• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Perjanjian Anjak Piutang bagi Pelaku Usaha dari Sisi Yuridis dan Ekonomis. Muhammad Sutomo Wijaya 1,*, Iza Hanifuddin 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Eksistensi Perjanjian Anjak Piutang bagi Pelaku Usaha dari Sisi Yuridis dan Ekonomis. Muhammad Sutomo Wijaya 1,*, Iza Hanifuddin 1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Masohi

Diterima tanggal: 09 Sept 2021 Disetujui tanggal: 22 Des 2021

Eksistensi Perjanjian Anjak Piutang bagi Pelaku Usaha dari Sisi Yuridis dan Ekonomis

(The existence of factoring agreements for business actors from the juridical and economic side)

Muhammad Sutomo Wijaya1,*, Iza Hanifuddin1

1Program Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negri Ponorogo

*Email: m.sutomowijaya2001@gmail.com

Abstract

The purpose of this paper is to find out and understand the existence of factoring agreements for business actors from a juridical and economic perspective, and to develop civil law, especially contract law. In this study, using data collection methods, namely library research methods and data processing/analysis methods through deduction and induction, using a normative juridical approac h. The results of the discussion, factoring is defined as a financing business carried out by a factoring company in the form of buying and/or transferring and managing short-term receivables or bills from clients (receivable sellers) originating from dome stic or foreign trade transactions between clients and customers (parties indebted to the client). Meanwhile, the existence of factoring in Indonesia began with the issuance of Presidential Decree No. 61 of 1988 and the Decree of the Minister of Finance No. 1251/KMK.013/1988. Although it is not specifically regulated in the Civil Code and other laws and regulations, due to the growing development of factoring activities in Indonesia, there are several provisions in Indonesian law that can become the legal b asis for the existence of factoring which can be grouped into 2, namely the legal basis substantive and administrative legal b a si s. Th e substantive legal basis is then divided into 2, namely the pure substantive legal basis and the substantive le g a l basis with procedural tendencies. Through a factoring company, it is possible for clients to obtain financing sources easily and quick ly. In addition, a factoring company can help overcome difficulties in the field of credit processing. Thus clients can concentrate more on activities to increase production and sales.

Keywords: Busines Actors, Economic Perspective, Juridical, Factoring,

Abstrak

Tujuan penulisan ini, untuk mengetahui dan memahami eksistensi perjanjian anjak piutang bagi pelaku usaha dari sisi yuridis dan ekonomis, dan untuk pengambangan hukum perdata khususnya hukum perjanjian. Dalam penelitian ini, menggunakan metode pengumpulan data, yakni metode penelitian kepustakaan dan metode pengolahan/analisis data melalui cara deduksi dan induksi, dengan mengunakan pendekatan yuridis normatif.

Hasil pembahasan, anjak piutang diartikan sebagai usaha pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari klien (penjual piutang) yang berasal dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri antara klien dengan customer (pihak yang berhutang kep ada klien). Sedangkan eksistensi anjak piutang di Indonesia dimulai dengan diluncurkannya keputusan presiden nomor 61 tahun 1988 dan keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988. Walaupun tidak diatur secara khusus di dalam KUHP perdata dan Peratuara n Perundang – Undang lainnya, karena semakin berkembangnya kegiatan anjak piutang di Indonesia, maka ada beberapa ketentuan dalam hukum Indonesia yang dapat menjadi dasar hukum bagi eksistensi anjak piutang yang dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu dasar h ukum subtantif dan dasar hukum administrasi. Dasar hukum subtantif kemudian dibagi menjadi 2, yaitu dasar hukum subtantif murni dan dasar hukum subtantif bertendesi prosedural. Melalui perusahan anjak piutang, dimungkinkan bagi klien untuk memperoleh sumber pembiayaan secara mudah dan cepat . disamping itu, perusahaan anjak piutang dapat membantu mengatasi kesulitan dalam bidang pengolahan kredit. Dengan demikian klien dapat lebih berkonsemtrasi pada kegiatan peningkatan produksi dan penjualan.

Kata Kunci : Anjak piutang, pelaku usaha, klien, eksistensi, yuridis

(2)

53

I. P endahuluan

1.1 L atar Belakang

Menghadapi era globalisasi dan perkembangan perekonomian suatu bangsa, peran masyarakat di bidang ekonomi dan pembangunan sengat diharapkan dapat meningkatakan perekonomian dan kesejahteraan bangsa. Terutama bagi para pengusaha baik pengusaha besar, kecil, maupun menengah. Menjadi pengusaha yang sukses dan mampu bertahan dalam setiap permasalahan atau resiko yang dihadapi, senantiasa dituntut untuk mampu mengelola usahanya.

Kepentingan manusia harus dilindungi maka hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secra normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum menjadi kenyataan. Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassingkeit), dan keadilan (gerechtigkeit) [1].

Ketiga unsur tersebut harus ada secara proporsional. Akan tetapi sering kali terjadi benturan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain, misalnya antara keadilan dan kepastian hukum. Apabila hal ini terjadi maka yang didahulukan adalah unsur keadilan, tanpa mengabaikan kepastian hukumnya. Hal ini karena pada hakekatnya hukum itu adalah untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.

Suatu peraturan perundangundangan itu berlandaskan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, maka dibutuhkan bahan-bahan yang harus diperoleh secara langsung dari masyarakat, sehingga undang-undang itu benar-benar dapat mencerminkan nilai-nilai, norma yang hidup dalam masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penelitian hukum terhadap perilaku dalam masyarakat. Salah satu hubungan hukum yang tumbuh dan berkembang saat ini adalah perjanjian anjak piutang.Hukum selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula hukum perjanjian di Indonesia selalu mengalami perkembangan.

Tingginya persaingan antara perusahaan saat ini juga memaksa perusahaan memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggannya. Salah satunya dengan mempermudah syarat pembayaran. Penjualan secara kredit (piutang) bagi perusahaan akan memperlambat arus kas karena dana baru akan masuk setelah piutang jatuh tempo. Di sisi lain perusahaan membutuhkan uang tunai untuk kegiatan operasionalnya.

Lembaga keuangan di Indonesia di bedakan menjadi 2 yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan pinjaman, kredit maupun jasa – jasa lainnya, sehingga fungsi bank pada umumnya adalah melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistem pembayaran. Pada perkembangannya, saat ini di Indonesia untuk memenuhi kepentinganya masyarakat lebih memilih perusahaan non bank karena prosesnya lebih mudah dan dana yang dibutuhkan lebih cepat dikeluarkan oleh perusahaan pembiayaan sehingga bisa langsung dapat digunakan. Dan salah satu perusahaan pembiayaan non bank adalah anjak piutang.

Munculnya lembaga anjak piutang dapat mengatasi berbagai kendala yang muncul dalam dunia usaha dan dapat menjadi alternatif pembiayaan suatu usaha terutama usaha kecil dan menengah. Dengan melalui jasa anjak piutang, perusahaan dapat memperoleh pembiayaan dengan cara mudah dan cepat dibandingkan dengan cara memperoleh dana dari bank. Perusahaan anjak piutang dapat membantu mengatasi kesuliatan dalam bidang pengelolaan kredit, sehingga penjual piutang dapat lebih mengonsentarasikan diri pada kegiatan peningkatan produksi dan penjualan [2].

Di Indonesia eksistensi lembaga anjak piutang dimulai sejak diluncurkan paket kebijaksanaan 20 Desember 1988 atau Pakdes 20:1988 sesuai dengan Keppres Nomor 61

(3)

54

tahun 1988 dan keputusan mentri keuangan nomor 1251/KMK/013/1988 tanggal 20 Desember 1988 yang kemudian diperbarui dengan peraturan mentri keuangan nomor 84/PMK.012/2006 Tentang perusahaan pembiayaan, kegiatan usaha anjak piutang dapat dilakukan oleh Multi Finance Company yaitu lembaga pembiayaan yang dapat melakukan kegiatan usaha disamping bidang anjak piutang, juga di bidang sewa usaha, modal ventura, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen [3].

II. P embahasan

2.1 P engertian Anjak Piutang

Factoring dalam bahasa Indonesaia diterjemahkan menjadi anjak piutang, terdiri dari 2 kata, yaitu anjak dan piutang. Anjak artinya berpindah atau bergerak. Piutang artinya uang yang dipinjamkan(yang dapat ditagih dari seseorang), tagihan uang perusahaan kepada para pelanggan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun sejak tanggal keluarnya tagihan. Anjak piutang maksudnya piutang yang dialihkan. Sedangkan pengertian factoring/ anjak piutang menurut John Downes dan Jordan Elliot Goodman dalam Dictionary of Finance adn Investment Terms adalah:” Type Financial service why a frim sells or transfer title to its account receivable to a Factoring company, which then acts a principal, not as agent. The receivables are sold without recources, meaning that the Factor can not turn to the seller in the event accounts prove un collectible.” [4]

Sedangkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 1 (e) bahwa Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Dalam Pasal 1 butir 8 Kepres R.I.No.61 Tahun 1988 jo Pasal 1 huruf 1 Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 disebutkan bahwa Perusahaan Anjak Piutang (Factoring Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri [5].

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa anjak piutang yaitu usaha pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari klien (penjual piutang) yang berasal dari transaksi perdagangan dalam atau luarnegeri antara klien dengan customer (pihak yang berhutang kepada klien).

Kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk:

1. pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri;

2. penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang perusahaan klien (Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988).

Sesuai dengan ketentuan dalam Kepres No. 61 tahun 1988, maka pengertian kredit yang ditatausahakan seperti disebut sebagai kegiatan anjak piutang yang kedua bukanlah dalam artian kredit bank [6]. Kredit dalam kegiatan anjak piutang ini hanyalah kredit dalam artian piutang dagang jangka pendek yang belum dilunasi oleh debitor. Apabila ditafsirkan kata kredit tersebut sebagai kredit bank, maka ini tidak sesuai dengan Kepres No. 61 Tahun 1988, sehingga bertentangan dengan hakikat anjak piutang, yang dimana-mana hanya mengkhususkan diri terhadap peralihan piutang dagang semata-mata. Pada pokoknya, lembaga pembiayaan anjak piutang ini memberikan pendanaan bagi pengusaha yang memiliki tagihan usaha atau piutang pada nsabah dagangnya, baik di dalam maupun di luar negeri [7].

(4)

55

Dari pengertian serta kegiatan anjak piutang dapat dilihat bahwa perjanjian anjak piutang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

1. Para pihak dalam kegiatan anjak piutang, yang terdiri dari perusahaan anjak piutang, yaitu perusahaan yang membeli atau menatausahakan penjualn kredit serta penagihan piutang perusahaan klien; pihak klien, yaitu pihak yang memiliki piutang yang kemudian dijual kepada perusahaan anjak piutang;

pihak customer, yaitu pihak yang berhutang.kepada pihak klien.

2. Obyek perjanjian anjak piutang adalah piutang dagang, yaitu piutang yang timbul dari transaksi dari perdagangan dalam maupun luar negeri.

3. Pembelian atau pengalihan piutang.

4. Penatausahaan penjualan kredit.

5. Penagihan piutang pihak klien.

Dari unsur-unsur di atas dapat dilihat bahwa perjanjian anjak piutang mempunyai unsur-unsur perjanjian jual beli, yang sudah di atur dalam KUHPerdata. Akan tetapi perjanjian anjak piutang juga mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakannya dari perjanjian jual beli, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian anjak piutang merupakan perjanjian jenis baru yang mandiri.

2.2 M acam – Macam Anjak Piutang

Transaksi anjak piutang berkembang sejalan dengan meningkatnya berbagai kebutuhan supplier. Dalam praktiknya, terdapat beberapa macam anjak piutang.vAdapun macam-macam anjak piutang (factoring) dapat dibedakan dalam berbagai bentuk yang dapat dilihat dari beberapa segi, sebagai berikut:

1. Segi pemberitahuan kepada pihak customer, anjak piutang (factoring) dapatdibagi dalam bentuk:

a. Disclosed factoring, yaitu customer diberitahu bahwa tagihan telah dialihkankepada lembaga factoring dan pembayaran dilakukan langsung kepadalembaga factoring tersebut.

b. Undisclosed factoring, yaitu pihak customer tidak diberi tahu tentang telahdialihnya piutang sampai terjadi sesuatu yang dapat menimbulkan risikoterhadap lembaga factoring tersebut [8].

2. Segi keterlibatan klien, anjak piutang (factoring) dapat dibagi dalam bentuk:

a. Recourse factoring, yaitu pihak klien ikut serta memikul risiko yang mungkin timbul atas tagihan yang dialihkannya. Factoring dapat saja mengembalikan tagihan yang telah dijual itu kepada klien dan ini harus dituangkan dalam kontrak factoring. Dengan jenis recourse factoring ini, pihak factoring diberikan hak opsi untuk menjual kembali piutang tersebut kepada klien [9].

b. Non recourse atau without recourse factoring, yakni jenis ini membebankan semua tagihan beserta risiko terhadap tagihan yang tidak terbayar kepada perusahaan factoring. Namun, perjanjian factoring dapat dicantumkan bahwa di luar keadaan macetnya tagihan tersebut dapat diperlakukan recourse yang bertujuan untuk menghindari tagihan yang tidak terbayar karena pihak klien ternyata mengirimkan barang-barang yang cacat atau rendah mutunya [10].

3. Segi jumlah hutang yang dialihkan, anjak piutang (factoring) dapat dibedakan menjadi:

a. Facultative factoring, yaitu pihak factoring diberikan hak opsi untuk menentukan apakah piutang diterima dengan kontrak factoring atau tidak.

Sebelum piutang itu dinyatakan diterima, klien bebas menjual piutangnya kepada pihak lain.

(5)

56

b. Whole turn over factoring, yaitu perjanjian factoring dilakukan atas seluruh turn over (total keseluruhan dana yang ditransaksikan) dari perusahaan klien atas piutang yang ada atau yang akan datang. Hal ini untuk menghindari klien menjual piutangnya kepada pihak lain [11].

4. Berdasarkan wilayah, anjak piutang (factoring) dapat dibedakan menjadi:

a. Domestic factoring, yaitu kegiatan transaksi anjak piutang dengan melibatkan perusahaan anjak piutang, klien, dan customer yang semuanya berdomisili di dalam negeri.

b. International factoring, yaitu kegiatan anjak piutang untuk transaksi ekspor impor barang yang melibatkan dua perusahaan factoring di masing-masing negara sebagai expor factor dan import factor [12].

2.3 M anfaat Anjak Piutang

Keterlibatan berbagai pihak dalam kegiatan anjak piutang akan memberikan atau memperoleh keuntungan bagi masing-masing pihak yang terlibat, baik perusahaan anjak piutang, klien, maupun customer [13]. Secara umum anjak piutang memberikan manfaat, sebagai berikut:

1. Manfaat bagi klien, di mana manfaat yang dapat diterima klien terdiri dari:

a. Manfaat karena menerima jasa pembiayaan, antara lain:

1) Peningkatan penjualan, yakni dengan adanya jasa pembiayaan memungkinkan klien melakukan penjualan dengan cara kredit (pembiayaan). Penjualan dengan kredit ini sebenarnya sulit untuk dilakukan apabila klien mengalami kesulitan modal. Namun dengan adanya jasa anjak piutang, klien mampu menjual dengan cara kredit. Penjualan dengan cara kredit meningkatkan kemampuan dan daya tarik bagi pembeli dengan dana terbatas.

2) Kelancaran modal kerja, yakni jasa anjak piutang memungkinkan klien untuk mengkonversikan piutangnya yang belum jatuh tempo menjadi dana tunai dengan prosedur yang relatif mudah dan cepat. Tersedianya dana tunai yang lebih besar ini dapat dimanfaatkan oleh klien untuk mendanai kegiatan operasional klien seperti pembelian bahan baku, pembayaran gaji pegawai, dan lain-lain

3) Pengurangan risiko tidak tertagihnya piutang, yakni pembayaran dengan cara without recourse memungkinkan adanya pengalihan sebagian risiko tidak tertagihnya piutang kepada lembaga factoring. Pengalihan risiko ini sangat menguntungkan bagi kelancaran dan kepastian usaha bagi pihak klien [14].

b. Manfaat yang diterima karena jasa non pembiayaan, antara lain:

1) Memudahkan penagihan piutang, yaitu jasa penagihan piutang yang diberikan oleh lembaga factoring yang dalam ini klien tidak perlu secara langsung melakukan penagihan piutang pada customer sehingga waktu dan tenaga karyawan dapat dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan lain yang lebih produktif.

2) Efisiensi usaha, yakni jasa administrasi penjualan memungkinkan klien untuk mengelola kegiatan penjualan secara lebih rapi dan efisien karena administrasinya dilakukan oleh pihak factoring yang sudah lebih berpengalaman.

3) Peningkatan kualitas piutang, yaitu jasa administrasi penjualan memungkinkan pemberian fasilitas kredit kepada pembeli secara lebih

(6)

57

efektif, sehingga kemungkinan tertagihnya piutang menjadi lebih tinggi [15].

2. Manfaat bagi factor (lembaga factoring), di mana manfaat utama yang diterima lembaga factoring adalah penerimaan dalam bentuk fee dari pihak klien. Dalam hal ini, fee tersebut terdiri dari:

a. Discount fee, yaitu fee ini dibayarkan oleh klien kepada factor karena factor memberikan jasa pembiayaan (uang muka) atas piutang yang diberikan oleh factor. Discount fee diperhitungkan sebesar persentase tertentu terhadap besarnya pembiayaan yang diberikan atas dasar risiko tertagihnya piutang, jangka waktu, dan rata-rata tingkat bunga perbankan.

b. Service fee, yaitu fee ini dibayarkan oleh klien kepada factor karena facto memberikan jasa non pembiayaan yang nilainya ditentukan sebesar persentase tertentu dari piutang atas dasar beban kerja yang akan dilakukan oleh factor.

Semakin besar volume penjualan, maka fee ini juga semakin besar. Semakin sulit penagihan piutang, maka fee ini juga semakin besar [16].

3. Manfaat bagi customer, antara lain:

a. Kesempatan untuk melakukan pembelian dengan kredit, di mana dengan kehadiran jasa pembiayaan anjak piutang memungkinkan klien untuk melakukan penjualan secara kredit.

b. Pelayanan penjualan yang lebih baik, di mana jasa administrasi penjualan memungkinkan klien melakukan penjualan dengan lebih cepat dan tepat [17].

Secara umum dengan adanya jasa dari perusahaan anjak piutang, klien mendapat manfaat dari transaksi yang diberikan. Klien mendapat kas langsung dari penjualannya dalam bulan berjalan dan tidak perlu menunggu waktu sampai pembayaran dari customer. Dengan demikian, likuiditas perusahaan akan lebih terjamin dan modal kerja akan terus bergulir. Kas yang diperoleh dari perusahaan anjak piutang dapat dimanfaatkan untuk menurunkan biaya produksi. Biaya produksi dapat dipangkas dengan memanfatkan diskonto dari para pemasok karena melakukan pemberian tunai. Pemberian tunai pastinya mendapatkan diskon. Besarnya diskon dapat digunakan untuk mengkompensasi biaya bunga yang dibayarkan kepada pihak perusahaan anjak piutang. Klien juga dibantu dari sisi administrasi piutang. Klien tidak perlu lagi melakukan penagihan kepada customer, karena perusahaan anjak piutang yang akan melakukannya sekaligus memberikan posisi piutang kepada klien. Laporan ini juga akan berguna ketika customer mengajukan kembali permohanan pembelian secara angsuran.

2.4 L andasan Normatif

1. Landasan Hukum Anjak Piutang Bedasarkan Al’Qura’an dan Hadis

Konsep anjak piutang (factoring) yang berdasarkan prinsip syariah sering dikatakan sama dengan istilah hiwalah, karena secara operasional mirip dengan pelaksanaan hiwalah di perbankan syariah. Hal ini dikemukakan oleh M. Syafi’i Antonio dalam bukunya Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik [18]. Selain itu, konsep factoring syariah sama dengan istilah hiwalah juga dikemukakan oleh Herry Sutanto dan Khaerul Umam dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran Bank Syariah [19]. Oleh karena itu, perjanjian pengalihan piutang atau anjak piutang (factoring) dalam fikih muamalah disebut dengan istilah hiwalah/

hawalah [20].

Hukum hiwalah adalah mubah sepanjang tidak merugikan semua pihak. Namun demikian, hiwalah dibolehkan pada hutang yang tidak berbentuk barang/ benda karena hiwalah adalah perpindahan hutang. Hal ini didasarkan pada firman AllahSWT dalam QS. al-Baqarah ayat 245

(7)

58

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS. al-Baqarah [2]: 245)

Berdasarkan ayat di atas, Islam menganjurkan untuk melunasi hutang jika sudah sanggup membayarnya agar terlepas dari tanggung jawab. Jika sesorang mampu membayar hutang tetapi ia tidak melakukannya, maka ia bertindak zalim. Namun, jika tidak bisa membayarnya secara langsung, maka hutang tersebut dapat dialihkan kepada seseorang yang lain.

Hal ini diperkuat dengan Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihiwalahkan) kepada orang yang mampu/

kaya, terimalah hiwalah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadis tersebut, Rasulullah SAW memberitahukan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berhutang meng-hiwalah-kan kepada orang yang mampu/kaya, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang di-hiwalah-kan agar haknya dapat terpenuhi. Dengan demikian, hiwalah ini sangat penting karena memudahkan penyelesaian hutang piutang, terutama dalam dunia perdagangan besar yang biasa menggunakan cheque dari bank [21].

2. Landasan Hukum Anjak Piutang Berdasarkan Fatwa

merujuk pada Fatwa DSN Nomor 67/DSN-MUI/III/2008, akad yang digunakan dalam anjak piutang secara syariah adalah wakalah bil ujrah, di mana pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan pengurusan dokumen- dokumen penjualan kemudian menagih piutang kepada pihak yang berhutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berhutang. Kemudian, pihak yang ditunjuk menjadi wakil dari yang berpiutang untuk melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berhutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berhutang untuk membayar. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan (qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang. Atas jasanya untuk melakukan penagihan piutang tersebut, pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memperoleh ujrah/ fee. Sedangkan besarnya ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase yang dihitung dari pokok piutang [22].

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pada prinsipnya anjak piutang syariah akan memberikan manfaat pembayaran piutang lebih cepat dari jatuh tempo, menambah dana segar perusahaan, dapat membantu peningkatan keuntungan yang merupakan sarana peralihan risiko tagihan yang tidak bisa dicairkan, serta akan memberikan kesempatan kerja bagi perusahaan factor untuk mendapatkan upah berupa ujrah.

2.5 U ndang – Undang Anjak Piutang Dari Sisi Yuridis Dan Ekonomis Anjak piutang pertama kali dikenal di mesopotamia dengan cara yang masih sangat sederhana. Kemudian berkembang di daratan eropa, tetapnya di Inggris dan terus berkembang ke negara – negara lain termasuk Indonesia. Eksistensi lembaga anjak piutang di Indonesia dimulai pada tahun 1988 dengan diluncurkan paket kebijaksanaan 20 Desember

(8)

59

1988 atau pakdes 20:1988 sesuai dengan keputusan presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan dan keputusan mentri keuangan Nomor 1251/KMK.13/1988 tentan Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Secara informal, sebenarnya kegiatan anjak piutang sudah ada sebelum dikeluarkannya paket kebijaksanaan, yaitu diskontokan yang sering dilakukan para pedagang di pasar. Biasanya para pedagang menukar cek mundur kepada penyedia dana dan langsung dipotong dalam jumlah/presentase tertentu sesuai dengan jangka waktunya, penjual cek harus mengganti dengan uang tunai kepada penyedia dana.

Keputusan presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan merupakan usaha pemerintah untuk memformalkan lembaga anjak piutang yang sudah ada dimasyarakat dan menjadikan usaha anjak piutang menjadi suatu bagian dari Lembaga Pembiayaan yan juga dapat dilakukan oleh Bank dan Lembaga keuangan Non bank. Kemudian diperbaharui dengan peraturan menteri keuangan nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan.

Anjak piutang dalam KUH perdata dan peraturan perudang – undangan lainnya tidak diatur secara khusus. Peraturan yang ada sampai saat ini hanya peraturan yang bersifat administrasi belaka, namun keberadaannya dimungkinkan dalam sistem hukum Indonesia, karena hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak sebagaimana tercamtum dalam pasal 1338 ayat (1) KUH perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas – luasnya kepada para pihak untuk mengadakan perjanjian asal tidak bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Sepanjang perjanjian anjak piutang memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaiman tercantum dalam pasal 130 KUH perdata, maka perjanjian pembiayaan konsumen mengikat secara penuh bagi para pihak, dimana wajib menghormati isi perjanjian yang dibuat dan wajib melaksanakan kewajiban dan prestasinya. Demikian dengan itikad baik, sebagaimana tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUH perdata pada dasarnya setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik [23].

Beberapa ketentuan dalam hukum Indonesia yang dapat menjadi dasar hukum bagi eksistensi usaha anjak piutang menurut Fuady, dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu:

1. Dasar Hukum Substantif

a. Dasar Hukum Substantif Murni

Dalam kegiatan anjak piutang, yang menjadi dasar hukum substantif murni adalah Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, mengenai kebebasan berkontrak, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Sebagai salah satu konsekwensi dari asas kebebasan berkontrak adalah bahwa para pihak yang terlibat dalam perjanjian dapat menyepakati apapun antara mereka, selama yang disepakati itu sah, artinya tidak bertentangan dengan udang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini berarti, apabila perjanjian anjak piutang telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka menurut Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian tersebut sudah sah mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang.

b. Dasar Hukum Substantif Bertendensi Prosedural

Dasar hukum substansi bertendensi prosedural ini terdapat dalam KUHPerdata. Ketentuan-ketentuan ini antara lain adalah Pasal 613 yang mengatur tentang cessie (pengalihan piutang atas nama), Pasal 1400 KUHPerdata yang mengatur tentang subrogasi, yaitu pergantian hak pihak berpiutang oleh pihak ketiga yang membayar kepada pihak berpiutang, Pasal

(9)

60

1457 KUHPerdata sampai Pasal 1540 KUHPerdata, yang mengatur tentang perjanjian jual-beli [24].

2. Dasar Hukum Administrasi

a. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 jo Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Di dalam Pasal 6 huruf 1 UU. No.7 tahun 1992 terdapat alas hukum bagi bank untuk melakukan kegiatan anjak piutang, sekaligus memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan istilah factoring, yang dalam hal ini dipakai istilah anjak piutang. Namun demikian UU No. 7 Tahun 1992 telah diganti dengan UU No. 10 Tahun 1998.

b. Kepres No.81 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan.

Dalam Kepres ini disebutkan bahwa anjak piutang merupakan salah satu kegiatan usaha lembaga pembiayaan.

c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 468/KMK.017/1995 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1256/KMK.00/1989 jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1966 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 1 (e) bahwa Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

e. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

2.6 E ksistensi Perjanjian Anjak Piutang Bagi Usaha Pembiayaan

Mengenai persyaratan perjanjian anjak piutang belum diatur secara khusus dalam hukum postif di Indonesia, tetapi kita dapat merujuknya dalam KUHPerdata, yang mengenaL sistem terbuka (asas kebebasan berkontrak). Sistem terbuka atau open system, yang berarti bahwa hukum perikatan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada pihak yang bersangkutan, untuk mengadakan hubungan hukum tentang apa saja yang diwujudkan dalam perbuatan hukum atau perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini terkenal sebagai asas kebebasan berkontrak yang terdapat pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya [25]. Oleh karena itu, para pihak dapat menentukan sendiri ketentuanketentuan dalam perjanjian tersebut.

Perjanjian anjak piutang sah, maka harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan Dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. Suatu hal tertentud.

d. Suatu sebab yang halal.

Oleh sebab, perjanjian anjak piutang merupakan perjanjian langsung antara perusahaan anjak piutang dengan klien, maka harus ada kesepakatan antara perusahaan anjak piutang dengan klien. Perjanjian anjak piutang dibuat dalam bentuk baku atau perjanjian standar, yaitu perjanjian yang dibuat secara apriori oleh salah satu pihak. Namun demikian tidak berarti dalam perjanjian anjak piutang tidak terdapat kesepakatan, karena dalam perjanjian anjak piutang sebagaimana perjanjianperjanjian standar lainnya terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Bagian pokok

b. Bagian tambahan atau pelengkap (yang tidak selalu ada dalam perjanjian) c. Syarat-syarat umum.

(10)

61

Dalam bagian pokok terdapat kata sepakat, sedangkan dalam syarat-syarat umum tidak ada kata sepakat. Namundemikian, bagian-bagian dalam perjanjian standar tersebut merupakan satu kesatuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam perjanjian anjak piutang terdapat kata sepakat. Perjanjian anjak piutang dalam membuat kesepakatan melibatkan tiga pihak yaitu:

1. Kreditur (klien)

Merupakan perusahaan yang menjual piutang dagang jangka pendek kepada perusahaan pembiayaan seperti menyerahkan tagihannya untuk ditagih atau dikelola atau diambil alih dengan cara dikelola atau dibeli sesuai perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat.

2. Perusahaan anjak piutang (Factoring)

Merupakan perusahaan yang akan mengambil alih atau dikelola piutang atau penjualan kredit debiturnya.

3. Debitur (nasabah)

Merupakan pihak yang mempunyai masalah (utang) kepada kreditur atau klien.

Transaksi anjak piutang yang terjadi antara ketiga pihak diatas dimulai dari adanya transaksi penjualan produk antara klien dengan nasabah secara kredit yang menimbulkan adanya utang-piutang diantara kedua belah pihak. Karena klien mebutuhkan perputaran uang yang cepat sehingga piutang atau tagihan tersebut dapat dijual sebagian atau seluruhnya dengan potongan kepada pihak ke tiga atau perusahaan anjak piutang sehingga debitur akan membayar langsung ke perusahaan anjak piutang dengan jumlah penuh sesuai dengan nilai tagihan.

III. P enutup

3.1 K esimpulan

Anjak piutang diartikan sebagai usaha pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari klien (penjual piutang) yang berasal dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri antara klien dengan customer (pihak yang berhutang kepada klien).

Dasar hukum perjanjian anjak piutang dikelompokkan menjadi dua yaitu dasar hukum substantif dan dasar hukum yang bersifat administratif.

Dalam perjanjian anjak piutang ternyata ada ketidak seimbangan hak dan kewajiban para pihak, karena lebih menekankan pada kewajiban klien daripada haknya, dan pada sisi lain lebih menekankan pada hak perusahaan anjak piutang dari pada kewajibannya. Bahkan ada hak klein yang justru menjadi hak dari perusahaan anjak piutang.

3.2 S aran

Mengingat adanya ketidak seimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian anjak piutang, maka pemerintah perlu segera mengadakan peraturan khusus mengenai perjanjian anjak piutang yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian anjak piutang, karena sampai saat ini belum ada. Peraturan khusus yang dimaksud ialah dalam bentuk undang - undang.

IV. Daftar Pustaka

1) Mertokusumo, Sudikno-, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar, Edisi Keempat, Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1996, Hal.4

(11)

62

2) Venny Alita Andrawina, Pelindung Hukum Terhadap Pihak Klien Pada Perjanjian Anjak Piutang, 2013.

3) Sofyan Hidayat, Pelindung Hukum Para Pihak Dalam Pembiayaan Perusahaan Dengan Sistem Anjak Piutang, Tesis. Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponerogo

4) Budi Rachmat, Anjak Piutang Solusi Cash Flow Problem, (Cet 1 Jakarta: Gramedia Putaka, 2009) Hal 1

5) Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) Hal 112

6) Fuady, Munir-, Hukum tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek (Leasing, Factoring, Modal Ventura, Pembiayaan Konsumen, Kartu Kredit), Cetakan Pertama, PT. Ctra Aditya Bakti, Bandung, 1995, Hal.70

7) Putro, Sumantri P.-, Anjak Piutang Belum sekuat Kongsi, Info Finansial, 03/III/11 November, 1991, Hal.33.

8) Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2005), hlm 114

9) Munir Fuadi, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktik (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 110. 12 Ka

10) Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 274 11) Asyhadie, H. Z., SH, M., & Rahmawati Kusuma, S. H. (2019). Hukum ketenagakerjaan

dalam teori dan praktik di Indonesia. Prenada Media..

12) Kasmir, S.E. Bank dan Lembaga Keuangan. (2018) hlm. 276.

13) Frianto Pandi, dkk., Lembaga Keuangan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm 102 14) Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Yogyakarta: Ekonisia, 2010), hlm. 139.

15) Martono, Bank dan Lembaga Keuangan, hlm. 140.

16) Martono, Bank dan Lembaga Keuangan, hlm. 141 17) Martono, Bank dan Lembaga Keuangan, hlm. 142.

18) Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 127.

19) Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah (Bandung:

Pustaka Setia, 2013), hlm. 222.

20) Burhanudin S., Hukum Kontrak Syariah (Yogyakarta: BPPE Yogyakarta, 2009), hlm.

75.

21) Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 475.

22) Lebih lanjut konsep anjak piutang syariah dapat dilihat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 67/DSN-MUI/III/2008 tentang Anjak Piutang Syariah

23) Siti Hamidah, Kajian Yuridis Perlindungan Seimbang Bagi Factor, Client dan Customer Dalam Perjanjian Anjak Piutang (Factor), (Jurnal. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012) Hal 2

24) Elko Lucky Mamesah, Eksistesi Perjanjian Anjak Piutang Bagi Pelaku Usaha, Jurnal Lex et Societas Vol. III No. 3

25) Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 21, Intermasa, (Jakarta, 2005) Hal. 13

(12)

63

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal diajukan perlawanan, segera setelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192, Hakim Pengawas menetapkan hari untuk memeriksa

Tambahan pula, dalam pembinaan kurikulum Asas Bahasa Melayu di UPSI, proses pembinaan perlu mengikut dasar yang ditetapkan oleh Jabatan Pengajian Tinggi Malaysia (JPT) dan

Ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menerapkan model PBL, sesuai dengan indikator berpikir kritis (1) kemampuan mengidentifikasi asumsi yang

Kevalidan tergambar dari hasil penelitian validator dimana semua validator menyatakan produk soal ujian sekolah bentuk pilihan ganda tipe open-ended yang dibuat sudah

Dengan perhitungan yang sama seperti pada tangki air filter ( TP-104) maka diperoleh spesifikasi sebagai berikut:. Tabel

Menururt Caruana (2002) pengulangan pembelian pada pelanggan merupakan bagian terpenting loyalitas pelanggan, jadi pelanggan atau dalam hal ini nasabah yang sudah setia terhadap

Pelaporan hasil tes yang dapat dipakai untuk mendeskripsikan level pencapaian kompetensi siswa terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) laporan kepada sekolah yang meliputi:

Sebagai sumbangan pemikiran atau bahan masukan yang positif bagi Kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Karanganyar dalam mengelola