BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
1.1.1 Pengertian Kinerja
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:570) adalah sebagai berikut:
“Kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (tentang peralatan).”
Dengan demikian kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Oleh karena itu untuk menilai kinerja perusahaan ini perlu dilibatkan analisis dampak keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannya dengan menggunakan ukuran komparatif.
Menurut Anwar (2002:67) menyatakan bahwa kinerja, job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Maka dari itu kinerja perusahaan mengandung arti sebagai proses pengukuran atau evaluasi atas pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan atau organisasi.
Raymond A. Noe (2007;9) memberikan pengertian performance management sebagai proses untuk memastikan kegiatan karyawan sesuai dengan tujuan organisasi. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh karyawan adalah kegiatan yang mempunyai kontribusi terhadap kesuksesan organisasi.
Govindarajan dan Gupta, 1985; Nouri dan Parker, 1998; Supriyono, (2004;
599) menyebutkan pengertian kinerja manajer adalah sebagai berikut:
“Kinerja manajer adalah kemampuan manajemen dalam melaksanakan tanggungjawabnya terhadap kualitas produk (barang
atau jasa), kuantitas produk, ketepatwaktuan produk, pengembangan produk baru, pengembangan personel, pencapaian anggaran, pengurangan biaya (peningkatan pendapatan), dan urusan publik.”
Sedangkan kinerja manajerial didefinisikan sebagai tingkat kecakapan manajemen dalam melaksanakan aktivitas manajemen yang meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi dan perwakilan.
Berikut adalah pengertian job performance dari Nur Indriantoro (1995:3):
“Job performance is a factor that can improve organizational effectiveness. Mahoney discuss job performance in terms of managerial performance and define this construct as being “based upon ‘the functions of management’ discussed in classical management theory.”
Their definition consider functions such as planning, investigating, coordinating, evaluating, supervising, staffing, negotiating, and representing to be within the managerial performance construct.”
Dari pengertian-pengertian kinerja manajemen diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja manajemen merupakan salah satu faktor penting yang dapat meningkatkan keefektifan dari kegiatan operasional suatu organisasi, oleh karena itu semampu mungkin kinerja manajerial harus terus ditingkatkan.
2.1.2 Penilaian Kinerja
Dalam menentukan peningkatan kinerja perusahaan berarti harus adanya tolok ukur yang akan dijadikan perbandingan untuk melihat peningkatan kinerja perusahaan tersebut. Tolok ukur kinerja akan memberikan petunjuk kepada manajer untuk mengevaluasi kinerja unit-unit desentralisasi yang ada di perusahaan. Tolok ukur kinerja dapat mempengaruhi perilaku para manajer, pemilihan tolok ukur dapat mendukung tingginya tingkat keserasian tujuan.
Dengan kata lain, tolok ukur kinerja harus dapat mempengaruhi manajer untuk dapat mewujudkan tujuan perusahaan.
Mulyadi (1997:419) menjelaskan mengenai penilaian kinerja dalam suatu organisasi sebagai suatu penentuan secara periodik efektivitas operasional
organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya.”
Dalam hal ini maka terdapat penilaian kinerja perusahaan atas usaha perusahaan selama beraktivitas yang secara khusus dinilai dari hasil perusahaan yang dilihat atau dievaluasi dari laporan keuangan.
Mathis (2002:15) memberikan definisi penilaian kinerja sebagai salah satu tindakan untuk mengevaluasi aktivitas karyawan yang dibandingkan dengan satu set standar dan hasil dari evaluasi tersebut dikomunikasikan kembali kepada karyawan untuk lebih memperbaiki kinerjanya.
Panggabean (2002:32) menjelaskan pentingnya penilaian prestasi sebagai berikut:
“Penilaian prestasi merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik. Proses penilaian prestasi ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang.”
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penilaian prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan manajer sumber daya manusia.
Penilaian kinerja menurut Noe (2007:5) adalah:
“The measurement of specified areas of an employees performance.”
Ini berarti bahwa penilaian kinerja adalah pengukuran kinerja karyawan atas dasar area spesifik dari pekerjaan karyawan yang dinilai.
2.1.3 Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sangat penting guna melihat perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu. Dari penilaian kinerja tersebut dapat diketahui peningkatan atau penurunan prestasi perusahaan yang biasanya telah diperbandingkan dengan prestasi perusahaan masa lalu.
Penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen, yaitu untuk:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana mereka mengevaluasi kinerja mereka dan,
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
2.2 Organisasi, Manajemen dan Manajer
2.2.1 Pengertian Organisasi, Manajemen dan Manajer
Organisasi lebih merupakan sekumpulan orang yang bekerja bersama- sama dalam cara yang terstruktur dan terkoordinasi untuk mencapai satu tujuan atau lebih. Dua hal penting yang menjadi ciri organisasi adalah bahwa setiap orang pasti memiliki satu tujuan atau lebih dan organisasi itu terdiri dari manusia atau individu-individu yang bekerja bersama-sama. Sikap persepsi dan perilaku individu anggota organisasi akan mempengaruhi bagaimana organisasi tersebut beroperasi dan seberapa efektif operasi tersebut. Demikian halnya menurut Musselman (1996:8) memberikan pengertian yang sama bahwa:
“Organisasi adalah struktur internal dimana manusia saling pengaruh mempengaruhi dalam mencapai tujuan perusahaan.
Organisasi merupakan suatu alat penting bagi manajemen untuk menjalankan perusahaan.”
Manajemen merupakan bagian penting dalam suatu organisasi.
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur (mengelola).
Sukanto (1991:23) mendefinisikan manajemen sebagai kegiatan manusia untuk memimpin dan mengawasi bekerjanya suatu badan usaha. Manajemen ini berpusat pada administrasi dan mengintegrasi manusia, material dan uang ke dalam suatu unit operasi yang efektif, mengawasi berbagai kegiatan dalam perusahaan.
Manajemen berarti melaksanakan hal-hal tertentu dengan bantuan orang lain. Manajemen merupakan suatu proses mengelola lingkungan dan individu
untuk bekerja dalam kelompok untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan Musellman (1996:4) menyatakan bahwa:
“Management is the process of planning, organizing, directing, and controlling the activities of an enterprise to achiev specific objectives.”
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa manajemen dalam perusahaan berfungsi untuk mengatur sumber daya yang dimiliki oleh organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi.
Definisi lain mengenai manajemen diungkapkan oleh Panggabean ( ) sebagai berikut:
“Manajemen merupakan sebuah proses yang terdiri atas fungsi- fungsi perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian kegiatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien.”
Dari definisi tersebut diatas dapat dikatakan bahwa manajemen sebagai sebuah proses yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian karena apa yang direncanakan harus dilaksanakan dalam pelaksanaan paling tidak ada kegiatan untuk menyesuaikan rencana dengan struktur organisasi dan gaya kepemimpinan, dan selanjutnya apa yang dilaksanakan perlu dikendalikan untuk manajemen agar pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Manajemen adalah salah satu bidang yang sangat penting untuk dipelajari dan dikembangkan. Berikut beberapa alasan mengapa manajemen penting untuk dipelajari antara lain:
1. Tidak ada perusahaan atau organisasi yang berhasil baik tanpa menerapkan manajemen secara baik.
2. Manajemen menetapkan tujuan dan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien.
3. Manajemen mengakibatkan pencapaian tujuan/hasil secara teratur.
4. Manajemen diperlukan untuk kemajuan dan pertumbuhan.
5. Manajemen merupakan suatu pedoman pikiran dan tindakan.
Di dalam perusahaan besar dan sedang pada umumnya ada pembagian pekerjaan dalam kegiatan manajemen. Dalam perusahaan kecil fungsi manajemen ini dilakukan oleh seorang saja yaitu pemilik. Apabila pemilikan itu terpisah dari manajemen seperti dalam perseroan terbatas, maka tingkatan manajemen ini akan menyebar dan menuruti kekuasaan dan tanggung jawab.
Untuk mengkoordinasikan kegiatannya, organisasi biasanya memiliki seorang pemimpin atau lebih. Umumnya pemimpin organisasi ini disebut dengan manajer, atau secara kolektif disebut dengan manajemen. Pemimpin ini menetapkan tujuan organisasi, mengkomunikasikan tujuan ini pada anggotanya, menetapkan tugas-tugas yang harus dilakukan dan mengalokasikan sumber daya yang akan digunakan. Dengan kata lain manajer dapat dipandang sebagai individu yang aktivitas utamanya adalah melaksanakan proses manajemen.
Barney & Griffin (1992:9) mengklasifikasikan manajer berdasarkan tingkatan manajemen sebagai berikut:
1. Top Manager.
Suatu kelompok individu yang relatif kecil yang sering disebut sebagai manajemen senior atau eksekutif kunci (key executives), yang biasanya telah mempunyai pengalaman yang bermacam-macam selama bertahun-tahun.
Tingkat ini terdiri dari dewan direktur, direktur utama atau kepala pejabat eksekutif (CEO) dan para pejabat perseroan lainnya. Manajemen puncak mengembangkan rencana-rencana yang luas untuk perusahaan dan mengambil keputusan penting mengenai hal seperti mengambil alih perusahaan lain, produk-produk baru dan pengeluaran saham baru, memberikan pengarahan utama dan kepemimpinan untuk seluruh organisasi. Mereka bertanggungjawab untuk memonitor lingkungan organisasi, menetapkan strategi dan membuat keputusan-keputusan utama yang akan menentukan jalur organisasi.
2. Middle Manager.
Sekelompok besar orang yang posisinya berada di tengah dalam lingkungan organisasi. Biasanya terdiri daripada pimpinan pabrik (plan superintendents) dan/atau para manajer divisi (division managers). Tanggung jawabnya untuk
mengembangkan rencana-rencana operasi yang akan melaksanakan dan menerapkan rencana yang lebih luas yang dibuat oleh para manajer puncak.
3. First Line Manager.
Tugasnya mengawasi dan mengkoordinasi pekerjaan karyawan dan terutama bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana-rencana yang dibuat oleh para manajer menengah. Sering disebut sebagai pengawas atau penyelia tingkat pertama karena mereka bertanggung jawab untuk mengevaluasi para pekerja yang melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Selain itu manajer juga dapat diklasifikasikan berdasarkan area atau wilayah tugasnya. Wilayah tugas manajer yang umum berada dalam organisasi antara lain bidang pemasaran, keuangan, operasi dan lainnya. Oleh karena itu kemudian timbul istilah manajer pemasaran, manajer keuangan dan lainnya.
Berikut adalah bidang-bidang problem umum yang sering dihadapi oleh para manajer dalam rangka menjalankan kegiatannya yang dikemukakan oleh Williams (2000:26):
1. Biaya.
Penggunaan rencana biaya standar, distribusi daripada data biaya, penggunaan informasi, biaya lebih baik.
2. Pengambilan keputusan.
Ketepatan teknik-teknik yang ada, penggunaan teknik-teknik yang mutakhir, mengembangkan keterampilan dalam usaha menetapkan tindakan-tindakan alternatif.
3. Pelatihan pegawai.
4. Pembiayaan.
Mengusahakan pinjaman jangka pendek dengan syarat-syarat lebih baik, menambah modal kerja, merencanakan kebutuhan akan uang di masa yang akan datang.
5. Penyaluran informasi.
Menyediakan keterangan-keterangan lisan serta tertulis yang lengkap kepada seluruh personal sehingga mereka terinformasi seluruhnya dan dengan demikian dapat lebih baik melaksanakan tugas mereka.
Selain daripada problem-problem diatas manajemen juga menghadapi persoalan seperti catatan-catatan tentang persediaan, pasaran usaha untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh para pembeli, menentukan potensial- potensial pasar, mencari daerah-daerah dengan kemungkinan penjualan terbesar, moril mengusahakan untuk mengetahui bagaimana anggapan personal tentang perusahaan dimana ia bekerja, mencari bidang-bidang dimana moril dapat diperbaiki, lokasi pabrik, penetapan harga, perencanaan produksi, pengawasan kualitas, rekrutering dan seleksi, laporan-laporan, efektivitas penjualan, tanggung jawab sosial, mensupervisi, administrasi upah serta gaji, pembuangan sampah.
Problem-problem ini merupakan sebagian kecil dari problem yang sering dihadapi oleh manajemen yang pada kenyataannya mungkin melebihi yang disebutkan.
2.2.2 Fungsi-fungsi Perusahaan
Sukanto Reksohadiprodjo (1991;21) menjelaskan bahwa dalam suatu perusahaan terdapat dua fungsi perusahaan yang terdiri dari:
1. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen yang pokok adalah merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinir dan mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan.
2. Fungsi Operasional
Fungsi operasional berbicara mengenai jabatan, pekerjaan, dan kesempatan bagi individu dalam sistem perusahaan. Adapun bidang-bidang kegiatan perusahaan pada pokoknya adalah:
1. Pembelanjaan dan asuransi.
2. Akuntansi dan statistik.
3. Pemasaran.
4. Pembelian dan produksi.
5. Personalia.
6. Pengangkutan dan perhubungan.
7. Hukum dagang.
8. Real estate (jual beli gedung-gedung/tanah).
9. Sekretariat dan pekerjaan kantor.
10. Manajemen dan administrasi.
2.2.3 Fungsi-fungsi Manajemen
Fungsi manajemen merupakan semua tipe kegiatan yang dilakukan oleh manajer-manajer dalam perusahaan. Fungsi manajemen akan tergantung dari besarnya perusahaan, kebijakan yang dipakai dan lain-lain. Akan tetapi pada dasarnya pada setiap perusahaan akan terdapat fungsi yang merupakan inti dari setiap kegiatan manajemen.
M. Manullang (2004:7) mengemukakan beberapa pendapat mengenai fungsi-fungsi manajemen dari beberapa penulis manajemen sebagai berikut:
a. Louis A. Allen: Leading, Planning, Organizing, Controlling.
b. Prajudi Atmosudirdjo: Planning, Organizing, Directing, atau actuating, Controlling.
c. John Robert Beishline: Perencanaan, Organisasi, Komando, Kontrol.
d. Henry Fayol: Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling.
e. Luther Gullich: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting.
f. Koontz dan O’Donnel: Organizing, Staffing, Directing, Planning, Controlling.
g. William H. Newman: Planning, Organizing, Assembling, Resources, Directing, Controlling.
h. S. P. Siagian: Planning, Organizing, Motivating, Controlling.
i. William Spriegel: Planning, Organizing, Controlling.
j. George R. Terry: Planning, Organizing, Actuating, Controlling.
k. Lyndak F. Urwick: Forecasting, Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling.
l. Winardi: Planning, Organizing, Coordinating, Actuating, Leading, Communication, Controlling.
m. The Liang Gie: Planning, Decision Making, Directing, Coordinating, Controlling, Improving.
2.2.4 Sifat Manajemen
Menurut Sukanto Reksohadiprodjo (1991:22) terdapat beberapa sifat dari manajemen, yaitu:
a. Terdapat dimana-mana dan sesuai dengan sejarah manusia. Dimana dan sejak kapan ada manusia mereka ini akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Dalam setiap segi kehidupan diperlukan suatu pengelolaan yang baik agar tujuan tercapai.
b. Ada bentuk-bentuk manajemen tertentu diperlukan pada saat-saat tertentu untuk menyediakan sumber-sumber ekonomi yang ada untuk dapat hidup.
c. Fungsi manajemen pada hakekatnya memilih berbagai alternatif yang efektif dan efisien.
d. Manajemen yang baik akan menggunakan waktu, energi, uang sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil/keuntungan.
2.2.5 Tanggung Jawab Manajemen
Manajemen perusahaan perlu memperhatikan tiga golongan yang kepadanya manajemen memiliki tanggung jawab untuk mengelola perusahaan dengan baik. Tiga golongan tersebut adalah:
1. Pemilik.
Tanggung jawab terhadap pemilik misalnya perusahaan harus memenuhi kewajiban, menghasilkan return on investment yang tertentu atau yang cukup dan menarik, laporan-laporan perusahaan yang akan datang dan sekarang, penggunaan optimum fasilitas, rencana-rencana jangka panjang
2. Karyawan-karyawan.
Tanggung jawab terhadap karyawan misalnya perlindungan terhadap kecelakaan, jaminan kerja, upah yang adil, mencukupi kehidupan sehari-hari sesuai dengan jabatan, pemberian informasi tentang perkembangan perusahaan.
3. Masyarakat (termasuk para langganan).
Tanggung jawab terhadap masyarakat misalnya persediaan barang-barang dan jasa-jasa dengan harga yang dapat dipertanggungjawabkan, perbaikan barang-
barang dan jasa-jasa yang memberikan kegunaan yang lebih besar, menaikkan taraf hidup masyarakat.
2.2.6 Pelaksanaan Fungsi Manajemen
Dalam penilaian atas pencapaian kinerja, perusahaan perlu memperhatikan aspek-aspek yang menjadi dasar penilaian. Kejelasan sistem penilaian sangat diperlukan bagi setiap karyawan atau manajer pusat pertanggungjawaban mengetahui bagaimana dan apa saja yang harus dilakukan.
Manajemen merupakan suatu tindakan atau keahlian dalam mengubah sumber daya (tanah, tenaga kerja, modal dan informasi) menjadi hasil yang dapat digunakan untuk meraih hasil atau tujuan yang diinginkan. Hal ini berarti para manajer harus dapat turut serta dalam pencapaian tujuan tersebut.
Berikut penjelasan mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dari Winardi (2000:21) dan Mahoney (1963:14) yang menjadi indikator dari kinerja manajerial dalam penelitian ini, fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan melihat ke masa depan yaitu menentukan tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk merealisasikan tujuan tertentu. Tugas seorang manajer adalah memutuskan apa yang akan dicapainya, maksudnya mencapai tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang bagi organisasinya. Untuk melaksanakannya, manajer tersebut harus dapat meramalkan lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan politikal dimana organisasinya akan beroperasi dan sumber-sumber daya manusia, uang, peralatan yang akan tersedia padanya. Menurut Winardi (2000;182), perencanaan meliputi:
a. Hal-hal yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Dengan demikian manajer merencanakan apa yang akan dilakukan.
b. Mengkonkretkan dan mengefektifkan hal-hal tersebut. Manajer melakukan tindakan agar apa yang telah direncanakan terlaksana dengan baik.
c. Pengkoordinasian. Manajer mengkoordinasikan sumber daya yang ia miliki sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuannya.
2. Mengatur (Organizing)
Mengatur dilakukan dengan membentuk kumpulan kegiatan dan menetapkan struktur organisasi dan prosedur untuk memastikan bahwa aktifitas dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dilaksanakan dengan baik. Sasaran- sasaran dan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapainya, menunjukkan jumlah orang yang diperlukan serta keterampilan-keterampilan yang diperlukan mereka, maksudnya posisi-posisi yang perlu diisi serta kualifikasi- kualifikasi yang perlu dimiliki orang yang menduduki posisi demikian.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan mengorganisasi berhubungan dengan kegiatan mengusahakan agar sekelompok manusia bekerja sama ke arah pencapaian sasaran tertentu dan berhubungan pula dengan penyusunan dan perincian tugas, jabatan, hak dalam suatu kerangka (struktur organisasi formal), yang secara keseluruhan diharapkan akan dapat mencapai sasaran dengan efisien.
3. Koordinasi (Coordination)
Koordinasi adalah proses mempersatukan atau mensinkronkan semua usaha manajemen.
4. Menggerakkan (Actuating)
Actuating menurut Winardi (2000:21) adalah:
“…Actuating is getting all the members of the group to want to achieve and strive to achieve mutual objectives because they want to achieve them.”
Actuating berhubungan dengan aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mereka suka melaksanakan usaha-usaha ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu.
5. Memimpin (Leading)
Memimpin adalah sebuah aktivitas yang menyangkut pihak yang memimpin dan pihak yang dipimpin. Tanpa kerja sama antara kedua belah pihak yang berkepentingan maka sulit diharapkan akan tercapainya sasaran-sasaran.
Seorang pemimpin harus mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya
6. Komunikasi (Communicating)
Para manajer harus mengkomunikasikan informasi dengan mentransfer informasi mengenai tujuan, sasaran, prestasi kepada para pegawai diseluruh organisasi dan lingkungannya. Komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu kelancaran organisasi yang bersangkutan dalam usaha mencapai sasaran-sasarannya. Komunikasi adalah sebuah proses dimana pihak tertentu menyampaikan kepada pihak lain, pandangannya, keinginannya, pendiriannya, dengan harapan bahwa pihak yang dihubungi itu dapat mengerti dan melaksanakan tindakan-tindakan yang sesuai dengannya.
Berikut adalah tujuan-tujuan atau fungsi-fungsi komunikasi di dalam sebuah organisasi.
a. Mendapatkan keterangan-keterangan atau memberikan keterangan (informasi) kepada pihak lain.
b. Mengevaluasi input-input kita sendiri atau output-output pihak lain, atau skema ideologis tertentu.
c. Membina pihak lain atau dibina pihak lain atau pemberian instruksi- instruksi.
d. Mempengaruhi pihak lain atau dipengaruhi.
e. Berbagai fungsi-fungsi insidental serta netral.
7. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan dilakukan dengan mengatur kinerja terhadap tujuan dan sasaran dan mengembangkan prosedur untuk meng-up date tujuan, sasaran, prosedur, dan aktifitas. Manajer menentukan kemajuan bagaimana telah dicapai dalam hal menuju ke arah sasaran-sasaran. Manajer perlu mengetahui apa yang sedang terjadi, sehingga manajer dapat segera melakukan intervensi dan mengubah prosedur-prosedur apabila perubahan-perubahan demikian dianggap perlu untuk mencapai sasaran. Semua fungsi-fungsi manajemen ini sangat penting bagi kesuksesan suatu organisasi. faktor-faktor yang mengharuskan adanya pengawasan adalah karena:
a. Sasaran-sasaran individual dan organisatoris biasanya berbeda, maka dengan demikian diperlukan adanya pengawasan untuk memastikan bahwa anggota-anggota bekerja ke arah sasaran-sasaran organisatoris.
b. Pengawasan diperlukan, disebabkan oleh karena terdapat adanya suatu keterlambatan antara waktu sasaran-sasaran dirumuskan dan sewaktu mereka direalisasi. Selama interval tersebut kondisi-kondisi yang tidak terduga dapat menimbulkan suatu deviasi antara hasil yang dicapai dan hasil yang diinginkan.
8. Penilaian (Evaluating)
Meliputi taksiran dan penilaian usulan, laporan, pengamatan kinerja, penilaian pegawai, mempertimbangkan catatan output, laporan akhir, inspeksi, menyetujui permintaan dan memberi saran.
9. Supervisi
Meliputi mengatur dan mengembangkan bawahan, memberi penyuluhan, ketertiban pegawai, dan menangani keluhan dari bawahan.
10. Susunan Pegawai (Staffing)
Mempertahankan kekuatan kerja dari unitnya, merekrut pegawai baru, menyeleksi, menempatkan, mempromosikan dan mentransfer pegawai.
11. Negosiasi berhubungan dengan pengadaan kontrak.
12. Perwakilan
Pengembangan minat secara umum dari organisasi melalui pembicaraan- pembicaraan, konsultasi, kontrak dengan individu atau kelompok diluar organisasi, komunikasi secara umum, menghadiri pertemuan.
2.3 Laporan Keuangan dan Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan pada hakekatnya merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan data keuangan kepada pihak yang berkepentingan. Keputusan ekonomi yang diambil pemakai laporan keuangan memerlukan evaluasi atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut. Misalnya, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban hutangnya. Para pemakai
dapat mengevaluasi kemampuan perusahaan dengan lebih baik. Kalau mereka mendapat informasi yang difokuskan pada posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan. Agar tidak salah dalam memakai informasi (laporan keuangan) ini maka perlu diketahui secara benar pengertian dari proses akuntansi atau disebut juga siklus akuntansi.
Akuntansi merupakan suatu proses pencatatan, pengukuran, interpretasi, dan komunikasi data keuangan. Accounting Principle Board (APB) Statement no. 4 mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:
“Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi yang digunakan dalam memilih keputusan terbaik diantara beberapa alternatif keputusan.”
Menurut Arens (2000:7), definisi akuntansi adalah:
“Accounting is the process of recording, classifying, and summarizing of economical event in logical manner for the purpose of providing financial information for decision making.”
Proses akuntansi tersebut meliputi pengumpulan dan pengolahan data keuangan perusahaan. Dalam proses akuntansi diidentifikasikan berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan, yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran transaksi-transaksi yang bersifat keuangan sedemikian rupa sehingga hanya informasi yang relevan dan saling berhubungan satu dengan yang lain yang mampu memberikan gambaran secara layak tentang keadaan keuangan serta hasil usaha perusahaan dalam suatu periode yang akan digabungkan dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban keuangan pimpinan atas perusahaan yang telah dipercayakan kepadanya. Kondisi keuangan dan hasil- hasil operasi perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan, pada hakekatnya merupakan hasil akhir dari kegiatan perusahaan yang mana dapat menggambarkan performa atau kinerja keuangan dari perusahaan yang bersangkutan.
2.3.1 Pengertian Laporan Keuangan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan menurut SAK no.1 (2004:2), pengertian laporan keuangan adalah:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam beberapa cara.
Seperti misalnya: laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.”
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan alat untuk menginformasikan kondisi keuangan pada periode tertentu, yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan.
Bagi para analis, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomi suatu perusahaan.
2.3.2 Tujuan Laporan Keuangan
Pada dasarnya laporan keuangan dimaksudkan untuk menyediakan informasi keuangan mengenai suatu badan usaha yang akan dipergunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Adapun tujuan dari penyusunan laporan keuangan menurut SAK no. 1 (2002:1,2) adalah:
“Memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan- keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.”
Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut Harnanto (2002:14) adalah:
1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Bukan hanya untuk intern perusahaan saja tapi untuk pihak ekstern juga.
2. Tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pemakai dalam pengambilan keputusan, dan tak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
3. Menyediakan informasi tentang apa yang telah dilakukan oleh manajemen (stewardship) sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban kepada pemilik perusahaan.
4. Catatan dan skedul tambahan.
Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang terkendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan perusahaan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan.
Informasi perubahan posisi keuangan bermanfaat untuk menilai aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan. Informasi ini berguna bagi pemakai sebagai dasar dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta kebutuhan perusahaan untuk memanfaatkan arus kas tersebut.
Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atas sumber dana yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen, agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi.
2.3.3 Pemakai Laporan Keuangan
Laporan keuangan tidak dapat menyediakan seluruh informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, karena
secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
Penyusunan laporan keuangan juga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda bagi pemakai laporan keuangan. Berdasarkan SAK (2002:2), para pemakai laporan keuangan adalah:
a. Investor (baik investor sekarang dan potensial)
Para investor berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah hasil membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga terkait pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar denda.
b. Karyawan
Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa.
c. Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka dalam memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.
e. Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan terutama bila mereka terlibat perjanjian jangka panjang atau tergantung pada perusahaan.
f. Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan.
g. Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi masyarakat dalam berbagai cara misalnya perusahaan dapat mempekerjakan sejumlah orang dan perlindungan kepada penanam modal domestik.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan demikian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap pemakai.
Berhubung para investor merupakan penanam modal berisiko ke perusahaan, maka kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan pemakai lain.
2.3.4 Fungsi Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang disusun dan disajikan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan eksistensi suatu perusahaan, pada hakekatnya merupakan alat komunikasi, artinya laporan keuangan itu adalah suatu alat yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan dari suatu perusahaan dan kegiatan-kegiatannya kepada mereka yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut.
Menurut Munawir (2002:3) menyatakan bahwa dari laporan keuangan, manajemen dapat memperoleh informasi yang berfungsi untuk:
1. Mengukur tingkat biaya yang telah dikeluarkan dari berbagai kegiatan perusahaan.
2. Untuk menentukan atau mengukur efisiensi tiap-tiap bagian, proses atau produksi serta untuk menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.
3. Untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diserahi wewenang dan tanggung jawab.
4. Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Disamping fungsi tersebut diatas, laporan keuangan juga berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban manajemen kepada semua pihak yang menanamkan dan mempercayakan pengelolaan dananya dalam perusahaan tersebut terutama kepada para pemilik melalui laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan.
2.3.5 Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka mengambil keputusan ekonomi. Pada sisi lain, ternyata bahwa karena karakteristiknya, laporan keuangan bukanlah segala-galanya, karena laporan keuangan memiliki keterbatasan.
Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi apabila dengan informasi laporan keuangan tersebut dapat memprediksikan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses pembandingan, evaluasi dan analisis trend akan diperoleh prediksi tentang apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Disinilah arti pentingnya suatu analisis terhadap laporan keuangan.
Hasil analisis laporan keuangan akan membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci dan kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa yang akan datang.
Secara harfiah analisis laporan keuangan terdiri dari dua kata, yaitu analisis dan laporan keuangan.
Menurut Harahap (2004:189) pengertian analisis dan laporan keuangan adalah sebagai berikut:
“Analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil.”
“Laporan keuangan adalah neraca, laporan laba rugi, dan arus kas (dana).”
Menurut Harahap (2004:190) pengertian analisis laporan keuangan adalah:
“Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara yang satu dengan lain baik antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.”
Sedangkan menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai analisis, dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam unsur- unsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut, dan menelaah hubungan di antara masing-masing unsur tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri.
2.3.6 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting dalam memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan.
Menurut Prastowo (2002:53) tujuan analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:
“Analisis laporan keuangan dilakukan untuk mencapai tujuan.
Misalnya dapat digunakan sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau merger; sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan di masa datang; sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen, operasi atau masalah-masalah lainnya; atau sebagai alat evaluasi terhadap manajemen.”
Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua periode atau lebih dan dianalisis lebih lanjut sehingga diperoleh data yang dapat mendukung keputusan yang akan diambil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dilakukannya analisis laporan keuangan adalah untuk memperoleh informasi yang lebih berarti dalam rangka proses pengambilan keputusan oleh pihak-pihak tertentu yang membutuhkan informasi tersebut.
2.3.7 Analisis Rasio Keuangan
Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi suatu perusahaan, analisis laporan keuangan memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang biasanya sering digunakan adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Analisis dan interpretasi dari macam- macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai kondisi finansial dan prestasi suatu perusahaan.
Rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat univariate, yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Pengaruh kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada pertimbangan para analis keuangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan dari analisis rasio maka dikombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi yang berarti.
• Rasio Likuiditas (dilambangkan X1)
Adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas terdiri dari:
a. Current Ratio b. Quick Ratio c. Cash ratio
Merupakan bagian dari rasio likuiditas yang mengukur likuiditas dengan membandingkan aktiva likuid bersih dengan total aktiva. Aktiva likuid bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Assets Total
Capital Working
X1 =
• Rasio Profitabilitas (dilambangkan X2)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau memberikan informasi tentang kemampuan perusahaan untuk menutup biaya- biaya operasi dari hasil penjualannya. Rasio profitabilitas terdiri dari:
a. Gross Profit Margin b.Net Profit Margin c. Basic Earning Power
Merupakan bagian dari rasio profitabilitas yang mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bias yang menguntungkan perusahaan-perusahaan yang lebih berumur ini tidak mengherankan, karena pemberian tingkat kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yang lebih muda merupakan hal yang wajar. Bila perusahaan merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio X2 akan menjadi negatif. Untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:
Assets Total
Earning tained
X Re
2 =
• Rasio Rentabilitas (dilambangkan X3)
Merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Rasio ini terdiri dari:
a. Operating Profit Margin b.Return On Asset
c. Return On Equity
Merupakan bagian dari rasio profitabilitas yang mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva. Rasio ini mencoba mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber dayanya.
Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman. Rasio ini dihitung dengan cara sebagai berikut:
Assets Total X3 = EBIT
• Rasio Solvabilitas (dilambangkan X4)
Rasio solvabilitas ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini terdiri dari:
a. Total Debt to Equity Ratio b. Total Debt to Total Asset Ratio c. Working Capital Turnover d. Receivable Turnover e. Fixed Asset Turnover f. Total Asset Turnover
Merupakan bagian dari rasio solvabilitas dan kebalikan dari rasio utang permodal sendiri (DER) yang lebih terkenal umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri.
Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:
Assets Total
Sendiri Modal
X4 =
2.4 Kebangkrutan
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari setiap perusahaan adalah kegunaannya untuk meramalkan kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Meramalkan kelangsungan hidup suatu perusahaan itu merupakan aspek yang terpenting dari segala aspek kegunaan hasil analisis yang dilakukan oleh hampir semua pihak yang berkepentingan dalam perusahaan, karena sebelum tujuan-tujuan yang lain dari analisis yang dilakukan, tentu harus
ada jaminan atau setidak-tidaknya harapan bahwa perusahaan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pentingnya meramalkan kelangsungan hidup perusahaan juga karena menurut faktanya, tak satupun pihak dalam perusahaan mengharapkan akan terjadinya kebangkrutan atau keharusan untuk menutup usahanya pada suatu saat. Di lain pihak karena sesuatu atau lebih hal perusahaan dihadapkan pada situasi dimana terpaksa dinyatakan bangkrut dan tak diperkenankan untuk melanjutkan usahanya. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila adanya gejala dan tanda-tanda kebangkrutan itu diketahui lebih awal, sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya.
2.4.1 Pengertian Kebangkrutan
Terdapat beberapa pengertian kebangkrutan yaitu sebagai berikut:
1. Menurut White (2002:650);
“In addition, bankruptcy imposes significant legal costs and risk on its investor and creditors as well as the firm, even if it survives.”
2. Menurut Rico Lesmana (2003:174) Risiko kebangkrutan berhubungan dengan ketidakpastian mengenai kemampuan atas suatu perusahaan untuk melanjutkan kegiatan operasinya jika kondisi keuangan yang dimiliki mengalami penurunan.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebangkrutan adalah suatu keadaan dari perusahaan yang mempunyai kemungkinan tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya dan tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Menurut Muliaman (2003:10) pengertian failure (kepailitan) di Indonesia mengacu pada peraturan pemerintah pengganti undang-undang no. 1 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Kepailitan, yang menyebutkan:
1. Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan tidak dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.
2. Permohonan sebagaimana disebut dalam butir diatas, dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Undang-undang kepailitan pada dasarnya menyatakan bagaimana menyelesaikan sengketa yang muncul pada waktu perusahaan tidak bisa lagi memenuhi kewajiban utang, juga bagaimana menangani pertikaian antar individu yang berkaitan dengan bisnis yang dijalankan ada beberapa kriteria penting yaitu:
1) Pembukuan yang jelas. Penilaian aktiva harus transparan dan dengan cara yang diakui umum (International Standard);
2) Tingkat gradasi utang piutang berdasarkan tanggungan menentukan siapa yang boleh didahulukan dalam menyelesaikan utang. Misalnya: sebuah perusahaan bangkrut, siapa yang berhak memperoleh pembayaran terlebih dahulu dan siapa yang kemudian;
3) Acara hukum perdata mengatur siapa yang berkepentingan, pihak pengatur kebangkrutan, pengadilan mana yang kompeten dan bagaimana cara atau proses yang harus dilakukan untuk menyelesaikan perkara ini;
4) Penetapan sanksi oleh pengadilan yang berwenang andaikata satu pihak tidak memenuhi janji. Berapa waktu yang diberikan kepada perusahaan yang merasa mampu membereskan utang-utangnya sendiri;
5) Sekalipun dinyatakan pailit, tentunya perusahaan masih bisa berjalan sementara. Dalam hal ini ditetapkan persyaratan-persyaratan dan siapa yang harus mengawasi proses penyehatannya. Suatu perusahaan yang dinyatakan pailit tidak perlu langsung menghentikan semua kegiatannya.
Mereka harus diberi kesempatan untuk membereskan keuangan dan kegiatan yang lain demi kepentingan penagih utang;
6) Penyelesaian sengketa boleh dijalankan lewat arbitrase diluar pengadilan;
7) Perusahaan dinyatakan bangkrut atau pailit apabila dalam jangka waktu tertentu tidak bisa melakukan pembayaran pokok dan atau bunganya.
Kepailitan juga bisa diminta pemilik perusahaan atau juga oleh para penagih utang.
2.4.2 Likuidasi, Bangkrut atau Penutupan Usaha.
Sebelum membahas tentang model mana yang dapat meramalkan kebangkrutan, terlebih dahulu dikemukakan pengertian bangkrut yang dipakai sebagai tolak ukur untuk dapat digunakannya teknik-teknik peramalan sehingga tidak salah tafsir.
Pengertian likuidasi, bangkrut atau penutupan usaha walaupun berakibat sama yaitu tidak adanya aktivitas perusahaan untuk mencapai tujuan pokoknya, tetapi sebenarnya ada perbedaan yang prinsipil. Menurut Suad Husnan (2004:406) menyebutkan bahwa likuidasi merupakan suatu proses yang berakhir pada pembubaran perusahaan sebagai suatu organisasi. Likuidasi lebih ditekankan pada aspek status yuridis perusahaan sebagai suatu badan hukum dengan segala hak-hak dan kewajibannya.
Sedang pengertian bangkrut, dimaksudkan sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya. Akibat yang lebih serius dari kebangkrutan adalah berupa penutupan usaha dan pada akhirnya pembubaran perusahaan atau likuidasi. Istilah bangkrut lebih menitikberatkan pada usaha mencapai tujuan untuk aspek ekonomis perusahaan, yaitu berupa kegagalan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Likuidasi atau pembubaran perusahaan senantiasa berakibat penutupan usahanya. Tetapi likuiditas dan penutupan usaha perusahaan tidak selalu perusahaan bangkrut.
Kadang-kadang bangkrut juga diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban- kewajibannya kepada kreditur (melalui tuntutan hukum). Dalam hal ini, aspek ekonomis dari kebangkrutan itu bersamaan waktunya dengan berlakunya ketentuan hukum atau undang-undang.
2.4.3 Berbagai Faktor yang Mendorong terjadinya Kebangkrutan
Tidak mudah untuk menentukan secara pasti mengenai faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Seringkali kebangkrutan suatu perusahaan merupakan hasil kombinasi dari banyak faktor, yang
mengakibatkan timbulnya suatu faktor baru yang mempercepat proses terjadinya kebangkrutan tersebut. Sulit untuk menentukan satu faktor yang fundamental menyebabkan terjadinya kebangkrutan.
Menurut Rico (2003:183) terdapat beberapa faktor yang mendorong sebuah perusahaan mengalami kesulitan dalam bisnisnya dan mungkin kesulitan keuangan antara lain:
• Penjualan atau pendapatan yang mengalami penurunan secara signifikan.
• Penurunan laba dan atau arus kas dari operasi.
• Harga pasar saham menurun secara signifikan.
• Penurunan total aktiva.
• Kemungkinan gagal yang besar dalam industri dengan risiko yang tinggi.
• Young Company, perusahaan berusia muda pada umumnya mengalami kesulitan di tahun-tahun awal operasinya, sehingga kalau tidak didukung sumber permodalan yang kuat akan dapat mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berakhir dengan kebangkrutan.
• Pemotongan yang signifikan dalam dividen.
Adapula beberapa defisiensi keuangan dan operasional yang mengindikasikan bisnis dalam kesulitan, seperti yang dikutip oleh Rico (2003:184) sebagai berikut:
• Ketidakstabilan laba.
• Tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dan atau kesulitan dalam memperoleh sumber pendanaan.
• Kesulitan dalam melakukan penjualan obligasi.
• Sistem administrasi dan pelaporan yang tidak efektif dan efisien.
• Kualitas manajemen yang meragukan, tidak ada atau kurangnya perencanaan, dan manajemen yang miskin pengalaman.
• Ekspansi yang dilakukan tidak sesuai dengan bisnis inti (Core Business) perusahaan dan manajemen tidak memiliki kemampuan dalam bisnis tersebut.
• Kegagalan manajemen dalam melakukan antisipasi terhadap perubahan pasar.
• Pembatasan-pembatasan yang material dalam perjanjian kredit.
• Ketidakmampuan dalam mengendalikan biaya.
• Ketergantungan pada energi yang besar.
• Entry Barrier yang rendah, sehingga relatif mudah memasuki industri bagi perusahaan-perusahaan baru.
• Tambahan risiko bisnis dengan adanya lini produk yang sama-sama elastis dan berkorelasi positif.
Menurut Luciana (2004:2) menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian- penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan mengalami financial distress antara lain:
• Kondisi ekonomi (misalnya: tingkat inflasi)
• Opini yang diberikan auditor pada laporan keuangan kliennya. Maksudnya, semakin tinggi reputasi auditor perusahaan, semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress.
2.4.4 Tahap-tahap dan Berbagai Indikator akan Terjadinya Kebangkrutan Dalam kaitannya dengan faktor-faktor intern seperti dikemukan diatas, kebangkrutan yang menimpa suatu perusahaan tidak terjadi secara tiba-tiba, tanpa diramalkan sebelumnya. Kebangkrutan merupakan klimaks dari serentetan tahap atau proses dari situasi kesulitan finansial yang dihadapi oleh perusahaan.
Menurut Rico Lesmana (2003:184), sebelum pada akhirnya suatu perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai dengan berbagai situasi atau keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya, seperti misal:
a. Volume penjualan yang relatif rendah atau adanya trend penjualan yang menurun dari tahun ke tahun.
b. Cash flow yang negatif.
c. Kerugian yang selalu diderita dari operasinya.
d. Hutang yang membengkak.
Kombinasi dari berbagai situasi tersebut merupakan petunjuk dan bukti akan terjadinya kemerosotan keadaan atau posisi solvabilitas perusahaan.
Kerugian-kerugian yang senantiasa diderita oleh perusahaan, disebabkan oleh
relatif tingginya struktur biaya dalam perusahaan dibandingkan dengan rata-rata industri dimana perusahaan berada. Kerugian-kerugian dalam operasinya itu berakibat semakin berkurangnya aktiva perusahaan. Penggantian aktiva tidak mungkin dapat dilakukan seperti halnya pada masa perusahaan tidak mengalami kesulitan-kesulitan finansial demikian. Situasi semacam itu dengan ditambah kerugian-kerugian yang kumulatif sifatnya, tentu semakin menambah kesulitan perusahaan untuk bangkit kembali dalam usahanya untuk menghasilkan laba dari operasinya.
Kesulitan-kesulitan finansial yang menuju ke arah terjadinya kebangkrutan demikian itu, dapat dianalisa dan diidentifikasikan melalui tahap-tahap yang tercakup didalam proses perjalanan yang berakhir pada (keadaan) kebangkrutan tersebut. Adapun tahap-tahap itu adalah:
1. Tahap Permulaan (awal).
Pada tahap ini biasanya ditandai oleh adanya satu atau lebih keadaan operasi dan finansial perusahaan yang tidak menggembirakan, yang kemungkinan tidak disadari baik oleh pihak kreditor dan lain-lain pihak ekstern bahkan oleh manajemen sendiri.
Berbagai situasi yang menandai tahap permulaan yang bisa berakibat terjadinya kebangkrutan itu misalnya:
1. Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera atau permintaan konsumen.
2. Kenaikan biaya-biaya komersial dan finansial.
3. Inefisiensi produksi karena metode produksi yang ketinggalan jaman atau kuno.
4. Tingkat persaingan yang semakin ketat.
5. Personalia yang memegang jabatan-jabatan kunci tidak memiliki kompetensi.
6. Kegagalan dalam melaksanakan ekspansi.
7. Ketidakefektifan dalam pelaksanaan fungsi pengumpulan piutang.
8. Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit).
Pada tahap ini kadang-kadang ditandai oleh kerugian-kerugian yang berakibat rentabilitas perusahaan jauh lebih rendah dari rata-rata perusahaan dalam industri dimana perusahaan berada. Tetapi kadang-kadang tanda-tanda kerugian di dalam operasinya belum tampak pada tahap permulaan, dan baru muncul kemudian bersamaan dengan tahap dimana perusahaan mulai mengalami kesulitan likuiditas. Oleh karena itu, tidak mudah bagi manajemen untuk segera merasakan dan menyadari situasi yang dihadapinya.
2. Tahap dimana perusahaan mengalami kekurangan kas dan alat-alat likuid lainnya atau tahap kesulitan likuiditas.
Pada tahap ini biasanya diawali oleh ketidakmampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendeknya dan biaya-biaya operasinya.
Kesulitan likuiditas yang dialami perusahaan mungkin tidak dapat segera disadari oleh pihak-pihak di luar perusahaan, karena perusahaan masih menunjukkan posisi solvabilitas dan rentabilitas yang tergolong cukup. Masalah pokok yang dihadapi oleh perusahaan dalam tahap ini adalah kekurangan alat-alat likuid dan kebutuhan modal untuk diinvestasikan dalam piutang dan persediaan. Di lain pihak, perusahaan mungkin memiliki aktiva-aktiva tidak lancar dengan jumlah yang berlebihan dalam kaitannya dengan skala operasinya. Situasi kesulitan likuiditas yang tidak segera dapat diatasi atau berlangsung berlarut-larut pada akhirnya akan mengancam solvabilitas atau kebangkrutan bagi perusahaan.
3. Tahap dimana perusahaan tidak solvabel dalam kegiatan komersial dan finansial.
Sesuai dengan tahap yang biasanya harus dilampaui sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut secara total dan menutup usahanya, keadaan dimana perusahaan tidak solvabel ini dikategorikan ke dalam kelompok finansial atau commercial insolvency. Dalam tahap ini, ditandai oleh keadaan dimana perusahaan tidak mampu mendapatkan dana dari sumber-sumber regular, untuk membayar hutang-hutangnya yang telah jatuh tempo dan bahkan yang sudah menunggak. Manajemen harus berusaha membuat perhitungan-perhitungan yang
lebih drastis dengan memanfaatkan jasa-jasa konsultan, terpaksa mengadakan negosiasi dengan para kreditur atau menggunakan cara-cara baru untuk mendapatkan sumber dana. Namun demikian perusahaan masih dapat diharapkan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan bangkit kembali, apabila berhasil mendapatkan dukungan finansial yang baru.
4. Bangkrut secara total.
Akan tetapi apabila usaha-usaha untuk mendapatkan sumber dana dan dukungan finansial yang baru itu gagal, maka perusahaan terpaksa harus menutup usahanya. Dalam keadaan demikian, berarti total insolvency atau kebangkrutan dalam arti sebenarnya telah menimpa perusahaan. Gejala yang paling menonjol dalam tahap insolvency ini adalah jumlah hutang yang lebih besar dari nilai aktiva perusahaan. Keadaan total insolvency ini menjadi semakin lengkap dan syah setelah pernyataan kebangkrutan secara resmi dan perusahaan dibubarkan.
Selain istilah kepailitan seperti yang diuraikan sebelumnya, dalam dunia bisnis dikenal pula istilah delisted. Peraturan pencatatan Bursa Efek Jakarta no. 1b tahun 2000 dan 2001 menyebutkan pengaturan delisted sebagai berikut:
1. Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten maupun diputuskan oleh bursa. Dalam hal delisting diputuskan oleh bursa terlebih dahulu wajib mendengar pendapat dari komite pencatatan efek.
2. Delisting atas permohonan emiten hanya dapat dilaksanakan apabila hal tersebut telah diputuskan oleh RUPS dan emiten yang bersangkutan telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada bursa.
3. Delisting atas pemohonan emiten diajukan dua bulan sebelum tanggal delisting diberlakukan dengan mengemukakan alasannya serta melampirkan berita acara RUPS sebagaimana dimaksud pada angka dua diatas.
4. Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, bursa wajib mengumumkan rencana delisting tersebut sekurang-kurangnya tiga puluh hari sebelum tanggal delisting diberlakukan.
5. Emiten yang efeknya tercatat dibursa yang mengalami salah satu kondisi tersebut dibawah ini, dipertimbangkan untuk dikenakan delisting:
a. Selama tiga tahun berturut-turut menderita kerugian, atau terdapat saldo rugi sebesar 50% atau lebih dari modal disetor dalam neraca perusahaan pada tahun terakhir;
b. Selama tiga tahun berturut-turut tidak membayar deviden tunai (untuk saham) melakukan tiga kali cedera janji (untuk obligasi);
c. Jumlah modal sendiri kurang dari Rp. 3,000,000,000 (tiga miliar rupiah);
d. Jumlah pemegang saham kurang dari seratus pemodal (orang/badan) selama tiga bulan berturut-turut berdasarkan laporan bulanan emiten atau biro administrasi efek;
e. Selama enam bulan berturut-turut tidak terjadi transaksi.
f. Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM LK;
g. Melanggar ketentuan bursa pada khususnya dan ketentuan pasar modal pada umumnya;
h. Melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kepentingan umum.
Berdasarkan keputusan instansi yang berwenang;
i. Emiten dilikuidasi baik karena merger, penggabungan, bangkrut, dibubarkan (reksadana) atau alasan lainnya;
j. Emiten dinyatakan pailit oleh pengadilan;
k. Emiten menghadapi gugatan atau perkara atau peristiwa yang secara material mempengaruhi kondisi dan kelangsungan hidup perusahaan;
l. Khusus untuk emiten reksadana, nilai kekayaan bersih (nilai asset value) turun menjadi kurang dari 50% dari nilai perdana yang disebabkan oleh kerugian operasi.
2.4.5 Cara untuk Mendeteksi dan Meramalkan Terjadinya Kebangkrutan Manajemen yang efektif tentu tidak akan membiarkan dan tidak berbuat sesuatu, baru pada saat perusahaan mengalami kesulitan likuiditas atau bahkan pada tahap perusahaan terancam solvabilitasnya. Karena dalam tahap demikian tindakan-tindakan untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman kebangkrutan semakin terbatas. Ada berbagai alat untuk mendeteksi dan meramalkan akan
kemungkinan terjadinya kesulitan finansial, kegagalan dan kebangkrutan, dan menentukan berbagai penyebabnya. Mengetahui penyebab terjadinya kesulitan finansial, kegagalan dan intensitas pengaruhnya sehingga perusahaan terpaksa menutup usahanya, tentu sangat penting bagi manajemen. Karena apabila hal demikian diketahui jauh hari sebelumnya, manajemen akan mempunyai cukup waktu untuk melakukan tindakan-tindakan perbaikan dan mencegah perkembangan keadaan yang lebih fatal.
Berbagai alat tersebut secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua berdasar pada informasi atau data yang digunakan:
1. Analisa Data Ekstern.
Melalui analisa hubungan trend dari data ekstern dan kemudian membandingkannya dengan situasi dalam perusahaan. Data ekstern yang biasa digunakan adalah rata-rata industri data statistik dan indikator ekonomi baik yang diterbitkan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta.
2. Analisa Data Intern.
Analisa data intern biasanya bersumber pada penemuan yang dikemukakan oleh akuntan dari hasil pemeriksaannya kepada manajemen. Karena pendidikan dan pengalamannya, akuntan diharapkan mampu mengidentifikasikan adanya berbagai faktor atau gejala-gejala adanya kesulitan finansial perusahaan dan memberitahukannya kepada manajemen. Melalui data ini, penulis mencoba untuk melakukan analisa rasio finansial dan kegunaannya untuk membuat ramalan akan terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan.
Analisa ini dikenal sebagai Analisis Z-Score. Menurut Sawir (2003:22), analisis Z-Score merupakan salah satu teknik statistik yang bisa digunakan dengan mengkombinasikan berbagai rasio yang dimiliki perusahaan untuk pengklasifikasian apakah suatu perusahaan bangkrut atau tidak bangkrut. Teknik analisis ini telah dikembangkan dan digunakan oleh Altman dengan menyusun suatu model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Dalam studinya, setelah menyeleksi dua puluh dua rasio keuangan seperti yang diuraikan diatas, Altman menemukan lima rasio yang dapat dikombinasikan yaitu Zeta Score (Z- Score) untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak
bangkrut. Dengan lima variabel pengamatan itu nilai Z-Score untuk masing- masing perusahaan ditentukan berdasarkan persamaan fungsi diskriminan beserta koefisien tiap-tiap variabelnya seperti yang dijelaskan oleh Agnes Sawir (2004) adalah sebagai berikut:
Zi = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4 Dimana:
Zi = adalah nilai Z (tingkat kebangkrutan perusahaan).
X1 = adalah rasio dari modal kerja terhadap total aktiva.
X2 = adalah rasio dari laba yang ditahan terhadap total aktiva.
X3 = adalah rasio dari laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva.
X4 = adalah rasio dari modal sendiri terhadap total hutang.
TABEL 2.1
TITIK CUT-OFF (PEMBATAS) ALTMAN
Nilai Zi Keterangan
Jika Zi > 2,60 Tidak bangkrut (non- bankrupt) Jika Zi diantara 1,10 – 2,60 Daerah rawan (grey area) Jika Zi < 1,10 Bangkrut (bangkrupt)
Sumber : White, Sondhi, Fried, 2003, “The Analysis and Use of Financial Statement”, 3rded.
2.4.6 Pemakai Informasi Kebangkrutan
Menurut Mamduh (2003:261), informasi kebangkrutan bisa bermanfaat bagi beberapa pihak seperti berikut ini:
1) Pemberi pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
2) Investor. Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.