• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji fraksi heksan-etanol dari ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM) sebagai agen hepatoprotektor

dan membuktikan adanya pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari

terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur Wistar terinduksi

karbon tetraklorida serta mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis

pemberian FHEMM dengan penurunan aktivitas alkaline phosphatase.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan

acak lengkap pola searah. Sejumlah 30 ekor tikus dibagi secara acak dalam 6

kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida.

Kelompok II sebagai kontrol negatif diberikan CMC-Na 1%. Kelompok III sebagai

kontrol perlakuan diberikan FHEMM dosis137,14mg/kgBB. Kelompok IV, V dan

VI sebagai kelompok perlakuan diberikan FHEMM dosis 34,28; 68,57 dan 137,14

mg/kgBB selama 6 hari, pada hari ke-7 dilakukan pemejanan karbon tetraklorida

dosis 2mL/kgBB lalu diambil darahnya 24 jam setelah pemejanan. Data aktivitas

alkaline phosphatase dianalisis secara statistik dengan taraf kepercayaan 95%,

normalitas data dianalisis dengan uji Saphiro-Wilk, data yang terdistribusi normal

dianalisis lebih lanjut menggunakan One-Way ANOVA dan uji Tuckey HSD.

Pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB dapat menurunkan aktivitas alkaline

phosphatase secara signifikan. Tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian

FHEMM dengan penurunan aktivitas alkaline phosphatase.

(2)

ii

ABSTRACT

The purpose of the research was to examine hexane-ethanol fraction from

methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves (FHEMM) as

hepatoprotector agent, and to prove the effect of administration of FHEMM

long-term 6 days on alkaline phosphatase activity in female Wistar rats induced by

carbon tetrachloride, and to determine whether there was a relation between

FHEMM doses with decreased activity of alkaline phosphatase.

This study was pure experimental research with randomized complete direct

sampling design. A number of 30 rats were randomly divided into 6 groups. Group

I as carbon tetrachloride hepatotoxins control. Group II as a negative control was

given CMC-Na 1%. Group III as treatment control was given FHEMM dose

137.14mg/kgBW. Group IV, V and VI as the treatment group were given FHEMM

at a dose 34.28; 68.57 and 137.14 mg/kgBW for 6 days, on the 7th day after the

treatment, groups were given carbon tetrachloride dose 2mL/kgBW. After 24 hours,

blood was taken. Alkaline phosphatase activity data were statistically analyzed with

confidence limit 95%, the normality of data was analyzed using Saphiro-Wilk test.

Normally distributed data was analyzed further using One-Way ANOVA and

Tuckey HSD test. FHEMM administration dose 137.14 mg/kgBW influence

alkaline phosphatase activity significantly. There was no relation between FHEMM

doses and a decrease of alkaline phosphatase activity.

Keywords : Macaranga tanarius L., Hexane-ethanol fraction, Methanol-water

(3)

i   

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. JANGKA PANJANG 6 HARI TERHADAP AKTIVITAS ALKALINE PHOSPHATASE

PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Novita NIM : 128114040

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv   

HALAMAN PERSEMBAHAN

I Y I y w y Y

w w I w w

1 1

w I w D

L 1 7

Dengan penuh syukur,

Kupersembahkan karya kecil ini untuk :

Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberikan kekuatan dan pertolongan saat aku terjatuh

Papa, Mama, Ricko dan Effen yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam setiap langkahku

(7)

v   

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, November 2013 Penulis

(8)

vi   

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Novita Nomor Mahasiswa : 128114040

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. JANGKA PANJANG 6 HARI TERHADAP AKTIVITAS ALKALINE PHOSPHATASE

PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 7 Desember 2015

Yang menyatakan,

(9)

vii   

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun

Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 hari Terhadap Aktivitas Alkaline

Phospatase Pada Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” ini

dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing, mendampingi, dan memotivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kemajuan skripsi ini.

(10)

viii   

5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung jawab Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 6. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing

Akademik (DPA) yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

7. Pak Heru, Pak Wagiran, Pak Parlan, Pak Kunto, dan Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan Pak Otok selaku pengelola gudang Farmasi yang telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

8. Papa, Mama dan saudara-saudaraku Ricko dan Effen yang telah memberikan doa, kasih sayang, motivasi, dan dukungan dari awal sampai akhir penelitian ini sehingga penulis tetap bersemangat.

9. Sona Karisnata Inriano yang selalu memberikan dukungan, motivasi, perhatian dan masukan dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

10.Tim Macaranga atas segala kerjasama, bantuan, dan semangat dari awal penelitian hingga penyusunan skripsi.

11.“Keluarga Gembira” Sona, Venny, Adis, Rei, Ella, Edward, dan Siti, sebagai teman, sahabat sekaligus keluarga kecilku atas kebersamaan dan semangat yang telah dibangun.

(11)

ix   

13.Teman-teman main dan belajar Sina, Dhea, Lita, Edo, Dara yang telah menjadi temen main dari awal semester dan awal penjurusan.

14.Teman-teman FSM-A dan FKK-A 2012, terima kasih atas kebersamaan, keakraban, suka duka, semangat, dan kekeluargaan yang telah mengisi hari-hari penulis.

15.Teman-teman angkatan 2012, terima kasih atas kebersamaan dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis.

16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya di bidang ilmu Farmasi.

Yogyakarta,

(12)

x   

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 5

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan umum ... 7

(13)

xi   

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 8

B. Hepatotoksisitas ... 11

C. Hepatotoksin ... 16

D. Karbon Tetraklorida ... 17

E. Alkaline Phospatase ... 20

F. Macaranga tanarius L. ... 22

1. Taksonomi ... 22

2. Nama lain ... 23

3. Morfologi ... 23

4. Kandungan ... 24

5. Khasiat dan kegunaan ... 26

6. Penyebaran ... 26

G. Metode Penyarian ... 27

H. Landasan Teori ... 28

I. Hipotesis ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 31

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

1. Variabel utama ... 31

2. Variabel pengacau ... 31

3. Definisi operasional ... 32

(14)

xii   

1. Bahan utama ... 33

2. Bahan kimia ... 33

D. Alat Penelitian ... 34

1. Alat pembuatan FHEMM ... 34

2. Alat perlakuan hewan uji ... 35

E. Tata Cara Penelitian ... 35

1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ... 35

2. Pengumpulan bahan uji ... 35

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. ... 35

4. Penetepan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ... 36

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. . ... 37

6. Pembuatan FHEMM ... 37

7. Pembuatan karbon tetraklorida dalam olive oil konsentrasi 50% .... 38

8. Pembuatan larutan CMC-Na 1% ... 38

9. Pembuatan suspensi FHEMM dalam CMC-Na 1% ... 38

10.Uji pendahuluan ... 38

11.Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 39

12.Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum pada orientasi ... 41

13.Pengukuran aktivitas ALP serum pada penelitian ... 41

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 41

1. Uji pendahuluan ... 41

2. Perlakuan FHEMM ... 42

(15)

xiii   

A. Penyiapan Bahan ... 43

1. Hasil determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ... 43

2. Hasil penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. . ... 44

3. Hasil pembuatan FHEMM ... 44

B. Uji Pendahuluan ... 46

1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 46

2. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 47

C. Efek Penghambatan Aktivitas Serum ALP FHEMM pada Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 52

1. Kontrol negatif CMC-Na 1% ... 56

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida ... 57

3. Kontrol FHEMM ... 58

4. Kelompok perlakuan FHEMM dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/kgBB ... 59

D. Rangkuman Pembahasan ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 73

(16)

xiv   

DAFTAR TABEL

Tabel I. Purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kg

BB ... 48

Tabel II. Hasil uji Tuckey HSD aktivitas serum ALT pada selang waktu

0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis

2 mL/kgBB ... 49

Tabel III. Purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48

jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 51

Tabel IV. Hasil uji Tuckey HSD aktivitas serum AST pada selang waktu

0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis

2 mL/kgBB ... 51

Tabel V. Purata aktivitas serum ALP dan % efek penghambatan akibat

praperlakuan FHEMM jangka panjang 6 hari dan pada

hari ke-7 diberikan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 54

Tabel VI. Hasil uji Tuckey HSD aktivitas serum ALP akibat praperlakuan

FHEMM jangka panjang 6 hari dan pada hari ke-7

(17)

xv   

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lobus hati ... 9

Gambar 2. Struktur mikroskopik hati ... 10

Gambar 3. Nekrosis hepatoselular, proses regenerasi ... 14

Gambar 4. Struktur molekul karbon tetraklorida ... 17

Gambar 5. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida ... 20

Gambar 6. Daun Macaranga tanarius L. ... 23

Gambar 7. Struktur kandungan senyawa daun Macaranga tanarius L.. ... 24

Gambar 8. Isolasi senyawa ellagitannins dari fraksi EtOAc daun Macaranga tanarius L.: mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B ... 25

Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL /kgBB ... 48

Gambar 10. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL /kgBB ... 51

(18)

xvi   

FHEMM jangka panjang 6 hari dan pada hari ke-7

diberikan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 54

Gambar 12. Daun Macaranga tanarius L. . ... 74

Gambar 13. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. . ... 74

Gambar 14. Fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. . ... 75

Gambar 15. Suspensi fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun

(19)

xvii   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. ... 74

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L... 74

Lampiran 3. Foto fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. ... 75

Lampiran 4. Foto suspensi fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. ... 75

Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ... 76

Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian ... 77

Lampiran 7. Surat lisensi program IBM SPSS Statistics 22 ... 78

Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Orientasi Pencuplikan Darah ... 79

Lampiran 9. Hasil uji statistik aktivitas serum ALP setelah praperlakuan FHEMM pada dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/kgBB ... 87

Lampiran 10. Perhitungan persen efek penghambatan aktivitas ALP ... 93

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis ke manusia ... 94

Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia ... 95

Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. .. 95

(20)

xviii   

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM) sebagai agen hepatoprotektor dan membuktikan adanya pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida serta mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM dengan penurunan aktivitas alkaline phosphatase.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Sejumlah 30 ekor tikus dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida. Kelompok II sebagai kontrol negatif diberikan CMC-Na 1%. Kelompok III sebagai kontrol perlakuan diberikan FHEMM dosis137,14mg/kgBB. Kelompok IV, V dan VI sebagai kelompok perlakuan diberikan FHEMM dosis 34,28; 68,57 dan 137,14 mg/kgBB selama 6 hari, pada hari ke-7 dilakukan pemejanan karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB lalu diambil darahnya 24 jam setelah pemejanan. Data aktivitas

alkaline phosphatase dianalisis secara statistik dengan taraf kepercayaan 95%,

normalitas data dianalisis dengan uji Saphiro-Wilk, data yang terdistribusi normal dianalisis lebih lanjut menggunakan One-Way ANOVA dan uji Tuckey HSD. Pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB dapat menurunkan aktivitas alkaline

phosphatase secara signifikan. Tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian

FHEMM dengan penurunan aktivitas alkaline phosphatase.

Kata kunci : Macaranga tanarius L., Fraksi heksan-etanol ,Ekstrak metanol-air,

(21)

xix   

ABSTRACT

The purpose of the research was to examine hexane-ethanol fraction from methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves (FHEMM) as hepatoprotector agent, and to prove the effect of administration of FHEMM long-term 6 days on alkaline phosphatase activity in female Wistar rats induced by carbon tetrachloride, and to determine whether there was a relation between FHEMM doses with decreased activity of alkaline phosphatase.

This study was pure experimental research with randomized complete direct sampling design. A number of 30 rats were randomly divided into 6 groups. Group I as carbon tetrachloride hepatotoxins control. Group II as a negative control was given CMC-Na 1%. Group III as treatment control was given FHEMM dose 137.14mg/kgBW. Group IV, V and VI as the treatment group were given FHEMM at a dose 34.28; 68.57 and 137.14 mg/kgBW for 6 days, on the 7th day after the treatment, groups were given carbon tetrachloride dose 2mL/kgBW. After 24 hours, blood was taken. Alkaline phosphatase activity data were statistically analyzed with confidence limit 95%, the normality of data was analyzed using Saphiro-Wilk test. Normally distributed data was analyzed further using One-Way ANOVA and Tuckey HSD test. FHEMM administration dose 137.14 mg/kgBW influence alkaline phosphatase activity significantly. There was no relation between FHEMM doses and a decrease of alkaline phosphatase activity.

(22)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Hati atau hepar merupakan organ terbesar di dalam tubuh yang memiliki

peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Hati memiliki peranan utama

dalam proses metabolisme senyawa-senyawa penting yang masuk ke dalam tubuh

seperti glukosa, asam amino, protein, dan lemak. Hati juga memiliki kemampuan

untuk mendetoksifikasi senyawa-senyawa racun yang masuk ke dalam tubuh. Hati

tersusun dari unit-unit kecil yaitu sel-sel hati (hepatosit) yang merupakan

komponen penting dalam proses metabolisme (Corwin, 2007). Hepatosit

mendapatkan suplai darah dari dua sumber yaitu sebagian kecil dari arteri hepatika

yang kaya akan oksigen dan sebagian besar dari vena porta hepatika yang

merupakan darah yang kaya akan nutrien, obat, dan toksin yang berasal dari saluran

pencernaan (Tortora dan Derrickson, 2014). Hal ini menggambarkan bahwa sel-sel

hati menerima suplai darah yang relatif kurang oksigen. Keadaan ini menyebabkan

hepatosit rentan akan kerusakan dan penyakit. Salah satu kerusakan yang sering

terjadi adalah perlemakan hati (steatosis).

Perlemakan hati merupakan suatu kondisi terjadinya penumpukan lemak

berupa trigliserida di hati. Perlemakan hati dibagi menjadi dua, yaitu perlemakan

hati yang disebabkan oleh alkohol dan perlemakan hati yang tidak disebabkan oleh

(23)

 

NAFLD merupakan penyakit hati yang paling sering terjadi di masyarakat dan

biasanya berdampingan dengan obesitas, disiplidemia, dan resistensi insulin.

Data epidemiologi menyatakan bahwa prevalensi NAFLD di Eropa dan

Timur Tengah berkisar antara 20-30%, Amerika Latin 17-32%, Australia 20-30%,

dan Afrika 9%. Untuk wilayah Asia, prevalensi NAFLD di Indonesia sebesar 30%,

angka tersebut lebih tinggi dibandingkan sebagian besar negara lainnya yaitu

Jepang (9-30%), China (5-24%), Korea Selatan (18%), India (5-28%), Malaysia

(17%), dan Singapore (5%) (Loomba dan Sanyal, 2013). Prevalensi NAFLD di

Indonesia berkaitan erat dengan prevalensi obesitas. Tren gaya hidup menjadi salah

satu faktor utama dalam peningkatan prevalensi NAFLD (Amarapurkar dkk.,

2007).

Karbon tetraklorida merupakan model hepatotoksin yang sering digunakan

untuk menginduksi kerusakan sel hati tikus berupa steatosis di dalam suatu

penelitian. Toksisitas karbon tetraklorida muncul ketika terjadi proses

biotransformasi oleh sitokrom P4502E1 (CYP2E1) di hati. Karbon tetraklorida

akan dimetabolisme oleh CYP2E1 menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3•) dan

jika bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal bebas triklorometil peroksi

(CCl3O2•) (Panjaitan dkk., 2007). Radikal bebas triklorometil (CCl3•) dan

triklorometil peroksi (CCl3O2•) dapat berikatan secara kovalen dengan lipid dan

protein sehingga dapat menyebabkan terjadinya steatosis (Zimmerman, 1999).

Kerusakan tersebut dapat dievaluasi melalui peningkatan aktivitas serum Alkaline

phosphatase (ALP) yang merupakan enzim yang dapat ditemukan di hati, tulang,

(24)

 

meningkat sebesar 1,5 kali dari keadaan normal pada tikus terinduski karbon

tetraklorida (Obi, Omogbai, Oriafo, dan Ovat, 2001). Berdasarkan hal tersebut

maka parameter hepatotoksik yang digunakan pada penelitian ini adalah ALP.

Di tengah kemajuan pengobatan modern, masih banyak masyarakat yang

menggunakan bahan alam sebagai obat untuk mencegah maupun mengobati

penyakit, termasuk penyakit hati seperti steatosis. Masyarakat mengangap bahan

alam lebih aman untuk digunakan dan tidak menimbulkan efek samping yang

berbahaya. Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2001 menyatakan

bahwa penggunaan obat herbal di Indonesia meningkat setiap tahunnya, sekitar

40% penduduk Indonesia menggunakan obat herbal dan 70% diantaranya

merupakan masyarakat pedesaan.

Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai obat untuk mencegah

maupun mengobati penyakit hati adalah Macaranga tanarius L., tanaman

Macaranga tanarius L.merupakan tanaman berupa pohon berukuran kecil hingga

sedang dan memiliki daun yang hijau dan lebar. Tanaman ini banyak tumbuh di

hutan-hutan sekunder, kebun bahkan dapat ditemukan di pinggir-pinggir jalan di

Indonesia. Daun Macaranga tanarius L. memiliki potensi sebagai agen

hepatoprotektif. Infusa daun Macaranga tanarius L. mampu menghasilkan efek

hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida (Mahendra, 2011).

Pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari

memiliki efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida

(25)

 

meneliti FHEMM jangka waktu 6 hari pada tikus galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida.

Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) melakukan penelitian menggunakan

fraksi etil asetat ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dan berhasil

mengisolasi lima senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid, corilagin,

macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B. Tanin merupakan salah satu

antioksidan alami yang mampu menangkal radikal bebas seperti triklorometil

(CCl3•) dan triklorometil peroksi (CCl3O2•) yang dapat menyebabkan steatosis.

Berdasarkan pemaparan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai efek penghambatan peningkatan aktivitas serum ALP dengan

menggunakan fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius

L. (FHEMM).

Pemilihan pelarut fraksi heksan-etanol didasarkan pada perhitungan nilai

log P dari lima senyawa yang berhasil diisolasi oleh Gunawan-Puteri dan Kawabata

(2010) menggunakan program MarvinSketch©. Nilai log P dari pelarut

heksan-etanol adalah 2,97. Terdapat tiga senyawa ellagitannins yang memiliki nilai log P

yang mendekati nilai log P heksan-etanol, yaitu macatannin B (2,94), macatannin

A (2,76), dan chebulagic acid (2,64). Ketika nilai log P dari ketiga senyawa tanin

tersebut mendekati dengan nilai log P dari etanol, maka diharapkan

heksan-etanol mampu menyari ketiga senyawa tanin tersebut dengan maksimal, sehingga

diharapkan senyawa tanin yang terkandung di dalam FHEMM mampu untuk

(26)

 

sehingga dapat mencegah terjadinya steatosis, yang ditandai dengan penurunan

aktivitas ALP.

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian secara paralel tentang

pengaruh pemberian FHEMM terhadap kadar serum ALT, AST, ALP, LDH,

biliburin, dan albumin dengan kajian jangka panjang 6 hari dan pendek 6 jam. Pada

penelitian ini fokus peneliti adalah tentang pengaruh pemberian FHEMM jangka

panjang 6 hari terhadap kadar ALP pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida.

1. Rumusan masalah

a. Apakah pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari dapat menurunkan kadar

ALP pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida ?

b. Apakah dosis pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari memiliki

kekerabatan dengan penurunan aktivitas kadar ALP pada tikus betina galur

Wistar terinduksi karbon tetraklorida ?

2. Keaslian penelitian

Penelitian menggunakan ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. pernah dilakukan oleh Windrawati (2013) dan Adrianto (2011).

Hasil penelitian melaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. memberikan efek hepatoprotektif pada tikus galur Wistar terinduksi

karbon tetraklorida dan parasetamol. Rahmamurti (2012) melaporkan bahwa

ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. memberikan efek

hepatoprotektif pada tikus galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(27)

 

penangkalan radikal bebas dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius

L., hasilnya ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terbukti memiliki

aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap 2,2-diphenyl-picrylhydrazyl

(DPPH). Ditemukan kandungan flavonoid dari fraksi etil asetat ekstrak metanol

daun Macaranga tanarius L. pada penelitian yang dilakukan oleh Kawakami

dkk. (2008). Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) berhasil mengisolasi 5

senyawa ellagitannins yang memiliki kemampuan menghambat α-glucosidase

dan berpotensi sebagai obat alternatif untuk diabetes. Berdasarkan penelusuran

pustaka, penelitian mengenai pengaruh pemberian jangka panjang 6 hari

FHEMM terhadap kadar ALP pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang

6 hari terhadap kadar ALP diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan khususnya farmasi dalam hal penggunaan tanaman yang

dapat menurunkan kadar ALP.

b. Manfaat praktis

Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang

6 hari terhadap kadar ALP diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai manfaat FHEMM yang dapat mencegah terjadinya

(28)

 

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Menguji FHEMM sebagai agen hepatoprotektor pada tikus betina galur

Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap

kadar ALP pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Mengetahui kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM jangka panjang 6

hari dengan aktivitas penurunan kadar ALP pada tikus betina galur Wistar

(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh yang memiliki berat 1-1,5 kg dan mencerminkan 1,5-2,5% dari massa tubuh tanpa lemak. Ukuran dan bentuk hati bervariasi pada setiap individu dan umumnya variasi ini sesuai dengan bentuk tubuh secara umum. Hati terletak di kuadran atas abdomen dan di bawah diafragma. Hati dipertahankan di tempatnya oleh ligamen-ligamen yang melekat pada diafragma, peritoneum, pembuluh darah besar dan organ-organ saluran pencernaan bagian atas (Longo dan Fauci, 2010). Hati memiliki peranan utama dalam proses metabolisme, hati dapat mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan senyawa asing lain, memproses secara metabolis tiga jenis nutrien utama dalam tubuh yaitu karbohidrat, protein, dan lemak setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna, mensekresikan garam empedu yang membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, membentuk protein plasma termasuk protein yang dibutuhkan untuk pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah, menyimpan glikogen, lemak, zat besi, dan vitamin, serta mengaktifkan vitamin D yang dilakukan hati bersama dengan ginjal (Sherwood, 2009).

(30)

kanan dan kiri dipisahkan oleh ligament falciform pada bagian superior (Gambar 1). Dua lobus lainnya adalah lobus kaudata dan lobus kuadrata yang memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan lobus kanan dan kiri (Standring,2008).

[image:30.612.102.508.190.544.2]

Lobus hati dibagi oleh jaringan penghubung menjadi lebih kurang 100.000 unit lobulus hati, yang merupakan unit fungsional dasar hati berupa jaringan berbentuk heksagonal yang mengelilingi satu vena sentral (Gambar 2a) dan terdiri dari sel-sel hati (hepatosit) berbentuk kubus. Ukuran diameter tiap lobulus lebih kurang 1 mm dan antara lobulus satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh interlobular septum. Di setiap enam sudut lobulus terdapat tiga jenis pembuluh, yaitu cabang arteri hepatika, cabang vena porta hati dan vena porta biliaris. Adanya ketiga pembuluh ini pada setiap sudut menyebabkan sudut lobulus disebut dengan triad portal. Darah dari cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke ruang kapiler luas yang disebut sinusoid (Gambar

(31)
[image:31.612.103.511.138.675.2]

2b) yang berjalan di antara jejeran hepatosit ke vena sentral seperti jari-jari roda sepeda (Sherwood, 2009).  

(32)

Setiap hepatosit melakukan beragam tugas metabolik dan sekretorik yang sama. Satu-satunya fungsi hati yang tidak dilakukan oleh hepatosit adalah aktivitas fagosit yang dilakukan oleh makrofag residen yang disebut sel Kupffer (Gambar 2b). Sel Kupffer terletak di dalam lapisan sinusoid, sel ini mengeluarkan bakteri atau partikel asing lainnya yang masuk melalui darah yang melewati sinusoid. Hepatosit juga melakukan fungsi sekresi empedu yang dikeluarkan menuju duktus biliaris (Shier, Butler, dan Lewis, 2006).

Untuk melaksanakan beragam tugasnya, susunan anatomik hati memungkinkan setiap hepatosit untuk berkontak langsung dengan darah dari dua sumber yaitu 20% dari arteri hepatika yang membawa darah kaya akan oksigen dan sisanya dari vena porta yang membawa darah kaya akan nutrien yang berasal dari lambung, usus, pankreas, dan limpa. Darah dari vena porta juga mungkin mengandung bakteri usus, racun, dan obat yang dicerna. Dari hal ini maka tergambarkan bahwa sel-sel hepar mendapatkan suplai darah yang relatif kurang oksigen sehingga sel-sel hepar rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Corwin, 2007).

B. Hepatotoksisitas

(33)

Berbagai zat tersebut mencakup toksin industri, pestisida dan yang lebih sering adalah zat farmakologis yang digunakan dalam terapi medis (Longo dan Fauci, 2010).

Jenis-jenis kerusakan hati : 1. Perlemakan hati (Steatosis)

Steatosis pada dasarnya merupakan manifestasi dari sindrom metabolik lipid di hati. Steatosis adalah suatu keadaan terjadinya akumulasi lemak yang sebagian besar berupa droplet trigliserida di dalam hepatosit melebihi 5-10% dari berat hati. Pada keadaan normal hati tidak menyimpan lemak, melainkan akan dikeluarkan ke sirkulasi darah. Perlemakan hati dibagi menjadi dua, yaitu perlemakan hati yang disebabkan oleh alkohol dan perlemakan hati yang tidak disebabkan oleh alkohol atau biasa dikenal dengan Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Tingkat steatosis didasarkan pada proporsi jumlah hepatosit yang mengandung droplet lemak, yaitu <10% ringan, 10-30% sedang, dan >30% berat (Tirosh, 2015). Steatosis yang terjadi karena terdapat beberapa droplet lemak kecil yang tidak menggantikan nukleus di dalam hepatosit dikenal dengan Microvesicular steatosis, hal ini muncul seperti pada keadaan perlemakan hati akut masa kehamilan dan toksisitas asam valproic, sedangkan yang terjadi karena terdapat satu droplet besar yang menggantikan nukleus di dalam hepatosit dikenal dengan Macrovesicular steatosis, hal ini dapat terjadi karena toksisitas etanol (Burt, Portmann, dan Ferrel, 2012).

(34)

resistensi insulin, serta faktor sekunder yang meliputi diet yang tidak seimbang, malabsorbsi, kehamilan, alkohol, serta obat-obatan (Panjaitan dkk., 2007). Karbon tetraklorida menyebabkan steatosis melalui penghambatan sintesis satuan protein dari lipoprotein dan penekanan konjugasi trigliserida dengan lipoprotein (Lu dan Kacew, 2002).

2. Kolestasis

(35)

3. Nekrosis hati

[image:35.612.108.508.113.497.2]

Nekrosis hati berkaitan dengan kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal (berpusat, mid-zonal, periferal) maupun massif, dan biasanya bersifat akut. Sejumlah bahan kimia dapat menyebabkan nekrosis hati. Hal ini merupakan manifestasi toksisitas yang serius namun tidak sangat penting karena hati memiliki kemampuan regenerasi yang sangat baik. Kematian sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma (Gambar 3) dan tidak terjadi perubahan ultrastruktural pada membran sel sebelum pecah. Terdapat sejumlah perubahan yang mendahului kematian sel seperti perubahan morfologi awal yakni berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma, dan

(36)

disagregasi polisom. Perubahan akhirnya adalah pembengkakan yang progesif pada mitokondria, pembengkakan sitoplasma, disolusi organel dan nukleus, dan pecahnya membran plasma (Lu dan Kacew, 2002). 

4. Fibrosis

Fibrosis merupakan kerusakan pada sel hepatosit, yang ditandai oleh deposisi kolagen, proteoglikan, dan glikoprotein. Regenerasi merupakan proses yang bermanfaat untuk penyembuhan, namun pada proses tersebut juga mungkin sedang terjadi proses merugikan yaitu munculnya penyakit hati kronis progesif yang dikenal dengan fibrosis. Fibrosis dapat dianggap sebagai respon penyembuhan luka yang berulang pada hati. Setelah terjadi cedera hati akut, elemen seluler yang selamat dapat beregenerasi, dengan disertai respon inflamasi untuk membersihkan sisa-sisa sel yang rusak, dan remodeling matriks ekstraselular. Apabila kerusakan hati berlanjut maka regenerasi hati mungkin gagal untuk mengembalikan jaringan yang rusak dan deposisi matriks menjadi lebih luas.. Fibrosis yang meluas dapat menyebabkan perubahan bentuk hati dan mengganggu aliran darah (Burt dkk., 2012).

5. Sirosis

(37)

infeksi misalnya hepatitis, obstruksi saluran empedu, yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan pecahnya kanalikulus, dan cedera hepatosit akibat toksin (Corwin, 2007). Dalam sebagian besar kasus, tampaknya sirosis berasal dari nekrosis sel tunggal terkait dengan defiensi mekanisme perbaikan. Kondisi ini menyebabkan aktivitas fibroblastik dan pembentukan jaringan parut. Tidak kuatnya aliran darah di dalam hati juga mugkin menjadi faktor pendukung. Penyebab sirosis yang paling umum adalah paparan hepatotoksin seperti alkohol. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan mitokondria (Lu dan Kacew, 2002).

C. Hepatotoksin

Senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dikenal dengan hepatotoksin atau hepatotoksikan. Hepatotoksin merupakan senyawa eksogen yang dapat berupa obat-obatan, bahan kimia industri, bahan kimia alami seperti microcystins, obat herbal, maupun suplemen makanan. Kerusakan hati dapat timbul dari senyawa utama, metabolit reaktif, atau respon imunologi yang mempengaruhi hepatosit, sel epitel empedu dan/atau pembuluh darah di hati (Singh, Bhat, dan Sharma, 2011).

Senyawa dan obat-obatan yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Hepatotoksin teramalkan

(38)

obat atau senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek. Hepatotoksin teramalkan bergantung pada dosis pemberian. Contoh hepatotoksin teramalkan adalah acetaminophen, karbon tetraklorida, fosfor, dan kloroform (Navarro dan Senior, 2006).

2. Hepatotoksin tak teramalkan

Hepatotoksin tak teramalkan merupakan obat-obatan atau senyawa yang dapat menimbulkan efek hepatotoksik tanpa adanya peringatan dan hanya terjadi pada orang tertentu, serta memiliki periode latensi yang sangat bervariasi, mulai dari beberapa hari hingga 12 bulan. Hepatotoksin tak teramalkan tidak bergantung pada dosis (Navarro dan Senior, 2006).

D. Karbon Tetraklorida

[image:38.612.102.508.226.562.2]

Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih tidak berwarna, memiliki bau yang khas dan mudah menguap. Karbon tetrakloridamemiliki berat molekul 153,8 dengan titik didih 76,72oC dan titik leleh 22,92oC. Senyawa ini sukar larut di dalam air (Gambar 4). Karbon tetrakloridamerupakan senyawa model hepatotoksin yang sering digunakan sebagai penginduksi kerusakan sel hati tikus di dalam suatu

(39)

penelitian. Karbon tetraklorida diabsorbsi dengan baik di saluran pencernaan dan pernafasan pada hewan dan manusia (WHO, 1999).

Karbon tetraklorida memiliki struktur molekul yang sangat sederhana, ketika dipejankan pada berbagai hewan uji dapat menyebabkan nekrosis hepatik sentrilobular dan perlemakan hati. Senyawa ini terdistribusi ke seluruh tubuh namun efek toksik utamanya di hati. Hati menjadi target utama karena toksisitas karbon tetraklorida bergantung pada aktivasi metabolit oleh sitokrom P4502E1 (CYP2E1). Hati memiliki sitokrom P450 dengan konsentrasi tertinggi di dalam tubuh, terutama pada bagian sentrilobular (Trimbell, 2008). Metabolisme karbon tetraklorida dimulai dari sitokrom P4502E1 (CYP2E1) yang memediasi transfer elektron ke ikatan C-Cl, membentuk radikal anion yang mengeliminasi Cl sehingga membentuk radikal triklorometil (CCl3• ) yang reaktif. Radikal triklorometil dengan oksigen membentuk radikal triklorometil peroksi (CCl3O2• ) (WHO, 1999).

(40)

dalam hati, yaitu esterifikasi untuk membentuk trigliserida, fosfolipid dan ester asam lemak lainnya, dan beta-oksidasi untuk membentuk CO2 dan badan keton. Karbon tetraklorida dapat meningkatkan sintesis asam lemak dan trigliserida dari asetat, dan juga meningkatkan kecepatan esterifikasi lipid dan sintesis kolesterol. Selain itu, karbon tetraklorida juga dapat menghambat beta-oksidasi dan menurunkan sekresi lipid seluler. Hal ini mengakibatkan ketersediaan substrat meningkat sehingga sintesis trigliserida juga meningkat, karena produksi trigliserida semakin meningkat dan hati tidak dapat untuk mengeluarkan trigliserida ke sirkulasi darah menyebabkan trigliserida terakumulasi di dalam hepatosit (Weber, Boll, dan Stampfl, 2003).

Radikal triklorometil peroksi (CCl3O2• ) juga dapat berikatan dengan lipid mikrosomal dan protein secara kovalen dan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol menghasilkan fosgen dan klorin elektrofilik yang akan memberikan efek toksik (Gambar 5). Adapun mekanisme lainnya adalah lipid peroksidasi yang menghasilkan senyawa-senyawa yang akan menghambat sintesis protein. Beberapa efek dari peroksidasi lipid antara lain terpengaruhinya integritas struktur lipid pada membran yang menyebabkan kerusakan beberapa struktur, kerusakan membran lisosom hingga pecah dan hilangnya isi organela

(41)

kadar enzim AST, ALT, ALP, dan bilirubin total, sebaliknya kadar albumin dalam serum akan menurun (Panjaitan dkk., 2007).

E. Alkaline Phospatase

[image:41.612.104.509.179.533.2]

Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan hepatoseluler salah satunya adalah dengan tes enzim serum. Tes-tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati, membedakan berbagai jenis gangguan hati, dan

(42)

memperkirakan luas kerusakan hati yang diketahui. Hati mengandung ribuan enzim, sebagian diantaranya terdapat di dalam serum darah. Enzim yang sering digunakan sebagai indikator kerusakan hati selain aspartate aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) adalah Alkaline phosphatase (ALP).

ALP merupakan kelompok enzim yang menghidrolisis fosfat ester pada pH basa, dapat ditemukan selain di dalam hati juga di dalam tulang, ginjal, usus, dan plasenta pada masa kehamilan. ALP yang terdapat di dalam hati, tulang, dan usus dianggap berasal dari gen yang sama, berbeda dengan ALP yang terdapat di dalam usus dan plasenta. Di dalam hati ALP secara histokimia ditemukan dalam mikrovili kanalikuli empedu dan pada permukaan sinusoidal hepatosit (Thapa dan Walia, 2007).

(43)

sedangkan peningkatan 10 kali dari nilai normal menunjukkan adanya obstruksi biliaris (Lawrence dan Amadeon, 1996). Aktivitas ALP yang meningkat 2 kali dari nilai normal menunjukkan bahwa telah terjadi NAFLD (Bayard, Holt, dan Boroughs, 2006).

F. Macaranga tanarius L. 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophytina

Kelas : Magnoliopsida

Superordo : Rosanae

Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga Thouars

Spesies : Macaranga tanarius L.

(Integrated Taxonomic Information System, 2015).

(44)

2. Nama lain

a. Indonesia : Tutup ancur, Hanuwa, Mara, Mapu b. Malaysia : Kalo, Kundoh, Mahang puteh, Tampu c. Filipina : Kuyunon, Himindang, Binunga d. Inggris : Hairy mahang

e. Thailand : Hu chang lek, Mek, Pang, Lo khao

(Orwa, Mutua, Kindt, dan Jamnadass, 2009). 3. Morfologi

[image:44.612.101.509.96.560.2]

Macaranga tanarius L. merupakan tanaman dengan ukuran pohon kecil sampai sedang, tinggi pohon dapat mencapai 20-25 meter, memiliki dahan agak besar. Daun berwarna hijau, berseling, agak membundar, dengan spatula besar yang luruh (Gambar 6). Kulit tangkai daun jika dikupas atau dipotong dapat mengeluarkan cairan berwarna coklat bening dan lekat. Perbungaan bermalai di

(45)

ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus dua dan terdapat kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat dan menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Wardiyono, 2015).

4. Kandungan

[image:45.612.102.506.174.678.2]

Pada penelitian Matsunami dkk. (2006) ditemukan kandungan megastigmane glucoside pada ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. yaitu macarangioside A, macarangioside B, macarangioside C, dan macarangioside D, serta senyawa lainnya yaitu mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin, dan isoquercitrin (Gambar 7).

(46)

Pada tahun 2009, Matsunami dkk. menemukan tiga kandungan glukosida baru yaitu (+)-Pionoresinol 4-0-[6”-0-gallolyl]-β -D-glocopyranoside, Macarangioside E, dan Macaragioside F. Senyawa-senyawa hasil kedua penelitian ini menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap 2,2-diphenyl-picrylhydrazyl (DPPH).

[image:46.612.105.508.218.643.2]

Kawakami dkk. (2008), menemukan tujuh senyawa prenylflavonone pada fraksi etil asetat ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. yaitu macaflavonone A-G, tanariflavone B, dan bersama dengan senyawa lainnya yaitu nymphaeol C, serta senyawa diterpen yaitu kolavenol. Kumazawa, Murase, Momose, dan Fukomoto (2014) melaporkan bahwa terdapat kandungan prenyflavonoids pada daun Macaranga tanarius L. dan terbukti memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap 2,2-diphenyl-picrylhydrazyl (DPPH).

Gambar 8. Isolasi senyawa ellagitannins dari fraksi EtOAc daun Macaranga tanarius L. : mallotinic acid (1) corilagin (2) macatannin A (3) chebulagic acid

(47)

Pada penelitian Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) ditemukan lima senyawa ellagitannins (Gambar 8) pada fraksi etil asetat (EtOAc) ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B.

5. Khasiat dan kegunaan

Pengobatan tradisional Malaysia dan Thailand menggunakan dekok akar tanaman Macaranga tanarius L. sebagai obat antipiretik dan antitusif. Akar kering Macaranga tanarius L. sebagai agen emetik, sedangkan daun segar Macaranga tanarius L. digunakan untuk menutupi luka untuk mencegah peradangan. Di China tanaman Macaranga tanarius L. secara komersial ditanam dan dipanen untuk memproduksi minuman kesehatan, dan ekstraknya ditambahkan ke dalam pasta gigi, serta daun kering dari Macaranga tanarius L. dimanfaatkan sebagai teh herbal. Tunas muda Macaranga tanarius L. dijadikan sebagai sumber sayuran di Thailand, Filipina, Indonesia dan juga Afrika tengah (Lim, Lim dan Yule, 2009).

6. Penyebaran

(48)

G. Metode Penyarian

Terdapat beberapa metode penyarian, yaitu maserasi, perkolasi, infudasi, ekstraksi berkesinambungan yang meliputi ekstraksi dengan soklet, large-scale extraction, dan supercritical fluid extraction (SFE) (Shah dan Seth, 2010). Maserasi merupakan metode penyarian yang sangat sederhana, prinsip metode maserasi adalah perendaman sampel. Serbuk simplisia direndam dalam cairan penyari selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan penyari (pelarut) akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif yang terkandung di dalam sel akan terekstrak keluar karena adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan luar sel. Peristiwa tersebut akan terus berlangsung hingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan luar sel. Metode maserasi memiliki keuntungan dibanding dengan metode lain, keuntungan metode maserasi yaitu tidak memerlukan alat khusus dan tidak memerlukan pemanasan (Chasani, Fitriaji, dan Purwati,2013).

(49)

beberapa jumlah kecil fraksi. Pemisahan yang dilakukan didasarkan pada kelarutan tiap fraksi (Adijuwana dan Nur, 1989).

H. Landasan Teori

(50)

empedu dan pada permukaan sinusoidal hepatosit. Aktivitas ALP yang meningkat sebesar 2 kali dari nilai normal menunjukkan bahwa telah terjadi NAFLD (WHO, 1999; Gaw dkk., 2013; Zimmerman, 1999; Thapa dan Walia, 2007; Bayard dkk., 2006).

Macaranga tanarius L. merupakan tanaman dengan ukuran pohon kecil sampai sedang dan memiliki daun berwarna hijau, berseling, agak membundar, dengan spatula besar yang luruh (Wardiyono, 2015). Pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari memiliki efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida (Windrawati, 2013). Sehingga dari penelitian ini dilakukan penelitian lanjutan yang meneliti FHEMM jangka waktu 6 hari pada tikus galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(51)

I. Hipotesis

(52)

31 

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar ALP pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah nilai aktivitas ALP setelah pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

(53)

melalui rute intraperitoneal (IP), dan pemberian FHEMM melalui rute per oral (PO) dengan frekuensi pemberian satu kali sehari, selama enam hari berturut-turut dan waktu pemberian yang sama; bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis tikus betina galur Wistar yang digunakan.

3. Definisi operasional

a. Fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. Fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. adalah fraksi kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

serbuk kering daun Macaranga tanarius L. dengan pelarut metanol-air secara maserasi sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian difraksinasi secara maserasi dengan pelarut heksan-etanol sehingga diperoleh fraksi kental.

b. Penurunan aktivitas ALP

(54)

c. Jangka panjang 6 hari

Jangka panjang 6 hari adalah pemberian FHEMM dengan frekuensi satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 gram dan umur 2-3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Pengumpulan bahan uji dikerjakan oleh kelompok yang diketuai oleh Penina Kurnia Uly, dan proses determinasi tanaman dilakukan di bagian Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(55)

c. Pelarut FHEMM dan kontrol negatif yang digunakan adalah

Natrium-Carboxymethyl Cellulosa 1% (CMC-Na 1%) yang diperoleh dari

Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Pelarut untuk ekstraksi serbuk daun Macaranga tanarius L. yang digunakan adalah metanol dan aquadest yang diperoleh dari CV. General Labora Yogyakarta.

e. Pelarut untuk fraksinasi ekstrak kental daun Macaranga tanarius L. yang digunakan adalah heksan dan etanol yang diperoleh dari CV. General Labora Yogyakarta.

f. Reagen AST/GOT Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

g. Reagen ASL/GPT Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

h. Reagen ALP Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan FHEMM

Alat-alat yang digunakan adalah orbital shaker Optima®, timbangan

analitik Mettler Toledo®, oven Memmert®, blender Miyako®, rotary vacuum

evaporator IKAVAC®, penangas air, Electric Sieve Shaker Indotest Multi

(56)

berupa gelas beker, labu erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, labu alas bulat dan cawan porselen.

2. Alat perlakuan hewan uji

Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik Mettler Toledo®, spuit injeksi PO dan syringe 3 cc Terumo®, spuit injeksi intraperitoneal dan

syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas

beker, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, dan pipet ukur.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L.

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan secara makroskopis tanaman Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari Paingan, Maguwoharjo, Sleman dengan literatur. Determinasi dilakukan di bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Pengumpulan bahan uji dikerjakan oleh kelompok yang diketuai oleh Penina Kurnia Uly.

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.

(57)

debu. Daun Macaranga tanarius L. yang lebar dirajang hingga menjadi ukuran yang lebih kecil untuk mempercepat proses pengeringan. Daun Macaranga

tanarius L. diangin-anginkan, kemudian dikeringkan menggunakan oven

dengan suhu 29oC selama lebih kurang 3 hari. Daun Macaranga tanarius L. yang kering disortasi kering untuk memisahkan bagian dan bahan lain yang tidak diinginkan, kemudian dilakukan penyerbukan dengan menggunakan

blender Miyako®. Serbuk diayak menggunakan Electric Sieve Shaker Indotest

Multi Lab® dengan ayakan nomor mesh 50 sehingga didapatkan serbuk daun

Macaranga tanarius L. yang halus dengan ukuran partikel lebih kecil dari 300

µm. Ukuran partikel serbuk yang terlalu kecil dikhawatirkan dapat mengkontaminasi filtrat karena serbuk tersebut dapat menembus filter, sehingga menyebabkan filtrat menjadi tidak murni.

4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.

(58)

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dibuat dengan cara mengekstraksi serbuk kering daun Macaranga tanarius L. seberat 40,0 gram yang dilarutkan dalam 200 ml pelarut metanol 50% dimaserasi pada suhu kamar selama 24 jam menggunakan orbital shaker Optima® dengan putaran 140 rpm. Dilakukan remaserasi sebanyak 2 kali dengan menggunakan volume pelarut metanol 50% yang sama. Rendaman serbuk disaring menggunakan corong

buchner untuk memisahkan filtrat dari residunya. Filtrat yang diperoleh

diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan suhu 80oC. Ekstrak pekat yang diperoleh diuapkan di oven Memmert® dengan suhu 50oC selama 2-3 hari hingga menjadi ekstrak kental atau hingga memiliki bobot yang tetap yaitu perbedaan antara dua penimbangan dengan selang waktu 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

6. Pembuatan FHEMM

(59)

hingga memiliki bobot yang tetap yaitu perbedaan antara dua penimbangan dengan selang waktu 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

7. Pembuatan karbon tetraklorida dalam olive oil konsentrasi 50%

Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), larutan karbon tetraklorida dibuat dengan konsentrasi 50% sehingga perbandingan volume karbon tetrakloridadengan olive oil adalah 1:1. Hepatotoksin berupa karbon tetraklorida dilarutkan didalam olive oil Bertoli® dengan volume yang sama.

8. Pembuatan larutan CMC-Na 1%

Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5,0 gram serbuk CMC-Na, kemudian dilarutkan menggunakan

aquadest 400,0 mL dan didiamkan selama 24 jam hingga CMC-Na

mengembang. Larutan tersebut kemudian diadd dengan aquadest hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.

9. Pembuatan suspensi FHEMM dalam CMC-Na 1 %

Suspensi FHEMM dibuat dengan konsentrasi 2,4 %. Sebanyak 0,6 gram FHEMM ditimbang secara seksama kemudian dilarutkan dengan larutan CMC-Na 1% hingga terlarut seluruhnya. Suspensi FHEMM dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, dan diadd dengan larutan CMC-Na 1% hingga batas tanda, kemudian suspensi FHEMM digojog hingga homogen.

10. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

(60)

penelitian tersebut dijelaskan bahwa karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mL/kgBB dapat menginduksi kerusakan hati pada tikus galur Wistar. Dosis tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas AST dan ALT, tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus galur Wistar.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah dilakukan melalui orientasi. Orientasi dilakukan pada tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu jam ke-0 sebelum pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida 50%, jam ke-24 dan ke-48 setelah pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Setiap kelompok perlakuan waktu terdiri dari masing-masing tiga ekor tikus. Pencuplikan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata tikus dan kemudian diukur aktivias AST dan ALT. Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), peningkatan aktivitas AST dan ALT pada tikus terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive

oil 1:1 dengan dosis 2 mL/kgBB mencapai peningkatan maksimal pada jam

ke-24 setelah induksi, dan pada jam ke-48 perlahan menurun. 11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Hewan uji tikus betina galur Wistar dibagi acak menjadi 6 kelompok, masing-masing 5 ekor. Pengelompokan tersebut sebagai berikut :

(61)

jam ke-24 setelah pemberian larutan karbon tetraklorida, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

b. Kelompok II (Kelompok kontrol negatif CMC-Na 1%). Hewan uji diberikan larutan CMC-Na 1% secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setelah pemberian larutan CMC-Na 1%, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

c. Kelompok III (Kelompok kontrol dosis 137,14 mg/kgBB FHEMM). Hewan uji diberikan suspensi FHEMM secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setelah pemberian suspensi FHEMM, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

d. Kelompok IV ( Kelompok dosis 34,28 mg/kgBB FHEMM). Hewan uji diberikan suspensi FHEMM secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setalah pemberian suspensi FHEMM, hewan uji diberikan larutan karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Setelah 24 jam, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

e. Kelompok V (Kelompok dosis 68,57 mg/kgBB FHEMM). Hewan uji diberikan suspensi FHEMM secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setalah pemberian suspensi FHEMM, hewan uji diberikan larutan karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Setelah 24 jam, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

(62)

larutan karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Setelah 24 jam, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

12. Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum pada orientasi

Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum pada orientasi dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

13. Pengukuran aktivitas ALP serum pada penelitian

Pengukuran aktivitas ALP serum pada penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

F. Tata Cara Analisis Hasil 1. Uji Pendahuluan

Data aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data aktivitas serum ALT dan AST jam ke-0, 24, dan 48. Jika didapatkan hasil data terdistribusi normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One-Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan uji

(63)

2. Perlakuan FHEMM

Data aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan hasil data terdistribusi normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah

(One-Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan

masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal

Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALP antar kelompok. Setelah itu

dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan tiap kelompok.

Persen efek penghambatan aktivitas serum ALP yaitu nilai kemampuan FHEMM dalam mencegah peningkatan aktivitas serum ALP. Rumus yang digunakan untuk menghitung persen efek penghambatan aktivitas serum ALP adalah sebagai berikut :

%

(64)

43  BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji FHEMM sebagai agen hepatoprotektor pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dan untuk mengetahui pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar serum ALP pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida serta mengetahui kekerabatan antara dosis FHEMM dengan penurunan aktivitas serum ALP. Efek dari FHEMM dapat dilihat dari daya hambatnya terhadap kenaikan aktivitas serum ALP pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida. Aktivitas serum ALP digunakan sebagai tolak ukur kuantitatif pada penelitian ini untuk melihat seberapa besar efek yang dihasilkan.

A. Penyiapan Bahan 1. Hasil determinasi tanaman Macaranga tanarius L.

Tujuan dilakukan determinasi terhadap tanaman Macaranga tanarius L. pada penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa serbuk daun Macaranga

tanarius L. yang digunakan sebagai bahan uji benar berasal dari tanaman

Macaranga tanarius L., sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan

(65)

Hasil dari determinasi terhadap bagian-bagian tanaman tersebut membuktikan bahwa tanaman tersebut benar tanaman Macaranga tanarius L.

2. Hasil penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.

Tujuan dilakukan penetapan kadar air terhadap serbuk daun Macaranga

tanarius L. pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui kandungan air dalam

serbuk daun Macaranga tanarius L., sehingga diketahui apakah serbuk yang digunakan memenuhi syarat yang baik atau tidak. Syarat serbuk yang baik yaitu yang memiliki kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Pada penelitian ini penetepan kadar air serbuk daun

Macaranga tanarius L. dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan alat

moisture balance. Uji dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Instrumental

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Serbuk daun

Macaranga tanarius L. ditimbang sebanyak 5,0 g dan dipanaskan pada suhu

105oC selama 15 menit. Digunakan suhu 105oC dimaksudkan agar kandungan air di dalam serbuk menguap. Pengujian ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Setelah serbuk dipanaskan di dalam alat moisture balance, dilakukan perhitungan terhadap kadar air dengan teliti. Hasil perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. adalah sebesar 8,76%. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk daun Macaranga tanarius L. yang digunakan pada penelitian ini telah memenuhi syarat serbuk yang baik.

3. Hasil pembuatan FHEMM

(66)

dengan pelarut campuran 100 mL metanol dan 100 mL aquadest di dalam erlenmeyer 250 mL. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitiaan ini adalah maserasi yang merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana. Proses maserasi dilakukan secara berulang sebanyak 3 kali. Tujuannya yaitu agar senyawa metabolit sekunder yang didapatkan lebih banyak, karena pada proses maserasi senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam sel akan terekstrak keluar karena adanya perbedaan konsentrasi senyawa metabolit sekunder di dalam dan luar sel, peristiwa ini akan terus berlangsung hingga terjadi kesetimbangan konsentrasi. Oleh karena itu, dilakukan maserasi berulang agar terjadi perbedaan konsentrasi pada perendaman yang kedua dan ketiga, sehingga senyawa metabolit sekunder yang tersisa di serbuk dapat tersari.

Serbuk daun Macaranga tanarius L. direndam dengan pelarut metanol-air selama 24 jam sambil digojog dengan kecepatan 140 rpm. Dilakukan proses pengojogan dengan tujuan untuk menambah jumlah kontak antara serbuk dan pelarut sehingga senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam serbuk dapat tersari secara maksimal. Setelah 24 jam, serbuk rendaman disaring dengan menggunakan corong buchner. Hasilnya kemudian diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 80oC agar pelarut metanol-air dapat menguap tanpa merusak senyawa-senyawa metabolit sekunder.

(67)

memiliki nilai log P yang mendekati nilai log P senyawa tanin (macatannin B,

macatannin A, dan chebulagic acid) yang berhasil diisolasi oleh

Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010). Selain itu, senyawa tanin juga memiliki karakteristik dapat larut dalam etanol (Shah dan Seth, 2012), sehingga pelarut heksan-etanol dianggap mampu untuk menyari senyawa tanin tersebut. Metode yang digunakan sama seperti proses sebelumnya yaitu secara maserasi selama 24 jam dan digojog dengan kecepatan 140 rpm.

Hasilnya diperoleh FHEMM yang kental dengan rendemen sebesar 3,51%. FHEMM disimpan pada desikator yang tertutup dan terhindar dari cahaya matahari langsung untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme maupun rusak akibat cahaya.

B. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

(68)

peningkatan aktivitas AST dan ALT, tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus galur Wistar. Pemberian secara intraperitoneal dipilih dengan harapan agar hepatotoksin akan langsung terlarut pada cairan intraperitoneal dan terabsorbsi pada pembuluh darah, sehingga tidak melewati saluran pencernaan dan rusak akibat enzim pencernaan.

2. Penetapan waktu pencuplikan darah

(69)
[image:69.612.104.511.194.553.2]

Data hasil pengujian aktivitas serum ALT pada tiap rentang waktu ditampilkan pada tabel I dan gambar 9.

Tabel I. Purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/I)

0 66,8 ± 0,8

24 184 ± 16,5

48 62,3 ± 15,6

Keterangan : SE = Standar Error

Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT menunjukkan data terdistribusi normal dan variansi data homogen, sehingga data dapat dilanjutkan dengan analisis variansi satu arah. Hasil analisis variansi satu arah aktivitas serum ALT menunjukkan perbedaan antar kelompok dengan nilai signifikansi

(70)

p = 0,001 (p<0,05). Setelah diketahui bahwa nilai signifikan maka untuk melihat kerbermaknaan perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji

Tuckey HSD. Hasil uji Tuckey HSD aktivitas serum ALT ditampilkan pada tabel

II.

Tabel II. Hasil uji Tuckey HSD aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB Selang waktu Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 BB BTB

Jam ke-24 BB BB

Jam ke-48 BTB BB

Keterangan :

[image:70.612.105.509.252.564.2]

BB = Berbeda be

Gambar

Tabel II.    Hasil uji Tuckey HSD aktivitas serum ALT pada selang waktu
Gambar 12. Daun Macaranga tanarius L. . .................................................
Gambar 1. Lobus hati (Boyer, Manns, dan Sanyal,2012)
Gambar 2. Struktur mikroskopik hati (Tortora dan Derrickson, 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Febriana dan Suaryana (2011) mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan pada perusahaan

kfu*hdhjd{ndsdFliPd!@!.

4r dqditifituirn

Terdapat beberapa permasalahan yang teridentifikasi setelah dilakukan observasi pembelajaran di SMP Negeri 4 Kota Magelang yang dirasa perlu adanya pemecahan,

AD\'IIRTISEMENT ON CUSTOMER SAVING DECISION AT BTN

[r]

[r]

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian lapangan yang bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika pembebasan tanah dalam proyek pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar dan