• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Provinsi Jambi memiliki potensi budidaya air yang cukup besar, terutama dibidang perikanan budidaya air tawar dan bidang budidaya air payau. Komoditi unggulan yang dikembangkan adalah ikan nila dan ikan patin.

Tangkit Baru adalah desa yang berada di Kecamatan Kumpe Ulu, Kabupaten Muaro Jambi. Jumlah penduduk Muaro Jambi adalah sebanyak 16.000 jiwa, dengan mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah petani nenas, duku, berkebun karet, sawit, dan budidaya ikan patin. Muaro Jambi memiliki beberapa kecamatan yaitu: Petaling, Sumber Agung, Parit, Kumpe Ulu, dan Sungai Gelam.

Sebagian besar penduduk Desa Tangkit Baru berasal dari Sulawesi dengan suku Wajok dan Bone. Mayoritas penduduk beragama Islam, bahasa yang digunakan adalah Melayu dan Bugis. Mata pencaharian penduduk Desa Tangkit Baru adalah petani nenas, pembudidaya ikan patin, dan sebagian kecil adalah pedagang. Mereka adalah petani/pembudidaya yang tangguh karena bila dilihat dari kondisi lahan yang diusahakan dalam bidang pertanian maupun budidaya adalah lahan gambut. Sehingga dibutuhkan ketekunan dan keuletan serta ketangguhan agar lahan dapat digunakan secara optimal.

Kebijakan yang ditempuh dalam upaya memanfaatkan potensi yang ada secara optimal adalah mengembangkan sentra kawasan produksi dan Desa Tangkit Baru merupakan salah satu sentra kawasan produksi perikanan budidaya air tawar Provinsi Jambi dengan komoditas unggulan Ikan Patin Jenis Siam.

Desa Tangkit Baru merupakan daerah marginal lahan gambut yang berada di Kecamatan Kumpe Ulu. Desa ini berjarak ± 15 km dari Ibu Kota Provinsi Jambi;

hal ini menjadikan posisi desa ini strategis terutama dalam penyaluran sarana produksi perikanan dan pemasaran hasil produksi. Daerah ini terjangkau aliran listrik dan telepon. Jalan masuk ke lokasi cukup baik dan dapat ditempuh dalam jangka waktu ± 15 menit dari Jambi.

Kawasan ini telah dikembangkan Ikan Patin Jenis Siam sejak tahun 2002, diawali dengan swadana masyarakat dengan mengembangkan kolam ikan secara

(2)

gotong royong sebanyak 20 kolam berukuran 200–400 m² per kolam dengan tingkat produksi antara 750–1500 kg ikan patin setiap musim tanam (5 – 6 bulan).

Sejauh ini ikan patin Tangkit Baru dipasarkan ke pasar Angsoduo, yaitu pusat pasar Kota Jambi. Di samping itu saat ini Tangkit telah memulai kegiatan usaha pengolahan ikan patin dalam bentuk salai ikan patin, dan abon ikan patin.

Kegiatan ini akan memberikan nilai tambah terhadap ikan patin dan membuka lapangan kerja baru terutama bagi ibu rumah tangga dalam memberikan sumbangan untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Mendayagunakan Lahan Gambut

Lahan gambut selama ini dicap sulit ditumbuhi tanaman produksi. Beberapa karakterrnya tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman yakni sangat rendah pH tanah; hal ini bisa menyebabkan tanaman keracunan berbagai unsur hara. Di samping itu, arealnya juga sering terendam air cukup tinggi dan lama. Namun, petani di Desa Tangkit Baru, Jambi, mampu menggarap lahan gambut hingga menjadi sentra nenas dan pada saat ini telah alih usaha dilahan gambut tersebut menjadi sentra budidaya Ikan Patin Jenis Siam terbesar di Jambi.

Pada awalnya dari total luas desa seluas 1. 611 ha, 1.375 ha diantaranya merupakan areal penanaman nenas, luasan itu menutupi tiga perempat luas desa dan saat ini areal tanaman nenas tersebut telah banyak diganti dengan usaha budidaya ikan patin jenis siam. Wilayah Tangkit Baru semula merupakan lahan gambut yang sering tergenang air selama berbulan-bulan. Dalam kondisi seperti itu, segala macam tanaman mulai dari padi, kelapa, kopi, atau singkong yang ditanam tidak bisa menghasilkan.

Lahan gambut selama ini memang masih sulit dimanfaatkan lantaran berbagai faktor. Tanahnya terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan atau hewan yang sedang dalam proses perombakan. Secara alamiah, proses ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Masalahnya, sebelum bahan-bahan tadi hancur terdekomposisi menjadi tanah, pengonggokan sudah terjadi lagi lantaran kondisinya jenuh air atau temperatur rendah. Onggokan yang tidak kunjung lapuk ini membentuk lapisan yang disebut gambut.

(3)

Gambut terjadi pada areal yang tergenang atau sering tergenang air.

Akibatnya pada lapisan gambut bertumpuk bahan-bahan berbagai unsur kimia.

Lapisan gambut yang mempunyai pH sangat rendah ( 3.0 – 4.5) membuat unsur- unsur kimia tersebut menjadi racun bagi tanaman. Ditambah air yang terus menggenangi lahan membuat areal gambut sulit dimanfaatkan untuk pertanian atau pembudidayaan ikan tanpa perlakuan atau campur tangan manusia.

Penduduk Desa Tangkit Baru menghadapi persoalan untuk memanfaatkan lahan gambut pada awal pembukaan desa mereka pada tahun 1963. Masyarakat mencari sumber permasalahan daerah mereka selalu tergenang air. Akhirnya ditemukan permasalahannya, daerah mereka ternyata permukaannya lebih rendah dibandingkan areal dekat sungai yang terletak dua kilometer dari desa mereka, karena itulah air tidak bisa mengalir ke sungai sehingga terus tergenang.

Penduduk membuat saluran air selebar 2 meter dengan kedalaman 1-2 meter, sepanjang sekitar dua kilometer untuk membuang air. Jumlah saluran pembuangan yang mereka buat sebanyak sepuluh buah. Dengan adanya saluran drainase, Desa Tangkit Baru jarang terendam air, kecuali pada musim hujan lama terjadi genangan mencapai 1– 4 minggu (Trubus. 1995).

Keragaan Budidaya Ikan Patin di Lahan Gambut

Dalam dunia perikanan, ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah. Rasa dagingnya yang lezat dan gurih mengakibatkan harga jualnya tinggi. Selain rasa dagingnya yang lezat, ikan patin memiliki beberapa kelebihan lain misalnya ukuran per individunya besar. Di alam, panjangnya bisa mencapai 1,2 m. Ikan patin termasuk ikan yang rakus terhadap makanan.

Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35–40 cm. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk membongsorkan tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendah (lahan gambut) sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini.

(4)

Persiapan Kolam Pembesaran

Untuk budidaya ikan di darat (air tawar), kolam mempunyai peranan yang sangat penting. Ini bisa dimaklumi karena selain sebagai media hidup ikan, kolam harus pula berfungsi sebagai sumber makanan alami ikan.

Lokasi penelitian merupakan lahan yang memiliki kadar asam yang tinggi sehingga mengandung resiko ekonomis yang besar, meskipun resiko itu bisa dihindari, yakni bila sebelum digunakan kolam yang memiliki kadar asam tinggi dinetralkan dengan memberikan kapur (CaO).

Kegiatan usaha budidaya ikan patin di lokasi penelitian dimulai dengan pembukaan lahan atau persiapan kolam pembesaran. Persiapan kolam pembesaran pada prinsipnya hanyalah kegiatan penggalian kolam dengan peralatan yang canggih berupa excavator untuk mengeruk tanah yang disewa dari kelompok.

Biasanya sewa excavator untuk kolam yang berukuran 8 X 13 m² adalah Rp 800.000,- dan kolam yang berukuran 8 X 20 m² adalah Rp 1.200.000,-.

Pada lokasi penelitian kolam tidak dibuat saluran kolam, pintu air, dan kamalir. Kolam merupakan kolam yang memiliki air dari mata air di dasar kolam yang merupakan lahan gambut, sehingga persediaan air tercukupi. Hal ini sejalan dengan pendapat Ghufran ( 2005: 77) bahwa kolam adalah wadah budidaya ikan air tawar yang telah lama digunakan sebagai wadah pemeliharaan ikan.

Tidak ada kriteria khusus untuk kolam pembesaran sistem monokultur.

Artinya, kolam tersebut bisa saja berupa kolam tanah. Pada pembesaran ikan sistem monokulultur ini ukuran kolam yang cocok bagi pemeliharaan ikan patin minimal 200 m². Apabila kurang dari ukuran itu berarti tidak ideal karena ikan patin tergolong ikan yang berukuran bongsor (Susanto dan Amri. 1997).

Pematang kolam harus dibuat dengan ukuran yang memadai, sesuai dengan luas kolam. Selain kuat untuk menahan volume air di dalam kolam, pematang juga harus mampu menahan luapan air yang timbul karena banjir atau hujan lebat (Susanto dan Amri. 1997).

Selanjutnya adalah penetralan asam pada kolam dengan cara pemberian kapur (CaO) dan pemupukan. Pengapuran berfungsi untuk menaikan pH tanah dan juga dapat mencegah serangan penyakit

(5)

Selesai pemupukan, kolam diairi sedalam 20 cm dan dibiarkan 3 – 4 hari agar terjadi reaksi antara berbagai macam pupuk dan kapur dengan tanah. Hari ke lima air kolam ditambah sampai menjadi sedalam 1.5 m. Ikan patin menyukai air dalam, tetapi penambahan air dilakukan secara bertahap.

Pengairan

Pengairan adalah proses dimana kolam yang telah siap digali, diberi air. Air kolam pada lokasi penelitian berasal dari kolam gambut itu sendiri dan kolam tidak memiliki saluran drainase. Proses pengairan dilakukan setelah pemupukan selesai, kolam diairi setinggi 20 cm dan dibiarkan beberapa hari. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan pada pytoplankton dan organisme air lainnya agar tumbuh dengan baik. Di alam, ikan patin menyukai perairan yang agak dalam sehingga sebelum penebaran dilakukan ke dalaman air kolam sebaiknya sudah mencapai 1.5 m. Pengisian air sampai mencapai ukuran ini harus dilakukan secara bertahap agar beban pematang tidak bertambah secara mendadak.

Air yang digunakan untuk kolam adalah berasal dari mata air. Mata air ini biasanya berada di dekat kolam, tetapi kadang-kadang juga menjadi satu dengan kolam. Jenis kolam ini biasanya terjamin kontinuitas airnya dibandingkan dengan kolam tadah hujan. Namun biasanya kualitas airnya kurang baik karena miskin unsur hara dan pHnya rendah (Afrianto dan Liviawati. 2003).

Seleksi dan Penebaran Benih

Seleksi dan penebaran benih pada lokasi penelitan menurut pembudidaya bahwa seleksi benih telah dilakukan oleh mereka yang menjual benih ke pembudidaya yakni benih dengan ukuran 2 inchi seharga Rp. 250,-. Alasan menggunakan benih ukuran tersebut karena bila benih terlalu kecil menyebabkan banyak benih yang mati dimakan sesamanya atau dimakan ikan gabus. Jadi pembudidaya membeli benih yang siap tebar, proses penebaran benih ikan patinpun tidaklah sulit karena hanya mengatur waktu yang tepat yakni pada saat suhu air dingin yakni sekitar jam 6-7 pagi dan pada waktu sore hari. Benih biasanya ditebar dengan cara perlahan-lahan dimasukan pada kolam yang telah

(6)

diberi batas gunanya agar benih dapat melakukan adaptasi dengan air kolam dan tidak stress yang menyebabkan kematian.

Benih didapat pembudidaya dari Balai Benih Air Tawar (BBAT) yang terdapat di Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi, ada juga benih yang dibeli dari pembenihan yang dilakukan oleh bebarapa orang yang lokasinya berada di Kota Jambi. Benih ikan patin jenis siam agak sulit didapatkan, sehingga berapapun benih yang ditawarkan oleh pembibitan akan cepat terjual. Sayangnya pembudidaya di lokasi penelitian jarang melakukan pembenihan untuk kolamnya.

Penebaran ikan ke kolam baru dapat dilakukan bila kondisi air kolam diperkirakan sudah stabil. Artinya, pengaruh pupuk sudah hilang dan makanan alami sudah cukup tersedia.

Kepadatan penebaran untuk ikan patin yang dibesarkan di kolam secara monokultur adalah 1 ekor/m² untuk benih berukuran 100 gram/ekor. Kepadatan penebaran ini tergantung pada ukuran benih yang akan ditebar. Makin besar ukuran benih yang ditebarkan maka makin jarang kepadatan penebarannya, demikian pula sebaliknya (Susanto dan Amri. 1997).

Pengelolaan Pakan

Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, dan bernilai gizi baik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan usaha budidaya ikan. Penyediaan pakan yang tidak sesuai dengan jumlah ikan yang dipelihara menyebabkan laju pertumbuhan ikan menjadi lambat. Akibatnya produksi yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan (Ghufran. 2005).

Pengelolaan pakan, pakan awal diberikan pada benih ikan patin yang berukuran 2 inchi selama 2 bulan atau telah berumur 3 bulan berupa pellet halus yang dibeli dari luar, sedangkan setelah berumur 3 bulan sampai panen makanan yang diberikan adalah pellet kasar yang dibuat oleh pembudidaya perintis usaha ini. Ada beberapa pembudidaya melalui kelompok mengolah sendiri pembuatan pakan sehingga harga jual pakan tidak terlalu tinggi dan sangat menolong pembudidaya. Pakan diberikan dua kali dalam satu hari yakni pagi jam 7 dan sore jam 16.00 atau jam 17.00. Pemberian pakan di lokasi penelitian dilakukan dengan cara ditebar langsung menggunakan tangan.

(7)

Waktu atau saat pemberian pakan bisa dilakukan pada pagi, siang, sore atau malam hari, hanya biasanya frekuensinya yang berbeda. Saat pemberian pakan yang teratur dimaksudkan untuk mendisiplinkan waktu makan ikan. Umumnya ikan yang sudah biasa diberi pakan pada pagi atau sore hari, ia akan merasa lapar pada pagi atau sore hari juga. Sehingga dengan membiasakan pemberian pakan pada waktu yang tepat dan teratur, nafsu makan ikan bisa diketahui. Tentu saja pakan lebih efisien karena pakan yang diberikan langsung dilahap habis.

Pemberian pakan dapat dihentikan apabila ikan yang muncul hanya tinggal sepertiga dari seluruh populasi ikan di dalam kolam.

Menurut pendapat Ghufran ( 2005:145), sekitar 50-60% biaya produksi tersedot untuk biaya pakan. Karenanya manajemen pakan, dalam hal ini pemilihan pakan atau pembuatan pakan, pengadaan, dan pemberian pakan yang terbaik harus diterapkan untuk menekan biaya yang semakin tinggi.

Pengamatan Kesehatan dan Pertumbuhan

Pengetahuan tentang pengamatan kesehatan dan pertumbuhan sangatlah diperlukan pembudidaya. Bila pengetahuan ini tidak mereka punyai akan mengakibatkan mereka tidak bisa mengantisipasi bila ikan patin mendadak terserang hama dan penyakit pada masa pertumbuhan

Dalam budidaya ikan, termasuk budidaya ikan patin, hama dan penyakit dapat mengakibatkan kerugian ekonomis, karena hama dan penyakit dapat menyebabkan kekerdilan, periode pemeliharaan lebih lama, tingginya konversi pakan, tingkat padat tebar yang rendah dan kematian. Sehingga dapat mengakibatkan menurunnya atau hilangnya produksi.

Di lokasi penelitian pembudidaya melakukan pengamatan pada ikan patin yang mati mendadak akibat terserang hama dan penyakit. Pembudidaya dapat membedakan kematian yang diakibatkan hama atau penyakit. Biasanya bila ada beberapa ikan yang terserang penyakit maka akan diikuti kematian ikan patin lainnya dalam satu kolam.

(8)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit merupakan pengetahuan yang sangat dibutuhkan oleh pembudidaya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak terampil hal ini disebabkan bahwa mereka masih kurang pengetahuannya tentang hal tersebut. Pembudidaya kurang mencari informasi ke berbagai media dan hanya mengandalkan pembudidaya yang dianggapnya pintar dalam hal ini. Untuk itu, usaha budidaya ikan patin sebaiknya dibentengi dengan pengetahuan berbagai hama dan penyakit yang potensial mengganggu kelancaran usaha budidaya.

Mencegah lebih baik daripada mengobati, karena selain pengobatan tidak bisa menjamin penyembuhan 100%, pengobatan juga membutuhkan biaya dan tenaga yang cukup besar. Ada beberapa teknik pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu secara mekanik, kimia maupun biologis. Tindakan pencegahan secara mekanik adalah upaya mencegah serangan penyakit dengan bantuan peralatan mekanik. Tindakan pencegahan secara kimiawi adalah usaha pencegahan terhadap serangan penyakit dengan memanfaatkan berbagai senyawa kimia. Sedangkan tindakan pencegahan secara biologis adalah usaha pencegahan terhadap serangan penyakit dengan menggunakan prinsip-prinsip biologis atau organisme lain. Agar memberikan hasil yang memuaskan, pemilihan teknik pencegahan ini harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat.

Pemanenan dan Pengemasan

Pemanenan ikan dalam kolam yang baik dilakukan dengan mengeringkan kolam secara bertahap. Jika air kolam sudah tersisa sedalam 20 – 30 cm, dibagian tengah dibuat kamalir (parit) yang menuju ke depan pintu air. Dasar kolam di dekat pintu air dibuatkan cekungan berbentuk kotak yang berukuran 3-5 m X 3 m dengan kedalaman 30 – 40 cm. Ikan-ikan akan berkumpul di dalam cekungan tersebut.Pintu kolam juga harus diberi saringan agar ikan tidak melompat keluar.

Agar ikan tetap hidup, ikan di dalam cekungan ini harus dialiri air yang segar.

Selanjutnya ikan-ikan ditangkap dengan seser (jaring tangan) dan dipindahkan ke dalam wadah-wadah penampungan yang sudah disediakan (Ghufran. 2005).

Pada lokasi penelitian pembudidaya melakukan pemanen dengan cara menjaring atau menggiring ikan pada suatu tempat setelah ikan berkumpul

(9)

barulah dilakukan pemanenan. Hasil panen di bawa langsung oleh pedagang yang membeli di lokasi. Biasanya di lokasi penelitian pemanenan dilakukan pada malam hari habis magrib. Menurut pembudidaya hal ini dilakukan agar ikan patin yang akan dijual kembali oleh pedagang pada waktu pagi hari masih dalam keadaan segar.

Kesegaran ikan patin yang akan dijual mempengaruhi harga jual.

Pemanenan dan pengemasan yang baik akan menjadikan hasil panen tetap baik dan segar tanpa cacat sampai ke tangan pembeli. Menurut Ghufran ( 2005: 161) dalam usaha budidaya ikan, termasuk ikan patin, faktor panen dan pengemasan juga harus mendapat perhatian yang memadai. Pemanenan dan pengemasan yang memadai akan meningkatkan harga jual ikan. Setelah dipanen ikan harus selalu segar hingga sampai ke tangan konsumen. Penurunan mutu ikan akan menyebabkan nilai jualnya menjadi rendah.

Beberapa perlakuan untuk mempertahankan kesegaran ikan dapat menempuh cara-cara berikut: (1) penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka. Ikan yang terluka akan mudah terserang bakteri, (2) Ikan dimasukan ke dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6 -7 derajat celcius, (3) sebelum dikemas ikan harus dicuci bersih, dan (4) Wadah pengangkutan harus bersih dan tertutup (Ghufran. 2005).

Pengolahan Hasil

Saat ini di lokasi penelitian telah dilakukan Pengolahan hasil dari ikan patin ini berupa pembuatan abon ikan patin dengan harga jual/kilogram adalah Rp.

90.000. Pengolahan ini dimaksudkan agar ikan yang dijual bukan hanya dalam bentuk segar atau ikan yang tidak laku dijual dapat diolah kembali dengan harga jual yang tinggi, sehingga mengurangi resiko dalam penjualan.

Pengolahan hasil biasanya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga, mereka telah beberapa kali mendapatkan pelatihan bagaimana cara mengolah ikan patin menjadi abon. Dengan adanya pengolahan ikan patin ini mengakibatkan terjadi peningkatan pendapatan dalam keluarga dan juga mengurangi pengangguran di Desa Tangkit Baru.

(10)

Pengelolaan Modal

Modal yang digunakan oleh pembudidaya ikan patin dalam usaha budidaya berupa modal awal yaitu barang-barang investasi yang terdiri dari: wadah yang bisa berupa kolam, uang, dan beberapa jenis peralatan (serok, cangkul, ember, jaring, dan lain-lain). Modal operasional digunakan untuk penggalian kolam, pembelian bibit, pembelian pupuk, pembelian kapur, pembelian pakan, dan mengupah tenaga kerja.

Sumber modal pembudidaya ikan patin umumnya berasal dari modal sendiri, hanya sebagian kecil pembudidaya yang melakukan bagi hasil dengan modal bersama, peminjaman lewat Bank (BRI). Menurut pembudidaya mereka kesulitan untuk mendapatkan pinjaman dari Bank karena Bank menilai jaminan agunan berupa lahan budidaya (kolam) tidaklah memiliki nilai yang berarti.

Umumnya modal yang digunakan untuk satu kolam dengan ukuran 8 X 13 m² adalah Rp. 7 juta s/d Rp. 9 juta. Untuk kolam yang berukuran 8 X 20 m² adalah Rp. 10 juta s/d Rp. 12 juta.

Pemasaran Harga dan Sistem Pembayaran

Harga jual ikan patin ditingkat pembudidaya antara Rp. 7.000,- sampai Rp. 8.000,- per kilogram. Dibandingkan dengan harga input produksi dan barang- barang kebutuhan sehari-hari, harga ikan tersebut masih jauh perbedaannya.

Harga ikan patin dari tahun ke tahun ditingkat pembudidaya tidak mengalami peningkatan yang berarti, malah cenderung turun. Hal ini disebabkan produksi yang dihasilkan dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga harga jual ikan patin semakin melemah ditingkat pembudidaya.

Penentuan harga yang terjadi pada pemasaran ikan patin di Desa Tangkit Baru dilakukan oleh pembudidaya melalui kelompok. Setiap minggunya pembudidaya melakukan diskusi kelompok untuk membahas harga jual ikan patin yang dilihat dari kapasitas produksi yang dihasilkan dan permintaan pasar.

Biasanya ikan patin di pasarkan melalui pedagang besar, mereka langsung datang ke lokasi panen. Transaksi jual beli dilakukan sebelumnya, bila harga telah disepakati oleh pembudidaya dan pedagang besar maka ikan patin akan segera

(11)

dipanen dan diangkut ke pasar. Pembayaran dilakukan setelah ikan patin dipanen dan diketahui berapa hasil panen yang diperoleh per kolam.

Faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya harga yang dibeli oleh konsumen di Desa Tangkit Baru ini adalah: permintaan pasar, berat ikan patin, kualitas ikan patin. Pada saat permintaan pasar tinggi seperti musim kering yang pernah terjadi di Sumatra Selatan dimana pasokan ikan lokal sangat kurang maka pedagang pengumpul datang untuk membeli ikan patin dari Desa ini, sehingga harga ikan patin saat itu meningkat dari Rp 7.500,- perkilogram menjadi Rp.

8.000,- perkilogram, hal ini disebabkan karena Desa ini juga harus memenuhi permintaan ikan patin untuk Provinsi Jambi.

Saat ini pembudidaya di Desa Tangkit Baru mengalami kelebihan produksi diakibatkan oleh permintaan pasar yang menurun dan banyaknya pembukaan kolam-kolam baru oleh pembudidaya sehingga setiap harinya terjadi kelebihan produksi. Kenyataannya bila ikan patin sampai umur 8 bulan belum dipanen maka akan terjadi pembusukan pada badan ikan dan menyebabkan kematian. Hal inilah ynag menjadi keresahan pembudidaya saat ini.

Saluran Pemasaran

Produksi melimpah yang telah dicapai pembudidaya ikan patin tidak begitu banyak artinya kalau tidak terjamin pemasarannya dan harga yang rendah.

Pasar bagi hasil pertanian/perikanan sangat penting dan menentukan keberlanjutan produktivitas dari usahatani/usaha budidaya.

Mosher (1987) mengelompokkan pasaran untuk hasil pertanian sebagai unsur pertama syarat pokok dalam pembangunan pertanian. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pasaran bagi hasil pertanian dalam memajukan suatu sistem pertanian pada suatu daerah tertentu. Pasaran bagi hasil pertanian yang baik akan menjamin produksi yang mereka hasilkan tidak sia-sia dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan keluarganya.

Pembudidaya ikan patin tahun-tahun sebelumnya hanya berpikir cara berproduksi tanpa perlu memikirkan cara memasarkan hasil produksinya. Namun pada saat ini, karena produksi yang melimpah mengakibatkan pembudidaya harus berpikir keras tentang cara agar produksi tidak terbuang. Karena itu, pembudidaya

(12)

harus jeli melihat peluang usaha berupa pengolahan hasil yang menguntungkan bagi pembudidaya ikan patin. Saat ini di lokasi penelitian telah dilakukan pengolahan ikan patin.

Sejauh ini ikan patin Tangkit Baru di pasarkan ke pasar Angsoduo, yaitu pusat pasar kota Jambi. Di samping itu, saat ini Tangkit telah memulai kegiatan usaha pengolahan ikan patin dalam bentuk salai patin, dan abon patin. Kegiatan ini akan memberikan nilai tambah terhadap ikan patin dan membuka lapangan kerja baru terutama bagi ibu rumah tangga dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Saluran pemasaran ikan patin di Desa Tangkit Baru di mulai dari pembudidaya ikan patin yang langsung menjual ke pedagang pengumpul di areal panen dan pedagang pengumpul menjual ke pasar lokal baik Provinsi maupun beberapa Kabupaten yang ada di Jambi, transaksi penjualan terjadi setiap hari di kawasan budidaya ikan patin Desa Tangkit Baru.

Karakteristik Pembudidaya Ikan Patin di Desa Tangkit Baru

Karakteristik individu akan sangat menentukan tingkat pemahaman individu terhadap informasi serta akan sangat menentukan pula kemampuan mereka dalam melakukan usaha budidaya ikan patin. Perubahan perilaku seseorang dalam kemandirian usaha budidaya akan dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, karakteristik ekonomi dan lingkungan Menurut Madrie (1986), tingkat pendidikan formal, pengalaman, kekosmopolitan, nilai-nilai budaya, keberanian menghadapi resiko merupakan indikator yang menentukan karakteristik pribadi seseorang.

Penelitian tentang kemandirian pembudidaya ikan patin menggunakan beberapa karakteristik pembudidaya kategori berdasarkan nilai tengah dan simpangan baku dari sebaran data yang diperoleh, responden penelitian umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Umur, (2) Motivasi, (3) Pengalaman usaha, (4) Pendidikan formal, (5) Jumlah tanggungan keluarga, (6) Tingkat kekosmopolitan, (7) Tenaga kerja dan, (8) Akses kredit dalam kategori rendah sampai tinggi (Tabel 2).

(13)

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

No Peubah Kategori Jumlah

(orang)

Persentase (%) N= 69

1 Umur Muda (19 – 30 tahun)

Sedang ( 33 – 39 tahun) Tua ( 40 – 65 tahun)

28 26 15

40.6 37.7 21.7 2 Pendidikan formal Rendah ( 6 tahun)

Sedang ( 7 – 11 tahun) Tinggi ( 12 – 21 tahun)

20 27 22

29.0 39.1 31.9 3 Motivasi Rendah ( 29 – 33 )

Sedang ( 34 – 35 ) Tinggi ( 36 – 45 )

17 24 28

24.6 34.8 40.6 4 Pengalaman usaha kurang ( ≤ 1 tahun)

Cukup ( 2 – 3 tahun) Banyak ( 4 – 10 tahun)

21 22 26

30.4 31.9 37.7 5 Tanggungan keluarga Sedikit ( 1 orang)

Sedang ( 2 – 3 orang) Banyak ( 4 – 8 orang)

42 18 9

60.9 26.1 13.0 6 Kekosmopolitan Rendah ( 5)

Sedang ( 6 -7 ) Tinggi ( 8 – 20 )

24 25 20

34.8 36.2 29.0 7 Tenaga kerja Sedikit ( 1 orang)

Sedang ( 2 – 3 orang) Banyak ( 4 – 12 orang)

49 18 2

71.0 26.1 13.0 8 Akses Kredit Sulit (skor 5)

Sedang (skor 6 – 11) Mudah (skor 12 – 18)

26 21 22

37.7 30.4 31.9

Penelitian tentang kemandirian pembudidaya ikan patin di desa Tangkit Baru guna mendukung keberhasilan dalam usaha budidaya banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor. Menurut Rogers dan Shoemaker (Iswari. 2004: 65) faktor individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang, yang mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya.

Pemahaman faktor individu pembudidaya ikan patin penting, sebab dengan memahami karakteristik individu tersebut segala aspek yang berhubungan dengan kondisi pembudidaya, terutama yang berkaitan dengan: umur, pendidikan, motivasi, pengalaman usaha, tanggungan dalam keluarga, kekosmopolitan, tenaga kerja, dan akses kredit dapat diketahui dengan jelas.

(14)

Umur Pembudidaya Ikan Patin

Umur Pembudidaya ikan patin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usia pembudidaya ikan patin sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan yang dinyatakan dalam tahun. Umur pembudidaya ikan patin dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) Muda, (2) Sedang, dan (3) Tua. Kategori muda berkisar dari 19 hingga 30 tahun, kategori sedang berkisar dari 33 sampai 39 tahun , dan kategori umur tua berkisar dari 40 hingga 65 tahun.

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 69 pembudidaya ikan patin yang diinterview, kurang dari sepertiga responden pembudidaya ikan patin memiliki umur muda dan sedang, dan lebih dari sepertiga berumur tua. Pada Tabel 2. juga terlihat, bahwa mayoritas pembudidaya ikan patin yang dilibatkan dalam penelitian ini berumur tua.

Umur menurut Padmowihardjo (1994: 36), bukan merupakan faktor psikologis, tetapi hal-hal yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis.

Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur: (1) Mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual, dan organ-organ tertentu, dan (2) Akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar yang lain. Umur petani dalam penelitian ini bervariasi, dimana umur minimum 19 tahun dan maksimum 65 tahun, penelitian ini menyatakan bahwa mayoritas pembudidaya atau sebanyak 44% adalah berumur tua yakni 40 – 65 tahun. Dengan demikian faktor umur bukanlah menjadi suatu kendala dalam perilaku membudidayakan ikan patin menuju keberhasilan. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa informasi teknologi maupun inovasi baru paling cepat diterima oleh mereka yang berusia muda. Namun tidak berarti mereka yang berumur tua tidak mau menerima informasi teknologi maupun inovasi baru atau menerima perubahan, sebab bagi mereka yang berumur tua mempunyai beberapa pertimbangan tepat yakni: kesehatan, kondisi fisik yang mulai menurun, dan ingin menikmati masa tua yang menyenangkan. Bagi petani muda yang mungkin ingin membuat perubahan dalam usahabudidaya tidak selalu dalam posisi untuk melaksanakannya, hal ini disebabkan dana yang mereka miliki terbatas.

(15)

Motivasi Pembudidaya Ikan Patin

Motivasi dalam membudidayakan ikan patin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dorongan yang timbul dari dalam diri pembudidaya ikan patin untuk melakukan usaha budidaya ikan patin. Motivasi dalam membudidayakan ikan patin oleh responden dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

(1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi. Kategori rendah berkisar dari skor 29 sampai 33, skor 34 hingga 35 termasuk kategori sedang, dan skor 36 sampai 45 masuk dalam kategori tinggi.

Hasil penelitian tentang distribusi pembudidaya ikan patin berdasarkan motivasi dalam melakukan usaha budidaya disajikan dalam Tabel 2 yang menunjukkan bahwa kurang dari sepertiga pembudidaya ikan patin yang diinterview memiliki motivasi rendah, lebih dari sepertiga memiliki motivasi sedang dan tinggi. Berdasarkan hal tersebut, mayoritas pembudidaya ikan patin memiliki motivasi yang tinggi dalam melakukan usaha budidaya ikan patin di lahan gambut.

Motivasi responden dalam usaha budidaya patin bervariasi, dengan kisaran skor minimum 29, skor maximum 45, dan rata-rata skor 35. Mayoritas pembudidaya ikan patin adalah mereka yang memiliki motivasi tinggi yakni sebesar 40.6%. Indikator yang digunakan dalam mengukur motivasi adalah sumber dorongan untuk melakukan usaha budidaya ikan patin. Hampir semua responden menyatakan memilih melakukan budidaya ikan patin atas dorongan sendiri dan keluarga, atau setelah melihat keberhasilan pembudidaya lain yang telah lebih dahulu melakukannya. Beberapa responden menyatakan bahwa keputusan untuk melakukan usaha budidaya ikan patin adalah atas dorongan teman sesama pembudidaya atau tetangganya. Tidak ada responden yang melakukan usaha ini atas paksaan atau perintah seseorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Trigono (Massenga. 2001: 29) bahwa motivasi merupakan salah satu komponen penting dalam meraih keberhasilan suatu proses kerja, karena memuat unsur pendorong bagi seseorang untuk melakukan perkejaan sendiri maupun berkelompok. Hal ini dapat dilihat dari tingginya motivasi dari responden, hal ini karena dorongan oleh kebutuhannya sendiri bukan atas paksaan dari pihak luar.

(16)

Unsur motivasi sangat penting, karena dengan motivasi inilah akan timbul kekuatan potensial manusia untuk berprestasi sehingga pembudidaya dapat mandiri dalam melakukan usaha budidayanya.

Pengalaman Usaha Pembudidaya Ikan Patin

Pengalaman membudidayakan ikan patin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya pembudidaya ikan patin melakukan usaha budidaya yang dinyatakan dalam tahun. Pengalaman dalam usaha budidaya ikan patin dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) Rendah, (2) Cukup, dan (3) Banyak. Kategori rendah lamanya adalah 1 tahun, kategori sedang berkisar dari 2 sampai 3 tahun, dan kategori tinggi berkisar dari 4 sampai 10 tahun.

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 69 pembudidaya ikan patin yang diinterview kurang dari sepertiga responden memiliki sedikit dan sedang pengalaman dalam usaha budidaya ikan patin, dan lebih dari sepertiga yang memiliki cukup pengalaman dalam usaha budidaya ikan patin. Dengan demikian, Tabel 2. mengungkapkan bahwa mayoritas pembudidaya ikan patin memiliki banyak pengalaman dalam melakukan usaha budidaya ikan patin.

Pengalaman usaha budidaya responden dalam penelitian ini minimun 1 tahun, maksimum 10 tahun, dan mayoritas pembudidaya sebesar 37.7% memiliki pengalaman tinggi. Pengalaman usaha pembudidaya maksimum adalah 10 tahun dikarenakan usaha budidaya ikan patin ini baru dirintis pada tahun 1997 dan mulai berkembang tahun 2002, sebelumnya masyarakat di lokasi penelitian adalah petani nenas, karena melimpahnya panen nenas membuat harga nenas jatuh di pasaran, hal ini menyebabkan beberapa orang secara jeli mencermati permasalahan di desanya, dan melihat peluang dapat dibudidayakannya ikan patin jenis siam sehingga mendorong dimulainya budidaya ikan patin jenis siam di kolam. Pengalaman dalam proses belajar memiliki pengaruh yang nyata dan penting karena melalui pengalaman yang berhasil akan menimbulkan perasaan optimis dimasa akan datang. Sebaliknya pengalaman akan menimbulkan perasaan pesismis untuk dapat berhasil walaupun mendapat kesempatan untuk kembali mempelajari (Padmowihardjo. 2001). Menurut Mardikanto (1993: 86),

(17)

pengalaman seseorang akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapan untuk belajar lebih banyak, sehingga pengalaman dapat mengarahkan perhatian kepada minat, kebutuhan, dan masalah-masalah yang dihadapi.

Pendidikan Formal Pembudidaya Ikan Patin

Pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya pembudidaya ikan patin mengikuti pendidikan formal berdasarkan jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi yang dinyatakan dalam tahun. Pendidikan formal responden dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi. Kategori rendah adalah 6 tahun, kategori sedang berkisar dari 7 hingga 11 tahun, dan kategori tinggi berkisar dari 12 sampai 21tahun.

Tabel 2 menunjukkan, bahwa kurang dari sepertiga responden yang diwawancarai memiliki pendidikan formal rendah dan sedang, selebihnya lebih dari sepertiga responden memiliki pendidikan formal tinggi. Jadi Tabel 2. di atas menunjukkan, bahwa mayoritas pembudidaya ikan patin yang menjadi responden memiliki pendidikan formal yang sedang.

Pendidikan formal menurut Mosher (1987: 158-161), mempercepat proses belajar, memberikan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pembudidaya memiliki pendidikan formal sedang yaitu SLTP sederajat sampai SLTA sederajat sebanyak 39.1%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendidikan pembudidaya minimum adalah 6 tahun dan maksimum 21 tahun.

Apabila dikaji lebih jauh, ternyata terjadi peningkatan taraf pendidikan formal pada generasi berikutnya.

Anak-anak responden bersekolah sampai jenjang perguruan tinggi. Bahkan ada satu orang pembudidaya bersekolah sampai jenjang Strata dua. Berdasarkan hasil wawancara, responden umumnya menginginkan anak-anaknya memiliki taraf pendidikan formal yang lebih tinggi daripada dirinya dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Hal ini didukung dengan kemauan dan kerja keras yang tinggi agar semakin meningkatnya perekonomian keluarga pembudidaya ikan patin.

(18)

Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kemandirian, baik individu maupun masyarakat, merupakan dua hal yang saling terkait satu sama lain. Ada hubungan kausal diantara keduanya. Dalam hal ini kemandirian sejati hanya dapat dicapai oleh individu atau masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai (well educated). Bagi mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai, jalan menuju keberdayaan lebih terbuka lebar ketimbang mereka yang tidak berpendidikan (Suyono. 2006).

Tanggungan Keluarga Pembudidaya Ikan Patin

Jumlah tanggungan keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah banyaknya anggota keluarga yang ditanggung sebagian atau seluruh keperluan hidupnya oleh responden. Jumlah tanggungan keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi. Kategori rendah adalah 1 orang, kategori sedang berkisar dari 2 sampai 3 orang, dan kategori tinggi berkisar dari 4 sampai 8 orang.

Tabel 2. menunjukkan, bahwa dari 69 pembudidaya ikan patin yang diinterview kurang dari sepertiga responden memiliki sedikit dan sedang tanggungan keluarga, dan lebih dari sepertiga responden memiliki banyak tanggungan keluarga. Dengan demikian Tabel 2. menunjukkan, bahwa mayoritas pembudidaya ikan patin yang menjadi responden memiliki banyak tanggungan keluarga.

Jumlah tanggungan keluarga responden minimum 1 orang, maksimum 8 orang, dan mayoritas responden sebanyak 39.1% memiliki tanggungan keluarga yang besar. 22 orang responden yang memiliki jumlah tanggungan antara 1-3 orang, sedangkan responden yang tidak memiliki tanggungan dengan alasan tanggungan telah berkeluarga, ditinggal mati ataupun karena perceraian 6 orang, dan selebihnya responden memiliki 4-8 orang tanggungan. Jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemampuan keluarga akan penyediaan tenaga kerja. Pembudidaya sebagai pelaku utama usaha budidaya tidak dapat dilepaskan dari keluarganya. Menurut Mardikanto (Iswari. 2004: 78) dalam kehidupan petani/pembudidaya kecil selalu dijumpai adanya kenyataan dimana kegiatan

(19)

usahatani/budidaya merupakan bagian dari kegiatan rumah tangga secara keseluruhan, dan berhubungan dengan kemampuan keluarga akan penyediaan tenaga kerja.

Tingkat Kekosmopolitan Pembudidaya Ikan Patin

Tingkat kekosmopolitan adalah kesediaan seseorang untuk berusaha mencari ide-ide baru dari luar lingkungannya atau tingkat keterbukaan seseorang dalam menerima pengaruh dari luar. Tingkat kekosmopolitan pembudidaya ikan patin dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) Kurang, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.

Kategori kurang memiliki nilai 5, kategori sedang memiliki nilai antara 6 sampai 7, dan kategori tinggi memiliki nilai 8 sampai 20.

Tabel 2. menjelaskan, bahwa dari 69 pembudidaya ikan patin yang diinterview, lebih dari sepertiga responden memiliki tingkat kekosmopolitan rendah, sedangkan yang memiliki tingkat kekosmopolitan sedang juga lebih dari sepertiga responden, dan responden yang memiliki tingkat kekosmopolitan tinggi kurang dari sepertiga responden. Dengan demikian, Tabel 2. mengungkapkan, bahwa mayoritas pembudidaya ikan patin memiliki tingkat kekosmopolitan yang sedang.

Tingkat kekosmopolitan adalah sikap dan aktivitas responden untuk meningkatkan usaha budidaya yang dimulai dari keterbukaan dan keberanian mencari, menerima, dan mencoba inovasi baru. Hasil penelitian menunjukan bahwa minimum tingkat kekosmopolitan pembudidaya pada skor 5, maksimum pada skor 20 dan mayoritas pembudidaya yakni sebanyak 36.2% memiliki tingkat kekosmopolitan sedang. Hal ini disebabkan banyaknya pembudidaya hanya mengandalkan berbagai informasi dari pembudidaya-pembudidaya yang memiliki pendidikan yang tinggi dan dapat mengakses berbagai informasi. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Rogers (1983) bahwa kekosmopolitan adalah keterbukaan seorang petani pada informasi melalui hubungan dengan berbagai sumber informasi, orang yang memiliki sifat kosmopolit tinggi biasanya suka mencari informasi dari sumber di luar lingkungannya. Sebaliknya, orang yang memiliki sifat lokalit cenderung mempunyai ketergantungan yang tinggi pada

(20)

tetangganya atau teman-teman dalam lingkungan yang sama sebagai sumber informasi.

Jumlah Tenaga Kerja Pembudidaya Ikan Patin

Tenaga kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang dapat membantu pembudidaya dalam melakukan kegiatan budidaya sampai pemanenan ikan patin.

Tenaga kerja yang dimiliki responden dibagi dalam tiga kategori yaitu:

(1) Sedikit, (2) Sedang, dan (3) Banyak. Kategori sedikit berkisar dari skor 1, sedangkan skor 2 sampai 3 dikategorikan sedang, dan kategori banyak memiliki kisaran skor antara 4 sampai 12.

Hasil penelitian tentang distribusi pembudidaya ikan patin berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan disajikan dalam tabel di atas. Tabel 2. ini mengungkapkan kategori tenaga kerja berdasarkan jumlah dan persentase tenaga kerja yang digunakan pembudidaya.

Tabel 2 menjelaskan, bahwa dari 69 pembudidaya ikan patin yang diinterview, lebih dari sepertiga menggunakan sedikit tenaga kerja di lahan usahanya, responden yang menyatakan sedang kurang dari sepertiga, sedangkan responden yang menyatakan mereka banyak menggunakan tenaga kerja dalam usahanya kurang dari sepertiga. Dengan demikian dapatlah dikatakan mayoritas responden adalah sedikit menggunakan tenaga kerja dalam membantu usaha budidaya ikan patin.

Penggunaan tenaga kerja oleh pembudidaya di lokasi penelitian paling rendah 1 orang, dan paling tinggi antara 4–12 orang, mayoritas pembudidaya menggunakan tenaga kerja rendah yakni sebesar 40.6%. Kepemilikan tenaga kerja berkaitan dengan kuantitas tenaga kerja dalam keluarga yang dicurahkan dalam pengelolaan usaha budidaya. Dengan tersedianya tenaga kerja akan semakin meningkatkan keberhasilan pembudidaya untuk melaksanakan usaha budidayanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Suratiyah (2006: 41) bahwa peranan anggota keluarga yang lain adalah sebagai tenaga kerja di samping juga tenaga luar yang diupah. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam

(21)

usahatani berbeda-beda. Banyak sedikitnya tenaga kerja luar yang digunakan tergantung pada dana yang tersedia untuk membiayai tenaga luar tersebut.

Akses Kredit Pembudidaya Ikan Patin

Akses kredit mempunyai arti sebagai akses yang diberikan kepada pembudidaya ikan patin untuk memperoleh pinjaman pada Bank pemerintah atau swasta atau badan usaha lainnya dalam mendukung usaha budidaya ikan patin.

Akses kredit dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) Sulit, (2) Sedang, (3) Mudah.

Kategori sulit memiliki skor 5, sedangkan kategori sedang memiliki skor 6 sampai 11, mudah memiliki skor 12 sampai 18.

Tabel 2. menjelaskan, bahwa dari 69 pembudidaya ikan patin yang diwawancara, lebih dari sepertiga responden mengatakan bahwa akses kredit yang diberikan kepada mereka sulit untuk mendapatkannya, sedangkan yang mengatakan antara sulit dan tidak kurang dari sepertiga, dan selebihnya mengatakan tidak sulit untuk mendapatkan kredit. Dengan demikian, Tabel 2.

mengungkapkan, bahwa mayoritas pembudidaya ikan patin mengatakan akses kredit sangat sulit mereka dapatkan.

Menurut pembudidaya sebanyak 37.7 % atau lebih dari sepertiga pembudidaya mengatakan bahwa sulit mengakses kredit yang ada. Hal ini disebabkan pemberi kredit (Bank BRI) tidak mau mengucurkan dananya ke pembudidaya yang hanya memiliki lahan/kolam yang sedikit, karena Bank merasa rugi atas agunan pemudidaya berupa lahan kolam gambut, menurut pihak Bank lahan tersebut tidak memiliki nilai rupiah yang berarti, sehingga pembudidaya kesulitan dalam mengembangkan usaha budidayanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Daniel (2004: 78) menyatakan bahwa pentingnya mendapatkan modal dari kredit disebabkan oleh kenyataan secara kolektif, memang modal merupakan faktor produksi non alami (bikinan manusia) yang ketersediaannya masih terbatas terutama pada negara-negara yang sedang berkembang. Dalam soal kebutuhan petani akan modal yang berasal dari kredit demi kemajuan usaha, persoalannya tidak terletak pada ada tidaknya atau perlu tidaknya kredit, melainkan masih

(22)

sangat terbatasnya kesempatan petani untuk maju atau kurangnya aspirasi mereka dalam peluang mendapatkan modal melalui kredit.

Tingkat Kemandirian Pembudidaya Ikan Patin

Kemandirian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan pembudidaya ikan patin dalam mengelola usaha budidaya ikan patin yang dicirikan oleh kemampuan dalam menguasai beberapa aspek kegiatan usaha budidaya ikan patin dan kebebasan mereka dalam memasarkan hasil dan melakukan usaha pengolahan hasil budidaya agar produksi ikan patin tidak terbuang, sehingga tercapainya keberhasilan yang dapat dilihat dari Peningkatan produksi dan pendapatan. Aspek-aspek tersebut adalah: 1) Persiapan kolam, (2) pengairan, (3) seleksi dan penebaran benih, (4) pengelolaan pakan, (5) pengamatan kesehatan dan penyakit, (6) pengendalian hama dan penyakit, (7) pemanenan dan pengemasan, (8) Pengolahan hasil budidaya ikan patin, (9) Pemasaran.

Kemandirian merupakan sikap dan perilaku yang dapat mengantarkan manusia pada sukses dalam menjalani kehidupan, ”bersama” dengan oranglain.

Kemandirian seseorang dapat dinilai dari pengetahuan, sikap serta bentuk tindakan nyata berupa keterampilan terhadap objek budidaya.

Berdasarkan teori dari Inkeles dan Smith (1974) ada beberapa kriteria kemandirian yaitu: (1) Petani mandiri mempunyai percaya diri dan mampu memutuskan atau mengambil suatu tindakan yang dinilai paling menguntungkan (efficient) secara cepat dan tepat dalam mengelola usahanya di bidang pertanian tanpa tergantung atau tersubordinasi oleh pihak lain, baik itu berupa perintah, ancaman, petunjuk atau anjuran (self dependence); (2) Senantiasa mengembangkan kesadaran diri dan kebutuhan akan pentingnya memperbaiki diri dan kehidupannya, serta punya inisiatif dan kemauan keras untuk mewujudkan harapan (optimistik dan daya juang); (3) Mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam kedudukan setara hingga terjadi kesaling tergantungan dalam situasi saling menguntungkan dalam suatu kemitraan usaha yang berkelanjutan (interdependence); (4) Mempunyai daya saing yang tinggi dalam menetapkan pilihan tindakan terbaik bagi alternatif usaha yang ditempuh dalam kehidupannya

(23)

(filter system); (5) Senantiasa berusaha memperbaiki kehidupannya (hidup modern) melalui berbagai upaya memperluas wawasan berpikir dan pengetahuan, sikap dan keterampilannya (kosmopolit), sehingga berespon secara positif terhadap perubahan situasi (dinamis) dan berusaha secara sadar mengatasi permasalahan dengan prosedur yang dinilai paling tepat (progresif).

Kemandirian pembudidaya ikan patin di Desa Tangkit Baru bila di hubungkan dengan teori di atas, ternyata hampir mencakup keseluruhan dari kriteria kemandirian telah ada pada kebanyakan pembudidaya di Desa Tangkit Baru. Hal ini bukan berarti mereka dapat berdiri sendiri tanpa pembudidaya lain, kemandirian yang mereka punyai didasari oleh keinginan untuk hidup lebih baik lagi dengan cara bekerjasama antar sesama pembudidaya.

Kemandirian Pembudidaya dalam Usaha Budidaya Ikan Patin di lahan Gambut

Kemandirian pembudidaya dalam usaha budidaya ikan patin, secara praktis dapat dilihat dalam berbagai segi yaitu kemampuan pembudidaya dalam pemilihan jenis komoditi yang diusahakan, penentuan harga komoditi yang dihasilkan, akses terhadap sarana produksi, kemampuan dalam bekerjasama, kemampuan mencari informasi, dan kemampuan dalam usaha budidaya ikan patin di lahan gambut.

Menurut Sugiharto et al. (1997: 438), pertanian di Indonesia dikuasai oleh petani kecil dengan produk pertanian dan mutu bervariasi. Keterbatasan- keterbatasan petani, antara lain dalam bentuk permodalan, penguasaan lahan, keterampilan, pengetahuan, aksesibilitas akan pasar, dan berganing position pada kenyataannya akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam proses penentuan komoditas yang akan diusahakan petani. Hal ini akan bermuara pada rendahnya pendapatan dan keadaan usahatani yang sulit berkembang.

Sejalan dengan pendapat di atas, kemandirian pembudidaya ikan patin di Desa Tangkit Baru sangat dipengaruhi oleh pengelolaan modal dan keuangan, proses budidaya yang baik dan benar, serta bagaimana melakukan pemasaran agar produksi yang melimpah saat ini dapat dikendalikan. Kemandirian mereka dalam alih usaha dari nenas menjadi pembudidaya ikan patin di lahan yang mereka

(24)

tempati berupa lahan gambut harus mendapat perhatian khusus. Desa Tangkit Baru saat ini telah ditetapkan sebagai tempat percontohan Nasional bagi pembudidaya di lahan gambut.

Untuk melihat tingkat kemandirian pembudidaya ikan patin maka digunakan kategori berdasarkan nilai tengah dan simpangan baku dari sebaran data yang diperoleh. Kemandirian pembudidaya dalam proses budidaya ikan patin yang baik dan benar, tingkat kemandirian dalam pengelolaan modal dan keuangan, tingkat kemandirian dalam pemasaran hasil budidaya ikan patin (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kemandirian dalam Budidaya Ikan Patin di Lahan Gambut

No Faktor-faktor Tingkat Kemandirian

Kategori Jumlah Persentase

1.

2.

3.

Tingkat kemandirian dalam modal usaha budidaya

ikan patin

Tingkat kemandirian dalam proses

budidaya ikan patin

Tingkat kemandirian dalam pemasaran hasil

Rendah (jumlah skor ≤ 25) Sedang (jumlah skor 25 – 30) Tinggi (jumlah skor ≥ 30)

Rendah (jumlah skor ≤ 18) Sedang (jumlah skor 18 – 23) Tinggi (jumlah skor ≥ 23)

Rendah (jumlah skor ≤ 33) Sedang (jumlah skor 33 – 38) Tinggi (jumlah skor ≥ 38)

52 11 6

1 15 53

1 16 52

75.4 15.9 8.7

1.5 21.7 76.8

1.5 23.1 75.4 Tingkat Kemandirian Rendah

Sedang Tinggi

54 42 111

18 14 37

Kemandirian pembudidaya di Desa ini sangat mempengaruhi pembudidaya-pembudidaya lain di Provinsi Jambi. Hal ini terlihat dari munculnya banyak pembudidaya ikan patin, saat ini usaha yang sedang giat-giatnya dilakukan oleh pememrintah Provinsi Jambi adalah mengekspor ikan patin jenis jambal ke Amerika Serikat dan Eropa melalui PT. Bonecom selaku industri pengolahan ikan dan sekaligus eksportir. Ikan Patin Jenis Siam hanya dikomsumsi masyarakat di Provinsi Jambi dan sekitarnya, ikan patin jenis siam ini kurang diminati negara lain karena daging yang kekuningan.

(25)

Tingkat Kemandirian Pembudidaya Ikan Patin dalam Permodalan

Jumlah skor tingkat kemandirian responden dalam permodalan dapat dilihat pada Tabel 3. yang memberi gambaran bahwa pembudidaya memiliki tingkat kemandirian dalam permodalan adalah rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 yakni sebanyak 52 pembudidaya memiliki skor rendah yakni kurang dari skor 25 ( 0 – 24).

Dalam melakukan usaha budidaya ikan patin, responden memanfaatkan modal yang dimiliki sendiri. Modal yang didapat dari luar berupa fasilitas pinjaman dari Bank diperoleh beberapa orang, hal ini disebabkan agunan yang diberikan kepada pihak Bank tidak mencukupi dan kenyataan yang terjadi bahwa bila pembudidaya mengagunkan lahan usahanya pihak Bank merasa berkeberatan untuk mengabulkan pinjaman dengan alasan lahan usaha budidaya tidak memiliki nilai yang berari untuk diagunkan.

Modal sesungguhnya merupakan salah satu persoalan utama yang dikeluhkan oleh responden. Selama ini pembudidaya ikan patin hanya mengandalkan modal sendiri yang jumlahnya terbatas. Modal tersebut cukup untuk melakukan budidaya ikan patin (hanya untuk beberapa kolam saja) dan untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun tidak cukup sebagai modal untuk mengembangkan usaha budidaya ikan patin dalam skala usaha yang lebih besar.

Para pembudidaya berkeinginan untuk meningkatkan hasil, selain dengan cara memperbanyak kolam, juga dapat melakukan pengolahan hasil budidaya untuk meningkatkan nilai jual. Untuk itu diperlukan modal yang tidak sedikit.

Dalam melakukan usaha budidaya ikan patin, responden lebih banyak tidak pernah mencatat keluar masuknya uang atau pendapatan rumah tangga.

Mereka tidak melakukan perencanaan usaha, apalagi melakukan analisis untung rugi usaha. Hanya sebagian kecil mereka yanng melakukan pencatatan uang masuk dan keluar serta menganalisis untung dan rugi hal ini dilakukan oleh pembudidaya yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan keuangan dan modal usaha budidaya ikan patin umumnya diambil hanya berdasarkan kebiasaan atau informasi sesama pembudidaya ikan patin.

(26)

Tingkat Kemandirian dalam Proses Produksi

Jumlah skor tingkat kemandirian responden dalam proses produksi dapat dilihat pada Tabel 3. yang memberi gambaran bahwa pembudidaya memiliki tingkat kemandirian dalam proses produksi tinggi, hal ini dilihat pada Tabel 3.

yakni sebanyak 53 pembudidaya memiliki skor tinggi yakni di atas skor 23 (24- 29).

Hampir seluruh responden telah mengetahui dengan baik teknik budidaya ikan patin. Pengetahuan tersebut mereka dapatkan baik melalui kelompok, media massa, dari mulut ke mulut diantara sesama pembudidaya ikan patin, atau dari pembudidaya yang menjadi panutan pembudidaya lain di lokasi penelitian.

Setiap proses produksi umumnya dilakukan sendiri oleh pembudidaya ikan patin, kecuali pada saat persiapan lahan yakni penggalian tanah dilakukan dengan menggunakan exavator dan pada pembudidaya yang banyak memiliki kolam mereka biasanya mengupah tenaga kerja dengan sistem bagi hasil pada saat panen biasanya mereka membagi 10% dari hasil panen/kolam yang dikerjakan.

Kegiatan pengairan di lokasi penelitian, tampak bahwa pembudidaya mendapatkan air dari mata air yang berasal dari kolam itu sendiri. Mata air akan didapat bila penggalian kolam kurang lebih 1 meter. Air untuk kolam ini berwarna coklat kehitaman, hal ini karena air tersebut berasal dari lahan gambut.

Pada seleksi dan penebaran benih, pembudidaya tidak melakukan penyeleksian benih karena mereka membeli benih yang telah siap tebar lewat Balai Benih Air Tawar (BBAT) Sei. Gelam dan penyedia bibit ikan patin siam perorangan yang terdapat di Provinsi Jambi. Penebaran benih dilakukan pada suhu air rendah yakni pada pagi hari atau sore hari. Biasanya benih dimasukan perlahan-lahan pada kotak-kotak kecil yang dibuat dalam kolam. Hal ini dilakukan agar benih dapat beradaptasi dengan kondisi air kolam.

Kemandirian pembudidaya ikan patin pada tahap pengelolaan pakan, biasanya pembudidaya ikan patin mendapatkan pakan dari kelompok budidaya yang membuat pakan sendiri. Pembuatan pakan sendiri di lokasi penelitian bertujuan untuk menekan harga pakan, sehingga pembudidaya tidak begitu terbebani dengan harga pakan dalam budidaya ikan patin ini, karena ikan patin

(27)

terkenal sangat rakus makanan untuk membesarkan tubuhnya. Pemberian pakan dilakukan pembudidaya pada waktu pagi hari dan pada waktu sore hari.

Pada tahap pengamatan kesehatan dan penyakit pembudidaya melakukannya sendiri melalui informasi yang didapat dari pembudidaya lain, buku, media massa, maupun dari pengalaman yang sudah mereka peroleh selama melakukan usaha budidaya ikan patin. Pengamatan kesehatan dan penyakit ini berguna sekali, hal ini menurut responden agar mereka cepat tanggap dalam mengambil tindakan yang tepat pada saat ikan patin yang berada pada kolam pembesaran memperlihatkan gejala-gejala yang tidak biasanya, dan pembudidaya juga bisa mencari solusi terhadap musuh alami dalam budidaya ikan patin yakni:

berang-berang, biawak, ataupun ikan gabus yang suka memakan benih ikan patin yang berukuran kecil.

Kemandirian pembudidaya dalam pengendalian hama dan penyakit sangat membantu dalam proses budidaya. Hal ini disebabkan mereka sangat paham bila terdapat gejala-gejala ikan patin yang terserang hama dan penyakit serta bagaimana cara pengobatannya. Di sisi lain, pembudidaya ikan patin dalam mengendalikan hama dan penyakit juga mendapat bantuan dari pembudidaya lain yang lebih tahu dan paham bagaimana cara penanggulangannya. Terlihat di sini bahwa pembudidaya yang mandiri bukanlah mereka yang bisa melakukan semua hal dengan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Proses pengolahan ikan patin menjadi abon di lokasi penelitian masih dilakukan secara berkelompok oleh para wanita Desa. Pengolahan ikan patin menjadi abon adalah salah satu usaha agar produksi yang melimpah saat ini tidak sia-sia atau terbuang pada saat panen. Pengolahan hasil ini juga meningkatkan pendapatan keluarga. Pemasaran yang dilakukan terhadap produk olahan berupa abon ikan patin telah dapata ditemui di swalayan-swalayan di Provinsi Jambi.

Dengan harga jual Rp. 90.000,-/kilogram abon ikan patin.

Tingkat Kemandirian dalam Pemasaran Hasil

Jumlah skor tingkat kemandirian responden dalam pemasaran hasil dapat dilihat pada Tabel 3 yang memberi gambaran bahwa pembudidaya memiliki

(28)

tingkat kemandirian dalam pemasaran hasil tinggi, hal ini dilihat pada Tabel 3.

yakni sebanyak 52 pembudidaya memiliki skor tingi yakni di atas skor 38 (39-43).

Kemandirian pembudidaya ikan patin dalam aspek pemasaran tergolong tinggi. Pemasaran yang dilakukan oleh pembudidaya ikan patin yakni pedagang pengumpul langsung membeli ikan patin ke pembudidaya, bila harga telah disepakati maka ikanpun akan dipanen dan langsung diambil oleh pedagang pengumpul. Dari pedagang pengumpul akan dijual ke pasar-pasar tradisional yang ada di Provinsi Jambi.

Pemasaran ikan patin di lokasi penelitian memiliki mata rantai yang pendek. Pembudidaya tak perlu melakukan penjualan ke pasar induk yang ada di Jambi, tetapi pedaganglah yang menjemput hasil. Di sini pembudidaya dituntut kejeliannya dalam menjaring pembeli yang datang ke lokasi agar mereka mau menjadi langganan tetap. Kelemahan dari pemasaran ini menurut responden adalah bila mereka tidak pintar memperlakukan pembeli maka pembeli akan mencari ikan patin ke pembudidaya lain yang mereka anggap dapat bekerjasama dengan baik.

Di lokasi penelitian pembudidaya sangatlah kompak dalam melakukan usahanya, karena selain mereka membudidayakan ikan patin secara pribadi tetapi mereka tergabung dalam beberapa kelompok usaha budidaya ikan patin.

Kelompok budidaya ini mengadakan pertemuan setiap tanggal 10, untuk membahas masalah harga, pemasaran, dan hal-hal yang menyangkut pengembangan usaha budidaya ikan patin.

Dampak Kemandirian Pembudidaya Ikan Patin terhadap Pendapatan

Perilaku yang baik mendukung usaha budidaya ikan patin ini, sehingga produksi yang diinginkan akan tercapai, dan akan berdampak pula dengan pendapatan yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pembudidaya berdampak pada produksi yang dihasilkan dan mempengaruhi pendapatan pembudidaya.

Jumlah produksi yang dihasilkan pembudidaya berdampak pada pendapatan yang merupakan keseluruhan dari apa yang diperoleh dari cara pemanfaatan tenaga kerja, tanah, dan modal lainnya (Penny. 1990: 56-138).

(29)

Kondisi di lokasi penelitian mengungkapkan bahwa produksi minimum pembudidaya ikan patin adalah 2000 kg, maksimum adalah 23500 kg, dan mayoritas pembudidaya mendapatkan produksi dari budidaya ini sebesar 6400 kg per masa panen (6–7 bulan). Sedangkan pendapatan pembudidaya dari usaha budidaya ikan patin per masa panen adalah minimal Rp. 14.000.000,- (empat belas juta rupiah), dan mayoritas pembudidaya memiliki pendapatan sebesar Rp.

44.800.000,- (empat puluh empat juta delapan ratus ribu rupiah), dengan asumsi bahwa harga dari ikan patin per kilogramnya adalah Rp. 7.000,- (tujuh ribu rupiah)

Walaupun terdapat beberapa sumber pendapatan yang dimiliki pembudidaya ikan patin di lokasi penelitian, namun usaha budidaya ikan patin merupakan sumber pendapatan utama untuk saat ini. Alasan dipilihnya budidaya ikan patin sebagai mata pencaharian utama oleh sebagian besar pembudidaya di Desa Tangkit Baru adalah karena usaha budidaya ikan patin ini memberikan pendapatan yang relatif stabil saat ini.

Hubungan Karakteristik Pembudidaya Ikan Patin Di Lahan Gambut dengan Kemandirian

Hubungan antara karakteristik responden dengan kemandiriannya dalam usaha budidaya ikan patin di lahan gambut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel. 4 Hubungan Karakteristik Pembudidaya Ikan Patin dengan Kemandirian Tingkat Kemandirian Responden dalam:

No Peubah

Pengelolaan Modal

Proses Produksi

Pemasaran

1. Umur - 0.05 - 0.08 0.080

2. Pendidikan Formal 0.352** 0.199 0.233 3. Motivasi - 0.169 - 0.25 -0.230 4. Jumlah Tanggungan

Keluarga 0.18* - 0.037 0.155

5. Kosmopolitan 0.363** - 0.05 0.127 6. Pengalaman Usaha 0.418** 0.013 0.099 7. Tenaga Kerja 0.146 0.24* 0.235 8. Akses Kredit 0.425** 0.178 0.112 Keterangan:

* = terdapat hubungan yang nyata pada α = 0.05

**= terdapat hubungan yang nyata pada α = 0.01

(30)

Peubah tingkat pendidikan formal memiliki koefisien korelasi yang tinggi dengan kemandirian dalam modal. Hal ini berarti ada kecenderungan semakin tinggi pendidikan formal responden, maka tingkat kemandiriannya dalam modal semakin tinggi. Hal ini senada dengan hasil penelitian (Suyono. 2006) bagi mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai, jalan menuju keberdayaan lebih terbuka lebar ketimbang mereka yang tidak berpendidikan.

Pengalaman di Negara-negara maju membuktikan, bahwa manusia-manusia mandiri sebagian besar datang dari mereka yang berpendidikan cukup tinggi.

Sedangkan hubungan pendidikan formal dengan proses produksi dan pemasaran tidak berhubungan dengan kemandirian pembudidaya.

Motivasi pembudidaya ikan patin tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kemandirian dalam proses produksi dengan koefisien korelasi. Ini berbeda dengan hasil penelitian Sumardjo (1999) dan Agussabti (2002) yang menyatakan bahwa besarnya motivasi berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian petani.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pembudidaya memiliki motivasi yang tinggi dalam melakukan usaha budidaya ikan patin, tetapi kemandiriannya dalam proses budidaya rendah. Pembudidaya memiliki keinginan yang kuat dalam melakukan usaha budidaya ikan patin sehingga mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk meningkatkan penghasilannya dalam usaha budidaya ikan patin ini.

Pada dasarnya mereka belumlah mandiri dalam melakukan proses produksi, hal ini disebabkan usaha budidaya ikan patin ini baru dimulai tahun 2002.

Pembudidaya masih banyak tergantung pada pembudidaya lain yang dianggap berhasil dalam melakukan usaha budidaya ikan patin. Hal ini menyebabkan tingkat kemandiriannya terukur rendah.

Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata terhadap kemandirian pembudidaya dalam permodalan untuk melakukan usaha budidaya ikan patin. Hal ini sangat jelas kaitannya karena pembudidaya tidak hanya mengeluarkan biaya untuk usaha ini tetapi pembudidaya juga harus mengeluarkan uang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya baik pangan, sandang, pendidikan dan lain- lain, sehingga uang yanng dipergunakan terbagi-bagi dalam penggunaannya.

Dalam proses produksi dan pemasaran jumlah tanggungan keluarga tidak mempengaruhi tingkat kemandirian pembudidaya.

(31)

Pengalaman usaha budidaya responden berhubungan sangat nyata dengan tingkat kemandirian pembudidaya pada aspek permodalan. Dengan kata lain, bahwa pengalaman sangat mempengaruhi mereka dalam mencari modal dan menggunakan modal. Mereka yanng memiliki banyak pengalaman cenderung berhati-hati dalam mengeluarkan uang untuk usaha budidayanya, mereka takut membelanjakan uangnya untuk modal dalam usaha budidaya ikan patin karena resiko kegagalan dapat saja terjadi bila tidak hati-hati dalam melakukan usaha budidaya ikan patin. Pengalaman tidak mempengaruhi tingkat kemandirian pembudidaya dalam proses produksi dan pemasaran hasil.

Tingkat kekosmopolitan pembudidaya ikan patin berpengaruh sangat nyata dalam kemandirian pembudidaya ikan patin dalam hal permodalan. Hal ini terlihat dari modal yang diperoleh pembudidaya yang memiliki sifat kosmopolit tinggi, mereka dapat meminjam ke Bank untuk pengembangan usahanya. Sedangkan pembudidaya yang tidak memiliki sifat kosmopolit mereka menggunakan modal sendiri sehingga sulit dalam mengembangkan usaha budidaya ikan patin ini. Di lokasi penelitian mereka yang memiliki sifat kosmopolit ini hanya beberapa orang saja, mereka adalah pembudidaya-pembudidaya yang tangguh dalam melakukan usahanya. Kekosmopolitan pembudidaya tidaklah memiliki pengaruh terhadap kemandirian pembudidaya pada aspek produksi dan pemsaran hasil.

Penggunaan tenaga kerja dalam usaha budidaya ikan patin ini berpengaruh nyata pada kemandirian pembudidaya pada aspek produksi. Pembudidaya yang menggunakan banyak tenaga kerja dalam usaha budidayanya semakin terbantu pada proses produksi sehingga tugas pembudidaya hanya mengontrol proses budidaya. Untuk itu menurut pembudidaya dengan banyaknya tenaga kerja dapat mengurangi tugas pembudidaya sehingga pembudidaya dapat melakukan aktifitas lain yang menunjang keberhasilan usaha ini seperti: mencari alternatif-alternatif lain dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi dalam budidaya atau mengadakan kontak dengan pihak lain.

Akses kredit pembudidaya berhubungan sangat nyata dengan tingkat kemandirian pembudidaya pada aspek pengelolaan modal. Di lokasi penelitian pembudidaya yang mendapatkan akses kredit lebih baik dalam pengelolaan modal, hal ini disebabkan mereka menyadari bahwa modal yang digunakan dalam

(32)

melakukan usaha budidaya ikan patin bukan milik pribadi sehingga perlu pengelolaan keuangan yang benar agar uamg pinjaman tersebut dapat dikembalikan setiap bulannya.

Gambar

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang dipengaruhi banjir rob adalah dengan memilih bibit padi yang dapat beradaptasi

Hal ini menunjukan dan membuktikan bahwa penggunaan media visual cukup efektif dalam proses pembelajaran di kelas untuk meningkatkan daya nalar siswa, kreatifitas,

STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat jumlah rata-rata leukosit, dan rasio heterofil/limfosit pada ayam broiler yang diberi metionina untuk melihat efek metionina dalam

Tikus yang diinduksi bising dengan intensitas 90-95 dB selama 8 jam sehari dalam jangka waktu 12 hari kemudian pada hari ke-13 sampai hari ke-19 tidak diberikan perlakuan

Suatu RFID tags dapat berupa benda yang sangat kecil, sehingga dapat disatukan dengan menggunakan media kertas stiker misalnya, ketika kode-kode identitas yang

dengan warga negara mayoritas muslim, tentunya menjadi tolak ukur tersendiri bagi pelaku usaha dalam memproduksi produk yang halal dan boleh dikonsumsi sesuai dengan syar’i, oleh

Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah memberikan penulis dengan berbagai ilmu dan pengalaman.. Seluruh staff tata usaha