ABSTRAK
Salah satu teknologi yang berkembang dalam bidang informasi adalah perangkat wireless. Wireless Local Area Network (WLAN) biasanua digunakan pada lingkungan yang penggunanya selalu berpindah – pindah tempat. Untuk mengetahui perfomansi jaringan WLAN dibutuhkan perameter perfoma jaringan. Parameter tesebut antara lain kuat sinyal, coverage, throughput, jitter, dan packet loss.
Dalam tugas akhir ini, pengukuran dan perhitungan kinerja pada jaringan WLAN yang dimiliki oleh Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pengukuran kuat sinyal dan coverage dilakukan dengan cara pengamatan pada setiap
access point dan memetakan berdasarkan kategori sinyal. Pengukuran kinerja jaringan WLAN dilakukan terhadap protokol Transmision Control Protocol (TCP) dan User Datagram Protocol (UDP).
Pengujian yang dilakukan kuat sinyal dan coverage pada setiap access point
yang dimiliki Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten diharapkan dapat mengetahui seberapa besar troughput, packet loss, dan jitter sehingga penulis dapat mengetahui seberapa baik kualitas jaringan WLAN di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten serta pada pengambilan data coverage penulis dapat mengetahui seberapa luas jangkauanpada setiap access point yang dipasang di lingkungan Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro.
ABSTRACT
One technology that develops in the field of information is a device wireless. Wireless Local Area Network (WLAN) usually used on the environment always moves its place .To know perfomansi WLAN network needed perameter perfoma network .The parameters among other strong signa, coverage, througput, jitter, and packet loss.
In the line of duty this final , measurement and calculation the performance of the network WLAN owned by the hospital the common center dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. The measurement of strong signals and coverage done by means of observations on every access point and mapping based on the categories a signal. Performance measurement network wlan done to the protocol Transmision Control Protocol (TCP) and USER Datagram Protocol (UDP).
Ests carried out strong signals and coverage on every access point owned by general hospital dr. soeradji tirtonegoro klaten troughput is expected to know how large , packet loss , and that writer jitter can know how good the quality of tissue wlan home sakitumum central dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten as well as on the writer can know how data coverage on every access point of the reach of the lias mounted dilingkungan hospital dr. Soeradji Tirtonegoro the common center .
i
ANALISIS UNJUK KERJA JARINGAN WLAN
“Studi Kasus RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Program Studi Teknik Informatika
Disusun oleh :
Aldya Dwiki Heryawan 105314035
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
THE ANALYSIS OF PERFORMANCE WLAN
“CASE STUDY RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN”
A THESIS
Presented as Partial Fulfillment of The Requirements To Obtain The Sarjana Komputer Degree
In Informatics Engineering Study Program
By :
Aldya Dwiki Heryawan 105314035
INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
vii
ABSTRAK
Salah satu teknologi yang berkembang dalam bidang informasi adalah perangkat wireless. Wireless Local Area Network (WLAN) biasanua digunakan pada lingkungan yang penggunanya selalu berpindah – pindah tempat. Untuk mengetahui perfomansi jaringan WLAN dibutuhkan perameter perfoma jaringan. Parameter tesebut antara lain kuat sinyal, coverage, throughput, jitter, dan packet loss.
Dalam tugas akhir ini, pengukuran dan perhitungan kinerja pada jaringan WLAN yang dimiliki oleh Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pengukuran kuat sinyal dan coverage dilakukan dengan cara pengamatan pada setiap access point dan memetakan berdasarkan kategori sinyal. Pengukuran kinerja jaringan WLAN dilakukan terhadap protokol Transmision Control Protocol (TCP) dan User Datagram Protocol (UDP).
Pengujian yang dilakukan kuat sinyal dan coverage pada setiap access point yang dimiliki Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten diharapkan dapat mengetahui seberapa besar troughput, packet loss, dan jitter
sehingga penulis dapat mengetahui seberapa baik kualitas jaringan WLAN di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten serta pada pengambilan data coverage penulis dapat mengetahui seberapa luas jangkauanpada setiap access point yang dipasang di lingkungan Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro.
viii
ABSTRACT
One technology that develops in the field of information is a device wireless. Wireless Local Area Network (WLAN) usually used on the environment always moves its place .To know perfomansi WLAN network needed perameter perfoma network .The parameters among other strong signa, coverage, througput, jitter, and packet loss.
In the line of duty this final , measurement and calculation the performance of the network WLAN owned by the hospital the common center dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. The measurement of strong signals and coverage done by means of observations on every access point and mapping based on the categories a signal. Performance measurement network wlan done to the protocol Transmision Control Protocol (TCP) and USER Datagram Protocol (UDP).
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya penjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala rahmat dan anugerah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
“Analisis Unjuk Kerja Jaringan WLAN Studi Kasus RSUP DR. Soeradji
Tirtonegoro Klaten” ini dengan baik. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis tidak lepas dari bantuan sejumlah pihak, oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu menuntun setiap langkah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
3. Ibu Ridowati Gunawan, S.Kom., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika.
4. Bapak B. Herry Soeharto, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing skripsi atas saran, waktu dan motivasi yang telah diberikan.
5. Bapak Bambang Soelistijanto, Ph.D dan Bapak Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T., selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan.
x
7. Keluarga besar Suratman dan Sudarna yang telah memberikan dorongan, semangat, motivasi, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Staf SIRS RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro yang yang telah membantu penulis dalam penelitian dan mengumpulkan data.
9. Kekasih tercinta, Wida Pramudhita yang setia menemani, berbagi keceriaan, selalu memberikan semangat dan motivasi serta doa dalam penyelesaian skripsi.
10.Teman – teman seperjuangan skripsi Aan, Yohan, Adit, Very, Gilang, Ian, dan seluruh angkatan 2010 peminatan jaringan, yang selalu bersama – sama mengerjakan skripsi hingga akhir.
11.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaiakan tugas akhir ini.
Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat mengispirasi semua pihak sehingga di masa mendatang skripsi ini dapat dikembangkan lebih lanjut dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Yogyakarta, 7 April 2015 Penulis
xi
MOTTO
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
MOTTO ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR TABEL ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Rumusan masalah... 3
1.3. Tujuan penelitian ... 3
1.4. Batasan masalah ... 4
1.5. Metodologi penelitian ... 4
1.6. Sistematika penulisan ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
2.1. Jaringan Wireless LAN ... 6
2.2. Standar 802.11 a/b/g/n ... 7
2.3. Model Jaringan WLAN ... 10
xiii
2.3.2. Infrastructure Mode ... 11
2.4. Teknologi WLAN ... 12
2.5. Arsitek WLAN ... 15
2.6. MODEL TCP/IP ... 16
2.6.1. TCP ... 17
2.6.2. UDP (User Datagram Protocol) ... 19
2.6.3. IP (InternetProtocol)... 22
2.7. Membangun Wireless HotSpot ... 23
2.7.1. Hotspot Environment ... 23
2.7.2. Site Coverage ... 25
2.7.3. Memilih Perangkat ... 27
2.7.4. Otentifikasi ... 30
2.7.4.1. Open System Authentication ... 30
2.7.4.2. Shared Key Authentication ( WEP ) ... 31
2.7.4.3. WPA Pre-Shared key ( WPA Personal ) ... 32
2.7.4.4. WPA2 Pre-Shared Key ( WPA2 Personal ) ... 33
2.7.4.5. WPA Enterprise / RADIUS ( 802.1X / EAP ) ... 34
2.8. Antenna WiFi ... 35
2.8.1. Voltage Standing Wave Ratio(VSWR) ... 36
2.8.2. Gain ... 37
2.8.3. Polarisasi ... 39
2.8.4. Beamwidth ... 42
2.8.5. Tipe Antena ... 44
2.9. Signal Strength ... 48
2.10. Satuan Kekuatan Sinyal ... 49
2.10.1. dB (Decibel) ... 49
2.10.2. dBm (dB milliWatt) ... 49
2.10.3. dBi (dB isotropic) ... 52
2.10.4. Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) ... 52
2.11. Parameter Performa Jaringan ... 53
xiv
2.11.2. Jitter ... 55
2.11.3. Packet loss ... 56
2.11.4. Delay ... 57
2.11.5. Packet Drop ... 57
2.11.6. Reliability ... 58
2.11.7. Bandwith ... 58
2.12. Alat Pengukuran ... 59
2.12.1. Iperf ... 59
2.12.2. Vistumbler ... 60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 62
3.1. Langkah-langkah Penelitian ... 62
3.2. Rencana Pengujian ... 63
3.2.1. Pengujian Kuat Sinyal dan Coverage ... 66
3.2.2. Pengujian Peforma Access Point ... 67
3.2.3. Pengujian Jaringan WLAN ... 68
3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data ... 69
3.3.1. Throughput ... 69
3.3.2. Packet Loss ... 69
3.3.3. Jitter ... 70
BAB IV DATA DAN ANALISIS KINERJA JARINGAN ... 71
4.1. Topologi Jaringan... 71
4.1.1. Topologi Jaringan Fisik ... 71
4.1.2. Pemetaan Wifi ... 73
4.1.3. Topologi Jaringan logik ... 74
4.2. Data Penelitian ... 75
4.2.1. Data Kondisi Sepi ... 75
4.2.2. Data Kondisi Normal ... 76
4.2.3. Data Kondisi Sibuk ... 76
xv
4.3.1. Kuat Sinyal, Coverage dan Channel Overlapping Access Point
DIREKSI RSST. ... 77
4.3.2. Kuat Sinyal ,Coverage dan Channel Overlapping Access Point ISIRS RSST ... 79
4.3.3. Kuat Sinyal, Coverage dan Channel Overlapping Access Point Akutansi RSST. ... 80
4.3.4. Kuat Sinyal, Coverage dan Channel Overlapping Access Point STOCK AREA RSST. ... 82
4.3.5. Kuat Sinyal, Coverage Access dan Channel Overlapping Point VIVA RSST ... 84
4.3.6. Kondisi Kuat Sinyal, Coverage dan Channel Overlapping Access Point Direksi RSST, VIVA RSST, Stock Area RSST, dan Akutansi RSST. ... 85
4.4. Analisis Performa Jaringan dengan TCP dan UDP... 87
4.4.1. Pengujian access point ... 88
4.4.1.1. Kondisi access point DIREKSI RSST ... 89
4.4.1.2. Kondisi access point ISIRS RSST ... 95
4.4.1.3. Kondisi access point Akutansi RSST ... 102
4.4.1.4. Kondisi access point STOCK AREA RSST ... 108
4.4.1.5. Kondisi access point VIVA RSST ... 114
4.4.2. Pengujian WLAN ... 120
4.4.2.1. Kondisi WLAN DIREKSI RSST ... 121
4.4.2.2. Kondisi WLAN ISIRS RSST ... 128
4.4.2.3. Kondisi WLAN Akutansi RSST ... 134
4.4.2.4. Kondisi WLAN STOCK AREA RSST ... 141
4.4.2.5. Kondisi WLAN VIVA RSST... 148
4.5. Analisis Keseluruhan terhadap Kualitas Sinyal pada Kondisi Sepi, Normal, dan Sibuk ... 154
4.6. Analisis Kualitas Jaringan WLAN RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten terhadap Hotspot Enviroment ... 156
xvi
4.6.2. Jumlah Pengguna ... 156
4.6.3. Model Penggunaan ... 157
4.6.4. Tata letak penempatan Access Point ... 157
4.6.5. Otentifikasi ... 157
4.6.6. Tipe Antena ... 158
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 159
5.1. Kesimpulan ... 159
5.2. Saran ... 161
DAFTAR PUSTAKA ... 162
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pembagian channel ... 10
Gambar 2.2. Model Jaringan Ad-hoc ... 11
Gambar 2.3. Model jaringan infrastructure ... 12
Gambar 2.4. Arsitektur IEEE 802.11 berdasarkan model OSI. ... 15
Gambar 2.5. Proses Pembuatan koneksi TCP ... 18
Gambar.2.6 Cell Layout for Three Channels ... 26
Gambar2.7. Polarisasi Antenna ... 39
Gambar 2.8. Polarisasi Vertikal ... 40
Gambar 2.9. Polarisasi Horisontal ... 41
Gambar 2.10. Polarisasi Circular ... 41
Gambar 2.12. Beamwidth Antenna ... 43
Gambar 2.13. Antenna Omnidirectional ... 44
Gambar 2.14. Pola radiasi antenna omni ... 44
Gambar 2.15. Antenna Grid ... 45
Gambar 2.16. Pola radiasi antenna grid ... 45
Gambar 2.17. Antenna Parabolic ... 46
Gambar 2.18. Pola radiasi antenna parabolic ... 46
Gambar 2.19. Antena Sectoral ... 47
Gambar 2.20. Pola Radiasi Antenna Sectoral ... 48
Gambar 2.20. Hasil Output TCP ... 59
Gambar 2.21. Hasil Output UDP ... 60
Gambar 2.22. Screenshot Vistumbler ... 61
xviii
Gambar 3.2 Rencana pengujian kualitas access point. ... 67
Gambar 3.3. Rencana pengujian kualitas jaringan WLAN ... 68
Gambar 4.1. Topologi jaringan Rumah Sakit dr. Soeradji Tirtonegoro... 71
Gambar 4.2. Denah lokasi penempatan access point Rumah Sakit dr. Soeradji Tirtonegoro ... 74
Gambar 4.3. mapping kuat sinyal dan coverage access point DIREKSI RSST ... 78
Gambar 4.4. channel overlapping dari access point DIREKSI RSST ... 78
Gambar 4.5. mapping kuat sinyal dan coverage access point ISIRS RSST ... 79
Gambar 4.6. channel overlapping dari access point ISIRS RSST ... 80
Gambar 4.7. mapping kuat sinyal dan coverage access point Akutansi RSST ... 81
Gambar 4.8. channel overlapping dari access point Akutansi RSST ... 81
Gambar 4.9. mapping kuat sinyal dan coverage access point STOCK AREA RSST. ... 83
Gambar 4.10. channel overlapping dari access point STOCK AREA RSST. ... 83
Gambar 4.11. mapping kuat sinyal dan coverage access point VIVA RSST ... 85
Gambar 4.12. channel overlapping dari access point VIVA RSST ... 85
Gambar 4.13. Mapping kuat sinyal dan coverage Access Point Direksi RSST, VIVA RSST, Stock Area RSST, dan Akutansi RSST. ... 87
Gambar 4.14 Grafik rata-rata throughput access point DIREKSI RSST ... 91
Gambar 4.15 Grafik rata-rata packet loss access point DIREKSI RSST ... 93
Gambar 4.16 Grafik rata-rata jitter access point DIREKSI RSST ... 95
Gambar 4.17 Grafik rata-rata throughput access point ISIRS RSST ... 97
Gambar 4.18 Grafik rata-rata packet loss access point ISIRS RSST ... 99
Gambar 4.19 Grafik rata-rata jitter access point ISIRS RSST ... 101
xix
Gambar 4.21 Grafik rata-rata packet loss access point Akutansi RSST ... 106
Gambar 4.22 Grafik rata-rata jitter access point Akutansi RSST ... 108
Gambar 4.23 Grafik rata-rata throughput access point STOCK AREA RSST... 110
Gambar 4.24Grafik rata-rata packet loss access point STOCK AREA RSST ... 112
Gambar 4.25 Grafik rata-rata jitter access point STOCK AREA RSST ... 114
Gambar 4.26 Grafik rata-rata throughput access point VIVA RSST... 116
Gambar 4.27 Grafik rata-rata packet loss access point VIVA RSST ... 118
Gambar 4.28 Grafik rata-rata jitter access point VIVA RSST ... 120
Gambar 4.29 Grafik rata-rata throughput WLAN DIREKSI RSST ... 123
Gambar 4.30 Grafik rata-rata packet loss WLAN DIREKSI RSST ... 125
Gambar 4.31 Grafik rata-rata jitter WLAN DIREKSI RSST ... 128
Gambar 4.32 Grafik rata-rata throughput WLAN ISIRS RSST ... 130
Gambar 4.33 Grafik rata-rata packet loss WLAN ISIRS RSST ... 132
Gambar 4.34 Grafik rata-rata jitter WLAN ISIRS RSST ... 134
Gambar 4.35 Grafik rata-rata throughput WLAN Akutansi RSST... 136
Gambar 4.36 Grafik rata-rata packet loss WLAN Akutansi RSST ... 139
Gambar 4.37 Grafik rata-rata jitter Akutansi RSST... 141
Gambar 4.38 Grafik rata-rata throughput STOCK AREA RSST ... 143
Gambar 4.39 Grafik rata-rata packet loss STOCK AREA RSST ... 145
Gambar 4.40 Grafik rata-rata jitter STOCK AREA RSST ... 147
Gambar 4.41 Grafik rata-rata throughput VIVA RSST ... 150
Gambar 4.42 Grafik rata-rata packet loss VIVA RSST ... 152
xx
DAFTAR TABEL
xxi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Jaringan nirkabel merupakan salah satu alternatif dalam membangun sebuah jaringan komputer yang praktis. Teknologi tersebut adalah teknologi jaringan komputer nirkabel WLAN (Wireless Local Area Network). Teknologi ini adalah perkembangan dari teknologi jaringan komputer lokal (Local Area Network) yang memungkinkan efisiensi dalam implementasi dan pengembangan jaringan komputer karena dapat meningkatkan mobilitas user dan mengingat keterbatasan dari teknologi jaringan komputer menggunakan media kabel. [1]
Wireless LAN menggunakan frekuensi 2,4 Ghz yang disebut juga dengan ISM band (Industrial, Scientific, Medical) yang dialokasi oleh FCC
(Federal Communication Commision), sebuah komisi komunikasi dunia untuk keperluan industri, sains, dan badan kesehatan. Tipe untuk standarisasi
wireless LAN terbagi menjadi 802.11a,802.11b,802.11g, dan 802.11n.
Tirtonegoro Klaten ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas B Pendidikan kemudian Tahun 2007 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 273/KMK.05/2007 tanggal 21 Juni 2007 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 756/MenKes/SK/VI/2007 tanggal 26 Juni 2007 menetapkan RSST dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten sebagai Rumah Sakit Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dengan semakin berkembangnya Rumah Sakit Dr. Soeradji Tirtonegoro, maka Rumah Sakit dituntut untuk selalu bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada pengunjung. Salah satunya dengan cara menyediakan jaringan WLAN di lingkungan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
Penelitian ini akan dilakukan analisis jaringan WLAN di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Analisis WLAN berkaitan dengan seberapa baik kualitas internet dan seberapa baik kuat sinyal dan kualitas jaringan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Penulis akan menganalisis scenario yang berkaitan dengan sinyal terkait jarak antar perangkat wireless untuk mengetahui pengaruhnya terhadap parameter performa jaringan yaitu: coverage, throughput, jitter, dan packet loss, intervernsi/overlapping dan kecepatan internet. Hasil analisis diharapkan memberikan data yang dapat sebagai acuan untuk perbaikan jaringan WLANRSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. [2]
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dituliskan beberapa permasalahan yang akan dibahas pada penelitiian ini, yaitu:
1. Seberapa baik layanan kualitas WLAN RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro? 2. Seberapa baik kualitas akses internet RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
menggunakan jaringan WLAN?
1.3.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui seberapa baik layanan kualitas jaringan WLAN RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
3. Memberi rekomendasi kepada RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro guna menambah efektifitas penggunaan jaringan WLAN sehingga kualitas layanan internet dapat tercapai.
1.4.
Batasan Masalah
1. Pengambilan data difokuskan pada lingkungan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
2. Kondisi dan cuaca tidak diperhitungkan.
3. Tidak membahas algoritma routing pada jaringan WLAN. 4. Pengambilan data menggunakan aplikasi Iperf dan Vistumbler
5. Pengujian dilakukan selama enam hari pada kondisi sepi, normal, dan sibuk.
1.5.
Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur:
a.Teori Wireless LAN (WLAN) b.Teori sinyal
c.Teori parameter peforma jaringan
3. Melakukan pengukuran dan monitoring terhadap parameter kualitas layanan jaringan Wireless LAN (WLAN) yang sudah ditentukan.
4. Evaluasi
5. Kesimpulan dan solusi
1.6.
Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang teori yang berkaitan dengan judul/rumusan masalah di tugas akhir.
BAB III METODE PENGAMBILAN DATA
Bab ini menjelaskan tentang spesifikasi alat yang digunakan dan metode dalam pengambilan data.
BAB IV IMPLEMENTASI DAN ANALISA
Bab ini berisi tentang pelaksanaan pengujian dan hasil pengujian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Jaringan Wireless LAN
mobilitas, memiliki teknik frequency reuse, selular dan handover, menawarkan efisiensi dalam waktu (penginstalan) dan biaya (pemeliharaan dan penginstalan ulang di tempat lain), mengurangi pemakaian kabel dan penambahan jumlah pengguna dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
2.2.
Standar 802.11 a/b/g/n
Pada tahun 1997, sebuah lembaga independen bernama IEEE membuat spesifikasi/standar WLAN pertama yang diberi kode 802.11. Peralatan yang sesuai standar 802.11 dapat bekerja pada frekuensi 2,4 Ghz, dn kecepatan transfer data (throughput) teoritis maksimal 2Mbps. Pada bulan Juli 1999, IEEE kembali mengeluarkan spesifikasi baru bernama 802.11. Kecepatan transfer data teoritis maksimal yang dapat dicapai adalah 11 Mbps. Kecepatan transfer data sebesar ini sebanding dengan Ethernet tradisional ( IEEE 802.3 10 Mbps atau 10 Base-T). Peralatan yang menggunakan standar 802.11b juga bekerja pada frekuensi 2,4Ghz. Salah satu kekurangan peralatan wireless yang bekerja pada frekuensi ini adalah kemungkinan terjadinya interfensi dengan cordless phone, microwave oven, atau peralatan lain yang menggunakan gelombang radio pada frekuensi sama.
Namun saat ini cukup banyak pabrik hardware yang membuat peralatan yang mendukung kedua staadar tersebut.
Pada tahun 2002, IEEE membuat spesifikasi baru yang dapat menggabungkan kelebihan 802.11b dan 802.11a. Spesifikasi yang diberi kode 802.11g ini bekerja pada frekuensi 2,4 Ghz dengan kecepatan transfer data teoritis maksimal 54Mbps. Peralatan 802.11g kompatibel dengan 802.11b, sehingga dapat saling dipertukarkan. Misalkan saja sebuah komputer yang menggunakan kartu jaringan 802.11g dapat memanfaatkan access point 802.11b, dan sebliknya.
Channel yang dipakai untuk frekuensi 2,4Ghz ada 11 channel untuk Indonesia dan Amerika yaitu : [5]
802.11b/g/n menggunakan frekuensi 2,4GHz atau memiliki range mulai dari 2,4 GHz – 2,5 GHz. Frekuensi tercebut dibagi menjadi 13 channel mulai dari channel 1 yaitu 2,412GHZ sampai dengan channel 13 yaitu 2,472 GHz. Channel ke-14 sebelumnya digunakan di Jepang namun sudah tidak terpakai lagi.
Tabel 2.1. Pembagian channel menurut ITU (International
Tabel 2.2. Standart jaringan 802.11
Setiap channel memiliki lebar 22MHz, ini mengakibatkan sinyal dari sebuah channel masih akan dirasakan oleh channel lainnya yang bertetangga. Misalnya pada channel 1 masih akan terasa di channel 2,3,4, dan 5. Karena rentang frekuensi yang saling overlapping (tumpang tindih) maka penggunaan channel yang berdekatan akan mengakibatkan gangguan interference. Secara lengkap gambaran interference yang akan terjadi dapat dilihat pada gambar berikut:
802.11 Prtotokol Frek (GHz) Bandwidth (MHz) Data per rate stream (Mbit/s) Allowable MIMO streams Modulation Approximate indor range Approximate outdoor range (m) (ft) (m) (ft)
- 2,4 20 1,2 1 DSSS,
FHSS 20 66 100 330
a
5
20
6, 9, 12, 18, 24, 36, 48, 54
1 OFDM
35 115 120 390
3,7 - - 5 16
b 2,4 20 5, 5, 11 1 DSSS 38 125 140 460
g 2,4 20
6, 9, 12, 18, 24, 36, 48, 54
1 OFDM,
DSSS 38 125 140 460
n 2,4/5
20 7.2, 14.4, 21.7, 28.9, 43.3, 57.8,
65, 72.2 4 OFDM
70 230 250 820
40 15, 30, 45, 60, 90, 120, 135, 150
Gambar 2.1. Pembagian channel
Berdasarkan gambar di atas bdapat dilihat bahwa interferensi channel akan terhindar jiga menggunakan aturan +5 atau -5 dengan frekuensi yang sudah digunakan. Sebagai contoh, channel 1 tidak akan overlapping dengan channel 5 dan 11.
2.3.
Model Jaringan WLAN
Jaringan wireless dikonfigurasikan ke dalam dua jenis jaringan, yaitu mode Infrastruktur dan ad-hoc[6]. Konfigurasi infrastruktur adalah komunikasi antar masing-masing Personal Computer(PC). Komunikasi ad-hoc adalah komunikasi secara langsung antara masing-masing komputer dengan menggunakan piranti wireless. Penggunaan kedua mode tersebut tergantung dari kebutuhan untuk berbagi data atau kebutuhan lain dengan jaringan dengan menggunakan kabel.
2.3.1.
AdHoc Mode
untuk host dapat saling berinteraksi. Setiap host cukup memiliki transmitter dan receiver wireless untuk berkomunikasi secara langsung satu sama lain seperti tampak pada gambar 2.2. Kekurangan dari mode ini adalah komputer tidak bisa berkomunikasi dengan komputer pada jaringan yang menggunakan kabel. Selain itu, daerah jangkauan pada mode ini terbatas pada jarak antara kedua komputer tersebut.
Gambar 2.2. Model Jaringan Ad-hoc
2.3.2.
Infrastructure Mode
suatu daerah. Penambahan dan pengaturan letak access point dapat memperluas jangkauan dari WLAN[5].
Gambar 2.3. Model jaringan infrastructure
2.4.
Teknologi WLAN
Dalam teknologi WLAN memiliki beberapa jenis antara lain:
Teknologi Narrowband
Sebuah system radio narrowband (narrow bandwith) menyampaikan dan menerima infirmasi dari pengguna di dalam pita frekuensi radio yang spesifik dan sempit, tetapi mempunyai performa lenih baik dari pada wideband.
Teknologi Spread Spectrum
Kebanyakan system wireless LAN menggunakan teknologi spread spectrum.
Sebuah teknik radio frekuensi wideband yang dikembangkan oleh militer untuk digunakan pada system keamanan dan sebuah system komunikasi militer. Teknik
transmission power transmission power yang rendah, namun dengan frekuensi yang lebar. Dalam teknologi pread spectrum ada dua teknologi yang di pakai, yaitu :
a). Teknologi Frenquency-Hoping Spread Spectrum (FHSS)
Cara kerja dari teknik ini juga tidak berbeda jauh dari namanya. Teknik ini memodulasi sinyal data dengan sinyal pembawa
(carrier) dengan kanal freuensi yang melompat-lompat seiring dengan fungsi waktu. Dengan kata lain, setiap satu satuan waktu akan terjadi proses transfer paket data dengan dimodulasi atau dibungkus dalam suatu kanal frekuensi carrier.
b). Teknologi Direct-Sequence Spread Spectrum (DSS)
Teknik spread spectrum yang satu ini sebagai yang paling banyak dan paling umum digunakan di dunia jaringan wireless.
Perangkat WIFI yang menggunakan standar 802.11b dan 802.11n menggunakan teknik ini adalah sebuauh kode penyebaran yang disisipkan ditengah-tengah proses pengiriman. Proses pengiriman data menggunakan teknologi ini melibatkan serangkaian kode penyebran yang seiring disebut dengan itilah chipping code.
Teknologi Infrared
Teknologi ini jarang digunakan dalam WLAN komersil.
dapat dilihat di dalam spectrum elektromagnetik cahaya untuk membawa atau mengirimkan data.
Teknologi Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)
OFDM merupakan teknik transmisi menggunakan beberapa frekuensi yang salng tegak lurus. Masing-masing sub-carrier dimodulasi dengan teknik modulasi tertentu pada rasio symbol yang rendah. Teknik OFDM mendukung WLAN unutk dapat mencapai data rate 6, 9, 12, 18, 24, 36, 48, dan 54 Mbps dengan menggunakan 52 sub-carrier yang berbeda dan ditransmisikan secara parallel. Teknik iini digunkan pada standar 802.11a dan 802.11g.
Teknologi High Rate Direct Sequence Spread Spectrum (HR/DSSS)
HR/DSSS merupakan penambahan dari sistem DSSS yang bekerja pada band frekuensi 2,4 GHz unutk mendukung data rate
5,5 Mbps dan 11 Mbps. Untuk mendapatkan data rate yang lebih tinggi maka ditambahkan CCK (Complemetary Code Keying)
2.5.
Arsitek WLAN
[image:38.595.97.499.185.572.2]WLAN bekerja paa dua lapisan terbawah model OSI (Open System Intercomention).
Gambar 2.4. Arsitektur IEEE 802.11 berdasarkan model OSI.
Pada gambar 2.1 dapat dlihat bahwa WLAN menggunakan arsitektur logika physical layer dan data link layer yang dibagi menjadi dua bagian pada arsitektur WLAN yaitu LLC (Logical Link Layer) dan MAC (Medium Access Control), namun hanya MAC yang digunakan sebagai fungsi logika WLAN.
Sub layer medium access control Sub layer MAC memiliki tanggung jawab untuk akses medium, pengalamatan, pembangkitan frame, dan mengecek deretan frame untuk konfigurasi pembagian media fisik. Standar IEEE 802.11 menggunakan CSMA/CA (Carrier Sense Multiple Access/Collision Avoidance)
kanal transmisi untuk memastikan tidak ada perangkat lain yang sedang mengirimkan data, apabila kondisi tersebut dipenuhi maka perangkat tersebut akan mengirimkan data.
Physical layer berfungsi untuk menjaga transmisi data yang dilakukan pada kanal komunikasi. Layer ini merupakan interface antara media wireless dengan MAC layer.[8]
2.6.
Model TCP/IP
Arsitektur protocol Transmission Control Protocol/Internet Protocol(TCP/IP) merupakan hasil dari penelitian protocol dan pengembangan dilakukan pada jaringan percobaan packet-switched, ARPANET, yang didanai DARPA, dan secara umum ditujukan sebagai satu set protokol TCP/IP[14]. Set protocol ini terdiri atas sekumpulan besar protocol yang telah diajukan sebagai standart internet oleh Internet Architectur Board(IAB).
Model TCP/IP terdiri atas lima layer yaitu:
1. Application Layer, merupakan layer program aplikasi yang menggunakan protokol TCP/IP. Beberapa diantaranya adalah: Telnet, FTP (File Transfer Protocol), SMTP (Simple Mail transport Protocol), SNMP (Simple Network Management Protocol), HTTP (Hypertext Transfer Protocol), DHCP (Dynamic Host Configuration Protocol) dan DNS(Domian Name System) .
yaitu: TCP (Transport Control Protocol) dan UDP (User Datagram Protocol).
3. Internet Layer, berfungsi untuk menangani pergerakan paket data dalam jaringan dari komputer pengirim ke komputer tujuan. Protokol yang berada dalam fungsi ini antara lain: IP(Internet Protocol),ICMP(Internet Control Message Protocol),dan IGMP (Internet Group Management Protocol).
4. Network Layer, merupakan layer paling bawah yang bertanggung jawab mengirim dan menerima data dari dan ke media fisik.[9]
2.6.1.
TCP
(Transmision Control Protocol) TCP merupakan protokol yang berada pada layer transport dari layer TCP/IP. TCP adalah protokol yang bersifat byte stream, connection-oriented dan
reliable dalam pengiriman data. TCP menggunakan komunikasi
byte-stream, yang berarti bahwa data dinyatakan sebagai suatu urutan-urutan byte. Connecton-oriented berarti sebelum terjadi proses pertukaran data antar komputer terlebih dahulu harus dibentuk suatu hubungan. Hal ini dapat doanalogikan dengan proses pendialan nomor telepon dan akhirnya terbentuk hubungan.
dipecah-pecah dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan diberi nomor urut sebelum dikirim ke layer berikutnya. Unit data yang sudah dipecah-pecah tadi disebut segment. TCP selalu meminta konfirmasi setiap kali selesai mengirimkan data, apakah data tersebut sampai pada komputer tujuan dan tidak rusak. Jika data berhasil sampai tujuan, TCP akan mengirimkan data urutan berikutnya. Jika tidak berhasil, maka TCP akan melakukan pengiriman ulang urutan data yang hilang atau rusak tersebut. Dalam kenyataannya TCP menggunakan sebuah
acknowledgement (ACK) sebagai suatu pemberitahuan antara komputer pengirim dan penerima.
Proses pembuatan koneksi TCP disebut juga dengan
Three-way Handshake . Tujuan metode ini adalah agar dapat melakukan sinkronisasi terhadap nomor urut dan nomor
acknowledgement yang dikirimkan oleh kedua pihak dan saling bertukar ukuran TCP Window. Prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.5. Proses Pembuatan koneksi TCP
Keterangan dari gambar 2.3 adalah sebagai berikut:
Host pertama (yang ingin membuat koneksi) akan mengirimkan sebuah segmen TCP dengan flag SYN diaktifkan kepada host kedua (yang hendak diajak untuk berkomunikasi).
Host kedua akan meresponsnya dengan mengirimkan segmen dengan acknowledgment dan juga SYN kepada host
pertama.
Host pertama selanjutnya akan mulai saling bertukar data dengan host kedua. TCP menggunakan proses handshake
yang sama untuk mengakhiri koneksi yang dibuat. Hal ini menjamin dua host yang sedang terkoneksi tersebut telah menyelesaikan proses transmisi data dan semua data yang ditransmisikan telah diterima dengan baik. Itulah sebabnya, mengapa TCP disebut dengan koneksi yang reliable.
2.6.2.
UDP (User Datagram Protocol)
UDP merupakan protokol yang juga berada pada layer transport selain TCP. Protokol ini bersifat connectionless dan
menjadi tanggung jawab dari program aplikasi pada layer atasnya. Jika dibandingkan dengan TCP, UDP adalah protokol yang lebih sederhana dikarenakan proses yang ada didalamnya lebih sedikit. Dengan demikian aplikasi yang memanfaatkan UDP sebagai protokol transport dapat mengirimkan data tanpa melalui proses pembentukan koneksi terlebih dahulu. Hal ini pun terjadi pada saat mengakhiri suatu koneksi, sehingga dalam banyak hal proses yang terjadi sagatlah sederhana dibanding jika mengirimkan data melalui protokol TCP.
Protokol UDP akan melakukan fungsi
ultiplexing/demultiplexing seperti yang dilakukan protokol TCP, bila suatu program aplikasi akan memanfaatkan protokol UDP untuk mengirimkan informasi dengan menentukan nomor port
pengirim (source port) dan nomor port penerima (destination port), kemudian menambahkan sedikit fungsi koreksi kesalahan lalu meneruskan segmen yang terbentuk ke protokol layer
suatu program aplikasi akan menggunakan protokol UDP sebagai protokol transport:
Tidak ada pembentukan koneksi. Protokol UDP hanya mengirim informasi begitu saja tanpa melakukan proses awal sebelumnya.
Tidak ada pengkondisian koneksi. Protokol UDP tidak melakukan penentuan kondisi koneksi yang berupa parameter-parameter seperti buffer kirim dan terima, kontrol kemacetan, nomor urutan segmen, dan acknowledgement.
Memiliki header kecil. Protokol UDP meiliki 8 byte header dibanding 20 headerbyte pada TCP.
Tidak ada pengaturan laju pengiriman. Protokol UDP hanya menekankan kecepatan kirim pada laju program aplikasi dalam menghasilkan data, kemampuan sumber kirim (berdasarkan CPU, laju pewaktuan, dan lain-lain) dan
2.6.3.
IP (InternetProtocol)
IP merupakan protokol yang paling penting yang berada pada layer Internet TCP/IP. Semua protokol TCP/IP yang berasal dari layer atasnya mengirimkan data melalui protokol IP ini. Seluruh data harus dilewatkan, diolah oleh protokol IP dan dikirimkan sebagai datagram IP untuk sampai ke sisi penerima. Dalam melakukan pengiriman data, protokol IP ini bersifat
unreliable, connectionless dan datagram deliveryservice.
Unreliable berarti protokol IP tidak menjamin datagram yang dikirim pasti sampai ke tujuan. Protokol IP hanya melakukan cara terbaik untuk menyampaikan datagram yang dikirim ke tujuan. Jika pada perjalanan datagram tersebut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (putusnya jalur, kemacetan, atau sisi penerima yang dituju sedang mati), protokol IP hanya memberikan pemberitahuan pada sisi kirim kalau telah terjadi permasalahan pengiriman data ke tujuan melalui protokol ICMP. Connectionless berarti tidak melakukan pertukaran kontrol informasi (handshake) untuk membentuk koneksi sebelum mengirimkan data.
ketujuannya, walaupun salah satu jalur menuju tujuan mengalami masalah.
2.7.
Membangun Wireless HotSpot
2.7.1.
Hotspot Environment
A. Ukuran Fisik
Ukuran fisik lokasi adalah faktor kunci pertama untuk dipertimbangkan. Hal ini merupakan salah satu unsur ( bersama dengan kepadatan pengguna) yang akan menentukan berapa banyak Access Point ( AP ) harus dipasang. Sebuah AP dapat menjangkau area melingkar sekitar 300 meter ke segala arah. Beberapa AP diharapkan dapat mencangkup untuk area yang luas.
B. Jumlah Pengguna
contoh,sebuah area dengan 5 pengguna aktif membutuhkan 500Kbps atau konektivitas internet yang lebih baik.
Jumlah pengguna di daerah tertentu dapat mempengaruhi jumlah AP yang di perlukan karena keterbatasan kemampuan dari AP. Pada area dengan banyak pengguna, seperti convention hall, mungkin diperlukan lebih banyak AP untuk menangani beban, meskipun AP tunggal dapat menyediakan cakupan untuk daerah fidik : pengguna 20-25 per AP adalah pedoman yang baik.
C. Model Penggunaan
Faktor kunci ketiga adalah jenis aplikasi pengguna yang akan berjalan saat terhubung ke HotSpot. Sebagai contoh, sebuah kedai kopi yang pengguna biasa mungkin pemilik usaha kecil dan rumah dan mahasiswa, sementara hotel mungkin akan memiliki lebih banyak kelas enterprise pelancong bisnis. Siswa akan lebih mungkin untuk menjalankan aplikasi seperti on-line chat, game internet, dan audio streaming sementara pelancong bisnis lebih mungkin untuk terhubung ke internet perusahaan untuk membaca email dan menjalankan aplikasi bisnis.
kualitas yang baik. Jumlah ini, dikalikan dengan jumlah pengguna secara simultan, menentukan bandwidth internet minimum yang diperlukan. Sebagai contoh, jika anda menentukan penggunaan di situs anda memerlukan 200Kbps bandwitdth untuk kinerja yang memadai dan anda berharap ada pengguna lebih dari 5 secara aktif menggunakan bandwidth yang ini pada satu waktu ( dari populasi yang berpotensi besar pengguna terhubung ), seorang koneksi internet 1Mbps akan diperlukan [ 10 ]. 200Kbps X 5 pengguna simultan = 1,000Kbps = 1,0 Mbps bandwidth yang dibutuhkan.
2.7.2.
Site Coverage
A. Ukuran AP cell, tata letak , dan penempatan.
Gambar.2.6 Cell Layout for Three Channels
B. AP density
Dalam lingkungan kecil seperti rumah, ukuran cell tidak menjadi perhatian utama, daerah penggunaan biasanya tercangkup dengan baik dan backhaul yang paling sering menjadi faktor pembatas , bukan throughput AP. Dalam lingkungan instalasi besar seperti hotel,bandara, dan kantor kepadatan AP mungkin perlu ditingkatkan untuk memungkinkan lebih banyak AP untuk melayani lebih banyak pengguna. Ini harus selalu dicek dua kali dalam survei situs dan implementasi. Dalam banyak kasus menurunkan output daya access point akan memungkinkan peringatan jumlah AP di daerah tertentu, memungkinkan peningkatan jumlah AP didaerah tertentu, memungkinkan untuk lebih banyak pengguna untuk dilayani dengan throughput yang lebih tinggi [ 10 ] .
2.7.3.
Memilih Perangkat
A. RF Power
Dalam banyak Access Point fitur ini tersedia. Kurang fitur ini menyebabkan masalah dalam menerapkan lingkungan multi-AP. Biasanya , sebuah AP Enterprise akan mendukung berbagai kekuatan 5-100 milliWatts
B. Antena
Access Point harus mempunyai kenoektor antenna eksternal, sehingga bisa dipasang berbagai tipe antenna agar sesuai dengan kebutuhan. Beberapa AP bahkan memiliki antena tertanam, sehingga mustahil untuk beralih ke antena model lain.
C. Power Over Ethernet ( PoE)
banyak perangkat baru yang membutuhkan supplay power lebih tinggi.
D. Long and Short Preamble Support
2.7.4.
Otentifikasi
Jenis otentikasi terikat dengan Service Set Identifier ( SSID ) yang dikonfigurasi untuk access point. Jika anda ingin melayani berbagai jenis perangkat klien dengan access point yang sama, mengkonfigurasi beberapa SSID.
Sebelum perangkat wireless client dapat berkomunikasi pada jaringan anda melalui access point, harus terotentikasi ke access point dengan menggunakan otentikasi terbuka atau shared-key authrntication. Untuk kramanan maksimum , perangkat klien juga harus otentikasi ke jaringan menggunakan MAC-address atau Extensible Authrntication Protocol ( EAP ). Kedua jenis otentikasi ini bergantung pada server otentikasi pada jaringan.
2.7.4.1.
Open System Authentication
oleh client yang mengakibatkan data tersebut akan di buang ( hilang ). Jadi walaupun client diijinkan untuk mengirim data, namun data tersebut tetap tidak akan bisa melalui jaringan AP bila WEP key antara Client dan AP ternyata tidak sama.
2.7.4.2.
Shared Key Authentication ( WEP )
Lain halnya open system authentication, Shared Key Autentication mengharuskan client untuk mengetahui lebih dahulu kode rahasia (passphare key) sebelum mengijinkan terkoneksi dengan AP. Jadi apabila client tidak mengetahui “key” tersebut
maka client tidak akan bisa terkoneksi dengan Acces Point. Pada shared key authentication, digunakan juga metode keamanan WEP.
Pada proses authenticationnya , shared key akan “meminjamkan” WEP key yang digunakan oleh level keamanan
pertanyaan yang harus dijawab berdasarkan password yang diketahui.
Prosesnya adalah client meminta ijin kepada server untuk melakukan koneksi. Server akan mengirim sebuah string yang dibuat secara acak dan mengirimkan kepada client. client akan melakukan enkripsi antara string / nilai yang diberikan oleh server dengan password yang diketahhuinya. Hasil enkripsi ini kemudian dikirimkan kembali ke server. Server akan melakukan proses deskripsi dan membandingkan hasilnya. Bila hasil dekripsi dari client menghasilkan string/nilai yang sama dengan string/nilai yang dikirimkan oleh server, berarti client mengetahui password yang benar.
2.7.4.3.
WPA Pre-Shared key ( WPA Personal )
Kelebihan WPA adalah meningkatkan enkripsi data dengan teknik Temporal Key Integrity Protocol ( TKIP ). Enkripsi yang digunakan masih sama dengan WEP yaitu RC4, karena pada dasarnya WPA ini merupakan perbaikan dari WEP dan bukan suatu level keamanan yang benar-benar baru, walaupun beberapa device ada yang sudah mendukung enkripsi AES yaitu enkripsi dengan keamanan yang paling tinggi. TKIP mengacak kata kunci menggunakan “hashing algorithm” dan menambah intefgrity
Cheeking Feature, untuk memastikan kunci belum pernah digunakan secara tidak sah.
2.7.4.4.
WPA2 Pre-Shared Key ( WPA2 Personal )
2.7.4.5.
WPA Enterprise / RADIUS ( 802.1X / EAP )
Metode keamanan dan algoritma snkripsi pada WPA Radius ini sama saja dengan WPA Pre-Shares Key, tetapi authentikasi yang digunakan berbeda. Pada WPA Enterprise ini menggunakan authentikasi yang diunakan berbeda. Pada WPA Enterprise ini menggunakan authentikasi 802.1X atau EAP ( Extensible Authentication Protocol ) . EAP merupakan protokol layer 2 yang menggantikan PAP dan CHAP. Spesifikasi yang dibuat oleh IEEE 802.1X untuk keamanan terpusat pada jaringan hotspot Wi-Fi. Tujuan standart 8021X IEEE adalah untuk menghasilkan kontrol akses autentikasi dan managemen kunci untuk wireless LANs. Spesifikasi ini secara umum sebenarnya ditujukan untuk jaringan kabel yang menentukan bahwa setiap kabel yang dihubungkan ke dalam switch harus melaui proses auntetikasi terlebih dahulu dan tidak boleh langsung memperbolehkan terhubung kedalam jaringan.
Pada spesifikasi keamanan 802.1X, ketika login ke jaringan wireless maka server yang akan meminta user name dan password dimana “network Key” yang digunakan oleh client dan AP akan
Remote Autentication Dial-In Service). Dengan adanya Radius server ini,auntentikasi akan dilakukan perclient sehingga tidak perlu lagi memasukan passphrase atau network key yang sama untuk setiap client. “ network key” disini diperoleh dan diproses
oleh server radius tersebut. Fungsi Radius server adalah menyimpan user name dan password secara terpusat yang akan melakukan autentikasi client yang hendak login kedalam jaringan.
Sehingga pada proses authentikasi clirnt menggunakan username dan password. Jadi sebelum terhubung ke wireless LAN atau Internet , pengguna harus melakukan autentikasi terlebih dahulu ke server tersebut. Proses authentikasi 802.1X / EAP ini relatif lebih aman dan tidak tersedia di WEP [10].
2.8.
Antenna WiFi
Pada sistem komunikasi radio diperlukan adanya antena sebagai pelepas energi elektromagnetik ke udara atau ruang bebas, atau sebaliknya sebagai penerima energi itu dari ruang bebas. Antena merupakan bagian yang penting dalam sistem komunikasi sehari-hari. Antena kita jumpai pada pesawat televisi, telepon genggam, radio, dan lain-lain.
transmisi yang tak berhingga panjangnya menimbulkan gelombang berjalan yang uniform sepanjang saluran itu. Jika saluran ini dihubungsingkat maka akan muncul gelombang berdiri yang disebabkan oleh interferensi gelombang datang dengan gelombang yang dipantulkan. Jika gelombang datang sama besar dengan gelombang yang dipantulkan akan dihasilkan gelombang berdiri murni. Konsentrasi - konsentrasi energi pada gelombang berdiri ini berosilasi dari energi listrik seluruhnya ke energi maknet total dua kali setiap periode gelombang itu.
2.8.1.
Voltage Standing Wave Ratio(VSWR)
VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri (standing wave) maksimum (|V|max) dengan minimum (|V|min). Pada saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang dikirimkan (V0+) dan tegangan yang
direfleksikan (V0-). Perbandingan antara tegangan yang
direfleksikan dengan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi tegangan (г), yaitu :
Γ= =
di mana ZL adalah impedansi beban ( load ) dan Z0 adalah
impedansi saluran lossless. Koefisien refleksi tegangan (г)
memiliki nilai kompleks, yang merepresentasikan besarnya magnitudo dan fasa dari refleksi. Untuk beberapa kasus yang sederhana, ketika bagian imajiner dari г adalah nol, maka :
b. : г = 0 tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan matched sempurna.
c. : г = -1 refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam rangkaian terbuka.
Rumus untuk mencari nilai VSWR adalah:
S=
Kondisi yang paling baik adalah ketika VSWR bernilai 1 (S=1) yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Namun kondisi ini pada praktiknya sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu, nilai standar VSWR yang diijinkan untuk fabrikasi antena adalah VSWR ≤2.
2.8.2.
Gain
Gain(directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan radiasisinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt,ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel.
Gain=G=k.D
Dimana:
k=efisiensi antenna, 0 ≤k ≤ 1
Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan membandingkan powernya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur dalam desibel, bisa dalam dBi ataupun dBd. Jika antena referensi adalah sebuah dipole, antena diukur dalam dBd. “d” di sini mewakili dipole, jadi gain antena
diukur relative terhadap sebuah antena dipole. Jika antena referensi adalah sebuah isotropic, jadi gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena isotropic.
Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya.Maka dapat dituliskan pada Persamaan
G=
Decibel (dB) merupakan satuan gain antena. Decibel adalah perbandingan dua hal. Decibel ditetapkan dengan dua cara, yaitu : A. Ketika mengacu pada pengukuran daya.
XdB=10log10( )
B. Ketika mengacu pada pengukuran tegangan.
2.8.3.
Polarisasi
Polarisasi antenna merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena dimana arah elemen antena terhadap permukaan bumi sebagai referensi lain. Energi yang berasal dariantena yang dipancarkan dalam bentuk sphere, dimana bagian kecil dari sphere disebut dengan wave front. Pada umumnyasemua titik pada gelombangdepan sama dengan jarak antara antena. Selanjutnya dari antenatersebut, gelombang akan membentukkurva yang kecil atau mendekati. Dengan mempertimbangkan jarak, right angle ke arah dimana gelombang tersebutdipancarkan, maka polarisasidapat digambarkan sebagaimana Gambar:
Gambar2.7. Polarisasi Antenna
1. Polarisasi Vertikal
Radiasi gelombang elektromagnetikdibangkitkan olehmedan magnetik dan gaya listrikyang selalu berada di sudutkanan. Kebanyakan gelombangelektromagnetik dalam ruang bebas dapat dikatakan berpolarisasilinier. Arah dari polarisasisearah dengan vektor listrik.Bahwa polarisasi tersebut adalah vertikal jika garis medan listrik yangdisebut dengan garis E berupa garis vertikal maka gelombang dapat dikatakan sebagai polarisasi vertikal.
Gambar 2.8. Polarisasi Vertikal
2. Polarisasi Horizontal
Gambar 2.9. Polarisasi Horisontal
3. Polarisasi Circular
Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan wireless. Dengan antena berpolarisasi circular, medan electromagnet berputar secara konstan terhadap antena.
4. Polarisasi Cross
Polarisasi cross terjadi ketika antena pemancar mempunyai polarisasi horizontal, sedangkan antena penerima mempunyai polarisasi vertikal atau sebalikanya.
Gambar 2.11. Polarisasi Cross
2.8.4.
Beamwidth
Beamwidth Adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama.[11] Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut :
B=
Dimana:
B= 3dB beamwidth(derajat)
Apabila beamwidth mengacu kepada perolehan pola radiasi, maka beamwidthdapat dirumuskan sebagai :
β = θ2-θ1
Gambar 2.11 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main lobe,nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor dua), dan lobe sisi belakang (back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth (HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi oleh titiktitik ½ daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama. First Null beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang diantara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol.
2.8.5.
Tipe Antena
A. Antena Omnidirectional
Gambar 2.13. Antenna Omnidirectional
Antenna omni mempunyai sifat umum radiasi atau pancaran sinyal 360º yang tegak lurus ke atas. Omnidirectional antena secara normal mempunyai gain sekitar 3-12 dBi. Antena ini akan melayani atau hanya memberi pancaran sinyal pada sekelilingnya atau 360 derjat, sedamgkan pada bagian atas antena tidak memiliki sinyal radiasi.
B. Antena Grid
Gambar 2.15. Antenna Grid
Antenna Grid Wifi 2,4 GHz dengan Gain 21 Db, sangat cocok digunakan untuk Antenna Wifi. Bisa digunakan untuk Point to Point, atau Point to multi point. Antena grid memiliki kekuatan sinyal hingga 24 dB, sementara antena parabolic hingga 18 dB. Menambah gain antena, namun akan membuat pola pengarahan antena menjadi lebih sempit.[12]
C. Antenna Parabolik
[image:69.595.99.525.171.596.2]Antena Parabolik Dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh dan Gain-nya bisa antara 18 sampai 28 dBi.
Gambar 2.17. Antenna Parabolic
D. Antena Sectoral
Gambar 2.19. Antena Sectoral
Antena sectoral hampir mirip dengan antenna omnidirectional. Antena ini digunakan untuk access point to serve a Pont-to-Multi-Point(P2MP). Antena sectoral mempunyai gain jauh lebih tinggi dibanding omnidirectional antena di sekitar 10-19 dBi. Yang bekerja pada jarak atau area 6-8 km. Sudut pancaran antenna ini adalah 45-180 derajat dan tingkat ketinggian pemasangannya harus diperhatikan agar tidak terdapat kerugian dalam penangkapan sinyal.
jika di pasang lebih tinggi akan menguntungkan penerimaan yang baik pada suatu sector atau wilayah pancaran yang telah di tentukan.
Gambar 2.20. Pola Radiasi Antenna Sectoral
2.9.
Signal Strength
Tabel 2.3 Kategori Kekuatan Sinyal
2.10.
Satuan Kekuatan Sinyal
2.10.1.
dB (Decibel)
Merupakan satuan perbedaan (atau Rasio) antara kekuatan daya pancar sinyal. Penamaannya juga untuk mengenang Alexander Graham Bell (makanya huruf "B" merupakan huruf besar). Satuan ini digunakan untuk menunjukkan efek dari sebuah perangkat terhadap kekuatan atau daya pancar suatu signal.
2.10.2.
dBm (dB milliWatt)
Merupakan satuan kekuatan signal atau daya pancar (Signal Strengh or Power Level). 0 dbm didefinisikan sebagai 1 mW (milliWatt) beban daya pancar, contohnya bisa dari sebuah Antenna ataupun Radio. Daya pancar yang kecil merupakan angka negatif (contoh: -90 dBm).
Category Signal Strength Colour Range Percentage
Excellent Green -57 to -10 dBm 75 – 100%
Good Green -75 to -58 dBm 40 – 74%
Fair Yellow -85 to -76 dBm 20 – 39%
Formula perhitungan dari mW ke dBM adalah sebagai berikut:
mW = 10dBm/10
milliwatt (mW) adalah satu per seribu watt (W), atau 1000 milliwatts = 1 watt. watt adalah Standar Unit International dari daya (power). 1 watt = 1 joule energi per detik.
Table Konversi dari dBm ke Watt (milli Watt).
Rumus untuk menghitung dari dBm ke mWatt : dBm = log10 (mW)*10
Rumus untuk menghitung dari mW ke dBm : mW =10^(dBm/10) Berikut Tabelnya :
dBm Watts dBm Watts dBm Watts
0 1.0mW 16 40mW 32 1.6 W
1 1.3 mW 17 50 mW 33 2.0 W
2 1.6 mW 18 63 mW 34 2.5 W
3 2.0 mW 19 79 mW 35 3.2 W
4 2.5 mW 20 100 mW 36 4.0 W
5 3.2 mW 21 126 mW 37 5.0 W
6 4 mW 22 158 mW 38 6.3W
7 5 mW 23 200 mW 39 8.0W
8 6 mW 24 250 mW 40 10W
9 8 mW 25 316 mW 41 13W
10 10 mW 26 398 mW 42 16W
12 16 mW 28 630 mW 44 25W
13 20 mW 29 800 mW 45 32W
14 25 mW 30 1.0 W 46 40W
15 32 mW 31 1.3 W 47 50W
Tabel 2.4 Konversi dB ke Watt
36 dBm 4.00 watts (batas maximum ERP yang diperbolehkan di FCC di Amerika)
23 dBm 200 miliwatts (Daya keluaran yang umum pada WLAN 915 MHz)
20 dBm 100 milliwatts (Batas maximum ERP diperbolehkan E.T.S.I. di Europe)
Daya kurang dari 0dBm:
dBm Watts dBm Watts
-1 0,79 mW -40 0,0001 mW
-5 0,32 mW -50 0,00001 mW
-10 0,1 mW -60 0,000001 mW
-20 0,01 mW -70 0,0000001 mW
-30 0,001 mW -80 0,00000001 mW
2.10.3.
dBi (dB isotropic)
Satuan ini merupakan penguatan dari sebuah antenna terhadap suatu antenna standard imaginari (isotropic antenna)
adalah teori isotropic. Teori isotropic untuk antenna tidak dapat di wujudkan tetapi berguna untuk menghitung secara teoritis coverage dan fade area. Penguatan (Gain) dari antenna (diatas 1 Ghz) biasanya menggunakan satuan dBi. Sebuah Antenna Grid 24 dBi memiliki penguatan (Gain) sebesar 24 dBi terhadap antenna standard imaginari 0 dBi (isotropic antenna).
2.10.4.
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
EIRP (Effective Isotropic Radiated Power). EIRP adalah energi efektif yang didapat pada main lobe dari antena pengirim. Menghitung EIRP adalah dengan menjumlahkan penguatan antena (dalam satuan dBi) dengan level energi (dalam satuan dBm) pada antena tersebut.
dan termasuk mendapatkan dari antena. EIRP yang seringkali dinyatakan dalam hal decibels atas referensi daya Emitter oleh Isotropic radiator setara dengan kekuatan sinyal. EIRP yang memungkinkan perbandingan antara berbagai emitters berapapun jenis, ukuran atau bentuk. Dari EIRP, dan dengan pengetahuan yang nyata dari antena mendapatkan itu, dimungkinkan untuk menghitung real bidang kuasa dan kekuatan nilai-nilai.
2.11.
Parameter Performa Jaringan
Kemampuan untuk memberikan prioritas yang berbeda untuk berbagai aplikasi, pengguna, atau aliran data, atau untuk menjamin tingkat kinerja tertentu ke aliran data berbeda-beda. Sebagai contoh, laju bit yang diperlukan, delay, jitter, probabilitas
jaringan dapat menyepakati sebuah kontrak traffic dengan software
aplikasi dn kapasitas cadangan di node jaringan, misalnya saat sesi fase pembentukan.
Beberapa alasan yang menyebabkan performa jaringan penting adalah :
Memberikan prioritas terhadap aplikasi-aplikasi yang kritis
Memaksimalkan penggunaan investasi jaringan
Meningkatkan performansi untuk aplikasi yang sensitive trehadap delay, seperti voice dan video.
Merespon perubahan aliran trafik yang ad di jaringan. Terdapat banyak hal yang bisa terjadi pada paket ketika ditrnsmisikan dari asal ke tujuan, yang mengakibatkan masalah-masaalah dilihat dari sudut pandang pengirim atau penerima, dan sering disebut dengan parameter-paraeter performa jaringan. [3]
2.11.1.
Troughput
waktu yang dibutuhkan, maka rumus untuk menentukan throughput adalah:
2.11.2.
Jitter
Jitter merupakan variasi delay antar paket yang terjadi pada jaringan IP. Besarnya nilai jitter akan sangat dipengaruhi oleh variasi beban trafik dan besarnya tumbukan antar paket (congestion) yang ada dalam jaringan IP. Semakin besar beban trafik di dalam jaringan akan menyebabkan semakin besar pula peluang terjadinya congestion dengan demikian nilai jitter-nya akan semakin besar. Semakin besar nilai jitter akan mengakibatkan nilai QoS akan semakin turun. Untuk mendapatkan nilai QoS jaringan yang baik, nilai jitter harus dijaga seminimum mungkin. Terdapat empat kategori penurunan performansi jaringan berdasarkan nilai peak jitter sesuai dengan versi TIPHON (Joesman 2008, dalam Fatoni, 2011), yaitu :
Kategori
Degresi Peak Jitter Indeks
Sangat Bagus 0 ms 4
Bagus 0 s/d 75 ms 3
Sedang 75 s/d 125 ms 2 Jelek 125 s/d 225 ms 1
2.11.3.
Packet loss
Packet loss didefinisikan sebagai kegagalan transmisi paket IP
mencapai tujuannya. Kegagalan paket tersebut mencapai tujuan, dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinkan, diantaranya yaitu:
Terjadinya overload trafik didalam jaringan,
Tabrakan (congestion) dalam jaringan,
Error yang terjadi pada media fisik,
Kegagalan yang terjadi pada sisi penerima antara lain bisa disebabkan karena overflow yang terjadi pada buffer.
Di dalam implementasi jaringan IP, nilai packet loss ini diharapkan mempunyai nilai yang minimum. Secara umum terdapat empat kategori penurunan performansi jaringan berdasarkan nilai packet loss sesuai standar THIPON, yaitu seperti tampak pada tabel berikut.
Kategori Besar Packet Loss
Sangat Bagus 0%
Bagus 1-3%
Sedang 4-15%
Jelek 16-25%
2.11.4.
Delay
Delay merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh data atau informasi untuk sampai ke tempat tujuan data atau informasi tersebut dikirim. Delay pada suatu jaringan akan menentukan langkah apa yang akan kita ambil ketika kita memenejemen suatu jaringan. Ketika Delay besar, dapat diketahui jaringan tersebut sedang sibuk atau kemungkinan yang lain adalah kapasitas jaringan tersebut yang kecil sehingga bisa melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi overload. Misalkan dengan memindahkan sebagian aliran data ke jalur lain atau memperbesar kapasitas jaringan kita. [3]
Kategori Besar Delay
Sangat Bagus <150 ms Bagus 150 s/d 300 ms Sedang 300 s/d 450 ms Jelek >450 ms
Tabel 2.8. Standarisasi nilai delay versi THIPON
2.11.5.
Packet Drop
2.11.6.
Reliability
Relibility adalah karakteristik kehandalan sebuah aliran data dalam jaringan internet. Masing-masing program aplikasi memiliki kebutuhan realibility yang berbeda. Untuk proses pengiriman data,
e-mail, dan pengaksesan internet jaringan internet harus dapat diandalkan dibandingkan dengan konferensi audio dan saluran telepon.
2.11.7.
Bandwith
2.12.
Alat Pengukuran
2.12.1.
Iperf
Iperf merupakan program yang berfungsi untuk menghasilkan paket secara otomatis. Paket yang dapat dihasilkan oleh Iperf adalah paket TCP dan UDP. Program Iperf dijalankan di ujung-ujung jaringan yang akan diukur performanya.[14]
Fitur yang didukung antara lain :
1. TCP
Pengukuran bandwith.
Mendukung TCP windows size via socket buffers.
Client dan server dapat membuat beberapa koneksi secara simultan.
Setelah menjalankankan iperf dengan mengirimkan paket TCP maka didapatkan output seperti pada gambar.
Throughput jaringan dapat dilihat pada kolom bandwidth.
2. UDP
Client dapat membuat paket UDP sesuai dengan
bandwith yang diinginkan.
Pengukuran packet loss. Pengukuran delay jitter Mendukung multicast
Client dan server dapat membuat beberapa koneksi secara simultan. [7]
Setelah menjalankan iperf dengan mengirimkan paket UDP maka didapatkan output seperti pada gambar. Pada pengukuran dengan paket UDP didapatkan data jitter dan
packet loss.
Gambar 2.21. Hasil Output UDP
2.12.2.
Vistumbler
Vistumbler merupakan salah satu software yang tidak asing lagi bagi pengguna yang berhubungan langsung dengan wireless.
grafik. Selain itu Vistumbler juga mampu memberikan tampilan informasi yang detail tentang channel yang digunakan, MAC Address dari access point, SSID, presentase sinyal, sinyal tertinggi
(High RSSI), RSSI, Authentication, Encryption, Network Type,
fungsi GPS, dan Manufacturer.
Gambar 2.22. Screenshot Vistumbler
Pada penelitian ini difokuskan pada kolom RSSI untuk mengetahui kekuatan sinyal sebuah access point yang didapat dari tempat tertentu untuk menentukan coverage access point