• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETELADANAN PERSPEKTIF HAMKA KAJIAN TAFSIR AL- AZHAR. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KETELADANAN PERSPEKTIF HAMKA KAJIAN TAFSIR AL- AZHAR. Skripsi"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Munajat NIM. 11140340000214

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H /2021 M

(2)
(3)
(4)
(5)

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul KETELADANAN PERSPEKTIF HAMKA KAJIAN TAFSIR AL-AZHAR telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal06 juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 11 Agustus 2021 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M.A Aktobi Ghozali, MA NIP. 19710217199802 1 002 NIP. 19730520 200501 1 003

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A Hasanuddin Sinaga, M.A.

NIP. 19690822 199703 1 002 NIP. 19701115 199703 1 002 Pembimbing,

Dr. Suryadinata, MA NIP. 19600908 198903 1 005 VT

(6)
(7)

v

Lembar Pernyataan

(8)
(9)

vii ABSTRAK Munajat, NIM 11140340000214

“Keteladanan Perspektif Hamka Kajian Tafsir al-’Azhar”

Kajian ini mengenai suatu hal tindakan perilaku seseorang, yang mencontohkan sifat baik dalam suatu bermasyarakat tentu bagi generasi muda seperti remaja dalam bergaul terhadap teman sebayanya ataupun orang yang lebih dewasa umurnya. Terkadang remaja perlu tahu akan suatu sikap yang baik ketika berinteraksi dengan orang dewasa. harus mencerminkan sopan santun pada dirinya, agar orang dewasa tersebut dapat mengetahuinya dengan tindakan yang dilakukan. Karena seseorang dapat memprediksi orang yang baik dan buruk akan suatu sikap pada dirinya tersebut.

Penulis menyinggung pada suatu surah al-Aḥzāb Ayat 21 dan surah al-Mumtaḥanah ayat 4 dan 6 dalam al-Qur‟an. Pada ayat tersebut terdapat suatu kata „uswah, Penulis menerjemahkan Keteladanan dengan tafsiran dari Hamka pada kitab tafsirnya al-Azhar. Dalam hal tersebut penulis menggunakan metode tematik agar menemukan pengaruh yang cukup spesifikasi memahami makna keteladanan. Penulis menemukan pada tafsir al- Azhar pada surah al-Aḥzāb ayat 4 tersebut menunjukan pada Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm tetap teguh dalam pendiriannya ketika melawan kaum Quraisy dalam perang Badar yg jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan kaum muslimin yang jauh sedikit. Sedangkan pada surah al-Mumtahanah menunjukan Nabi Ibrāhīm „alīh al-salām „.

sikapnya yang tetap teguh dalam diri untuk memintakan ampun kepada ayahnya. Karena ayah musyrik menyembah pada sebuah patung yang dianut nenek moyang dulu. Sebab Nabi Ibrāhīm „alīh al-salām ingin ayah itu untuk memeluk agama Islam, namun dengan ajakan dari anaknya tersebut tidak di perdulikan. Penulis menemukan bahwa keteladanan itu suatu keteguhan dalam pendirian dalam kebaikan. Seperti halnya seseorang tetap teguh dalam pendiriannya untuk mencontohkan kepada orang-orang suatu sikap baik dalam pergaulan.

Kata Kunci: Teks, Konteks, Tafsir buya Hamka, Keteladanan

(10)
(11)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah adalah kata yang pantas untuk mengawali pengantar ini, karena Allah yang telah memberikan karunia dan nikmat tak terhingga baik itu penglihatan, pendengaran, napas, akal untuk berpikir, sehingga penulis dapat diberikan kesempatan belajar dan menyelesaikan studi strata satu.

Penulis sekali lagi mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga atas karunia dan rahmat-Nya yang tidak terbatas dan tidak akan pernah bisa habis terhitung dengan keterbatasan akal manusia. Ṣalāwah serta salam kita kirimkan kepada Rasulullah ṣɑllᾱ Allahu ‟alaih wɑ sallɑm, sosok yang menjadi teladan bagi keluarga, sahabat, tabi„in dan generasi setelahnya yang menjadi pengikut hingga akhir zaman.

Adapun judul skripsi ini “Keteladanan Perspektif Hamka Kajian Tafsir Al-Azhar” penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Agama di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tanpa izin dan nikmat yang telah diberikan Maha Kuasa maka skripsi ini tidak akan selesai tepat pada waktunya. Penyelesaian skripsi ini juga melibatkan banyak pihak yang tanpanya karya ini akan banyak mengalami keterlambatan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis LC, MA, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Yusuf Rahman, MA, Dekan fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha. M.Ag , Ketua Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dan bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH Sekretaris Program Studi

(12)

Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir. Yang telah meluangkan waktunya dan saran teruntuk para mahasiswa untuk keperluan tugas kuliah dalam mendidik.

4. Dr. M. Suryadinata, M.Ag, Dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan dedikasinya kepada saya, bersabar memberikan ilmu dan arahan selama penulis berada di bawah bimbingannya. Beliau juga telah memberikan saran dan nasehat yang sangat berarti bagi saya dan semua mahasiswa lainnya.

5. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat, khususnya program studi Ilmu al- Qur‟an dan Tafsir yang ikhlas, tulus dan bersabar untuk mendidik kami agar menjadi manusia yang berbudi luhur dan berintelektual.

6. KH. Helmi Abdul Mubin, Lc, Pimpinan Pondok Pesantren Ummul Quro al-Islami Banyusuci Leuwimekar Leuwiliang Bogor. Yang pernah saya menimba ilmunya di pondok pesantren tersebut, semoga keberkahan Kyai serta ilmu yang pernah diajarkan kepada santrinya termasuk saya menjadikan bekal hidup yang baik.

7. Seluruh teman-teman Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Angkatan 2014, terutama IQTAF kelas F dan KKN Maura 58 memberi dukungan kepada saya untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan, baik secara langsung maupun tidak, tanpa mengurangi rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya untuk membantu pengerjaan skripsi ini. Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penelitian ini memungkinkan untuk terjadi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

(13)
(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Metodologi Penelitian ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TEORI KETELADANAN SECARA UMUM ... 17

A. Pengertian keteladanan ... 17

B. Makna Dasar Keteladanan ... 22

C. Macam-macam Keteladanan ... 26

BAB III BIOGRAFI ... 37

A. Profil Buya Hamka ... 37

1. Riwayat Hidup Hamka ... 37

2. Intelektual Hamka ... 42

3. Pandangan Ulama Terhadap Hamka ... 44

4. Karya-karya Hamka ... 47

B. Profil Tafsir al-Azhar ... 50

1. Penulisan Kitab Tafsir al- Azhar ... 51

2. Metode Penulisan Tafsir al-Azhar... 54

C. Corak Tafsir al-Azhar ... 56

(16)

1. Sistematika Penafsiran Tafsir al-Azhar ... 58

2. Karakter Khas Tafsir al-Azhar ... 58

BAB IV ANALISIS KATA KETELADANAN DALAM TAFSIR AL- AZHAR ... 63

A. Sikap Teladan Nabi Muhammad ... 63

1. Sumber Akhlak ... 66

B. Sikap Teladan Nabi Ibrāhīm ... 70

1. Berbuat baik kepada orang tua ... 72

2. Bertawakal. ... 74

3. Bertaubat ... 75

4. Berdoa ... 77

BAB V PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(17)

xv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada pedoman transliterasi Arab-Latin yang merupakan hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.

A. Konsonan

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada halaman berikut:

Huruf arab Nama Huruf latin Nama

ا

alif dilambangkan Tidak

Tidak dilambangkan

ب

ba‟ b be

ت

ta‟ t te

ث

ṡa es (dengan titik diatas)

ج

jim j je

ح

ḥa ha dengan titik di

bawah

خ

kha‟ kh ka dan ha

د

dal d de

ذ

żal ż zet (dengan titik diatas)

ر

ra r er

ز

zai z zet

س

sin s es

ش

syin sy es dab ye

(18)

ص

ṣad es dengan titik di bawah

ض

ḍad de dengan titik di

bawah

ط

ṭa te dengan titik di

bawah

ظ

ẓa zet dengan titik di

bawah

ع

„ain „_ apostrof terbalik

غ

ghain g ge

ؼ

fa f fa

ؽ

qaf q qi

ؾ

kaf k ka

ؿ

lam l el

ـ

mim m em

ف

nun n en

ك

wau w we

ق

ha h ha

ء

hamzah apostrof

م

ya‟ y ye

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (ʼ).

B. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

(19)

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Vokal Nama Latin Keterangan

ا

Fatḥah a a

ا

Kasrah i i

ا

Ḍammah u u

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf,

yaitu:

Tanda Nama Latin Keterangan

يىى

Fatḥaḥ dan ya ai a dan i

وىى

Fatḥaḥ dan Wau au a dan u

Contoh:

فٍيك

: Kaifa

ؿٍوى

: ḥaula

C. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat dan

huruf Nama Latin Keterangan

ب

Fatḥaḥ dan alif ā a dengan garis di

atas

ب

Kasrah dan Ya‟ ī i dengan garis di atas

ويي

Ḍammah dan Waw ū u dengan garis di atas Contoh:

(20)

تاىم

: māta

ىىمر

: ramā

ىلٍيًق

: qīla

يتٍويىيَ

: yamūtu

A. Ta marbūṭah

Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fatḥaḥ. kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah (t). sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h).

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:

ًؿافٍطىلأايةىضٍكىر

: rauḍah al-aṭfāl

يةىلًضاىفلايةىنٍػيًدىلما

: al-madīnah al-fāḍilah

يةىمٍكًلحا

: al-ḥikmah

B. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydīd ( ّّ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Contoh:

اىنَّػبىر

: rabbanā

اىنٍػيَّىنَ

: najjaīnā

قىلحا

: al-ḥaqq

جىلحا

: al-ḥajj

(21)

ىمًٌعيػن

: nu“ima

كيدىع

:„aduwwun

Jika huruf ى ber-tasydid di akhir kata dan didahului oleh huruf kasrah ( ّى ِّ), maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddah (ī).

Contoh:

يًلىع

:‟Alī (bukan „Aliyy atau „Aly)

ًبىرىع

: „Arabī (bukan „Arabi atau „Araby).

C. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (alif lam ma‟rifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasikan seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contohnya:

يسمىشلا

: al-syams (bukan asy-syamsu)

يةىلىزلىزلا

: al-zalzalah (bukan az-zalzalah)

يةىفىسلىفلا

: al-falsafah

يد ىلًَبلا

: al-bilādu D. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (ʼ) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contohnya:

ىفٍكيريمىتَ

: ta‟murū

يءٍوىػنلا

: al-nau‟

(22)

هءٍيىش

: syai‟un

يتٍرًميأ

: umirtu

E. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasikan adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas.

Misalnya kata Al-Qur‟an (dari al-Qur‟ān), sunnah, khusus dan umum.

Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari suatu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:

Fī Ẓilāl al-Qur‟ān

Al-Sunnah qabl al-tadwīn

Al-„Ibārāt bi „umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-shabab F. Lafẓ al-Jalālah (الله)

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal), Transliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh:

ِللاُنْيِد dīnullāh ِللاِب billāh

Adapun ta marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ- jalālah, ditransliterasikan dengan huruf (t). Contoh:

ِاللِةَمْح َر ْيف ْمُه hum fī raḥmatillāh

(23)

G. Huruf Kapital

Walaupun system tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasikan huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri diketahui oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).

ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:

Wa māMuḥammadun illā rasūl

Inna awwala baitin wuḍi‟a linnāsi bi Bakkata mubārakan Syahrul Ramaḍān al-laẓī unzila fihi al-Qur‟ān

Naṣir al-Dīn al-Ṭūsī Abū Naṣr al-Farābī Al-Ghazālī

Al-Munqiż minhal-Ḍalāl

(24)
(25)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan perlu adanya keteladanan antara sesama manusia agar yang lakukan menjadikan suatu ibadah. Pada bukunya Buya Hamka berisikan suatu kalimat yang perlu adanya suatu panutan/teladan yang baik, seperti halnya mencontohkan suatu keteladanan yang baik itu Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm, mewariskan dua pusaka/pembimbing hidup yaitu al-Qur‟an dan hadis yang berisikan suatu hal agar selamat dunia dan akhirat.

Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm adalah suri teladan yang patut dicontoh bagi seorang muslim yang baik. Rasul mengatakan bahwa pusat eksistensi manusia yang menentukan kualitas kepribadiannya adalah qalb. Manusia memiliki potensi qalb untuk merenung, menyadari, menghayati, memilih mana yang baik dan buruk. Kata qolb yang telah diserap ke dalam bahasa indonesia menjadi “kalbu” ini mengandung pengertian sumber kesadaran batiniah atau dapat dimaksud dengan hati nurani.1

Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm sukses dalam mensiarkan agama Islam dalam media dakwahnya, yang mana rasululah selalu mengedepankan keteladanan pada setiap orang-orang yang mengenal Islam..2

Keteladanan Nabi Muhammadṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm bukan keteladanan yang absurd (tidak masuk akal) dan mustahil dicontoh oleh manusia umumnya. Ketika Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ

1 Hamadani Bakran Adz-dzakiey, Kecerdasan Kenabian Prophetic Intelligence, (Yogyakarta: Pustaka al-Furqan, 2006), 5.

2 Untung M.S, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang:Pustaka Rizki, 2005), 160.

(26)

sallɑm berinteraksi dengan Allah subḥāna wa ta‟ala Maha pencipta ketika di sepertiga malamnya untuk beribadah dan berdoa. Rasul ṣɑllā Allᾱhu

‟alaih wɑ sallɑm juga berinteraksi kepada setiap orang-orang serta lingkungan, semuanya tindakan yang dilakukan dari perkataannya perbuatan yang dilakukan mengandung sebuah unsur keteladanan yang dapat dijadikan sebagai bahan inspirasi moral bagi seseorang untuk melakukan hal yang sama. Interaksi edukatif (mendidik) yang dilakukan oleh Nabi Muhammadṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm . Hal tersebut dapat dirumuskan dengan: Akhlak manusia terhadap Allah subḥāna wa ta‟ala dalam suatu ibadah, akhlak manusia dengan dirinya sendiri dalam memecahkan suatu yang baik, akhlak manusia dengan manusia lainnya seperti hal saling tolong menolong, dan ahklak manusia dengan lingkungan seperti hal agar selalu menjaga lingkungan baik itu menjaga alam sekitar serta merawatnya agar tidak dirusak.3

Dalam kamus besar Bahasa indonesia disebutkan bahwa keteladanan dasar kata teladan yaitu: “(perbuatan atau barang) yang patut ditiru dan dicontoh”4 Oleh karena itu keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru dan dicontoh. Dalam bahasa Arab keteladanan diungkapkan dengan kata

„uswah dan bentuk dari huruf-huruf; hamzah, Syin, dan Waw. Artinya pengobatan dan perbaikan5

Dengan demikian kata keteladanan atau „uswah ḥasanah adalah hal- hal yang ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain yang memiliki nilai positif. Sehingga yang dikehendaki dengan keteladanan („uswah) di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan

3 Untung M.S, Muhammad Sang Pendidik, cet. I (Semarang:Pustaka Rizki, 2005), , 163.

4 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1995), 22.

5 al-Syaik al-Imam Muhammad bin Abi Bakr Ibn Abdul Qadir Al-Razi, Mukhtar al-Shihah (Lebanon: Maktabah, 1980), 7.

(27)

Islam, yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian uswatun hasanah.

Keteladanaan dalam term „uswah dalam al-Qur‟an surah al-Aḥzāb ayat 21.

ىرًخهٍلْا ىـٍوىػيٍلاىك ىهٌللّا اويجٍرىػي ىفاىك ٍنىمًٌل هةىنىسىح هةىوٍسيا ًهٌللّا ًؿٍويسىر ًٍفِ ٍميكىل ىفاىك ٍدىقىل ىهٌللّا ىرىكىذىك

انرٍػيًثىك ّ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Qs. al- Aḥzāb/ 33: 21)

Konteks ayat di atas menunjukkan posisi Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu

‟alaih wɑ sallɑm sama seperti dalam wacana, perbuatan, dan pengobatan, juga pembiaran tersebut merupakan permohonan dari Allah Subḥānahu wa ta‟ālā terhadap manusia untuk mengikuti Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu

‟alaih wɑ sallɑm. di bagian surah al-Aḥzāb: 21 mengungkapkan untuk melambangkan toleransi, sekalipun isu-isu yang diberikan oleh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā. Ada juga pendahuluan yang diberikan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā kepada Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm akan memberikan bantuan dan kemenangan sebagaimana dijanjikan kepadanya.6

Jelas Muḥammad jamāluddīn al-Qāsimī mengatakan dalam tafsirnya bahwasanya Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm itu dalam dirinya terdapat suri teladan baik contohnya agar orang yang dapat mengharap rahmat Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dan di hari kiamat banyak yang

6 Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Taisir al-aliyyul Qadir li intisari tafsir ibnu katsir, Terj. Syihabuddin, Kemudahan Dari Allah ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,jilid 3, (Jakarta G situasi gema insani press,1989), 841.

(28)

memanggil Allah Subḥānahu wa ta‟ālā. Tentu halnya suatu Akhlak dan perilaku pada Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm terdapat suri teladan yang baik dikarena ketetapan dan ketegaran hati disaat menghadapi cobaan dan situasi yang berat. Ini sangat atau diperlukan serta didapati kesabaran ketika menghadapi cobaan dan ancaman. Jiwa beliau Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm tetap tabah dan tenang dalam menghadapi segala situasi personal yang dihadapinya. Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan dan tidak merasa rendah terhadap hal-hal yang besar. Walaupun dalam keadaan lemah beliau Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm tetap teguh dan sabar sebagaimana orang yang beriman untuk selalu unggul. Dan sesungguhnya siapa yang bisa bersabar dalam berdo‟a kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dalam menghadapi situasi persoalan yang rumit maka orang tersebut punya derajat tinggi.7

Menurut Abū Ja‟far Muḥammad ibn Jarīr al-Ṭabarī menegaskan pada tafsirannya bahwa adanya perbedaan para Qurra‟ (orang yang pandai suatu membaca al-Qur‟an) dalam membaca firman („uswah) umumnya para qurra‟ Mesir selain Imam „Ashim bin Abi Nujud, mengucapkan („uswah) dengan kasrah Alif. Walaupun Imam „Ashim Membaca („uswah) dengan ḍammah Alif. Ayat ini diturunkan merupakan cobaan dari Allah Subḥānahu wa ta‟ālā kepada orang-orang yang tidak mau mengikuti Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm dan para sahabat-sahabatnya (orang mukmin) di Madinah. Maka barangsiapa yang mengharapkan pahala dari Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dan rahmatnya nanti di hari akhirat maka dia tidak akan merasa cukup/senang dengan dirinya sendiri. Tetapi dengan itu dia merasa mempunyai contoh teladan untuk selalu diikuti di

7 Muḥammad jamāluddīn al-Qāsimī, Tafsir al-Qasimi al Musamma Mahasin al ta‟wil, juz 13, (Beirut: Darul al Fikr, 1924), 129.

(29)

manapun dia berada.8 Senada dengan hal tersebut, Imam Sulaiman Ibn Umar menafsirkan bahwa kalian telah mempunyai contoh teladan dalam diri Nabi, yang mana beliau adalah mencurahkan tenaganya untuk menolong agama Allah dengan cara ikut bertempur dalam perang Khandak. Juga dia saat beliau terluka wajah dan gigi depannya, serta terbunuhnya paman beliau Hamzah dan bagaimana beliau juga merasakan lapar, meski demikian beliau tetap sabar, berharap pertolongan kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dan selalu ikhlas dengan apa pun yang terjadi itu segalanya.9

Pada dasarnya ayat tersebut menunjukan pada pribadi Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm. Dengan demikian, sikap kepribadian/keteladanan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm hendaknya harus dimiliki oleh seorang pendidik, ini berarti seorang guru atau orang tua mempunyai peran penting dalam membentuk jiwa anak.

Sifat sabar, teguh pendirian akhlakul karimah merupakan sifat yang harus ditanamkan kepada mereka. Sehingga mereka akan memiliki jiwa dan mental yang kuat dengan kepribadian yang baik serta tidak memiliki sifat pengecut.

Ayat tersebut diulang pada Qs. al-Mumtaḥanah/ 60: 4 dan 6:

هةىنىسىح هةىوٍسيا ٍميكىل ٍتىناىك ٍدىق ًٍفِ

وىعىم ىنٍيًذَّلاىك ىمٍيًىهرٍػبًا ّ ّ ّ

ايؤ ٰۤ

هءىريػب َّنًَّا ٍمًهًمٍوىقًل اٍويلاىق ٍذًا

ًهٌللّا ًفٍكيد ٍنًم ىفٍكيديبٍعىػت اًَّمِىك ٍميكٍنًم ّ

اندىبىا يءٰۤاىضٍغىػبٍلاىك يةىكاىدىعٍلا يميكىنٍػيىػبىك اىنىػنٍػيىػب اىدىبىك ٍميكًب ىنٍَّرىفىك

ٍحىك ًهٌللًّبِ اٍويػنًمٍؤيػت هٌتّىح هىد

ّ ّ اىمىك ىكىل َّفىرًفٍغىػتٍسىىلْ ًوٍيًبىًلْ ىمٍيًىهرٍػبًا ىؿٍوىػق َّلًْا ىنًم ىكىل يكًلٍمىا ّ

وءٍيىش ٍنًم ًهٌللّا يرٍػيًصىمٍلا ىكٍيىلًاىك اىنٍػبىػنىا ىكٍيىلًاىك اىنٍلَّكىوىػت ىكٍيىلىع اىنَّػبىر ّ

8 Abi Ja‟far Muhammad Ibn Jarir al-Ṭabari, jami al-Bayan „An Ta‟wili ayī al- Qur‟an, Juz 19, (Beirut: Darul al-Fikr, 1924), 143.

9 Imam Sulaiman Ibn Umar Al-Ajyay al-Syafi‟y Al-Syahir bil Jamal, Al Futuuhhaat al Ilhiyyah Bi Taudiihi Tafsir Al-jalalain Lidawaaqk al-Khafiyah, juz 7 (Beirut:Dar Al Kutub al-Ilmiyah, 1204 H), 162.

(30)

“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrāhīm „alīh al-salām dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,” kecuali perkataan Ibrāhīm „alīh al-salām kepada ayahnya,

”Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, namun aku sama sekali tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu.” (Ibrāhīm „alīh al-salām berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,” (Qs. al-Mumtaḥanah/ 60: 4).

اويجٍرىػي ىفاىك ٍنىمًٌل هةىنىسىح هةىوٍسيا ٍمًهٍيًف ٍميكىل ىفاىك ٍدىقىل ىرًخهٍلْا ىـٍوىػيٍلاىك ىهٌللّا

ىهٌللّا َّفًاىف َّؿىوىػتَّػي ٍنىمىك ّ

يدٍيًمىٍلحا ًنِىغٍلا ىويى

“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrāhīm „alīh al-salām dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs.al-Mumtaḥanah/ 60:6)

Ibnu Katsir mengatakan dalam al-Qur'an, Allah Subḥānahu wa ta‟ālā berfirman kepada umat untuk tidak antagonis terhadap orang-orang untuk memisahkan diri dari mereka, Pasti ada teladan yang tulus untuk pada Ibrāhīm „alīh al-salām dan orang-orang yang bersamanya, (Dan orang-orang yang beriman kepadanya) dari mengikuti kepada Nabi.

Karena memohon pengampunan kepada Tuhan terhadap ayahnya meskipun faktanya itu adalah musuh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā.10

Jelas Buya Hamka pada Tafsir al-Azhar secara eksplisit bahwa Nabi Ibrāhīm „Alaīh al-salām meminta pengampunan ayahnya kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā, akan tetapi ayahnya tidak menghiraukan apa yang

10 Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan Dari Allah ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jilid 3. terj., Syihabuddin, (Jakarta : Gema Insani Press,1989), 671.

(31)

diperbuat Nabi Ibrāhīm „alīh al-salām. Karena ayah tetap tidak merespon yang dilakukan Nabi Ibrāhīm „Alaīh al-salam untuk menyembah Allah Subḥānahu wa ta‟ālā akan tetapi kembali menyembah patung yg diajar nenek moyang mereka. Nabi Ibrāhīm „Alaīh al-salam tidak pantang menyerah dalam menghadapi musuh-musuh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā.

Dia mengatakan kepada ayahnya dia akan benar-benar meminta pengampunan karena kapasitasnya untuk memohon kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā kekuatannya dekat dengan itu. Namun, setelah itu jaminan tidak puas oleh ayahnya atas meninggalnya agama lamanya.

Pokoknya tidak mengganggu sentimen dan benar-benar berarti Nabi Ibrāhīm „Alaīh al-salam terhadap ayahnya, sepanjang garis-garis ini dia tahu itu tentang ayahnya sebenarnya adalah musuh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā.11

Penjelasan tentang keteladanan amat perlu sekali untuk dikaji lebih dalam, mengingat kasus-kasus perilaku yang kurang baik di masyarakat di zaman sekarang yang patut diperbaiki dari segi akhlak, moral, sopan santun, budi pekerti terutama pendidikan keteladanan. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan Metode Tafsir Tematik dalam kajian ini, guna menghadirkan gambaran yang sistematis dan pemahaman yang utuh mengenai tema keteladanan. Penelitian ini diberi judul: Keteladanan perspektif Hamka dalam kajian Kitab Al-Azhar. Saya mengambil karya Hamka dengan Tafsir al-Azhar sebagai rujukan, karena penulis merasa ingin mengkajinya lagi agar dapat dipahami dengan baik, dengan mufasir tersebut karena sangat bagus untuk dijadikan sebuah penelitian skripsi penulis.

11 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, jilid 9 cet. IV (Singapura Pustaka Nasional PTE ELTD,1999), 7296.

(32)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditulis, permasalahan yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut:

a. Jelaskan penafsiran Buya Hamka dalam kitab tafsirnya mengenai keteladanan ?

b. Apa maksud keteladanan menurut Buya Hamka dalam tafsir al azhar pada Qs. al- Aḥzāb/ 33: 21 dan Qs. al-Mumtaḥanah/ 60: 4 dan 6 tersebut ?

c. Jelaskan istilah keteladanan dalam al-Qur‟an?

d. Bagaimana Buya Hamka dalam memahami cara pandang keteladanan?

e. Apa yang membedakan dengan penafsir lain mengenai maksud keteladanan tersebut ?

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1 Agar dalam penelitian ini tersusun dengan baik dan lebih mendalam maka penulis membatasi masalah dengan melakukan pencarian kata „uswah dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li al- Fᾱż al-Qur‟an al-Karῑm karya Muhammad Fu‟ᾱd „Abd al-Bᾱqῑ dan menemukan 3 ayat yakni: Qs. al- Aḥzāb/ 33: 21, Qs. al- Mumtaḥanah/ 60: 4 dan 6.

2 Dari beberapa identifikasi masalah di atas, peneliti dapat merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : bagaimana Buya Hamka memahami kata „uswah dalam kitab tafsir al-Azhar Qs. al-Aḥzāb/ 33: 21 dan al-Mumtaḥanah ayat 4 dan 6.

(33)

D. Tujuan penelitian

Mengingat definisi masalah, asumsi yang harus dicapai dalam penyelidikan ini, misalnya:

1. Untuk mengetahui jauh dalam memahami arti ayat-ayat keteladanan dari seorang mufassir buya Hamka.

2. Untuk bisa mencontohkan keteladanan yang baik bagi generasi muda khusus bagi para remaja dalam suatu lingkungan pergaulan.

3. Untuk mencontohkan isi Tafsir Qs. al-Aḥzāb/ 33: 21, suatu sikap Nabi Muhammad saw yang teguh dalam pendiriannya.

4. Merubah perilaku dalam pergaulan bebas terhadap suatu lingkungan masyarakat yang suka meresahkan.

5. Untuk memenuhi prasyarat tugas dan keinginan terakhir memperoleh pendidikan perguruan tinggi empat tahun Strata 1 (S1) dari lapangan UIN Syarif Hidayatullah dari tenaga kerja Program Studi Ushuluddin al-Qur'an dan Tafsir

E. Manfaat Penelitian

Menambahkan kontribusi dalam hal kajian dan memahami suatu perkembangan pada al-Qur‟an, khususnya pada ayat-ayat yang menyinggung masalah keteladanan dalam al-Qur‟an, serta menambah Khazanah kepustakaan dan intelektual Islam terutama dalam studi penafsiran al-Qur‟an. Di samping itu, penelitian ini juga dapat berguna sebagai bahan rujukan bagi siapa saja yang ingin meneliti atau mengembangkan penelitiannya secara sempurna.

Manfaat skripsi ini untuk Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir.

peneliti akan melengkapi makna dan arti keteladanan. yang perlu

(34)

dipelajari oleh beberapa orang penelitian sebelumnya, dan menambahkan apa yang belum dipelajari sebelumnya juga.

Adapun kegunaan dari penelitian ini secara non akademik adalah:

1. Agar para pembaca bisa memahami suatu gambaran dan pemahaman tentang keteladanan.

2. Agar Keteladanan yang dikaji mampu diaplikasikan ke setiap orang terutama bagi penulis sendiri.

3. Untuk menambah Khazanah keilmuan serta dapat memahami kandungan ayat al-Qur‟an.

F. Tinjauan Pustaka

Skripsi, Siti Barokatul Amamiyah tentang “Metode Keteladanan („uswah ḥasanah) Dalam Pendidikan Islam Perspektif al-Qur‟an” skripsi ini menjelaskan pendidikan keteladanan prinsip dalam meluruskan penyimpangan moral dan perilaku anak-anak dalam meningkatkan kualitas menuju kemuliaan berakhlak. Sepanjang garis-garis ini, sebagai guru yang sah dan dipercaya oleh wali, dengan berakhlak yang terhormat kemungkinan bahwa anak muda akan tumbuh dengan karakteristik besar sepanjang kehidupan sehari-hari. Pada saat itu jika anak muda dibesarkan dengan teguran dan agresi, dia akan mencari tahu bagaimana untuk menghidupkan kembali dan pertempuran, melainkan anak yang dibesarkan dengan simpati dan dedikasi besar dia akan belajar kesetaraan dan menemukan cinta dalam hidupnya.12

12 Siti Barokatul Amamiya “metode keteladanan (uswah hasanah) dalam pendidikan islam perspektif al-qur‟an” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2015). 20.

(35)

Karya buku Yunan Yusuf dalam bukunya membahas tentang “corak pemikiran kalam Hamka dalam Tafsir al-Azhar”. percakapan ini dalam sejarah hidup Hamka dengan siklus kreatif yang sangat luar biasa dan luar biasa pada Pemahaman al-Azhar oleh Hamka, , penulis menjelaskan yang sangat komprehensif dan cermat, penulisan menguraikan dengan cermat dan nyata akan pemikiran Hamka dalam tafsirnya.13

Artikel, Fachry Ali tentang “Hamka dan Masyarakat Islam Indonesia‟ catatan pendahuluan Riwayat dan Perjuangannya” artikel ini menyimpulkan bahwa Hamka seorang pembaharu Islam di indonesia, dengan berbagai disiplin ilmu yang dimilikinya, Hamka memiliki kredibilitas yang tinggi. Pemahamanya yang luas mengenai agama dan juga pemikiran-pemikiran membuat Hamka menjadi seorang yang berpandangan luas. Hamka adalah seorang ulama yang posisi terdepan dalam masyarakat Islam modern Indonesia yang sedang mengalami proses modernisasi.14

Skripsi, Abdur Rahim tentang “Konsep Akhlak Menurut Hamka (1908-1981)” skripsi ini menjelaskan Kualitas mendalam memiliki pekerjaan besar dalam sistem biologis manusia, setiap perkembangan orang tidak dapat diisolasi dari akhlak yang mengenali orang dari berbagai makhluk.15

13 Yunan Yusuf, M, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar: sebuah Telaah Tentang Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, cet 1 (Jakarta: Pustaka Panjim as, 1990) 35

14 Fachry Ali, “Hamka dan Masyarakat Islam Indonesia: Catatan Pendauluan Riwayat dan peruangannya”. Dalam Majalah Prisma, Februari, 1983, 23 .

15 Abd Rahim, “Konsep Akhlak Menurut Hamka (1908-1981)” ( Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2013). 24.

(36)

Skripsi, Siti lestari tentang “Pemikiran Hamka tentang pendidik dalam pendidikan Islam” jurnal ini menjelaskan tentang pemikiran yang berati proses, perbuatan, cara memikir problem yang memerlukan pemecahan, Hamka merupakan salah satu pemikir pendidikan yang banyak memberikan tawaran-tawaran konsep pendidikan Islam yang benar yaitu yang sejalan dengan al-Qur‟an dan hadis, pendidik dalam Islam adalah orang-orang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik, baik potensi afektif, kognitif (cipta) atau Psikomotorik (karsa).16

Jurnal, Shabahus Surur tentang “Pembaruan Pendidikan Islam Perspektif Hamka” jurnal ini menjelaskan bahwa pembaruan sebuah keharusan. Para Ulama sepakat bahwa pembaruan (tajdid) harus dilakukan agar pokok-pokok ajaran Islam diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat.17

Skripsi, Ahmad Muslim tentang “Corak Penafsiran Tasawuf Hamka (Studi Penafsiran ayat-ayat Tasawuf dalam Tafsir al-Azhar)” Skripsi ini tertuju pada Tasawuf Hamka adalah tasawuf yang dirancang Tafsir Isyari, yaitu tasawuf tergantung pada prinsip-prinsip logis yang tulus dan masuk akal. sama seperti terjemahan pembiaran al-Qur'an dan pemahaman isyari adalah al-Qur'an menggabungkan apa itu zahir dan mental. Pentingnya zahir adalah isi pembicaran al-Qur'an sementara pentingnya jiwa adalah pentingnya tanda menyerupai pemeriksaan magis berdasarkan ruhiyyah riyadhah, atau kegiatan mendalam dengan arah melalui suara batin atau

16 Siti Lestari, “Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan dalam Pendidikan Islam”

(Skripsi S1., Intituts Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2010). 18.

17 Shabah Surur, “pembaruan Pendidikan Islam Perspektif Hamka” . Jurnal, Universitas Darussalam Gontor. Vol. 2, no. 1 (Januari 2009). 25.

(37)

disebut mukasyafah, pertinensi tasawuf Hamka dengan kehidupan saat ini memiliki selaras.18

Jurnal, Usep Taufik Hidayat tentang “Tafsir al-Azhar: Menyelami Kedalaman Tasawuf Hamka” Jurnal ini tidak berkarakter dan istilah tasawuf sepenuhnya namun Hamka hanya mencirikan istilah-istilah yang membutuhkan pengaturan sosial apa adanya. Seperti gagasan tentang tasawuf secara komprehensif dalam sudut pandangnya sendiri, hipotesis Tasawuf tradisional dilengkapi dengan pengaturan sosio kultural masyarakat Jawa dan Melayu saat ini.19

Karya Ilmiah, M. Sirajuddin tentang “Konsep Ulama menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar” karya ilmiah ini menjelaskan tentang ulama itu bukan hanya ahli di bidang pengetahuan agama saja tetapi juga seorang yang ahli mengkaji masalah ilmu agama juga dengan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā .

Imam Faizal dalam skripsinya menjelaskan tentang “Pemikiran Hamka tentang guru” skripsi ini menjelaskan bahwa menurut Hamka guru adalah sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, Hamka lebih menekankan aspek pendidikan jasmani dan rohani.20

18 Ahmad Muslim, “Corak Penafsiran Tasawuf Hamka (Studi Penafsiran Tasawuf Dalam Tafsir Al-Azhar” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2016).

19 Usep Taufik Hidayat, “Tafsir al-Azhar : Menyelami Kedalam Tasawuf Hamka”

Jurnal Fakultas Adab Humaniora, vol. 1, no. 2 (Oktober 2015): 213-215.

20 Imam Faizal, “Pemikiran Hamka tentang Guru” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2016), 15.

(38)

G. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan sebuah karya ilmiah harus menggunakan metodologi penelitian. Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan telah disusun tercapai secara optimal.21

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam pengumpulan data, jenis penulis ini library research yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur- literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada sehingga diperoleh data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan masalah yang dipecahkan.22Adapun teknik penulisan skripsi ini merujuk kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Artikel, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber data

Dalam penyelidikan, jelas, pencipta menggunakan dua sumber informasi, yang terdiri dari sumber informasi penting dan sumber informasi tambahan.

a. Sumber informasi mendasar data primer23 dalam menulis sebuah skripsi ini perlu merujuk kepada sebuah kitab suci al-

21 Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta Kencana Prenada Media Group, 2008), 147.

22 Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003), 27.

23 “Sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau pihak pertama. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab riset atau penelitian,” Diakses 25 November 2017. http://accounting- media.blogspot.co.id/2014/06/data-primer-dan-data-sekunder.html?m=1

(39)

Qur‟an dan hadits yang berkaitan dengan ayat-ayat keteladanan. Adapun literatur pokok yang menjadi acuan dalam penelitian ini merujuk pada kitab tafsir al-Azhar karya Hamka

b. Pokok sumber data sekunder24 dalam sebuah penelitian ini penulis perlu merujuk pada kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li al- Fᾱż al-Qur‟an al-Karῑm pada karya Muḥammad Fu‟ᾱd „Abd al- Bᾱqῑ kamus-kamus bahasa Arab, ensiklopedi, dan merujuk pada buku-buku, jurnal, tesis, disertasi, artikel, dan makalah yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis bahas.

3. Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini, setelah mengumpulkan data-data dari sumber primer dan sekunder, penulis perlu mencoba mengolah data tersebut dengan menggunakan metode tematik25. Penulis menggunakan metode tematik karena penulis mengumpulkan ayat-ayat terlebih dahulu, kemudian penulis menganalisisnya.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan merupakan hal yang penting karena mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing- masing bab yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksud agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyusunan dan tidak keluar dari pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut:

24 Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab riset atau penelitian,” Diakses 25 November 2017, http://accounting- media.blogspot.co.id/2014/06/data-primer-dan-data-sekunder.html?m=1

25 „Abd al-Hayy al-Farmᾱwi, Al-Bidᾱyah fi al-Tafsir al-Mauḏū‟i: Dirasah Manhajiyyah Mau ḏiyyah (Cairo: Al-Hadharah al-„Arabiyyah, 1977), 23.

(40)

Bab I berisikan pendahuluan. Bab ini dimulai dari latar belakang masalah, Identifikasi masalah dan batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan penelitian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, berisi tentang gambaran umum konsep keteladanan yang meliputi berupa pengertian keteladanan, macam-macam keteladanan, tujuan dan manfaat keteladanan.

Bab III, berisi tentang biografi Hamka lalu seputar kehidupan buya Hamka dan karya-karyanya seperti karya kitab tafsirnya al-Azhar, historis kitab tafsir al-Azhar, sumber dan metode penafsiran kitab tafsir al-Azhar, corak dan sistematika penafsiran kitab tafsir al-Azhar

Bab IV, berisi tentang Analisis makna kata khusus keteladanan dalam kitab Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka pada surah al-Aḥzāb ayat:21 dan surah al-Mumtahanah ayat 4 dan 6.

Bab V, hasil akhir atau penutup dari penelitian skripsi ini, yang merupakan kesimpulan yaitu jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah serta berikan saran-saran mengenai penelitian yang dapat dilakukan untuk mengisi kekosongan dan kekurangan pada penelitian yang terkait.

(41)

17 BAB II

TEORI KETELADANAN SECARA UMUM A. Pengertian keteladanan

Dalam hal pandangan linguistik, "keteladanan" dasar kata adalah

"teladan" dalam arti itu contoh, sesuatu yang patut ditiru karena itu baik, seperti halnya dengan perilaku, perbuatan dan kata-kata. Kemudian kata

"contoh" diberikan dengan awalan "ke" dan akhiran "an", sehingga menjadi kata "ketegasan" yang berarti sesuatu yang memberi contoh atau contoh yang patut ditiru dalam kebaikan. Tetapi dalam bahasa Arab contohnya berasal dari kata qudwah. Menurut Yahyā Jalāludin, qudwah berarti „uswah, yaitu ikutan, mengikuti seperti yang diikuti.1

Seperti halnya di dalam al-Qur‟an kata teladan diibaratkan dengan kata-kata „uswah yang kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padangan kata ‟uswah ḥasanah yang berarti teladan yang baik.

Dalam al-Qur'an kata uswah dalam beberapa ayat al-Qur'an melekat pada sikap dan tindakan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm (Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm) juga sering melekat pada Nabi Ibrāhīm Alaīhi al-salām untuk menegaskan keakuratan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm pada, kemudian menjelaskan tindakan yang yang memiliki nilai positif Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm yang terkandung dalam beberapa ayat dalam al-Qur'an. Ada juga keberadaan yamg yang dimaksud oleh Heri Jauhari Muchtar, keteladanan adalah suatu

1 A. Zainal Abidin, Memperkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 96

(42)

bentuk pengajaran dalam sebuah memberikan contoh yang baik kepada peserta didiknya tersebut, Baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.2

‟Abdūllah Nāṣiḥ ‟Ulwᾱn keteladan adalah jenis instruksi yang kuat untuk anak-anak dalam menumbuhkan penemuan seorang guru. Abdullah

‟Abdūllah Nāṣiḥ ‟Ulwᾱn juga membangun penilaiannya dengan pertikaian dari Charles Schaefer, kehadiran sinyal non verbal yang signifikan dan memberikan ilustrasi peniruan yang masuk akal. Menurut Nur Uhbiyati dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menuliskan bahwa metode yang cukup besar pengaruhnya dalam mendidik anak adalah metode pemberian contoh dan teladan.3

Sepanjang garis-garis ini alasan prinsip-prinsip adalah untuk mengajar anak-anak dengan menetapkan model asli („uswah ḥasanah) untuk menjadi contoh yang baik yang layak dalam kata-kata, mentalitas dan hal-hal yang mengandung besar. sejak di sekolah Islam yang diinstruksikan kepada anak muda untuk berdampak besar yang dia edukasi.

Dalam hal ketegasan, itu akan menimbulkan kepribadian sensitif untuk melakukan ketaatan. karena anak melihat sudut pandang orang- orang di sekitarnya seseorang yang dikagumi dan diidolakan. Karena tidak akan terpengaruh oleh karakter fiksi yang disajikan oleh media televisi, karena ayah dan ibu adalah panutan yang baik agar dapat menjadikan anak yang saleh dan sholehah.

Selain itu, keteladan akan memunculkan kepribadian yang peka dalam menjalankan ketaatan. Hal ini disebabkan anak melihat orang-orang

2 Heri jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, cet. I, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2005), 224.

3 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:Pustaka Setia, 1999), 117.

(43)

yang sekitarnya adalah pribadi yang dikagumi dan diidolakan. Anak tidak akan terpengaruh dengan tokoh fiktif yang dihadirkan oleh media televisi, karena ayah dan ibunya lah menjadi panutan anak dalam kesalehan.

Dengan demikian proses pendidikan akan berjalan dengan penuh makna jika kedisiplinan dalam ibadah misalnya, akan terlihat dari orang tuanya yang bersegera shalat saat mendengar adzan. Ayahnya segera bergegas pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjama‟ah. Ibu segera menghentikan segala aktivitas untuk menunaikan kewajiban dengan penuh kerelaan. Hal ini akan menjadikan anak begitu antusias meniru kebiasaan tersebut, terlebih jika pendidikan keteladanan ini diberlakukan sejak anak usia dini. Sebab anak akan memiliki kemampuan untuk menyerap pemahaman lebih kuat dan membekas. Sehingga orang tua diharapkan untuk selalu memberikan apresiasi positif kepada anak, baik melalui pujian maupun melalui teladan yang baik.

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling menyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak pada diri anak. Hal ini dikarenakan pendidikan keteladanan merupakan metode mudah dalam pandangan anak, yang akan ditiru dalam tindakannya, bahkan akan terpatri dalam jiwa dan perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya.4

Sekolah Islam memiliki teknik rata-rata dalam menerapkan ide ideal yang diinstruksikan dalam interaksi instruktif. Pelajaran tersebut didapat dari ungkapan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dan hadis. Dalam hal sekolah yang harus dilakukan untuk memahami akuisisi, dalam satu muslim persyaratan untuk mengamati standar Islam dengan baik. Karena dengan akurasi ini anak akan mendapatkan dari perbuatan yang layak baginya.

4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. V (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), 174.

(44)

Agar supaya anak akan cenderung mengingat sesuatu yang dapat mempengaruhi jiwanya. Seseorang pun akan mudahnya melupakan sesuatu yang didengarkannya dan dilihatnya. Akan tetapi tidak dengan sesuatu yang berkesan di dalam hatinya. Sebab keteladanan adalah metode utama dalam sebuah pendidikan. Terutama sebagai ayah dan ibunya yang menginginkan anak-anaknya terbaik, maka dari itu perlu menjadikan contohkan yang terbaik terlebih dahulu.5

Dalam sebuah pendidikan Islam, metode keteladanan perlu lebih banyak diberikan dalam suatu bentuk tindakan. dikarenakan, keimanan pada seseorang adalah suatu keberhasilan, agar dapat melakukan dengan sebuah praktek (pengamalan) baik dalam suatu kegiatan ubudiyah maupun dalam muamalah diantara manusia.6 Adapun buah dari sebuah ilmu yang didapat adalah sebuah kesalahan. Begitu juga dengan anak-anak dapat memiliki sebuah konsep mengenai dunia bagaimana hidup dan bertumbuh tersebut dari ide-ide yang diasosiasikan nya pada suatu objek tertentu dan dengan kegiatan-kegiatan yang positif terdapat di sekitarnya.7 Oleh sebab itu anak-anak cenderung dengan menjadikan keadaan sekitar menjadi bahan belajar. Tentunya dalam hal aktivitas yang dialami, seperti perkataan yang didengar, dan tindakan yang mereka terima dari berbagai orang yang ada di sekitarnya akan tercermin dalam sikap kepribadiannya.

Dalam sebuah mendidik perlunya untuk memberikan contoh sebab dengan halnya itulah cara yang paling banyak meninggalkan kesan.8

5 Saiful falah, Parents Power “Membangun karakter Anak melalui Pendidikan Keluarga (Jakarta: epublika, 2014), 246.

6 Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cet. II (Bandung:CV Pustaka Setia, 2001), 182.

7 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, cet ke-5 ( Jakarta:

bumi Aksara, 2011), , 44.

8 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, cet. 1 (Jakarta: Al-Huda, 2006) , 307.

(45)

keteladanan hal menjadi magnet untuk menarik perhatian yang diikuti oleh anak disebabkan dengan melihat figur yang menjadi suatu sumber utama agar mengajarkan kebaikan.

Dengan Keteladanan tersebut adalah suatu metode utama di samping cara yang lainnya dalam sebuah pendidikan Islam, suatu yang dapat dijadikan untuk media pendidikan, dengan memperoleh secara efektif agar dapat membentuk suatu kepribadian anak didiknya menjadi suatu yang berakhlak mulia. Karena Keteladanan itu dapat disebut dengan suri teladan. Pada ayat al-Qur‟an terdapat sebuah kata dengan uswah yang mana makna sifat itu di belakangnya, seperti hasanah yang berarti baik, sehingga mengandung kata ungkapan „uswah ḥasanah yang berarti suri teladan yang baik.9

Dalam sebuah Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang dapat dipahami serta dikembangkan dari beberapa pengajaran dan nilai-nilai fundamental yang mana terkandung pada sumber dasarnya yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah. Karena itu pendidikan Islam berupa pemikiran dan teori pendidikan yang dibangun dari sumber-sumber tersebut.10 Adapun dengan ada dua sumber tersebut yakni al-Qur‟an dan al-Sunnah, mereka juga mengikuti kesepakatan musyawarah para ulama, serta warisan sejarah Islam.11

Keteladanan merupakan sebuah pendidikan metode yang sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dalam

9 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 95.

10 Al-Maghribi Ibn al-Said al-Maghribi, Beginilah seharusnya Mendidik Anak, cet.

V (Jakarta: Darul Haq, 2007), 131.

11 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 95.

(46)

membentuk aspek moral, spirit, dan etos sosial pada anak. Oleh sebab itu pendidik merupakan figur terbaik dalam hal pandangan anak, yang tindak tanduk, sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru anak.

Dalam hal ini al-‟Imᾱm al-Ghᾱzalī berpendapat, pada sebuah kitabnya Ihyᾱ ‟Ulūmuddīn bahwasannya mensejajarkan para pendidik dengan deretan para Nabi, sebagaimana yang artinya adalah:

“Makhluk Allah yang paling utama di atas bumi adalah manusia yang paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk memperbaiki, membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā. Maka mengajarkan ilmu adalah ibadah dan pemenuhan khalifah Allah, bahkan merupakan tugas kekhalifahan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā yang paling utama.”

B. Makna Dasar Keteladanan

Setiap manusia pada dasarnya diberikan oleh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā itu kemampuan berpikir (akal) dalam hal meniru atau mengikuti suatu tindakan, khususnya teruntuk anak kecil yang sangat perlu adanya arahan dan bimbingan dalam suatu perbuatan. Sebab anak kecil akan melihat dan mengamati segala bentuk dari sikap perilaku, perbuatan, dan tindakan ketika apa yang dia temui.

Adapun yang diajarkan dalam Islam, dari sebuah peletak manhaj langit yang memiliki sebagai mukjizat bagi hamba-hamba pilihan-Nya.

Seperti Nabi dan Rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah langit kepada umat yang memiliki suatu yang disifati dengan kesempurnaan jiwa, akhlak dan akal yang tinggi, sebab orang-orang dapat menjadikannya suatu rujukan, mengikutinya, belajar, serta dapat mencontohnya dalam kemuliaan dan ketinggian akhlak. Karena itu Allah Subḥānahu wa ta‟ālā mengutus Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm untuk menjadi

(47)

keteladanan yang baik sepanjang sejarah untuk muslimin dan seluruh umat manusia.12

Allah Subḥānahu wa ta‟ālā berfirman:

ىهٌللّا ىرىكىذىك ىرًخهٍلْا ىـٍوىػيٍلاىك ىهٌللّا اويجٍرىػي ىفاىك ٍنىمًٌل هةىنىسىح هةىوٍسيا ًهٌللّا ًؿٍويسىر ًٍفِ ٍميكىل ىفاىك ٍدىقىل

انرٍػيًثىك ّ

Sesungguhnya telah ada pada (diri) ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Qs. al-Aḥzāb/ 33: 21).13

Pada ayat tersebut Allah Subḥānahu wa ta‟ālā memberikan contoh istimewa kepada Nabi Muhammad, yaitu suatu gambaran sempurna tentang manhaj dalam metode Islam. Agar bertujuan untuk menjadikan suatu gambaran hidup yang kekal dengan keagungan pada kesempurnaan akhlaknya bagi setiap generasi-generasi setelahnya.14

Mengenai penjelasan pada ayat tersebut juga tentang suatu bukti yang jelas bahwa Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm sebagai pendidik memberikan teladan nyata kepada para sahabat pada saat perang Aḥzāb. Ketika perang Aḥzāb juga Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm, memberikan contoh keteguhan dan kekuatan dalam kebaikan.

Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm ketika itu menggali parit dengan cangkul serta mengangkut debu dan tanah dengan alat pikul.15

12 ‟Abdūllah Nᾱshiḥ ‟Ulwᾱn, Pendidikan Anak dalam Islam (Solo: Insan Kamil, 2013), 516.

13 Kementerian Agama R.I, Al-Qur‟an Kemenag (Jakarta: Departemen Agama, 2009), 420.

14 ‟Abdūllah Nᾱshiḥ ‟Ulwᾱn, Pendidikan Anak dalam Islam, 517.

15 Sayyid Qutb, Tafsir Fī Zhilᾱlil Qur‟an, jilid ke 9 (Jakarta: Gema Insani, 2003), 240.

(48)

Suatu hal teladan yang diajarkan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm kala itu dapat dipastikan adanya kekuatan yang muncul dalam jiwa para sahabat melihat kesungguhan rasul-Nya. Tentunya adalah hal yang dapat membawa kesemangatan tinggi sebab dapat berpengaruh ke dalam jiwa-jiwa kaum muslimin. Oleh karena dengan kekuatan keimanan mereka juga mewarnai jiwa kaum muslimin lainnya akan pentingnya suatu semangat, untuk rela berkorban, yakin dan memiliki jiwa yang perkasa.

Tentunya juga Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm seorang pemimpin dan pendidik yang memberikan contoh dalam suatu perbuatan nyata seperti suatu bentuk perintah kepada para sahabatnya dalam bersungguh-sungguh menggali parit sebagai benteng pertahanan kaum muslimin. Adapun hal itu yang seharusnya pendidik mencontohkan sikap nyata dalam menjalankan kebaikan. Tetapi bukan sebaliknya memberikan perintah dan instruksi belaka. Dengan diiringi dengan sikap langsung dan bersegera dalam menjalankannya. Karena sebab itu dapat berujung dengan suatu kemalasan dan sikap acuh seorang anak saat ketika mendengar kebaikan. Oleh sebab itu orang tuanya sebagai pendidik dapat mengamalkan secara langsung dengan perbuatan.

Dalam sebuah pendidikan Islam yang bersumber pada al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua sumber tersebut. Sebab pada al-Qur‟an juga mengenai keteladanan dapat diistilahkan dengan kata „uswah, kata ini hanya ada di beberapa ayat seperti halnya :

ًٌل هةىنىسىح هةىوٍسيا ًهٌللّا ًؿٍويسىر ًٍفِ ٍميكىل ىفاىك ٍدىقىل ىهٌللّا ىرىكىذىك ىرًخهٍلْا ىـٍوىػيٍلاىك ىهٌللّا اويجٍرىػي ىفاىك ٍنىم

انرٍػيًثىك ّ

”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang

Referensi

Dokumen terkait

Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. Ayat di atas merupakan dalil naqli dari diwajibkannya

Metode yang digunakan dalam pendidikan akhlak adalah ceramah, demonstrasi, dan keteladanan, yang semua itu bersumber pada tiga hal juga, yaitu dari Allah, panduan

Kalimat min nafs w ā h}idah dalam al-Qur’an menurut Tafsir Al-Azhar memiliki dua tujuan yaitu pertama hendaklah manusia bertaqwa kepada Allah karena sesungguhnya orang

Banyak ulama memahami ayat ini berbicara tentang orang-orang munafik, bukan saja karena dalam ayat ini dilukiskan keadaan mereka lebih takut kepada manusia dari

Ayat ini (QS Yunus/10:17), 271 memberi peringatan terhadap orang yang paling zalim yakni yang mendustakan Allah dan ayat-ayat-Nya dengan pembalasan yang setimpal yaitu

Dikatakan sombong karena mereka mengetahui bahwa Allah swt., itu adalah Tuhan Yang Maha Kaya, Tuhan Yang Maha Memiliki dan Maha Pemberi, tetapi manusia itu ada yang tidak

Menurut penulis, langkah Hamka yang menafsir satu ayat sekaligus, dan tidak memenggalnya menjadi beberapa penggalan, lebih tepat dan efektif bagi para pembaca Indonesia,

Pada ayat ini sikap cinta terhadap dunia teutama pada kegilaan akan harta benda membuat kelalaian waktu hanya untuk memeneuhi kebutuhan duniawi hingga lalai dan jauh dari ibadah, segala