non Produktif 4. Saham penyertaan langsung

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Penyusutan adalah depresiasi, amortisasi dan deplesi. Capital employed adalah posisi pada akhir tahun buku total aktiva dikurangi aktiva tetap dalam pelaksanaan.

Tabel 3.2

Daftar Skor Penilaian ROI

ROI (%) (Interval Penilaian)

Non Infrastruktur

(Skor)

18 < ROE 15

15 < ROE < = 18 13,5 13 < ROE < = 15 12 12 < ROE < = 13 10,5 10,5 < ROE < = 12 9 9 < ROE < = 10,5 7,5

7 < ROE < =9 6

5 < ROE < = 7 5 3 < ROE < = 5 4 1 < ROE < = 3 3 0 < ROE < = 1 2

ROE < 0 1

II.1.3.1.3 Rasio Kas/Cash Ratio Rumus:

Cash Ratio = Kas dan Setara Kas x 100 %

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(10)

Current Liabilities

Definisi :

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Kas, bank dan surat berharga jangka pendek adalah posisi pada akhir tahun buku dan Current Liabilities adalah posisi seluruh kewajiban lancar pada akhir tahun buku.

Tabel 3.3

Daftar Skor Penilaian Cash Ratio Cash Ratio = x

(%) (Interval Penilaian)

Non Infrastruktur

(Skor)

x > = 35 5

25 < = x < 35 4 15 < = x < 25 3 10 < = x < 15 2 5 < = x < 10 1 0 < = x < 5 0

II.1.3.1.4 Rasio Lancar/Current Ratio Rumus :

Current ratio : Current Asset x 100 % Current Liabillities

Definisi :

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Current asset adalah posisi total aktiva lancar pada akhir tahun buku dan Current liabilities adalah posisi total kewajiban lancar pada akhir tahun buku.

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(11)

Tabel 3.4

Daftar Skor Penilaian Rasio Lancar/Current Ratio

Cash Ratio = x (%) (Interval Penilaian)

Non Infrastruktur

(Skor)

125 < = x 5

110 < = x < 125 4 100 < = x < 110 3 95 < = x < 100 2 90 < = x < 95 1

x < 90 0

II.1.3.1.5 Collection Periods (CP) Rumus :

CP = Total Piutang Usaha x 365 hari Total Pendapatan Usaha

Definisi :

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Total piutang Usaha adalah posisi piutang usaha setelah dikurangi cadangan penyisihan piutang pada akhir tahun buku dan Total pendapatan usaha adalah jumlah pendapatan usaha selama tahun buku.

Tabel 3.5

daftar skor penilaian collection periods CP = x

(hari) (Interval Penilaian)

Non Infrastruktur

(Skor)

X < = 60 5

60 < x < = 90 4,5 90 < x < = 120 4 120 < x < = 150 3,5

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(12)

150 < x < = 180 3 180 < x < = 210 2,4 210 < x < = 240 1,8 240 < x < = 270 1,2 270 < x < = 300 0,6

300 < x 0

II.1.3.1.6 Perputaran Persediaan (PP) Rumus :

PP = Total Persediaan x 365 Total Pendapatan Usaha

Definisi :

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Total persediaan adalah seluruh persediaan yang digunakan untuk proses produksi pada akhir tahun buku yang terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi dan persediaan barang jadi ditambah persediaan peralatan dan suku cadang dan Total pendapatan usaha adalah total pendapatan usaha dalam tahun buku yang bersangkutan.

Tabel 3.6

Daftar skor penilaian persediaan

PP = x (hari) (Interval Penialaian)

Non Infrastruktur

(Skor)

X < = 60 5

60 < x < = 90 4,5 90 < x < = 120 4 120 < x < = 150 3,5 150 < x < = 180 3

180 <x < = 210 2,4

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(13)

II.1.3.1.7 Perputaran Total Asset/Total Asset Turn Over (TATO) Rumus :

TATO = Total Pendapatan x 100 % Capital Employed

Definisi :

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Total pendapatan adalah total pendapatan usaha dan non usaha tidak termasuk pendapatan hasil penjualan aktiva tetap dan Capital employed adalah posisi pada akhir tahun buku total aktiva dikurangi Aktiva tetap dalam pelaksanaan.

Tabel 3.7

Daftar skor penilaian perputaran total asset 210 < x < = 240 1,8

240 < x < = 270 1,2 270 < x < = 300 0,6 300 < x 0

TATO = x (hari) (Interval Penilaian)

Non Infrastruktur

(Skor)

120< x 5

105<x<=120 4,5 90<x<=105 4

75<x<=90 3,5

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(14)

II.1.3.1.8 Rasio Total Modal Sendiri (TMS) Terhadap Total Asset Rumus:

TMS terhadap TA : Total Modal Sendiri x 100%

Total Asset

Definisi :

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Total modal sendiri adalah seluruh komponen modal sendiri pada akhir tahun buku diluar dana yang belum ditetapkan statusnya dan Total asset adalah total asset dikurangi dengan dana yang belum ditetapkan, statusnya pada poisisi akhir tahun buku yang bersangkutan.

Tabel 3.8

Daftar skor penilaian rasio modal sendiri terhadap total asset

TMS thd TA (%) = x

(Interval Penilaian)

Non Infrastruktur (Skor)

X < 0 0

0 < = x < 10 4 10 < = x < 20 6

60<x<=75 3 40<x<=60 2,5 20<x<=40 2

x<=20 1,5

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(15)

20 < = x < 30 7,25 30 < = x < 40 10 40 < = x < 50 9 50 < = x < 60 8,5 60 < = x < 70 8 70 < = x < 80 7,5 80 < = x < 90 7 90 < = x < 100 6,5

II.1.3.2 ASPEK OPERASIONAL

Indikator yang dinilai meliputi unsur kegiatan yang dianggap paling dominan dalam rangka menunjang keberhasilan operasi sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Beberapa indikator penilaian yang dapat digunakan adalah sebagaimana dalam "Contoh Indikator Aspek Operasional" .

Jumlah indikator aspek operasional yang digunakan untuk penilaian tingkat kesehatan setiap tahunnya minimal dua indikator dan maksimal lima indikator, apabila dipandang perlu indikator yang digunakan untuk penilaian dari suatu tahun ke tahun berikutnya dapat berubah. Misalnya, suatu indikator yang pada tahun sebelumnya selalu digunakan, dalam tahun ini tidak lagi digunakan karena dianggap bahwa untuk kegiatan yang berkaitan dengan indikator tersebut perusahaan telah mencapai tingkatan atau standar yang sangat baik, atau karena ada indikator lain yang dipandang lebih dominan pada tahun yang bersangkutan.

Penilaian terhadap indikator dilakukan secara kualitatif dengan kategori penilaian dan penetapan skornya sebagai berikut :

- Baik sekali (BS) : skor = 100% x Bobot indikator yang bersangkutan

- Baik (B) : skor = 80% x Bobot indikator yang bersangkutan

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(16)

- Cukup (C) : skor = 50% x Bobot indikator yang bersangkutan

- Kurang (K) : skor = 20% x Bobot indikator yang bersangkutan

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 definisi untuk kategori penilaian secara umum adalah sebagai berikut :

- Baik sekali : Sekurangnya mencapai standar normal atau diatas normal baik diukur dari segi kualitas (waktu, mutu dan sebagainya) dan kuantitas (produktivitas, rendemen dan sebagainya).

- Baik : Mendekati standar normal atau sedikit dibawah standar normal namun telah menunjukkan perbaikan baik dari segi kuantitas (produktivitas, rendemen dan sebagainya) maupun kualitas (waktu, mutu dan sebagainya).

- Cukup : Masih jauh dari standar normal baik diukur dari segi kualitas (waktu, mutu dan sebagainya) namun kuantitas (produktivitas, rendemen dan sebagainya) dan mengalami perbaikan dari segi kualitas dan kuantitas.

- Kurang : Tidak tumbuh dan cukup jauh dari standar normal.

Indikator yang bersangkutan meliputi:

• Realisasi produksi

• Efisiensi pemakaian bahan baku gas dan bumi

• Produktivitas tenaga kerja

Tabel 3.9

Daftar Penilaian Aspek Operasional

(17)

Indikator Yang Digunakan Skor

1. Realisasi Produksi 6

2. Efisiensi Pemakaian Bahan Baku Gas dan Bumi

4

3. Produktivitas Tenaga Kerja

5

Total 15

Untuk aspek operasional indikator yang ditetapkan ada di dalam RKAP dalam pencapaian maksimal dengan total 15.

II.1.3.3 ASPEK ADMINISTRASI

Indikator yang akan dinilai bobotnya yang telah ditetapkan didalam RKAP yang dilihat dari aspek administrasi laporan perhitungan tahunan dengan bobot 3, rancangan RKAP dengan bobot 3, laporan periodik dengan bobot, kinerja PUKK (pembinaan usaha kecil dan koperasi) dengan bobot 6. Untuk total semua bobot itu adalah 15 untuk pencapaian maksimal.

II.1.3.3.1 Laporan Perhitungan Tahunan

Standar waktu penyampaian perhitungan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik atau badan pengawas keuangan dan pembangunan harus sudah diterima oleh pemegang saham untuk PERSERO atau Menteri BUMN untuk PERUM paling lambat akhir bulan kelima sejak tanggal tutup buku tahun yang bersangkutan.

Tabel 3.10

Daftar penilaian waktu penyampaian laporan audit Jangka Waktu Laporan Audit

Diterima Skor

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(18)

• Sampai dengan akhir bulan keempat sejak tahun buku perhitungan tahunan ditutup

• Sampai dengan akhir bulan kelima sejak tahun buku perhitungan tahunan ditutup

• Lebih dari akhir bulan kelima sejak tahun buku perhitungan tahunan ditutup

3

2

0

II.1.3.3.2 Rancangan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan)

Sesuai ketentuan pasal 13 ayat 1 peraturan pemerintah Nomor 12 tahun 1998, pasal 27 ayat 2 peraturan pemerintah nomor 13 tahun 1998, RUPS untuk Persero atau menteri BUMN untuk PERUM dalam pengesahan rancangan RKAP tahunan harus sudah diterima 60 hari sebelum memasuki tahun anggaran yang bersangkutan.

Tabel 3.11

Daftar penilaian waktu penyampaian rancangan RKAP

Jangka waktu surat diterima sampai dengan memasuki tahun anggaran yang

bersangkutan

Skor

• 2 bulan atau lebih cepat

• Kurang dari 2 bulan

3 0

II.1.3.3.3 Laporan Periodik

Waktu penyampaian laporan periodik triwulanan harus diterima oleh komisaris atau dewan pengawas dan pemegang saham untuk Persero atau menteri BUMN untuk PERUM paling lambat satu bulan setelah berakhirnya periode laporan.

Tabel 3.12

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(19)

Penentuan Nilai Laporan Periodik

Jumlah keterlambatan dalam 1 tahun Skor

• Lebih kecil atau sama dengan 0 hari

• 0 < x < = 30 hari

• 0 < x < = 60 hari

• < 60 hari

3 2 1 0

II.1.3.3.4 Kinerja Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK)

Indikator yang dinilai adalah efektivitas penyaluran dengan bobot 3 dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman dengan bobot 3. Total bobot dari kedua indikator itu adalah 6.

II.1.3.3.4.1 Efektivitas Penyaluran

Rumus: Jumlah dana yang disalurkan X 100%

Jumlah dana yang tersedia

Definisi:

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Jumlah dana tersedia adalah seluruh dana pembinaan yang tersedia dalam tahun yang bersangkutan yang terdiri atas:

1. Saldo awal.

2. Pengembalian pinjaman.

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(20)

3. Setoran eks pembagian laba yang diterima dalam tahun yang bersangkutan (termasuk alokasi dari dana PUKK BUMN lain, jika ada).

4. Pendapatan bunga dari pinjaman PUKK.

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Jumlah dana yang disalurkan adalah seluruh dana yang disalurkan kepada usaha kecil dan koperasi dalam tahun yang bersangkutan yang terdiri dari hibah dan bantuan pinjaman, termasuk dana penjaminan (dana yang dialokasikan untuk menjamin pinjaman usaha kecil dan koperasi kepada lembaga keuangan).

Tabel 3.13

Daftar penilaian tingkat penyerapan dana PUKK

Penyerapan (%)

>90 85 s.d. 90 80 s.d. 85 <80

Skor 3 2 1 0

II.1.3.3.4.2 Tingkat Kolektibilitas Penyaluran Pinjaman

Rumus:

Rata-rata tertimbang kolektibilitas pinjaman PUKK X 100%

Jumlah pinjaman yang disalurkan

Definisi:

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

(21)

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Rata-rata tertimbang kolektibilitas pinjaman PUKK adalah perkalian antara bobot kolektibilitas (%) dengan saldo pinjaman untuk masing-masing kategori kolektibilitas sampai dengan periode akhir tahun buku yang bersangkutan.

Bobot masing-masing tingkat kolektibilitas adalah sebagai berikut:

1. Lancar 100%

2. Kurang lancar 75%

3. Ragu-ragu 25%

4. Macet 0%

Menurut SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002 Jumlah pinjaman yang disalurkan adalah seluruh pinjaman kepada usaha kecil dan koperasi sampai dengan periode akhir tahun buku yang bersangkutan.

Tabel 3.14

Daftar penilaian tingkat pengembalian dana PUKK Tingkat

Pengembalian (%)

> 70 40 s.d. 70 10 s.d. 40 <10

Skor 3 2 1 0

Sumber: SK Menteri BUMN RI No. KEP-100/MBU/2002

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan apa yang dinyatakan diatas, kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan

Menurut Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan (2006:107), Laporan neraca, yang disebut juga dengan laporan posisi keuangan perusahaan, adalah laporan

Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah menurut UU No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 12 Tentang Perbankan adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan

Perusahaan perseroan (persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh

Penelitian ini berfokus pada efektivitas penggunaan Buku Siswa dalam pembelajaran di Sekolah Dasar Kota Malang yang melaksanakan Kurikulum 2013 pada semester genap

Pengertian keuangan negara menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pada Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa, “keuangan negara adalah

Weiss (dalam Brehm, 2002) mengatakan bahwa kelompok dengan penghasilan yang lebih rendah cenderung mengalami kesepian.. Hal

Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nusa Muktiadji dan Samuel Soemantri, pengaruh biaya produksi dalam kemampulabaan (laba kotor) cukup berpengaruh