• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS KATA KETELADANAN DALAM TAFSIR AL-

A. Sikap Teladan Nabi Muhammad

1. Sumber Akhlak

Dalam sebuah ajaran yang dibawa oleh para nabi terdahulu bermula pada masa saat Agama Islam, karena sebab melindungi martabat manusia agar tidak mengalami hal penurunan tentunya yang akan berdampak dengan membandingkan suatu martabat dengan hewan. Kesetaraan pada akhlak menurut Islam sangatlah berarti, sebab akhlak ialah sesuatu buah dari tauhid yang tertanam dalam jiwa manusia, agar supaya menjadikan manusia yang baik serta berbudi luhur.

3 Muhammad Rabbi Jauhari, Akhlaqunai, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 88.

4 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 95.

a. Firman Allah (al-Qur‟an) dan sunnah (hadis)

Suatu hal mengenai agama Islam terdapat sebuah landasan normatif seperti halnya itu akhlak pada manusia yang dapat dicontohkan nabi dan rasul dengan syariat yang terkandung dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah.

Adapun dalam firman Allah sebagai berikut.

ومٍيًظىع وقيليخ ىهلىعىل ىكَّنًاىك

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Qs. al-Qalam/ 68: 4)5

Hamka mengatakan inilah satu pujian yang paling tinggi yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, yang jarang diberikan kepada Rasul yang lain.6 Ayat di atas menyatakan bahwa Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm. memiliki akhlak yang paling mulia. Oleh karena itu, seluruh umat manusia yang beriman kepada Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm. wajib menjadikan akhlak beliau sebagai rujukan perilaku dan suri teladan.7

b. Ke-Esaan Allah (Tauhid)

Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, yaitu waḥadda, yūwaḥidu, taūhid, artinya adalah mengesakan Tuhan. Tauhid secara bahasa ialah meyakini keesaan Allah atau meyakini bahwa dia hanya satu, tunggal tidak ada sekutu baginya. Menurut istilah bahwa di dunia ini hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah Rabb al-„Alamiin.8

Karena bertauhid itulah yang dapat menyebabkan terpandangnya suatu harga diri serta merelakan mati agar memperjuangkannya. Sebab dalam

5 Al-Qur‟an dan Tafsir, Jilid: 1 (Jakarta: Departemen Agama, 2009). 564.

6 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz 29 (Jakarta: Pustaka PanjiMas, 1983) 37.

7 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 51.

8 Bakri Dusar, Tauhid dan Ilmu Kalam, (Padang: IAIN –IB Press, 2001), 21.

ajaran tauhid itulah pada dasarnya hakikat mati tidaklah begitu besar lagi, Yang Maha Besar itulah menuntut ridanya Allah Subḥānahu wa ta‟ālā oleh karena itu yang dapat dinamai dengan suatu i‟tikad atau kepercayaan. Pokok pertama dari pendirian itulah suatu hakikat yang membentuk budi dalam ajaran Nabi serta junjungan kita Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm .9

Dengan mendasar suatu kepercayaan tauhid yang ditanamkan melalui sebuah Agama yang mana diajarkan oleh Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu

‟alaih wɑ sallɑm adalah membentuk suatu akhlak yang tabah dan teguh.

Karena dengan Akhlak yang teguh itulah dapat dikuatkan lagi oleh suatu pokok kepercayaan, yaitu takdir, segala sesuatu di dalamnya itu. Sejak dari kejadian langit dan bumi, sampai kepada makhluk yang sekecil–kecilnya, adanya dengan ketentuan serta jangka waktu. Sebab hidup pun menurut jangka waktu, mati pun menurut ajal.10

Adapun Buya Hamka menurutnya dengan tauhid inilah sebagai bentuk sumber dalam suatu kehidupan bagi orang-orang muslim, tentu halnya sebagai sumber suatu akhlak. Sebab beliau berkata bahwa “percaya kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā adalah suatu bentuk yang mana dapat menghilangkan rasa takut dan ragu” setelah itu beliau memperkuat dengan pernyataan sebagai berikut.

Dengan tauhid itulah yang menyebabkan timbulnya rasa keyakinan dan siap bersedia mati untuk memperjuangkan Islam. Karena ajaran tauhid itu hakikat mati tidaklah begitu besar lagi, karena sebab yang maha besar adalah menuntut keridhaan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā, jadi itulah yang dinamai Itikad atas dasar kepercayaan. Suatu pokok dari pendirian itulah dengan

9 Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: pustaka Panjimas, 1963) , 53.

10 Hamka, Dari Hati ke Hati tentang Agama, Sosial Budaya, Politik (Jakarta:

Pustaka Panjimas, 2002), 13.

hakikat yang akan membentuk budi luhur dalam suatu pengajaran oleh Nabi Muhammad ṣɑllā Allᾱhu ‟alaih wɑ sallɑm.11

Bertauhid dan berakhlak suatu hal dapat memiliki hubungan erat, karena tauhid menyangkut aqidah serta keimanan, sedangkan akhlak yang baik menurut pandangan Islam, Haruslah berpijak pada suatu keimanan.

Sebab iman tidak cukup sekedar disimpan di dalam hati, tetapi harus dilahirkan dalam perbuatan nyata dan dalam bentuk amal saleh. Sedangkan jika keimanan melahirkan amal saleh, barulah dikatakan iman itu sempurna karena telah direalisasikan. Jelas bahwa Ahklak karimah merupakan mata rantai dari keimanan.

Hal yang perlu dipahami dari suatu sumber akhlak ialah suatu tindakan akhlak bagi seorang muslim tentunya perlunya kepercayaan kepada Allah Subḥānahu wa ta‟ālā yang Maha Esa. Oleh sebab itu Buya Hamka berpendapat bahwa dengan bertauhidlah yang dapat menggerakkan segala sesuatu aktivitas yang dilakukan pada seorang muslim. Karena tanpa suatu itikad tauhid maka tindakan dalam sebuah perbuatan tersebut tidak ada nilai dalam pandangan Islam.12

c. Berpikir (Akal)

Tentu halnya Buya Hamka menurutnya akal adalah sebuah anugerah dari Allah Subḥānahu wa ta‟ālā yang berikan kepada makhluk pilihannya itu manusia.13 Karena Anugerah yang diberikan terhadap makhluknya seperti Akal yang dapat memiliki suatu hubungan dasar membedakan antara manusia dengan makhluk yang lainnya dalam hal suatu perbuatan. Dengan akal manusia dapat melakukan perenungan apa yang diperbuatnya.

11 Hamka, Lembaga Budi, 55.

12 Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 66.

13 Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 185.

Suatu paparan di atas oleh Hamka menunjukan bahwa anugerah yang diberikan Allah Subḥānahu wa ta‟ālā berupa akal, tentu halnya dengan akal yang mana mempunyai hubungan dengan akhlak. Adapun dengan akal memiliki kebebasan untuk mencari suatu hal dengan sebatas wilayah yang dapat dijangkaunya. Buya Hamka menurutnya itu dengan akal itulah manusia dapat mempunyai kecerdasan, karena kemampuan tersebut dapat memberikan untuk menilai dan mempertimbangkan perbuatan manusia yang dilakukan sehari-hari.14

Tentu halnya demikian Buya Hamka memposisikan akal padahal yang sangat berarti pada diri manusia, karena dengan adanya akal pada manusia dapat membedakan sesuatu hal yang baik dan yang jelek. Perbedaan dengan makhluk lainnya, akal mempunyai kecerdasan yang dapat menjadikan nilai dan pertimbangan manusia dalam menjalani suatu kehidupannya.

Dokumen terkait