• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakter Khas Tafsir al-Azhar

BAB III BIOGRAFI

C. Corak Tafsir al-Azhar

2. Karakter Khas Tafsir al-Azhar

Pada setiap pemahaman tentang satu topik. Jelas Hamka secara konsisten menutupnya dengan pesan etis yang disingkirkan dalam

23 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Citra Serumpun Padi, 1982), 12.

pembiaran. Dalam setiap pertunjukan dalam setiap pemahaman melalui metodologi sosial daerah setempat, yang menunjukkan sejauh tradisi melayu. Yayasan leluhurnya sebagai tokoh Melayu yang obsesif.

Kecenderungan untuk membuat masyarakat Melayu Islam sangat kental.

Apalagi bentuk penafsiran ini dalam bahasa Indonesia yang mengutamakan tujuan penulisan untuk konsumsi pembaca dari komunitas Melayu. Misalnya, ketika dia menafsirkan firman Tuhan dan Allah menurut Hamka dalam bahasa Melayu firman Tuhan adalah Tuhan dan Tuhan. Seperti yang diucapkan di batu Trengganu (disimpan di Museum Kuala Lumpur) yang tercatat pada tahun 1303 M. Dalam firman Allah Subḥānahu wa ta‟ālā yang dapat dimaknai dengan maha mulia . Akhirnya seiring dengan masa, kata Tuhan dipahami oleh orang Islam Indonesia dan Melayu (T besar) diartikan dengan Allah. Sedangkan term dewa tidak dipakai lagi. Beliau membandingkannya dengan term-term untuk Tuhan dari bahasa lainnya, yaitu Gusti (Jawa), Pangeran (Sunda), Perang (Bugis dan Makassar),24 susunan kata berirama puitis.

Salah satu sumber juga berasal dari buku-buku karya Cendekiawan modern dan Orientalis Barat. Dia tidak malu untuk mengutipnya dari buku-buku komentar Indonesia yang ditinggali orang-orang sezamannya.

Di antara komentar-komentar di Indonesia adalah Tafsir al-Furqān (A.

Hassan), Tafsir al-Qur'an al-Karim (Mahmud Yunus), Tafsir al-Nūr (M.

Hasbi al-Shiddiqi), Tafsir al-Qur'an al-Karim (Qasim Bakri), Depag Tafsir dan lainnya.25

Keunikan bentuk penafsiran ini adalah kemampuannya untuk berhubungan dengan isu-isu kontemporer, dengan budaya masyarakat,

24 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2005), 90.

25 Hamka, Tafsir al-Azhar 421.

khususnya budaya Melayu-Minangkabau, termasuk pengalaman hidupnya.

Misalnya, ketika ia menafsirkan surat al-Baqarah: 195. Itu berkaitan dengan fi sabilillah. Ia bercerita tentang TNI yang dipimpin jenderal Sudirman dan Front Hizbullah saat melawan Jihad fi Sabilillah. Dalam menafsirkan surah al- Baqarah ayat 209 pada beberapa juz, Allah tidak menyaksikan untuk mengikuti langkah setan, Hamka menceritakan bagaimana negara atau individu Muslim menolak perintah Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dan mengajak untuk mematuhi keputusan Kamal Ataturk, pemimpin sekuler Turki. Ia juga menceritakan bagaimana masyarakat Buton, Sulawesi mematuhi perintah Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dan menerapkan hukum hudud bagi pencuri dan pezina. Meskipun bekas koloni Belanda.. Beliau bahkan menceritakan pengalaman pribadinya ketika berdiskusi dengan anaknya, menjelaskan beberapa ayat seperti surah al-Baqarah: 219 yang berkaitan dengan tertutupnya pertolongan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā. Terkait dengan apa yang di sampai pada saat dipenjara. Beliau juga menceritakan pengalaman gurunya dalam hal berpoligami ketika sedang menafsirkan Surah al-Nisa.

Pada saat penulisan tafsir yang diselesaikan ketika Hamka sedang berada di dalam penjara. Sel penjara menurut Hamka untuk mujahadah kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā. Beliau menggoreskan pena untuk tafsir ini di penjara Sukabumi, sekitar di Bungalow “Herlina dan arjuna”

di Puncak. Atau di Mess Brimob di Mega Bandung, atau sedang berbuat ketika ditahan di rumah sakit Persahabatan di Rawamangun.

Pada saat menulis komentar yang selesai saat Hamka berada di penjara. Sel penjara menurut Hamka harus bermusuhan dengan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā. Dia goreskan pulpen untuk penafsirannya ini di lapas Sukabumi, sekitar bungalow "Herlina dan arjuna" di Puncak. Atau di

Mess Brimob di Mega Bandung, atau sedang dilakukan saat ditahan di rumah sakit Persahabatan di Rawamangun. Pandangan jamaah kala itu beliaulah yang terbayang ketika Hamka memulai menggoreskan penanya untuk menulis sebuah tafsir.26 ia menulis komentar biasanya di pagi hari saat fajar. Tulisan dimulai dari akhir 1958 hingga Januari 1964, dikatakan bahwa panggung belum selesai. Agar catatan asli editor dipertahankan keasliannya kemudian Hamka menulisnya di majalah Gema Islam dari Januari 1962 hingga Januari 1964, tetapi yang dapat dimuat hanya satu setengah juz, yaitu juz 18-19.

26 Hamka, Tafsir al-Azhar, 42.

63 BAB IV

ANALISIS KATA KETELADANAN DALAM TAFSIR AL-AZHAR

Dalam bab IV ini, penulis akan memaparkan tentang pemahaman maksud keteladanan menurut Buya Hamka. Sebelumnya memasarkannya peneliti akan menjadikan 2 bagian maksud teladan, yang terdapat pada kitab tafsir al-Azhar terdapat 3 ayat ,dan dua surah. peneliti dari masing -masing keduanya berbeda pertama yang ditafsirkan Hamka pada surah al-Aḥzāb ayat 21 yang mengenai sikap teladan Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm ketika menghadapi peperangan melawan musuh-musuh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā di perang Khandak. Dan yang kedua pada kitab tafsir al- Azhar peneliti menemukan penjelasan isi maksud surah al-Mumtaḥanah ayat 4 dan 6 itu mengenai sikap teladan Nabi Ibrāhīm Alaīhi al-salām memintakan ampunan kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā untuk ayah

A. Sikap Teladan Nabi Muhammad

Di dalam surah al-Aḥzāb ayat 21 menerangkan keteladanan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm sebagai berikut

ًٍفِ ٍميكىل ىفاىك ٍدىقىل ىهٌللّا ىرىكىذىك ىرًخهٍلْا ىـٍوىػيٍلاىك ىهٌللّا اويجٍرىػي ىفاىك ٍنىمًٌل هةىنىسىح هةىوٍسيا ًهٌللّا ًؿٍويسىر

انرٍػيًثىك ّ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Qs. al-Aḥzāb/ 33: 21)1

Suatu hal riwayat dari seorang istri Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm yang ikut menyaksikan melihat dari sebagian peperangan yang

1 Al-Qur‟an dan Tafsir, Jilid: 1 (Jakarta: Departemen Agama, 2009).420.

dialami Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm melaporkan tentang kehebatannya kondisi di kalangan Muslimin pada saat peperangan Khandaq itu. beliau mengatakan:“ aku telah menyaksikan di samping Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm beberapa peperangan yang kuat dan mengerikan, peperangan di Al-Muraisi Khaibar dan kami pun telah menyaksikan pertemuan dengan musuh di Hudaibiyah, dan saya pun turut ketika menaklukan makkah dan peperangan di Hunain. Tidak ada pada semua peperangan yang saya turut menyaksikan itu yang lebih membuat lelah Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm dan lebih membuat kami-kami jadi takut, melebihi peperangan Khandaq, karena kaum muslimin benar-benar terdesak dan terkepung pada waktu itu, sedang Bani Qurais (Yahudi) tidak lagi percaya karena sudah berkhianat, sampai Madinah dikawal sejak siang sampai waktu subuh, sampai kami dengar takbir kaum muslimin untuk melawan rasa takut mereka, yang membebaskan kami dari bahaya yakni sebab musuh-musuh sudah diusir sendiri oleh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā dari tempatnya mengepung itu dengan rasa jengkel serta sakit hati, sebab itikad mereka tidak tercapai.” Itulah suatu riwayat ummi Salamah.

Akan tetapi di saat-saat yang sangat mengagetkan hati itu, ada suatu contoh teladan yang patut ditiru, tidak terdapat lain melainkan Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm sendiri. Pasti benar apa yang dikatakan oleh surah al-Aḥzāb ayat 21 dalam al-Qur‟an, yang maksudnya” sebetulnya merupakan untuk kalian pada Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm itu teladan yang baik.” Memanglah terdapat orang-orang yang berguncang pikirannya, berpenyakit jiwa, pengecut, munafik, tidak berani tanggung jawab, siapa hendak lari jadi suku baduy kembali ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan memandang dari jauh betapa besarnya jumlah musuh yang hendak menyerbu, namun masih terdapat lagi orang-orang yang memiliki pendirian senantiasa, yang tidak putus harapan, kehabisan akal, karena

mereka memandang sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri, ialah Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm.2

Tentulah banyak hal yang bisa menginspirasi diri, dari seorang Rasulullah ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm karena memiliki akhlak yang baik, dengan demikian setiap tindakan dan ucapannya selalu ditiru dan dijadikan pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari. Adapun juga beliau tidak pernah menodai kepercayaan dari orang sekelilingnya, adapun kata akhlak berasal dari watak, tabiat, keberanian, dan agama. Namun menurut Ibnu Miskawaih akhlak secara istilah adalah sebagai berikut. “Suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.”

Suatu akhlak yang diajarkan oleh gurunya akan menjadi keteladanan dan akan menjadi pembiasaan terhadap diri siswa yang baik. Indikasi bahwa akhlak dapat dipelajari dengan metode pembiasaan, meskipun pada awalnya anak didik menolak atau terpaksa melakukan suatu perbuatan atau akhlak yang baik, dengan seiringnya waktu berjalan setelah lama dipraktekkan secara terus-menerus akhirnya anak tersebut menjadi kebiasaan yang baik.

Adapun menurut al-Ghazali di dalam kitabnya Iḥya ‟Ulūmuddin yang dikutip oleh Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari tentang definisi akhlak sebagai berikut.

2 Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1992), 223.

”suatu ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian dalam yang melahirkan macam-macam tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu3

Keteladanan ini dianggap penting, karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang terwujud dalam tingkah laku. Untuk mempertegas keteladanan Rasulullah, al-Qur‟an lebih lanjut menjelaskan akhlak Nabi yang tersebar dalam berbagai ayat di dalam al-Qur‟an. Misalnya, dalam surat al-Fath disebutkan bahwa sifat Nabi beserta pengikutnya itu bersikap keras terhadap orang-orang kafir akan tetapi berkasih sayang pada mereka, senantiasa ruku‟ dan sujud (salat), mencari keridhaan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā. Pada ayat lain dijelaskan bahwa diantara tugas yang dilakukan Nabi adalah menjadi saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penyeru kepada agama 4Allah dengan izinnya dan untuk menjadi cahaya yang meneranginya.

1. Sumber Akhlak

Dalam sebuah ajaran yang dibawa oleh para nabi terdahulu bermula pada masa saat Agama Islam, karena sebab melindungi martabat manusia agar tidak mengalami hal penurunan tentunya yang akan berdampak dengan membandingkan suatu martabat dengan hewan. Kesetaraan pada akhlak menurut Islam sangatlah berarti, sebab akhlak ialah sesuatu buah dari tauhid yang tertanam dalam jiwa manusia, agar supaya menjadikan manusia yang baik serta berbudi luhur.

3 Muhammad Rabbi Jauhari, Akhlaqunai, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 88.

4 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 95.

a. Firman Allah (al-Qur‟an) dan sunnah (hadis)

Suatu hal mengenai agama Islam terdapat sebuah landasan normatif seperti halnya itu akhlak pada manusia yang dapat dicontohkan nabi dan rasul dengan syariat yang terkandung dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah.

Adapun dalam firman Allah sebagai berikut.

ومٍيًظىع وقيليخ ىهلىعىل ىكَّنًاىك

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Qs. al-Qalam/ 68: 4)5

Hamka mengatakan inilah satu pujian yang paling tinggi yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, yang jarang diberikan kepada Rasul yang lain.6 Ayat di atas menyatakan bahwa Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm. memiliki akhlak yang paling mulia. Oleh karena itu, seluruh umat manusia yang beriman kepada Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm. wajib menjadikan akhlak beliau sebagai rujukan perilaku dan suri teladan.7

b. Ke-Esaan Allah (Tauhid)

Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, yaitu waḥadda, yūwaḥidu, taūhid, artinya adalah mengesakan Tuhan. Tauhid secara bahasa ialah meyakini keesaan Allah atau meyakini bahwa dia hanya satu, tunggal tidak ada sekutu baginya. Menurut istilah bahwa di dunia ini hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah Rabb al-„Alamiin.8

Karena bertauhid itulah yang dapat menyebabkan terpandangnya suatu harga diri serta merelakan mati agar memperjuangkannya. Sebab dalam

5 Al-Qur‟an dan Tafsir, Jilid: 1 (Jakarta: Departemen Agama, 2009). 564.

6 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz 29 (Jakarta: Pustaka PanjiMas, 1983) 37.

7 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 51.

8 Bakri Dusar, Tauhid dan Ilmu Kalam, (Padang: IAIN –IB Press, 2001), 21.

ajaran tauhid itulah pada dasarnya hakikat mati tidaklah begitu besar lagi, Yang Maha Besar itulah menuntut ridanya Allah Subḥānahu wa ta‟ālā oleh karena itu yang dapat dinamai dengan suatu i‟tikad atau kepercayaan. Pokok pertama dari pendirian itulah suatu hakikat yang membentuk budi dalam ajaran Nabi serta junjungan kita Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm .9

Dengan mendasar suatu kepercayaan tauhid yang ditanamkan melalui sebuah Agama yang mana diajarkan oleh Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu

‟alaih wɑ sallɑm adalah membentuk suatu akhlak yang tabah dan teguh.

Karena dengan Akhlak yang teguh itulah dapat dikuatkan lagi oleh suatu pokok kepercayaan, yaitu takdir, segala sesuatu di dalamnya itu. Sejak dari kejadian langit dan bumi, sampai kepada makhluk yang sekecil–kecilnya, adanya dengan ketentuan serta jangka waktu. Sebab hidup pun menurut jangka waktu, mati pun menurut ajal.10

Adapun Buya Hamka menurutnya dengan tauhid inilah sebagai bentuk sumber dalam suatu kehidupan bagi orang-orang muslim, tentu halnya sebagai sumber suatu akhlak. Sebab beliau berkata bahwa “percaya kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā adalah suatu bentuk yang mana dapat menghilangkan rasa takut dan ragu” setelah itu beliau memperkuat dengan pernyataan sebagai berikut.

Dengan tauhid itulah yang menyebabkan timbulnya rasa keyakinan dan siap bersedia mati untuk memperjuangkan Islam. Karena ajaran tauhid itu hakikat mati tidaklah begitu besar lagi, karena sebab yang maha besar adalah menuntut keridhaan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā, jadi itulah yang dinamai Itikad atas dasar kepercayaan. Suatu pokok dari pendirian itulah dengan

9 Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: pustaka Panjimas, 1963) , 53.

10 Hamka, Dari Hati ke Hati tentang Agama, Sosial Budaya, Politik (Jakarta:

Pustaka Panjimas, 2002), 13.

hakikat yang akan membentuk budi luhur dalam suatu pengajaran oleh Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm.11

Bertauhid dan berakhlak suatu hal dapat memiliki hubungan erat, karena tauhid menyangkut aqidah serta keimanan, sedangkan akhlak yang baik menurut pandangan Islam, Haruslah berpijak pada suatu keimanan.

Sebab iman tidak cukup sekedar disimpan di dalam hati, tetapi harus dilahirkan dalam perbuatan nyata dan dalam bentuk amal saleh. Sedangkan jika keimanan melahirkan amal saleh, barulah dikatakan iman itu sempurna karena telah direalisasikan. Jelas bahwa Ahklak karimah merupakan mata rantai dari keimanan.

Hal yang perlu dipahami dari suatu sumber akhlak ialah suatu tindakan akhlak bagi seorang muslim tentunya perlunya kepercayaan kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā yang Maha Esa. Oleh sebab itu Buya Hamka berpendapat bahwa dengan bertauhidlah yang dapat menggerakkan segala sesuatu aktivitas yang dilakukan pada seorang muslim. Karena tanpa suatu itikad tauhid maka tindakan dalam sebuah perbuatan tersebut tidak ada nilai dalam pandangan Islam.12

c. Berpikir (Akal)

Tentu halnya Buya Hamka menurutnya akal adalah sebuah anugerah dari Allah Subḥānahu wa ta‟ālā yang berikan kepada makhluk pilihannya itu manusia.13 Karena Anugerah yang diberikan terhadap makhluknya seperti Akal yang dapat memiliki suatu hubungan dasar membedakan antara manusia dengan makhluk yang lainnya dalam hal suatu perbuatan. Dengan akal manusia dapat melakukan perenungan apa yang diperbuatnya.

11 Hamka, Lembaga Budi, 55.

12 Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 66.

13 Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 185.

Suatu paparan di atas oleh Hamka menunjukan bahwa anugerah yang diberikan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā berupa akal, tentu halnya dengan akal yang mana mempunyai hubungan dengan akhlak. Adapun dengan akal memiliki kebebasan untuk mencari suatu hal dengan sebatas wilayah yang dapat dijangkaunya. Buya Hamka menurutnya itu dengan akal itulah manusia dapat mempunyai kecerdasan, karena kemampuan tersebut dapat memberikan untuk menilai dan mempertimbangkan perbuatan manusia yang dilakukan sehari-hari.14

Tentu halnya demikian Buya Hamka memposisikan akal padahal yang sangat berarti pada diri manusia, karena dengan adanya akal pada manusia dapat membedakan sesuatu hal yang baik dan yang jelek. Perbedaan dengan makhluk lainnya, akal mempunyai kecerdasan yang dapat menjadikan nilai dan pertimbangan manusia dalam menjalani suatu kehidupannya.

B. Sikap Teladan Nabi Ibrāhīm

Sedangkan di dalam surah al-Mumtahanah ayat: 4 dan 6 keteladanan Nabi Ibrāhīm Alaīhi al-salām. sebagai berikut:

ًٍفِ هةىنىسىح هةىوٍسيا ٍميكىل ٍتىناىك ٍدىق

Alaīhi al-salām dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya,“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu

14 Hamka, Pelajaran Agama Islam, 184.

beriman kepada Allah saja,” kecuali perkataan Ibrāhīm Alaīhi al-salām kepada ayahnya, ”Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, namun aku sama sekali tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu.” (Ibrāhīm Alaīhi al-salām berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,”(Qs.al-Mumtaḥanah / 60: 4)15 umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian.

Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs.al-Mumtaḥanah/ 60: 6)16 Suatu ayat di atas sebuah gambaran seseorang yang menjadikan contoh teladan dalam hal kehidupan sehari-hari yaitu Nabi Ibrāhīm Alaīhi al-salām suatu hal perbuatan baik kepada orang tua adalah kewajiban seorang anak untuk mendoakannya, dalam hal ini orang tua tersebut berbeda keimanan tetapi selagi di dunia atau masih hidup perlu mendoakannya dan selagi tidak memusuhi kita dalam Agama atau menjadi musuh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā yang nyata. Sebagaimana yang Allah perintahkan untuk meneladani perbuatan Nabi Ibrāhīm Alaīhi al-salām kecuali perbuatannya yaitu ketika mendoakan orang tuanya yang jelas menjadi musuh Allah Subḥānahu wa ta‟ālā.

15 Al-Qur‟an dan Tafsir, Jilid: 1 (Jakarta: Departemen Agama, 2009). 913.

16 Al-Qur‟an dan Tafsir, Jilid: 1 (Jakarta: Departemen Agama, 2009). 913.

1. Berbuat baik kepada orang tua

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”(Qs.al-Isrā/ 17: 23-24)17

“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” ( Qs.al-„Ankabūt/ 29: 8)18

Hal yang terdapat pada ayat di atas menunjukan suatu yang biasa dilakukan kepada orang tua. Tidak semestinya orang yang lebih besar suatu jasanya melainkan kepada orang tua. Karena keduanya telah mengalami suatu kesulitan dalam menjaga dan merawat. Ialah seorang ibu yang telah

17 Al-Qur‟an dan Tafsir, Jilid: 1 (Jakarta: Departemen Agama, 2009). 417.

18 Al-Qur‟an dan Tafsir, Jilid: 1 (Jakarta: Departemen Agama, 2009). 619.

menderita kepayahan serta kelemahan berbulan-bulan lamanya di saat masih di dalam rahimnya, sebab berbaktilah kepada orang tua adalah suatu yang patut dikerjakan bahwa beliau adalah di antara amal salih yang dapat melapangkan suatu kesulitan dan menghilangkan keredupan.

Karena menghargai orang tua suatu berbakti dan berbuat baik kepada mereka, menyayanginya sebagaimana mereka merawat dari semenjak kecil, serta tidak menyakiti dengan suatu perasan mereka, membantunya dalam kesusahan pada mereka dan berbicara kata dengan penuh kelembutan serta selalu mendoakan mereka.

Dengan kedua orang tua itu adalah suatu hal pedoman dalam kehidupan merekalah dengan bisa hidup sampai sekarang. Tanpa melalui pengorbanannya dapat merasakan suatu pendidikan yang lebih baik, dengan melalui doa merekalah bisa mencapai cita-cita kita dan mampu mencapai kesuksesan. Karena sebab orang tua hanya minta satu hal dari anaknya untuk melihat anaknya sukses atas pengorbanan dan pendidikan yang tiada terhingga. Maka dari itu jadikanlah orang tuamu sebagai guru terbaik dalam sejarah kehidupanmu.19

Suatu hal dari sebuah kebaikan, dalam agama Islam memberikan suatu prinsip-prinsip akhlak yang perlu dilakukan oleh anak kepada orang tuanya antara lain sebagai berikut:

1. Mentaati suatu tindakan orang tua, tentu hal namun hal maksiat.

2. Berbuat baik dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih kepada orang tua.

3. Berkatalah dengan sopan santun kepada orang tua.

4. Merendah diri ketika orang tua marah.

19 Candra Himawan & Neti Suriana, Sedekah Hidup Berkah Rezeki Melimpah (Yogyakarta: Pustaka Al-bana, 2013), 117.

5. Berterima kasih kepada orang tua yang telah merawatnya dari bayi sampai dewasa.

6. Bermuka ceria ketika berpapasan dengan keduanya.

7. Mencium tangan saat hendak pulang maupun pergi.

8. Memperbanyak berdoa dan meminta ampunan untuk keduanya.

9. Setelah wafat: salatkan jenazahnya, memohonkan ampun, menyempurnakan janjinya, menghormati sahabatnya dan meneruskan jalinan kekeluargaan yang pernah dibina oleh keduanya.

Artinya:”Dan milik Allah meliputi rahasia langit dan bumi dan kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan bertawakallah

Artinya:”Dan milik Allah meliputi rahasia langit dan bumi dan kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan bertawakallah

Dokumen terkait