69 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian
Hasil penelitian berupa skor soal untuk data kemampuan berpikir analisis (X1) , angket motivasi berprestasi (X2), dan skor soal untuk data prestasi belajar (Y). Pengaruh antar variabel diuji dengan menggunakan sampel sebanyak 52 peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Cilacap.
Data hasil penelitian bisa terlihat di dalam Lampiran 11.
Di dalam deskripsi penelitian ini, akan disajikan data statistik mengenai nilai rata-rata, nilai tengah, modus dan standart deviasi atas masing-masing variabel. Deskripsi data ini tersajikan Tabel data distribusi frekuensi dan data menurut skala Likert untuk variabel kemampuan berpikir analisis, dan motivasi berprestasi. Berikut hasil pengolahan data dengan bantuan SPSS.
a. Kemampuan Berpikir Analisis
Data kemampuan berpikir analisis diukur menggunakan soal uraian dengan 6 butir soal pertanyaan yang bisa terlihat di dalam lampiran 11 dengan skor terendah 34, skor tertinggi 93, nilai rata-rata 66,87 , nilai tengah 66, modus 66 , dan standar deviasi 14,660.
Penentuan jumlah kelas interval digunakan rumus 1+3,3 log n, dengan n adalah jumlah subjek penelitian sebanyak 52 siswa sehingga banyak kelas untuk membuat Tabel distribusi frekuensi adalah 6,663 dibulatkan menjadi 7 kelas dengan interval 8,9.
Tabel 4.1 menunjukkan distribusi frekuensi dan presentase data kemampuan berpikir analisis di mana terlihat bahwa frekuensi terbesar sebanyak 17 pada interval 60,7 – 69,5 dengan presentase sebesar 32,7%.
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Soal Kemampuan Berpikir Analisis
Tabel 4.2 merupakan hasil konfersi nilai menurut skala likert di mana terlihat siswa yang mempunyai kemampuan berpikir analisis kategori sangat tinggi 39%, tinggi sebesar 27%, rendah sebesar 17%, sangat rendah sebesar 17%.
Tabel 4. 2 Hasil Konversi Nilai Kemampuan Berpikir Analisis Menurut Skala Likert
Gambar 4.1 merupakan data kemampuan berpikir analisis siswa berdasarkan empat kategori menurut skala Likert, di mana mayoritas siswa memiliki kemampuan berpikir analisis pada kategori sangat tinggi dengan presentase sebesar 39 %.
Interval Frekuensi Presentase (%)
34 – 42,8 4 7,7
42,9 – 51,7 4 7,7
51,8 – 60,6 5 9,6
60,7 – 69,5 17 32,7
69,6 – 78,4 7 13,5
78,5 – 87,3 14 26,9
87,4 – 96,2 1 1,9
Jumlah 52 100,0
Rentang Skor Kategori Frekuensi Presentase (%) X ≥73,33
Sangat
Tinggi 20 39
73,33 > X ≥ 63,5 Tinggi 14 27
63,5>X≥53,67 Rendah 9 17
X<53,67 Sangat
Rendah 9 17
Jumlah 52 100
Gambar 4. 1 Data Pie Kemampuan Berpikir Analisis b. Motivasi Berprestasi Siswa
Data motivasi berprestasi peserta didik diukur mengunakan instrumen penelitian berupa soal angket sebanyak 20 butir pertanyaan yang dapat dilihat pada lampiran 11 dengan skor terendah 38, skor tertinggi 75, nilai rerata 58,37, nilai tengah 59,50, modus 50 dan standar deviasi 9,487. Penentuan jumlah kelas interval dipakai rumus 1+3,3 log n, dengan n merupakan jumlah subjek penelitian sebanyak 52 siswa.
Sehingga banyak kelas untuk membuat Tabel distribusi frekuensi adalah 6,663 dibulatkan menjadi 7 kelas dengan interval 5,5.
Tabel 4.3 menunjukkan distribusi frekuensi dan presentase data motivasi berprestasi di mana terlihat bahwa frekuensi terbesar sebanyak 15 pada interval 49 – 54,4 dengan presentase sebesar 28,8 %.
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Angket Motivasi Berprestasi
39%
27%
17%
17% Sangat Tinggi
Tinggi Rendah Sangat Rendah
Interval Frekuensi Presentase (%)
38 – 43,4 4 7,7
43,5 – 48,9 0 0,0
49 – 54,4 15 28,8
54,5 – 59,9 7 13,5
60 – 65,4 13 25,0
65,5 – 70,9 9 17,3
71 – 76,4 4 7,7
Jumlah 52 100,0
Tabel 4.4 merupakan hasil konfersi nilai menurut skala likert di mana terlihat bahwa siswa memiliki motivasi berprestasi kategori sangat tinggi sebesar 33%, tinggi sebesar 25%, rendah sebesar 15%
dan sangat rendah sebesar 27%.
Tabel 4. 4 Hasil Konversi Nilai Motivasi Berprestasi Menurut Skala Likert
Gambar 4.2 merupakan data motivasi berprestasi siswa berdasarkan empat kategori menurut skala Likert, di mana mayoritas siswa memiliki motivasi berprestasi pada kategori sangat tinggi dengan presentase sebesar 33%.
Gambar 4. 2 Data Pie Motivasi Berprestasi c. Prestasi Belajar
Prestasi belajar diukur dengan instrumen penelitian berupa soal pilihan ganda terlihat pada lampiran 11 dengan skor terendah 20, skor tertinggi 95, nilai rerata 61,15, nilai tengah 60 , modus 50 dan standar deviasi 18,408. Penentuan jumlah kelas interval dipakai rumus 1+3,3 log n, dengan n merupakan jumlah subjek penelitian sebanyak 52 siswa.
Sehingga banyak kelas untuk membuat Tabel distribusi frekuensi adalah 6,663 dibulatkan menjadi 7 kelas dengan interval 11,3 .
33%
15% 25%
27% Sangat Tinggi
Tinggi Rendah Sangat Rendah
Rentang Skor Kategori Frekuensi Presentase (%)
X ≥ 62,67 Sangat Tinggi 17 33
62,67 > X ≥ 56,5 Tinggi 13 25
56,5 > X ≥ 50,33 Rendah 8 15
X < 50,33 Sangat Rendah 14 27
Jumlah 52 100
Tabel 4.5 menunjukkan data distribusi frekuensi dan persentase data prestasi belajar di mana terlihat bahwa frekuensi terbesar sebanyak 13 pada interval 53,9 – 65,1 dengan presentase sebesar 39,1 %
Tabel 4. 5 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar
2. Hasil Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas
Uji normalitas dipakai untuk pelaksanaan pengujian normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Data kemampuan berpikir analisis, motivasi berprestasi dan prestasi belajar diuji normalitasnya menggunakan analisis Kolmogorov Smirnov Test. Data disampaikan terdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih 0,05. Hasil uji normalitas masing-masing variabel terlihat pada Tabel 4.6
Tabel 4. 6 Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov Test
Sesuai Tabel 4.6 terlihat bahwa nilai signifikansi atas masing- masing variabel lebih 0,05, sehingga seluruh variabel terdistribusi normal.
b. Uji Independensi/ Multikolinieritas
Interval Frekuensi Presentase (%)
20 – 31,2 3 5,8
31,3 – 42,5 3 5,8
42,6 – 53,8 12 13,0
53,9 – 65,1 13 39,1
65,2 – 76,4 11 17,4
76,5 – 87,7 7 13,5
87,8 – 99,0 3 5,8
Jumlah 52 100,0
No. Variabel Sig. Kesimpulan
1. Kemampuan Berpikir Analisis
0.200 Normal
2. Motivasi Berprestasi 0.172 Normal
3. Prestasi Belajar 0.200 Normal
Tujuan dari uji independensi antar variabel independen/bebas adalah untuk memahami bahwa variabel independen/bebas tidak berkorelasi atau residualnya tidak memiliki multikolinearitas (Budiyono, 2009: 277). Penggunaan SPSS untuk melakukan pengujian ini dengan melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Umumnya digunakan untuk menunjukkan adanya nilai multikolinieritas dengan melihat nilai tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih dari 10. Hasil uji multikolinearitas terlihat pada Tabel 4.7
Tabel 4. 7 Hasil Uji Independensi/Multikolinieritas
No. Variabel Tolerance VIF Kesimpulan 1. Kemampuan
Berpikir Analisis
0,715 1,398 Tidak Terjadi Multikolinearitas 2. Motivasi
Berprestasi
0,715 1,398 Tidak Terjadi Multikolinearitas
Berdasarkan Tabel 4.7, nilai toleransi kedua variabel ialah 0,715, dan nilai VIF ialah 1,398. Nilai toleransi lebih besar dari 0,1, dan nilai VIF kurang dari 10. Berarti tidak terjadinya multikolinearitas antar variabel tersebut.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilaksanakan dalam pengujian varian atas pertidaksamaan residual dalam model regresi. Model regresi yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas, karena hal ini membuat estimator menjadi tidak efisien dan memiliki koefisien determinasi yang tinggi.
Pengujian dilakukan menggunakan uji SPSS Glejser. Apabila nilai signifikansi lebih besar atas 0,05 jadi data tidak mengalami masalah heteroskedastisitas.
Tabel 4. 8 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser
No. Variabel Sig. Kesimpulan
1. Kemampuan Berpikir Analisis
0,248 Tidak terjadi heterokedastisitas 2. Motivasi Berprestasi 0,055 Tidak terjadi
heterokedastisitas
Sesuai Tabel 4.8 dilihat bahwa nilai signifikansi masing-masing variabel lebih besar atas 0,05, dan bisa tersimpulkan bahwa tidak ada variabel yang mengalami masalah heteroskedastisitas.
d. Uji Linieritas
Uji linearitas dilaksanakan untuk menentukan apakah linier ataupun nonlinier antara variabel bebas dan variabel terikat. Jika nilai signifikansi pada deviation from linearity lebih atas 0,05 maka hasil pengujian dapat dikatakan linier. Hasil uji linieritas ditunjukkan pada Tabel 4.9
Tabel 4. 9 Hasil Uji Linieritas
No. Variabel F Sig. Kesimpulan
1. Kemampuan Berpikir Analisis
1,566 0,133 Linier
2. Motivasi Berprestasi
1,138 0,361 Linier
Bisa diketahui pada Tabel 4.9 bahwa deviation from linearity masing-masing variabel secara signifikan lebih besar 0,05, sehingga bisa tersimpulkan bahwa semua variabel linier.
3. Hasil Uji Hipotesis
a. Analisis Korelasi Linier
1) Uji hipotesis pertama antara kemampuan berpikir analisis (X1) dan prestasi belajar (Y)
Uji korelasi sederhana dari variabel kemampuan berpikir analisis (x1) dengan prestasi belajar (y) dilakukan dalam penentuan ada tidaknya hubungan dan arah hubungan antara variabel itu.
H0 : tidak ada hubungan positif antara kemampuan berpikir analisis dengan prestasi belajar.
H1 : ada hubungan positif antara kemampuan berpikir analisis dengan prestasi belajar.
Penelitian di sini memakai koefisien Product Moment Pearson untuk menganalisis hubungan antara kemampuan berpikir analisis dengan prestasi belajar, seperti dilihat di dalam Tabel 4.10 Tabel 4. 10 Hasil Korelasi Product Moment Pearson
Kemampuan Berpikir Analisis
Prestasi Belajar Kemampuan
Berpikir Analisis
Perason Correlation
1 0,548
Sig. (2-tailed) 0,000
N 52 52
Prestasi Belajar
Perason Correlation
0,548 1
Sig. (2-tailed) 0,000
N 52 52
Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa koefisien korelasi dari kemampuan berpikir analisis dengan prestasi belajar ialah 0,548 yang merupakan nilai positif, dan nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil atas 0,05. Hal ini memperlihatkan bahwa H0 ditolak yang artinya didapati hubungan yang positif dan signifikan dari kemampuan berpikir analisis dengan prestasi belajar. Pada penelitian di sini nilai koefisien korelasi antara 0,50-0,75 dapat disimpulkan bahwa variabel kemampuan berpikir analisis dan prestasi belajar peserta didik termasuk dalam kategori interpretasi korelasi kuat.
2) Uji Hipotesis Kedua antara Motivasi Berprestasi Siswa (X2) dengan Prestasi Belajar (Y)
Uji korelasi sederhana antara variabel motivasi berprestasi (X2) dan prestasi belajar (Y) digunakan untuk menentukan apakah variabel-variabel ini berhubungan dan ke arah mana hubungan antar variabel ini.
H0 : tidak ada hubungan positif antara motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar.
H1 : ada hubungan positif antara motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar.
Hubungan motivasi berprestasi peserta didik dengan prestasi belajar di dalam penelitian di sini dianalisis menggunakan koefisien product moment dari Pearson terlihat pada Tabel 4.11 Tabel 4. 11 Hasil Korelasi Product Moment Pearson
Motivasi Berprestasi
Prestasi Belajar Motivasi
Berprestasi
Pearson Correlation
1 0,711
Sig. (2-tailed) 0,000
N 52 52
Prestasi Belajar
Pearson Correlation
0,711 1
Sig. (2-tailed) 0,000
N 52 52
Berdasarkan Tabel 4.11, koefisien korelasi dari motivasi berprestasi dengan prestasi belajar adalah 0,711 dengan nilai positif dan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal itu memperlihatkan bahwa H0 ditolak yang artinya didapati hubungan positif dan signifikan dari motivasi berprestasi dengan prestasi belajar. Nilai koefisien korelasi berada pada kisaran 0,50-0,75, sehingga dapat disimpulkan variabel motivasi berprestasi dengan
prestasi belajar peserta didik termasuk pada kategori interpretasi korelasi kuat.
b. Analisis Korelasi Linier Ganda
Uji korelasi linier ganda antara variabel kemampuan berpikir analisis (X1) dan motivasi berprestasi siswa (X2) dengan prestasi belajar (Y) dilakukan guna mengetahui ada atau tidaknya arah hubungan dengan bersamaan dari variabel bebas dengan variabel terikat.
H0 : tidak ada hubungan positif antara kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar.
H1 : ada hubungan positif antara kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar.
Hubungan motivasi berprestasi siswa dengan prestasi terlihat di dalam Tabel 4.12
Tabel 4. 12 Uji Korelasi Ganda Hubungan Kemampuan Berpikir Analisis dan Motivasi Berprestasi Siswa dengan Prestasi Belajar
Model R R Square Std. Error
of the Estimate
Sig.
1 0,738 0,545 12,668 0,000
Berdasarkan Tabel 4.12, koefisien korelasi dari kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar adalah 0,738 dengan nilai positif dan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya ada hubungan positif dan signifikan antara kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar. Nilai koefisien korelasi berada pada kisaran 0,50-0,75, sehingga dapat disimpulkan kemampuan berpiki analisis dan motivasi berprestasi belajar dengan prestasi belajar termasuk pada kategori interpretasi korelasi kuat.
4. Persamaan Regresi
Uji regresi linear berganda kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi peserta didik dengan prestasi belajar didapatkan hasil di dalam Tabel 4.13
Tabel 4. 13 Hasil Uji Regresi Berganda
Model
Understandarized Coefficients
Standarized Coefficients
T Sig.
B Std.
Error Beta
(Contant) -24,889 11,374 -2,188 0,033
Kemampuan Berpikir Analisis
0,297 0,143 0,237 2,079 0,043
Motivasi Berpresi
1,134 0,221 0,584 5,128 0,000
Hasil regresi linear berganda pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa hubungan kemampuan berpikir analisis dengan prestasi belajar sebesar 0,297 dan signifikansi 0,043 lebih kecil dari 0,05. Sedangkan hubungan motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar sebesar 1,134 dan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Sehingga diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = -24,889 + 0,297 X1 + 1,134 X2 (12) Keterangan :
Y = Hasil belajar X1 = Kemampuan Berpikir Analisis X2 = Motivasi berprestasi siswa
Jika nilai X1 memiliki nilai maksimal (X1 = 100) dan nilai X2
dianggap konstan (X2 = 0) maka nilai Y yang dihasilkan sebesar : Y = -24,889 + 0,297 X1 + 1,134 X2
Y = -24,889 + 0,297(100) + 1,134 (0) Y = -24,889 + 29,7
Y = 4,811 (13)
Jika nilai X1 dianggap konstan (X1 = 0) dan nilai X2 memiliki nilai maksimal (X2 = 100) maka nilai Y yang dihasilkan sebesar :
Y = -24,889 + 0,297 X1 + 1,134 X2 Y = -24,889 + 0,297 (0)+ 1,134 (100)
Y = -24,889 + 113,4
Y = 88,511 (14)
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Sesuai hasil pengujian hipotesis dan analisis regresi menunjukkan variabel bebas yang digunakan secara bersamaan atau sendiri-sendiri didapati hubungan positif dan signifikan dengan variabel terikat. Analisis masing- masing variabel bisa dijelaskan yaitu :
1. Hubungan Kemampuan Berpikir Analisis dengan Prestasi Belajar
Sesuai Gambar 4.1 terlihat bahwa peserta didik dengan kategori kemampuan berpikir analisis sangat rendah ada 9 peserta didik (17%), rendah ada 9 peserta didik (17%), tinggi sebanyak 14 peserta didik (27%), dan sangat tinggi sebanyak 20 peserta didik (39%). Hal di sini menunjukkan bahwa mayoritas siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Cilacap memiliki kemampuan berpikir analisis yang sangat tinggi dalam pembelajaran kimia. Kemampuan berpikir analisis diyakini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa, karena kemampuan berpikir analisis merupakan faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar. Disi lain, latihan kemampuan berpikir analisis merupakan proses berpikir dan merupakan faktor penting dalam perkembangan kecerdasan anak untuk menjadi orang dewasa yang berkualitas, karena sangat penting bagi pembangunan negara (Triamchoedtiwong, 2006).
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa kemampuan berpikir analisis dengan koefisien korelasi 0,548 terdapat hubungan positif dengan prestasi belajar. Dalam penelitian ini indikator kemampuan berpikir analisis yang
memiliki skor tertinggi pertama adalah indikator menganalisis suatu bagian konsep sebesar 529 dari 52 siswa. Skor tertinggi kedua adalah menganalisis hubungan antar konsep sebesar 528 dari 52 siswa.
Sedangkan kemampuan berpikir analisis yang memiliki skor terendah adalah menganalisis prinsip-prinsip organisasi konsep sebesar 349.
Koefisien korelasi positif menyatakan jika kemampuan berpikir analisis siswa pada pembelajaran kimia tinggi maka prestasi belajar siswa akan semakin tinggi pula. Namun, jika kemampuan berpikir analisis siswa pada pembelajaran kimia rendah maka prestasi belajarnya pun akan rendah. Dari nilai koefisien korelasi itu jadi tingkat keeratan hubungan kemampuan berpikir analisis dengan prestasi belajar siswa yang dihasilkan berada pada tingkat hubungan yang kuat.
Sejalan dengan penelitian Nugraheni, Setyowati, & Yamtinah (2020) menyatakan ada pengaruh yang positif antara kemampuan analisis dan prestasi belajar peserta didik di dalam materi hidrolisis dengan nilai koefisien korelasi 0,260 dan nilai signifikansi 0,009 (0,009 < 0,05).
Artinya kemampuan berpikir analisis yang tinggi akan mampu menyerap pelajaran dengan baik, sehingga meningkatkan prestasi belajar. Penelitian lain juga meyatakan ada hubungan positif yang signifikan dari kemampuan analisis dengan prestasi belajar peserta didik di dalam materi larutan penyangga dengan koefisien korelasi sebesar 0,748 dan koefisien determinasi sebesar 55,95% (Cholifah, Yamtinah & Susanti, 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Thaneerananon, Triampo, & Nokkaew (2016) mengemukakan bahwa dengan dikembangkannya tes ATS (Analytical Thinking Skills) berupa tes Fact versus Opinion di mana skor siswa di provinsi Samuthsakorn lebih rendah dari yang diharapkan, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 40,7% siswa dengan tingkat kemampuan berpikir analisis yang relatif rendah. Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa standar pendidikan di provinsi Samuthsakon adalah peringkat di kelompok “rendah”. Selain itu, penelitian oleh Mukti et al. (2020) menyatakan ada perbedaan yang
signifikan prestasi belajar siswa dengan skor keterampilan berpikir analisis tinggi dan rendah pada model PjBL dan Discovery Learning. Peserta didik dengan kemampuan berpikir analisis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa dengan kemampuan berpikir analisis rendah.
Terbukti dari perhitungan Fhitung sebesar 8,071 dengan signifikansi sebesar 0,006. Di mana F hitung 8,071 > FTabel 4,08 dan signifikansi 0,006 < 0,05 serta rata-rata hasil belajar siswa dengan kemampuan berpikir analisis tinggi lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar siswa dengan kemampuan berpikir analisis rendah, yaitu 76,93 > 72,40. Penelitian di sini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang kuat antara keterampilan berpikir analisis dengan capaian belajar kimia di sekolah menengah Nigeria (Chijioke & Offiah, 2013).
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi yang didapatkan atas kuadrat koefisien korelasi (pearson correlation) ialah 30.03% ini berarti kemampuan berpikir analisis siswa memberikan kontribusi 30,03% terhadap prestasi belajar, sisanya 69,97% ditentukan oleh variabel lainnya.
Atas uraian di atas bisa tersimpulkan bahwa koefisien korelasi yang diperoleh adalah 0,548. Di dalam penelitian di sini koefisien korelasinya lebih tinggi dari penelitian sebelumnya Nugraheni, Setyowati & Yamtinah (2020) 0,260 dan lebih rendah dari penelitian Cholifah, Yamtinah &
Susanti (2019) 0,748 dan merupakan indikator kemampuan berpikir analisis yang paling menonjol adalah indikator menganalisis suatu bagian konsep dan indikator menganalisis hubungan antar konsep yang dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
2. Hubungan Motivasi Berprestasi Siswa dengan Prestasi Belajar
Berdasarkan Gambar 4.2 bisa terlihat bahwa peserta didik dengan kategori motivasi berprestasi sangat rendah sebanyak 14 peserta didik (27%), rendah sebanyak 8 peserta didik (15%), kategori tinggi sebanyak 13 peserta didik (25%), dan kategori sangat tinggi sebanyak 17 siswa (33%). Hal ini terlihat bahwa bagian besar peserta didik kelas XI MIPA
SMA Negeri 1 Cilacap mempunyai motivasi berprestasi pada pembelajaran kimia yang sangat rendah dan sangat tinggi. Motivasi berprestasi diyakini berdampak positif terhadap prestasi belajar karena motivasi berprestasi dapat memberikan semangat kepada siswa agar termotivasi untuk belajar, siswa menjadi aktif; sibuk; dan tertarik, motivasi dapat mendukung usaha siswa dan memelihara semangat belajar siswa, serta mengarahkan dan mengendalikan tujuan siswa agar dapat menyelesaikan tugas yang diberikan.
Berdasarkan Tabel 4.11 bisa terlihat bahwa motivasi prestasi memiliki hubungan positif dengan prestasi belajar dengan koefisien korelasi sebesar 0,711. Dalam penelitian ini terlihat aspek dan indikator motivasi berprestasi yang memiliki skor tertinggi dari 52 siswa yang menjawab pernyataan positif sebesar 181 dan pernyataan negatif sebesar 117 adalah aspek mengatasi hambatan/kendala dengan indikator senang memecahkan masalah yang dihadapi. Sedangkan aspek dan indikator motivasi berprestasi yang memiliki skor terendah siswa menjawab pernyataan positif sebesar 126 dan pernyataan negatif sebesar 161 adalah aspek penuh semangat dengan indikator keinginan untuk meraih hasil yang terbaik. Koefisien korelasi positif menyatakan jika motivasi berprestasi dalam pembelajaran kimia tinggi jadi prestasi belajar siswa juga akan makin tinggi. Namun , apabila motivasi berprestasi peserta didik dalam pembelajar kimia rendah , maka pula prestasi belajar peserta didik akan kian rendah. Dari nilai koefisien korelasi itu jadi tingkat keeratan hubungan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar siswa yang dihasilkan berada pada tingkat hubungan yang kuat.
Sejalan dengan penelitian (Idris, 2016) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar peserta didik, dibuktikan dengan perhitungan korelasi Product moment dan didapatkan nilai 0,301 (0,301> 0,05). Artinya motivasi dapat memberi dorongan untuk seorang peserta didik untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas agar hasil belajar tercapai secara maksimal. Penelitian yang lain,
Aji (2013) mengungkapkan terdapat pengaruh positif motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar akuntansi dan didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,08 (0,08 > 0,05). Penelitian Achmad, Mujasam, & Widyaningsih (2010) juga memperlihatkan bahwa didapati hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar, dibuktikan dengan perhitungan koefisien korelasi sebesar rs hitung > rs Tabel ialah 0,595 >
0,396. Selanjutnya penelitian Hajriah (2020) menunjukkan bahwa didapati hubungan yang tinggi dari motivasi prestasi siswa dengan prestasi belajar bahasa inggris di SMP Negeri 3 Bulukumba yang terbukti dengan perhitungan koefisien korelasi sebesar 0,757 dan signifikansi sebesar 0,000. Artinya, siswa dengan motivasi prestasi yang lebih tinggi akan memiliki nilai prestasi belajar bahasa inggris yang lebih baik dari siswa dengan prestasi belajar yang buruk. Selain itu, penelitian oleh Ly, Degeng,
& Setyosari (2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PPKN Universitas Nusa Cendana yang dibuktikan dengan perhitungan koefisien korelasi sebesar 0,814 dengan signifikansi sebesar 0,000.
Sesuai hasil perhitungan koefisien determinasi yang didapatkan atas hasil nilai kuadrat koefisien korelasi (pearson correlation) sebesar 50,55% yang artinya Motivasi berprestasi siswa memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 50,55 %, sisanya 49,45 % ditentukan dari variabel lainnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan koefisien korelasi yang diperoleh yaitu 0,711. Pada penelitian ini koefisien korelasi lebih besar dari penelitian sebelumnya oleh Idris (2016) sebesar 0,301; Aji (2013) sebesar 0,08; dan Achmad, Mujasam, & Widyaningsing (2010) sebesar 0,595 serta indikator motivasi berprestasi yang paling menonjol adalah aspek mengatasi hambatan/kendala dan indikator senang memecahkan masalah yang dihadapi bisa menaikan prestasi belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Cilacap.
3. Hubungan Kemampuan Berpikir Analisis dan Motivasi Berprestasi Siswa dengan Prestasi Belajar
Prestasi belajar dipengaruhi beberapa faktor, ialah faktor yang asalnya dari dalam (internal) diri peserta didik contohnya motivasi berprestasi, serta faktor yang asalnya dari luar (eksternal) diri peserta didik seperti lingkungan.
Sesuai Tabel 4.12 bisa didapati bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar dengan koefisien korelasi sebesar 0,738 . Koefisien determinasi (R2) menunjukkan kemampuan berpikir analisis (X1) dan motivasi berprestasi siswa (X2) secara bersama- sama memiliki hubungan dengan prestasi belajar (Y) sebesar 0,545.
Artinya prestasi belajar siswa dipengaruhi 54,5% kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi. Sedangkan sisanya sebesar 45,5%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diuji. Sesuai nilai koefisien korelasi itu jadi tingkat keeratan hubungan kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi peserta didik di dalam pembelajaran kimia dengan prestasi belajar berada pada tingkat hubungan kuat.
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa hubungan dari kemampuan berpikir analisis terhadap prestasi belajar adalah sebesar 0,297 dengan nilai positif artinya jika kemampuan berpikir analisis meningkat 1 poin, prestasi belajar peserta didik akan naik 0,297. Sedangkan hubungan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar sebesar 1,134 dengan nilai positif, artinya apabila motivasi berprestasi peserta didik naik 1 poin, prestasi belajar peserta didik akan naik sebesar 1,134. Berdasarkan perhitungan pada persamaan (13) diperoleh nilai prestasi belajar sama dengan 4,811 jika nilai kemampuan berpikir analisis meningkat sebesar 100. Pada persamaan (14), nilai prestasi belajar a d a l a h 88,511 jika motivasi berprestasi siswa meningkat sebesar 100. Nilai prestasi belajar yang diperoleh berdasarkan persamaan (12) adalah 24,889 bernilai negatif yang menunjukkan bahwa jika nilai kemampuan berpikir analisis dan motivasi
berprestasi siswa konstan (X1 dan X2 = 0) maka prestasi belajar yang diperoleh adalah negatif atau tidak memiliki nilai. Artinya peningkatan nilai kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi siswa akan menyebabkan peningkatan prestasi belajar maka kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi siswa berkorelasi dengan prestasi belajar. Semakin tinggi nilai kemampuan berpikir analisis dan motivasi berprestasi belajar peserta didik, semakin tinggi prestasi belajarnya.
Sesuai persamaan regresi dapat dihitung sumbangan efektif dan relatif masing-masing variabel bebas dengan hasil perhitungan di dalam Tabel 4.14
Tabel 4. 14 Hasil Perhitungan Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif
Variabel Bebas Sumbangan Efektif (%)
Sumbangan Relatif (%) Kemampuan Berpikir
Analisis
12,98 23,83
Motivasi Beprestasi 41,52 76,18
Sesuai Tabel 4.14 dilihat bahwa nilai sumbangan efektif untuk kemampuan berpikir analisis sebesar 12,98% dan motivasi berprestasi siswa sebesar 41,52%. Sumbangan relatif untuk kemampuan berpikir analisis sebesar 23,83% dan motivasi berprestasi siswa sebesar 76,18%.
Nilai sumbangan efektif dan relatif atas motivasi berprestasi siswa lebih besar dari kemampuan berpikir analisis siswa artinya motivasi berprestasi siswa memberi sumbangan yang lebih besar kepada prestasi belajar. Hal ini disebabkan karena motivasi berprestasi diperlukan dalam pembelajaran kimia terutama materi asam basa, di mana motivasi berprestasi dapat memberikan semangat kepada siswa agar termotivasi untuk belajar, siswa menjadi aktif; sibuk; dan tertarik, motivasi dapat mendukung usaha siswa dan memelihara semangat belajar siswa, serta mengarahkan dan mengendalikan tujuan siswa agar dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan mungkin karena materi asam basa merupakan materi dasar dan berkaitan dengan materi hidrolisis dan larutan penyangga. Jika motivasi berprestasi rendah dalam belajar materi asam basa, siswa akan merasa kesulitan mempelajari materi hidrolisis dan larutan penyangga.