• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESUBURAN TANAH SAWAH DI KECAMATAN TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI KESUBURAN TANAH SAWAH DI KECAMATAN TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KESUBURAN TANAH SAWAH DI KECAMATAN TANAH JAWA

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH:

JESICA SEREVINA SIMATUPANG 160301098

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(2)

EVALUASI KESUBURAN TANAH SAWAH DI KECAMATAN TANAH JAWA

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH:

JESICA SEREVINA SIMATUPANG 160301098

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(3)
(4)

i

in Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun so that the status of paddy soil fertility can be mapped. This research was conducted at the Research and Technology Laboratory of the Agriculture Faculty of Sumatera Utara and PT.

SOCFINDO from October to December 2020. This research used purposive sampling method with 10 samples of composited from paddy soil. Analysis of soil pH using the Electrometric method, soil organic matter content using the Walkley and Black method, P available using the Olsen method, alkaline cations (K +, Na +, Ca2 +, Mg2 +) with the NH4OAc extraction method pH 7, Cation Exchange Capacity (CEC ) with the NH4OAc extraction method pH 7. and Base Saturation

with the calculation (number of wet cations that can be exchanged / CEC x 100%) .The results showed that the pH of the flooded field was neutral in an

area of 3127.99 ha (100%), dry pH of acid laboratory air in an area of 3127.99 ha (100%), very low organic C in an area of 2028.68 ha (64.86%). low area of 1099.31 ha (35.14%), low available P area of 962.77 ha (30.78%), medium area of 1786.55 ha (57.11%), and very high area of 378.67 ha ( 12.11%), low CEC covering an area of 378.58 ha (12.11%), medium area covering 2324.23 ha (74.30%), and high CEC covering an area of 425.18 ha (13.59%), low exchangeable K area of 2490.98 ha (79.63%), medium area of 637.01 ha (20.36%), very low exchange rate of 3127.99 ha (100%), very low exchangeable Mg of 2495.05 ha (79 .77%), low area of 632.94 ha (20.23%), low exchange rate of 3127.99 ha (100%), very low family planning area of 3127.99 ha (100%). The fertility status of paddy fields is very low in an area of 2324.13 ha (74.30%) and a low area of 25.70 ha (25.70%).

Key words: paddy soil, soil chemical properties, soil fertility status, Tanah Jawa

(5)

ii

Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun sehingga dapat dipetakan status kesuburan tanah sawah. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Sumatera Utara dan PT. SOCFINDO. Dilaksanakan pada bulan Oktober hingga Desember 2020. Penelitian ini mengambil 10 sampel tanah sawah yang telah dikompositkan sebagai bahan penelitian. Penelitian menggunakan metode survei dengan pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan analisis pH tanah dengan metode Elektrometri, kandungan bahan organik tanah dengan metode Walkley and Black, P tersedia dengan metode Olsen, kation-kation basa (K+, Na+, Ca2+, Mg2+) dengan metode Ekstraksi NH4OAc pH 7, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan metode Ekstraksi NH4OAc pH 7, serta Kejenuhan Basa dengan perhitungan (jumlah kation basah yang dapat dipertukarkan / KTK x 100%). Hasil peneltian tanah sawah menunjukan pH lapangan tergenang netral seluas 3127,99 ha (100%), pH kering udara laboratorium masam seluas 3127,99 ha (100%), C organik sangat

rendah seluas 2028,68 ha (64,86%), rendah seluas 1099,31 ha (35,14%), P tersedia rendah seluas 962,77 ha (30,78%), sedang seluas 1786,55 ha (57,11%),

dan sangat tinggi seluas 378,67 ha (12,11%), KTK rendah seluas 378,58 ha (12,11%), sedang seluas 2324,23 ha (74,30%), dan tinggi seluas 425,18 ha (13,59%), K tukar rendah seluas 2490,98 ha (79,63%), sedang seluas 637,01 ha (20,36%), Ca tukar sangat rendah seluas 3127,99 ha (100%), Mg tukar sangat rendah seluas 2495,05 ha (79,77%), rendah seluas 632,94 ha (20,23%), Na tukar rendah seluas 3127,99 ha (100%), KB sangat rendah seluas 3127,99 ha (100%).

Status kesuburan tanah sawah sangat rendah seluas 2324,13 ha (74,30%) dan rendah seluas 25,70 ha (25,70%).

Kata kunci: Kecamatan Tanah Jawa, sifat kimia tanah, status kesuburan tanah, tanah sawah.

(6)

iii

1998, dari Bapak Anton Simatupang dan Ibu Susi Simanjuntak. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 091520 Marubun Jaya lulus tahun 2010, SMP Negeri 1 Tanah Jawa lulus tahun 2013, SMA Negeri 1 Tanah Jawa lulus tahun 2016. Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SNMPTN dan memilih minat Ilmu Tanah.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa

Agroteknologi (HIMAGROTEK) dan anggota UKM KLINTAN (Klinik Tanaman). Penulis telah mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

PTPN 4 Air Batu Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan pada bulan Juli-Agustus 2019. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di

Desa Namo Pecawir Kecamatan Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2020.

(7)

iv

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Evaluasi Kesuburan Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Ketua dan Sekretaris Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Dr. Ir. Sarifuddin, MP. dan Dr. Nini Rahmawati, SP, M.Si

2. Bapak Ir. Hardy, Guchi, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Mukhlis, M.Si., selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi ilmu, bimbingan dan arahan serta saran sehingga skripsi ini dapat selesai.

3. Ibu Dr. Ir Hamidah Hanum, MP. sebagai penguji I, Bapak Dr. Ir Fauzi, MP.

sebagai penguji II, serta seluruh staf pengajar dan pegawai di program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian.

4. Ayahanda Anton Simatupang yang tak henti selalu memberikan motivasi

semangat dalam menjalani pendidikan. Ibunda Susi Simanjuntak yang selalu memberikan dukungan semangat, moril/materil, serta doa yang tak henti kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Saudara penulis Andestra Simatupang,

Chatrine Simatupang S.Tr.Par serta adik penulis Michael Simatupang dan Glenn Farel Simatupang.

5. Teman satu bimbingan Arman Gunawan Silalahi, Jhon Kelvin Sianturi, Shairurah Lil Huda serta kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

6. Suwito Hasian Manalu, S.Hut yang telah membantu dan memberikan semangat serta doa dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat ke berbagai pihak. Akhir kata penulis mengucapakan terima kasih.

Medan, 08 Juni 2021

Penulis

(8)

v

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penulisan ... 3

TINJAUN PUSTAKA Survei Tanah ... 4

Tanah Sawah ... 5

Perubahan pH Tanah ... 7

Karbon Organik (C-Organik) ... 8

Unsur-Unsur Hara Fosfor (P) ... 10

Kalium (K) ... 12

Calsium (Ca) ... 13

Magnesium (Mg) ... 14

Natrium (Na) ... 15

Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 16

Kejenuhan Basah (KB) ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Alat dan Bahan Penelitian ... 20

Metode Penelitian ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 21

Persiapan ... 21

Pelaksanaan ... 21

Analisis Laboratorium ... 24

Kriteria Penilaiaan Sifat Kimia Tanah ... 25

(9)

vi

Hasil ... 26

Kondisi Wilayah Umum Penelitian ... 26

Sifat Kimia Tanah ... 27

pH Tanah Sawah lapangan Tergenang air dan Kering Udara Laboratorium ... 27

Kadar C-Organik Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 33

Kadar P-tersedia Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 36

Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 39

Kadar K-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 42

Kadar Ca-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 45

Kadar Mg-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 48

Kadar Na-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 51

Kejenuhan Basa (KB) Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 54

Klasifikasi Penilaiaan Status Kesuburan Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 57

Pembahasan ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 65

Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 69

(10)

vii

Tabel Keterangan Hal

3 Luas Hamparan Sawah Kec Tanah Jawa ……….. 24

4.1 pH Lapang Tergenang Air Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 27

4.2 Luas Sebaran pH Tanah Sawah Lapang Tergenang Air Kec. Tanah Jawa ... 28

4.3 pH Tanah Sawah Lab Kering Udara Kec. Tanah Jawa ... 30

4.4 Luas Sebaran pH Tanah Sawah Lab Kering Udara Kec. Tanah Jawa ... 31

4.5 Kadar C-organik Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 33

4.6 Luas Sebaran C-organik Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 34

4.7 Kadar P-olsen Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 36

4.8 Luas Sebaran P-olsen Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 37

4.9 Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 39

4.10 Luas Sebaran KTK Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 40

4.11 Kadar K-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 42

4.12 Luas Sebaran K- tukar Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 43

4.13 Kadar Ca-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 45

4.14 Luas Sebaran Ca- tukar Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 46

4.15 Kadar Mg-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 48

4.16 Luas Sebaran Mg- tukar Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 49

4.17 Kadar Na- tukar Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 51

4.18 Luas Sebaran Na- tukar Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 52

4.19 Kejenuhan Basa (KB) Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 54

4.20 Luas Sebaran KB Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 55

4.21 Klasifikasi Penilaiaan Status Kesuburan Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ………... 58

4.22 Luas Status Kesuburan Tanah Sawah Kec. Tanah Jawa ... 60

(11)

viii

Gambar

3.1 Peta Hamparan Sawah di Kec. Tanah Jawa ……… 22 3.2 Peta Pengambilan Titik Sampel ……….. 23 4.1 Peta Penyebaran pH Lapang Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa…. 29 4.2 Peta Penyebaran pH Lab Kering udara Tanah Sawah di Kec.

Tanah Jawa ...……….. 32

4.3 Peta Penyebaran C-organik Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 35 4.4 Peta Penyebaran P-tersedia Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ….. 38 4.5 Peta Penyebaran KTK Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ...……. 41 4.6 Peta Penyebaran K-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ……. 44 4.7 Peta Penyebaran Ca-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa …… 47 4.8 Peta Penyebaran Mg-tukar Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 50 4.9 Peta Penyebaran Na Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa …………. 53 4.10 Peta Penyebaran KB Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ………… 56 4.11 Peta Status Kesuburan Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ………. 59

(12)

ix

1 Peta Administrasi di Kec. Tanah Jawa ...………... 70

2 Peta Penggunaan lahan di Kec. Tanah Jawa ...……….... 71

3 Peta Jenis Tanah di Kec. Tanah Jawa ...……….... 72

4 Peta Penyebaran Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ...………….... 73

5 Peta Titik Pengambilan Sampel Tanah Sawah di Kec. Tanah Jawa ... 74

6 Tabel Titik Kordinat Pengambilan Sampel di Kec. Tanah Jawa……….. 75

7 Tabel Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Menurut (LPT) 1995.. 76

8 Tabel Perkiraan Kesuburan Tanah untuk Tanaman Padii Sawah Menurut PPT (1995) ... 77

9 Hasil Quisoner dari Petani ...………... 78

10 Dokumentasi Hamparan Sawah di Kec. Tanah Jawa ………. 80

11 Dokumentasi Pengambilan Sampel di Kec. Tanah Jawa …... 82

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lahan sawah merupakan salah satu andalan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok nasional yaitu beras. Lahan sawah digunakan untuk menanam padi sawah secara terus menerus sepanjang tahun. Berdasarkan hasil audit lahan sawah (BPS Indonesia, 2020) prodiktivitas tanaman padi di Indonesia yaitu sebesar 54,60 ton/ha dengan total lahan sawah sekitar 10,6 juta ha. Semakin pesatnya laju pertumbuhan penduduk, mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan akan beras.

Padi sebagai tanaman penghasil beras menjadi komoditas yang sangat penting bagi Indonesia, selain penghasil bahan pangan pokok, komoditas padi juga merupakan sumber penghasilan utama dari jutaan petani. Ketersediaan beras dengan harga terjangkau bagi masyarakat merupakan faktor penting untuk ketahanan nasional, keamanaan, dan stabilitas pemerintahan. Dengan demikian padi bukan hanya penting sebagai komoditas pangan, tetapi juga penting sebagai komoditas ekonomis, dan komoditas politis. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi komoditas pangan penting untuk mendapat prioritas yang tinggi (Suwarno, 2010).

Kebutuhan unsur hara yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan produksinya. Hal ini ditentukan oleh kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman dan tidak selalu dapat terpenuhi. Intensif penggunaan lahan tanpa adanya pemberhentian sementara pada lahan dapat menyebabkan terkurasnya unsur hara esensial dari dalam tanah pada saat panen dan kesuburan tanah akan menurun secara terus menerus. Kesuburan tanah yang menurun dapat

(14)

menjadi faktor utama mempengaruhi produktivitas tanah, sehingga penambahan unsur hara dalam tanah melalui proses pemupukan sangat penting dilakukan agar diperoleh produksi pertanian yang menguntungkan (Pinatih, et al., 2015).

Evaluasi status kesuburan untuk menilai dan memantau kesuburan tanah sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui unsur hara yang menjadi kendala bagi tanaman. Akibat kelebihan dan kekurangan pemberian hara tertentu karena pemupukan yang tidak berimbang dan penurunan kadar bahan organik tanah dapat menurunkan produktivitas tanah sawah, kemudian pengurasan dan defisit hara karena yang terbawa panen lebih banyak dari pada hara yang diberikan melalui pemupukan atau penambahan dari air irigasi, hal ini juga dapat menurunkan produktivitas lahan sawah. Degradasi tersebut tidak saja mengancam kuantitas (produktivitas) hasil padi, tetapi juga kualitasnya (Agus, et al., 2009).

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah sentra produksi beras di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Tanah Jawa merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten Simalungun yang memiliki luas wilayah 174.33 km2. Dengan jumlah penduduk 47.892 jiwa. Banyak penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani di lahan sawah. Pertanaman padi di Kecamatan Tanah Jawa ditemukan pertanaman padi sawah dua kali dalam setahun dengan luas lahan sawah sebesar 3127.99 ha produktivitas. Produksi padi sawah di Kecamatan Tanah Jawa masih dikatakan tergolong rendah, produksi produktivitas padi pada tahun 2017 sebesar 5,45 ton/ha, pada tahun 2018 turun menjadi 5,24 ton/ha, dan pada tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 4,36 ton/ha. Umumnya produksi

3-4,5 ton/ha yang masih dibawah rata-rata produktivitas nasional sebesar 5,5 ton/ha (BPS Simalungun, 2020). Keadaan ini menyebabkan pemanfaatan

(15)

tanah lebih intensif, apabila dikaitkan dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat dan jumlah penduduk yang meningkat, maka intensifikasi pertanian di lahan sempit akan bertambah seiring berjalannya waktu. Intensifnya penggunaan lahan di bidang pertanian akan menyebabkan menurunya kesuburan tanah. Upaya untuk memelihara kesuburan tanah dan produktivitasnya agar tetap optimal.

Berdasarkan latar belakang produksi padi mengalami penurunan, sedangkan kebutuhan pangan beras semakin tinggi, maka perlu dilakukan penelitian evaluasi status kesuburan tanah sawah di kecamatan Tanah Jawa. Hasil evaluasi ini dituangkan dalam peta status kesuburan tanah sawah skala 1:130.000 Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui status kesuburan tanah sawah di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun.

- Untuk memetakan status kesuburan tanah sawah di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah

Survei tanah adalah usaha untuk mempelajari satuan tanah dalam lingkungannya. Pelaksanaan survei tanah bertujuan mempelajari sifat-sifat, penyebaran dan batas-batas satuan tanah secara alami, mengklasifikasikan tanah ke dalam satuan tanah tertentu berdasarkan sifat dan genesis tanahnya, menganalisis dan memetakan satuan tanah dengan mengkelompokkan tanah-tanah yang sama atau hampir sama sifat-sifatnya kedalam satuan tanah tertentu (Kabul, 2015).

Kegiatan survei tanah sangat dianjurkan dalam rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya perbaikan dan pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau usaha tani. Kegiatan survei tanah ini mensuplai petani dengan informasi secara tepat dan akurat tentang apa yang sewajarnya dikerjakan, dan diperbaiki apa saja yang diperlukan untuk pengelolaan lahannya. Semua tanah pertanian perlu diuji kesuburan, reaksi tanah, dan kondisi salinitasnya (Raden, et al., 2010).

Secara aktual dan potensial penggunaan hasil survei tanah dapat digunakan oleh petani, penyuluh pertanian, peneliti, perencana pengembangan wilayah, perencana ruang, perencana kehutanan, biro perencanaan (planning agencies), organisasi pengembangan, engineers dan para investor. Peneliti pertanian selalu bekerja berhubungan dengan iklim dan tanah. Penelitian pertanian yang banyak dilakukan, misalnya meneliti hubungan tanah dan tanaman, daya tahan tanaman terhadap penyakit yang dihubungkan dengan tingkat kesuburan tanah, respon tanaman terhadap pemupukan, dan berbagai percobaan lapang yang sangat erat

(17)

hubungannya dengan kondisi tanah yang ada dapat mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan (Kabul, 2015).

Adapun beberapa teknik sampling yang sering digunakan adalah proposive sampling dan snowball sampling. Proposive sampling adalah teknik untuk menentukan pengambilan sampel sumber data dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih reprenstatif.

Sedangkan snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi banyak. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber dan cara (Sugiyono, 2010).

Tanah Sawah

Lahan sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedangkan yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang

dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak (Harjdowigeno, et al., 2005).

Tanah sawah memperlihatkan morfologi profil yang berbeda dengan tanah- tanah yang sama yang tidak disawahkan, antara lain terjadinya pembentukan tapak bajak, pembentukan padas besi dan mangan serta pembentukan glei permukaan.

Lapisan tapak bajak dan padas besi/mangan terutama dijumpai pada tanah yang berkembang dari bahan volkan. Lapisan tapak bajak pada tanah yang disawahkan dan lapisan padas yang terbentuk pada bahan volkan (baik yang disawahkan atau

(18)

tidak) mempunyai karakteristik khusus sehingga menjadi kajian yang menarik (Rayes, 2007).

Padi sawah dibudidayakan pada kondisi tanah tergenang. Penggenangan tanah akan mengakibatkan perubahan-perubahan sifat kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Perubahan-perubahan kimia tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan antara lain, penurunan kadar oksigen dalam tanah, penurunan potensial redoks, perubahan pH tanah, reduksi besi dan mangan, peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen, peningkatan ketersediaan fosfor (Adiningsih, et al., 2000).

Ketersediaan unsur pada tanah sawah berkaitan dengan distribusi oksigen pada lapisan olah. Pada saat tanah digenangi air, pertukaran udara yang terjadi antara tanah, air, dan udara menjadi terhenti dan oksigen dari udara masuk ke dalam tanah melalui genangan air dengan proses difusi. Laju difusi oksigen tersebut adalah sangat rendah, sehingga keadaan tanah menjadi anaerob. Oksigen yang terdapat dalam pori-pori tanah dan air dikonsumsi oleh jasad mikro tanah untuk respirasi. Pada saat itu pula, kegiatan mikroba tanah aerob segera diganti oleh mikroba tanah anaerob yang menggunakan energi dari senyawa-senyawa yang mudah tereduksi seperti NO3-, SO42-, Fe3+, dan Mn4+. Senyawa-senyawa tersebut segera direduksi menjadi S2- (sulfida), NO2- (nitrit), dan Mn2+ (mangan), dan Fe2+ (fero). Pada tanah dengan kadar besi tinggi, ion Fe2+ (fero) yang larut dalam air dapat meracuni tanaman. ketersediaan K menjadi meningkat karena adanya pertukaran ion K di komplek jerapan oleh ion ion Fe2+ dan Mn2+. Meningkatnya unsur hara P, disebabkan oleh reduksi ion Fe3+ menjadi ion Fe2+ yang mengakibatkan ikatan Fe-P menjadi lepas (Prasetyo, et al., 2004).

(19)

Pengaruh positif yang menguntungkan pada sistem sawah adalah terjadinya perubahan pH menjadi menjadi netral (6,7-7,2). Sehingga ketersediaan beberapa unsur hara seperti N, P, K, Fe, Mn dan Mo meningkat. Pengaruh yang merugikan adalah menurunnya S, Zn dan Cu yang terikat sebagai sulfida yang mengendap dan menghilangnya NO3- karena denitrifikasi (Adiningsih, et al., 2000).

Perubahan pH Tanah

Penggenangan pada tanah mineral masam mengakibatkan nilai pH tanah akan meningkat dan pada tanah basa akan mengakibatkan nilai pH tanah menurun mendekati netral. Selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai minimum dan beberapa minggu kemudian pH akan meningkat lagi untuk mencapai nilai pH yang stabil yaitu sekitar 6,7 – 7,2. Penurunan awal disebabkan akumulasi CO2 dan juga oleh terbentuknya asam organik. Kenaikan berikutnya bersamaan dengan reduksi tanah dan ditentukan oleh pH awal dari tanah, macam dan kandungan komponen tanah teroksidasi terutaman besi dan mangan serta macam dan kandungan bahan organik (Prasetyo et al., 2004).

Nilai pH tanah yang rendah tidak hanya membatasi pertumbuhan tanaman tetapi juga mempengaruhi faktor faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. pH rendah menurunkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, menurunkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan keracunan alumunium. Setiap tanaman memiliki tingkat adaptasi yang berbeda pada tanah masam. Beberapa tanaman mampu beradaptai pada tanah berpH rendah tetapi

sebagian besar tanaman akan tumbuh baik pada pH diatas 5.5 (Damanik, et al., 2011).

(20)

Derajat perbuhan pH akibat penggenangan tergantung sifat-sifat tanah dan suhu. Bahan organik dan kadar besi aktif mempunyai pengaruh besar dalam menentukan perubahan pH masam. Bila tanah masam mengandung bahan organik atau besi aktif rendah atau mempunyai potensi kemasaman yang tinggi seperti tanah-tanah sulfat masam, pH tanahnya tidak akan mencapai 6.0 walaupun digenangi dalam waktu lama. Sedangkan pada tanah alkalin, bahan organik memperbesar penurunan pH tanah. Suhu yang tinggi mempercepat perubahan pH sedangkan suhu rendah menghambat perubahan pH baik pada tanah tanah masam maupun tanah alkalin (Adiningsih, et al., 2000).

pH tanah atau pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen, Kalium, dan Pospor. Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5 Nitrogen menjadi tersedia bagi tanaman dalam bentuk nitrat. Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N.P,K dan zat hara lain yang dibutuhkan (Patty, et al., 2013).

Pada tanah masam kenaikan pH disebabkan oleh reduksi Fe3+ menjadi Fe2+

yang disertai pembebasan ion OH, sedangkan turunnya pH tanah alkalis disebabkan karena akumulasi CO2 pada proses dekomposisi anaerobik, selanjutnya CO2 yang bereaksi dengan air membentuk H2CO3 yang terdisosiasi menjadi ion H+ dan HCO3- (Hardjowigeno, et al., 2005).

C-organik

Berdasarkan hasil penelitian Kemala (2016) salah satu penyebabnya kadar C-organik tanah sawah rendah disebabkan peningkatan penggunaan pupuk kimia anorganik/ sintetis tanpa pengembalian bahan organik/ pupuk organik seperti

(21)

kompos dan pupuk kandang ke lahan yang dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas tanah dan tanaman.

Rendahnya C-organik disebabkan oleh intensifnya penggunaan lahan dan penggunaan bahan organik sebagai pupuk yang sangat minim bahkan tidak ada, sehingga proses dekomposisi bahan organik tanah makin intensif pula.

Rendahnya KTK karena pelapukan tanah sudah berjalan sangat lanjut serta kandungan liat tanah yang rendah. Kondisi tersebut menyebabkan tanah respon terhadap peningkatan C-organik maupun N-total sebagai akibat dari pemberian jerami (Dalimunthe, et all., 2010).

Pada umumnya sampai saat ini, para petani belum menggunakan rekomendasi pemupukan sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan hara tanaman. Jerami padi belum digunakan secara optimum tetapi lebih banyak ditumpuk di pematang dan dibakar, digunakan untuk pakan ternak dan bahan media dalam budidaya jamur. Jerami padi yang kembali ke lahan hanya sisa panen yang tertinggal di sawah. Dengan demikian, setiap musim tanam unsur hara makro N, P, K dan makro sekunder Ca, Mg, dan S serta unsur-unsur mikro banyak terangkut keluar sehingga terjadi pengurasan unsur hara makro dan mikro secara terus-menerus. Petani hanya mengembalikan unsur hara makro N, P, dan K saja, sehingga dalam jangka panjang dapat menggangu kesuburan tanah dan penurunan produktivitas tanaman karena terjadinya ketidakseimbangan hara dalam tanah (Nurjaya, et al., 2015).

Meningkatnya ketersediaan C-organik di lahan dikarenakan sebagian kecil petani merotasikan tanaman padi dengan tanaman semusim lainnya seperti jagung, sayur, kolam ikan serta menanam tanaman sayur di pematang sawah yang

(22)

dapat meningkatkan ketersediaan C-organik. Dapat diketahui bahwa hubungan antara C-organik dan produksi padi bernilai positif yang berarti semakin tinggi kadar bahan organik makin tinggi pula prodiktivitas lahan (Kemala, 2016).

Hasil analisis C-organik dari delapan provinsi di Indonesia mempunyai kadar C-organik yang relativ rendah. Dari 1.548 contoh tanah lahan sawah, 17 % berkadar C-organik <1%, 28% berkadar C-organik antara 1-1,5%, dan 20%

berkadar C-organik antara 1,5-2%. Hal ini berarti bahwa status C-organik lahan sawah di Indonesia termasuk rendah (<2%), dan hanya 34% yang berkadar C- organik >2%. Semakin ke timur kadar C-organik terlihat semakin rendah (Kasno, et al., 2003).

Fosfor (P)

Fosfor (P) adalah unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang sangat dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak untuk pertumbuhannya dan diserap oleh tanaman dalam bentuk ion H2PO4-, HPO4-. P sering disebut sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan.

P merupakan komponen setiap sel hidup dan cenderung lebih ditemui pada biji dan titik tumbuh. Permasalahan yang penting yang harus diketahui dari P ini adalah sebagai P didalam tanah umumnya tidak tersedia untuk tanaman, meskipun jumlah totalnya lebih besar dari pada nitrogen. Dalam hal ini ketersedian P di dalam tanah tergantung kepada sifat dan ciri tanah itu sendiri, serta bagaimana pengelolaan tanah itu oleh manusia (Damanik, et al., 2011).

Penurunan unsur P di dalam tanah sawah diakibatkan oleh pembakaran jerami padi. Hasil penelitian Husnain (2010) presentase kehilangan unsur hara saat pembakaran jerami pada B1 (kadar air 10 %) dan B2 (kadar air 30 %) adalah

(23)

35 dan 33 % untuk Si, 47 dan 36 % untuk K, 59 dan 34 % untuk P, 44 dan 38 % untuk Ca, 48 dan 42 % untuk Mg, dan 61 dan 55 % untuk Na.

Sumber utama P di dalam tanah berasal dari kerak bumi hasil dari pelapukan batuan mineral yang mengandung P seperti mineral apatit dan kandungannya mencapai 0.12 % P, dari pelapukan bahan organik yang mengandung 1 % yang berarti dari 1 ton bahan organik tanah dapat dibebaskan 10 kg P (setara 22 kg TSP), dari pupuk P alam seperti guano, pupuk-pupuk buatan seperti TSP, DS dan pupuk buatan lainnya (Damanik, et al., 2011).

Menurut Lumban gaol (2013), tingginya ketersediaan P karena perbedaan ketinggian tempat, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa pada daerah dengan ketinggian yang lebih rendah memperoleh kadar P yang lebih besar dibandingkan dengan ketinggian yang lebih tinggi. Oleh air P dibawah ke daerah tersebut, sehingga kadar P lebih besar.

Prinsip pemupukan P yang perlu diperhatikan adalah kandungan P dalam tanah. Pada tanah yang mempunyai kandungan P tinggi, pemupukan P dimaksudkan hanya untuk memenuhi atau menggantikan P yang diangkut oleh tanaman padi, dari hasil penelitian kalibrasi uji P bahwa tanah sawah berkadar P tinggi cukup dipupuk 50 kg TSP (SP-36)/ha sebagai perawatan, sedangkan pada tanah yang mempunyai P sedang dan rendah, pemupukan P selain untuk menggantikan P yang terangkut tanaman juga untuk meningkatkan kadar P tanah sehingga diharapkan pada waktu yang akan datang kandungan P tanah berubah dari rendah dan sedang menjadi tinggi dan dari hasil penelitian kalibrasi uji P

bahwa tanah sawah berkadar sedang dan rendah diberi pupuk masing-masing 75 kg TSP (SP-36)/ha dan 100 kg TSP (SP-36)/ha (Setyorini, et al., 2004).

(24)

Kalium (K)

Secara umum kalium (K) diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumpai dalam berbagai kadar di dalam tanah. Bentuk dapat ditukar atau bentuk yang tersedia bagi tanaman biasanya terdapat dalam jumlah yang kecil. Dalam tanah unsur kalium dapat berasal dari mineral-mineral primer tanah seperti feldspar, mika dan lain-lainnya serta pupuk buatan (KCl). K biasanya ditemukan dalam jumlah yang banyak di dalam tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (dalam koloid tanah) (Tufaila, et al., 2014).

K merupakan unsur hara ketiga setelah N dan P yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak dan berperan penting dalam proses fotosintesa, pembentukan karbohidrat dan protein. Pemupukan K pada lahan pertanian kering menunjukkan hasil yang nyata, apabila pupuk N dan P juga diberikan dalam jumlah yang cukup, tetapi bila terjadi konsumsi K yang berlebihan, maka konsentrasi K dalam jaringan tumbuhan meningkat, akibatnya translokasi kation lain terutama Mg akan terganggu sehingga terjadi penurunan kadar Mg dalam daun sedemikian rendahnya sehingga fotosintesa akan terganggu. Sebaliknya bila kadar Mg dalam tanah dalam jumlah tinggi, maka kadar K yang tersedia bagi tanaman akan menurun, karena difiksasi oleh koloid tanah atau tercuci bersama air drainase (curah hujan tinggi) (Sudaryono, 2009).

Kahat K disebabkan oleh rendahnya kapasitas pasok K tanah, ketidak- cukupan pemberian pupuk K anorganik, pengangkutan semua jerami ke luar lahan, kecilnya masukan K dalam air irigasi, rendahnya efisiensi penyerapan pupuk K yang diberikan karena tingginya kapasitas pengikatan atau pencucian K,

(25)

kelebihan jumlah bahan-bahan reduksi dalam tanah dengan drainase buruk menyebabkan penyerapan K terhambat. Tanah yang cenderung kahat K yaitu tanah bertekstur kasar dengan KTK rendah dan sedikit cadangan K, tanah masam terlapuk (tanah tua) dengan KTK rendah dan sedikit cadangan K (Susanto, 2005).

Pemupukan K pada tanah yang berstatus K rendah, kemungkinan untuk memperoleh tanggap pemupukan K cukup besar, sedangkan tanah dengan status hara sedang sampai tinggi tidak perlu diberi pupuk K karena kebutuhan K padi sawah sudah terpenuhi dari K tanah, sumbangan K dari air irigasi dan pengembalian jerami sisa panen (Ariawan, et al., 2016).

Kalsium (Ca)

Kalsium (Ca) merupakan unsur hara makro sekunder yang diserap tanaman dalam bentuk Ca2+. Sumber utama Ca di dalam tanah adalah kerak bumi yang mengandung 3,6% Ca dari bahan kapur dan pupuk-pupuk buatan. Mineral- mineral utama yang banyak mengandung Ca adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit CaMg(CO3)2 yang banyak sebagai penyusun batuan sedimen. mineral-mineral yang mengandung Ca umumnya bersifat mudah lapuk dibandingkan dengan mineral lainnya. Ca dibebaskan kedalam melalui tanah melalui proses pelapukan (Damanik, et al,. 2011).

Permasalahan utama dalam penyediaan Ca bagi tanaman adalah pada kebanyakan tanah kandungan unsur tersebut rendah dan tidak semua Ca yang diberikan dapat segera tersedia bagi tanaman. Pada beberapa tanah yang memiliki sifat masam, keberadaan alumunium justru menambah terhambatnya serapan Ca dengan cara memblokir saluran Ca2+ ke membran plasma. Keberadaan Ca sering dikaitkan dengan kemasaman tanah karena mengandung kation yang dapat

(26)

mengurangi efek kemasaman baik dalam tanah maupun dalam tanaman (Suntoro, 2017).

Ca diambil tanaman dalam bentuk ion Ca2+, berperan sebagai komponen dinding sel, dalam pembentukan struktur dan permeabilitas membran sel. Ca rata- rata menyusun 0,5% tubuh tanaman, banyak terdapat dalam daun dan pada beberapa tanaman mengendap sebagai Ca-Oksalat dalam sel-sel. Kekurangan unsur ini akan menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman akibat terganggunya pertumbuhan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar (titik-titik tumbuh), serta jaringan penyimpan. Hal ini sebagai konsekuensi rusaknya jaringan meristematik akibat rusaknya permeabilitas dan struktur membran sel-sel (Damanik, et al,. 2011).

Magnesium (Mg)

Magnesium (Mg) adalah penyusun utama dari klorofil pada setiap molekul klorofil mengandung suatu atom Mg. Klorofil membuat daun berwarna hijau, oleh karena itu tidak akan ada tanaman berwarna hijau tanpa adanya cukup Mg di tubuh tanaman. Takaran Mg dalam klorofil tidak melebihi seperempat takaran total daunnya. Hal ini mempunyai arti bahwa adanya fungsi lain dari Mg selain sebagai penyusun klorofil (Damanik. et al., 2011).

Mg diambil tanaman dalam bentuk ion Mg2+, terutama berperan sebagai penyusun khlorofil (satu-satunya mineral), tanpa khlorofil fotosintesis tanaman tidak akan berlangsung, dan sebagai activator enzim. Secara umum Mg rata-rata menyusun 0,2% bagian tanaman. Sebagian besar terdapat di daun tetapi seringkali dijumpai dalam proporsi cukup banyak pada bebijian padi, jagung, sorgum, kedelai dan kacang tanah (Hanafiah, 2005).

(27)

Tanah dengan pH di bawah 5 sering mengandung Mg dalam jumlah sangat rendah. Pada nilai pH tersebut tanaman mulai menunjukkan gejala kekurangan Mg. tanaman menyerap Mg dari larutan tanah dipengaruhi oleh konsentrasi ion H.

penyerapan Mg oleh tanaman meningkat dengan meningkatnya pH dan mencapai titik optimum pada pH mendekati 5,5. pengaruh nilai pH tanah terhadap ketersediaan Mg diduga berhubungan dengan antagonisme Al dan H dalam penyerapan Mg. Netralisasi Al dan H penting untuk mengoptimumkan ketersediaan Mg. jika tanah masam dan Mg tersedia rendah, penggunaan kapur dolomit dapat mengatasi difesiensi Mg (Damanik, et al., 2011).

Natrium (Na)

Natrium (Na) merupakan unsur penyusun litosfer ke-6 setelah Ca, yaitu yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah arid dan semi arid yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya Na air laut. Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh >15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen-komponen dominan dari garam- garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (Nacl) (Hanafiah, 2005).

Na sangat rentan tehadap pencucian dan Na tanah yang tersedia dapat hilang selama musim dingin. Perakaran tanaman yang lebih dalam dapat membantu penyerapan Na ke lapisan tanah bawah tapak bajak. Tidaklah mungkin untuk membangun cadangan Na dalam tanah dengan aplikasi berulang-ulang sepanjang tahun. Tingkat Na dapat tukar yang tinggi dapat mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya struktur tanah. Efek yang

(28)

tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi Na dilakukan pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang digunakan. namun hal ini dapat dibenahi dengan pemberian kapur (Bunn, 2010).

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah jumlah kation yang dijerap dan dipertukarkan oleh tanah dan dinyatakan dalam cmol(+)/kg. selain liat bahan organik merupakan material yang dapat menyumbang KTK tanah, karena muatan negatif dari bahan organik dapat menarik kation yang bermuatan positif (Syachroni, 2019).

Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan KTK. KTK menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan proses dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah. Kandungan liat mempunyai pengaruh yang sama. Semakin halus fraksi tanah, semakin luas permukaan partikel, sehingga memiliki KTK yang semakin tinggi. Pola sebaran KTK pada lahan sawah seiring dengan bertambahnya kedalaman mengalami penurunan. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya kandungan bahan organik dan kandungan persentase (%) liat di dalam tanah (Atmojo, 2003).

KTK tanah memiliki hubungan yang erat dengan pH tanah. Hubungan antara keduanya bersifat linier, semakin masam tanah, maka KTK akan semakin rendah sehingga hal ini berdampak pada kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman, begitu sebaliknya, karena tanah didominasi oleh kation asam, Al, H (kejenuhan basah rendah) sehingga mengurangi kesuburan tanahnya atau tanah

(29)

kurang mampu menjerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman (Rusdiana dan Lubis, 2012).

KTK berpengaruh terhadap pertukaran kation-kation, seperti kation asam dan kation basa. Dalam pertukaran kation dalam tanah akan berpengaruh terhadap ketersediaan unsur untuk tanaman. Pemberian kombinasi bahan organik dan pupuk anorganik pada tanah akan meningkatkan kadar air tanah, kandungan P tersedia, Ca dapat ditukar, dan KTK tanah. Manajemen pemupukan menggunakan kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk organik dapat menghasilkan sifat kimia tanah yang menguntungkan baik untuk tanaman maupun untuk mikroba tanah (Agustin dan Sianturi, 2018).

KTK merupakan sifat kimia tanah yang sangat erat hubungannya dengan kusuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur tersebut berada dalam kompleks jerapan tanah, maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang atau tercuci oleh air. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah dengan kadar bahan organik rendah atau tanah berpasir (Sudaryono, 2009).

Kejenuhan Basa (KB)

Tanah masam didominasi oleh ion H+ dan Al3+. Ion H+ merupakan proton (atom H+ yang memiliki 1 proton dan 1 elektron yang hilang) memiliki kekuatan affinitas yang sama kuat dengan ion Al3+, affinitas yang kuat dari kedua ion ini mampu menggantikan kation-kation basa seperti K+, Ca2+, Mg2+, Na+, NH4+

yang teradsorpsi di permukaan koloid tanah. Kation-kation basa selanjutnya bebas di larutan tanah dan mudah tercuci dan hilang oleh air irigasi atau curah hujan.

(30)

Oleh sebab itu di tanah masam senantiasa terjadi kekurangan kation basa (Mukhlis et al., 2017).

KB menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation-kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat diserap tanah menunjukkan besarnya nilai KTK tanah tersebut. KB merupakan sifat yang berhubungan dengan KTK, yang dapat didefenisikan sebagai berikut:

Kation-Kation basa meliputi, K, Ca, Mg, dan Na umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut

belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Winarso, 2005).

Nilai KB tanah merupakan persentase dari total KTK yang diduduki oleh kation-kation basa. Nilai KB ini sangat penting dalam penggunaannya untuk pertimbangan-pertimbangan pemupukan dan memprediksi kemudahan unsur hara tersedia bagi tanaman. KB menunjukkan perbandingan antara jumlah kation- kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. KB berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah dengan pH rendah mempunyai KB rendah, sedangkan tanah dengan pH tinggi mempunyai KB yang tinggi pula (Sudaryono, 2009).

KB berikatan sangat erat terhadap pH tanah. Hubungan antara KB dan pH tanah bersifat linier, apabila KB rendah maka kation-kation basa akan berkurang dan digantikan oleh ion H+ sehingga dapat menyebabkan pH tanah akan menurun.

(31)

Demikian juga sebaliknya. Kemasaman akan meningkat dan kesuburan akan menurun dengan menurunnya KB. Laju pelepasan kation terjerap bagi tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa (Wilson, et al., 2015).

Nilai KB ini sangat penting dalam penggunaannya untuk pertimbangan- pertimbangan pemupukan dan memprediksi kemudahan unsur hara tersedia bagi tanaman. Indikasi kesuburan tanah dapat dilihat dari besarnya persentase KB.

Semakin besar nilai KB suatu tanah maka unsur hara esensial (K,Ca,Mg,Na) lebih tersedia dan mudah dimanfaatkan tanaman. Semakin tinggi KTK (demikian juga KB) makin tinggi kemampuan tanah dalam menyimpan dan melepaskan kation serta makin kuat daya sangganya (Winarso, 2005).

(32)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah di Kecamatan Tanah Jawa.

Memiliki luas sawah sebesar 3127,99 ha. Adapun batas wilayah sebelah Utara Kecamatan Siantar, sebelah Selatan Kecamatan Hatonduhan, sebelah Barat Kecamatan Dolok Panribuan, sebelah Timur Kecamatan Huta Bayu. Kecamatan Tanah Jawa berada pada ketinggian 100 meter dari permukaan laut. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Dan PT. SOCFINDO. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS (Global positioning System) untuk menentukan titik kordinat, bor tanah untuk mengambil sampel tanah, pisau untuk mengambil tanah dari bor tanah, meteran untuk mengukur kedalaman tanah, kamera untuk mendokumentasikan kegiatan lapangan, dan alat tulis serta peralatan analisis tanah di laboratorium

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil dari daerah penelitian, kantong plastik kapasitas 2 kg sebagai tempat sampel tanah, label untuk memberi nama sampel tanah, karet gelang untuk mengikat plastik sampel tanah, serta bahan kimia untuk analisis tanah yang digunakan analisis di laboratorium.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei. Pengambilan sampel tanah berdasarkan metode purposive sampling. Dari kegiatan survei yang dilakukan

(33)

dengan tingkat semi detail ini menghasilkan peta yang mempunyai skala 1:130.000 sehinga diperoleh 10 sampel tanah pengambilan titik sampel tanah dilakukan secara zig-zag.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan

Sebelum pelaksanaan pekerjaan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan komisi pembimbing, penyusunan usulan penelitian, pengadaan peta, pengadaan peralatan dan bahan, serta pengambilan titik koordinat di lapangan yang akan digunakan dalam penelitian, dan penyusunan rencana kerja yang berguna untuk mempermudah pekerjaan secara sistematis sehingga didapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Pelaksanaan

Penelitian ini dimulai dengan survei pendahuluan yaitu dengan mengadakan orientasi lapangan penelitian seperti pengambilan titik koordinat. Setelah survei pendahuluan dilanjutkan pelaksanaan survei utama dengan tujuan utamanya adalah pengambilan sampel tanah.

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan proposive sampling, setiap titik koordinat diambil beberapa titik secara zig zag, lalu dikompositkan kemudian dijadikan satu sampel yang terdapat di Kecamatan Tanah Jawa. Sampel tanah diambil bersamaan dengan pengambilan titik koordinat di lapangan. Selanjutnya tanah yang sudah diperoleh kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel tanah dilakukan menggunakan bor tanah pada kedalaman 0-20 cm dengan lahan dalam kondisi tergenang dari setiap pengambilan sampel tanah maka dicatat hasil pembacaan koordinat pada sampel tanah yang diambil ± 2 kg sampel tanah pada

(34)

setiap titik koordinat. Pengambilan titik sampel dapat dilihat dari peta sebaran sawah pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1. Hamparan Sawah

(35)

Dari Gambar 3.1. terlihat bahwa hamparan sawah ada terbagi 6 yang terdiri dari beberapa desa, sehingga sawah di desa Parbalongan, Balimbingan, Bah Kisat, Baliju, Bosar Galugur, Pematang Tanah Jawa, Pagar Jambi, dan Mekar Mulia tidak dijadikan sampel karena diluar hamparan sawah. Sedangkan Titik sampel terdapat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Pengambilan Titik Sampel

(36)

Dari gambar 3.2. terlihat bahwa masing masing hamparan memiliki luasan yang berbeda yang disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Luas Hamparan Sawah

Hamparan Luas Hamparan (ha)

I 1059,59

II 757,25

III 523,46

IV 207,70

V 303,92

VI 275,99

Total 3127.99

Dari Gambar 3.2 dan Tabel 3. Titik sampel berada tiap hamparan.

Hamparan I memiliki luas 1059, 59 ha dengan 3 jumlah sampel, hamparan II memiliki luas 757,25 ha dengan 2 jumlah sampel, hamparan III memiliki luas 523,46 dengan 2 jumlah sampel, hamparan IV memiliki luas 207,75 ha dengan jumlah 1 sampel, hamparan V memiliki luas 303,92 ha dengan jumlah 1 sampel, dan pada hamparan VI memiliki luas 275,99 ha dengan jumlah sampel 1. Hasil dari pengkompositan diperoleh 10 sampel tanah sawah dari VI hamparan sawah di Kecamatan Tanah Jawa dengan total keseluruhan luasan tanah sawah di kecamatan Tanah Jawa 3127.99 ha.

Analisis Laboratorium

Sampel tanah yang telah diambil dari daerah penelitian, selanjutnya dianalisis di laboratoium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan PT. SOCFINDO. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk mengetahui tingkat penyebaran status hara tanah pada daerah penelitian tersebut.

Parameter yang diukur, pH H2O lapangan dalam kondisi tergenang dengan alat ukur three way, analisis pH H2O Lab (metode elektrometik), analisis C-organik (metode Walkley and Black), P-tersedia (metode olsen) diukur dengan

(37)

Spectrophotometer, analisis KTK (NH4OAc, pH 7), KB (Jumlah Kation Basa yang dapat dipertukarkan / KTK x 100%).

Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Data hasil analisis tanah di laboratorium selanjutnya diklasifikasikan untuk mengetahui kriteria penilaian sifat kimia tanahnya. Penilaian kriteria sifat kimia tanah menggunakan kriteria penilaian sifat kimia tanah dari Lembaga Penelitian Tanah .

Pemetaan Status Hara

Hasil analisis tanah dan titik koordinat lokasi sampel dipetakan dengan menggunakan Software ArcGIS 10.1, sehingga diperoleh peta penyebaran unsur hara sesuai dengan tingkat status haranya, adapun peta yang nantinya diperoleh peta status kesuburan hara pada Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun.

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Tanah Jawa terletak di Kabupaten Simalungun yang batas wilayahnya sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siantar, sebelah Selatan Kecamatan Hatonduhan, sebelah Barat Kecamatan Dolok Panribuan, sebelah Timur Kecamatan Huta Bayu. Kecamatan Tanah Jawa berada pada ketinggian 100 meter dari permukaaan laut. Jarak kantor Kecamatan ke kantor Bupati 51 km.

Secara geografis Kecamatan Tanah Jawa terletak antara 02o 5059’’ LU dan 99o1119’’ BT, dengan luas wilayah 174, 33 km2. Pada tahun 2019 Kecamatan Tanah Jawa dihuni oleh 47,892 orang penduduk. Penduduk yang terdiri dari 23,383 orang laki-laki serta 24,390 orang perempuan dimana penduduk terbanyak berada di Desa Marubun Jaya yaitu sebanyak 6,358 orang. Jumlah penduduk terkecil berada di Desa Marubun Bayu yakni sebanyak 771 orang. Menurut kelompok umur yang ada di Kecamatan Tanah Jawa didominasi antara umur 10-14 tahun yang sebesar 4,857 jiwa.

Kecamatan Tanah Jawa terdapat beberapa penggunaan lahan seperti lahan sawit, sawah, kebun, kolam, permukiman dan penggunaan lahan lainnya.

Kelurahan Balimbingan, Kelurahan Tanjung Pasir dan Kelurahan Pematang Tanah Jawa merupakan kelurahan yang dekat dengan kantor Kecamatan Tanah Jawa, yaitu berkisar 2 km pada Kelurahan Balimbingan, 1 km pada Kelurahan Tanjung Pasir dan 0,2 km pada Kelurahan Pematang Tanah Jawa. Sehingga keadaan tersebut yang membuat wilayah tersebut dipenuhi oleh banyak permukiman (BPS Kecamatan Tanah Jawa, 2019).

(39)

Luas lahan sawah Kecamatan Tanah Jawa pada tahun 2019 adalah 3127,99 ha. Sedangkan luas lahan kering menurut pemanfaatannya adalah 2,424 ha yang terdiri dari 1,660 ha tegal/kebun 764 ha huma/ladang. Varietas padi yang umumnya ditanam adalah varietas Ciherang. Sawah di Kecamatan Tanah Jawa memiliki IP 200 atau dua kali pertanaman dalam satu tahun dengan rotasi tanam padi-padi dan padi-padi.

Sifat Kimia Tanah

pH Tanah Sawah Lapangan Tergenang Air dan Kondisi Kering Udara Laboratorium

Analisis pH tanah dilakukan terhadap 10 sampel tanah sawah lapangan tergenang air yang diukur langsung di lapangan dengan menggunakan alat ukur pH “Three Way Meter”. Hasil pH tanah sawah lapangan tergenang air dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran pH Tanah Sawah Lapangan Tergenang Air di Kecamatan Tanah Jawa

Hamparan

Sawah No Sampel

pH (H2O)

Kriteria Lapangan

Pengenangan air

I

1 7,00 Netral

2 7,00 Netral

3 7,00 Netral

II 4 7,00 Netral

5 7,00 Netral

III 6 7,00 Netral

7 7,00 Netral

IV 8 7,00 Netral

V 9 7,00 Netral

VI 10 7,00 Netral

Keterangan: *Kriteria Penilaian Sifat kimia Tanah Berdasarkan PPT (1995)

(40)

Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa pH tanah lapangan yang diukur dalam kondisi tergenang air bernilai 7,00 dengan kriteria netral secara keseluruhan.

Luasan sebaran pH tanah sawah tergenang air dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Luas Sebaran pH Tanah Sawah Lapangan Tergenang Air di Kecamatan Tanah Jawa

Hamparan Kriteria

pH

Tanah I II III IV V VI Luas

Rasio Terhadap Total Luas

Netral

---ha--- ---%---

1059,59 757,26 523,46 207,76 303,93 275,99 3127,99 100

Total 1059,59 757,26 523,46 207,76 303,93 275,99 3127,99 100

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada parameter pH tanah sawah di lakukan pada VI hamparan sawah di Kecamatan Tanah Jawa dengan total luas areal 3127,99 ha memiliki kriteria pH netral. Pada hamparan I memiliki luas pH kriteria netral yaitu 1059,59 ha. Pada hamparan II memiliki luas pH kriteria netral yaitu 757,26 ha. Pada hamparan III memiliki luas pH kriteria netral yaitu 523,46 ha. Pada hamparan IV memiliki luas kriteria pH netral yaitu 207,76 ha. Pada hamparan V memiliki luas kriteria pH netral yaitu 303,93 ha. Pada hamparan VI memiliki luas kriteria pH netral yaitu 275,99 ha. Pola penyebaran pH tanah sawah lapangan tergenang air dapat dilihat pada Gambar 4.1. berikut.

(41)

Gambar 4.1. Peta Penyebaran pH Lapang Tanah Sawah dalam Kondisi Tergenang di Kecamatan Tanah Jawa

(42)

Pada Gambar. 4.1. Terlihat bahwa peta sebaran pH tanah sawah lapangan yang diukur dalam kondisi tergenang air di Kecamatan Tanah Jawa memiliki pH tanah sawah netral secara keseluruhan pada lokasi penelitian.

Demikian juga pada pH tanah sawah di laboratorium setelah kering udara dilakukan dengan metode elektrometri. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai pH seperti yang tertera pada Tabel 4.3. di bawah ini.

Tabel 4.3. pH Tanah Sawah Lab Kering Udara di Kecamatan Tanah Jawa Hamparan

Sawah No Sampel

pH (H2O)

Kriteria Lab

Kering Udara

I

1 4,59 Masam

2 4,72 Masam

3 5,12 Masam

II

4 4,92 Masam

5 4,80 Masam

III

6 4,81 Masam

7 5,11 Masam

IV 8 5,25 Masam

V 9 4,92 Masam

VI 10 5,05 Masam

Keterangan: *Kriteria Penilaian Sifat kimia Tanah Berdasarkan PPT (1995)

Pada Tabel 4.3. terlihat bahwa analisis pH tanah sawah di laboratorium yang telah dikering udarakan memiliki pH sekitar 4,59 – 5,25 dengan kriteria masam secara keseluruhan. Luasan sebaran pH tanah sawah tergenang air dapat dilihat pada tabel 4.4.

(43)

Tabel 4.4. Luas Sebaran pH Tanah Sawah Lab Kering Udara di Kecamatan Tanah Jawa

Hamparan Kriteria

pH

Tanah I II III IV V VI Luas

Rasio Terhadap Total Luas

Masam

---ha--- ---%---

1059,59 757,26 523,46 207,76 303,93 275,99 3127,99 100

Total 1059,59 757,26 523,46 207,76 303,93 275,99 3127,99 100

Berdasarkan Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa pada parameter pH tanah sawah di lakukan pada VI hamparan sawah di Kecamatan Tanah Jawa dengan total luas areal 3127,99 ha memiliki kriteria pH masam. Pada hamparan I memiliki luas pH kriteria masam yaitu 1059,59 ha. Pada hamparan II memiliki luas pH kriteria masam yaitu 757,26 ha. Pada hamparan III memiliki luas pH kriteria masam yaitu 523,46 ha. Pada hamparan IV memiliki luas kriteria pH masam yaitu 207,76 ha. Pada hamparan V memiliki luas kriteria pH masam yaitu 303,93 ha. Pada hamparan VI memiliki luas kriteria pH masam yaitu 275,99 ha.

Pola penyebaran pH tanah sawah lapangan tergenang air dapat dilihat pada Gambar 4.2. berikut.

(44)

Gambar 4.2. Peta Penyebaran pH Tanah Sawah Lab Kering Udara di Kecamatan Tanah Jawa

(45)

Pada Gambar. 4.2. Terlihat bahwa peta sebaran pH tanah sawah setelah tanah dikering udarakan di Kecamatan Tanah Jawa memiliki pH tanah sawah masam secara keseluruhan pada lokasi penelitian.

Kadar C-organik Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa

Kadar C-organik tanah sawah dianalisis setelah tanah dikering udarakan.

Kadar C-organik tanah sawah di Kecamatan Tanah Jawa dapat dilihat pada Tabel. 4.5. dibawah ini.

Tabel 4.5. C-organik Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa Hamparan

Sawah No Sampel

C-organik Kriteria

---%---

I

1 0,89 Sangat Rendah

2 0,73 Sangat Rendah

3 0,85 Sangat Rendah

II

4 0,81 Sangat Rendah

5 0,85 Sangat Rendah

III

6 1,35 Rendah

7 0,85 Sangat Rendah

IV 8 1,16 Rendah

V 9 1,31 Rendah

VI 10 1,16 Rendah

Keterangan: *Kriteria Penilaian Sifat kimia Tanah Berdasarkan PPT (1995)

Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa kadar C-organik tanah sawah pada hamparan sawah I, II, dan III umumnya sangat rendah dan pada hamparan sawah IV, V, dan VI kadar C-organiknya rendah. Luasan sebaran kadar C-organik tanah sawah dapat dilihat pada tabel 4.6.

(46)

Tabel 4.6. Luas Sebaran C-organik Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa

Hamparan Kriteria

C- Organik

I II III IV V VI Luas

Rasio Terhadap Total Luas

---ha--- ---%--- Sangat

Rendah 1059,59 757,26 211,83 - - - 2028,68 64,86

Rendah - - 311,63 207,76 303,93 275,99 1099,31 35,14

Total 1059,59 757,26 523,46 207,76 303,93 275,99 3127,99 100

Berdasarkan Tabel 4.6. dapat diketahui bahwa sebaran C-organik di kecamatan Tanah Jawa terdapat dua kriteria yaitu sangat rendah dengan luas 2028,68 ha dan rasio terhadap total luas yaitu 64,86 % dari sebaran hamparan I

1059,59 ha, hamparan II 757,26 ha, hamparan III 211.83 ha. Sedangkan C-organik dengan kriteria rendah memiliki luas areal 1099,31 ha dan dengan rasio

terhadap total luas yaitu 35,14 % dari sebaran hamparan III 311,63 ha, hamparan IV 207,76 ha, hamparan V 303,93 ha, dan hamparan VI 275,99 ha. Jadi dapat diketahui sebaran C-organik terluas adalah dengan kriteria C-organik sangat rendah yaitu 64,86%. Pola penyebaran kadar C-organik tanah sawah dapat dilihat pada Gambar 4.3. berikut.

(47)

Gambar 4.3. Peta Penyebaran C-organik Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa

(48)

Pada Gambar. 4.3. dapat diketahui peta sebaran C-organik tanah sawah memiliki dua kriteria yaitu sangat rendah dan rendah, dimana kriteria kadar C-organik sangat rendah berada bagian sebelah Timur Laut dan kadar C-organik rendah berada di bagian sebelah Barat Daya.

Kadar P-olsen Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa

Hasil analisis P-olsen tanah sawah di Kecamatan Tanah Jawa dapat dilihat pada Tabel 4.7. sebagai berikut:

Tabel 4.7. Kadar P- olsen tanah sawah di Kecamatan Tanah Jawa Hamparan

Sawah No Sampel

P-olsen Kriteria

---ppm---

I

1 35,73 Sedang

2 31,61 Sedang

3 22,99 Rendah

II

4 61,05 Sangat Tinggi

5 23,05 Rendah

III

6 26,52 Sedang

7 19,86 Rendah

IV 8 32,43 Sedang

V 9 28,29 Sedang

VI 10 35,02 Sedang

Keterangan: *Kriteria Penilaian Sifat kimia Tanah Berdasarkan PPT (1995)

Pada Tabel 4.7 di atas Kadar P-olsen tanah mencakup kriteria rendah, sedang, sampai dengan sangat tinggi. Kadar P-olsen sangat tinggi terdapat pada hamparan II sampel 4 dengan nilai 61,05 ppm. Luasan sebaran kadar P-olsen tanah sawah dapat dilihat pada tabel 4.8.

(49)

Tabel 4.8. Luas Sebaran P Olsen Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa

Hamparan Kriteria

P Olsen

I II III IV V VI Luas

Rasio Terhadap Total Luas

---ha--- ---%---

Rendah 372,36 378,58 211,83 - - - 962,77 30,78

Sedang 687,24 - 311.63 207,76 303,93 275,99 1786,55 57,11 Sangat

Tinggi - 378,67 - - - - 378,67 12,11

Total 1059,6 757,25 523,46 207,76 303,93 275,99 3127,99 100

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa sebaran P Olsen di kecamatan Tanah Jawa terdapat tiga kriteria yaitu rendah dengan luas 962,77 ha dan rasio terhadap total luas yaitu 30,78 % dari sebaran hamparan I 372,36 ha, hamparan II 378,58 ha, hamparan III 211.83 ha. Pada P Olsen dengan kriteria sedang memiliki luas areal 1786,55 ha dan dengan rasio terhadap total luas yaitu 57,11 % dari sebaran hamparan I 687,24 ha, hamparan III 311.63 ha, hamparan IV 207,76 ha, hamparan V 303,93 ha, dan hamparan VI 275,99 ha. Sedangkan P Olsen dengan kriteria sangat tinggi memiliki luas areal 378,67 ha dan dengan rasio terhadap total luas yaitu 12,11 % dari sebaran hamparan II 378,67 ha, Jadi dapat diketahui sebaran P Olsen terluas adalah dengan kriteria P Olsen sedang yaitu 57,11 %. Pola penyebaran P-olsen tanah sawah dapat dilihat pada Gambar 4.3. berikut.

(50)

Gambar 4.4. Peta Penyebaran P- Olsen Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa

(51)

Pada Gambar. 4.4. dapat diketahui peta sebaran P Olsen tanah sawah memiliki tiga kriteria yaitu rendah, sedang, dan sangat tinggi dimana dilihat dari gambar sebaran kriteria sedang lebih dominan dibanding kriteria rendah dan sangat tinggi.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah Sawah di Kecamatan Tanah Jawa Analisis KTK tanah sawah di Kecamatan Tanah Jawa dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut.

Tabel 4.9. Nilai KTK Tanah sawah di Kecamatan Tanah Jawa Hamparan

Sawah No Sampel

KTK Kriteria

---me/100g---

I

1 20,88 Sedang

2 25,10 Tinggi

3 17,41 Sedang

II

4 20,77 Sedang

5 16,69 Rendah

III

6 19,54 Sedang

7 23,60 Sedang

IV 8 22,81 Sedang

V 9 22,63 Sedang

VI 10 24,33 Sedang

Keterangan: *Kriteria Penilaian Sifat kimia Tanah Berdasarkan PPT (1995)

Pada Tabel 4.9. dapat dilihat bahwa nilai KTK umumnya berada dalam kriteria sedang, kecuali nilai KTK pada hamparan I sampel 2 dengan nilai 25,10 me/100g (tinggi) sedangkan hamparan II sampel 5 dengan nilai KTK 16,69

Gambar

Gambar 3.1. Hamparan Sawah
Gambar 3.2. Pengambilan Titik Sampel
Gambar 4.1. Peta Penyebaran pH Lapang Tanah Sawah dalam Kondisi Tergenang                          di Kecamatan Tanah Jawa
Gambar 4.2. Peta Penyebaran pH Tanah Sawah Lab Kering Udara di Kecamatan                          Tanah Jawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber tegangan yang terdistorsi harmonik akan menghasilkan arus eksitasi yang mengandung harmonik pula, sehingga gelombang arus yang timbul tidak sinusoidal

(3) upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan publik yaitu meningkatkan kemampuan petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, meningkatkan kedisiplinan

Jenis penelitian lapangan ini bersifat kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi, data yang telah di dapat

Skor probabilitas Deep Vein Thrombosis (DVT) pada pegawai kasir pusat perbelanjaan di Denpasar dengan posisi kerja berdiri statis didapatkan 57,69% responden

bahwa karena ada beberapa ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh secara simultan dan secara parsial pada variabel pembiayaan jual beli dan pembiayaan bagi hasil terhadap

Penulis melakukan wawancara dengan pihak program studi untuk memahami proses bisnis yang berjalan dan mengumpulkan detil informasi terhadap masalah yang

[r]