• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Sifat Fisis dan Antibakteri Nanoemulgel Kuersetin dengan Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Surfaktan Tween 80-Span 80

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Uji Sifat Fisis dan Antibakteri Nanoemulgel Kuersetin dengan Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Surfaktan Tween 80-Span 80"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

UJI SIFAT FISIS DAN ANTIBAKTERI NANOEMULGEL KUERSETIN DENGAN FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN SURFAKTAN

TWEEN 80-SPAN 80

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Kalyana Rani Linton NIM : 198114004

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2022

(2)

ii

UJI SIFAT FISIS DAN ANTIBAKTERI NANOEMULGEL KUERSETIN DENGAN FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN SURFAKTAN

TWEEN 80-SPAN 80

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Kalyana Rani Linton NIM : 198114004

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2022

(3)

iii

Persetujuan Pembimbing

UJI SIFAT FISIS DAN ANTIBAKTERI NANOEMULGEL KUERSETIN DENGAN FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN SURFAKTAN

TWEEN 80-SPAN 80

Skripsi yang diajukan oleh:

Kalyana Rani Linton NIM: 198114004

telah disetujui oleh

Pembimbing

Dr. apt. Rini Dwiastuti Tanggal 8 Desember 2022

(4)

iv

Pengesahan Skripsi Berjudul

UJI SIFAT FISIS DAN ANTIBAKTERI NANOEMULGEL KUERSETIN DENGAN FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN SURFAKTAN

TWEEN 80-SPAN 80

Oleh:

Kalyana Rani Linton NIM: 198114004

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 12 Januari 2023

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Dr. apt. Dewi Setyaningsih

Panitia Penguji: Tanda Tangan

1. Dr. apt. Yustina Sri Hartini ………

2. Dr. apt. Sri Hartati Yuliani ………

3. Dr. apt. Rini Dwiastuti ………

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 24 november 2022 Penulis

Kalyana Rani Linton

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Kalyana Rani Linton Nomor Mahasiswa : 198114004

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Uji Sifat Fisis dan Antibakteri Nanoemulgel Kuersetin dengan Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Surfaktan Tween 80-Span 80”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpang, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak keberatan jika nama, tanda tangan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh mesin pencari (search engine), misalnya google.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal: 24 November 2022 Yang menyatakan

(Kalyana Rani Linton)

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...3

C. Keaslian Penelitian ...4

D. Tujuan Penelitian ...4

E. Manfaat Penelitian ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

A. Stomatitis Aftosa ...6

B. Nanoemulgel ...6

C. Kuersetin ...7

D. Virgin Coconut Oil (VCO) ...8

E. Tragakan ...8

F. Tween 80 dan Span 80 ...9

G. Uji Sifat Fisis Sediaan Nanoemulgel ...10

1. Uji karakterisasi nanoemulsi ...10

2. Uji organoleptis ...11

3. Uji homogenitas ...11

4. Uji pH ...11

5. Uji viskositas ...11

6. Uji daya sebar ...11

7. Uji daya lekat ...12

8. Uji stabilitas...12

H. Uji Antibakteri Sediaan Nanoemulgel ...12

I. Landasan Teori ...13

J. Hipotesis ...13

BAB III METODE PENELITIAN...14

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...14

(8)

viii

B. Variabel dan Definisi Operasional...14

1. Variabel utama ...14

2. Variabel Pengacau ...14

3. Definisi Operasional ...14

C. Bahan Penelitian ...15

D. Alat Penelitian ...15

E. Tata Cara Penelitian ...16

1. Formulasi nanoemulsi ...16

2. Pembuatan nanoemulsi ...17

3. Karakterisasi nanoemulsi ...17

4. Formulasi nanoemulgel ...18

5. Uji sifat fisis sediaan nanoemulgel...18

6. Uji aktivitas antibakteri nanoemulgel ...19

F. Analisis Hasil ...20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...21

A. Pembuatan Sediaan Nanoemulsi Kuersetin ...21

B. Pengujian Sifat Fisis Nanoemulsi Kuersetin ...22

1. Uji tipe nanoemulsi ...22

2. Uji persen transmitan ...22

3. Uji ukuran partikel nanoemulsi ...24

C. Pembuatan Sediaan Nanoemulgel Kuersetin ...27

D. Pengujian Sifat Fisis dan Stabilitas Fisis Nanoemulgel Kuersetin ...28

1. Uji organoleptis ...28

2. Uji homogenitas ...28

3. Uji pH ...29

4. Uji viskositas ...31

5. Uji daya sebar ...33

6. Uji daya lekat ...37

E. Optimasi Formula Nanoemulgel Kuersetin ...39

F. Pengujian Aktivitas Antibakteri Sediaan Nanoemulgel Kuersetin ...41

BAB V PENUTUP ...44

A. Kesimpulan ...44

B. Saran ...44

DAFTAR PUSTAKA ...45

LAMPIRAN ...50

BIOGRAFI PENULIS ...66

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula Acuan Nanoemulsi ...16

Tabel II. Faktor dan Level Optimasi ...16

Tabel III. Rancangan Formula Optimasi Surfaktan Tween 80-Span 80 ...16

Tabel IV. Rancangan Formula Nanoemulsi Kuersetin ...17

Tabel V. Hasil Data Persen Transmitan Nanoemulsi Kuersetin ...23

Tabel VI. Hasil Data Ukuran Partikel Nanoemulsi Kuersetin ...25

Tabel VII. Hasil Indeks Polidispersitas Nanoemulsi Kuersetin ...27

Tabel VIII. Hasil Data pH Nanoemulgel Kuersetin ...29

Tabel IX. Hasil Data Viskositas Nanoemulgel Kuersetin ...31

Tabel X. Hasil Data Daya Sebar Nanoemulgel Kuersetin ...34

Tabel XI. Hasil Data Daya Lekat Nanoemulgel Kuersetin ...38

Tabel XII. Diameter Zona Hambat Perlakuan Terhadap Bakteri S. aureus...42

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kuersetin ...7

Gambar 2. Struktur Tween 80 ...9

Gambar 3. Struktur Span 80 ...9

Gambar 4. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon Persen Transmitan...23

Gambar 5. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon Ukuran Partikel ...25

Gambar 6. Contour Plot Variasi Surfaktan Tween 80-Span 80 Terhadap Respon Ukuran Partikel ...26

Gambar 7. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon pH ....29

Gambar 8. Grafik Pergeseran pH ...30

Gambar 9. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon Viskositas ...31

Gambar 10. Grafik Pergeseran Viskositas ...32

Gambar 11. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon Daya Sebar ...34

Gambar 12. Contour Plot Respon Daya Sebar Terhadap Variasi Surfaktan Tween 80-Span 80 ...35

Gambar 13. Grafik Pergeseran Daya Sebar ...36

Gambar 14. Contour Plot Respon Pergeseran Daya Sebar Terhadap Variasi Surfaktan Tween 80-Span 80 ...37

Gambar 15. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon Daya Lekat ...38

Gambar 16. Grafik Pergeseran Daya Lekat ...39

Gambar 17. Superimposed Contour Plot ...40

Gambar 18. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ...42

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Kuersetin ...50

Lampiran 2. Alat, Bahan, Instrumen yang Digunakan dalam Penelitian ...51

Lampiran 3. Contoh Hasil Pembuatan Sediaan Nanoemulsi Kuersetin ...54

Lampiran 4. Contoh Hasil Uji Tipe Nanoemulsi Kuersetin ...54

Lampiran 5. Perhitungan Nilai HLB Campuran Sediaan...55

Lampiran 6. Hasil Uji Persen Transmitan Sediaan Nanoemulsi Kuersetin ...55

Lampiran 7. Contoh Hasil Uji Ukuran Partikel Nanoemulsi Kuersetin...56

Lampiran 8. Hasil Uji Ukuran Partikel Sediaan Nanoemulsi Kuersetin ...57

Lampiran 9. Contoh Hasil Pembuatan Sediaan Nanoemulgel Kuersetin ...59

Lampiran 10. Hasil Uji Organoleptis Sediaan Nanoemulgel Kuersetin ...59

Lampiran 11. Hasil Uji Homogenitas Sediaan Nanoemulgel Kuersetin...59

Lampiran 12. Hasil Uji pH Sediaan Nanoemulgel Kuersetin ...60

Lampiran 13. Hasil Uji Viskositas Sediaan Nanoemulgel Kuersetin ...61

Lampiran 14. Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Nanoemulgel Kuersetin ...62

Lampiran 15. Hasil Uji Daya Lekat Sediaan Nanoemulgel Kuersetin ...64

Lampiran 16. Perhitungan Bahan yang Digunakan dalam Uji Antibakteri ...65

(12)

xii ABSTRAK

Kuersetin memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus sebagai salah satu bakteri penyebab stomatitis aftosa. Kuersetin diformulasikan dalam sediaan nanoemulgel dengan fase minyak Virgin Coconut Oil (VCO). VCO mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berperan dalam menjaga stabilitas emulsi.

Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial 2x2, yang bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan aktivitas antibakteri sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80. Sifat fisis sediaan yang diuji meliputi tipe nanoemulsi, persen transmitan, ukuran partikel, organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, daya lekat, dan stabilitas sediaan. Data sifat fisis yang diperoleh akan dianalisis secara statistik menggunakan metode two- way Analysis of Variance. Sementara itu, aktivitas antibakteri sediaan nanoemulgel kuersetin diuji menggunakan metode difusi sumuran.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sediaan nanoemulgel memenuhi kriteria sifat fisis sediaan semisolid yang baik. Berdasarkan model p- value < 0,05, variasi surfaktan Tween 80-Span 80 berpengaruh signifikan terhadap respon ukuran partikel, daya sebar, dan pergeseran daya sebar. Namun, formula F1, FA, FB, dan FB pada sediaan nanoemulgel tidak memiliki aktivitas antibakteri yang dapat terjadi karena kuersetin terhalang untuk lepas dari gel. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan sediaan antibakteri dengan model p-value < 0,05 terhadap seluruh respon.

Kata kunci: stomatitis aftosa, nanoemulgel, antibakteri, kuersetin, virgin coconut oil, tween 80, span 80

(13)

xiii ABSTRACT

Quercetin has antibacterial activity against Staphylococcus aureus as a bacterium that causes aphthous stomatitis. Quercetin is formulated in nanoemulgel with Virgin Coconut Oil (VCO) as the oil phase. VCO contains saturated and unsaturated fatty acids which maintain the stability of the emulsion.

This study used 2x2 factorial design method, which aimed to determine the physical properties and antibacterial activity of quercetin nanoemulgel with VCO as the oil phase and Tween 80-Span 80 as surfactant. The physical properties test includes nanoemulsion type, percent transmittance, particle size, organoleptic, homogeneity, pH, viscosity, spreadability, adhesion, and preparation stability.

Physical properties data will be analyzed statistically using the two-way Analysis of Variance. Meanwhile, the antibacterial activity of nanoemulgel was determined using well diffusion method.

The results indicated that nanoemulgel has good physical properties of semisolid preparations. Based on the p-value’s model < 0,05, the variation of Tween 80-Span 80 as surfactant significantly affects the response of particle size, spreadability, and spreadability shift. However, formulas F1, FA, FB, and FB in nanoemulgel preparations didn't show antibacterial activity which could be caused by quercetin that can't be released from the gel. Further study is needed to obtain antibacterial preparations with p-value’s model < 0,05 for all responses.

Keywords: aphthous stomatitis, nanoemulgel, antibacterial, quercetin, virgin coconut oil, tween 80, span 80

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stomatitis aftosa atau yang dikenal sebagai sariawan merupakan penyakit mukosa mulut yang ditandai dengan sensasi terbakar hingga timbulnya ulserasi.

Sariawan dapat disebabkan oleh defisiensi besi, vitamin B12, asam folat, stress, ketidakseimbangan hormon, serta infeksi virus dan bakteri (Chiang et al., 2019).

Salah satu bakteri penyebab sariawan adalah Staphylococcus aureus.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang terdapat dalam tubuh dan bersifat tidak merugikan, namun berubah menjadi patogen akibat penurunan imunitas tubuh (Tong, Davis, Eichenberger, Holland, and Flower, 2015). Sariawan menimbulkan rasa tidak nyaman yang perlu diatasi dengan pengobatan antibakteri.

Pengobatan antibakteri untuk sariawan dilakukan melalui terapi topikal atau sistemik (Chiang et al., 2019). Terapi topikal dipilih karena mudah diaplikasikan, nyaman digunakan, dan penggunaannya lebih mudah dihentikan apabila terjadi masalah dibandingkan pemberian obat melalui rute lain. Namun, obat dengan permeabilitas yang buruk dan ukuran partikel yang besar akan sulit untuk dipenetrasikan (Shivaji and Vaibhav, 2021). Oleh sebab itu, zat aktif yang digunakan dalam obat adalah senyawa dengan permeabilitas yang baik.

Kuersetin merupakan senyawa flavonoid yang termasuk ke dalam BCS kelas II dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang baik. Sebagai salah satu senyawa flavonoid yang tersebar di alam, kuersetin memiliki efek samping minimal dalam mengobati ulser. Kuersetin memiliki aktivitas antioksidan, anti- inflamasi, dan antibakteri terhadap Staphylococcus aureus sebagai bakteri gram positif penyebab sariawan (Pandya, Kalappanavar, Annigeri, and Rao, 2017 ; Wang et al., 2018). Kelarutan rendah yang dimiliki kuersetin, akan memperburuk laju disolusi obat dan memengaruhi pelepasan obat. Laju disolusi dari kuersetin dapat ditingkatkan melalui pembentukan dispersi padat atau pemanfaatan teknologi nanopartikel (Zahara, Lucida, dan Zaini, 2020).

(15)

2

Teknologi nanopartikel menjadi tren terbaru dalam pengembangan sistem penghantaran obat karena sifat yang khas dan ukuran partikel yang kecil.

Nanoemulsi termasuk bagian dari teknologi nanopartikel dengan ukuran droplet berada dalam rentang 5-200 nm (Singh, Dhiman, Jindal, Sandhu, and Chitkara, 2016). Penambahan sistem nanoemulsi ke dalam matriks gel disebut nanoemulgel.

Nanoemulgel memiliki daya sebar yang lebih baik dari sediaan krim dan lebih tidak lengket jika dibandingkan dengan krip maupun salep, sehingga meningkatkan kepatuhan penggunaan obat. Nanoemulgel meningkatkan stabilitas nanoemulsi dengan peningkatan distribusi tetesan minyak dalam basis gel (Jivani, Patel, and Prajapati, 2018).

Fase minyak yang digunakan adalah Virgin Coconut Oil (VCO). VCO merupakan coconut oil yang dihasilkan melalui metode basah, yakni pencucian dengan air, pengendapan, penyaringan, dan sentrifugasi. VCO semakin populer di bidang ilmiah dan masyarakat karena memiliki berbagai manfaat kesehatan. VCO memiliki manfaat sebagai antivirus, antibakteri, meminimalkan penyerapan radikal bebas, mengobati sariawan, asam urat, kolesterol tinggi, dan diabetes. VCO dipilih sebagai fase minyak karena mudah didapatkan dengan biaya murah, sebab Indonesia merupakan negara penghasil VCO terbesar di dunia (Mela dan Bintang, 2021 ; Salian and Shetty, 2018). Selain itu, alasan pemilihan VCO sebagai fase minyak adalah karena mengandung asam lemak tak jenuh yang sekiranya dapat memengaruhi ukuran partikel emulsi menjadi konstan dan mengandung asam lemak jenuh yang dapat mencegah terjadinya creaming maupun koalesensi pada emulsi (Watanabe, Kawai, and Nonomura, 2018).

Surfaktan diperlukan dalam formulasi untuk membentuk emulsi yang homogen. Surfaktan yang digunakan adalah Tween 80 dan Span 80 yang berperan dalam menurunkan tegangan antarmuka dari fase air dan fase minyak (Choudhury et al., 2017). Tween 80 dan Span 80 dipilih sebagai surfaktan karena dianggap sebagai bahan yang tidak toksik dan memiliki risiko rendah dalam mengiritasi (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009). Tween 80 dan Span 80 dapat memengaruhi sifat fisis sediaan topikal. Peningkatan jumlah Tween 80 yang digunakan dapat

(16)

meningkatkan daya sebar sediaan, sedangkan peningkatan jumlah Span 80 dapat meningkatkan daya lekat sediaan (Wikantyasning dan Indianie, 2021).

Penelitian yang dilakukan oleh Pandya et al. (2017) menyatakan bahwa eksistensi kuersetin sebagai sediaan antibakteri topikal untuk mengobati sariawan belum tersedia secara komersial. Sediaan oral sariawan yang tersedia di pasaran belum banyak dengan harga yang relatif mahal. Penggunaan kuersetin sebagai zat aktif dan VCO sebagai fase minyak dalam sediaan antibakteri topikal menjadi pilihan sediaan dengan konsep “back to nature”. Pemanfaatan bahan alam dalam sediaan antibakteri topikal dapat menghasilkan produk dengan harga yang murah dan efek samping yang minimal. Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan pengembangan sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80 yang dapat dimanfaatkan sebagai sediaan antibakteri topikal.

Penelitian mengenai sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO, surfaktan Tween 80-Span 80, dan gelling agent tragakan telah dilakukan oleh Sugianto (2021). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh aktivitas antibakteri kuersetin adalah 2 mg/mL dengan daya hambat sedang. Namun, penelitian terdahulu belum menguji aktivitas antibakteri terhadap sediaan nanoemulgel kuersetin dan belum mendapatkan formula surfaktan yang optimum. Maka dari itu, peneliti akan melakukan optimasi kembali melalui serangkaian metode hingga menemukan area optimum dari hasil uji sifat fisis sediaan. Peneliti juga akan melakukan pengujian aktivitas antibakteri pada sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80 memenuhi syarat fisis yang baik?

2. Apakah sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80 memiliki aktivitas antibakteri yang baik terhadap bakteri Staphylococcus aureus?

(17)

4

C. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian didasarkan atas beberapa penelitian terkait yang telah dilakukan, yaitu:

1. Penelitian oleh Yuliani, Hartini, Stephanie, Pudyastuti, dan Istyastono (2016) menyatakan bahwa sediaan nanoemulsi minyak biji delima dengan fase minyak long-chain triglyceride dan medium-chain triglyceride menggunakan gabungan surfaktan Tween 80-Span 80 maupun Tween 80-PEG 400 tidak menunjukkan adanya perbedaan sifat fisis seperti pH, persen transmitan, viskositas dan ukuran droplet pada sediaan nanoemulsi minyak biji delima.

2. Penelitian oleh Sugianto (2021) menyatakan bahwa optimasi surfaktan tween 80 dan span 80 dalam sediaan antibakteri nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak virgin coconut oil berpengaruh secara signifikan terhadap ukuran partikel, namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persen transmitan, pH, viskositas, daya lekat, dan daya sebar sediaan.

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan mengenai uji antibakteri terhadap sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80 belum pernah dilakukan.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sifat fisis yang baik dari sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80.

2. Mengetahui aktivitas antibakteri sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80 terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis berupa kontribusi terhadap dunia kefarmasian dalam pengembangan teknologi nanoemulgel dengan penggunaan kuersetin dan fase minyak VCO sebagai sediaan antibakteri topikal.

2. Manfaat metodologis berupa kontribusi terhadap dunia kefarmasian dalam pengembangan metode penelitian mengenai uji sifat fisis dan antibakteri

(18)

nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80- Span 80.

3. Manfaat praktis berupa informasi kepada masyarakat mengenai sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO sebagai sediaan antibakteri topikal, sehingga dapat dikembangkan menjadi sediaan yang efektif dan nyaman digunakan.

(19)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stomatitis Aftosa

Stomatitis aftosa berasal dari kata yunani “aphthi” yang berarti

“menimbulkan sensasi terbakar atau inflamasi” untuk menggambarkan rasa sakit yang mengganggu. Stomatitis aftosa dikenal sebagai sariawan yang merupakan bentuk inflamasi berupa ulkus pada mukosa mulut dengan kejadian berulang.

Umumnya, stomatitis aftosa disebabkan oleh trauma lokal, stress, faktor genetik, ketidakseimbangan hormon, defisiensi nutrisi (besi, vitamin B12, asam folat), infeksi virus, infeksi bakteri, dan gangguan imun (Edgar, Saleh, and Miller, 2017).

Bakteri yang sering dijumpai pada sariawan adalah Staphylococcus aureus, sebagai bakteri yang terdapat dalam tubuh dan bersifat tidak merugikan, namun berubah menjadi patogen akibat penurunan imunitas tubuh (Tong et al., 2015). Timbulnya stomatitis aftosa ditandai dengan rasa tidak nyaman dan sensasi terbakar selama 1- 2 hari, kemudian terjadi ulserasi dengan dasar berwarna kuning-keabuan yang dikelilingi oleh eritema halo pada mukosa tidak berkeratin. Lokasi khas terbentuknya stomatitis aftosa berada di mukosa bukal (pipi), labial (bibir), dasar mulut, permukaan ventral lidah, dan langit-langit mulut. Stomatitis aftosa berlangsung selama 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas luka (Akintoye and Greenberg, 2014 ; Plewa and Chatterjee, 2021).

B. Nanoemulgel

Nanoemulgel merupakan nanoemulsi jenis M/A atau A/M dengan penambahan gelling agent dalam formulasinya. Nanoemulsi ialah emulsi yang dibuat dalam ukuran 5-200 nm (Singh et al., 2016) untuk meningkatkan permeabilitas bahan aktif farmasi. Nanoemulsi memiliki penampilan fisis yang transparan atau tembus cahaya, terdiri dari fase minyak dan air yang distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan. Aplikasi nanoemulsi sebagai sediaan topikal memiliki viskositas dan daya sebar yang lebih rendah daripada nanoemulgel, maka dari itu dilakukan konversi sederhana dari nanoemulsi ke

(20)

nanoemulgel. Kelebihan nanoemulgel diantaranya adalah tidak berminyak dan berisiko rendah menyebabkan iritasi atau efek samping, sehingga meningkatkan kepatuhan penggunaan obat. Nanoemulgel juga memiliki kapasitas pemuatan untuk menghantarkan obat yang tinggi dan meningkatkan spesifisitas penargetan bahan aktif ke tempat aksi apabila dibandingkan dengan sediaan mikroemulsi atau nanopartikel lipid padat (Choudhury et al., 2017 ; Jaiswal, Dudhe, and Sharma, 2015).

C. Kuersetin

Gambar 1. Struktur Kuersetin

(Pubchem, 2022) Kuersetin adalah senyawa berwarna kuning yang berasal dari kata latin

“quercetum” dengan arti “Oak Forest”. Kuersetin tidak larut dalam air, sukar larut dalam air panas, dan cukup larut dalam alkohol (David, Arulmoli, and Parasuraman, 2016). Kuersetin termasuk dalam golongan flovonoid khususnya flavonol, yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli, S. enterica Typhimurium, P. aeruginosa, dan S. aureus. Kuersetin berperan dalam merusak ultrastruktur dinding sel bakteri dan permeabilitas membran sel bakteri.

Permeabilitas membran sel bakteri yang dipengaruhi oleh kuersetin, menyebabkan protein intraseluler seperti ALP dan 𝛽-galaktosidase mengalami kebocoran, kemudian keluar dari sel bakteri ke media sekitarnya. Hal ini menyebabkan aktivitas ATP bakteri menjadi terganggu. Secara singkat, kuersetin sebagai antibakteri akan menurunkan sintesis protein bakteri, memengaruhi ekspresi protein dalam sel, kemudian mengakibatkan lisis dan kematian sel bakteri (Wang et al., 2018).

(21)

8

D. Virgin Coconut Oil (VCO)

Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak dengan bau khas kelapa dan memiliki warna bening seperti kristal. Minyak VCO diperoleh dari proses secara mekanis maupun alami terhadap daging buah kelapa segar dan matang, dengan atau tanpa menggunakan energi panas, serta tanpa pemurnian kimia. Metode yang digunakan untuk memperoleh VCO, menghasilkan minyak dengan kandungan yang tidak banyak berubah seperti kandungan asam laurat yang tinggi (Mela dan Bintang, 2021). Asam laurat merupakan Medium-Chain Fatty Acids (MCFA) yang digemari karena lebih polar dan bersifat hidrofilik (Srivastava, Semwal, and Sharma, 2018).

Selain asam laurat sebagai asam lemak jenuh penyusun VCO dengan persentase 32,73%, terdapat 0,187% asam kaproat, 1,12% asam oktanoat, 28,55% asam miristat, dan 17,16% asam palmitat. VCO juga mengandung asam lemak tak jenuh seperti 0,54% asam siklopropanapentanoat, 14,09% asam oleat, dan 5,68% asam stearat (Novilla, Nursidika, dan Mahargyani, 2017).

E. Tragakan

Tragakan merupakan golongan natural gelling agent yang bertanggung jawab terhadap pembentukan matriks gel. Mekanisme pembentukan gel pada tragakan adalah terbentuknya jaringan tiga dimensi pada polimer yang akan menjerap air, sehingga terbentuk gel (Forestryana, Fahmi, dan Putri, 2020). Basorin dan tragakantin adalah bagian dari tragakan yang berperan dalam pembentukan gel (Kandar, Hasnain, and Nayak, 2021). Tragakan terdiri dari 60-70% basorin yang tidak larut dalam air tetapi dapat mengembang dalam air, serta 20-30% tragakantin yang larut dalam air. Tragakan ditemukan dalam bentuk bubuk dengan warna putih hingga kekuningan, tidak berbau, dan memiliki rasa yang hambar. Tragakan terbukti sebagai bahan aman, tidak toksik, dan bersifat non-karsinogenik yang digunakan dalam formulasi sediaan oral farmasi (Rowe et al., 2009).

(22)

F. Tween 80 dan Span 80

Gambar 2. Struktur Tween 80

(Pubchem, 2022)

Gambar 3. Struktur Span 80

(Pubchem, 2022) Tween 80 dan span 80 dimanfaatkan sebagai surfaktan nonionik dalam formulasi nanoemulsi yang bertujuan untuk menurunkan tegangan antarmuka dua fase yang tidak dapat bersatu. Kriteria surfaktan yang baik adalah tidak toksik, dapat mencegah koalesensi, dan efektif dalam konsentrasi cukup rendah. Pemilihan surfaktan juga ditentukan berdasarkan nilai HLB. Namun, tiap surfaktan memiliki nilai HLB berbeda yang tidak mendekati nilai HLB dari nanoemulsi sistem air dalam minyak (HLB = 3-8) atau minyak dalam air (HLB = 8-16). Oleh sebab itu, digunakan kombinasi surfaktan dengan nilai HLB tinggi (Tween 80 = 15) dan rendah (Span 80 = 4,3) untuk mendapatkan keseimbangan antara hidrofilik dan lipofilik (Choudhury et al., 2017 ; Jaiswal et al., 2015).

Tween 80 merupakan cairan berminyak dengan warna kuning, bau yang khas, dan rasa sedikit pahit. Span 80 merupakan cairan kental berwarna kuning

(23)

10

dengan bau dan rasa yang khas (Rowe et al., 2009). Tween 80 dan span 80 memiliki gugus alkohol yang dapat berikatan lemah dengan air, sehingga menurunkan tegangan permukaan dari air. Kombinasi tween 80 dan span 80 membentuk sistem emulsi dengan menggabungkan fase minyak dan fase air melalui pembentukan lapisan monomolekuler. Rantai hidrokarbon dari tween 80 dan span 80 merupakan bagian hidrofobik yang membentuk interaksi van der waals di dalam droplet fase minyak. Terbentuknya interaksi van der waals dapat meningkatkan stabilitas emulsi. Sementara itu, bagian hidrofilik tween 80 dan span 80 yang berupa cincin akan membentuk ikatan hidrogen dengan air pada medium pendispersi.

Terbentuknya interaksi hidrogen akan mencegah globul-globul emulsi saling berkumpul dan membentuk koalesensi (Rahmawanty, Sariah, dan Sari, 2021 ; Rusli, Setiawan, dan Hikmawati, 2021).

G. Uji Sifat Fisis Sediaan Nanoemulgel

Uji sifat fisis pada sediaan topikal bertujuan untuk mengevaluasi dan menjamin mutu suatu sediaan sehingga efek farmakologis yang diharapkan dapat tercapai (Forestryana dkk., 2020). Uji sifat fisis pada sediaan nanoemulgel meliputi uji karakterisasi nanoemulsi, organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, daya lekat, dan stabilitas sebagai berikut.

1. Uji karakterisasi nanoemulsi

Uji karakterisasi nanoemulsi dilakukan dengan uji tipe nanoemulsi, pengukuran persen transmitan, dan ukuran partikel sediaan nanoemulsi. Uji tipe nanoemulsi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui suatu sediaan tergolong ke dalam tipe Minyak dalam Air (M/A) atau Air dalam Minyak (A/M). Sediaan termasuk ke dalam tipe M/A jika sampel terdispersi sempurna dalam aquadest, sedangkan tipe A/M jika sampel tidak terdispersi dalam aquadest melainkan terdispersi sempurna dalam fase minyak (Yuliani dkk., 2016). Pengukuran persen transmitan dilakukan dengan pengenceran 1 mL sampel terhadap aquadest dalam labu takar 100 mL, kemudian kejernihan nanoemulsi dianalisis melalui spektrofotometri UV-Vis. Semakin jernih nanoemulsi, maka diperkirakan ukuran partikel telah mencapai ukuran

(24)

nanometer. Nilai persen transmitan yang baik adalah 90-100% (Lina, Maharani, Sutharini, Wijayanti, dan Astuti, 2017). Sementara itu, uji pengukuran partikel dilakukan untuk memastikan bahwa sediaan nanoemulsi berada dalam rentang 5-200 nm (Singh et al., 2016).

2. Uji organoleptis

Uji organoleptis bertujuan untuk mengevaluasi sediaan nanoemulgel dari penampilan luarnya. Umumnya, sediaan gel berwarna bening atau jernih (Forestryana dkk., 2020).

3. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya partikel pada sediaan nanoemulgel. Sediaan dikatakan homogen apabila tidak ditemukan gumpalan atau partikel kasar saat pengujian (Forestryana dkk., 2020).

4. Uji pH

Uji pH bertujuan untuk mengetahui pH sediaan agar sesuai dengan pH tempat aksi untuk menghindari terjadi iritasi (Forestryana dkk., 2020).

Tempat aksi dari sediaan nanoemulgel stomatitis aftosa adalah mukosa mulut.

Mukosa mulut memiliki pH 5,5-7,9 (Megawati, Roosevelt, dan Akhir, 2019), sehingga menjadi nilai pH yang diharapkan untuk dimiliki oleh sediaan nanoemulgel stomatitis aftosa.

5. Uji viskositas

Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan suatu sediaan (Imanto, Prasetiawan, dan Wikantyasning, 2019). Nilai viskositas semisolid yang baik adalah 50-200 d.Pa.s (Husein dan Lestari, 2019), karena pada rentang tersebut gel dapat menyebar dengan baik saat diaplikasikan (Forestryana dkk., 2020).

6. Uji daya sebar

Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan gel dalam menyebar saat diaplikasikan. Sediaan semisolid yang baik memiliki daya sebar antara 5-7 cm (Forestryana dkk., 2020).

(25)

12

7. Uji daya lekat

Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan gel dalam melekat saat diaplikasikan. Sediaan topikal yang baik memiliki daya lekat >

4 detik (Wibowo, Rahmawati, dan Murrukmihadi, 2021). Jika sediaan topikal memiliki daya lekat < 4 detik, maka terdapat kemungkinan efek terapi tidak tercapai (Imanto dkk., 2019).

8. Uji stabilitas

Uji stabilitas bertujuan untuk mengetahui kestabilan nanoemulgel selama masa penyimpanan. Nanoemulgel dikatakan stabil secara fisis jika tidak terdapat perubahan warna, bau, tidak terjadi pemisahan fase (Imanto dkk., 2019), memiliki homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, dan daya lekat yang sesuai syarat sediaan gel yang baik.

H. Uji Antibakteri Sediaan Nanoemulgel

Metode difusi sumuran banyak digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri. Permukaan pelat agar diinokulasi dengan cara menyebarkan sejumlah volume inokulum bakteri ke seluruh permukaan agar. Selanjutnya, dibuat lubang membentuk sumur dengan diameter 6 mm menggunakan cork borer yang dilakukan secara aseptik. Zat antibakteri yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran. Agen antibakteri akan terdifusi ke dalam media agar selama masa inkubasi (Balouiri, Sadiki, and Ibnsouda, 2016). Aktivitas antibakteri sediaan diamati melalui terbentuknya zona bening di sekitar lubang sumuran yang menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri. Keunggulan metode difusi sumuran adalah menghasilkan zona hambat yang lebih luas dan pengukurannya lebih mudah karena bakteri tidak hanya melakukan aktivitas di permukaan media agar, melainkan sampai ke bawah (Nurhayati, Yahdiyani, dan Hidayatulloh, 2020).

Aktivitas antibakteri pada sediaan diklasifikasikan menjadi lemah (<5 mm), sedang (5-10 mm), kuat (10-20 mm), dan sangat kuat (>20 mm) berdasarkan diameter zona hambat yang terbentuk (Djarot, Diana, dan Indriati, 2020).

(26)

I. Landasan Teori

Stomatitis aftosa merupakan bentuk peradangan yang menyebabkan rasa tidak nyaman bagi penderitanya. Salah satu penyebab stomatitis aftosa adalah infeksi bakteri Staphylococcus aureus. Kuersetin memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap Staphylococcus aureus. Oleh karenanya, dikembangkan nanoemulgel kuersetin sebagai sediaan topikal yang diharapkan efektif sebagai pengobatan antibakteri. Partikel sediaan yang berukuran nano dapat meningkatkan spesifisitas penargetan bahan aktif ke tempat aksi. Formula yang digunakan dalam sediaan nanoemulgel merupakan bahan alam yang minim efek samping, seperti kuersetin, VCO, dan tragakan. Sementara itu, terdapat surfaktan yang tidak toksik dalam formulasi yakni Tween 80 dan Span 80.

Sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80 dipastikan baik secara fisis melalui beberapa uji. Uji sifat fisis yang dilakukan antara lain tipe nanoemulsi, persen transmitan, ukuran partikel, organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, daya lekat, dan stabilitas sediaan. Selain itu, dilakukan uji aktivitas antibakteri terhadap sediaan nanoemulgel kuersetin menggunakan metode difusi sumuran.

J. Hipotesis

1. Sediaan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80 memiliki sifat fisis dan aktivitas antibakteri yang baik.

2. Sediaan nanoemulgel dengan bahan aktif kuersetin memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.

(27)

14 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai pengujian sifat fisis dan antibakteri nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO dan surfaktan Tween 80-Span 80 menggunakan jenis penelitian eksperimental murni desain faktorial 2 faktor dan 2 level.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel Bebas penelitian ini adalah variasi konsentrasi surfaktan tween 80 dan span 80.

b. Variabel Tergantung penelitian ini adalah sifat fisis nanoemulgel meliputi tipe nanoemulsi, persen transmitan, ukuran partikel, organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, dan daya lekat.

2. Variabel Pengacau

a. Variabel Pengacau Terkendali penelitian ini adalah alat-alat penelitian, wadah penyimpanan, dan tempat penyimpanan.

b. Variabel Pengacau Tak Terkendali penelitian ini adalah suhu dan kelembaban udara pada saat pembuatan serta penyimpanan sediaan nanoemulgel.

3. Definisi Operasional

a. Stomatitis aftosa merupakan bentuk inflamasi dengan sensasi terbakar pada mukosa mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.

b. Nanoemulgel merupakan sediaan nanoemulsi dengan penambahan gelling agent dalam formulasinya.

c. Kuersetin merupakan senyawa golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.

d. Ukuran partikel yang diharapkan dari sediaan nanoemulgel berada dalam rentang 5-200 nm.

(28)

e. Fase minyak VCO merupakan minyak yang diperoleh dari daging buah kelapa segar dan matang tanpa melalui proses pemurnian kimia.

f. Uji sifat fisis nanoemulgel antara lain uji tipe nanoemulsi, persen transmitan, ukuran partikel, organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, daya lekat, dan stabilitas sediaan.

g. Uji antibakteri metode difusi sumuran merupakan metode yang digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri dengan cara memasukkan zat antibakteri ke dalam lubang sumuran pada media agar yang telah diinokulasi dengan sejumlah bakteri.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quercetin sigma, Virgin Coconut Oil (VCO), Tween 80, Span 80, Tragakan, aquadest, etanol, Bakteri Staphylococcus aureus, Muller Hinton Agar (MHA), Gentamisin, dan blue tip.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas beaker 100 dan 250 mL (PYREX), gelas ukur 100 mL (PYREX), homogenizer, sonicator bath, batang pengaduk, Particle Size Analyzer tipe dynamic light scattering, labu takar 100 dan 500 mL, pipet tetes, pipet ukur, glass firm, spektrofotometri UV-Vis, kuvet, magnetic stirrer, hot plate, mixer, object glass, pH meter, viskometer RION, plat kaca dengan milimeter blok, alat uji daya lekat, anak timbang, cork borer, cawan petri, mikropipet, freezer, inkubator, jangka sorong, timbangan analitik, autoclave, dan Biosafety Cabinet (BCS).

(29)

16

E. Tata Cara Penelitian 1. Formulasi nanoemulsi

Formula acuan yang digunakan untuk membuat nanoemulsi tersaji dalam Tabel I.

Tabel I. Formula Acuan Nanoemulsi

Bahan Fungsi Komposisi (g)

Kuersetin Bahan aktif 0,2

VCO Fase minyak 3

Tween 80 Surfaktan 11 12

Span 80 Surfaktan 3 3,5

Aquadest Fase air add 100 mL

(Sugianto, 2021) Pada penelitian ini dilakukan modifikasi formula pada komposisi surfaktan tween 80 seperti pada Tabel II dan IV.

Tabel II. Faktor dan Level Optimasi

Faktor Level Rendah Level Tinggi

Span 80 3 gram 3,5 gram

Tween 80 12 gram 13 gram

Tabel III. Rancangan Formula Optimasi Surfaktan Tween 80-Span 80

Formula Faktor

A (Tween 80) B (Span 80)

F1 - -

FA + -

FB - +

FAB + +

Keterangan : (-) = level rendah (+) = level tinggi

(30)

Setelah dilakukan rancangan formula dengan metode desain faktorial, maka diperoleh hasil rancangan formula optimasi yang ditunjukkan pada Tabel IV.

Tabel IV. Rancangan Formula Nanoemulsi Kuersetin

Bahan Komposisi

Formula 1 Formula A Formula B Formula AB

Kuersetin 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g

VCO 3 g 3 g 3 g 3 g

Tween 80 12 g 13 g 12 g 13 g

Span 80 3 g 3 g 3,5 g 3,5 g

Aquadest 100 mL 100 mL 100 mL 100 mL

2. Pembuatan nanoemulsi

Pembuatan nanoemulsi dilakukan dengan cara kuersetin, VCO, tween 80, dan span 80 dimasukkan ke dalam gelas beaker sesuai konsentrasi formula pada tabel IV. Kemudian, bahan-bahan pada gelas beaker dicampur menggunakan magnetic stirrer pada hot plate selama 10 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Setelah 10 menit, ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit dan kecepatan pengadukan ditingkatkan menjadi 1250 rpm selama 10 menit. Selanjutnya, bahan dihomogenkan kembali menggunakan homogenizer selama 2 menit dan dilanjutkan dengan sonikasi selama 40 menit pada sonicator bath (Yuliani dkk., 2016). Setiap formula dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

3. Karakterisasi nanoemulsi

a. Uji tipe nanoemulsi dilakukan dengan metode dilusi atau pengenceran.

Sampel dilarutkan ke dalam fase air (1:100) dan fase minyak (1:100).

Jika sampel terdispersi sempurna dalam aquadest, maka tipe nanoemulsi tergolong dalam tipe minyak dalam air (M/A). Sementara

(31)

18

itu, sampel yang terdispersi sempurna dalam fase minyak, maka dikategorikan sebagai nanoemulsi tipe air dalam minyak (A/M) (Yuliani dkk., 2016).

b. Uji persen transmitan dilakukan menggunakan spektrofotometri UV- Vis pada panjang gelombang 650 nm. Sebanyak 1 mL sampel dilarutkan menggunakan aquadest dalam labu takar 100 mL. Blanko yang digunakan untuk uji persen transmitan adalah aquadest. Nilai persen transmitan larutan sampel akan muncul pada layar (Lina dkk., 2017).

c. Uji ukuran partikel nanoemulsi dilakukan menggunakan alat Particle Size Analyzer dengan metode dynamic light scattering pada sudut scattering 90º (Imanto dkk., 2019).

4. Formulasi nanoemulgel

Formulasi hidrogel dibuat dengan mengembangkan 4 gram tragakan yang berfungsi sebagai gelling agent dalam sediaan nanoemulsi melalui pengadukan konstan dalam wadah baskom hingga terbentuk massa yang homogen. Pengadukan dilakukan menggunakan mixer selama 10 menit untuk mempercepat proses pembentukan gel (Elsewedy, Younis, Shehata, Mohamed, and Soliman, 2021).

5. Uji sifat fisis sediaan nanoemulgel

Uji sifat fisis sediaan nanoemulgel dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati rasa, warna, dan bau dari sediaan yang dibuat (Forestryana dkk., 2020).

b. Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan nanoemulgel pada object glass dan diamati ada tidaknya partikel kasar ataupun gumpalan (Forestryana dkk., 2020).

c. Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengujian diawali dengan kalibrasi elektroda menggunakan larutan standar dapar pH 4

(32)

dan 7. Apabila nilai pH yang tertera pada layar telah stabil dan sesuai dengan nilai pH standar dapar, maka kalibrasi dianggap selesai.

Selanjutnya, elektroda dicelupkan ke dalam sediaan uji dan nilai pH akan tertera pada layar (Yuliani dkk., 2016).

d. Uji viskositas nanoemulgel dilakukan menggunakan viskometer RION rotor no 2. Sampel nanoemulgel dimasukan ke dalam pot dan rotor ditempatkan di tengah-tengah pot. Selanjutnya, alat dihidupkan dan nilai viskositas sediaan akan muncul pada layar (Imanto dkk., 2019).

e. Uji daya sebar dilakukan dengan menimbang nanoemulgel sebanyak 0,5 gram pada plat kaca dan diberi beban 150 g selama 1 menit (Ermawati, Yugatama, dan Wulandari, 2020).

f. Uji daya lekat dilakukan dengan meletakkan 0,25 gram nanoemulgel diantara dua object glass, kemudian diberi beban 1 kg selama 5 menit.

Selanjutnya, object glass dipasang pada alat tes dan dilepaskan beban seberat 80 gram. Waktu yang dibutuhkan hingga object glass terlepas dicatat sebagai daya lekat nanoemulgel (Imanto dkk., 2019).

g. Uji stabilitas fisis nanoemulgel dilakukan dengan metode freeze thaw sebanyak 3 siklus. Tiap siklus terdiri dari penyimpanan sediaan pada suhu -20oC dan 25oC masing-masing selama 48 jam (Sungpud, Panpipat, Chaijian, and Yoon, 2020). Pengamatan dilakukan terhadap organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, dan daya lekat sediaan.

6. Uji aktivitas antibakteri nanoemulgel

Uji aktivitas antibakteri nanoemulgel kuersetin dilakukan menggunakan metode difusi sumuran. Bakteri Staphylococcus aureus dikulturkan dengan metode pour plate. Sejumlah volume tertentu suspensi dihomogenkan dengan media MHA sebagai seed layer, kemudian dituang ke dalam cawan petri berisi media MHA sebagai base layer yang telah memadat.

Setelah seed layer memadat, dibuat 6 lubang sumuran dengan ukuran 6 mm.

Dengan jumlah yang sama, tiap lubang diisi dengan formula F1, FA, FB,

(33)

20

FAB, kontrol positif, dan negatif. Kontrol positif yang digunakan adalah gentamisin, sedangkan kontrol negatif adalah aquadest steril. Selanjutnya, diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37oC (Djarot dkk., 2020 ; Lisnawati, Marcellia, dan Tutik, 2022). Diameter zona hambat yang terbentuk, diamati dan diukur menggunakan jangka sorong (Nurhayati dkk., 2020).

F. Analisis Hasil

Pada penelitian ini hasil yang diperoleh berupa sifat fisis sediaan nanoemulsi dan nanoemulgel kuersetin dengan fase minyak VCO serta surfaktan Tween 80-Span 80. Hasil tersebut akan dianalisis dengan metode two-way Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan program aplikasi Design Expert Version 13.

Nilai p-value < 0,05 menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari variasi surfaktan Tween 80-Span 80 terhadap sifat fisis sediaan. Selanjutnya area optimum dari setiap faktor terhadap respon yang memiliki model dengan p-value < 0,05 akan ditentukan menggunakan superimposed contour plot.

(34)

21 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Sediaan Nanoemulsi Kuersetin

Pembuatan sediaan nanoemulsi kuersetin dilakukan mengikuti penelitian Yuliani dkk. (2016) yang telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan hasil orientasi penulis. VCO, tween 80, dan span 80 ditambahkan sejumlah formula pada tabel IV ke dalam gelas beaker yang berisi kuersetin terlarut. Kuersetin tidak larut dalam air maupun air panas, melainkan cukup larut dalam alkohol (David et al., 2016), maka dari itu kuersetin dilarutkan dengan beberapa tetes etanol 70%. Gelas beaker berisi campuran dan magnetic stirrer diletakkan di atas hotplate selama 10 menit dengan suhu 90oC dan kecepatan 1000 rpm. Setelah 10 menit, ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit dan kecepatan pengadukan ditingkatkan menjadi 1250 rpm selama 10 menit. Selain untuk menghomogenkan campuran sediaan dan mempercepat pembentukan nanoemulsi, penggunaan magnetic stirrer dengan suhu 90oC juga membantu penguapan etanol 70% (Gurpreet and Singh, 2018) yang memiliki titik didih 78,15oC (Rowe et al., 2009). Pemanasan yang dilakukan tidak akan memengaruhi kuersetin, karena kuersetin memiliki titik lebur 316,5oC (Pubchem, 2022). Pembuatan nanoemulsi menggunakan magnetic stirrer termasuk ke dalam metode energi rendah yang menghasilkan sediaan dengan ukuran droplet kurang seragam (Listyorini, Wijayanti, dan Astuti, 2018), sehingga pembentukan nanoemulsi dilanjutkan menggunakan metode energi tinggi dengan homogenizer dan sonicator bath.

Campuran bahan dihomogenkan kembali menggunakan homogenizer selama 2 menit dan dilanjutkan dengan sonikasi selama 40 menit pada sonicator bath (Yuliani dkk., 2016). Semakin lama putaran dan semakin tinggi kecepatan homogenizer akan meningkatkan kontak antar molekul, sehingga ukuran droplet yang dihasilkan akan semakin kecil (Aini, Wijayatri, and Pribadi, 2022). Untuk mencapai ukuran nanometer yang lebih kecil, dilakukan sonikasi yang memanfaatkan gelombang suara dan getaran dalam memisahkan gumpalan partikel kemudian memecahnya menjadi ukuran yang lebih kecil (Listyorini dkk., 2018).

(35)

22

B. Pengujian Sifat Fisis Nanoemulsi Kuersetin

Uji sifat fisis sediaan nanoemulsi kuersetin yang dilakukan meliputi uji tipe nanoemulsi, persen transmitan, dan ukuran partikel. Uji sifat fisis sediaan nanoemulsi dilakukan dengan tujuan untuk memastikan sediaan yang terbentuk sudah memenuhi parameter nanoemulsi yang baik.

1. Uji tipe nanoemulsi

Uji tipe nanoemulsi dilakukan untuk mengetahui sediaan nanoemulsi tergolong ke dalam tipe M/A atau A/M. Pengujian dilakukan dengan melarutkan 1 mL sampel ke dalam 100 mL fase air dan fase minyak di gelas beaker yang berbeda. Berdasarkan perhitungan nilai HLB, tipe nanoemulsi yang diharapkan adalah M/A dengan nilai HLB yakni 8-16 (Choudhury et al., 2017). Menurut penelitian Indirasvari, Permana, dan Suter (2018), HLB 13 merupakan HLB optimum yang menghasilkan sediaan emulsi paling stabil dan jernih. Maka dari itu, penentuan variasi surfaktan pada formula telah disesuaikan dengan nilai HLB optimum yaitu berkisar antara 12,58 - 12,99 (Lampiran 5). Hasil yang diperoleh (Lampiran 4) menunjukkan bahwa, baik formula F1, FA, FB, dan FAB, terdispersi sempurna dalam aquadest sebagai fase air. Hal ini sesuai dengan teori Yuliani dkk. (2016), yang menyatakan bahwa nanoemulsi tergolong ke dalam tipe M/A apabila sampel terdispersi sempurna dalam fase air. Formula pada sediaan nanoemulsi didominasi oleh tween 80 yang bersifat hidrofilik dibandingkan Span 80 yang bersifat lipofilik, sehingga sediaan nanoemulsi terdispersi dalam air.

2. Uji persen transmitan

Uji persen transmitan dilakukan dengan pengenceran 1 mL sampel terhadap aquadest dalam labu takar 100 mL. Persen transmitan larutan diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 650 nm (Lina dkk., 2017). 650 nm berada di area Visible berwarna kuning-oranye yang sesuai dengan warna kuersetin. Pengukuran persen transmitan dilakukan

(36)

untuk mengukur kejernihan nanoemulsi dengan menggunakan baku pembanding aquadest. Tabel V berikut merupakan hasil uji persen transmitan dari nanoemulsi kuersetin.

Tabel V. Hasil Data Persen Transmitan Nanoemulsi Kuersetin Formula Rerata %

Transmitan ± SD

P- Value Model

Efek Tween

80

Efek Span 80

Efek Interaksi Tween 80-

Span 80 F1 98,07 ± 1,422

0,3448 1,20 0,12 0,03 FA 99,23 ± 0,646

FB 98,16 ± 1,392 FAB 99,38 ± 0,355

Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel V, rerata persen transmitan yang diperoleh menunjukkan bahwa formula F1, FA, FB, dan FAB telah memenuhi nilai persen transmitan nanoemulsi yang baik yaitu 90-100% (Lina dkk., 2017). Nanoemulsi dengan nilai persen transmitan yang mendekati 100% akan memiliki kejernihan yang lebih baik. Hal ini karena sediaan memiliki ukuran partikel yang sangat kecil, sehingga efek penghamburan cahaya yang terjadi akan sedikit dan cahaya akan diteruskan (Listyorini dkk., 2018).

Gambar 4. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon Persen Transmitan

(37)

24

Garis hitam pada Gambar 4 mendeskripsikan level rendah Span 80, sedangkan garis merah mendeskripsikan level tinggi Span 80. Gambar tersebut menunjukkan garis yang hampir sejajar, berarti hanya terdapat sedikit interaksi antara faktor Tween 80 dan Span 80 yang memengaruhi respon persen transmitan (Mahieux, 2006 ; Vittoz, 2021). Hal ini didukung oleh data pada Tabel V yang menunjukkan efek faktor terhadap respon persen transmitan. Faktor yang paling dominan memengaruhi respon persen transmitan adalah Tween 80 dengan meningkatkan nilai persen transmitan.

Sementara itu, faktor interaksi Tween 80-Span 80 memiliki efek yang paling kecil terhadap respon persen transmitan dalam meningkatkan nilai persen transmitan.

Nilai persen transmitan yang diperoleh kemudian dianalisis dengan ANOVA menggunakan aplikasi Design Expert Version 13 (Lampiran 6).

Hasil analisis ANOVA dari nilai persen transmitan memiliki model dengan p-value > 0,05 yakni 0,3448, yang menunjukkan bahwa variasi faktor surfaktan Tween 80-Span 80 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon persen transmitan. Koefisien determinasi R2 yang diperoleh adalah 0,3246, berarti sebanyak 32,46% dari respon persen transmitan dipengaruhi oleh variasi surfaktan Tween 80-Span 80. Sementara itu, sebanyak 67,54% persen transmitan dipengaruhi oleh faktor lain (Sudjana, 2005).

3. Uji ukuran partikel nanoemulsi

Uji ukuran partikel nanoemulsi dilakukan menggunakan alat Particle Size Analyzer dengan metode dynamic light scattering pada sudut scattering 90º (Imanto dkk., 2019). Prinsip kerja dari alat Particle Size Analyzer adalah mengukur intensitas pergerakan partikel suatu sampel dengan hamburan sinar laser (Nugroho, Artikawati, dan Suparmi, 2021).

Tujuan dilakukan uji ukuran partikel adalah untuk memastikan sediaan nanoemulsi yang terbentuk telah mencapai ukuran nanopartikel. Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada Tabel VI, diperoleh rerata ukuran partikel

(38)

formula F1, FA, FB, dan FAB yang telah memenuhi rentang ukuran partikel nanoemulsi yaitu 5-200 nm (Singh et al., 2016).

Tabel VI. Hasil Data Ukuran Partikel Nanoemulsi Kuersetin Formula Rerata

Ukuran Partikel (nm)

± SD

P-Value Model

Efek Tween

80

Efek Span 80

Efek Interaksi Tween 80- Span 80 F1 22,17 ± 0,569

< 0,0001 6,78 29,38 -35,12 FA 64,07 ± 1,258

FB 86,67 ± 1,620 FAB 58,33 ± 0,322

Gambar 5. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon Ukuran Partikel

Garis hitam pada Gambar 5 mendeskripsikan level rendah Span 80, sedangkan garis merah mendeskripsikan level tinggi Span 80. Gambar tersebut menunjukkan garis yang tidak sejajar, berarti terdapat interaksi antara faktor Tween 80 dan Span 80 yang memengaruhi respon ukuran partikel (Mahieux, 2006 ; Vittoz, 2021). Hal ini didukung oleh data pada Tabel VI yang menunjukkan efek faktor terhadap respon ukuran partikel.

Faktor yang paling dominan memengaruhi respon ukuran partikel adalah interaksi Tween 80-Span 80 dengan menurunkan nilai ukuran partikel.

Sementara itu, faktor Tween 80 dan Span 80 akan memengaruhi peningkatan nilai ukuran partikel.

(39)

26

Nilai ukuran partikel yang diperoleh kemudian dianalisis dengan ANOVA menggunakan aplikasi Design Expert Version 13 (Lampiran 8).

Hasil analisis ANOVA dari nilai ukuran partikel memiliki model dengan p- value < 0,05 yakni kurang dari 0,0001, yang menunjukkan bahwa faktor variasi surfaktan Tween 80-Span 80 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon ukuran partikel sediaan nanoemulsi dengan bahan aktif kuersetin. Koefisien determinasi R2 yang diperoleh adalah 0,9986, berarti sebanyak 99,86% dari respon ukuran partikel dipengaruhi oleh variasi surfaktan Tween 80-Span 80. Sementara itu, sebanyak 0,14% ukuran partikel dipengaruhi oleh faktor lain (Sudjana, 2005).

Persamaan model yang diperoleh dari respon ukuran partikel dapat dilihat pada persamaan berikut (Lampiran 8):

Y = 57,81 + 3,39 (X1) + 14,69 (X2) – 17,56 (X1)(X2) (1) Y merupakan respon ukuran partikel, X1 adalah Tween 80, X2 adalah Span 80, dan X1X2 adalah interaksi dari Tween 80 dengan Span 80.

Persamaan ini digunakan untuk memprediksi contour plot variasi surfaktan Tween 80-Span 80 terhadap respon ukuran partikel pada Gambar 6. Plot yang terbentuk merupakan area optimum respon ukuran partikel dari variasi surfaktan Tween 80-Span 80.

Gambar 6. Contour Plot Variasi Surfaktan Tween 80-Span 80 Terhadap Respon Ukuran Partikel

(40)

Selain menghasilkan data ukuran partikel, alat Particle Size Analyzer juga dapat menghasilkan data distribusi ukuran partikel. Distribusi ukuran partikel dapat dilihat dari indeks polidispersitas. Menurut Aini et al. (2022), nanoemulsi dinyatakan bersifat monodispersi atau memiliki distribusi ukuran partikel yang sempit dan seragam apabila nilai indeks polidispersitas berada dalam rentang 0,01-0,7. Namun, menurut Listyorini dkk. (2018), nilai indeks polidispersitas > 0,5 menunjukkan bahwa sediaan memiliki distribusi ukuran partikel yang lebih luas. Berdasarkan hasil pengujian indeks polidispersitas nanoemulsi kuersetin yang terdapat pada Tabel VII, diperoleh rerata indeks polidispersitas formula F1, FA, FB, dan FAB yang menunjukkan distribusi ukuran partikel bersifat monodispersi.

Tabel VII. Hasil Indeks Polidispersitas Nanoemulsi Kuersetin Formula Indeks Polidispersitas Rerata ± SD

R1 R2 R3

F1 0,352 0,375 0,379 0,37 ± 0,015 FA 0,426 0,427 0,441 0,43 ± 0,008 FB 0,448 0,464 0,440 0,45 ± 0,012 FAB 0,415 0,415 0,421 0,42 ± 0,004

C. Pembuatan Sediaan Nanoemulgel Kuersetin

Aplikasi nanoemulsi sebagai sediaan topikal memiliki viskositas dan daya sebar yang lebih rendah daripada nanoemulgel (Choudhury et al., 2017), maka dari itu ditambahkan gelling agent pada sediaan nanoemulsi untuk membentuk sediaan nanoemulgel. Gelling agent yang digunakan adalah tragakan yang terbukti aman dan tidak toksik untuk sediaan oral farmasi (Rowe et al., 2009). Sebanyak 4 gram tragakan dikembangkan menggunakan mixer selama 10 menit hingga terbentuk sediaan yang homogen. Penggunaan mixer bertujuan untuk mendapatkan pengadukan konstan yang dapat mempercepat proses pembentukan gel (Elsewedy et al., 2021).

(41)

28

D. Pengujian Sifat Fisis dan Stabilitas Fisis Nanoemulgel Kuersetin Uji sifat fisis sediaan nanoemulgel kuersetin meliputi uji organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, dan daya lekat. Pengujian sifat fisis sediaan dilakukan sebelum dan sesudah uji stabilitas fisis dengan tujuan untuk menjamin mutu serta stabilitas nanoemulgel selama masa penyimpanan. Uji stabilitas fisis nanoemulgel dilakukan dengan metode freeze thaw sebanyak 3 siklus. Satu siklus terdiri dari penyimpanan selama 48 jam di freezer suhu -20oC dan selama 48 jam berikutnya di suhu ruang 25oC (Sungpud et al., 2020).

1. Uji organoleptis

Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati rasa, warna dan bau dari sediaan nanoemulgel kuersetin. Uji organoleptis bertujuan untuk mengevaluasi sediaan dengan indra manusia karena akan memengaruhi kenyamanan penggunaan dari sediaan nanoemulgel (Forestryana dkk., 2020).

Organoleptis sediaan nanoemulgel yang diharapkan ialah berwarna kuning jernih mengikuti warna kuersetin, memiliki rasa dan bau yang nyaman untuk digunakan. Pada pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil formula F1, FA, FB, dan FAB berwarna kuning, memiliki bau dan rasa pahit khas minyak (Lampiran 10). Setelah pengujian stabilitas fisis selama 3 siklus, diperoleh hasil organoleptis formula F1, FA, FB, dan FAB yang tetap stabil dengan sediaan berwarna kuning, memiliki bau dan rasa pahit khas minyak.

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas nanoemulgel dilakukan dengan mengoleskan nanoemulgel pada object glass kemudian diamati secara visual. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui persebaran partikel pada sediaan nanoemulgel.

Hasil pengujian yang diperoleh adalah formula F1, FA, FB, dan FAB, baik sebelum dan sesudah uji stabilitas, tersebar secara merata tanpa ada gumpalan (Lampiran 11). Hal ini menunjukkan bahwa sediaan nanoemulgel sudah homogen karena tidak ditemukan gumpalan atau partikel kasar (Forestryana dkk., 2020).

(42)

3. Uji pH

Uji pH nanoemulgel dilakukan dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi dengan larutan standar dapar pH 4 dan 7 (Yuliani dkk., 2016). Uji pH bertujuan untuk menyesuaikan pH sediaan dengan pH mukosa mulut sebagai tempat aksi untuk menghindari iritasi (Forestryana dkk., 2020).

Hasil pengujian yang diperoleh ditunjukkan dalam Tabel VIII, dengan rerata pH formula F1, FA, FB, dan FAB telah memiliki nilai pH yang sesuai dengan pH mukosa mulut yakni 5,5-7,9 (Megawati dkk., 2019).

Tabel VIII. Hasil Data pH Nanoemulgel Kuersetin Formula Rerata pH ±

SD

P- Value Model

Efek Tween

80

Efek Span 80

Efek Interaksi Tween 80-

Span 80 F1 6,53 ± 0,116

0,6140 -0,02 0,05 0,05 FA 6,47 ± 0,058

FB 6,53 ± 0,058 FAB 6,57 ± 0,116

Gambar 7. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon pH

Garis hitam pada Gambar 7 mendeskripsikan level rendah Span 80, sedangkan garis merah mendeskripsikan level tinggi Span 80. Gambar tersebut menunjukkan garis yang tidak sejajar, berarti terdapat interaksi antara faktor Tween 80 dan Span 80 yang memengaruhi respon pH (Mahieux,

(43)

30

2006 ; Vittoz, 2021). Hal ini didukung oleh data pada Tabel VIII yang menunjukkan efek faktor terhadap respon pH. Faktor yang paling dominan memengaruhi respon pH adalah faktor Span 80 dan interaksi Tween 80-Span 80 dengan meningkatkan nilai ukuran partikel. Sementara itu, faktor Tween 80 akan memengaruhi penurunan nilai pH.

Nilai pH yang diperoleh kemudian dianalisis dengan ANOVA menggunakan aplikasi Design Expert Version 13 (Lampiran 12). Hasil analisis ANOVA dari nilai pH memiliki model dengan p-value > 0,05 yakni 0,6140, yang menunjukkan bahwa faktor surfaktan Tween 80-Span 80 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon pH. Koefisien determinasi R2 yang diperoleh adalah 0,1919, berarti sebanyak 19,19% dari respon pH dipengaruhi oleh variasi surfaktan Tween 80-Span 80. Sementara itu, sebanyak 80,81% pH dipengaruhi oleh faktor lain (Sudjana, 2005).

Gambar 8. Grafik Pergeseran pH

Pada Gambar 8 ditunjukkan grafik pergeseran pH yang terjadi setelah uji stabilitas sebanyak 3 siklus. Formula F1, FA, FB, dan FAB mengalami pergeseran nilai pH, namun masih memenuhi syarat nilai pH yang sesuai dengan pH mukosa mulut yakni 5,5-7,9 (Megawati dkk., 2019).

Nilai pergeseran pH yang diperoleh kemudian dianalisis dengan ANOVA menggunakan aplikasi Design Expert Version 13 (Lampiran 12).

Hasil analisis ANOVA dari nilai pergeseran pH memiliki model dengan p- value > 0,05 yakni 0,5131, yang menunjukkan bahwa faktor surfaktan Tween 80-Span 80 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon

(44)

pergeseran pH. Koefisien determinasi R2 yang diperoleh adalah 0,2377, berarti sebanyak 23,77% dari respon pergeseran pH dipengaruhi oleh variasi surfaktan Tween 80-Span 80. Sementara itu, sebanyak 76,23% pergeseran pH dipengaruhi oleh faktor lain (Sudjana, 2005).

4. Uji viskositas

Uji viskositas nanoemulgel dilakukan menggunakan viskometer RION (Imanto dkk., 2019). Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui konsistensi dan kekentalan dari sediaan nanoemulgel (Imanto dkk., 2019).

Hasil pengujian yang diperoleh ditunjukkan dalam Tabel IX, dengan rerata viskositas formula F1, FA, FB, dan FAB telah memenuhi nilai viskositas semisolid yang baik yaitu 50-200 d.Pa.s (Husein dan Lestari, 2019).

Tabel IX. Hasil Data Viskositas Nanoemulgel Kuersetin Formula Rerata

Viskositas (d.Pa.s) ± SD

P- Value Model

Efek Tween

80

Efek Span 80

Efek Interaksi Tween 80-

Span 80 F1 123,33 ± 5,774

0,1456 -4,17 0,83 -7,5 FA 126,67 ± 5,774

FB 131,67 ± 7,638 FAB 120 ± 0

Gambar 9. Plot Interaksi Faktor Tween 80 dan Span 80 Terhadap Respon Viskositas

(45)

32

Garis hitam pada Gambar 9 mendeskripsikan level rendah Span 80, sedangkan garis merah mendeskripsikan level tinggi Span 80. Gambar tersebut menunjukkan garis yang tidak sejajar, berarti terdapat interaksi antara faktor Tween 80 dan Span 80 yang memengaruhi respon viskositas (Mahieux, 2006 ; Vittoz, 2021). Hal ini didukung oleh data pada Tabel IX yang menunjukkan efek faktor terhadap respon viskositas. Faktor yang paling dominan memengaruhi respon viskositas adalah interaksi Tween 80-Span 80 dengan menurunkan nilai viskositas. Sementara itu, faktor Span 80 akan memengaruhi peningkatan nilai viskositas.

Nilai viskositas yang diperoleh kemudian dianalisis dengan ANOVA menggunakan aplikasi Design Expert Version 13 (Lampiran 13).

Hasil analisis ANOVA dari nilai viskositas memiliki model dengan p-value

> 0,05 yakni 0,1456, yang menunjukkan bahwa faktor surfaktan Tween 80- Span 80 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon viskositas. Koefisien determinasi R2 yang diperoleh adalah 0,4714, berarti sebanyak 47,14% dari respon viskositas dipengaruhi oleh variasi surfaktan Tween 80-Span 80. Sementara itu, sebanyak 52,86% viskositas dipengaruhi oleh faktor lain (Sudjana, 2005).

Gambar 10. Grafik Pergeseran Viskositas

Pada Gambar 10 ditunjukkan grafik pergeseran viskositas yang terjadi setelah uji stabilitas sebanyak 3 siklus. Formula F1, FA, FB, dan FAB mengalami pergeseran nilai viskositas, namun masih memenuhi syarat nilai viskositas semisolid yang baik yaitu 50-200 d.Pa.s (Husein dan Lestari,

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang dominan di antara Tween 80 sebagai surfaktan, PEG 6000 sebagai basis, dan interaksinya dalam menentukan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang dominan di antara Tween 80 sebagai surfaktan, PEG 6000 sebagai basis, dan interaksinya dalam menentukan

Keterangan: Hasil uji T berpasangan yang dilakukan pada data normal formula A sebelum dan sesudah freeze-thaw menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan pada

Untuk mengetahui adanya pengaruh peningkatan kadar VCO yang digunakan pa da sediaan, maka dilakukan analisis statistika One-Way Anova dengan derajat kepercayaan α=0,05

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia