7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Bakteri Streptococcus sanguinis
2.1.1 Deskripsi Umum Streptococcus sanguinis
Streptococcus sanguinis sering dikaitkan dengan biofilm plak yang sehat, merupakan bakteri gram positif, tidak membentuk spora. Pembelahan sel Streptococcus sanguinis sama seperti bakteri Streptococcus lain yang terjadi sepanjang sumbu tunggal, membentuk rantai atau sepasang kokus (Zhu et al., 2018). Merupakan bakteri berbentuk kokus (bundar) dengan diameter 0,6-1,0 µm.
Bersifat nonmotil, katalase negatif, bila diwarnai buram, tumbuh optimum pada suhu 37 ° C dengan Ph 7,4-7,6, dan permukaannya kasar. Streptococcus sanguinis adalah bakteri jenis Streptococcus hemoliticus tipe alfa yang disebut strain nonhemolitik yang biasanya dijumpai dalam rongga mulut (Nasution et al., 2020).
Urutan genom dari Streptococcus sanguinis awalnya diisolasi dari plak gigi manusia. Genom adalah molekul DNA/RNA melingkar yang terdiri dari 2.388.435 pasangan basa nitrogen, mengkodekan 2.274 protein. Ada 61 tRNA yang memproduksi semua asam amino dan 50 pengangkut karbohidrat, termasuk enzim fosfotransfarase khusus pengangkutan glokosa, galaktitol, fruktosa, manosa, maltose, dan lainnya. Streptococcus sanguinis nampaknya mampu memanfaatkan berbagai sumber karbohidrat untuk kelangsungan hidup (Zhu et al., 2018).
Streptococcus sanguinis adalah perintis pembentukan koloni, membantu perlekatan bakteri lain, dan pemain utama dalam pembentukan biofilm oral.
Berdasarkan kebutuhan oksigen Streptococcus sanguinis digolongkan sebagai bakteri anaerob fakultatif dan dapat ditemukan berlimpah pada plak supragingiva dan subgingiva (Zhu et al., 2018). Bakteri anaerob fakultatif bila bersentuhan dengan oksigen dapat melanjutkan pertumbuhannya. Namun, ketika ketersediaan oksigen terbatas maka bakteri dapat melakukan fermentasi dengan sintesis adenosine triphosphate (ATP). Bakteri Streptococcus sanguinis berkoloni pada permukaan gigi, air liur manusia, dan membran mukosa oral, sehingga membentuk biofilm (Nasution et al., 2020). Streptococcus sanguinis rata-rata mulai berkoloni
di dalam oral manusia pada usia 9 bulan. Streptococcus sanguinis telah diidentifikasi membentuk biofilm pada permukaan implant gigi yang berbeda.
Kejadian komplikasi peri-plan meningkat secara signifikan pada pasien dengan periodontitis. Beberapa penelitian menunjukan pembentukan plak pada implant gigi menghasilkan mucosisits (radang) peri-implan. (Zhu et al., 2018).
Streptococcus sanguinis sering dikaitkan dengan penyakit gingivitis (Patil et al., 2013). Berikut ini klasifikasi bakteri Streptococcus sanguinis:
Kingdom: Bakteri Divisi : Firmicutes Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacilalles Famili : Streptococcaceae Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus sanguinis (Nasution et al., 2020).
Gambar 2. 1 Sreptococcus sanguinis (Nasution et al., 2020)
2.1.2 Peran Streptococcus sanguinis dalam Rongga Mulut
Streptococcus sanguinis adalah bakteri yang memiliki dua peranan, dalam kesehatan dan penyakit. Peran Streptococcus sanguinis dalam kesehatan rongga mulut sangat penting. Studi menunjukan bahwa ketika Streptococcus sanguinis berkolonisasi mendahului Streptococcus mutans agen utama penyebab karies, maka akuisisi Streptococcus mutans tertunda. Studi lain juga menunjukan hubungan antara Streptococcus sanguinis dan kesehatan yang berkaitan dengan karies (Baker et al., 2019). Karies adalah penyakit kronis yang menyebabkan demineralisasi permukaan gigi. Disebabkan oleh perlekatan mikroba pada permukaan gigi melalui pembentukan biofilm, atau lebih dikenal dengan plak gigi. Diikuti dengan metabolisme gula oleh mikroba, menghasilkan asam yang dapat menguraikan enamel gigi (Zhu et al., 2018).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Baker et al., (2019) dengan membandingkan jumlah koloni pada sampel karies dan tidak berkaries menunjukan Streptococcus sanguinis adalah satu-satunya bakteri yang dikaitkan dengan kesehatan gigi ketika membandingkan anak-anak berkaries dan bebas karies.
Ketika Streptococcus sanguinis dan Streptococcus mutans diinokulasi bersamaan pada satu media BHI (Brain Heart Infusion), spesies yang terlebih dahulu diinokulasi dapat menghambat pertumbuhan spesies yang selanjutnya diinokulasi.
Tetapi pada saat inokulasi kedua spesies dilakukan secara bersamaan maka terjadi koeksistensi atau kondisi saat dua spesies dapat hidup berdampingan tanpa saling menghambat pertumbuhan antar spesies. Streptococcus sanguinis juga menghasilkan H₂O₂ yang menekan pertumbuhan Streptococcus mutans. H₂O₂ (hidrogen peroksida) adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada makromolekul sel, termasuk protein dan DNA (Zhu et al., 2018).
2.1.3 Patogenesis Streptococcus sanguinis
Streptococcus sanguinis sebagai koloni bakteri utama pada rongga mulut, juga dikenal sebagai penyebab endokarditis infektif, infeksi katup jantung, dan lapisan endokard jantung. Streptococcus sanguinis justru dikenal pertama kali sebagai ‘Streptococcus s.b.e’, yaitu ‘Subacute bacterial endocarditis’ dan diakui
sebagai penyebab endokarditis jauh sebelum diidentifikasi sebagai mikroflora rongga mulut. Dalam tinjauan terbaru, streptokokus oral termasuk Streptococcus sanguinis diakui sebagai salah satu dari tiga penyebab utama endocarditis, bersama dengan dua genus bakteri gram positif lain; staphylokokus dan enterokokus (Zhu et al., 2018).
Endokarditis dimulai dengan bakteremia, yaitu masuknya bakteri kedalam pembuluh darah. Bakteri agen masuk keperedaran darah dan dibawa menuju jantung. Terjadinya bakteremia pada Streptococcus sanguinis diidentifikasi melalui prosedur oral, luka pada mulut, prosedur operasi, dll. Setelah mencapai jantung Streptococcus sanguinis melekat pada endocardium dan mulai membentuk biofilm pada permukaan endokard. Penyekit endokarditis sering dianggap sebagai salah satu contoh penyakit yang dimediasi oleh biofilm (Zhu et al., 2018). Terdapat tiga penjelasan untuk asosiasi ini, yaitu:
1) Pertama, endokarditis kadang kala menyertai infeksi pada perangkat jantung yang ditanamkan, seperti alat pacu jantung atau defibrillator. Dalam kasus ini biasanya disebabkan oleh spesies yang terbukti menghasilkan biofilm pada infeksi sistemik.
2) Kedua, ketika infeksi berasal dari endokardium bukan dari perangkat jantung yang ditanamkan.
3) Ketiga, lesi khas yang ditemukan pada endocarditis streptokokus yang disebut
‘vegetasi’ memiliki sifat yang sama seperti biofilm. Vegetasi adalah bintil yang terdiri dari trombosit dan fibrin.
Pada model hewan, dan mungkin juga terjadi pada banyak pasien manusia, vegetasi steril terbentuk sebagai respon terhadap kerusakan endokard, dan tanda awal terjadinya infeksi. Pada penelitian sebelumnya yang menggunakan isolat Streptococcus sanguinis dan model kelinci endokarditis dimana prosedur katerisasi jantung dilakukan untuk membuat kerusakan endokard kecil sebelum inokulasi bakteri. Vegetasi yang terinfeksi ditemukan terdiri dari mikrokoloni bakteri tertutup dalam matriks yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Matriks ini yang kemungkinan bertangung jawab untuk melindungi bakteri yang tertanam dari pembunuhan fagositik dan menyebabkan durasi yang lebih lama dari pengobatan antibiotik untuk
penyembuhan. Sifat seperti ini khas dari infeksi biofilm (Zhu et al., 2018).
Streptococcus sanguinis yang masuk pada peredaran darah dapat berkembang biak pada jaringan jantung. Menyebabkan peradangan, dan dapat menyebabkan hasil yang fatal seperti gagal jantung kogestif dan stroke (Baker et al., 2019).
2.2 Ekstrak 2.2.1 Definisi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari bahan alami maupun simplisia menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian semua pelarut yang digunakan diuapkan. Bahan yang tersisa diberi perlakuan sehingga memenuhi standar yang ditetapkan. Sedangkan ekstrak kering adalah sediaan yang berasal dari tumbuhan atau hewan dengan melalui proses pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan. Ekstraksi adalah proses penyaringan zat/senyawa aktif dari bahan alami maupun simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut tertentu yang disesuaikan dengan bahannya (Zulharmitta et al., 2012).
Pelarut yang akan digunakan pada proses ekstraksi dipilih berdasarkan tipe tanaman yang akan diekstrak, bagian tanaman yang akan diekstrak, zat aktif yang ingin diekstrak, dan tersedianya pelarut (Abdullahi & Haque, 2020). Secara umum pelarut polar seperti air, methanol, dan etanol digunakan untuk mekstrak zat aktif polar. Sedangakan pelarut non polar seperti heksane digunakan untuk mengekstrak zat aktif non polar. Beberapa pelarut yang digunakan untuk ekstraksi berdasarkan tingkat kepolarannya dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 2. 1 Pelarut Berdasarkan Tingkat Kepolaran
No Pelarut Polaritas
1 n-Hexane 0,009
2 Petroleum ether 0,117
3 Diethyl ether 0,117
4 Ethyl ecetate 0,228
5 Cloroform 0,259
6 Dichloromethane 0,309
7 Acetone 0,355
8 n-Butanol 0,586
9 Etanol 0,654
10 Metanol 0,762
11 Air 1,000
(Sumber: Abdullahi & Haque, 2020)
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih pelarut untuk ekstraksi (Abdullahi & Haque, 2020), ialah:
1. Selektivitas, yaitu kemampuan pelarut untuk mengekstrak konstituen aktif dan menyisakan zat sisa.
2. Keamanan, pelarut yang ideal harus tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
3. Biaya, pilihlah pelarut semurah mungkin.
4. Reaktivitas, pelarut yang akan digunakan tidak bereaksi dengan ekstrak.
5. Pemulihan, pelarut harus dapat dipisahkan dari ekstrak.
6. Kekentalan, pelarut yang akan digunakan harus memiliki kekentalan rendah (encer) untuk memungkinkan kemudahan tercampurnya pelarut dan zat terlarut.
7. Suhu didih, pelart memiliki suhu didih serendah mungkin untuk mencegah degradasi oleh panas.
2.2.2 Metode Ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi dilakukan berdasarkan sifat bahan dan senyawa aktif yang akan diisolasi. Oleh karena itu sebelum memilih metode ekstraksi tentukan terlebih dahulu senyawa yang hendak diisolasi (Mukhriani, 2014). Ada beberapa contoh senyawa-senyawa yang biasanya diisolasi, contohnya:
1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui.
2. Senyawa yang telah diketahui ada pada suatu organisme.
3. Beberapa senyawa yang berhubungan secara struktural dan berada dalam suatu organisme.
4. Semua senyawa hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu sumber dan tidak dapat ditemukan pada sumber lain.
Proses awal ekstraksi untuk bahan-bahan yang berasal dari tumbuh- tumbuhan, diantaranya meliputi proses:
1. Mengelompokkan bagian tumbuhan yang akan digunakan, pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan.
2. Memilih pelarut yang sesuai; pelarut polar (air, etanol, metanol, dsb), pelarut semi polar (etil asetat, diklorometan, dsb), dan pelarut non polar (n-heksan, petroleum eter, kloroform, dsb).
Terdapat beberapa metode ekstraksi yang dapat digunakan, berikut ini beberapa metodenya:
1. Maserasi
Metode maserasi dilakukan dengan memasukkan serbuk simplisia tanaman dan memasukkan pelarut yang sesuai kedalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar. Selanjutnya setelah proses ekstraksi selesai pelarut dipisahkan dari sampel (Mukhriani, 2014).
2. Ultrasound-Assisted Solvent Extraction
Merupakan modifikasi dari metode maserasi dengan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi serbuk simplisia ditempatkan pada wadah ultrasonic dan ultrasound. Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan pada sel hingga terjadi kerusakan. Kerusakan sel dapat meningkatkan kelarutan senyawa dalam pelarut (Mukhriani, 2014).
3. Perkolasi
Metode ini dilakukan dengan membasahi serbuk simplisia dengan pelarut secara perlahan dalam percolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran di bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah (Mukhriani, 2014).
4. Soxlet
Simplisia ditempatkan ke dalam kertas saring dalam kelongsong yang ditempatkan di atas labu di bawah kondensor. Pelarut dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur dibawah suhu reflux (Mukhriani, 2014).
5. Reflux dan Destilasi Uap
Sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap yang dihasilkan terkondensasi dan kembali ke dalam labu (Mukhriani, 2014).
2.3 Siwak (Salvadora persica)
2.3.1 Deskripsi Umum Siwak (Salvadora persica)
Siwak (Salvadora persica) merupakan tumbuhan berupa pohon kecil atau semak dari famili Salvadoraceae. Menurut Dutta & Shaikh, (2012) selain Salvadora persica tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai siwak/miswak adalah batang jeruk nipis (Citrus aurantafolia), batang pohon jeruk (Citrus sinensis), batang senna (Cassia vinnea), dan tumbuhan neem (Azadirachta indica). Dari beberapa tanaman yang dijadikan siwak/miswak bagian pohon arak (Salvadora persica) yang paling populer dan diketahui masyarakat.
Para peneliti menamai Salvadora persica pada tahun 1598 dari seorang botani Spanyol bernama Dr Laurent Garcin (Abhary & Al-Hazmi, 2016). Pemanfaatan siwak sebagai pembersih gigi telah dilakukan oleh bangsa Babilonia dari 3500 tahun sebelum masehi, penggunaan siwak oleh bangsa Babilonia digunakan sebagai tusuk gigi yang dikunyah untuk membersihkan mulut dan gigi telah dibukukan dalam literatur Roma dan Yunani kuno. Siwak telah digunakan untuk membersihkan gigi di Asia, Afrika, Amerika Selatan, dan Timur Tengah (Halawany, 2012). Siwak mampu membersihkan permukaan gigi dan mulut secara mekanik dan kimiawi. Di dunia Islam Siwak sangat direkomendasikan bahkan termasuk dalam ajaran Sunnah oleh Nabi Muhammad SAW beserta Sahabat sebagai perawatan gigi harian. Nabi menekankan untuk bersiwak dalam rangka menjaga kebersihan mulut dan gigi (Abhary & Al-Hazmi, 2016). Berikut ini klasifikasi tanaman Siwak (Salvadora persica) diantaranya:
Kingdom: Plantae Divisi : Magnoliopita Kelas : Magnoliopsida Ordo : Brassicales Famili : Salvadoraceae Genus : Salvadora
Spesies : Salvadora persica (Haque & Alsareii, 2015).
Gambar 2. 2 Salvadora persica (Haque & Alsareii, 2015)
2.3.2 Morfologi
Salvadora persica merupakan tanaman semak atau pohon kecil yang termasuk dalam keluarga Salvadoraceae. Pohon Salvadora persica dapat mencapai tinggi maksimum 3 meter dan memiliki daun kecil, berbentuk bulat telur, agak berdaging, dan berair, batang mudanya berwarna hijau dan hijau keabuan.
Sedangkan batang yang telah tua memiliki warna coklat tua (Abhary & Al-Hazmi, 2016). Diameter batang siwak dapat mencapai lebih dari 1 kaki (1 kaki setara dengan 30,48 cm). Cabang-capang rantingnya panjang dan sering terjumbai. Daun Salvadora persica memiliki aroma seperti mustard yang kuat. Ukuran bunganya kecil dan berbau harum, dengan warna putih kehijauan. Panjang tiap kelopak dapat mencapai 3 mm. Buahnya berdaging, kecil berbiji, dan nyaris tidak terlihat, saat
matang berwarna merah atau merah tua (Ahmad & Rajagopal, 2014). Buah ini dapat dimakan dalam bentuk segar dan sudah dikeringkan (Haque & Alsareii, 2015).
Salvadora persica mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim dan dapat mentolerir lingkungan yang sangat kering di kondisi tanah yang beragam.
Tanaman ini tersebar luas di daerah kering, daerah pesisir, gurun pasir, sabana berumput dan tanah dengan kadar garam yang tinggi. Salvadora persica berasal dari Arab, Afrika, Irak, India, Pakistan dan Sri Lanka (Haque & Alsareii, 2015).
Hal yang membuat tanaman ini cocok menjadi pembersih gigi atau dalam Bahasa Arab disebut miswak adalah karena Salvadora persica memiliki serat yang mampu menjangkau sisa-sisa makanan pada sela-sela gigi. Serat-serat ini membersihkan gigi secara mekanik. Selain secara mekanik, Salvadora persica juga mempunyai kandungan senyawa kimia sebagai hasil dari aktivitas biologisnya. Kandungan senyawa kimia ini membersihkan gigi secara kimiawi (Abhary & Al-Hazmi, 2016).
2.3.3 Kandungan
Batang Salvadora persica sejak dahulu dikenal sebagai miswak/siwak yang dapat membersihkan residu makanan dan menjaga kebersihan mulut. Salvadora persica membersihkan gigi secara mekanik dan kimiawi. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Faroqi memperlihatkan bahwa Salvadora persica mengandung tanin, silika, sejumlah kecil resin, trimethylamine dan sejumlah besar konstituen alkaloid. Penelitian yang dilakukan Ezmirly juga menemukan B- sitosterol, bersama dengan unsur sulfur (Dutta & Shaikh, 2012).
Penelitian yang dilakukan Char menemukan bahwa Salvadora persica mengandung fluoride. Seperti yang kita tahu fluoride juga terkandung pada pasta gigi modern. Fluoride berfungsi untuk melepaskan sejumlah besar kalsium dan fosfor ke dalam air untuk memperkuat gigi dengan cara remineralisasi (Halawany, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Akhtar menemukan bahwa Salvadora persica mengandung chloride, vitamin C, tanin, saponin, dan flavonoid. Vitamin C membantu penyembuhan jaringan gusi, tannin membantu mengurangi gingivitis dan menghambat radang gusi. Kandungan alkaloid pada siwak memberikan efek antibakteri (Halawany, 2012). Salvadora persica mengandung alkaloid spesifik
bernama salvadorine yang dapat menghambat aktivitas produksi enzim dalm sintesis protein oleh bakteri dan sisntesis dinding sel. Menganggu proses metabolit sel bakteri dengan menghasilkan gugus anionic yang menybabkan membrane sel bakteri tidak stabil. Akibatnya sel bakteri lisis dan terjadi kematian sel (Sari et al., 2016). Kandungan metabolit sekunder Salvadora persica ditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. 2 Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Salvadora Persica
No Senyawa Metabolit Sekunder Manfaat
1 Sulfur Efek antibakteri
2 Klorida dan Florida Remineralisasi enamel
3 Vitamin C Menyembuhkan dan memperbaiki jaringan
4 Tanin Mengurangi plak gigi dan gingivitis
5 Silika Menghapus noda gigi
6 Alkaloid Aktivitas antibakteri
7 Benzil isotiosianat Mengurangi pembentukan kariogenik dan genotoksik
8 Minyak esensial Penyangga pH dan aliran saliva
9 Butanediamide Agen antimikroba
10 N-benzyl-2-phenylacetamide Agen antimikroba
(Sumber: Abhary & Al-Hazmi, 2016)
2.3.4 Manfaat
Pemanfaatan siwak (Salvadora persica) sebagai pembersih gigi dimulai dengan menyiapkan batang Salvadora persica menjadi potongan-potongan dengan panjang 10 cm hingga 25 cm. Kemudian merendam batang siwak selama beberapa jam di dalam air untuk melembutkan serat-serat kayunya. Setelah lembut serat-serat siwak dipisahkan hingga terbentuk bulu-bulu halus seperti bulu sikat gigi konvensional, selanjutnya batang siwak siap digunakan. Setelah digunakan serat- serat kayu tersebut dapat dipotong dan ujung batang siwak dapat digunakan kembali (Winarni et al., 2019). Biasanya digunakan 3 hingga 10 kali sehari dan dianggap sebagai alat kebersihan gigi yang murah dan efisien. Rasa yang Salvadora persica punya dilaporkan memiliki efek pada aliran saliva atau air liur dengan aliran saliva yang terjaga pH di dalam mulut juga terjaga. Akibatnya Salvadora persica dapat
menghambat pertumbuhan jamur seperti Candida albicans di dalam mulut (Ahmad
& Rajagopal, 2014).
Siwak telah terbukti secara ilmiah sangat berguna dalam pencegahan kerusakan gigi, bahkan tanpa dibarengi dengan metode pembersihan gigi lain.
Tanin dan resin yang terkandung dalam Salvadora persica memiliki efek astrigen pada selaput lendir dan membentuk lapisan di atas enamel yang memberikan perlindungan pada gigi. Gigi yang tanggal pada orang dewasa sangat rendah di negara-negara yang mayoritasnya menggunakan siwak sebagai pembersih gigi (Ahmad & Rajagopal, 2014). Plak gigi secara alami terbentuk dan dapat ditemukan di permukaan gigi. Bakteri Sreptococci mutans digadang-gadang sebagai dalang penyebab karies gigi karena kemampuan mereka dalam pembentukan plak gigi.
Salvadora persica dapat menghambat pembentukan plak gigi dari mikroorganisme oral. Mekanisme ini disebabkan karena siwak mengandung silika (Ahmad &
Rajagopal, 2014).
Penelitian oleh Sofrata potongan Salvadora persica utuh diletakkan di dalam agar pertumbuhan mikroorganisme menunjukan aktivitas anti bakteri yang kuat terhadap mikroorganisme oral. Fluoride yang terkandung dalam siwak menunjukkan interaksi dengan enzim glikolitik bakteri. Efek antikariogenik (anti karies gigi) juga salah satu manfaat dari Salvadora persica. Penilitian yang dilakukan Emslie di Sudan menelaporkan prevalensi karies yang lebih rendah pada pengguna siwak dibandingkan pengguna sikat gigi. Anak-anak yang menggunakan siwak juga memiliki kasus karies gigi yang rendah (Halawany, 2012). Penelitian oleh Abhary & Al-Hazmi, (2016) menunjukan manfaat berkumur dengan siwak dalam mengurangi bakteri dalam mulut, menjaga, dan menstabilkan pH rongga mulut.
Meskipun memiliki banyak manfaat dalam menjaga kebersihan mulut terdapat beberapa kekurangan dari penggunaan siwak. Serat-serat Salvadora persica yang digunakan seperti bulu pada sikat gigi terletak pada ujung batang.
Dengan demikian sulit untuk mencapai gigi-gigi geraham yang terletak lebih dalam dengan siwak. Pengguna siwak juga menggosok gigi anterior secara berlebihan, sementara mengabaikan gigi posterior (Halawany, 2012).
2.4 Antibakteri 2.4.1 Bakteri
Kata bakteri berasal dari Bahasa Yunani “bacterion” yang berarti batang atau tongkat. Tubuh bakteri bersifat prokariotik, yaitu terdiri dari sel tunggal yang tidak memiliki selubung inti. Perkembang biakkan bakteri melalui cara membelah diri, dan ukuran tubuhnya begitu kecil hingga hanya bisa dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri memiliki beberapa organel yang dapat melaksanakan fungsi hidup (Waluyo, 2016). Bakteri tersusun atas dinding sel dan isi sel. Pada bagian luar terdapat selubung atau kapsul. Sedangkan di dalam sel bakteri tidak terdapat membran dalam (endomembran) dan organel bermembran seperti mitokondria dan kloroplas (Irianto, 2013).
Pada umumnya bakteri berukuran sangat kecil dan baru terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop degan pembesaran 1.000. Ukuran tubuh bakteri diukur dengan satuan mikrometer (μ). Ukuran lebar bakteri umumnya berkisar 1 hingga 2 mikrometer. Sedangkan ukuran panjangnya 2 hingga 5 mikrometer. Ukuran bakteri yang berumur 2 sampai 6 jam umumnya lebih besar dibandingkan ukuran bakteri berumur lebih dari 24 jam (Waluyo, 2016). Berdasarkan bentuknya bakteri dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Basil (bacillus), merupakan bakteri dengan bentuk tongkat pendek dan silindris. Sebagian bakteri yang berbenntuk basil dapat membentuk rantai panjang, bergandeng dua-dua, atau terlepas satu sama lain.
2. Kokus (coccus), adalah bakteri yang memiliki bentuk bulat. Jumlah bakteri dengan bentuk tidak sebanyak bakteri dari kelompok basil. Terdapat bakteri kokus yang bergerombol, dan bergandengan membentuk koloni.
3. Spiril (spirillum), merupakan bakteri berbentuk bengkok atau seperti spiral.
Bakteri berbentuk spiril sangat sedikit jumlahnya. Kelompok bakteri ini merupakan kelompok yang paling sedikit dibandingkan kelompok bakteri basil dan kokus.
Selain berdasarkan bentuknya bakteri juga dapat dibedakan berdasakan dinding selnya. Terdapat dua macam dinding sel bakteri, yaitu bekteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan susunan dinding sel bakteri pada keduanya
dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut ini:
Tabel 2. 3 Perbedaan Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif
No Bakteri Gram Positif Bakteri Gram Negatif
1 Komponen terbesar terdiri dari mukopeptida
Memiliki tiga lapisan:
a) Lapisan dalam terdiri dari mukopeptida
b) Lapisan luar terdiri dari lapisan lipopolisakarida dan lapisan lipoprotein.
2 Beberapa bakteri gram positif memiliki
asam teikhoik. Tidak memiliki asam teikhoik
3 Mukopeptida mengalami lisis oleh
lisozim. Lisozim melunakkan dinding sel
4 Dinding sel tebal, berukuran 25 hingga 30 nm.
Dinding selnya tipis, berukuran 10 hingga 15 nm.
(Sumber: Irianto, 2013)
2.4.2 Definisi Antibakteri
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri, sehingga senyawa tersebut menghambat pertumbuhan bakteri bahkan membunuhnya (Lisnawati & Prayoga, 2020).
Senyawa ini umumnya terdapat dalam organisme sebagai metabolit sekunder.
Senyawa metabolit sekunder ialah senyawa organik yang dihasilkan dalam jumlah sedikit oleh tanaman melalui jalur metabolisme sekunder. Peran metabolit sekunder pada tanaman belum sepenuhnya teridentifikasi. Akan tetapi senyawa metabolit sekunder diyakini berperan sebagai perlindungan tumbuhan terhadap serangan patogen (Silalahi, 2017). Mekanisme senyawa antibakteri biasanya dilakukan dengan cara merusak dinding sel, mengubah permeabilitas membran, mengganggu sintesis protein dan menghambat kerja enzim. Senyawa yang berperan dalam merusak dinding sel adalah fenol, flavonoid, dan alkaloid (Septiani et al., 2017).
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibakteri terbagi atas dua macam, yaitu bakteriostatika yang bersifat menghambat pertumbuhan dan bakterisida yang bersifat membunuh bakteri (Irianto, 2013). Antibakteri dapat memiliki aktivitas
bakterisida apabila kadarnya ditingkatkan melebihi kadar hambat minimal (KHM).
Target mekanisme antibakteri adalah sebagai berikut:
1. Perusakan dinding sel
Struktur dinding sel dirusak dengan menghambat pembentukan atau setelah proses pembentukan dinding sel. Contohnya antibiotik penisilin yang menghambat pembentukan didinding sel dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan dalam sintesis dinding sel mikroba.
2. Pengubahan permeabilitas sel
Kerusakan pada membrane sitoplasma akan menghambat pertumbuhan sel, karena membrane sitoplama berfunsi untuk mempertahankan bagian- bagian tertentu dalam sel serta mengatur aktivitas difusi bahan-bahan penting, dan membentuk integritas komponen seluler.
3. Penghambatan kerja enzim
Aktivitas di dalam sel tidak akan berjalan normal apabila kerja enzimnya dihambat. Sulfonamide yang bekerja dengan bersaing dengan PABA, sehingga dapat menghalangi sintesis asam folat yang merupakan asam amino essensial yang berfungsi dalam sintesis purin dan pirimidin.
4. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
Asam nukleat DNA dan RNA mempunyai peran penting bagi sel sebagai bahan baku pembentukan sel bakteri. Dengan menghambat asam nukleat akan mengakibatkan kerusakan pada sel.
5. Pengubahan molekul protein dan asam nukleat
Suatu sel tergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Senyawa antibakteri dapat mengubah keadaan alamiah sel dengan mendenaturasi protein dan asam nukleat sehingga merusak sek secara permanen (Rollando, 2019).
2.4.3 Uji Aktivitas Antibakteri
Aktivitas antibakteri senyawa dapat diuji dengan menggunakan metode dilusi dan difusi.
1. Metode dilusi
Metode dilusi digunakan untuk menguji daya antibakteri berdasarkan penghambatan pertumbuhan mikroorganisme pada media cair setelah diberi zat antimikroba atau pada media padat yang dicairkan setelah dicampur dengan senyawa antimikroba (Rollando, 2019). Metode dilusi juga digunakan untuk menentukan konsentrasi minimum antibakteri yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Nama lain metode ini ialah KHM yaitu Kadar Hambat Minimum atau KBM yaitu Kadar Bunuh Minimal (Yanuhar, 2016). Pengamatan aktivitas antibakteri pada dilusi cair dilihat dari kekeruhanya dan pada dilusi padat dengan pengamatan pada konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan mikroorganism. Prinsip metode delusi adalah seri pengenceran konsentrasi antibakteri. Biasanya metode dilusi digunakan untuk zat antimikroba yang dapat larut sempurna (Rollando, 2019).
Metode dilusi mengukur kemampuan multiplikasi bakteri, sehingga apabila senyawa antibakteri dihilangkan maka bakteri dapat tumbuh kembali.
Pada tabung pengenceran yang jernih kemungkinan bakteri masih hidup atau telah mati oleh senyawa antibakteri. Untuk memastikan kemampuan senyawa antibakteri, hasil uji dilusi dapat diteruskan dengan menginokulasi bakteri pada medium agar padat, biasanya sebanyak 0,1 mL (Yanuhar, 2016). Pengenceran tertinggi dari media cair yang jernih dinyatakan dengan KHM (Konsentrasi Hambat Minimal). Apabila setelah diinokulasi pada media agar padat tidak menunjukan pertumbuhan bakteri maka dinyatakan sebagai KBM (Harti, 2015).
2. Metode difusi
Metode difusi digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri berdasarkan difusi senyawa antibakterinya pada media padat dengan pengamatan pada daerah pertumbuhan (Rollando, 2019). Metode difusi juga digunakan untuk menentukan apakah bakteri uji bersifat peka, resisten atau intermediat terhadap senyawa antibakteri (Lisnawati & Prayoga, 2020). Metode ini umumnya digunakan untuk zat antimikroba yang larut dan tidak larut. Metode difusi memiliki tiga macam, yaitu metode difusi dengan sumuran, metode difusi
dengan cakram dan metode difusi dengan parit (Rollando, 2019).
Disk diffusion (Kirby-Bauer test) dilakukan dengan cara meletakkan cakram (disk) yang mengandung senyawa antimikroba pada permukaan media terinokulasi mikroba uji. Selama inkubasi, senyawa antimikroba akan berdifusi ke dalam media agar. Kecepatan difusi melewati media agar tidak secepat kecepatan ekstraksi senyawa antimikroba dari cakram. Oleh karena itu, konsentrasi senyawa antimikroba terbesar adalah yang paling dekat dengan cakram dan berkurang logaritmik dengan bertambahnya jarak dari cakram (Rollando, 2019).
Efektivitas senyawa antibakteri ditandai dengan adanya zona hambat yang terbentuk disekeliling cakram setelah inkubasi. Zona hambatan tampak sebagi area jernih/bening disekeliling cakram tempat senyawa antibakteri terdifusi.
Semakin luas zona hambat yang terbentuk semakin efektif senyawa antibakteri tersebut (Rollando, 2019). Terdapat dua macam zona hambat, yaitu zona radikal dan zona non radikal. Zona radikal adalah daerah disekitar cakram atau sumuran yang tidak ditemukan pertumbuhan bakteri sama sekali. Sedangkan zona non radikal adalah daerah disekitar cakram dimana masih terlihat pertumbuhan bakteri yang kurang subur dibandingkan dengan daerah diluar pengaruh senyawa antibakteri (Lisnawati & Prayoga, 2020). Zona hambat dapat dikategorikan berdasarkan diameternya. Zona hambat dengan diameter
≤ 5 mm berarti senyawa antibakteri lemah. 6-10 mm termasuk sedang, 11-20 mm termasuk kuat, dan ≥21 mm termasuk senyawa antibakteri yang sangat kuat (Surjowardojo et al., 2015).
Metode difusi dilakukan dengan melubangi media yang telah diinoklasi dengan perforator dan sampel uji diletakkan di dalamnya. Metode difusi parit adalah metode dengan pembuatan parit sepanjang media padat dan zat uji diletakkan di dalamnya kemudian diinkulasi dengan bakteri pada bagian kanan dan kiri parit. Metode ini digunakan untuk sediaan uji dalam bentuk krim atau salep (Rollando, 2019).
2.5 Sumber Belajar
Belajar merupakan kegiatan baik dengan bimbingan tenaga pengajar maupun usahanya sendiri. Kehadiran tenaga pengajar dalam kegiatan belajar dimaksudkan agar belajar lebih lancer, mudah dan lebih menyenangkan (Abdullah, 2012). Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai wadah pengajaran berasal yang digunakan dalam kegiatan belajar seseorang. Segala sesuatu baik yang sengaja dirancang maupun yang telah tersedia yang dapat dimaanfaatkan untuk membantu peserta didik belajar disebut dengan sumber belajar (Jailani, 2016).
Sumber belajar adalah semua sumber seperti pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar yang dimanfaatkan peserta didik sebagai sumber untuk kegiatan belajar dan dapat meningkatkan kualitas belajarnya (Abdullah, 2012). Sumber belajar dapat dimanfaatkan seluas mungkin untuk kebutuhan belajar dan dalam upaya untuk mendapat hasil belajar yang maksimal. Sumber-sumber belajar diidentifikasi sebagai pesan, orang, bahan, alat teknik dan latar. Klasifikasi sumber belajar (Abdullah, 2012):
1. Pesan yang merupakan informasi yang disampaikan oleh komponen lain, berupa ide, makna, dan fakta. Berkaitan dengan konteks pembelajaran, pesan ini terkait dengan isi bidang studi dan akan dikelola dan direkonstruksikan kembali oleh pembelajar.
2. Bahan yang merupakan kelompok alat yang sering disebut dengan perangkat lunak. Dalam hal ini bahan berfungsi menyimpan pesan sebelum disalurkan dengan menggunakan alat yang telah dirancang. Bahan yaitu segala sesuatu dapat berupa tulisan cetak, rekaman elektronik, web, dan lainnya yang dapat digunakan untuk belajar.
3. Alat biasanya merupakan perangkat keras. Berkaitan dengan alat ini dipergunakan untuk mengeluarkan pesan yang tersimpan dalam bahan. Alat juga merupakan benda-benda yang berbentuk fisik, berfungsi untuk menyajikan bahan pembelajaran. Sumber belajar yang termasuk alat contohnya adalah computer, kamera, radio, televise, dll.
4. Teknik berupa prosedur atau pedoman langkah-langkah dalam penyampaian
pesan. Dalam hal ini dapat dengn kata lain, teknik adalah cara yang digunakan dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Latar merupakan lingkungan tempat dimana seseorang melakukan kegiatan pembelajaran atau proses perubahan tingkah laku maka dikategorikan sebagai suumber belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, dll.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diklasifikasikan bahwa sumber belajar ada yang berbasis manusia, cetakan, sumber belajar berbasis visual, audio-visual, dan sumber belajar berbasis komputer. Sumber belajar juga memiliki beberapa fungsi (Abdullah, 2012), diantaranya:
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, melalui percepatan laju belajar dan membantu pengajar mengefesiensi waktu dalam menyajikan informasi.
Sehingga pengajar memiliki waktu yang lebih banyak dalam membina dan mengembangkan gairah belajar peserta didik.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran mandiri, melalui pengurangan kontrol pengajar yang kaku dan tradisional serta memberikan kesempatan pada peserta didik untuk belajar sesuai kemampuannya.
3. Memberikan dasar ilmiah terhadap pembelajaran, melalui perencanaan program belajar yang lebh sistematis dan pengembangan bahan pembelajaran yang berbasis penelitian.
4. Lebih memantapkan pembelajaran, melalui peningkatan kemampuan manusia dalam penggunaan berbagai media komunikasi serta penyajian data dan informasi secara konkrit.
5. Memungkinkan penyajian materi yang lebih luas, terutama dengan adanya media masa. Misalnya fenomena-fenomena alam yang langka, dll.
Belajar berbasis sumber belajar dapat memberikan beberapa keuntungan bagi peserta didik, seperti:
1. Pembelajaran dapat berlangsung terus menerus dan pelajaran dapat mudah diserap oleh peserta didik, dan
2. Peserta didik dapat belajar secara mandiri, yang dapat disesuaikan dengan kecepatan pemahaman dan waktu yang ia punya.
Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar memiliki syarat kejelasan potensi, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, kejelasan sasaran, kejelasan informasi yang disajikan, kejelasan pedoman eksplorasi, dan kejelasan perolehan yang diharapkan (Munajah & Susilo, 2015).
Gambar 2. 3 Kerangka Konsep
2.6 Kerangka Konsep
Batang Siwak (Salvadora persica)
Luka rongga
mulut Tanin
Alkaloid Terpenoid
Pemanfaatan Sumber Belajar
Biologi Bakteremia
Endokarditis
Streptococcus sanguis
Dinding Sel
Membran Sel Sitoplasma
Ribosom
Mengandung
Memilik i
Kerusakan dinding sel
Mengubah permeabilitas sel
Menghambat kerja enzim Menghambat sintesis asam
nukleat dan protein
Mengubah molekul protein dan asam nukleat
Menghambat metabolisme bakteri
Streptococcus sanguisinis Aktivitas sel bakteri
patogen terganggu
Kematian sel bakteri bakteri Streptococcus
sanguinis Zona hambat
terbentuk Menyebabkan Menyebabkan
Keterangan:
: Penjelasan singkat
2.7 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak batang siwak (Salvadora persica) terhadap diameter zona hambat bakteri Streptococcus sanguinis.