• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "commit to user BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Pekerjaan

Dalam suatu desa disamping satu pekerjaan pokok yang dominan, juga ada beberapa anggota masyarakat yang memiliki pekerjaan di bidang lain, yang bagi mereka adalah sumber mata pencaharian utama.

Menurut (Mulyadi, 2003 : 71) Lapangan pekerjaan utama seseorang adalah bidang kegiatan utama pekerja tersebut. Jenis pekerjaan utama seseoang adalah macam pekerjaan yang dilakukan pekerja tersebut. Jenis pekerjaan utama biasanya digolongkan atas : 1) tenaga profesional, teknisi, 2) tenaga kepemimpinan, ketatalaksanaan, 3) tenaga tata usaha, 4) tenaga usaha penjualan 5) tenaga usaha jasa, 6) tenaga usaha pertanian, perburuan, perikanan, 7) tenaga produksi, operator alat-alat angkutan, pekerja kasar.

Status pekerjaan utama seseorang adalah jenis kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan. Status pekerjaan utama biasanya terdiri atas : 1) buruh/karyawan adalah pekerja yang bekerja pada orang lain dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. 2) berusaha sendiri, bila pekerja tersebut bekerja atasresikonya sendiri dan dalam usahanya tidak memperkerjakan orang lain. 3) berusaha dengan dibantu pekerja keluarga atau buruh tidah tetap. Bila pekerja tersebut pekerja tersebut bekerja atas resikonya sendiri tetapi dalam usahanya memperkerjakan anggota keluarga atau buruh tidak tetap. 4) Pekerja keluarga, yaitu pekerja yang tidak mendapat upah, baik dalam bentuk upah maupun barang. 5) berusaha dengan buruh tetap, bila pekerja tersebut bekerja atas resiko sendiri dan dalam melaksanakan usahanya dia mempekerjakan buruh tetap.

a. Sektor Formal

Dari definisi pengertian pekerjaan, pekerjaan itu sendiri dapat digolongkan menjadi sektor formal dan sektor informal. Sektor formal adalah lapangan usaha yang secara sah terdaftar dan mendapat izin dari pejabat berwenan. Kegiatanya terhimpun dalam bentuk badan usaha seperti BUMN, BUMS atau koprasi. Ciri sektor formal 1) adanya izin usaha dari pemerintah, 2) modal yang dibutuhkan relatif besar, 3) kewajiban membayar pajak, 4) perolehan laba relatif besar, 5) kegiatan usaha lebih banyak terpusat dikota-kota.

6

(2)

commit to user

b. Sektor Informal

Konsep sektor informal yang pertama diperkenalkan oleh Hart (1973) membagi secara tegas kegiatan ekonomi yang bersifat formal dan informal.

Pembedaan sektor informal dan sektor formal dilihat dari keteraturan cara kerja, hubungan dengan perusahaan, curahan waktu, status hukum kegiatan yang dilakukan. Sektor informal adalah unit-unit usaha yang tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah.

Ciri-ciri sektor informal menurut (Mulyadi, 2003 : 95) adalah sebagai berikut ; 1) Kegiatan usaha tidak terorganisir dengan baik, karena timbulnya unit usaha tidak menggunakan fasilitas kelembagaan yang tersedia di sektor formal. 2) Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha. 3) Pola kegiatan tidak teratur, baik lokasi maupun jam kerja. 4) Pada umumnya kebijkan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai pada sektor ini. 5) Unit usaha mudah keluar masuk. 6) Berteknologi sederhana. 7) Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga kecil. 8) Pada umumnya unit usaha termasuk golongan yang mengerjakan sendiri usahanya dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga. 9) Sumber modal pada umumnya dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan tidak resmi. 10) Sebagian besar hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota atau desa berpenghasilan rendah, dan kadang-kadang golongan menengah

Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa pedagang angkringan termasuk dalam kegiatan ekonomi yang bersifat informal. Pedagang angkringan pada umumnya tidak memiliki ijin usaha, tidak terikat waktu, modal kecil, dikerjakan sendiri dengan dibantu anggota keluarga. Seperti yang dikemukakan oleh Widarti (1983) dan Hugo (2000) menggunakan status pekerjaan utama untuk mengelompokan sektor formal dan sektor informal. Mereka yang berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain, berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga, dan pekerja keluarga dimasukkan dalam sektor informal. Sedangkan, mereka yang bekerja sebagai buruh/karyawan dan berusaha dengan dibantu buruh tetap dimasukkan ke dalam sektor formal.

(3)

commit to user

c. Pedagang Angkringan

Pedagang angkringan merupakan salah satu pekerjaan atau kegiatan ekonomi yang bersifat informal atau bergerak di sektor informal. Pedagang angkringan sebagai jenis pekerjaan tenaga usaha penjualan, dengan dibantu pekerja keluarga atau tidak tetap. Pedagang angkringan adalah pekerjaan yang biasanya dilakukan dari sore hari sampai tengah malam. Kata angkringan itu

sendiri Padagang

angkringan menjajakan makanan khas yang disebut nasi kucing dan aneka minuman. Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karena bervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau SARA. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malam meskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santai membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahan untuk mengusir lapar atau sekedar melepas lelah. (www.wikipedia.com diunduh pada tanggal 7 Februari 2014).

2. Karakteristik Pedagang Angkringan

a. Karakteristik Demografi Pedagang Angkringan

Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: adalah rakyat atau penduduk dan adalah menulis. Jadi demografi adalah tulisan- tulisan atau karangan mengenai rakyat atau penduduk. Istilah ini dipakai pertama oleh Achilie Guilard, kemudian Donald J. Bogue mendefinisikan demografi sebagai ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponene demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial (Yasin, 1981:1).

Definisi vaeriabel demografi adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, sedangkan karakteristik demografi adalah bagian dari variabel demografi yang dapat dikaitkan dengan variabel lain.

(4)

commit to user

Karakteristik demografi pedagang angkringan meliputi: jenis kelamin, umur, status perkawinan. Jenis kelamin merupakan karakteristik penduduk yang pokok. Struktur ini mempunyai pengaruh penting baik terhadap tingkah laku demografi maupun sosial ekonomi. (Nurdin dalam Wirosuharjo, 1981 : 20)

Diperkirakan kegiatan-kegiatan sektor informal menyerap sekitar separuh dari angkatan kerja di kota (untuk wanita proporsinya lebih tinggi). Lebih separuh laki-laki dan tujuh puluh persen wanita dalam pekerjaan sektor informal terlibat dalam perdagangan (Manning, dalam Wirosuharjo, 1981 :34)

Jenis kelamin yang dimaksud disini adalah variasi kelamin setiap pedagang (responden), yang dikategorikan ke dalam kelompok jenis kelamin laki- laki dan perempuan.

Status perkawinan adalah data untuk melihat apakah kawin, belum kawin, cerai, janda/duda. Dapat digunakan untuk melihat kondisi pedagang angkringan apakah kawin, belum kawin, cerai, janda/duda. Dalam penlitian ini, responden yang telah berkeluarga biasanya memiliki motivasi yang lebih tinggi dalam bekerja dibandingkan yang belum berkeluarga. Hal ini disebabkan pedagang yang berstatus kawin atau yang sudah berkeluarga mempunyai motivasi yang tinggi dalam bekerja dikarenakan dituntut tanggung jawab untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

Sesuai dengan kategori dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di dunia ini terdapat empat jenis status perkawinan yang eratkaitannya dengan tingkah laku manusia dalam hukum, agama, dan kebudayaan yaitu : belum kawin, kawin, janda, duda dan cerai (Abdurahman, dalam Wirosuhardjo, 1981: 146). Status perkawinan dalam penelitian ini adalah kedaan pedagang angkringan menurut status perkawinan yang dikategorikan ke dalam tiga status yaitu : belum kawin, kawin, cerai (janda/duda).

Faktor lain yang penting untuk diketahui adalah umur karena faktor umur dapat menentukan gambaran karakteristik pedagang angkringan. Umur merupakan data demografi yang sangat vital karena umur dapat digunakan sebagai dasar kependudukan yang erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi penduduk. Umur diketahui dari tanggal, bulan dan tahun kelahiran. Perhitungan

(5)

commit to user

umur dinyatakan dalam tanggal kelahiran sampai sekarang yang dibulatkan ke bawah atau menurut ulang tahun terakhir (Nurdin, 1981 : 20)

Menurut Samadi (2006: 32), struktur / komposisi penduduk menurut umur dikelompokkan sebagai berikut:

a. Umur 0 14 tahun dinamakan usia muda (usia belum produktif).

b. Umur 15 64 tahun dinamakan usia dewasa (usia produktif atau usia kerja).

c. Umur 65 tahun dan lebih dinamakan usia tua (usia tidak produktif).

Dalam penelitian ini data tentang umur dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang dalam hal ini pedagang angkringan tergolong berusia produktif atau tidak. Dalam penelitian umur ditentukan menurut pengakuan responden.

b. Karakteristik Sosial Ekonomi Pedagang Angkringan Karakteristik sosial ekonomi pedagang angkringan meliputi: tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah hari kerja, jam kerja, masa kerja, modal usaha, dan lokasi usaha (Mailana 2010: 14). Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan manusia, sehingga kualitas sumberdaya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan adalah seluruh keigiatan seseorang sejak masih dalam kandungan sampai akhir hayatnya. Pendidikan adalah keseluruhan kegiatan yang direncanakan dan diarahkan keoada penerus pengetahuan, latihan, ketrampilan serta pengembangan manusia sepenuhnya dalam segala aspek disepanjang hidupnya. Sehingga dengan pendidikan mampu merangsang orang untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian agar memperbaiki sikap hidup dan keadaan diri dan lingkungan sekitarnya (Daldjoeni,1982: 30).

Tingkat pendidikan dalam hal ini berpengaruh terhadap kegiatan seseorang yang akhirnya berpengaruh terhadap status sosial ekonomi seseorang. Sesuai dengan tingkat pendidikan yang dialami manusia, (Yulius,1993: 137) mengelompokkan tingkat pendidikan sebagai berikut: tidak tamat Sd, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat diploma/sarjana.

Dengan demikian pendidikan menjadi faktor penentu dalam merubah sikap, pikiran, dan pandangan seseorang dalam menghadapi perubahan sosial

(6)

commit to user

yang terjadi dalam masyarakat. Sehingga tingkat pendidikan berpengaruh dalam produktivitas dan kemampuan seseorang yang secara langsung maupun tidak langsung ikut meningkatkan harkat dan martabat seseorang. Dalam penelitian ini yang dimaksud tingkat pendidikan pedagang angkringan yaitu dari yang tamat SD sampai tamat perguruan tinggi.

Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu indikator kependudukan yang sangat penting karena dapat mempengaruhi pola konsumsi dan biaya hidup rumah tangga. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi jumlah tanggunagn keluarga maka akan semakin berat tanggunagn ekonomi yang harus dipikul kepala rumah tangga dan sebaliknya. Hal ini disebabkan biaya konsumsi semakin tinggi dan sehingga sebagian pendapatan keluarga dipergunakan untuk kebutuhan pokok atau makan dan sangat kecil kemungkinan dapat ditabung (Reynowati, 2007: 14).

Dalam penelitian ini, jumlah tanggunagn keluarga adalah jumlah orang yang belum dan tidak bekerja dan tidak berpenghasilan yang hidupnya ditanggunag oleh kepala rumah tangga atau mereka yang bekerja dan berpenghasilan yang tidak terbatas pada anak, suami, istri saja tetapi juga meliputi orang yang ikut tinggal dan menggantungkan hidupnya pada pendapatan rumah tangga tersebut.

Status pekerjaan adalah suatu kelompok pekerjaan pada umumnya mencakup beberapa pekerjaan dalam mata pencaharian, profesi atau kegiatan yang berhubungan dengan tugas pokoknya. Pekerjaan yang digeluti seseorang tiap hari sering disebut dengan pekerjaan pokok dalam arti bahwa pekerjaan tersebut merupakan sumber penghasilan utama bagi dirinya. Selain itu pekerjaan pokok mempunyai sifat kontinyu dan berkaitan dengan aturan tertentu. Pekerjaan sampingan yang sifatnya menambah penghasilan, secara relatif tidak semua orang dapat memilikinya karena pekerjaan tersebut sangat tergantung pada keadaan waktu dan tenaga yang dimiliki. Pekerjaan sampingan hanya menambah penghasilan.

Jumlah hari kerja adalah banyaknya hari untuk bekerja dalam satu minggu.

Dalam lapangan kerja sektor informal tidak ada ketentuan yang mengikat

(7)

commit to user

menngenai hari kerja dan hari libur. Karena pedagang itu sendiri yang menentukan hari karjanya. Saat hari sepi mereka cenderung mengurangi barang dagangannya, dan pada hari ramai menambah dagangannya untuk meningkatkan pendapatannya (Reynowati 2007: 15).

Jam kerja adalah lama waktu untuk bekerja, jam kerja sangat berpengaruh terhadap penghasilan bagi para pekerja non formal. Semakin banyak jumlah jam kerja yang dimanfaatkan dalam membuka usaha, kemungkinan untuk melayani konsumen atau pembeli juga banyak maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh. Jam kerja dalam penelitian ini adalah banyaknya waktu yang dipergunakan seorang pedagang dari mulai saat membuka usaha sampai tutup usaha dalam jangka waktu satu hari yang dikategorikan dalam jam kerja, atau waktu yang digunakan untuk bekerja dari meninggalkan rumah sampai kembali kerumah lagi. Bagi pedagang yang memerlukan waktu untuk mengolah barang dagangannya dan untuk belanja tidak diperhitungkan dalam kategori jam kerja.

Masa kerja adalah berapa lama seseorang pekerja menekuni pekerjannya yang dihitung berdasarkan tahun. Masa kera erat kaitannya dengan pengalaman yang mana masa keraj atau pengalaman kerja yang cukup bagi seorang pedagang pada umumnya dengan sendirinya dapat meningkatkan kemampuan kerja (Reynowati,2007: 16). Makin banyak masa kerja maka semakin tinggi kemampuan kerja yang diperoleh. Demikian pula semakin banyak tantangan dan kesulitan yang dihadapi biasanya semakin cepat pula pengembangan kemampuan dan ketrampilan dalam berdagang. Terkait dengan penelitian ini, masa kerja merupakan lamanya pedagang menekuni usahanya sebagai pedagang angkringan.

Daerah asal adalah tempat awal seseorang tinggal. Data mengenai daerah asal pedagang merupakan faktor yang cukup penting untuk diketahui. Hal ini berkaitan dengan status kependudukan mereka di tempat berjualan. Yang dimaksud daerah asal adalah tempat dimana responden atau kepala rumah tangga dilahirkan (Sumardi dan Evers, 1982: 1983).

Untuk melakukan berbagai usaha diperlukan modal yang besar. Besar kecilnya modal ikut menentukan besar kecilnya usaha. Keterbatasan yang ada umumnya pada pedagang angkringan adalah kurang atau tidak tersedianya modal

(8)

commit to user

yang cukup, maka ditempuh cara untuk mendapatkan modal dari sumber-sumber yang potensial. Biasanya modal pedagang berasal dari tabungan sendiri, atau pinjaman. (Mailana, 2010:15). Yang dimaksud modal usaha dalam penelitian ini adalah semua modal yang digunakan untuk melakukan usaha dagang dan sewa tempat termasuk yang memiliki tempat sendiri, fasilitas penunjang usaha dan modal barang yang akan diusahakan . Modal uang akan dibahas dalam penelitian ini adalah dariman modal ter4sebut berasal dan berapa besar modal yang telah digunakan untuk menjalankan usaha dagangnya.

Lokasi usaha adalah tempat dimana pedagang melakukan usaha bergdagang dalam penelitian ini adalah pedagang angkringan. Tempat berdagang ini dipilih sendiri oleh pedagang yang menurutnya cocok dan strategis untuk menjalankan usahanya. Pada umumnya mereka menempati tempat-tempat ytang ramai dan dekat dengan pusat pelayanan umum seperti : perempatan , pinggir- pinggir jalan raya, depan pasar, kampus/sekolahan, depen pertokoan, perumahan dan lain-lain, dimana lokasi-lokasi tersebut tempat bertemunya orang atau ramai dlalui orang.

3. Tingkat Pendapatan Pedagang angkringan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan berbagai aktivitas dengan berbagai macam tujuan. Salah satunya adalah untuk memperoleh pendapatan. Pendapatan bagi pedagang angkringan merupakan sumber penghidupan. Menurut Sumardi (1982: 65) pendapatan adalah uang yang diberikan dan diterima kepada subyek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasinya yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari pekerjaan, pendapatan dari yang dilakukan sendiri, usaha perorangan dan pendapatan dari kekayaan.

Membahas masalah pendapatan atau penghasilan yang tergolong rendah, cukup, atau tinggi merupakan ukuran yang bersifat relatif. Hal ini tergantung pada kebutuhan tiap-tiap masyarakat dalam mengkonsumsikan pendapatannya atau penghasilannya, sehingga tingkat pendapatan akan memperngaruhi status sosial ekonomi penduduk. Batasan mengenai masalah pendapatan rendah adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar secara maksimal seperti: kebutuhan makan,

(9)

commit to user

pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Untuk ukuran yang berpenghasilan cukup adalah tidak termasuk dalam ciri-ciri tersebut, bahkan telah dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik. Juga bagi keluarga yang berpendapatan tinggi adalah yang dapat memenuhi segala kebutuhannya secara maksimal.

Pendapatan dibagi menjadi dua yaitu pendapatan bersih dan pendapatan kotor. Yang dimaksud pendapatan bersih adalah penerimaan hasil penjualan dikurangi pembelian bahan, biaya transportasi, retribusi serta biaya operasional lainnya, sedangkan pendapatan kotor adalah hasil penjualan barang dagangan.

Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkiraan pendapatan dari hasil penjualan setiap hari selama satu bulan.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian berikut menjelaskan secara empiris tentang konsep-konsep yang tepat berkenaan dengan sektor informal (pedagang kaki lima) secara khusus mengenai pedagang angkringan.

Sari Yuyun Mailana (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis

Karakteristik Dan Pola Persebaran Pedagang Angkringan Di Kelurahan Jebres Dan Kelurahan Mojosongo Kecamatan

Jebres Kota Surakarta Tahun 2007 . Tujuan penelitian tersebut adalah (1) Mengetahui karakteristik pedagang angkringan Di Kelurahan Jebres dan Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Surakarta tahun 2007. (2) Mengetahui pola persebaran pedagang angkringan Di Kelurahan Jebres dan Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Surakarta tahun 2007.

Teknik yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah analisis tabel frekuensi dan tabel silang. Analisis yang digunakan untuk mengetahui karakteristik pedagang angkringan adalah tabel silang dan tabel frekuensi. Untuk mengetahui persebaran pedagang angkringan analisis yang digunakan adalah analisis peta, sedangkan pola persebaran pedagang angkringan yaitu dengan menggunakan analisis tetangga terdekat. Hasil yang diperoleh adalah karakteristik demografi pedagang angkringan adalah 69,22% didominasi oleh

(10)

commit to user

laki-laki, mengelompok pada usia 15-64 tahun (100%). Pada umumnya pedagang angkringan sudah menikah (88,46%) dan berasal dari dalam kota Surakarta (84,61%). Karakteristik sosial ekonomi pedagang angkringan adalah sebagai berikut : tingkat pendidikannya tergolong rendah karena 46,15% tingkat pendidikannya hanya sampai SD, tingkat pendapatannya >Rp 1.000.000 (84,61%), jumlah tanggungan keluarga kebanyakan 3-5 orang ( 73,07%); 88,46%

pedagang memilih pekerjaan pedagang angkringan sebagai pekerjaan pokok/tetap, jumlah hari kerja adalah 1 minggu penuh (76,93%), jam kerja berkisar antara 7-10 jam per hari (53,84%) dengan masa kerja 40 tahun (80,76%), modal usaha rata- rata > Rp 100.000 (64,35%) dan modal berasal dari modal sendiri/tabungan (76,92%). Pedagang angkringan lebih memilih membuka usaha di sekitar kampus / sekolahan (57,69

Persebaran pedagang angkringan di Kelurahan Jebres mayoritas menempati lokasi disekitar jasa seperti Rumah Sakit Dr. Moewardi, Rumah Sakit Dr. Oen, komplek pertokoan di Jl. Kol Sutarto, kampus ISI, kampus UNS, TSTJ, ruas jalan Ir. Sutami sedangkan pedagang angkringan di Kelurahan Mojosongo mayoritas menempati area permikiman tetapi ada juga yang menempati lokasi yang berdekatan dengan pasar dan kompleks pertokoan.

Pola persebaran pedagang angkringan di Kelurahan Jebres dan Mojosongo adalah mengelompok dengan Nilai T = 0,8 Pedagang Angkringan di Kelurahan Jebres mengelompok di sekitar kampus ISI dan UNS, Rumah Sakit (Dr.

Moewardi dan Dr. Oen), kompleks pertokoan Jl. Kol. Sutarto, ruas Jl. Ir Sutami dan TSTJ, sedangkan pedagang angkringan di Kelurahan Jebres mengelompok di sekitar permukiman dan perumahan.

Wisnu Adi Harjono (2006) melakukan penelitian dengan judul Pendapatan pedagang kaki lima (Ditinjau dari tingkat aksesbilitas dan jenis

Tujuan penelitian (1) Kondisi demografi PKL di Kecamatan Sidomukti (2) Tingkat pendapatan PKL yang ditinjau dari jenis dagangan yang dijual (3) Tingkat pendapatan PKL tang ditinjau dari tingkat aksesibilitas lokasi berjualan yaitu antara lokasi yang tingkat aksesibilitasnya tinggi dan lokasi yang tingkat

(11)

commit to user

aksesibilitasnya menengah. (4) Tingkat pendapatan PKL yang ditinjau dari jenis dagangan dan tingkat aksesibilitas lokasinya.

Teknik analisis dilakukan dengan skoring untuk menentukan tingkat aksesibilitas lokasi, tabel frekuensi dan tabel silang serta diinterpretasikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dapat simpulkan (1) Kondisi demografi PKL di Kecamatan Sidomukti (2) Pendapatan berdasarkan tingkat aksesibilitas lokasi jualan (3) Pendapatan PKL berdasarkan jenis dagangannya (4) Pendapatan PKL berdasarkan tingkat aksesibilitas lokasi dan jenis dagangannya.

Dwi Reynowati Sudjono (2005) dengan judul Karakteristik Demografi Dan Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima Di Obyek Wisata Taman Satwa Tujuan penelitian (1) Mengetahui katakteristik demografi pedagang kaki lima. (2) Mengetahui karakteristik sosial ekonomi pedagang kaki lima.

Teknik yang digunakan adalah analisis tabel frekuensi dan tabel silang.

Hasil penelitian (1) Karakteristik demografi pedagang kaki lima di Obyek Wisata Taman Jurug sebagai berikut: 87,49% didominasi oleh perempuan, mengelompik

Satwa Taru Jurug sudah menikah (83,3%) dan berasal dari Surakarta (62,52%), (2) Karakteristik sosial ekonomi pedagang kaki lima adalah: tingkat pendidikannya tergolong rendah karena 54,15% tingkat pendidikannya hanya

Rp 63.200,00 (62,5%). Jumlah tanggungan keluarga kabanyakan 2 3 orang (58,3%), 75%

pedagang memilih pekerjaan pedagang kaki lima sebagai pekerjaan tetap. Jam kerja berkisar antara 6 10 jam per hari (93,75%), dengan masa kerja 10 20 tahun (58,34%), kebanyakan pedagang kaki lima sudah memiliki rumah sendiri (70,83%) dan jenis usaha yang diperdagangkan kebanyakan makanan/minuman (50%).

(12)

commit to user

C. Kerangka Pemikiran

Mereka yang tidak tertampung disektor formal mengambil jalan keluar sebagai pekerja di sektor informal. Menjadi pedagang angkringan adalah salah satu pekerjaan di sektor informal. Kegiatan pedagang angkringan banyak dijumpai di tempat-tempat keramaian, pertokoan, pabrik-pabrik, sekolah/kampus, pinggir jalan raya dan lain-lain, dimana tempat-tempat tersebut tempat berkumpulnya orang-orang. Seperti di Kecamatan Jaten kota pinggiran yang yang ramai akan tempat bertemunya orang-orang. Dalam penelitian ini pedagang angkringan dikaji tentang karakteristik dan tingkat pendapatan. Karakteristik meliputi karakteristik demografi dan karakteristik sosial ekonomi. Tingkat pendapatan adalah hasil atau keuntungan yang diperoleh pedagang angkringan dihitung tiap bulan.

Keberadaan pedagang angkringan menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti dan dipahami lebih mendalam mengenai karakteristiknya dan tingkat pendapatannya, mengingat mereka mampu bertahan ditengah krisis ekonomi yang melanda sekarang ini. Bahkan keberadaannya semakin marak akhir-akhir ini.

Pekerjaan sebagai pedagang angkringan dapat dijadikan sebagai pekerjaan tetap atau pekerjaan pokok. Gambaran mengenai kerangka berfikir dari penelitian ini dapat dilihat dari kerangka berfikir penelitian berikut:

(13)

commit to user

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Sektor Informal

Pedagang Angkringan

Karakteristik Pedagang Angkringan

Karakteristik Demografi - Jenis Kelamin - Umur

- Status Perkawinan

Karakteristik Sosial Ekonomi - Tingkat Pendidikan

- Jumlah Tanggungan Keluarga - Status Pekerjaan

Studi Karakteristik dan Tingkat Pendapatan Pedagang Angkringan

Tingkat Pendapatan Pedagang Angkringan

Referensi

Dokumen terkait

Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang saat ini berbasis elektronik memiliki tampilan dan berisikan data mengenai TKI yang sama kelengkapannya dengan KTKLN

Menurut Weygandt, Kimmel, Kieso (2011 : 250) Persediaan adalah Asset yang dimiliki perusahaan yang digunakan untuk dijual kembali kepada pelanggan dari suatu

Di setiap kabupaten dipilih dua lahan perkebunan lada di dalam satu desa (Tabel 1) dengan umur tanaman yang sama, yaitu 6 tahun untuk digunakan sebagai plot penelitian meliputi

Hasil analisis data terhadap validasi dan uji coba produk dapat disimpulkan bahwa produk instrumen layak digunakan sebagai pengukuran kemampuan penalaran

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

Selain pandangan positif terhadap Gus Dur atas segala kebijakan dan keberaniannya dalam membela kaum Tionghoa, terdapat juga dampak negatif dari hal-hal tersebut

Strategi partisipatif lebih digunakan untuk mengembangkan program inovatif yang bersifat pengembangan (pelatihan) lifeskills (kecakapan hidup atau keterampilan)

penelitian yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan; b) memenuhi kaidah dan metode ilmiah secara sistematis sesuai dengan otonomi keilmuan dan