• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah pendekatan agama\KAJIAN ATAS KARYA ANNIEMARIE SCHIMMEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "makalah pendekatan agama\KAJIAN ATAS KARYA ANNIEMARIE SCHIMMEL"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ATAS KARYA ANNIEMARIE SCHIMMEL “DECHIPERING THE SIGNS OF GOD: A PHENOMENOLOGICAL APPROACH TO ISLAM” A. PENDAHULUAN

Sejak Islam menjadi sorotan dan kajian para orientalisme Barat dewasa ini, fakta empiris yang dihadapi oleh sebagian besar ummat islam dibelahan dunia adalah munculnya sebuah polemik dan problem (masalah) dalam memahami otentisitas ajaran Islam dan orisinalitas wahyu sebagai sumber kebenaran universal. Sehingga realitas yang muncul adalah fenomena keberagamaan masyarakatnya mengalami pergeseran bahkan kemunduran yang cukup signifikan, terbukti dengan banyaknya fakta realis ummat Islam dalam kontek aplikatif keagamaan dan sosial cenderung mengenyampingkan aspek-aspek esensi ajaran agamanya.

Oleh karena itu mempelajari Islam secara komprehensif dan terintegral adalah menjadi hal yang mutlak wajib bagi penganutnya. Mengingat akar dari kesesatan dan minimnya pengamalan ajaran Islam adalah karena Ummatnya kurang memahami Islam dengan seluruh konsep ajarannya sebagai agama yang membawa maslahat bagi seluruh ummat manusia bukan hanya bagi penganutnya, melainkan bersifat universal dan operasionalisasi tuntunannya fungsional dalam konteks waktu dan kondisi yang tidak terbatas.

(2)

Hal ini memunculkan berbagai macam cara pandang, pendekatan, metode dan strategi untuk bisa memahami dan mencari sebuah konsep pemahaman yang dianggap paling pas dan ideal bagi sebuah bangunan kepercayaan agama Islam, relevan dengan kebutuhan ummat Islam sendiri dan selanjutnya mampu mengantarkan cara pandang yang strategtis, komplek, terintegral dan syarat makna. Namun sayangnya pendekatan-pendekatan yang ada justru masih bersifat parsial, sempit, terkotak dan hampir tidak menyentuh integralitas ajaran karena hanya berbicara dan meneliti agama dalam satu topik dan cara pandang tertentu. Dalam hal ini pendekatan-pendekatan tersebut antaranya Pendekatan teologis normatif merupakan upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Pendekatan antropologis, memandang dan memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dalam artian cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.

Selanjutnya adalah pendekatan sosiologis, ilmu ini menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Cara kerja ilmu inilah yang digunakan dalam mengungkap hikmah-hikmah yang terdapat dalam pesan-pesan wahyu yang masih belum spesifik. Selanjutnya adalah pendekatan historis, yang mengajak seseorang menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan ini dalam memahami agama dibutuhkan terutama karena agama turun berkaitan dengan situasi yang konkret dan erat hubungannya dengan kondisi sosial masyarakat.

(3)

print kerangka acuan memecahkan masalah yang dihadapi. Adapun untuk memahami agama, agama dalam hal ini tampil dalam bentuk formal yang menggenjala dalam masyarakat. Pendekatan psikologi, digunakan untuk mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan sesorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya. Dan Fenomenologi sendiri adalah suatu bentuk pendekatan keilmuan yang berusaha mencari hakekat atau esensi dari apa yang ada di balik segala macam bentuk manifestasi agama dalam kehidupan manusia di bumi.1

Fokus pembahasan kita adalah pendekatan agama secara fenomenologis dalam konteks karya yang menggunakan pendekatan ini sebagai pisau kajiannya terhadap Islam melalui pemaknaan ayat-ayat (tanda-tanda) dari Allah terhadap obyek yang bersifat abstrak maupun hal-hal yang bersifat konkrit, mulai dari aspek-aspek alam sampai kepada komponen ajaran-ajarannya. Hal ini dimaksudkan supaya Islam itu benar-benar dipahami dan dimengerti sesuai dengan sudut pandang kebenarannya menurut penganutnya sendiri secara hakiki, dan tidak dipahami berdasarkan tendensi-tendensi lain yang melatarbelakangi peneliti. Adalah salah yang cukup obyektif dan representatif bagi ummat Islam meski mungkin tidak bagi penganut agama lain adalah sebuah Karya seorang pakar sastra Islam dan tokoh Mistisisme (Tasawwuf) terkemuka dunia asal Jerman Annemarie Schimmel dalam bukunya “Dechipering The Signs of God: A Phenomenological Approach to Islam”. Karya ini menekankan pendekatan fenomenologis dalam memahami Islam melalui tanda-tanda Tuhan yang ada secara empirik dan spiritual, baik yang ada melalui benda-benda abstrak maupun tradisi-tradisi keislaman yang melekat secara konkrit.

Kenapa seorang Annemarie tertarik untuk mendekati dan memahami Islam dari sudut fenomenologis? Dan apa saja fenomena keberagamaan yang menjadi obyek kajiannya?, sekiranya itulah yang menjadi pertanyaan besar bagi kita, mengingat secara metode ilmiah, pendekatan Fenomenologi disamping memiliki keunggulan dibanding pendekatan-pendekatan yang lain disebabkan hakikat

(4)

fenomenologi adalah penyangkalan terhadap asumsi-asumsi sifat-sifat manusia, sifat emosi, sifat-sifat masyarakat, sifat-sifat dunia, seperti tema-tema dalam pendekatan sosiologi, maupun sejarah dan psikologi yang sarat dengan teori-teori yang bersifat “siap pakai” dan teori semacam ini memendam potensi penggagahan dan manipulasi fakta. Tidak menutup kemungkinan pendekatan ini banyak juga ditentang sebagaimana pendekatan-pendekatan lainnya. Namun di sinilah peran partisipasi fenomenologi secara konkrit dan obyektif.

Hanya saja masalah serius yang menentang klaim obyektivitas pendekatan ini adalah pertama, fenomena-fenomena agama hampir (harus) selalu diidentikkan dengan pengalaman keagamaan mayoritas (massa) penganutnya, yakni dengan manifestasi populernya. Karena itu tak aneh jika isu-isu standar fenomena agama mencakup mitos-mitos dan simbolisme-simbolisme sakral kepercayaan-kepercayaan mengenai benda-benda dan tanda-tanda alam. Boleh jadi ini cocok bagi pemahaman esensi (eidos) agama-agama tertentu yang menjadi tujuan fenomenologi agama. Tetapi amat diragukan keakuratannya bagi pemahaman Islam yang setidaknya oleh sebagian penganutnya dianggap sebagai agama intelektual. Kedua, ketika fenomena keagamaan dibatasi pada apa yang bersifat individual dan personal, ketika ia dipahami sebagai apa yang “menampakkan diri dalam jiwa orang-orang beriman” maka agama cenderung diidentikkan dengan mistisisme. Di sinilah Annemarie sebagai seorang peneliti agama yang punya kecenderungan mistikal mulai terpancing. Disamping alasan utamanya seperti yang dia nyatakan dalam Pendahuluan bukunya

Dechipheringa the Sign of God: A Phenomenological Approach to Islam adalah karena keprihatinannya terus mendapati bahwa Islam ditampilkan secara buruk dalam beberapa buku penting dalam bidang ini.

(5)

dipungkiri obyek-obyek yang dikaji selalu dikorelasikan dan dikomparasikan secara baik terhadap pemahaman, kecendrungan, kebiasaan dari berbagai macam faham dalam Islam sendiri maupun dalam agama lain. Dan bagaimanapun kenyataan karya ini adalah wujud kecintaanya terhadap Islam dan kegigihannya memahamkan Islam terhadap penghujat-penghujatnya. Selebihnya, mengenai gambaran isi dan sikapnya dalam buku ini akan kami ulas selanjutnya.

B. PEMBAHASAN 1. Latar Belakang

Dalam studi tentang Agama, berbagai pendekatan dilakukan untuk mendapatkan formulasi Pemahaman yang utuh dan terintegral terhadap agama dirasa perlu untuk dilengkapi dengan jenis pendekatan dan pemahaman mengenai Agama itu sendiri secara husus. Hal ini dilakukan dengan maksud supaya agama tidak lagi dipahami secara parsial dan tidak lagi dipandang tidak memiliki nilai fungsional terutama bagi kalangan awam penganutnya. Supaya tidak sampai terjadi distorsi atau reduksi yang berlebihan terhadap fenomena keberagamaan manusia, maka pendekatan model applied sciences baik dalam bentuk sosiologi, sejarah maupun psikologi terhadap agama dirasa perlu untuk dilengkapi dengan jenis pendekatan dan pemahaman lain yang bersifat fenomenologis,2 yaitu suatu bentuk pendekatan keilmuan yang berusaha mencari hakikat atau esensi dari apa yang ada di balik segala macam bentuk manifestasi agama dalam kehidupan manusia di muka bumi.

Secara Harfiah, fenomenologi berarti pelajaran mengenai gejala-gejala.3 Dan Fenomenologi berkeyakinan bahwa setiap pengetahuan diri kita dan dunia mestilah dimulai dengan manusia yang paling personal. William James menyebutnya empirisme radikal. Yang real, menurut James, adalah yang

dialami-2 Amin Abdullah, “Studi Agama Normatifitas atau Historisitas?”, ( Jakarta :Pustaka Pelajar Offset,1996),hal.27

(6)

murni dan tidak ditafsir-tafsirkan. Meski agak khas, pernyataan Corbin di bawah ini barangkali cukup jelas meringkas pendekatan ini:

“Fenomenologi adalah pemulihan fenomena, yakni menemui fenomena dimana mereka berlangsung dan di mana mereka mengambil tempat-tempat mereka. Sehubungan dengan ilmu-ilmu keagamaan, ini berarti menemui mereka dalam jiwa-jiwa orang-orang beriman ketimbang dalam monumen-monumen pencermatan kritis atau pemeriksaan-pemeriksaan mendetail; tujuannya, adalah untuk memaparkan apa yang telah menampakkan dirinya kepada jiwa-jiwa itu atau, dengan kata lain, fakta keagamaan”.4

Fenomenologi agama-seperti halnya fenomenologi pada umumnya menuntut penyisian sikap menilai (Judgement) oleh peneliti terhadap objek yang ditelitinya. Pada saat yang sama ia merupakan pemberontakan terhadap meruyaknya metode-metode penelitian yang dihasilkan dari sains-sains teoretis, khususnya sosiologi dan sejarah (baca:historisisme). Buat Schimmel, satu-satunya metode yang sah dalam mempelajari dan mengungkapakan Islam adalah Fenomenologi. Islam harus dilihat dan dipahami sebagaimana orang Islam memahaminya.5

Sebuah karya fenomenal “Dechipering The Signs of God: A Phenomenological Approach to Islam (1994) oleh Annemarie Schimmel merupakan salah satu literatur dalam upaya pendekatan pemahaman terhadap Islam melalui pendekatan Fenomenologis. Kemudian karya ini diterjemahkan oleh Rahmani Astuti (1996) dan berganti judul menjadi “Rahasia Wajah Suci Ilahi”, dimana Annemarie mengkaji hal-hal yang suci dalam Islam; alam dan kebudayaan yang suci, ruang dan waktu yang suci, tindakan yang suci, firman dan kitab suci, individu dan masyarakat, Tuhan dan ciptaan-Nya.

4 Henry Corbin, “Religious Studies Review (Ontario, Canada: The Council on the Study of Religion,,1980]. hlm.114-123

5 Haidar Bagir dalam Fenomena Schimmel, mengawali buku “Rahasia Wajah Suci Ilahi” oleh Rahmani Astuti terjm. Dechipering the Signs of God:A Phenomenological Approach to Islam

(7)

2. Sekilas Tentang Penulis

Annemarie Schimmel lahir pada 7 April 1922 di Jerman ia menjadi terkenal dan berpengaruh sebagai Iranologist, sebagai sejarawan dan penulis produktif tentang Islam dan tasawuf sampai ia meninggal pada 26 Januari 2003. Schimmel belajar di Universitas Berlin dan menerima gelar doktor dalam bahasa dan peradaban Islam pada usia sembilan belas. Dia kemudian menjadi profesor bahasa Arab di Universitas Marburg pada tahun 1946. Sementara di sana, ia meraih gelar doktor kedua pada tahun 1954, kali ini dalam sejarah agama. Pada tahun yang sama, ia menjadi profesor sejarah agama di Universitas Ankara di Turki. Dia menghabiskan lima tahun di sana, mengajar di Turki dan menyerap budaya dan agama melingkupi daerah. Dari 1967 hingga 1992, ia mengajar di Harvard University dan menjadi profesor emeritus Indo-budaya Muslim. Dia juga seorang profesor kehormatan Universitas Bonn, menerbitkan lebih dari seratus buku-buku tentang sastra Islam, mistisisme dan budaya dan diterjemahkan tambahan berbagai puisi Islam untuk bahasa Inggris dan Jerman dari bahasa-bahasa seperti Persia, Urdu, Arab, Sindhi dan Turki . Pemerintah Pakistan menganugerahkan gelar kehormatan dengan ketertiban sipil tertinggi yang dikenal sebagai Hilal-e-Imtiaz atau 'Bulan Sabit of Excellence'. Dia menerima banyak penghargaan lainnya dari banyak negara lain, termasuk Hadiah Perdamaian dari Perdagangan Buku Jerman pada tahun 1995, yang terbukti kontroversial karena dirinya dianggap mendukung dijatuhkannya hukuman mati terhadap Salman Rushdie seorang penghujat Nabi SAW.

(8)

dan literatur Islam. Bukunya Mystical Dimensions of Islam (1975) dianggap klasik di bidangnya. Profesor Annemarie Schimmel menyumbangkan kata pengantar untuk edisi terbaru mahakarya Frithjof Schuon,Understanding Islam. Dalam kata pengantar untuk Memahami Islam dia menulis: "buku Schuon menunjukkan esensi Islam, membandingkan dengan pandangan dunia Kristen dan sering membawa contoh-contoh dari tradisi-tradisi agama lain, yang semuanya terdiri dari pengetahuan yang luas. Gaya mengingatkan pekerjaan kadang-kadang pembaca melihat bentuk kristal murni, namun orang sering menemukan bagian-bagian yang menyentuh hati.”6

3. Pengertian Dechipering The Signs of God: A Phenomenological Approach to Islam

Adapun Dechipering The Signs of God: A Phenomenological Approach to Islam mengandung pengertian sebagai berikut: menurut arti kamus (Lexical Meaning), yaitu salah satu fase awal pemaknaan yang ada dalam semantik7, dechipering (gerund: kata kerja yang dibendakan) merupakan derivasi dari kata dechiper yang berarti menemukan arti sesuatu yang tertulis dalam bentuk, kode, tanda-tanda, tulisan tangan jelek, atau steno dan sebagainya (find the meaning of something written in code, sign, bad hand writing, ect).8 The (definite article), jika disandingkan dengan jabatan kata yang ada dalam tata Bahasa Arab, menempati posisi kata yang sama dengan lam al-ta’rif (ma’rifah: لا), dipakai untuk menunjukkan kejelasan sesuatu.9 Dalam hal ini, yaitu tanda-tanda (signs) atau simbol-simbol yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu,10 yakni Tuhan (God). Dengan demikian, Dechipering The Signs of God kurang lebih berarti menemukan makna atau apa (rahasia-rahasia) dibalik tanda-tanda Tuhan, baik yang tersurat (explicit) maupun yang tersirat (implicit), tanda-tanda yang tertulis

6 http://www.worldwisdom.com/public/authors/Annemarie-Schimmel.aspx

7 Victoria,Oxford Learner’s Pocket Dictionary, (New York : Oxford University Press, 1995), Hal.374

8 Ibid, hlm. 106

9 Victoria, Op.Cit.429

(9)

sebagai teks yang kemudian dibacakan (wahyu mathluw) dan yang di luar teks (wahyu masyhud) secara fenomenologis.

Terlepas dari pemaknaan literal di atas, kajian ini tidak akan memfokuskan pembahasan untuk menyoroti objek studi lewat telaah bahasa (Linguistics) ataupun sastra (literature) secara utuh dan partikular, melainkan terlebih kepada keterlibatan pengarang dalam menemukan tanda-tanda kebesaran Tuhan melalui pendekatan fenomenologis. Hal ini tercermin dalam upaya konkrit penemuan obyek-obyek fenomena keberagamaan dalam Islam melalui hal-hal yang sakral dan esensi untuk memahami secara mendetail keagungan dan ketinggian nilai-nilai Ilahiah di bumi ini.

4. Aspek-aspek Fenomena Kajian “Dechipering The Signs of God; A Phenomenological Approach to Islam”

Bagi seorang muslim, segala sesuatu dapat menjadi ‘ayat, tanda dari Tuhan. Al-Qur’an mengulang-ulang kebenaran ini berkali-kali, memperingatkan mereka yang tidak percaya pada tanda-tanda Tuhan atau yang mengingkarinya. Semua makhluk adalah tanda-tanda, perubahan antara siang dan malam adalah suatu tanda, begitu juga pertemuan yang disertai cinta-kasih antara suami istri; dan mukjizat-mukjizat itupun merupakan tanda-tanda (lihat QS 30: 19-25): mereka semua membuktikan bahwa ada satu Tuhan yang tetap hidup, yang merupakan asal dari segalanya. Alam sesungguhnya adalah sebuah buku besar di mana mereka yang mempunyai mata untuk melihat dan mempunyai telinga untuk mendengar dapat menemukan tanda-tanda Tuhan dan karenanya dituntun melalui perenungan mereka menuju Sang Pencipta itu sendiri. Dengan memahami dan menafsirkan tanda-tanda tersebut kita mungkin dapat memahami kebijaksanaan dan kekuasaan Ilahi. Kita juga akan memahami bahwa, Tuhan memberi pelajaran melalui perbandingan-perbandingan, perumpamaan-perumpamaan, dan persamaan-persamaan untuk menarik hati manusia di luar paras-paras penciptaan lahiriah.

(10)

dilihat melalui gerakan rumput atau daun yang digerakkan angin. Sebagaimana didendangkan oleh penyair Indo-Muslim abad ke sembilan belas, Ghalib; debu yang dapat kita lihat dari jauh di gurun pasir menyembunyikan penunggang kuda yang mengepulkannya; dan lapisan-lapisan busa di permukaan samudera menunjuk pada jurang yang tak terukur dalamnya. Tanda-tanda ini penting, sebab hati manusia ingin sekali menangkap kilasan Ilahi (meskipun Tuhan itu tidak terjangkau oleh segala bentuk dan imajinasi) namun kita tetap berharap dapat menyentuh kekuatan sang Ilah dengan satu atau lain cara.

Hal yang lain seperti tugas penyembahan, juga dapat ditafsirkan di luar makna penting lahiriah mereka sebagai tanda-tanda bagi sesuatu yang lebih tinggi:Shalat adalah hilangnya diri seseorang yang kecil dalam penyatuan dengan yang suci, atau pengorbanan jiwa seseorang di hadapan Tuhan yang dicintai dan menguasai; perjalanan Haji menunjuk pada perjalanan tanpa henti dari jiwa menuju Tuhan;puasa mengajarkan seseorang untuk hidup dengan cahaya dan peribadatan. Oleh karena itu setiap bentuk ritual lahiriah dapat menjadi tanda pengalaman ruhaniah. Demikian pula, tindakan-tindakan simbolis dapat digunakan untuk menjelaskan aspekaspek ruhaniah tertentu dalam Islam;ketika Nabi melemparkan pasir dan batu kerikil ke arah musuh-musuhnya dalam perang Badr (624) seperti yang diwahyukan dalam QS 8:17 (Waktu kamu melempar itu sebenarnya bukan kamu yang melakukan...’), hal itu menunjukkan bahwa seseorang yang telah mutlak patuh kepada Tuhan dapat bertindak, begitu dikatakan, melalui kekuatan Tuhan.

Dalam buku Dechipering The Signs of God: a Phenomenological Approach to Islam, diuraikan banyak hal-hal yang bersifat suci dalam agama Islam baik itu berupa benda-benda maupun rumusan ajaran-ajarannya untuk menuntun keyakinan dan memberikan pemahaman lebih tegas atas tanda-tanda Allah di dalam Alam semesta ini. Untuk lebih jelasnya, berikut aspek-aspek umum kajian bukunya:

(11)

1) Alam Tak Bernyawa,

yaitu Batu;dalam Fenomena Islam diketahui ada Ka’bah di Mekkah yang tidak lain adalah sebuah batu yang merupakan pusat atau titik kemana orang-orang beriman berpaling ketika shalat. Gunung; yang diyakini sebagai penyangga bumi. Bumi; Air; yang tidak lain untuk berwudlu,begitu juga ada air Zam-zam merupakan fenomena yang luar biasa dalam Islam dan memiliki sejarah yang cukup sakral.Air juga bisa berupa Lautan, samudera, hujan dan sungai. Api; dimana syaitan dan jin diciptakan darinya.Angin; Kilat; Petir;Cahaya; dikatakan di dalam QS 24:35 Tuhan adalah cahaya dari langit dan bumi, kemudian Matahari; perwujudan yang paling jelas dari cahaya yang mencakup dan menembus segalanya, Bulan; Bintang; Langit; dalam Astrologi yang menawarkan bukti lain bagi orang beriman bahwa segala sesuatu adalah bagian dari keselarasan kosmik asalkan kita mampu membaca tanda-tandanya, namun jika sudah sampai ke langit itu sendiri, maka ia jelas merupakan simbol yang menunjuk pada transedensi Ilahi, sebab ia yang menciptakan tujuh langit dan bumi sebagaimana dalam Ayat Kursi (QS 2:255).

2) Tumbuh-tumbuhan dan Hewan-hewan

a) Pohon; banyak sekali disebutkan dalam konsepsi-konsepsi tentang manusia dalam hubungannya dengan alam. Karena pohon yang mendatangkan buah untuk dimakan manusia sebagai sumber kehidupannya. Kaitan erat antara pohon dan kehidupan terutama kehidupan ruhania, diungkapkan secara indah dalam hadits yang menyatakan bahwa orang yang berzikir, mengingat Tuhan adalah laksana sebatang pohon hijau di tengah pepohonan yang gersang. b) Hewan; bukan hanya tumbuhan, hewanpun menyembah Tuhan,

(12)

3) Objek-objek Buatan Manusia

a) Senjata; dari zaman dahulu sampai sekarang senjata memiliki peran yang cukup besar, mengingat peperangan-peperangan terhadap kaum kafir untuk menegakkan syariat oleh nabi SAW mempergunakan senjata seperti pedang. b) Tongkat; tongkat memilki nilai historis karena mengingat Mukjizat nabi

Musa berupa tongkat.

c) Bendera atau panji-panji; konsep terpenting dalam tradisi Muslim umum adalah konsep ‘liwa’ al-hamd,’ panji-panji pujian yang akan di bawa Muhammad di Hari Kiamat.

d) Cermin; adalah salah satu objek paling menarik dalam sejarah agama, sejak cerita zaman kuno sampai ungkapan Al Qur’an QS 83:14 ’Apa yang mereka kerjakan itu membayangi hati mereka’,dapat dengan mudah diterapkan pada cermin hati yang ditutupi oleh karat dari perbuatan-perbuatan tercela,dan tidak dapat lagi merefleksikan cahaya Ilahi.

e) Berhala;sejak Nabi Ibrahim sampai Nabi Muhammad SAW memiliki kisah berkenaan dengan berhala.

f) Koin; g) Lukisan;

h) Pakaian; objek terpenting dari objek-objek buatan manusia. Islam mengembangkan aturan berpakaian yang sangat ketat. Bagi laki-laki ia wajib berpakaian mneutup aurat dari pusar sampai lutut, namun perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan.

b. Ruang dan Waktu yang suci

1) Ruang yang Suci; dalam konteks ini Schimmel mengkaji ruang dan tempat-tempat seperti Gua, Rumah, Masjid, Kuburan, Makkah dan Madinah (al Haramain), Ka’bah. Yang mana tempat-tempat ini memiliki nilai sejarah dan barakah tersendiri

(13)

Waktu mengukur kehidupan kita, dan setiap agama mempunyai waktu sucinya sendiri-sendiri. Secara historis, kesadaran waktu Muslim dimulai dengan hijrah yang berarti realisasi praktis konsep-konsep wahyu. Suatu awal baru yang penting dibuat dengan diperkenalkannya tahun Komariyyah;

a) Ramadhan; adalah bulan yang paling suci dari semua bulan. Karena di dalamnya Muslim wajib berpuasa, waktu diturunkannya al Qur’an dan di dalamnya terdapat Lailatul qadr’ yang lebih baik dari seribu bulan (QS 97). b) Dua hari raya (‘idain); ‘Idul Fithri pada 1 Syawal dan ‘Idul ‘Adlha di bulan

Dzul Hijjah sekaligus sebagai waktu untuk Ibadah Hajji yang penuh rahmat. c) Maulid Nabi SAW; pada 12 Rabi’ul Awwal

d) Rajab; bulan ke tujuh komariyah, dikaitkan dengan Isra’ Mi’raj pada tanggal 27.

e) Sya’ban; bulan laylatul bara’ah, disunnatkan memperbanyak ibadah di dalamnya, terutama puasa sebagai persiapan memasuki bulan Ramadhan. f) Pada hakikatnya setiap hari memiliki keistimewaan tersendiri disesuaikan

dengan nilai historisnya sesuai dengan petunjuk al Qur’an. Waktu disadari bersifat linier, dimulai dengan Penciptaan, Hari kemarin, menuju Hari Penghakiman.

3) Angka-angka Suci

Islam seperti semua agama menekankan makna penting dari angka-angka tertentu, seperti angka Satu yang memilki penegasan kuat bahwa Tuhan itu Satu. Begitupula rahasia angka 2,3,4 dan seterusnya sampai angka 99 dan 1001 memiliki misteri dan keterkaitan yang kuat dengan rahasia-rahasia Allah dibalik penciptaanNya.

c. Tindakan yang Suci

(14)

1) Via Purgativa; terdiri atas car-cara untuk menyucikan diri sendiri dalam usaha untuk berhubungan dengan yang suci.Seperti berwuldu sebelum shalat, berpuasa untuk memohon ampunan dan menyucikan diri.

2) Via Illuminativa; contoh konkritnya adalah Niat, karena batas tertentu antara yang profan yang tidak termasuk dalam tindakan Penyucian, dan yang ritual adalah niyyat, contoh lainnya adalah bay’ah (bai’at) mengambil sumpah untuk terlaksananya sesuatu.

3) Via Unitiva; upaya penyatuan fisik (jiwa kasar Manusia) yang imanen dengan Tuhan yang transenden. Konsep tentang Cinta kepada Allah adalah contoh konkritnya. Gambaran-gambaran al Qur’an mengenai surga dengan kenikmatannya dapat ditafsirkan sebagai isyarat kebahagiaan tertinggi penyatuan ruhaniah yang tidak dapat diungkapkan dalam istilah-istilah lain. d. Firman dan Kitab Suci

1) Firman (Mengenai Tuhan dan dari Tuhan)

Firman, karena ia berasal dari Tuhan dan mengungkapkan diriNya serta kehendakNya, sangat sentral dalam Islam. Tetapi secara umum, firman suci terlindung dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari melalui suatu cara pembacaan khusus yang menekankan ciri kesuciannya.

Ada suara-suara primordial, ‘Urlaute’ Ilahiah, yang bila didengar orang akan memahami mengapa ‘suara’ dapat dianggap sebagai Kekuatan Kreatif, sehingga tidak heran jika dalam budaya Islam terutama kelompok sufi tertentu masih ada terapi musik dengan suara-suara keramat yang penuh berkah.

Dalam mengumandangkan firman Allah SWT dituntut supaya memperhatikan pola-pola suara yang benar, dan pembacaan yang sesuai dengan kaidah dalam ilmu tajwid atau tartil, tilawat dan lain sebagainya.

(15)

untuk menyebarkan isi wahyu adalah glossolalia, atau berbicara dalam berbagai bahasa.

Kaum muslim tau bahwa wahyu yang sesungguhnya selalu penuh misteri: orang tidak pernah dapat mengerti sepenuhnya dan memahaminya, meskipun makna dan urutan kata-katanya sangat jelas. Sebuah wahyu yang dipahami sepenuhnya tidak akan menjadi wahyu sejati dari zat Ilahi yang tak dapat diperkirakan.11

Wahyu Ilahi yang bersinar melalui para Nabi dinamakan wahyu, sementara Ilham pada umumnya diperoleh oleh manusia, ahli pikir,pe, nyair. Dan suatu usaha untuk lebih mendekati misteri wahyu merupakan usaha untuk memberikan pada Tuhan, yaitu asal-usulnya sebuah nama. Karena Tuhan menyebut diriNya sendiri Allah dalam Al Qur’an, nama ‘personalNya’ tidak diketahui.

2) Kata Untuk Tuhan

Kata mempunyai kekuatan realisasi: karena datang dari Tuhan pada awalnya(sebagaimana segala sesuatu). Bangsa-bangsa kuno (dan sampai batas tertentu manusia modern pula) mengenal kekuatan magis dari kata, yang dapat direalisasikan dalam pengaruh-pengaruh dari rahmat dan kutukan, salam dan perintah: mengucapkan kata itu dapat menyembuhkan sekaligus menyakiti. Itu sebabnya rumusan salam amat penting, Al Qur’an memerintahkan orang mukmin untuk menyalami satu sama lain.Selain salam ada Tashliyah;dapat menguatkan nilai suatu permohonan atau menuntun pada pengampunan dosa-dosa. Kutukan, sumpah, janji, Istighfar, suara adzan, baru kemudian Shalat, Doa, pujian, Zikir merupakan bahasa-bahasa yang bersumber dari Allah dan untukNyapun diucapkan.

(16)

3) Kitab Suci; yakni Al Qur’an yang berisi kisah-kisah umat dan Nabi terdahulu, peringatan, Tauhid, perintah dan larangan, hukum-hukum dan lain sebagainya berupa rumusan petunjuk bagi kehidupan manusia. Membaca, belajar dan mengajarkannya lalu mengamalkannya adalah pahala yang besar di sisi Allah SWT.

e. Individu dan Masyarakat.

1) Manusia; fenomena yang paling nyata di alam ini adalah adanya manusia, sebagai hamba (abd); yang menyembah, sebagai khalifah; wakil Tuhan di bumi yang bertugas memakmurkan Bumi dan isinya supaya bisa mempertanggungjawabkan tugasnya kelak di akhirat, sebagai insanunnhathiq yang diberi kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan mahluk lainnya terutama akal. Dari segi penciptaannya, manusia diciptakan dari debu dan selanjutnya menjadi ‘alaq (QS 96:1).

Sebagaimanaan yang dapat dipahami dari kisah penciptaan, manusia itu terdiri dari badan dan jiwa. Ruh dan Nafs sangat penting sebagai aspek-aspek ruhaniah sejati yang membuat manusia tetap berhubungan dengan realitas-realitas yang lebih tinggi, tetapi badan sangat diperlukan bagi kehidupan ini. Organ-organ tubuh yang dimilki manusia sangat sempurna dan memilki keistimewaan-keistimewaan tersendiri, mulai dari rambut, kepala,jenggot,kuku,nafas,keringat,darah,kaki, tangan dan sebagainya, semua memilki nilai kesucian dan faedah yang bervariatif. Manusia ada yang laki-laki dan perempuan, memilki peran dan tanggungjawab masing-masing.

(17)

mengenai masyarakat yang sempurna. Kehidupan yang baik,’kehidupan seorang Muslim yang akan membawanya menuju kebahagiaan di dunia dan di Akhirat, harus ditata hingga rincian yang paling kecil sesuai dengan aturan-aturan wahyu sebagaimana yang ditafsirkan oleh ahli-ahli yang kompeten. Al-Qur’an menggambarkan komunitas Muslim sebagai Ummatan wustha

(QS 2: 143), yaitu komunitas tengah, segolongan manusia yang mengambil jalan tengah antara kedua ekstrem, sebagaimana Nabi sering tampil sebagai tokoh yang menghindari legalisme yang kaku dan keras dari Musa dan kelembutan yang berlebihan dari Isa.

Landasan utama terbentuknya masyarakat Muslim adalah sunnah Nabi SAW yang banyak memberikan gambaran bahwa muslim yang satu dengan yang lain adalah satu jiwa, karenanya mereka berkewajiban untuk mendukung satu sama lain di jalan keselamatan dengan memerintahkan kebaikan dan melarang kejahatan, amr bi al-ma’ruf wa nahyi an al-munkar.

f. Tuhan dan CiptaanNya, Eskatologi; Schimmel dalam konsep ini menjelaskan bahwa Tuhan digambarkan sebagai wajib al-wujub,’Dia yang eksistensi-Nya mutlak wajib’ dan yang kepadaNya segala sesuatu bergantung. Tuhan adalah

Prima causa, dan tidak ada penyebab sekunder. Peristiwa-peristiwa di dalam dunia ciptaan merupakan pengaruh dari keterlibatan langsung sang pencipta:apapun yang terjadi bukan akibat dari kausalitas melainkan karena sunnat Allah.

g. Cara Pendekatan terhadap Islam; adalah uraian pamungkas dari buku ini, menegaskan perlunya pendekatan yang sesuai dan obyektif terhadap Islam. Untuk menegaskan eksistensi kebenaran ajarannya.

5. Memahami Islam Secara Fenomenologis menurut Schimmel

(18)

Schimmel berusaha mengungkap apa sebenarnya yang terdapat di balik kepercayaan yang menyebar di kalangan kaum Muslim bahwa suatu benda, tempat, waktu atau tindakan mengandung barakah tertentu serta cara pendekatan terhadap Islam.12 Dia (Schimmel) menyimpulkan dengan teliti tiap-tiap respon terhadap misteri Ilahi. Berdasarkan sumber orisinil, baik literatur klasik maupun modern, dan pengalaman pribadi yang bisa dipertimbangkan kebenarannya,

Dechipering The Signs of God: A Phenomenological Approach to Islam bukan hanya menarik sebagai penelitian praktik-praktik keislaman dan keyakinan Islam, tetapi juga merupakan pandangan fenomenologis Islam yang terintegral.

Islam memungkinkan untuk dilihat dari hal mendasarnya, yaitu normatif yang dibangun sebagai acuan hukum di mana kehendak Tuhan terkuak, dapat dilihat.13 Konsep lain adalah pertemanan dengan Tuhan yang terjalin sedemikian rupa sehingga agama yang akhir-akhir ini sering dimaknai sebagai keterlibatan seseorang, dapat dibangun dengan landasan pertemanan, menjadi teman Tuhan (God’s friend).14

Islam dalam konteks fenomenologis Schimmel ini pada hakikatnya adalah usaha memahami Islam apa adanya sesuai dengan esensi ajaran, tanpa mengenyampingkan peran-peran tradisi yang dipraktekkan sebagai wujud aktualisasi keimanan dan ketakwaan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah. Meski tidak dapat dipungkiri konsekuensi dari semua ini munculnya fakta mistis dalam aspek-aspek kajian ini.

Dalam perspektif ini, penafsiran-penafsiran dan anggapan yang subyektif dari penganut Islam sendiri tidak dapat dihindari karena obyek kajiannya adalah hal yang paling sensitif dan fundamen dalam ajaran ini, meski tetap memiliki keunggulan tersendiri, baik itu bagi pemeluknya secara spesifik maupun bagi pemerhati studi agama-agama secara general.

12 Wikipedia: The free Encyclopedia

13 Annemarie Schimmel, , Dechipering The Signs of God: A Phenomenological Approach to Islam, ( New York: State University of New York Press AlBany, 1984), hlm. 245

(19)

Kajian fenomenologis ini, dimaksudkan supaya agama tetap ditempatkan pada sebuah lokus spiritual, dinamika dan gejala sosial, sumber intelektual, sehingga manifestasi dari fenomena keberagamaan memiliki corak dan warna dalam membentuk pemahaman sekaligus karakter yang kokoh, tidak hanya bagi pemeluknya melainkan bagi siapa saja yang memiliki respek untuk mengkajinya. Hal ini dimungkinkan untuk meminimalisir pandangan sentimen yang terlalu ekstrim terhadap Islam.

C. PENUTUP

Merefleksi karya yang memberikan begitu banyak gambaran, pemahaman, kontribusi pemikiran dan pendidikan, tidak hanya bagi pemerhati studi agama melainkan bagi kalangan awam maupun praktisi pendidikan keislaman, karena memang karya ini diulas dan dikupas cukup luas dan mendalam, mencakup aspek-aspek esensial ajaran Islam yang bagi sebagian pemeluknya masih terasa asing karena minimnya pemahaman terhadap konsep mendasar ajarannya.

Dechipering The Signs of God: A Phenomenological Approach to Islam ini tampil sebagai karya yang berusaha untuk memahami Islam. Dalam kaitannya dengan pemahaman yang tidak seimbang, yang banyak dilakukan oleh para orientalis, Schimmel dengan penuh empati berusaha memahamkan dunia Barat tentang Islam yang ramah (Rahmatan li al-amin) dan penuh dengan cinta. Islam dipahami melalui kajian pustaka (library research) secara kualitatif dengan metode fenomenologi yang menitik tekankan pada aspek sosio historis. Melalui metode ini, Schimmel berusaha memahami arti sebuah peristiwa terkait erat dengan orang biasa dalam situasi tertentu. Titik berat pada aspek sosio historis ini terletak pada pendekatan kesejarahan dengan mengaitkan mistik dan perilaku sufistik.

(20)

tirai pemisah antara realitas dengannya. Dengan kata lain Schimmel hanya mendapatkan data sekunder dari fenomena-fenomena yang ada dalam Islam, dari segi kesignifikansian suatu data memang perlu dipertanyakan. Meski demikian, usaha dan perannya menggunakan pendekatan Fenomenologis ini banyak membantu meredam sorotan dunia Barat terhadap asumsi-asumsi yang tidak selalu benar dalam Islam.

Kajian buku ini memiliki banyak warna dalam sisi spiritual meski penulisnya sendiri bukanlah subyek dari ajaran agama itu sendiri, akan tetapi secara pribadi kami berharap kita selalu memiliki pandangan positif terhadap kekayaan intelektual dengan melihat sebuah realitas dan tanpa mengenyampingkan pentingnya sebuah keterlibatan langsung, penyatuan realitas pribadi dengan fenomena yang diteliti dan dipahami, nilai obyektifitas, orisinalitas dan otoritas sebuah ajaran agama, dalam hal ini agama Islam masih dipertahankan secara matang melalui pengetahuan Schimmel yang komprehensif dan terintegral terhadap Islam. Meski tidak dapat dipungkiri kajian fenomenologi seperti ini seharusnya melibatkan peneliti (author)nya dalam proses menemukan esensi yang tertinggi dari semua tanda-tanda Tuhan di bumi ini. Namun yang tidak kalah penting harus menjadi catatan kita bersama, bahwa fenomena keberagamaan itu seharusnya menjadi harta yang tak ternilai bagi kita ummat Islam, dan bisa menjadi referensi atau rujukan utama dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta kajian-kajian atasnya harus menjadi wawasan dan acuan berkarya bagi penganutnya.

(21)

Pendekatan fenomenologis hendaknya menjadi salah satu pilihan alat yang representatif bagi pemahaman agama yang lebih komprehensif, dan literatur “Dechipering The Sign of God”a Phenomenological Approach to Islam” harus jadi salah satu literatur penting dalam melihat setiap fenomena keagamaan yang dikaji dalam perspektif yang lebih mendalam.Selamat berkarya..

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin M, DR, Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Abdullah, Taufik, Karim, Rusli, M, Metodologi Penelitian Agama suatu Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.

Ariyanto M. Darojat, Ilmu Perbandingan Agama: Isi, Perkembangan, dan Manfaatnya bagi seorang Muslim, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bertens, Filsafat Barat Abad XX, Inggris-Jerman. Jakarta : Gramedia. 1983.

Connolly, Peter (ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yogyakarta: LkiS, 2002

Davamony, Mariasusai, (terj.) Kelompok Studi Agama “Driyarkara” A. Sudiarja dkk,

Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Kanisius, 1980.

http://filsufgaul.wordpress.com./2008/02/04/fenomenologi/

(22)

Mudzhar, H.M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Oxford Learner’s Pocket Dictionary, New Edition, New York: Oxford University Press, 1995.

Schimmel, Annemarie (terj.) Rahmani Astuti. Rahasia Wajah Suci Ilahi. Bandung: Mizan, 1996.

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Rekonsiliasi melakukan proses filtering data yang diperoleh dari CoreBanking sesuai Kantor Cabang dan Cluster yang terdaftar, dan tidak menyertakan data transaksi

Kegiatan ini merupakan upaya kami untuk semakin meningkatkan kualitas pelatih karate di Indonesia yang memiliki kemampuan praktis dan ilmu keolahragaan (sports science) yang

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok.. Pertimbangan untuk nasihat lain •

metode baku histologi dengan pewarnaan Hemaktosilin Eosin (HE). Masing- masing preparat dibaca gambaran histopatologi di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih, berkat dan karunia yang diberikan kepada saya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan judul:

Berangkat dari beberapa pernyataan terkait, bisa diartikan bahwa sebenarnya upaya dalam pemberdayaan itu bermacam-macam, namun pada umumnya metode yang sering kali

Malah kebanyakan mioma uteri ini tidak memberikan gejala (kebetulan ditemukan) dan bahkan mioma yang sangat besarnya tidak dapat terdeteksi terutama pada pasien

Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik adalah: (1) peserta didik duduk pasif dalam