• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

H. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan merupakan hal yang penting karena mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing-masing bab yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksud agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyusunan dan tidak keluar dari pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut:

24 Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab riset atau penelitian,” Diakses 25 November 2017, http://accounting-media.blogspot.co.id/2014/06/data-primer-dan-data-sekunder.html?m=1

25 „Abd al-Hayy al-Farmᾱwi, Al-Bidᾱyah fi al-Tafsir al-Mauḏū‟i: Dirasah Manhajiyyah Mau ḏiyyah (Cairo: Al-Hadharah al-„Arabiyyah, 1977), 23.

Bab I berisikan pendahuluan. Bab ini dimulai dari latar belakang masalah, Identifikasi masalah dan batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan penelitian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, berisi tentang gambaran umum konsep keteladanan yang meliputi berupa pengertian keteladanan, macam-macam keteladanan, tujuan dan manfaat keteladanan.

Bab III, berisi tentang biografi Hamka lalu seputar kehidupan buya Hamka dan karya-karyanya seperti karya kitab tafsirnya al-Azhar, historis kitab tafsir al-Azhar, sumber dan metode penafsiran kitab tafsir al-Azhar, corak dan sistematika penafsiran kitab tafsir al-Azhar

Bab IV, berisi tentang Analisis makna kata khusus keteladanan dalam kitab Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka pada surah al-Aḥzāb ayat:21 dan surah al-Mumtahanah ayat 4 dan 6.

Bab V, hasil akhir atau penutup dari penelitian skripsi ini, yang merupakan kesimpulan yaitu jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah serta berikan saran-saran mengenai penelitian yang dapat dilakukan untuk mengisi kekosongan dan kekurangan pada penelitian yang terkait.

17 BAB II

TEORI KETELADANAN SECARA UMUM A. Pengertian keteladanan

Dalam hal pandangan linguistik, "keteladanan" dasar kata adalah

"teladan" dalam arti itu contoh, sesuatu yang patut ditiru karena itu baik, seperti halnya dengan perilaku, perbuatan dan kata-kata. Kemudian kata

"contoh" diberikan dengan awalan "ke" dan akhiran "an", sehingga menjadi kata "ketegasan" yang berarti sesuatu yang memberi contoh atau contoh yang patut ditiru dalam kebaikan. Tetapi dalam bahasa Arab contohnya berasal dari kata qudwah. Menurut Yahyā Jalāludin, qudwah berarti „uswah, yaitu ikutan, mengikuti seperti yang diikuti.1

Seperti halnya di dalam al-Qur‟an kata teladan diibaratkan dengan kata-kata „uswah yang kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padangan kata ‟uswah ḥasanah yang berarti teladan yang baik.

Dalam al-Qur'an kata uswah dalam beberapa ayat al-Qur'an melekat pada sikap dan tindakan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm (Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm) juga sering melekat pada Nabi Ibrāhīm Alaīhi al-salām untuk menegaskan keakuratan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm pada, kemudian menjelaskan tindakan yang yang memiliki nilai positif Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm yang terkandung dalam beberapa ayat dalam al-Qur'an. Ada juga keberadaan yamg yang dimaksud oleh Heri Jauhari Muchtar, keteladanan adalah suatu

1 A. Zainal Abidin, Memperkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 96

bentuk pengajaran dalam sebuah memberikan contoh yang baik kepada peserta didiknya tersebut, Baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.2

‟Abdūllah Nāṣiḥ ‟Ulwᾱn keteladan adalah jenis instruksi yang kuat untuk anak-anak dalam menumbuhkan penemuan seorang guru. Abdullah

‟Abdūllah Nāṣiḥ ‟Ulwᾱn juga membangun penilaiannya dengan pertikaian dari Charles Schaefer, kehadiran sinyal non verbal yang signifikan dan memberikan ilustrasi peniruan yang masuk akal. Menurut Nur Uhbiyati dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menuliskan bahwa metode yang cukup besar pengaruhnya dalam mendidik anak adalah metode pemberian contoh dan teladan.3

Sepanjang garis-garis ini alasan prinsip-prinsip adalah untuk mengajar anak-anak dengan menetapkan model asli („uswah ḥasanah) untuk menjadi contoh yang baik yang layak dalam kata-kata, mentalitas dan hal-hal yang mengandung besar. sejak di sekolah Islam yang diinstruksikan kepada anak muda untuk berdampak besar yang dia edukasi.

Dalam hal ketegasan, itu akan menimbulkan kepribadian sensitif untuk melakukan ketaatan. karena anak melihat sudut pandang orang-orang di sekitarnya seseorang-orang yang dikagumi dan diidolakan. Karena tidak akan terpengaruh oleh karakter fiksi yang disajikan oleh media televisi, karena ayah dan ibu adalah panutan yang baik agar dapat menjadikan anak yang saleh dan sholehah.

Selain itu, keteladan akan memunculkan kepribadian yang peka dalam menjalankan ketaatan. Hal ini disebabkan anak melihat orang-orang

2 Heri jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, cet. I, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2005), 224.

3 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:Pustaka Setia, 1999), 117.

yang sekitarnya adalah pribadi yang dikagumi dan diidolakan. Anak tidak akan terpengaruh dengan tokoh fiktif yang dihadirkan oleh media televisi, karena ayah dan ibunya lah menjadi panutan anak dalam kesalehan.

Dengan demikian proses pendidikan akan berjalan dengan penuh makna jika kedisiplinan dalam ibadah misalnya, akan terlihat dari orang tuanya yang bersegera shalat saat mendengar adzan. Ayahnya segera bergegas pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjama‟ah. Ibu segera menghentikan segala aktivitas untuk menunaikan kewajiban dengan penuh kerelaan. Hal ini akan menjadikan anak begitu antusias meniru kebiasaan tersebut, terlebih jika pendidikan keteladanan ini diberlakukan sejak anak usia dini. Sebab anak akan memiliki kemampuan untuk menyerap pemahaman lebih kuat dan membekas. Sehingga orang tua diharapkan untuk selalu memberikan apresiasi positif kepada anak, baik melalui pujian maupun melalui teladan yang baik.

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling menyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak pada diri anak. Hal ini dikarenakan pendidikan keteladanan merupakan metode mudah dalam pandangan anak, yang akan ditiru dalam tindakannya, bahkan akan terpatri dalam jiwa dan perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya.4

Sekolah Islam memiliki teknik rata-rata dalam menerapkan ide ideal yang diinstruksikan dalam interaksi instruktif. Pelajaran tersebut didapat dari ungkapan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dan hadis. Dalam hal sekolah yang harus dilakukan untuk memahami akuisisi, dalam satu muslim persyaratan untuk mengamati standar Islam dengan baik. Karena dengan akurasi ini anak akan mendapatkan dari perbuatan yang layak baginya.

4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. V (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), 174.

Agar supaya anak akan cenderung mengingat sesuatu yang dapat mempengaruhi jiwanya. Seseorang pun akan mudahnya melupakan sesuatu yang didengarkannya dan dilihatnya. Akan tetapi tidak dengan sesuatu yang berkesan di dalam hatinya. Sebab keteladanan adalah metode utama dalam sebuah pendidikan. Terutama sebagai ayah dan ibunya yang menginginkan anak-anaknya terbaik, maka dari itu perlu menjadikan contohkan yang terbaik terlebih dahulu.5

Dalam sebuah pendidikan Islam, metode keteladanan perlu lebih banyak diberikan dalam suatu bentuk tindakan. dikarenakan, keimanan pada seseorang adalah suatu keberhasilan, agar dapat melakukan dengan sebuah praktek (pengamalan) baik dalam suatu kegiatan ubudiyah maupun dalam muamalah diantara manusia.6 Adapun buah dari sebuah ilmu yang didapat adalah sebuah kesalahan. Begitu juga dengan anak-anak dapat memiliki sebuah konsep mengenai dunia bagaimana hidup dan bertumbuh tersebut dari ide-ide yang diasosiasikan nya pada suatu objek tertentu dan dengan kegiatan-kegiatan yang positif terdapat di sekitarnya.7 Oleh sebab itu anak-anak cenderung dengan menjadikan keadaan sekitar menjadi bahan belajar. Tentunya dalam hal aktivitas yang dialami, seperti perkataan yang didengar, dan tindakan yang mereka terima dari berbagai orang yang ada di sekitarnya akan tercermin dalam sikap kepribadiannya.

Dalam sebuah mendidik perlunya untuk memberikan contoh sebab dengan halnya itulah cara yang paling banyak meninggalkan kesan.8

5 Saiful falah, Parents Power “Membangun karakter Anak melalui Pendidikan Keluarga (Jakarta: epublika, 2014), 246.

6 Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cet. II (Bandung:CV Pustaka Setia, 2001), 182.

7 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, cet ke-5 ( Jakarta:

bumi Aksara, 2011), , 44.

8 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, cet. 1 (Jakarta: Al-Huda, 2006) , 307.

keteladanan hal menjadi magnet untuk menarik perhatian yang diikuti oleh anak disebabkan dengan melihat figur yang menjadi suatu sumber utama agar mengajarkan kebaikan.

Dengan Keteladanan tersebut adalah suatu metode utama di samping cara yang lainnya dalam sebuah pendidikan Islam, suatu yang dapat dijadikan untuk media pendidikan, dengan memperoleh secara efektif agar dapat membentuk suatu kepribadian anak didiknya menjadi suatu yang berakhlak mulia. Karena Keteladanan itu dapat disebut dengan suri teladan. Pada ayat al-Qur‟an terdapat sebuah kata dengan uswah yang mana makna sifat itu di belakangnya, seperti hasanah yang berarti baik, sehingga mengandung kata ungkapan „uswah ḥasanah yang berarti suri teladan yang baik.9

Dalam sebuah Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang dapat dipahami serta dikembangkan dari beberapa pengajaran dan nilai-nilai fundamental yang mana terkandung pada sumber dasarnya yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah. Karena itu pendidikan Islam berupa pemikiran dan teori pendidikan yang dibangun dari sumber-sumber tersebut.10 Adapun dengan ada dua sumber tersebut yakni al-Qur‟an dan al-Sunnah, mereka juga mengikuti kesepakatan musyawarah para ulama, serta warisan sejarah Islam.11

Keteladanan merupakan sebuah pendidikan metode yang sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dalam

9 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 95.

10 Al-Maghribi Ibn al-Said al-Maghribi, Beginilah seharusnya Mendidik Anak, cet.

V (Jakarta: Darul Haq, 2007), 131.

11 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 95.

membentuk aspek moral, spirit, dan etos sosial pada anak. Oleh sebab itu pendidik merupakan figur terbaik dalam hal pandangan anak, yang tindak tanduk, sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru anak.

Dalam hal ini al-‟Imᾱm al-Ghᾱzalī berpendapat, pada sebuah kitabnya Ihyᾱ ‟Ulūmuddīn bahwasannya mensejajarkan para pendidik dengan deretan para Nabi, sebagaimana yang artinya adalah:

“Makhluk Allah yang paling utama di atas bumi adalah manusia yang paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk memperbaiki, membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā. Maka mengajarkan ilmu adalah ibadah dan pemenuhan khalifah Allah, bahkan merupakan tugas kekhalifahan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā yang paling utama.”

B. Makna Dasar Keteladanan

Setiap manusia pada dasarnya diberikan oleh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā itu kemampuan berpikir (akal) dalam hal meniru atau mengikuti suatu tindakan, khususnya teruntuk anak kecil yang sangat perlu adanya arahan dan bimbingan dalam suatu perbuatan. Sebab anak kecil akan melihat dan mengamati segala bentuk dari sikap perilaku, perbuatan, dan tindakan ketika apa yang dia temui.

Adapun yang diajarkan dalam Islam, dari sebuah peletak manhaj langit yang memiliki sebagai mukjizat bagi hamba-hamba pilihan-Nya.

Seperti Nabi dan Rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah langit kepada umat yang memiliki suatu yang disifati dengan kesempurnaan jiwa, akhlak dan akal yang tinggi, sebab orang-orang dapat menjadikannya suatu rujukan, mengikutinya, belajar, serta dapat mencontohnya dalam kemuliaan dan ketinggian akhlak. Karena itu Allah Subḥānahu wa ta‟ālā mengutus Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm untuk menjadi

keteladanan yang baik sepanjang sejarah untuk muslimin dan seluruh umat manusia.12

Allah Subḥānahu wa ta‟ālā berfirman:

ىهٌللّا ىرىكىذىك ىرًخهٍلْا ىـٍوىػيٍلاىك ىهٌللّا اويجٍرىػي ىفاىك ٍنىمًٌل هةىنىسىح هةىوٍسيا ًهٌللّا ًؿٍويسىر ًٍفِ ٍميكىل ىفاىك ٍدىقىل

انرٍػيًثىك ّ

Sesungguhnya telah ada pada (diri) ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Qs. al-Aḥzāb/ 33: 21).13

Pada ayat tersebut Allah Subḥānahu wa ta‟ālā memberikan contoh istimewa kepada Nabi Muhammad, yaitu suatu gambaran sempurna tentang manhaj dalam metode Islam. Agar bertujuan untuk menjadikan suatu gambaran hidup yang kekal dengan keagungan pada kesempurnaan akhlaknya bagi setiap generasi-generasi setelahnya.14

Mengenai penjelasan pada ayat tersebut juga tentang suatu bukti yang jelas bahwa Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm sebagai pendidik memberikan teladan nyata kepada para sahabat pada saat perang Aḥzāb. Ketika perang Aḥzāb juga Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm, memberikan contoh keteguhan dan kekuatan dalam kebaikan.

Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm ketika itu menggali parit dengan cangkul serta mengangkut debu dan tanah dengan alat pikul.15

12 ‟Abdūllah Nᾱshiḥ ‟Ulwᾱn, Pendidikan Anak dalam Islam (Solo: Insan Kamil, 2013), 516.

13 Kementerian Agama R.I, Al-Qur‟an Kemenag (Jakarta: Departemen Agama, 2009), 420.

14 ‟Abdūllah Nᾱshiḥ ‟Ulwᾱn, Pendidikan Anak dalam Islam, 517.

15 Sayyid Qutb, Tafsir Fī Zhilᾱlil Qur‟an, jilid ke 9 (Jakarta: Gema Insani, 2003), 240.

Suatu hal teladan yang diajarkan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm kala itu dapat dipastikan adanya kekuatan yang muncul dalam jiwa para sahabat melihat kesungguhan rasul-Nya. Tentunya adalah hal yang dapat membawa kesemangatan tinggi sebab dapat berpengaruh ke dalam jiwa-jiwa kaum muslimin. Oleh karena dengan kekuatan keimanan mereka juga mewarnai jiwa kaum muslimin lainnya akan pentingnya suatu semangat, untuk rela berkorban, yakin dan memiliki jiwa yang perkasa.

Tentunya juga Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm seorang pemimpin dan pendidik yang memberikan contoh dalam suatu perbuatan nyata seperti suatu bentuk perintah kepada para sahabatnya dalam bersungguh-sungguh menggali parit sebagai benteng pertahanan kaum muslimin. Adapun hal itu yang seharusnya pendidik mencontohkan sikap nyata dalam menjalankan kebaikan. Tetapi bukan sebaliknya memberikan perintah dan instruksi belaka. Dengan diiringi dengan sikap langsung dan bersegera dalam menjalankannya. Karena sebab itu dapat berujung dengan suatu kemalasan dan sikap acuh seorang anak saat ketika mendengar kebaikan. Oleh sebab itu orang tuanya sebagai pendidik dapat mengamalkan secara langsung dengan perbuatan.

Dalam sebuah pendidikan Islam yang bersumber pada al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua sumber tersebut. Sebab pada al-Qur‟an juga mengenai keteladanan dapat diistilahkan dengan kata „uswah, kata ini hanya ada di beberapa ayat seperti halnya :

ًٌل هةىنىسىح هةىوٍسيا ًهٌللّا ًؿٍويسىر ًٍفِ ٍميكىل ىفاىك ٍدىقىل ىهٌللّا ىرىكىذىك ىرًخهٍلْا ىـٍوىػيٍلاىك ىهٌللّا اويجٍرىػي ىفاىك ٍنىم

انرٍػيًثىك ّ

”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang

mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Qs. al-Aḥzāb / 33: 21)16

ًٍفِ هةىنىسىح هةىوٍسيا ٍميكىل ٍتىناىك ٍدىق

Alaīhi al-salām dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,” kecuali perkataan Ibrāhīm Alaīhi al-salām kepada ayahnya, ”Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, namun aku sama sekali tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu.” (Ibrāhīm Alaīhi al-salām berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”, (Qs. al-Mumtaḥanah/ 60: 4)17

اويجٍرىػي ىفاىك ٍنىمًٌل هةىنىسىح هةىوٍسيا ٍمًهٍيًف ٍميكىل ىفاىك ٍدىقىل ىرًخهٍلْا ىـٍوىػيٍلاىك ىهٌللّا

َّفًاىف َّؿىوىػتَّػي ٍنىمىك ّ

يدٍيًمىٍلحا ًنِىغٍلا ىويى ىهٌللّا

“Sungguh, pada mereka itu (Ibrāhīm Alaīhi al-salām dan umatnya) terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian, dan barangsiapa berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha kaya, Maha Terpuji.” (Qs. al-Mumtaḥanah/ 60 : 6) 18

Dari ayat tersebut juga nampak sebuah kata “„uswah” yang selalu digandengkan dengan sesuatu hal yang baik “ḥasanah” tentunya dapat digambarkan suatu hal yang baik.

16 Kementerian Agama R.I, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, 614.

17 Kementerian Agama R.I, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, 810.

18 Kementerian Agama R.I, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, 811.

Karena Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm sebagai pembawa risalah Islam juga sebagai teladan yang baik bagi umatnya. Nabi Muhammad, dalam berbagai kesempatan selalu terlebih dahulu mempraktikkan semua ajaran yang disampaikan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā, sebelum menyampaikan kepada umatnya. Sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah atau menuduh bahwa Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm, hanya pandai bicara saja.

Ada pun kata sebuah “uswah” juga menjadi suatu pemikat, umat muslim yang menjauhi semua larangannya disampaikan dengan mengamalkan semua tuntutan yang diperintah oleh Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm, seperti halnya dalam melaksanakan suatu perintah seperti shalat, puasa, nikah, dan lain-lainya.19

C. Macam-macam Keteladanan

Abdurrahman al-Nahlawi telah mengemukakan bahwa pola pengaruh keteladanan berpindah kepada peniru melalui beberapa bentuk, dan yang paling penting ada dua hal, yaitu pemberian pengaruh keteladanan langsung yang tak disengaja, dan pemberian pengaruh keteladanan langsung yang disengaja.

a. Pemberian Pengaruh Secara Langsung

Menurut Abdurrahman al-Nahlawi juga bahwa menjelaskan suatu pengaruh tersirat terhadap keteladanan yang mana akan menjadikan tindakan pada seseorang. Oleh sebab itu memiliki suatu sifat yang dapat mendorong orang lain supaya meniru dirinya, tentunya dalam keunggulan ilmu pengetahuan, kepemimpinan, atau pun ketulusan sebagainya. Pada setiap kondisi yang demikian itu, karena terjadi secara langsung tanpa

19 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, cet 1 (Jakarta:

Balai Pustaka 1995), 117-119.

disengaja dan ini berarti bahwa setiap orang dapat memiliki suatu yang dijadikan panutan oleh orang lain. Tentunya harus senantiasa mengontrol perilakunya, dan menyadari bahwa dia akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā atas suatu perbuatan yang diikuti atau ditiru oleh orang-orang yang mengaguminya.20

b. Keteladanan secara sengaja

Dalam suatu pengaruh keteladanan hal langsung yang disengaja, contohnya; seorang pendidik menyampaikan suatu bentuk bacaan yang diikuti oleh anak didiknya, oleh seorang imam tersebut membaguskan shalatnya untuk mengajarkan shalat yang sempurna. Suatu Ketika berjihad, ada seorang panglima perang yang muncul di depan barisan untuk menyebarkan pengaruh ruh keberanian, serta pengorbanan yang tampil ke garis depan dalam diri para tentara. Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu

‟alaih wɑ sallɑm telah menggunakan sebuah teknik keteladanan langsung tersebut dalam berbagai kesempatan. Pada saat Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu

‟alaih wɑ sallɑm dalam mengajarkan shalat kepada kaum Muslim, beliau naik ke tempat yang tinggi sehingga bisa terlihat oleh semua orang.

Kemudian Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm bersabda yang artinya itu:

“Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku bahkan bisa dikatakan, seluruh kehidupan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm adalah penjelasan terhadap syariah Islam. Maka ketika Aisyah r.a. ingin menerangkan akhlak Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm dengan ungkapan terbaiknya“Akhlaknya adalah al-Qur‟an”21

20 Abdurrahman al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, cet. IV (Jakarta: Gema Insani 2004), 265.

21 M.Rawwas Qal‟ahji, Biografi Nabi Saw “Menyibak Tabir Kepribadian Rasul Muhammad Saw” (Dharan: Mahabbah Pustaka, 1986), 168.

Berbagai contoh praktis keteladanan dalam perilaku-perilaku mulia yang diterapkan kepada anak-anak, dalam kehidupan dan pertumbuhannya di antaranya sebagai berikut:

a. Mendidiknya agar terbiasa berwudhu setiap kali bangun tidur, dan bukan hanya mencuci muka saja.

b. Mendidiknya agar terbiasa tidur segera setelah shalat isya. Tidak boleh dibiarkan terlambat tidur agar anak bisa bangun tepat waktu shalat shubuh.

c. Mendidiknya agar terbiasa menerima tamu.

d. Melatihnya agar bisa berbelanja berbagai kebutuhan rumahnya.

e. Membiasakannya untuk berjamaah shalat di masjid tepat pada waktunya.

f. Bila memiliki anak perempuan, maka harus dibiasakan untuk memakai hijab.

g. Membiasakan untuk melakukan puasa sunnah.

h. Membiasakan untuk makan dan minum dengan tangan kanan.22 Hal yang dapat memberikan suatu keteladanan dalam setiap proses pendidikan anak, maka sepatutnya seorang pendidik memperhatikan kelebihan dan kekurangannya ketika pada metode pendidikan tersebut itu.

Pada setiap penerapannya yang dijalankan dengan pertimbangan yang baik. Tentunya orang tua juga akan sangat berhati-hati dalam memberikan suatu percontohan dalam kehidupan sehari-hari. sebab tingkah lakunya tersebut dapat dilihat dan diperhatikan anak. Di antara kelebihan metode keteladanan, adalah:

22 Muhammad sa‟id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, cet. I ( Jakarta:

Cendikia, 2001), 142.

1. Supaya dapat membiasakan seorang anak didik dalam mengajarkan suatu ilmu yang dipelajarinya.

2. Perlu mencontohkan untuk seorang pendidik dalam mengevaluasi hasil dalam belajarnya.

3. Tentunya tujuan seorang pendidikan juga harus terarah serta tertuju dengan maksimal yang baik.

4. Tentunnya keteladanan juga pada suatu lingkungan di sekolah, keluarga maupun dimasyarakat harus baik, maka akan tercipta situasi yang baik bagi seorang anak.

5. Dengan adanya hubungan harmonis antara pendidik dan peserta didik.

6. walau tidak langsung seorang pendidik memperoleh dalam menerapkan sebuah ilmu yang diajarkannya.

7. Sikap semangat pengajar juga yang akan mendorong supaya berbuat suatu kebaikan yang akan dicontoh.

Adapun suatu dari kekurangan dalam metode keteladanan ke satu, karena sikap yang dicontoh tidak baik, maka cenderung untuk mengikutinya tidak baik. Ke dua, sebab teori tanpa praktek akan berdampak kepada verbalisme. Suatu pengajaran anak dalam Islam tentunya hal yang sangat penting begitupun dalam lingkungan keluarga, karena suatu pengasuhan dan bimbingan orang tua terhadap anak didiknya dapat menyebabkan untuk memulai belajar, meniru dan mengamati perilaku orang-orang dewasa di sekitarnya. Untuk menjadikan suatu panutan bagi dirinya, sebab pada anak belum awalnya belum tentu

Adapun suatu dari kekurangan dalam metode keteladanan ke satu, karena sikap yang dicontoh tidak baik, maka cenderung untuk mengikutinya tidak baik. Ke dua, sebab teori tanpa praktek akan berdampak kepada verbalisme. Suatu pengajaran anak dalam Islam tentunya hal yang sangat penting begitupun dalam lingkungan keluarga, karena suatu pengasuhan dan bimbingan orang tua terhadap anak didiknya dapat menyebabkan untuk memulai belajar, meniru dan mengamati perilaku orang-orang dewasa di sekitarnya. Untuk menjadikan suatu panutan bagi dirinya, sebab pada anak belum awalnya belum tentu

Dokumen terkait