PENGARUH VARIASI FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN MEDIUM-CHAIN TRIGLYCERIDES OIL TERHADAP STABILITAS FISIK NANOEMULSI MINYAK BIJI DELIMA DENGAN KOMBINASI
SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN PEG 400 Stephanie
128114145
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Email korespondensi: Stphaniechn@gmail.com
Abstrack: Pomegranate seed oil has a high antioxidant activity because it
contains of punicic acid. Limitation of the use of pomegranate seed oil and it behaviors to easily decompose become the reason to develop this oil into nanoemulsion form. Nanoemulsion is a drug delivery system with mean droplet size < 100 nm. Oil phase in nanoemulsion has an important role in formulation of nanoemulsion. Oil phase in formulation of nanoemulsion can affect the physical stability of nanoemulsion. This study aimed is to investigate the effect of oil phase variation virgin coconut oil (VCO) and medium-chain triglycerides (MCT) oil on the physical stability of pomegranate seed oil nanoemulsion with combination of surfactant Tween 80 and cosurfactant PEG 400. Formulation of pomegranate seed oil nanoemulsion was done by combining low emulsification method with magnetic stirrer and high emulsification method with homogenizer and sonicator. Physical stability properties including organoleptic, pH, percent transmittance, turbidity, viscosity, and droplet size before and after freeze-thaw cycle were observed. Data were all analyzed statistically using software R 3.2.2 in 95% level of confidence. Results showed that there were significant difference in viscosity for formula A and turbidity for formula B with p-value < 0,05. This were caused by alteration in droplet size from 109,56±73,52 to 153,34±145,37 in formula A and 222,32±127,74 to 183,89±81,68 in formula B.
Key words : nanoemulsion, pomegranate seed oil, VCO, MCT oil, Tween 80, PEG 400, physical stability.
virgin coconut oil (VCO) dan medium-chain triglycerides (MCT) oil terhadap
stabilitas fisik sediaan nanoemulsi minyak biji delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400. Formulasi nanoemulsi minyak biji delima dilakukan dengan kombinasi metode emulsifikasi energi rendah dengan magnetic
stirrer dan metode emulsifikasi energi tinggi dengan homogenizer dan sonikator.
Parameter stabilitas fisik yang diamati meliputi organoleptis, pH, persen transmitan, turbiditas, viskositas, serta ukuran droplet sebelum dan sesudah melewati freeze-thaw cycle. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan
software R 3.2.2 pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan signifikan pada parameter viskositas untuk formula A dan parameter turbiditas untuk formula B dengan nilai p-value < 0,05. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan ukuran droplet dari 109,56±73,52 menjadi 153,34±145,37 pada formula A dan 222,32±127,74 menjadi 183,89±81,68 pada formula B setelah melewati freeze-thaw cycle.
Kata kunci: nanoemulsi, minyak biji delima, VCO, MCT oil, Tween 80, PEG 400,
PENGARUH VARIASI FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN MEDIUM-CHAIN TRIGLYCERIDES OIL TERHADAP STABILITAS FISIK NANOEMULSI MINYAK BIJI DELIMA DENGAN KOMBINASI
SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN PEG 400
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Stephanie
NIM : 128114145
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“For I know the plans I have for you, plans to prosper you and not to harm you, plans to give you hope and a
future.” says the Lord.
- Jeremiah 29:11
What you think, you become. What you feel, you attract. What you imagine, you create.
- Buddha
Karya ini ku persembahkan untuk malaikat yang telah melahirkanku ke dunia dan
selalu menjagaku setiap saat dari surga, kepada superhero yang selalu
menjagaku di dunia, dan kepada semua orang yang sangat kukasihi dan
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan
Bunda Maria atas kasih, berkat, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH VARIASI FASE MINYAK
VIRGIN COCONUT OIL DAN MEDIUM-CHAIN TRIGLYCERIDES OIL
TERHADAP STABILITAS FISIK NANOEMULSI MINYAK BIJI DELIMA
DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN
PEG 400” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses perkuliahan, penelitian, penyusunan dan penyelesaian
skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan doa, dukungan, semangat, saran
dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Orang tua dan saudara tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian,
motivasi, saran, dan kritik yang diberikan kepada penulis.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., dan Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt.,
selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan waktu,
bimbingan, pengarahan, saran, dan kritik kepada penulis selama proses
viii
4. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt. dan Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo,
M.Si., Apt. atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menguji dan
memberikan saran kepada penulis dalam memperbaiki naskah skripsi.
5. Segenap Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
mengajar dan membimbing penulis selama perkuliahan.
6. Pak Musrifin, Mas Agung, Pak Suparlan, serta seluruh laboran dan karyawan
lain di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak
membantu penulis selama penelitian.
7. Medaliana Hartini selaku teman seperjuangan dalam penelitian nanoemulsi
minyak biji delima atas kerja sama, bantuan, dukungan, dan kebersamaan
selama proses skripsi ini.
8. Agnesia Brillianti Kananlua, Suzan, dan Venny Claudia Hermanto selaku
teman satu tim penelitian dalam melakukan penelitian yang telah memberikan
semangat, dukungan, saran, dan kritik yang diberikan kepada penulis.
9. Melania Roswita Budisantoso dan Agatha Asih Widiningrum atas doa, tawa,
kebersamaan, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis.
10. Teman-teman FST 2012 atas kebersamaannya baik selama proses perkuliahan
maupun praktikum.
11. Semua pihak yang telah banyak membantu selama proses skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
ix
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
farmasi.
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……… vi
PRAKATA……… vii
DAFTAR ISI………. x
DAFTAR TABEL………. xiv
DAFTAR GAMBAR……… xv
DAFTAR LAMPIRAN………. xvi
INTISARI……….. xviii
ABSTRACT……… xix
BAB I. PENGANTAR………. 1
A. Latar Belakang……….. 1
1. Rumusan masalah………. 5
2. Keaslian penelitian……… 5
3. Manfaat penelitian………. 6
B. Tujuan Penelitian……….. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 8
A. Minyak Biji Delima………... 8
xi
C. Komponen Nanoemulsi………. 10
D. Sifat Fisik Nanoemulsi……….. 12
1. Uji organoleptis………. 13
2. Uji tipe nanoemulsi……….. 13
3. Uji pH……… 14
4. Uji persen transmitan………... 14
5. Uji turbiditas………. 14
6. Uji viskositas……… 15
7. Uji ukuran droplet……… 15
E. Stabilitas Fisik Nanoemulsi………... 15
F. Pemerian Bahan……… 18
1. Virgin coconut oil……… 18
2. Medium-chain triglycerides oil………... 19
3. Tween 80………... 20
4. PEG 400………. 21
5. Aquadest ………... 22
G. Landasan Teori………. 22
H. Hipotesis Penelitian……….. 24
BAB III. METODE PENELITIAN………... 25
A. Jenis Rancangan Penelitian………... 25
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………... 25
1. Variabel penelitian………. 25
xii
C. Bahan Penelitian……… 27
D. Alat Penelitian………... 28
E. Tata Cara Penelitian……….. 28
1. Formulasi nanoemulsi minyak biji delima……… 28
2. Evaluasi sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima…………... 29
3. Evaluasi stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima….…... 31
F. Analisis Data………. 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 33
A. Karakterisasi Minyak Biji Delima……… 33
B. Formulasi Nanoemulsi Minyak Biji Delima……… 33
C. Evaluasi Sifat Fisik Nanoemulsi Minyak Biji Delima……….. 34
1. Pengujian organoleptis dan pH……….. 35
2. Pengujian tipe nanoemulsi………... 36
3. Pengujian persen transmitan……….. 36
4. Pengujian turbiditas……… 37
5. Pengujian viskositas……….. 38
6. Pengujian ukuran droplet……….. 38
D. Stabilitas Fisik Nanoemulsi Minyak Biji Delima………. 39
1. Sentrifugasi ………... 39
2. Freeze-thaw cycle.………. 40
E. Diskusi ……….. 45
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 47
xiii
B. Saran ………. 47
DAFTAR PUSTAKA………... 48
LAMPIRAN ………. 53
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kandungan asam lemak dalam VCO………... 18
Tabel II. Formula acuan nanoemulsi……….. 28
Tabel III. Formula nanoemulsi minyak biji delima………. 29
Tabel IV. Hasil karakterisasi minyak biji delima………. 33
Tabel V. Data organoleptis dan pH nanoemulsi minyak biji delima….. 35
Tabel VI. Data hasil uji sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima……. 36
Tabel VII. Data pemisahan fase nanoemulsi sebelum dan sesudah sentrifugasi………... 40
Tabel VIII. Data organoleptis dan pH nanoemulsi minyak biji delima sebelum dan sesudah freeze-thaw cycle………... 40
Tabel IX. Data stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima formula A sebelum dan sesudah freeze-thaw cycle………... 41
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bentuk droplet nanoemulsi tipe M/A……….. 10
Gambar 2. Bentuk ketidakstabilan nanoemulsi………. 16
Gambar 3. Struktur medium-chain triglycerides... 19
Gambar 4. Struktur Tween 80………... 20
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) minyak biji delima…………... 54
Lampiran 2. Perhitungan nilai HLB teoritis………. 55 Lampiran 3. Perhitungan jumlah minyak biji delima dalam formula
nanoemulsi………...……… 55
Lampiran 4. Dokumentasi alat yang digunakan dalam formulasi
nanoemulsi minyak biji delima……… 55
Lampiran 5. Dokumentasi pengamatan organoleptis nanoemulsi minyak
biji delima……… 57
Lampiran 6. Data organoleptis nanoemulsi minyak biji delima………….. 60 Lampiran 7. Data persen transmitan dan turbiditas nanoemulsi minyak
biji delima……… 60
Lampiran 8. Data viskositas nanoemulsi minyak biji delima……….. 60 Lampiran 9. Data organoleptis nanoemulsi minyak biji delima sesudah
freeze-thaw cycle……….. 61 Lampiran 10. Data persen transmitan dan turbiditas nanoemulsi minyak
biji delima sesudah freeze-thaw cycle……….. 61
Lampiran 11. Data viskositas nanoemulsi minyak biji delima sesudah
freeze-thaw cycle……….. 61
Lampiran 12. Hasil pengujian ukuran droplet……… 62 Lampiran 13. Analisis statistik uji normalitas formula A dan B sebelum
xvii
Lampiran 14. Analisis statistik uji normalitas formula A dan B sesudah
freeze-thaw cycle……….. 72
Lampiran 15. Analisis statistik uji T dan Wilcoxon tidak berpasangan
antara formula A dan B……… 74
Lampiran 16. Analisis statistik uji T dan Wilcoxon berpasangan antara
formula A sebelum dan sesudah freeze-thaw dan formula B
xviii INTISARI
Minyak biji delima memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena adanya kandungan punicic acid. Keterbatasan penggunaan minyak biji delima dan sifatnya yang mudah terdekomposisi menjadi alasan pengembangan minyak ini dalam bentuk nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan sistem penghantaran obat dengan rata-rata diameter droplet berukuran < 100 nm. Fase minyak merupakan komponen penting dalam formulasi nanoemulsi. Fase minyak yang digunakan dalam formulasi nanoemulsi dapat mempengaruhi stabilitas fisik nanoemulsi yang terbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi fase minyak
virgin coconut oil (VCO) dan medium-chain triglycerides (MCT) oil terhadap
stabilitas fisik sediaan nanoemulsi minyak biji delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400.
Formulasi nanoemulsi minyak biji delima dilakukan dengan kombinasi metode emulsifikasi energi rendah dengan magnetic stirrer dan metode emulsifikasi energi tinggi dengan homogenizer dan sonikator. Parameter stabilitas fisik yang diamati meliputi organoleptis, pH, persen transmitan, turbiditas, viskositas, serta ukuran droplet sebelum dan sesudah melewati freeze-thaw cycle. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan software R 3.2.2 pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada parameter viskositas untuk formula A dan parameter turbiditas untuk formula B dengan nilai p-value < 0,05. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan ukuran
droplet dari 109,56±73,52 menjadi 153,34±145,37 pada formula A dan
222,32±127,74 menjadi 183,89±81,68 pada formula B setelah melewati
freeze-thaw cycle.
xix ABSTRACT
Pomegranate seed oil has a high antioxidant activity because it contains of punicic acid. Limitation of the use of pomegranate seed oil and it behaviors to easily decompose become the reason to develop this oil into nanoemulsion form. Nanoemulsion is a drug delivery system with mean droplet size < 100 nm. Oil phase in nanoemulsion has an important role in formulation of nanoemulsion. Oil phase in formulation of nanoemulsion can affect the physical stability of nanoemulsion. This study aimed is to investigate the effect of oil phase variation virgin coconut oil (VCO) and medium-chain triglycerides (MCT) oil on the physical stability of pomegranate seed oil nanoemulsion with combination of surfactant Tween 80 and cosurfactant PEG 400.
Formulation of pomegranate seed oil nanoemulsion was done by combining low emulsification method with magnetic stirrer and high emulsification method with homogenizer and sonicator. Physical stability properties including organoleptic, pH, percent transmittance, turbidity, viscosity, and droplet size before and after freeze-thaw cycle were observed. Data were all analyzed statistically using software R 3.2.2 in 95% level of confidence.
Results showed that there were significant difference in viscosity for formula A and turbidity for formula B with p-value < 0,05. This were caused by alteration in droplet size from 109,56±73,52 to 153,34±145,37 in formula A and 222,32±127,74 to 183,89±81,68 in formula B.
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Terdapat lebih dari 1000 spesies tumbuhan di Indonesia yang memiliki manfaat
bagi kesehatan. Salah satu bahan alam yang memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan ialah minyak biji delima atau yang lebih dikenal sebagai Pomegranate
Seed Oil (PSO) yang berasal dari biji tanaman delima (Punica granatum L.).
Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa minyak biji delima memiliki
beberapa khasiat diantaranya ialah sebagai antioksidan, antimikroba, antikanker,
serta anti-inflamasi (Mackler, Heber, and Cooper, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Melo (2012), senyawa yang
terkandung dalam minyak biji delima ialah phytosterol, tocopherol, dan punicic
acid sebagai komponen utama dalam aktivitasnya sebagai antioksidan. Minyak
biji delima berperan sebagai antioksidan dengan mekanisme radical scavenger
serta menghambat kerja enzim tyrosinase atau tyrosinase inhibitor. Efektivitas
minyak biji delima dalam menangkap radikal bebas dapat dilihat berdasarkan nilai
Inhibitor Concentration 50% (IC50). IC50 menunjukkan konsentrasi yang
dibutuhkan untuk dapat menghambat radikal bebas sebanyak 50% (Lima and
Vianello, 2013). Semakin rendah nilai IC50 maka semakin tinggi potensi
antioksidan dalam menangkal radikal bebas. Penelitian oleh Yoganandam,
Kumar, and Gopal (2013) menunjukkan nilai IC50 dari minyak biji delima sebesar
kategori antioksidan yang memiliki efek antioksidan sangat tinggi. Hal ini
menujukkan bahwa minyak biji delima berpotensi untuk diteliti manfaatnya lebih
jauh dalam bidang biomedis. Penelitian serupa mengenai minyak biji delima
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan minyak biji delima lebih besar
dibandingkan dengan ekstrak anggur merah dan hampir serupa dengan ekstrak
daun teh hijau (Jurenka, 2008).
Saat ini, penggunaan minyak biji delima cenderung terbatas dalam
bentuk minyak dalam kemasan botol. Dalam bentuk demikian, minyak biji delima
bersifat mudah menguap dan mudah terdekomposisi oleh panas, kelembaban
udara, cahaya, maupun oksigen. Oleh karena itu, pengembangan minyak biji
delima dalam bentuk sediaan nanoemulsi menjadi sangat potensial terkait
banyaknya khasiat yang dimiliki oleh minyak biji delima. Selain itu, dalam bentuk
sediaan nanoemulsi efektivitas dan bioavailabilitas dari minyak biji delima dapat
ditingkatkan (Qian and McClements, 2011).
Nanoemulsi merupakan sistem penghantaran obat yang terdiri atas fase
air dan minyak yang distabilkan oleh kombinasi antara surfaktan dan kosurfaktan
dengan rata-rata droplet berukuran < 100 nm (Fulekar, 2010). Nanoemulsi
memiliki beberapa keuntungan diantaranya dapat meningkatkan kelarutan dan
bioavailabilitas obat, memiliki sistem yang stabil secara kinetika, serta dapat
diformulasikan dengan konsentrasi surfaktan dan minyak yang rendah sehingga
dapat memberikan rasa nyaman pada kulit tanpa meninggalkan rasa lengket
Surfaktan dan kosurfaktan merupakan komponen penting dalam
formulasi nanoemulsi. Surfaktan dalam nanoemulsi berperan dalam menurunkan
tegangan antarmuka antara dua cairan yang tidak bercampur karena adanya gugus
hidrofilik pada bagian kepala dan gugus hidrofobik pada bagian ekor (Schramm,
2000). Kosurfaktan berperan dalam membantu kelarutan zat terlarut dalam
medium dispers dengan meningkatkan fleksibilitas lapisan di sekitar area droplet
dan menurunkan energi bebas permukaan sehingga stabilitas lebih dapat
dipertahankan (Azeem et al., 2009). Selain itu, dengan adanya penggunaan
kosurfaktan, konsentrasi penggunaan surfaktan dapat dikurangi sehingga dapat
mengurangi resiko iritasi yang dapat ditimbulkan (Azeem et al., 2009). Surfaktan
dan kosurfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tween 80 dan PEG
400. Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik dan bersifat non-iritatif yang
umum digunakan dalam sediaan farmasi dan kosmetik (Salanger, 2002).
Konsentrasi Tween 80 sebagai surfaktan dalam suatu sediaan berkisar antara
1-10% (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009). PEG 400 merupakan kosurfaktan yang
sering digunakan dalam sediaan farmasi karena bersifat non-iritatif (Rowe et al.,
2009). Perbandingan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan dalam pembuatan
nanoemulsi akan menghasilkan nilai hydrophile-lipophile balance (HLB)
campuran yang dapat menentukan tipe nanoemulsi yang terbentuk. Nilai HLB
yang dipersyaratkan untuk dapat membentuk sistem nanoemulsi dengan tipe
minyak dalam air (M/A) ialah diatas 10. Penelitian Soni, Prajapati, and Chaudhri
dengan kosurfaktan dengan HLB yang lebih rendah dapat membentuk nanoemulsi
yang jauh stabil.
Fase minyak yang digunakan juga dapat mempengaruhi ukuran droplet
dan stabilitas nanoemulsi yang terbentuk (Pardo and McClements, 2014). Fase
minyak dalam nanoemulsi berperan sebagai pembawa yang dapat melarutkan zat
aktif yang bersifat hidrofobik dan membentuk droplet dalam medium dispers
dengan adanya bantuan surfaktan dan kosurfaktan (Chen, Khemtong, Yang,
Chang, and Gao, 2011). Virgin coconut oil (VCO) merupakan fase minyak yang
sering digunakan dalam pembuatan nanoemulsi karena merupakan long-chain
triglyceride (LCT) oil yang memiliki kemampuan dalam mencegah terjadinya
Ostwald ripening dan dapat menghasilkan sediaan dengan ukuran droplet < 100
nm (Wooster, Golding, and Sanguansri, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh
Suciati, Aliyandi, and Satrialdi (2014) menggunakan VCO sebagai fase minyak
dengan Tween 80 dan PEG 400 sebagai surfaktan dan kosurfaktan menunjukkan
bahwa dengan komponen tersebut, dapat menghasilkan nanoemulsi dengan
ukuran droplet < 100 nm. Selain VCO, minyak lain yang juga sering digunakan
dalam pembuatan sediaan nanoemulsi ialah medium-chain triglycerides (MCT)
oil. MCT oil merupakan minyak yang diperoleh dari hasil pemurnian VCO.
Proses pemurnian ini melewati tahapan panjang dan membutuhkan biaya yang
cukup mahal. Penggunaan MCT oil sebagai fase minyak dalam formulasi
nanoemulsi pernah dilakukan oleh Silvia et al. (2009) yang menghasilkan
nanoemulsi dengan ukuran droplet 230-280 nm. Oleh karena itu, peneliti
berbeda yaitu VCO dan MCT oil terhadap stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji
delima yang terbentuk.
1. Rumusan masalah
Bagaimanakah pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil dan
medium-chain triglyceride oil terhadap stabilitas fisik sediaan nanoemulsi
minyak biji delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan
PEG 400?
2. Keaslian penelitian
Penelitian terkait minyak biji delima dan formulasi nanoemulsi yang
pernah dilakukan antara lain:
a. Penelitian dengan judul Development of Topical Nanoemulsions Containing
The Isoflavone Genistein oleh Silvia et al., (2009) yang membahas
mengenai penggunaan minyak MCT dalam formulasi sediaan nanoemulsi
genistein.
b. Penelitian dengan judul Antioxidant and Tyrosinase Inhibitory Activity of
Aqueous Extract and Oil of Seeds of Punica Granatum L. (Punicaceae) oleh
Yoganandam et al. (2013) yang membahas mengenai aktivitas minyak biji
delima sebagai antioksidan.
c. Penelitian dengan judul Formulation and Evaluation of O/W Nanoemulsion
membahas mengenai metode pembuatan serta karakteristik dari suatu
nanoemulsi.
d. Penelitian dengan judul Development of Transdermal Nanoemulsion
Formulation For Simultaneous Delivery of Protein Vaccine and Artin-M
Adjuvant oleh Suciati et al. (2014) yang membahas mengenai formulasi
sediaan nanoemulsi dengan berbagai perbandingan konsentrasi surfaktan
Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400.
e. Penelitian dengan judul The Influence of Glicerides Oil Phase on O/W
Nanoemulsion Formation by PIC Method oleh Jaworska, Sikora, and
Ogonowski (2014) yang membahas mengenai pengaruh fase minyak yang
digunakan terhadap stabilitas nanoemulsi yang terbentuk.
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, penelitian mengenai
“Pengaruh Variasi Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Medium-Chain
Triglycerides Oil terhadap Stabilitas Fisik Sediaan Nanoemulsi Minyak Biji
Delima dengan Kombinasi Surfaktan Tween 80 dan Kosurfaktan PEG 400”
belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
formulasi dan evaluasi stabilitas fisik sediaan nanoemulsi minyak biji
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan
nanoemulsi minyak biji delima yang memiliki stabilitas fisik yang baik dan
bermanfaat bagi masyarakat.
B. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil dan
medium-chain triglycerides oil terhadap stabilitas fisik sediaan nanoemulsi
minyak biji delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Biji Delima
Minyak biji delima berasal dari biji tanaman delima (Punica granatum
L.) yang termasuk dalam family Punicaceae. Minyak biji delima diperoleh melalui
metode ekstraksi cold pressing sehingga dapat dihasilkan minyak dengan kualitas
yang baik dan kandungan yang tetap terjaga. Kelebihan metode ekstraksi cold
pressing bila dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional ialah proses
yang lebih sederhana dan cepat tanpa menggunakan pelarut organik. Prinsip
ekstraksi secara cold pressing adalah dengan memanfaatkan tekanan tinggi dalam
mengambil kandungan minyak atsiri (Khoddami, Man, and Roberts, 2014).
Karakteristik kandungan dalam minyak biji delima yang dilakukan oleh
Melo, Carvalho, and Filho (2014) menunjukkan bahwa dalam minyak biji delima
terkandung senyawa utama berupa punicic acid (C18:3) sebesar 71,5±17,9,
linoleic acid (C18:2) sebesar 10,8±6,9, oleic acid (C18:1) sebesar 9,0±5,6,
palmitic acid (C16:0) sebesar 5,7±4,1, dan stearic acid (C18:0) sebesar 2,1±3,1.
Punicic acid merupakan senyawa utama yang memiliki aktivitas antioksidan
dalam minyak biji delima.
Penelitian Qusti, Abo-khatwa, and Lahwa (2010) mengklasifikasikan
nilai IC50 menjadi empat kelas yang dapat menggambarkan kemampuan
antioksidan suatu senyawa yakni senyawa dengan efek antioksidan sangat tinggi
senyawa dengan efek antioksidan sedang (IC50 10-30 mg/mL); dan senyawa
dengan efek antioksidan rendah (IC50 > 30 mg/mL). Penelitian yang dilakukan
oleh Yoganandam et al. (2013) menunjukkan nilai IC50 dari minyak biji delima
sebagai antioksidan ialah sebesar 0,2775 mg/mL.
B. Nanoemulsi
Nanoemulsi merupakan sistem penghantaran obat yang terdiri dari fase
minyak dan air yang distabilkan oleh kombinasi surfaktan dan kosurfaktan dengan
rata-rata ukuran droplet < 100 nm (Fulekar, 2010). Secara umum, karakteristik
nanoemulsi dapat diamati dari kejernihan sediaan serta stabilitas fisik sediaan
yang cenderung bertahan dalam jangka waktu yang panjang (Bouchemal et al.,
2004). Menurut Debnath, Satayanarayana, and Kumar (2011), nanoemulsi
memiliki beberapa kelebihan diantaranya dapat meningkatkan stabilitas zat aktif,
membantu kelarutan obat yang bersifat lipofilik, meningkatkan bioavailabilitas,
serta dapat diadministrasikan secara topikal, oral, maupun transdermal (Delmas et
al., 2011).
Nanoemulsi dapat terbentuk secara spontan maupun tidak spontan
bergantung pada energi yang diberikan saat proses pembentukan. Secara spontan
(emulsifikasi energi rendah), nanoemulsi terbentuk dengan mencampurkan fase
minyak dan fase air secara perlahan dengan menggunakan stirrer (Bouchemal, et
al., 2004). Nanoemulsi yang terbentuk secara tidak spontan (emulsifikasi energi
tinggi) membutuhkan energi mekanik bertekanan tinggi dari luar untuk dapat
nanoemulsi secara tidak spontan antara lain dengan menggunakan sonikasi,
mikrofluidisasi, dan homogenizer bertekanan tinggi (Patel et al., 2013). Prinsip
homogenizer dalam mengecilkan ukuran partikel adalah dengan adanya shear
stress yang diberikan secara turbulen sehingga dapat memecah partikel hingga
berukuran 1,0 m. Mekanisme pengecilan ukuran partikel dengan sonikasi ialah
dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik yang dapat mengubah energi listrik
menjadi getaran fisik yang dapat memperkecil ukuran partikel hingga 0,2 m
(Gupta, Pandit, Kumar, Swaroop, and Gupta, 2010). Struktur droplet pada
nanoemulsi tipe M/A tersusun atas surfaktan, kosurfaktan dan fase minyak yang
membawa obat atau zat aktif yang bersifat hidrofobik. Bagian hidrofobik pada
ekor surfaktan akan melingkupi fase minyak sedangkan bagian kepalanya yang
bersifat hidrofilik akan berada pada bagian luar seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1 (Chen et al., 2011).
Gambar 1. Bentuk droplet nanoemulsi tipe M/A (Chen et al., 2011)
C. Komponen Nanoemulsi
Komponen dalam nanoemulsi terdiri atas fase air, fase minyak, surfaktan,
[image:31.595.102.513.270.599.2]formulasi nanoemulsi karena berperan sebagai pembawa obat atau zat aktif yang
bersifat hidrofobik. Kelarutan obat pada fase minyak akan mempengaruhi
kemampuan nanoemulsi untuk menjaga obat dalam bentuk terlarut. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Jaworska et al. (2014), semakin polar fase minyak
yang digunakan dalam pembuatan nanoemulsi, maka ukuran droplet yang
terbentuk akan jauh lebih besar dibandingkan ukuran droplet yang dihasilkan
dengan menggunakan fase minyak yang lebih non-polar. Stabilitas dari sediaan
nanoemulsi selama masa penyimpanan dapat dipengaruhi oleh fase minyak yang
digunakan karena memiliki pengaruh dalam aspek polaritas dan kelarutan molekul
minyak dalam air. Oleh karena itu, penting sekali untuk diketahui komposisi dari
fase minyak yang akan digunakan sehingga dapat diperoleh sediaan nanoemulsi
dengan stabilitas jangka panjang yang baik (Pardo and McClements, 2014).
Surfaktan merupakan senyawa yang memiliki gugus hidrofilik pada
bagian kepala dan hidrofobik pada bagian ekor. Surfaktan memiliki peranan
penting dalam pembentukan nanoemulsi dengan menurunkan tegangan antarmuka
antara fase minyak dan air. Saat penambahan surfaktan, tegangan antarmuka
mula-mula akan turun dengan sangat cepat hingga mencapai titik tertentu di mana
tegangan antarmuka tidak akan berkurang lagi meskipun dilakukan penambahan
surfaktan. Titik tertentu ini dikenal dengan CMC (Critical Micelle Concentration)
(Schramm, 2000). Berdasarkan tipe ionisasi dalam air, surfaktan dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kelas diantaranya surfaktan anionik, kationik,
Mekanisme pembentukan nanoemulsi bergantung pada kemampuan
surfaktan dalam menstabilkan tegangan antarmuka yang terjadi akibat difusi
spontan saat pencampuran dua fase. Surfaktan akan bekerja dengan melingkupi
partikel obat dalam fase minyak dan mendorong terbentuknya partikel dengan
ukuran droplet yang lebih kecil. Penambahan konsentrasi surfaktan akan semakin
menurunkan ukuran droplet namun semakin memerlukan waktu emulsifikasi yang
lebih lama pula (Zhao et al., 2009).
Penggunaan surfaktan saja tidak cukup untuk menurunkan tegangan
antarmuka secara optimum. Oleh karena itu, dilakukan penambahan kosurfaktan
untuk menurunkan lebih lanjut tegangan antarmuka antara fase minyak dan air
(Resende, Correa, Oliveira, and Scarpa, 2008). Kosurfaktan berperan dalam
membantu kelarutan zat terlarut dalam medium dispers dengan meningkatkan
fleksibilitas lapisan di sekitar area droplet dan menurunkan energi bebas
permukaan sehingga stabilitas lebih dapat dipertahankan (Azeem et al., 2009).
Kosurfaktan dapat berupa molekul ampifilik rantai pendek yang dapat
menurunkan tegangan antarmuka (Azeem et al., 2009).
D. Sifat Fisik Nanoemulsi
Karakteristik sifat fisik nanoemulsi dapat diketahui dengan beberapa
pengujian, diantaranya organoleptis yang meliputi warna, bau, kejernihan,
homogenitas, dan pemisahan fase, tipe nanoemulsi, pengukuran pH, persen
1. Uji organoleptis
Pengujian organoleptis adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Evaluasi organoleptis sediaan nanoemulsi dilakukan dengan
mengamati warna, bau, kejernihan, homogenitas, dan pemisahan fase
(Lawrence and Ress, 2000). Nanoemulsi yang stabil ditandai dengan tidak
terjadinya pemisahan fase, jernih, homogen, dan tidak berbau tengik.
2. Uji tipe nanoemulsi
Tipe nanoemulsi yang terbentuk dapat diketahui dengan melakukan
pengenceran atau dilution test. Prinsip uji ini ialah dengan mengencerkan
sistem yang terbentuk dengan fase minyak atau fase airnya. Terdapat tiga tipe
emulsi yakni tipe emulsi minyak dalam air (M/A), tipe emulsi air dalam
minyak (A/M), dan tipe emulsi ganda (M/A/M dan A/M/A). Nanoemulsi
memiliki tipe M/A apabila sistem terlarut dalam fase airnya, sedangkan tipe
A/M apabila sistem terlarut dalam fase minyaknya. Metode pengujian lainnya
ialah dengan uji konduktivitas di mana air sebagai medium dispers memiliki
konduktivitas yang lebih besar dibandingkan minyak, sehingga akan dapat
menghantarkan arus listrik. Metode pewarnaan juga dapat digunakan untuk
mengetahui tipe nanoemulsi. Prinsip metode ini ialah dengan menggunakan
pewarna larut air dan pewarna larut minyak untuk melihat kelarutan pewarna
3. Uji pH
Sediaan nanoemulsi yang ditujukan untuk pemakaian secara topikal
harus didesain agar tidak menimbulkan iritasi. Oleh karena itu, pH sediaan
harus berada pada pH 4-6 yang merupakan pH kulit (Ali and Yosipovitch,
2013).
4. Uji persen transmitan
Pengujian persen transmitan dilakukan untuk mengukur kejernihan
nanoemulsi yang terbentuk. Pengukuran persen transmitan merupakan salah
satu faktor penting dalam melihat sifat fisik nanoemulsi yang terbentuk.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 650 nm dan menggunakan aquadest sebagai blanko. Jika
hasil persen transmitan sampel mendekati persen transmitan aquadest yakni
100%, maka sampel tersebut memiliki kejernihan atau transparansi yang mirip
dengan air (Thakkar, Nangesh, Parmar, and Patel, 2011).
5. Uji turbiditas
Pengujian turbiditas dilakukan untuk mengukur kekeruhan nanoemulsi
yang terbentuk. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 502 nm dan menggunakan aquadest sebagai
blanko. Nanoemulsi memiliki penampakan jernih apabila nilai turbiditas
6. Uji viskositas
Viskositas menunjukkan sifat dari cairan untuk mengalir. Makin
kental suatu cairan maka semakin besar kekuatan yang diperlukan agar cairan
dapat mengalir. Besarnya viskositas dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti
suhu, ukuran molekul, konsentrasi larutan, serta gaya tarik antar molekul
(Martin and Cammarata, 2008).
7. Uji ukuran droplet
Pengujian ukuran droplet dilakukan untuk mengetahui apakah droplet
yang terbentuk memenuhi kriteria droplet pada nanoemulsi yaitu < 100 nm.
Pengujian ukuran droplet menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) dengan
tipe dynamic light scattering. Prinsip dasar alat ini adalah sampel akan
ditembak dengan sinar laser dan akan terjadi penghamburan cahaya.
Penghamburan cahaya tersebut akan dideteksi pada sudut tertentu secara cepat.
Hasil pengukuran droplet dinyatakan sebagai diameter dari droplet yang
terdapat pada medium dispers (Volker, 2009).
E. Stabilitas Fisik Nanoemulsi
Nanoemulsi dengan stabilitas fisik yang baik cenderung mempunyai
waktu paruh yang panjang dan dapat bertahan dalam jangka panjang (Patel et al.,
2013). Stabilitas nanoemulsi dapat dilihat melalui tidak terjadinya perubahan
tampilan, bau, warna, serta sifat fisik lainnya. Beberapa bentuk dari
coalescence, Ostwald Ripening, serta terjadinya inversi fase seperti yang
[image:37.595.100.509.179.519.2]ditunjukkan pada Gambar 2 (McClements and Rao, 2011).
Gambar 2. Bentuk ketidakstabilan nanoemulsi (McClements and Rao, 2011)
Flokulasi adalah peristiwa terbentuknya agregasi globul pada posisi yang
tidak beraturan dalam nanoemulsi. Flokulasi dapat terjadi ketika gaya tolak
menolak antar droplet lemah (Tadros, 2013). Creaming ditandai dengan
memisahnya sistem nanoemulsi menjadi dua lapisan di mana droplet akan
bergerak ke permukaan karena densitasnya yang lebih kecil dari medium dispers,
sedangkan sedimentasi adalah pergerakan droplet ke dasar karena densitasnya
yang lebih besar dari medium dispers (Tadros, 2013). Coalescence dan Ostwald
Ripening ialah pemisahan fase dalam emulsi yang bersifat irreversible yang
terjadi akibat bergabungnya droplet berukuran kecil dan membentuk droplet
dengan ukuran yang lebih besar (Tadros, 2013). Inversi fase ialah peristiwa
terjadi karena perubahan suhu atau karena perubahan komposisi formula (Tadros,
Izquierdo, Esquena, and Solans, 2004).
Pengujian stabilitas fisik nanoemulsi dapat dilakukan dengan pengujian
sentrifugasi dan freeze-thaw cycle seperti yang diungkapkan oleh Darole, Hedge,
and Nair, 2008).
a. Uji sentrifugasi : uji ini dilakukan dengan melakukan sentrifugasi pada
kecepatan 3750 rpm selama lima jam untuk mengamati kemungkinan
terjadinya ketidakstabilan yang disebabkan oleh gaya gravitasi. Sentrifugasi
selama lima jam akan setara dengan efek gravitasi yang ditimbulkan selama
satu tahun (Lachman, Lieberman, and Kanig, 1994). Selain itu, uji ini
diperlukan untuk mengetahui efek guncangan pada saat produk akan
didistribusikan. Bila sampel nanoemulsi tidak mengalami perubahan atau
pemisahan fase, maka sediaan dinyatakan lolos dan dilanjutkan dengan uji
freeze-thaw cycle.
b. Uji freeze-thaw cycle : uji ini dilakukan dengan menyimpan nanoemulsi pada
suhu rendah yakni -10°C dan pada suhu ruangan berkisar pada 30°C/75% RH
dengan lama penyimpanan pada masing-masing suhu tidak lebih dari 24 jam
selama 3 siklus (Huynh-Ba, 2008). Uji ini bertujuan untuk menginduksi
ketidakstabilan karena kondisi penyimpanan yang ekstrim. Uji ini dilakukan
untuk mengamati perubahan dalam stabilitas seperti pemisahan fase, inversi,
agregasi, creaming, coalescence maupun Ostwald ripening dari sediaan
F. Pemerian Bahan 1. Virgin coconut oil
Virgin coconut oil (VCO) merupakan minyak yang diperoleh dari
daging buah kelapa, diolah secara mekanis tanpa mengalami proses pemanasan
sehingga tidak mengakibatkan perubahan pada sifat alami minyak (Marina,
Man, Nazimah, and Amin, 2009). VCO merupakan fase minyak yang sering
digunakan dalam pembuatan nanoemulsi. VCO termasuk dalam long-chain
triglycerides (LCT) karena mengandung rantai karbon lebih dari 12. Selain
LCT, terdapat dua klasifikasi lain dari triglycerides yaitu short-chain
triglycerides yang mengandung rantai karbon kurang dari 6 dan medium-chain
triglycerides yang mengandung rantai karbon 6-12 (Williams III, Watts, and
Miller, 2012).
VCO yang berkualitas baik bersifat tidak berwarna, jernih, bebas
endapan, memiliki aroma seperti kelapa, serta tidak memiliki bau tengik dan
[image:39.595.97.515.277.717.2]rasa yang masam (Gediya, 2011). Kandungan dalam VCO dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan asam lemak dalam VCO
Asam lemak Konsentrasi (%)
Asam laurat (C12) 45,1
Asam miristat (C14) 16,8 – 21,0
Asam palmitat (C16) 7,5 – 10,2
Asam oleat (C18:1) 5,0 – 10,0
Asam kaprat (C10) 5,0 – 8,0
Asam kaprilat (C8) 4,6 – 10,0
Asam stearat (C18:0) 2,0 – 4,0
Asam linoleat (C18:2) 1,0 – 2,5
Asam kaproat (C6) 0,7
Asam linolenat (C18:3) 0,2
Penggunaan VCO untuk sediaan topikal memiliki beberapa kelebihan
diantaranya ialah mempunyai sifat daya sebar pada kulit yang baik, tidak
menghambat respirasi kulit, serta mempunyai sifat emolien yang baik. Namun,
kekurangan dari VCO ialah sifatnya yang tidak tahan terhadap pemanasan
(Rowe et al., 2009).
[image:40.595.100.506.214.530.2]2. Medium-chain triglycerides oil
Gambar 3. Struktur medium-chain triglycerides (Rowe et al., 2009)
Medium-chain triglycerides (MCT) oil (Gambar 3) merupakan
minyak trigliserida yang mengandung asam kaprilat (65-75%) dan asam kaprat
(25-35%). MCT oil diperoleh dari hasil pemurnian minyak kelapa atau minyak
kelapa sawit melalui proses esterifikasi gliserol (Alamsyah, 2005). Asam
lemak dalam MCT oil lebih pendek daripada asam lemak pada long-chain
triglycerides sehingga MCT oil mempunyai sifat fisik yang lebih polar
sehingga lebih mudah larut dalam air (Alamsyah, 2005).
MCT oil banyak digunakan dalam produk makanan, obat, maupun
kosmetik karena sifatnya yang aman dan tidak menimbulkan iritasi (Traul,
Driedger, Ingle, and Nakhasi, 2000). MCT oil pada umumnya digunakan
dapat melarutkan obat atau senyawa yang memiliki kelarutan rendah dalam air
(Rowe et al., 2009). Kelebihan utama MCT oil adalah stabilitas oksidatifnya
yang tinggi sehingga tidak menimbulkan ketengikan dan tahan terhadap
pemanasan (Alamsyah, 2005).
[image:41.595.100.508.197.564.2]3. Tween 80
Gambar 4. Struktur Tween 80 (Rowe et al., 2009)
Polyoxyethylene 20 sorbitan monooleat atau Tween 80 (Gambar 4)
merupakan surfaktan non-ionik yang bersifat hidrofilik dengan HLB sebesar
15. Tween 80 tergolong dalam surfaktan non-ionik karena tidak memiliki
muatan saat berada dalam air. Hal ini dikarenakan adanya gugus hidrofilik
pada strukturnya yang menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen dengan air
(Myers, 2006).
Tween 80 memiliki rumus molekul C64H124O26 dengan berat molekul
1310 dan pemerian berupa cairan kuning, memiliki bau khas, memberikan
sensasi hangat pada kulit, serta berasa pahit (Rowe et al., 2009). Tween 80
larut dalam etanol dan air, namun tidak larut dalam minyak mineral dan
tikus sebesar 25 gram/KgBB sehingga sering digunakan untuk penggunaan oral
maupun parenteral. Penelitian yang dilakukan oleh Salim, Basri, Rahman,
Abdullah, Basri, and Salleh (2011) menunjukkan bahwa penggunaan Tween 80
pada konsentrasi 20 hingga 40% bobot formula dapat membentuk nanoemulsi
tipe M/A dengan ukuran droplet < 100 nm.
[image:42.595.97.504.221.560.2]4. PEG 400
Gambar 5. Struktur PEG 400 (Rowe et al., 2009)
Polyoxyethylene glycol 400 atau PEG 400 (Gambar 5) memiliki bobot
jenis 1,110 sampai 1,140 dengan pemerian berupa cairan kental jernih, tidak
berwarna, praktis tidak berbau, dan sedikit higroskopis. PEG 400 larut dalam
air, aseton, alkohol, benzen, serta gliserin. PEG 400 memiliki nilai HLB
sebesar 13,1 dengan densitas 1,14 gram/cm3 (Rowe et al., 2009).
PEG 400 merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering
digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi untuk meningkatkan
kelarutan obat (Sinko, 2006). PEG 400 digunakan sebagai kosurfaktan karena
senyawa ini mampu membantu kelarutan zat terlarut dalam medium dispers
dengan meningkatkan fleksibilitas lapisan di sekitar area droplet (Lawrence et
(2011) menunjukkan bahwa PEG 400 yang digunakan sebagai kosurfaktan
dengan konsentrasi 10-20% dapat menghasilkan nanoemulsi yang jernih dan
stabil serta ukuran droplet < 100 nm.
5. Aquadest
Aquadest atau air suling merupakan air yang diperoleh dari hasil
penyulingan. Aquadest memiliki pemerian berupa cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa (Departemen Kesehatan RI,
1979).
G. Landasan Teori
Minyak biji delima memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai
antioksidan (Mackler et al., 2013). Komponen dalam minyak biji delima yang
berperan sebagai antioksidan adalah senyawa phytosterol, tocopherol, dan punicic
acid (Melo, 2012). Minyak biji delima mudah terdekomposisi oleh panas,
kelembaban, cahaya, maupun oksigen. Selain itu sifat minyak biji delima yang
lipofilik membuat pemanfaatan minyak biji delima masih terbatas dalam kemasan
minyak dalam botol. Aplikasi nanoemulsi sangat bermanfaat dalam menjaga
stabilitas dan aktivitas minyak biji delima dalam sediaan (Gupta et al., 2010).
Nanoemulsi merupakan suatu sistem yang terdiri atas minyak dan air
yang distabilkan oleh adanya kombinasi surfaktan dan kosurfaktan (Fulekar,
2010). Ukuran partikel yang sangat kecil (< 100 nm) menyebabkan nanoemulsi
creaming, ataupun koalesens (Tadros et al., 2004). Pemilihan komponen yang
digunakan sangat berperan dalam pembentukan sediaan nanoemulsi yang
memiliki sifat dan stabilitas fisik yang baik. Surfaktan dalam nanoemulsi berperan
dalam menstabilkan tegangan antarmuka yang terjadi akibat difusi spontan saat
pencampuran dua fase (Schramm, 2000), sedangkan kosurfaktan berperan dalam
meningkatkan kelarutan zat terlarut dengan meningkatkan fleksibilitas lapisan di
sekitar area droplet dan menurunkan energi bebas permukaan sehingga stabilitas
lebih dapat dipertahankan (Azeem et al., 2009). Pada penelitian ini, digunakan
Tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai kosurfaktan. Penelitian yang
dilakukan oleh Suciati et al. (2014) menunjukkan bahwa penggunaan surfaktan
Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400 dapat membentuk suatu sistem nanoemulsi
dengan ukuran droplet < 100 nm dan memiliki stabilitas yang baik.
Selain surfaktan dan kosurfaktan, komponen lain yang juga berperan
dalam menjaga stabilitas nanoemulsi ialah fase minyak. Fase minyak yang
digunakan dalam formulasi nanoemulsi berperan sebagai pembawa zat aktif yang
bersifat hidrofobik (Chen et al., 2011). Pada penelitian ini digunakan dua fase
minyak yang berbeda dengan tujuan untuk melihat pengaruh fase minyak terhadap
sifat dan stabilitas fisik nanoemulsi yang terbentuk. Fase minyak yang digunakan
ialah virgin coconut oil (VCO) dan medium-chain triglycerides (MCT) oil. VCO
merupakan jenis minyak long-chain triglycerides karena sekitar 48% kandungan
dalam VCO terdiri dari asam laurat (C12) yang merupakan asam lemak rantai
panjang (Marina et al., 2009). MCT oil merupakan minyak hasil pemurnian VCO
pendek daripada asam lemak pada long-chain triglycerides sehingga MCT oil
mempunyai sifat fisik yang lebih polar sehingga lebih mudah larut dalam air
(Alamsyah, 2005). Semakin polar fase minyak yang digunakan dalam pembuatan
nanoemulsi, maka ukuran droplet yang terbentuk akan jauh lebih besar (Jaworska
et al., 2014).
H. Hipotesis Penelitian
Variasi fase minyak virgin coconut oil dan medium-chain triglycerides
oil berpengaruh terhadap stabilitas fisik sediaan nanoemulsi minyak biji delima
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil dan
medium-chain triglycerides oil terhadap stabilitas fisik sediaan nanoemulsi
minyak biji delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG
400 termasuk jenis penelitian eksperimental murni.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variase fase
minyak yang digunakan yaitu virgin coconut oil dan medium-chain
triglycerides oil.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah
stabilitas fisik sediaan nanoemulsi minyak biji delima yang meliputi
organoleptis, tipe nanoemulsi, pH, ukuran droplet, turbiditas, viskositas,
serta persen transmitan.
c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada
penelitian ini adalah lama dan kecepatan pengadukan pada saat
pembuatan, kondisi pengujian seperti panjang gelombang pada
kelembaban pada saat freeze-thaw cycle, serta jumlah minyak biji delima,
Tween 80, PEG 400, dan aquadest yang digunakan dalam formula.
d. Variabel pengacau tidak terkendali. Variabel pengacau tidak terkendali
pada penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan saat pembuatan
dan pengujian nanoemulsi.
2. Definisi operasional
a. Minyak biji delima. Minyak biji delima berasal dari biji tanaman delima
(Punica granatum L.) yang diperoleh melalui ekstraksi cold pressing.
b. Nanoemulsi. Nanoemulsi ialah suatu sistem penghantaran obat dengan
rata-rata ukuran droplet < 100 nm yang terdiri dari fase minyak dan fase
air yang distabilkan oleh kombinasi surfaktan dan kosurfaktan.
c. Surfaktan. Surfaktan ialah molekul yang terdiri atas gugus hidrofilik dan
hidrofobik yang dapat menyatukan campuran antara air dan minyak.
Dalam penelitian ini digunakan Tween 80 sebagai surfaktan dengan
konsentrasi sebesar 16% w/w.
d. Kosurfaktan. Kosurfaktan berperan dalam membantu surfaktan
meningkatkan kelarutan zat terlarut dalam medium dispers dengan
meningkatkan fleksibilitas lapisan di sekitar area droplet. Dalam
penelitian ini digunakan PEG 400 sebagai kosurfaktan dengan konsentrasi
sebesar 8% w/w.
e. Sifat fisik. Sifat fisik merupakan parameter yang digunakan untuk
organoleptis, tipe nanoemulsi, pH, ukuran droplet, turbiditas, viskositas,
serta persen transmitan. Sifat fisik yang baik pada nanoemulsi ditandai
dengan penampakan yang jernih, tidak terjadinya pemisahan fase,
memiliki tipe nanoemulsi M/A, memiliki pH pada rentang pH kulit yakni
4 – 6, ukuran droplet < 100 nm, turbiditas dibawah 1%, serta persen
transmitan yang mendekati 100%.
f. Stabilitas fisik. Stabilitas fisik adalah parameter yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kestabilan sediaan nanoemulsi dengan
membandingkan hasil evaluasi sifat fisik nanoemulsi sebelum dan
sesudah melewati uji sentrifugasi dan tiga siklus dalam uji freeze-thaw.
Stabilitas fisik baik apabila sesudah uji stabilitas nanoemulsi memiliki
penampakan yang jernih, tidak mengalami pemisahan fase, memiliki tipe
nanoemulsi M/A, memiliki pH pada rentang pH kulit yakni 4 – 6, ukuran
droplet < 100 nm, turbiditas dibawah 1%, serta persen transmitan yang
mendekati 100%.
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji delima
(PT. Eteris Nusantara), virgin coconut oil (VCO) (Kualitas Teknis, PT. Tekun
Jaya), medium-chain triglycerides (MCT) oil, Tween 80 (Kualitas Farmasetik, PT.
Brataco Chemika), PEG 400 (Kualitas Farmasetik, PT. Brataco Chemika) dan
D. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
(Pyrex), botol kaca, homogenizer (Ultra-Turrax), sonicator (Elmasonic S10H),
sentrifugator (Hettich-Eba 8S), magnetic stirrer, hotplate stirrer (Heidolph
MR2002), neraca analitik (OHAUS), pH meter (SI Analytic), viskometer Merlin
VR, particle size analyzer tipe dynamic light scattering (Horiba SZ-100),
spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 1240), freezer (Samsung), dan climatic
chamber (Memmert).
E. Tata Cara Penelitian 1. Formulasi nanoemulsi minyak biji delima
a. Formula nanoemulsi.
Formula acuan yang digunakan dalam pembuatan nanoemulsi
[image:49.595.99.511.249.603.2]minyak biji delima dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Formula acuan nanoemulsi
Bahan Fungsi Formula (% w/w)
Virgin coconut oil Fase minyak 3
Tween 80 Surfaktan 16
PEG 400 Kosurfaktan 8
Aquadest Fase air 73
(Suciati et al., 2014)
Berdasarkan formula pada Tabel II dilakukan modifikasi sehingga
dihasilkan dua formula yang memiliki perbedaan pada fase minyak yang
digunakan, serta dilakukan penambahan zat aktif minyak biji delima.
Tabel III. Formula nanoemulsi minyak biji delima
Bahan Fungsi Formula A
(% w/w)
Formula B (% w/w)
Minyak biji delima Zat aktif 0,0277 0,0277
Virgin coconut oil
Fase minyak 3 -
Medium-chain triglyceride - 3
Tween 80 Surfaktan 16 16
PEG 400 Kosurfaktan 8 8
Aquadest Fase air 73 73
b. Pembuatan nanoemulsi.
Pembuatan nanoemulsi dimulai dengan menimbang semua bahan
sesuai dengan formula yang telah dimodifikasi pada Tabel III. Tween 80,
PEG 400, minyak biji delima, serta fase minyak yang digunakan yaitu
VCO dan MCT oil dimasukkan ke dalam beaker gelas dan dicampur
dengan menggunakan magnetic stirrer selama 10 menit dengan kecepatan
1000 rpm. Setelah 10 menit, aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit
dan kecepatan pengadukan ditingkatkan menjadi 1250 rpm selama 10
menit. Seluruh bahan yang telah tercampur kemudian dihomogenkan
dengan menggunakan homogenizer selama 2 menit dan dilanjutkan
dengan sonikasi selama 40 menit sambil sesekali diaduk.
2. Evaluasi sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima
a. Uji organoleptis. Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna,
kejernihan, homogenitas, dan pemisahan fase dari sediaan nanoemulsi
setelah 24 jam setelah pembuatan.
b. Uji pH. Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH
meter. Sebelum digunakan, elektroda dikalibrasi atau diverifikasi dengan
apabila nilai pH yang tertera pada layar telah sesuai dengan nilai pH
standar dapar dan stabil. Setelah itu, elektroda dicelupkan ke dalam
sediaan. Nilai pH sediaan akan tertera pada layar. Pengukuran pH
dilakukan pada suhu ruangan.
c. Uji tipe nanoemulsi. Pengujian tipe nanoemulsi dilakukan dengan metode
dilusi atau pengenceran. Uji ini dilakukan dengan melarutkan sampel ke
dalam fase air (1:100) dan fase minyak (1:100). Jika sampel larut
sempurna dalam aquadest, maka tipe nanoemulsi tergolong dalam tipe
minyak dalam air (M/A), sedangkan jika sampel larut sempurna dalam
fase minyak, maka tipe nanoemulsi tergolong dalam tipe air dalam
minyak (A/M).
d. Uji persen transmitan. Sampel sebanyak 1 mL dilarutkan dalam labu takar
100 mL dengan menggunakan aquadest. Larutan diukur persen
transmitan pada panjang gelombang 650 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Aquadest digunakan sebagai blanko saat
pengujian.
e. Uji turbiditas. Turbiditas ditentukan dengan mengukur absorbansi sampel
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 502
nm. Turbiditas dihitung dengan persamaan: turbiditas (%) x lebar kuvet
(cm) = 2,303 x absorbansi (Fletcher and Suhling, 1998).
f. Viskositas. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan
viskometer Merlin VR. Sebanyak 14 mL sampel dimasukkan ke dalam
Merlin VR diatur dengan kecepatan 200 rpm, tiga kali putaran, selama 30
detik. Viskositas nanoemulsi dapat diketahui dengan mengamati hasil
analisis yang ditampilkan oleh komputer melalui software MICRA.
g. Uji ukuran droplet. Ukuran droplet diukur dengan menggunakan particle
size analyzer dengan tipe dynamic light scattering. Sebanyak 10 mL
sampel diambil dan dimasukkan ke dalam kuvet. Kuvet harus terlebih
dahulu dibersihkan sehingga tidak mempengaruhi hasil analisis. Kuvet
yang telah diisi dengan sampel kemudian dimasukkan ke dalam sampel
holder dan dilakukan analisis oleh instrumen.
3. Evaluasi stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima
a. Uji sentrigugasi. Sampel di sentrifugasi dengan kecepatan 3750 rpm
selama lima jam. Nanoemulsi yang telah melewati uji sentrifugasi
kemudian diamati terjadinya pemisahan fase. Apabila tidak mengalami
pemisahan fase, maka nanoemulsi yang terbentuk stabil.
b. Freeze-thaw cycle. Masing-masing formula nanoemulsi disimpan pada
suhu -10°C dan 30°C/75%RH selama 24 jam sebanyak 3 siklus.
Nanoemulsi yang telah melewati freeze-thaw cycle diamati organoleptis,
terjadinya pemisahan fase, pH, persen transmitan, turbiditas, viskositas,
F. Analisis Data
Data hasil sifat fisik yang diperoleh pada penelitian ini terlebih dahulu
diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk. Bila menunjukkan data yang
terdistribusi normal, pengujian dilanjutkan dengan uji Student-t untuk melihat
signifikansi pada sampel dengan fase minyak yang berbeda. Namun, apabila hasil
uji Shapiro-Wilk menunjukkan data yang tidak terdistribusi normal, maka
dilakukan uji Wilcoxon. Data analisis dengan Student-t dan Wilcoxon berbeda
signifikan jika nilai p-value ≤ 0,05.
Data hasil stabilitas fisik sebelum dan sesudah melewati uji stabilitas
terlebih dahulu diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk. Bila
menunjukkan data yang terdistribusi normal, pengujian dilanjutkan dengan uji
Student-t untuk melihat signifikansi pada sampel dengan fase minyak yang sama.
Namun, apabila hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan data yang tidak terdistribusi
normal, maka dilakukan uji Wilcoxon. Pengolahan statistik dilakukan dengan
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Minyak Biji Delima
Minyak biji delima yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan ekstraksi cold pressing sehingga dapat dihasilkan minyak dengan
kualitas yang baik dan kandungan yang tetap terjaga. Karakterisasi minyak biji
delima dilakukan dengan membandingkan kandungan asam lemak yang tercantum
pada certificate of analysis (CoA) minyak biji delima yang digunakan pada
penelitian ini (Lampiran 1) dengan hasil karakteristik kandungan asam lemak
pada minyak biji delima yang telah dilakukan oleh Melo et al. (2014). Hasil
[image:54.595.102.510.318.609.2]karakterisasi disajikan pada Tabel IV.
Tabel IV. Hasil karakterisasi minyak biji delima Kandungan asam lemak Melo et al. (2014) (%) CoA (%)
punicic acid (C18:3) 71,5±17,9 77,5
linoleic acid (C18:2) 10,8±6,9 6,2
oleic acid (C18:1) 9,0±5,6 6,0
palmitic acid (C16:0) 5,7±4,1 2,9
stearic acid (C18:0) 2,1±3,1 2,8
B. Formulasi Nanoemulsi Minyak Biji Delima
Formulasi nanoemulsi minyak biji delima pada penelitian ini
menggunakan dua fase minyak yang berbeda dengan tujuan untuk melihat
pengaruh dari fase minyak yang digunakan terhadap stabilitas fisik nanoemulsi
yang terbentuk. Fase minyak yang digunakan dalam penelitian ini ialah virgin
coconut oil (VCO) dan medium-chain triglycerides (MCT) oil. Surfaktan dan
Pembuatan nanoemulsi minyak biji delima diawali dengan melakukan
pengadukan secara konstan campuran antara minyak biji delima, fase minyak,
surfaktan, serta kosurfaktan dengan menggunakan magnetic stirrer selama 10
menit pada kecepatan 1000 rpm. Selanjutnya campuran ditambahkan fase air dan
kecepatan pengadukan ditingkatkan menjadi 1250 rpm selama 10 menit.
Pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer termasuk dalam metode
pembuatan nanoemulsi secara spontan di mana energi yang dibutuhkan rendah
sehingga ukuran droplet yang dihasilkan kurang seragam. Pembuatan nanoemulsi
secara spontan memiliki kekurangan salah satunya ialah membutuhkan surfaktan
dengan jumlah yang lebih banyak untuk menghasilkan sediaan dengan ukuran
droplet < 100 nm. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan kombinasi
pembuatan nanoemulsi minyak biji delima dengan metode emulsifikasi energi
tinggi menggunakan homogenizer dan sonikator. Metode pembuatan nanoemulsi
minyak biji delima diperoleh melalui orientasi yang telah dilakukan sebelumnya
dengan melakukan optimasi waktu dan kecepatan pada saat pengadukan dengan
magnetic stirrer, homogenizer, dan sonikator.
C. Evaluasi Sifat Fisik Nanoemulsi Minyak Biji Delima
Sediaan nanoemulsi dikatakan baik dan stabil apabila memiliki
penampakan jernih, tidak terjadi pemisahan fase, memiliki tipe nanoemulsi M/A,
nilai pH berada dalam rentang pH kulit yakni 4 - 6, persen transmitan mendekati
100%, turbiditas kurang dari 1%, viskositas rendah, serta ukuran droplet < 100
organoleptis dan pH, tipe nanoemulsi, persen transmitan, turbiditas, viskositas,
serta ukuran droplet.
1. Pengujian organoleptis dan pH
Pengujian organoleptis yang diamati meliputi warna, bau, kejernihan,
homogenitas, dan pemisahan fase sediaan nanoemulsi. Hasil pengujian
organoleptis dan pH dari dua formula sediaan nanoemulsi minyak biji delima
[image:56.595.99.506.252.543.2]dapat dilihat pada Tabel V.
Tabel V. Data organoleptis dan pH nanoemulsi minyak biji delima
Formula A Formula B
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Pemisahan fase Tidak memisah Tidak memisah
Bau Khas Khas
Homogenitas Homogen Homogen
pH 5,94±0,01 5,99±0,008
Keterangan: Formula A= Formula dengan VCO Formula B= Formula dengan MCT oil
Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan formula A dan formula
B menghasilkan sediaan nanoemulsi yang berwarna kuning jernih, bau khas,
homogen secara fisik, dan tidak terjadi pemisahan. Nilai pH sediaan berada
dalam kisaran pH kulit yakni antara 4 – 6 (Ali and Yosipovitch, 2013),
sehingga dapat meminimalkan resiko iritasi. Variasi fase minyak yang
digunakan dalam formula A dan formula B tidak memberikan perbedaan
karakteristik pada pH sediaan nanoemulsi minyak biji delima. Data analisis
minyak tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan p-value sebesar
0,0765.
2. Pengujian tipe nanoemulsi
Pengujian tipe nanoemulsi dilakukan untuk mengetahui tipe
nanoemulsi yang terbentuk. Perhitungan secara teoritis pada formula A dan
formula B mempunyai nilai HLB sebesar 14,37 (Lampiran 2) yang membentuk
emulsi dengan tipe M/A. Berdasarkan hasil pengujian, tipe emulsi sediaan
nanoemulsi minyak biji delima baik yang diformulasikan dengan fase minyak
VCO dan MCT oil ialah tipe emulsi M/A.
3. Pengujian persen transmitan
Persen transmitan diukur dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis dengan aquadest sebagai blanko pada panjang gelombang 650 nm.
Pengukuran persen transmitan menunjukkan tingkat kejernihan sediaan
nanoemulsi yang terbentuk. Hasil pemeriksaan persen transmitan
[image:57.595.99.516.179.682.2]masing-masing formula dapat dilihat pada Tabel VI.
Tabel VI. Data hasil uji sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima
Berdasarkan Tabel VI, variasi fase minyak yang digunakan pada
kedua formula yang dibuat tidak memberikan perbedaan yang signifikan
Formula A Formula B p-value
pH 5,94±0,01 5,99±0,008 0,0765
Transmitan (%) 99,83±0,15 99,67±0,05 0,1642
Turbiditas (%) 0,108±0,02 0,157±0,02 0,0494
Viskositas (dPa.s) 0,058±0,001 0,046±0,02 0,4247
<