• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Toleransi Pada Sinetron (Analisis Wacana Kritis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441) T1 362009038 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Toleransi Pada Sinetron (Analisis Wacana Kritis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441) T1 362009038 BAB IV"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Program Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series merupakan sinetron yang tayang

menjelang bulan Ramadhan tahun 2012 lalu. Sinetron ini diangkat dari FTV

dengan judul yang sama yaitu Tukang Bubur Naik Haji yang ditayangkan oleh

stasiun televisi RCTI. Ide awal cerita sinetron ini diambil dari dua tokoh dari inti

cerita FTV Tukang Bubur Naik Haji, yaitu H. Sulam (anak dari penjual bubur

ayam) dan Emak (Ibu dari H. Sulam dan penjual bubur ayam), yang kemudian

oleh penulis cerita dalam sinetron ini dimunculkan tokoh seperti H. Muhidin,

Rumanah, Roby, Mang Odjo, dan lainnya.

Sinetron Tukang Bubur Naik Haji mengangkat tentang kehidupan masyarakat

sehari-hari, dengan berbagai konflik di dalamnya seperti orang yang seolah-olah

dermawan namun mengharapkan pujian orang dan kecenderungan untuk berbuat

pamer. Dalam sientron ini diceritakan dua karakter haji yang memiliki perilaku

yang berbeda. Tokoh Sulam yang memiliki sifat penyabar, berkat ketekunan dan

keikhlasannya akhirnya dia dapat naik haji dan memperbesar usaha bubur

ayamnya. Sedangkan tokoh H. Muhidin dan Hj. Maemunah yang memiliki sifat

dengki selalu memusuhi keluarga H. Sulam dengan terus menerus memfitnah dan

mencari-cari kesalahan keluarga H. Sulam. Namun niat jahat dan fitnah yang

selalu disebarkan H. Muhidin selalu tidak berhasil karena keluarga H. Sulam

sendiri tidak terpengaruh emosinya dan selalu bersikap rendah hati dan tidak

sombong. Berbagai konflik yang terjadi dalam sinetron ini diselesaikan dengan

kembali pada Al Quran dan Hadist Rasulullah sebagai pedoman dan pegangan

hidup umat Islam.

Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series tayang setiap hari, mulai 28 Mei

2013 pada pukul 19.00 WIB. Secara terperinci program sinetron, kru, dan pemain

(2)

Tabel 4.1 Tim Produksi dan Pemeran Tokoh Tukang Bubur Naik Haji The

Series

Judul Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

Format Sinetron Religi

Pembuat Sinema Art

Cerita & skenario H. Imam Tantowi

Sutradara H. Ucik Supra

Produser Leo Sutanto

Eksekutif Produser Elly Yanti Noor

Co Produser Novi Christina

Mitzy Christina

Cindy Christina

Co-Sutradara Rindra Panca - Aca Hasanuddin

Depi Herlambang

Astrada Dedet – fence F Nayoan Idhol Dg puji – Taslim idrus

Produser Pelaksana Baso Natsir

Adhitya Gautama

Desain Produksi Heru Hendriyarto

Supervisi Editing Bagus Kadarmodo

Penata Musik Purwacaraka

Koordinator lagu Ryan S. Pitna

Editor Anwar Sani-Budhidha

Basofi-Rosario

Casting Bobby Andika

Penata Videografi Sutan

Penata Artistik Haris

(3)

Visual Effect Rosy Tauhid Ace

Unit manager M. Romli

Pemain Uci Bing Slamet : Hj. Rodiah

Nani Wijaya : Emak

Latief Satepu : H. Muhidin

Andi Arsyil Rahman : Roby

Citra Kirana : Rumanah

Aditya Herpavi. R : Rahmadi

Alice Norin : Rere

El Manik : Ustadz Zakaria

Marini Zumarnis : Umi Mariam

Hamka Devito Siregar : Togu

Dina Lorenza : Riamah

Rio Reifan : Restu

Ricky Malau : Badar

Nova Soraya : Romlah

Eddy Oglek : Kardun

Lenny Charlotte : Mak Enok

Ali Syakieb : Jamal

Abdel Achrian : Encing Nelan

Connie Sutedja : Nyai Hj. Iroh

Salim Bungsu : Mang Odjo

Deny Sudarsiman : Machmud

Dorman Borisman : H. Rasyidi

Lulu Zakaria : Hj. Rasyidi

Ravi Romario : Joni

Ujang Ronda : Sobari

(4)

Intan Pramita : Laila

Tyas Wahono : Ustad Sulthony

Cut Syifa : Maesaroh

Christian Bennedict : Farid

Harun : Aki Dawud

Etty Sumiati : Ninik Leha

Binyo Sungkar : Tarmiji

Rusdi Syarief : Mali

Dewi Alam Purnama : So’imah Adam Rama Fadilla : Hisyam

Willa Julaiha : Ncum

Sisy Syahwardi : Neneng

Markoneng

Rahmi Nurullina : Nafisha

Jihan Jeihan : Ngadimin

Irwan Chandra : Ko Wan Wan

Qheyla Zareyya Valendro : Jessi

Ayu Adriana : Ci Leny

Kasiman Ahong : Ko Acong

Tengku Firmansyah : Abi Nafisha

Cindy Fatika Sari : Umi Nafisha

Tetty Liz Indriati : Ibu Restu

Asri Pramawati sebagai : Epih

Celine Evangelista : Ketty

Amelia Ekawati : Ulah

Ali : Bayu

Najwa : Anggi

(5)

4.2 Sinopsis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441 Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series merupakan sinetron religi yang

bercerita tentang kehidupan masyarakat sehari-hari. Episode 439-441 sinetron

yang bergenre religi Islam ini menyuguhkan tentang perayaan tahun baru Imlek

dengan mengahdirkan sebuah keluarga yang beretnis Tionghoa dan beragama

Khong Hu Cu di tengah-tengah masyarakat muslim. Sinetron Tukang Bubur Naik

Haji The Series episode 439-441 bercerita tentang kehidupan masyarakat yang

beragama Islam dengan suatu keluarga yang berbeda latar belakang agama dan

etnis yang akan merayakan tahun baru Imlek.

Keluarga yang berbeda latar belakang etnis dan agama yang dimunculkan

dalam sinetron Tukang Bubur naik Haji The Series episode 439-441 adalah

keluarga Wan Wan yang beretnis Tionghoa dan beragama Khong Hu Chu.

Keluarga Wan Wan terdiri dari Acong (ayah Wan Wan), Leny (Istri Wan Wan),

dan Jessy (anak Koh Wan Wan). Keluarga ini merupakan warga baru, yang baru

saja pindah di kampung yang masyarakatnya mayoritas adalah muslim. Sebagai

keluarga yang baru saja pindah di kampung tersebut, keluarga Wan Wan

digambarkan sebagai keluarga yang baik hati dan ramah. Sebagai keturunan

Tionghoa, keluarga Wan Wan tentunya merayakan Imlek.

Dalam proses persiapan menyambut perayaan tahun baru Imlek, banyak suka

duka yang dialami oleh keluarga Wan Wan yang merupakan satu-satunya

keluarga beretnis Tionghoa di kampung tersebut. Konflik muncul ketika ornamen

yang dipesan oleh Wan Wan diantar ke rumahnya, mendapat sorotan yang tidak

baik dari H. Muhidin yang selalu berburuk sangka kepada orang lain. Buruk

sangka H. Muhidin kepada keluarga Wan Wan yang dinilainya ri’a dengan membeli ornamen-ornamen seperti lampion dan pohon bambu. Sikap dari H.

Muhidin yang berprasangka buruk terhadap keluarga Wan Wan disanggah oleh

ustadz Zakaria yang memiliki pandangan berbeda dengan H. Muhidin, karena

(6)

Wan beretnis Tionghoa yang tentunya merayakan Imlek. Sehingga menurut

ustadz Zakaria memesan ornamen-ornamen Imlek meruapakan hal yang wajar.

Perayaan tahun baru Imlek tidak hanya disambut bahagia oleh Wan Wan dan

keluarganya, tetapi juga masyarakat sekitar tempat tinggal Wan Wan, yang

terlihat dari sikap Romi, Syape’i, Mali dan Tarmiji yang bersedia membantu keluarga Wan Wan dalam persiapan menyambut tahun baru Imlek seperti

menghias rumah dengan memasang ornamen-ornamen khas Imlek. Kekompakan

keluarga Wan Wan dan warga terlihat ketika mereka bergotong royong menghias

rumah sebagai bentuk menyambut tahun baru Imlek keluarga Wan Wan. Selesai

menghias rumah, mereka dijamu oleh keluarga Wan Wan. Namun Romi dan hansip Syape’i menolak karena masih ada tugas lain yang menunggu. Berbeda dengan sikap Mali dan Tarmiji yang membantu keluarga Wan Wan karena

mempunyai tujuan lain, yaitu mengharapkan imbalan. Leny, istri dari Wan Wan

menyiapkan 4 angpau yang akan diberikan kepada mereka karena Mali serta

Tarmiji yang meminta imbalan dan sudah membantu keluarga Wan Wan. Mali

dan Tarmiji menerima imbalan yang diberikan oleh keluarga Wan Wan, tetapi

Romi, dan Syape’i menolak, dengan alasan mereka membantu dengan tulus dan ikhlas.

Masalah lain muncul ketika Acong berencana untuk mengadakan pementasan

barongsai dikampungnya, dalam perayaan tahun baru Imlek. Rencana

mengadakan pementasan barongsai, karena ingin memberikan surprise kepada

para warga, yang diutarakan Acong ketika sedang berkumpul bersama keluarga.

Tetapi rencana Acong tersebut, mendapat pandangan lain dari Wan Wan.

Menurut Wan Wan, rencana papinya yang ingin mengadakan pementasan

barongsai seharusnya meminta izin kepada ketua RW jika ingin mengadakan

acara di lingkungan kampung tersebut. Dimana menurut Wan Wan mengadakan

pementasan barongsai tentunya akan melibatkan banyak pihak. Akhirnya solusi

dari masalah tersebut diperoleh dari pendapat Leny, dengan memberikan saran

(7)

mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga Wan Wan dan berencana

segera menemui ketua RW.

Sebagai warga yang baik, keluarga Wan Wan meminta ijin kepada H.

Muhidin selaku ketua RW, jika keluarganya berencana mengadakan pementasan

barongsai saat perayaan tahun baru Imlek. Namun, jawaban mengejutkan dari H.

Muhidin yang tidak memberikan ijin kepada keluarga etnis Tionghoa tersebut.

Mendengar jawaban yang diberikan oleh H.Muhidin, keluarga Wan Wan terlihat

terkejut dan bingung karena sudah terlanjur mmesan barongsai. Begitulah H.

Muhidin dengan sifatnya yang tidak peduli dengan orang lain. Namun karena

nasehat Ki Dawud, akhirnya H. Muhidin menyetujui dan memberikan izin dengan

syarat supaya keluarga Wan Wan juga memperhatikan keamanan selama

pementasan barongsai berlangsung. Keluarga Wan Wan bahagia jika akhirnya

rencana keluarganya mengadakan pementasan barongsai dapat terselenggara pada

perayaan tahun baru Imlek nanti.

Tahun baru Imlek disambut bahagia dan penuh semangat oleh keluarga Wan

Wan, hal tersebut terlihat dari kekompakan keluarga ini yang akan pergi ke

klenteng untuk beribadah, karena di kampung lingkungan tempat tinggal mereka,

seluruh warganya beragama Islam maka tidak ada klenteng. Ketika Roby dan Ki

Dawud sedang jogging keliling kampung, di depan rumah Wan Wan mereka

bertemu dengan keluarga Acong yang hendak berangkat ke klenteng untuk

beribadah. Sosok Roby dan Ki Dawud yang dikenal baik menyapa keluarga

beretnis Tionghoa tersebut. Ki Dawud memberikan semangat kepada keluarga

Acong dalam merayakan tahun baru Imlek. Sikap yang ditunjukkan oleh Ki

Dawud tentunya memberikan kebahagaiaan pada keluarga yang berbeda etnis dan

agama tersebut.

Meskipun para warga memiliki latar belakang agama dan etnis dengan

keluarga Wan Wan, mereka hadir di pementasan barongsai yang diselenggarakan

oleh keluarga beretntis Tionghoa itu.Sikap antusias dan partisipasi para warga

(8)

tersebut juga disambut mereka dengan bahagia. Hal tersebut terlihat dari seluruh

warga yang hadir ke rumah keluarga Wan Wan untuk menonton barongsai.

Bahkan dari perayaan itu seorang H. Muhidin yang semula tidak mengijinkan,

juga hadir dalam pemetasan barongsai. Kebahagiaan tidak hanya dirasakan oleh

keluarga Wan Wan yang merayakan Imlek, tetapi juga seluruh warga kampung

dengan adanya toleransi satu sama lainnya meskipun berbeda etnis dan agama.

Seperti keluarga Sobari, keluarga Ki Dawud, keluarga ustadz Zakaria juga

merasakan kebahagiaan meskipun mereka tidak merayakan. Selesai pementasan

Barongsai Acong dan keluarganya membagikan angpau kepada para warga. Para

warga yang mendapatkan angpau merasa senang seperti Mali dan Tarmiji.

Mereka juga mengucapkan Gong Xi Fa Chai dan mendoakan keluarga Wan Wan

yang merayakan Imlek, agar semakin sukses kedepannya. Sebagai warga

minoritas, keluarga yang berlatar belakang Khong Hu Chu dan Tionghoa ini

sangat senang dan bahagia dengan partisipasi para warga yang berkenan hadir

dalam acara yang diselenggarakannya.

Pementasan barongsai sebagai bagian perayaan tahun baru Imlek keluarga

Wan Wan memberikan hiburan tersendiri bagi para warga, karena perayaan

tersebut baru pertama kali diselenggarakan di kampungnya. Seperti diutarakan

oleh salah satu warga bernama Romlah seusai menonton barongsai di rumah

keluarga Wan Wan. Perasaan terhibur juga dirasakan oleh keluarga Sulam yang

juga turut menonton dan merasa bersyukur karena memiliki tetangga yang berasal

dari berbagai suku bangsa. Akan tetapi bagi H. Muhidin yang selalu iri dengan

kebahagiaan orang lain, dia menilai jika acara yang diselenggarakan warga baru

beretnis Tionghoa tersebut tidak menarik dengan membandingkan pertunjukkan

barongsai lain yang pernah dia tonton yang dinilainya jauh lebih menarik. Dengan

sikapnya yang selalu berburuk sangka terhadap orang lain, H. Muhidin menilai

kebaikan keluarga Wan Wan hanya untuk menarik perhatian warga kampung dan

(9)

Pada akhir cerita, H. Muhidin menegur Roby dan Rumanah jika anak muda

sekarang ini suka bersenang-senang. Karena menurut H. Muhdin menonton

barongsai tadi tidak ada manfaatnya. Berbeda pandangan dengan Rumanah,

menurutnya menonton barongsai bukan sesuatu hal yang menimbulkan dosa,

karena berniat baik dengan menghargai keluarga Wan Wan sebagai satu-satunya

keluarga beretnis Tionghoa dan beragama Khong Hu Chu yang meryakan Imlek.

4.3Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis wacana

kritis Teun A. Van Dijk. Metode analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk

digambarkan menjadi tiga dimensi atau bangunan yaitu teks, kognisi sosial, dan

konteks sosial (Eriyanto, 2011: 224-227). Dimensi teks, yang diteliti adalah

bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan

suatu tema tertentu. Dari dimensi ini akan terlihat strategi yang dilakukan oleh

sutradara dan penulis skenario untuk menegaskan tema tertentu yang disuguhkan

kepada penonton. Pada dimensi kognisi sosial dipelajari proses produksi teks

yang melibatkan kognisi pembuat teks. Dimensi ini untuk melihat bagaimana

representasi kognisi dan strategi sutradara serta penulis skenario dalam

memproduksi sinetron. Sedangkan pada dimensi konteks sosial, mempelajari

bagaimana bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu

masalah. Dimensi ini diaplikasikan untuk melihat bagaimana wacana yang

diproduksi dan di konstruksi dalam masyarakat.

4.3.1 Analisis Teks Sinetron TukangBubur Naik Haji The Series di RCTI Episode 439-441

Dalam penelitian ini analisis teks dimaksudkan untuk menguak

wacana toleransi dalam teks sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

di RCTI Episode 439-441 yang merujuk pada pesan sosial. Dimensi teks

ysng dikemukakan oleh Van Dijk terdiri dari tiga tingkatan yaitu struktur

(10)

makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan

melihat topik atau tema yang diangkat. Dari struktur ini akan terlihat jelas

pandangan sutradara dan penulis skenario pada suatu peristiwa yang

meguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Superstruktur merupakan

kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Dari hal

ini akan muncul kesan dalam benak penonton. Pada struktur mikro,

merupakan makna wacana yang diamati dari bagian kecil dari suatu teks

yaitu kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.

Struktur ini melihat bagaimana pandangan sutradara dan penulis skenario

dalam pemakaian bahasa pada struktur pendahuluan, isi, dan penutup.

4.3.1.1 Analisis Struktur Makro

Pada struktur ini akan menguraikan tentang analisis struktur

makro wacana toleransi yang terdapat dalam sinetron Tukang Bubur

Naik Haji The Series episode 439-441, seperti yang terlihat bagaimana

makna global di bangun dalam sinetron ini. Struktur makro berbicara

tentang teks yaitu bagaimana sinetron ini dapat ditangkap dan

dimaknai oleh penonton secara keseluruhan, disamping itu akan

terlihat juga bagaimana pandangan sutradara dan penulis skenario

pada suatu peristiwa atau masalah.

Setelah melihat tuntas sinetron Tukang Bubur Naik Haji The

Series episode 439-441, dengan memperhatikan dialog, visualisasi

sinetron, serta para tokoh yang ditampilkan, peneliti menyimpulkan

topik utama dari sinetron ini adalah “Toleransi Antar Suku dan antar Umat Beragama”. Topi tersebut menjadi menarik, karena dimunculkan keluarga berketurunan Tionghoa yang beragama Khonghuchu dan

merayakan Imlek di tengah-tengah masyarakat yang beragama Islam,

mengingat sinetron ini merupakan sinetron bergenre religi Islam.

Dengan akan diperingatinya perayaan tahun baru Imlek yang

(11)

beragama Islam menunjukkan sikap toleransinya dalam berbagai

bentuk.

Diangkatnya topik toleransi pada sinetron ini, toleransi

merupakan suatu sikap dasar manusia sebagai umat yang beragama,

untuk menghormati, menghargai, dan tidak mengganggu ibadah serta

sistem keyakinan pada penganut agama lain. Menurut Soerjono

Soekanto toleransi yaitu suatu sikap yang merupakan perwujudan

pemahaman diri terhadap sikap pihak lain yang tidak setuju (Soekanto,

1985:518). Mengacu pada makna toleransi, dalam sinetron Tukang

Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 mengarah pada beberapa

adegan cerita dimana tema tentang toleransi digambarkan begitu jelas,

seperti telihat pada beberapa sub tema berikut.

a. Saling Membantu

Dalam kehidupan sosial, manusia tidak akan pernah lepas dari

salah satu perannya dalam membantu orang lain. Karena, manusia

adalah mahluk sosial yang saling memerlukan antara satu sama

lain. Di Indonesia, budaya saling membantu merupakan sesuatu

yang akrab dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut juga

terlihat pada sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode

439-441 dimana perayaan imlek tidak hanya disambut suka cita

oleh umat Khonghuchu dan masyarakat Tionghoa, tetapi juga

disambut oleh para warga termasuk yang beragama Islam yang

ditunjukkan dengan sikap saling membantu, seperti yang terlihat

pada beberapa scene sinetron ini.

 Kesediaan warga (Syape’i dan Romi) membantu persiapan Imlek keluarga Wan Wan

Scene 12

(12)

Acong : Ada apa Jessi?

Jessi : Bang Romi sama bang Peii mau kemana? Romi : Eh Jessi…mau jalan-jalan

Syape’i : Eh selamat siang babah Acong, koh Wan Wan, ci leny, ngomong-ngomong ini kok pada penuh? Dari

mana mau kemana to?

Acong : yah biasa…habis belanja keperluan Imlek.

Syape’i : Waaahh Gong Xi Fa Chai, kalo begitu pasti ada yang bisa saya bantu dong nanti buat acara

Imlek?

Jessi : Bang Romi sama bang hansip Peii besok pagi ke rumah aja, ikutan ngehias rumah Jessi…

Syape’i :Boleh-boleh Jessi, saya pasti dateng…Romi mau to?

Romi : Insyaallah Jessi…

Wan Wan : Ya sudah nanti dateng aja ke rumah, ajak-ajak

temen yang lain biar rame sekalian.

Syape’i dan Romi : Siap koh Wan Wan Syape’i :Kami pasti dateng.

Syape’i menunjukkan sikap yang ramah dengan menyapa keluarga Wan Wan yang pulang dari berbelanja

keperluan Imlek. Meskipun berbeda etnis dan agama,

terjalin hubungan yang harmonis diantara mereka, terlihat

dari sikap Syape’i dan Romi yang menawarkan diri membantu keluarga Wan Wan pada persiapan perayaan

(13)

 Mali, Tarmiji, Romi dan hansip Syape’i membantu menghias rumah keluarga Wan Wan

Scene 16

Tarmiji : Wah koh, kayaknya lagi banyak kerjaan nih?

Acong : (sambil tersenyum) biasa kan mau imlek.

Mali : Maaf koh, kira-kira perlu bantuan gak?

Acong : Boleh, kalo mau ba ntu. Oek sangat senang, ayo

silahkan.

Syape’i : Waduh udah pada sibuk aja nih? Bapak Acong, saya bantu ya?

Acong : Iya, boleh-boleh ayo! Ayo silahkan ayo.

Kesibukan terlihat di rumah keluarga Acong yang akan

merayakan Imlek, Mali, Tarmiji, Romi dan hansip Syape’i menawarkan diri membantu persiapan Imlek keluarga

Acong. Sikap yang mereka tunjukkan sebagai bentuk

toleransi terhadap keluarga beretnis Tionghoa yang

tentunya membuat senang dan bahagia keluarga tersebut.

Mereka membantu memasang berbagai ornamen ciri khas

Imlek seperti lampion, pohon bambu, beserta pernak pernik

Imlek lainnya.

b. Menghargai Perbedaan

Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya multikultural

dengan beragam perbedaan, baik suku, agama, maupun budaya.

Untuk hidup damai dan berdampingan, dibutuhkan toleransi satu

sama lain demi terciptanya keharmonisan di tengah perbedaan

(14)

Dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode

439-441 terlihat sikap menghargai perbedaan yang ditunjukkan

warga beragama Islam terhadap warga minoritas berketurunan

Tionghoa dan beragama Khonghuchu, dengan memberikan

kebebasan mengadakan pertunjukkan barongsai sebagai bagian

dari perayaan tahun baru Imlek. Hal demikian terlihat pada adegan

dalam scene 35, yang diuraikan sebagai berikut.

 Ki Dawud menegur H. Muhidin agar memberikan ijin kepada keluarga Wan Wan mengadakan pertunjukkan

barongsai.

Scene 35

Wan Wan : Sebelumnya saya minta maaf pak haji sama

semua yang ada disini. Saya mohon bicara

sebentar.

Ki Dawud : Iya silahkan aja ngomong…. H. Muhidin: Iya silahkan….

Wan Wan : Begini, menyambut perayaan Imlek, saya mau

minta ijin untuk merayakan pertunjukkan

barongsai di rumah saya.

H. Muhidin : (dengan nada marah) Kagak bisa!!! Enak aja

mau ngadain gituan!!

Wan Wan : Jadi? Gak boleh pak haji? Waduh gimana ya,

Kebetulan saya sudah terlanjur memesan

barongsainya.

Ki Da wud : Eh Din, lo harus kasih ijin. Emang kenape sih

kagak boleh? Itu kan hak nye dia, mau bikin

(15)

Kalo lo kagak kasih ijin, gue tambahin

hukuman lo, mau? Si Acong kan temen gue.

H. Muhidin : Iye be, aye ijinin deh. Tapi inget ye jaga

keamanannye!

Ki Da wud : Nah begitu dong, sekali-sekali biar warga

kampung lo nonton barogsai dari deket,kan

selama ini nonton dari film-film sama di TV-TV

deh. Cong, Wan Wan, gak pape gua tanggung

ja wab.

H. Muhidin :Iye be, ini aye juga kasih ijin, Cuma kasih

taunya dadakan. Besok lagi kalo kasih tau

jangan dadakan ye?

Wan Wan : Iya, makasih pak haji RW.

Acong : Kamsiya, makasih pak haji RW.

Ki Dawud memberikan teguran dengan tegas kepada H.

Muhidin agar keluarga Wan Wan mendapat ijin

menyelengarakan pertunjukkan barongsai sebagai hak

mereka pada perayaan agamanya. Berkat teguran Ki

Dawud, keluarga Wan Wan mendapat ijin mengadakan

pementasan barongsai pada perayaan tahun baru Imlek.

Bahkan wujud sikap menghargai perbedaan yang

ditunjukkan Ki Dawud diyakinkan dengan bersedia

bertanggung jawab atas pelaksanaan pementasan barongsai.  Menghormati keluarga Acong yang akan beribadah dan

bersedia hadir pada acara pertunjukkan barongsai sebagai

(16)

Scene 39

Ki Da wud: Waduh, udah rapi ni Cong?

Acong : Iya pak mandor, kita mau ke klenteng. Maklum

kampung ini nggak ada klentengnya.

Ki Da wud : Emang kagak ada disini. Ngomong-ngomong

kompak banget pake baju merah-merah.Yang

semangat ye tahun baru Imlek.

Acong : Oh iya pak mandor, jangan lupa ntar siang kesini

ya? Ada itu, pementasan Barongsai.

Ki Da wud : Tenang Cong! Insyaallah gua bakal dateng

deh, gua pengen liat Barongsai dari deket. Acong : Kamsiya, terima kasih ya…

Dialog ini terjadi ketika Ki Dawud dan Roby sedang

jogging dan melewati rumah keluarga Acong. Ki Dawud

menyapa dan memberikan semangat kepada keluarga

Acong dalam merayakan tahun baru Imlek. Tidak lupa juga

Acong mengingatkan Ki Dawud untuk hadir menonton

pementasan barongsai. Sikap menghargai ditunjukkan Ki

Dawud dengan menerima dan bersedia hadir untuk melihat

pementasan barongsai yang diselenggarakan oleh keluarga

Acong yang merupakan warga minoritas dikampungnya

sebagai bagian dari perayaan tahun baru Imlek.

 Menonton pementasan barongsai sebagai bentuk menghargai dan menghormati perayaan tahun baru Imlek

Scene 41

(17)

Ki Da wud : Mau ke rumah temen gua si Acong, emang

nape?

Rumanah : Abah gak mau ikut?

H. Muhidin : Kagak, kagak penting nonton begituan rum,

udah sono kalo mau pergi.

Rumanah: Kami pergi ya bah, assalamuallaikum.

H. Muhidin : Waalaikumsalam

(kemudian H. Muhidin melamun)

Ustad Zakaria : Assalamualaikum, pak Haji….

Riyamah, Umi Zakaria : Assalamualaikum…

H. Muhidin : Waalaikumsalam….

Ustad Zakaria : Sendirian aja pak Haji? Kagak nonton

barongsai?

H. Muhidin : Kagak pak ustad, eh Ini mamah

ngomong-ngomong mau nonton barongsai juga?

Riyamah : Iya pak Haji…. H. Muhidin : (hening)

Ustad Zakaria : Gimana pak Haji jadi mau nonton kagak?

H. Muhidin : Oh jelas dong, ikut dong! Kan aye ketua RW,

Acong sama Wan Wan aje ngundang saya

secara khusus. Pak ustad, tunggu sebentar

ye?Mamah tunggu ye?

Para warga yang mayoritas beragama Islam menghargai

perayaan Imlek dengan datang ke rumah keluarga Wan

Wan yang merayakan Imlek untuk menonton pementasan

barongsai. Perayaan tahun baru Imlek dirayakan dengan

menyelenggarakan pementasan barongsai sebagai hiburan

untuk masyarakat, akan memupuk dan mengikat rasa

(18)

Kedatangan para warga sebagai bentuk menghargai dan

menghormati keluarga Acong yang merayakan perayaan

tahun baru Imlek dan barongsai adalah sebagai budaya dari

etnis Tionghoa. Dalam dalog diatas, sikap H. Muhidin yang

semula tidak mau menonton pementasan barongsai, tetapi

pada akhirnya bersedia ikut menonton barongsai, walaupun

dengan alasan lain mau menghadiri pementasan barongsai

karena ada Riyamah, perempuan yang disukainya.  Mendoakan dan memberikan ucapan tahun baru Imlek

Scene 42

Tarmiji : Gong Xi Fa Chai

Acong :Eh, terima kasih ya. Doain keluarga gue a wet,

sukses merayakan Imlek ini!

Tarmiji : Iya koh, mudah-mudahan keluarga koh rejekinya

makin banyak. Gong Xi Fa Chai, Gong Xi Fa

Chai

Mali : (bersalaman dengan keluarga Wan Wan) Gong Xi

Fa Chai, Gong Xi Fa Chai

Dialog ini terjadi setelah pementasan barongsai selesai,

keluarga Acong membagikan angpau kepada para warga

sebagai tradisi etnis Tionghoa pada perayaan Imlek. Selain

itu Mali dan Tarmiji mengucapkan Gong Xi Fa Cai sebagai

ucapan tahun baru Imlek kepada keluarga Acong dan

mendoakan keluarga Acong supaya rejekinya semakin

banyak. Sikap yang ditunjukkan para warga dengan

memberikan ucapan selamat tahun baru Imlek dan

mendoakan keluarga Acong merupakan bentuk silaturahmi

(19)

pembagian angpau sebagai wujud tali asih keluarga Acong

kepada para warga melalui pertunjukkan barongsai sebagai

bagian dari Imlek.

c. Muslim menerima perbedaan (suku, budaya, dan agama)

Dengan kenakeragaman suku, agama, dan budaya yang ada di

Indonesia, agama Islam merupakan salah satu agama yang

menerima perbedaan dan keberagaman dengan mengajarkan

pentingnya toleransi dan harus dikembangkan dalam kehidupan

masyarakat, namun tetap dalam batasan toleransi yang

diperbolehkan dalam ajaran agama Islam. Hal demikian juga

terlihat dalam scene 50 sinetron ini, yang diuraikan sebagai

berikut.

Scene 50

H. Muhidin : Assalamualaikum….

Rumanah, Roby : Waalaikumsalam…..

H. Muhidin : Wah udah pulang seneng-seneg yah? Anak jaman

sekarang bukannya banyak istighfar, dzikir, sholat, eh

hobinya seneng-seneng doang, kalo ada tontonan

heboh, pengen nonton terus.

Rumanah : Bah, abah kenapa sih suka banget berpra sangka yang

enggak-enggak dari dulu? Kenapa sih bah? Lagian kan

apa yang kita lakuin tadi juga gak dosa, nggak

menyebabkan kemusyrikan kan? Karena itu semua

sifatnya hanya hiburan semata bah.

H. Muhidin : Yaa.. tapi baiknya itu kan tenang di rumah. Kesana

itu kagak ada manfaatnya nonton begituan.

Rumanah : Ya mungkin buat abah sama sekali gak ada

manfaatnya, tapi buat keluarga babah Acong, mereka

(20)

H. Muhidin : Ah sok tau lu

Rumanah : Ya… Rum bukan sok tau bah.Ya udah terserah deh bah kalo abah nilainya seperti itu, yang jelas kedata ngan

kita tadi tujuannya baik.

Kedatangan Roby dan Rumanah menghadiri pertunjukkan

barongsai yang diselenggarakan keluarga Acong sebagai etnis

Tionghoa yang merayakan Imlek sebagai bentuk menghargai dan

menghormati perayaan warga minoritas tersebut. Pernyataan yang

diungkapkan oleh Rumanah pada dialog diatas karena mimiliki

tujuan yang baik yang memberikan kebahagiaan keluarga Acong,

namun tentunya hal tersebut sesuai dengan batasan dalam ajaran

agama yang dianut Rumanah yaitu agama Islam. Sehingga dari

pernyataan yang diungkapkan oleh Rumanah melalui dialog diatas

menegaskan jika umat Islam menerima perbedaan, baik suku,

budaya, dan agama.

Berdasarkan uraian diatas, topik “Toleransi antar etnis dan antar umat beragama” yang diangkat sientron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441, peneliti dapat menganalisa bahwa

keberadaan etnis Tionghoa diakui dan dianggap menjadi bagian dari

masyarakat yang juga terdiri dari berbagai suku dan agama.

Terbentuknya topik utama didukung dengan beberapa subtopik seperti

saling membantu, menghargai perbedaan, dan muslim menerima

perbedaan. Dan kecenderungan beberapa scene episode 439-441

adalah, dalam adegannya mengarah pada upaya toleransi.

Pemilihan topik toleransi tentang perayaan Imlek di sinetron

Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 merupakan

upaya dari pengkonstruksian wacana atas perayaan tahun baru Imlek.

Sinetron ini mempunyai maksud dan tujuan tertentu dalam pemilihan

(21)

setiap scenenya mengarah kepada upaya mengenai penerimaan budaya

China serta keharmonisan interaksi antar etnis dan agama. Bentuk

interaksi harmonis dapat terlihat dari perayaan tahun baru Imlek etnis

Tionghoa di tengah-tengah masyarakat yang beragama Islam dapat

dilihat dengan partisipasi masyarakat mulai dari membantu dalam

persiapan Imlek dan hadir dalam pementasan barongsai yang

diselenggarakan oleh etnis Tionghoa.

4.3.1.2 Analisis Superstruktur

Superstruktur berbicara tentang struktur wacana yang

berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian

teks tersusun secara utuh. Pada sub bahasan ini akan menguraikan

analisis superstruktur sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

episode 439-441. Secara keseluruhan bangunan alur cerita dalam

sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 telah

membentuk satu kesatuan arti. Para penonton disuguhkan pada suatu

nilai pemahaman tentang toleransi antar etnis dan antar umat

beragama. Alur cerita dalam sinetron ini terbagi tiga bagian yaitu

bagian pendahuluan, isi, dan penutup.

Bagian awal sinetron menceritakan tentang sebuah keluarga

beretnis Tionghoa yang akan merayakan tahun baru Imlek di daerah

tempat tinggalnya yang mayoritas warganya beragama Islam. Pada

pertengahan sinetron muncul konflik – konflik, dan selanjutnya pada bagian akhir merupakan bagian kesimpulan dari sinetron.

Pada struktur ini akan terlihat bagaimana sutradara serta

penulis cerita dan skenario mengemas detail-detail sinetron, yang akan

penulis uraikan dengan bantuan gambar untuk membantu memperjelas

(22)

1. Pendahuluan

Tabel 4.2 Pendahuluan

Durasi Keterangan

00:28:39

(Cuplikan dialog yang dilakukan Jessi, Syape’i, Wan Wan, dan Acong pada scene 12)

Jessi : Pi minggir bentar pi, stop!

Acong : Ada apa Jessi?

Jessi : Bang Romi sama bang Peii mau kemana? Romi : Eh Jessi…mau jalan-jalan

Syape’i : Eh selamat siang babah Acong, koh Wan Wan, ci leny, ngomong-ngomong ini kok pada penuh? Dari mana mau

kemana to?

Acong : yah biasa…habis belanja keperluan Imlek

Hansip Syape’i : Waaahh Gong Xi Fa Chai, kalo begitu pasti ada yang bisa saya bantu dong nanti buat acara Imlek.

Jessi : Bang Romi sama bang hansip Peii besok pagi ke rumah

aja, ikutan ngehias rumah Jessi…

(23)

Romi : Insyaallah Jessi…

Wan Wan : Ya sudah nanti dateng aja ke rumah, ajak-ajak

temen yang lain biar rame sekalian.

Hansip Syape’i dan Romi : Siap koh Wan Wan Hansip Syape’i :Kami pasti dateng.

Alur yang ditampilkan dalam sinetron ini adalah, bahwa

keluarga Wan Wan yang merupakan warga baru di kampung

tersebut akan merayakan tahun baru Imlek. Mereka menyiapkan

segala sesuatu keperluan Imlek dalam menyambut perayaan tahun

baru Imlek. Ketika keluarga Wan Wan yang hendak pulang dari

berbelanja keperluan Imlek, di dalam mobil membicarakan tentang

perayaan tahun baru Imlek yang datang sebentar lagi. Dalam

pembicaraan tersebut Wan Wan mengatakan jika sudah

mempersiapkan segala keperluan Imlek mulai dari pohon sampai

lampion sudah dipesan. Keluarga ini sudah siap dalam menyambut

perayaan tahun baru Imlek.

Cuplikan dialog diatas terjadi ketika keluarga Wan Wan

akan pulang ke rumah setelah berbelanja keperluan Imlek. Pada

dialog diatas, bahwa tokoh SyapeiI dan Romi merupakan anggota

masyarakat beragama Islam dapat menjalin hubungan yang

harmonis dengan keluarga beretnis Tionghoa yang ditunjukkan

dengan sikap ramah.

Hubungan yang terjalin baik antara keluarga Wan Wan dengan Syape’i dan Romi yang berbeda etnis dan agama, terlihat dengan dukungan dan antusias mereka terhadap perayaan tahun

baru Imlek yang dirayakan keluarga tersebut, dengan kesediaan

(24)

Kesediaan Syape’i dan Romi membantu tentunya disambut bahagia keluarga Wan Wan, dengan ajakan Jessi putri dari Wan

Wan untuk menghias rumah dalam rangka menyambut perayaan

tahun baru Imlek. Hal tersebut menunjukkan adanya sebuah upaya

untuk mewujudkan sikap toleransi.

2. Isi

Tabel 4.3 Isi (scene 16)

Durasi Keterangan

00:36:57

(Dialog Syape’i, Romi, Mali, Tarmiji, dan Acong pada scene 16)

Romi : Bang, bang ada mobil lampion bang.

Syape’i : Wah kayaknya mobil yang bawa keperluan Imlek keluarganya Koh Wan Wan uda datang. Ya udah kita bantuin

yok?

Romi : Ayooo…!

Tarmiji : Wah koh, kayaknya lagi banyak kerjaan nih?

Acong : (sambil tersenyum) biasa kan mau imlek.

(25)

Acong : Boleh, kalo mau bantu. Oek sangat senang, ayo

silahkan.

(Dialog hansip Syape’i dan Acong pada scene 16)

Syape’i : Waduh udah pada sibuk aja nih? Bapak Acong, saya bantu ya?

Acong : Iya, boleh-boleh ayo! Ayo silahkan ayo.

(26)

Cuplikan dialog setelah menghias rumah keluarga Wan Wan

Leny : Ini juga untuk Romi sama bang hansip.

Syape’i : Ndak usah Ci Leny, terima kasih. Maaf bukannya kami ndak mau trima, tapi kami membantu ini dengan tulus kok.

Romi : Iya, kami ikhals Ci.

Acong : Sudah trima aja Romi, pak hansip, kami ikhlas kok. Syape’i : Sekali lagi minta maaf, kami takut ketulusan kami ini luntur kalau menerima uang ini.

Isi dari sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

episode 439-441 menceritakan tentang persiapan Imek keluarga

Acong. Cuplikan dialog tersebut berlangsung di rumah keluarga

Acong yang akan menghias rumah dalam rangka menyambut

perayaan tahun baru Imlek. Melihat ornamen Imlek di depan

rumah keluarga Wan Wan, mereka menawarkan diri untuk

membantu. Sikap yang ditunjukkan oleh Mali, Tarmiji, Syape’i

dan Romi untuk membantu persiapan Imlek disambut bahagia oleh

Acong. Mereka membantu memasang dan menghias berbagai

ornamen Imlek seperti lampion dan pohon bambu. Tokoh Mali,

Tarmiji, Syape’i dan Romi digambarkan sebagai warga yang dekat dengan orang yang berbeda etnis dan tidak se-agama.

Selesai memasang ornamen Imlek, mereka di jamu oleh

keluarga Wan Wan. Bahkan keluarga ini memberikan imbalan

kepada mereka sebagai bentuk menghargai Mali, Tarmiji, hansip Syape’i dan Romi yang sudah membantu keluarganya menghias rumah. Mali dan Tarmiji menerima pemberian amplop dari Leny

istri Wan Wan, karena di sisi lain sikap Mali dan Tarmiji

(27)

Berbeda dengan Syape’i dan Romi yang menolak pemberian dari Leny. Hal tersebut terlihat dari perkataan hansip Syape’i: “Ndak

usah Ci Leny, terima kasih. Maaf bukannya kami ndak mau trima, tapi kami membantu ini dengan tulus kok”. Yang kemudian diperjelas dengan jawaban Romi: “Iya, kami ikhals Ci”. Dialog tersebut menggambarkan bahwa tokoh Syape’i dan Romi yang memiliki rasa toleransi. Dimana tokoh Syape’i dan Romi yang digambarkan pada sinetron ini memiliki jiwa sosial yang tinggi

terhadap keluarga Wan Wan meskipun bebeda etnis dan agama

dengan kesediaan mereka membantu persiapan Imlek keluarga

tersebut. Alur yang ditampilkan pada scene ini terlihat dari salah

satu wujud nilai sosial yang dilakukan hansip Syape’i dan Romi yakni dengan tulus dan ikhlas membantu menghias rumah keluarga

Wan Wan yang akan merayakan tahun baru Imlek.

Tabel 4.4 Isi (scene 35)

Durasi Keterangan

01:27:55

(Cuplikan dialog yang dilakukan Wan Wan, H. Muhidin, dan Ki

Dawud pada scene 35)

(28)

yang ada disini. Saya mohon bicara sebentar.

Ki Dawud : Iya silahkan aja ngomong….

H. Muhidin: Iya silahkan….

Wan Wan : Begini, menyambut perayaan Imlek, saya mau minta

ijin untuk merayakan pertunjukkan barongsai di rumah saya.

H. Muhidin : (dengan nada marah) Kagak bisa!!! Enak aja mau

ngadain gituan!!

Wan Wan : Jadi? Gak boleh pak haji? Waduh gimana ya,

Kebetulan saya sudah terlanjur memesan barongsainya.

Ki Da wud : Eh Din, lo harus kasih ijin. Emang kenape sih kagak

boleh? Itu kan hak nye dia, mau bikin acara menyambut

perayaan hari besarnye dia. Kalo lo kagak kasih ijin, gue

tambahin hukuman lo, mau? Si Acong kan temen gue.

H. Muhidin : Iye be, aye ijinin deh. Tapi inget ye jaga

keamanannye!

Ki Da wud : Nah begitu dong, sekali-sekali biar warga kampung

lo nonton barogsai dari deket,kan selama ini nonton dari

film-film sama di TV-TV deh. Cong, Wan Wan, gak pape gua

tanggung ja wab.

H. Muhidin :Iye be, ini aye juga kasih ijin, Cuma kasih taunya

dadakan. Besok lagi kalo kasih tau jangan dadakan ye?

Wan Wan : Iya, makasih pak haji RW.

Acong : Kamsiya, makasih pak haji RW.

Isi dari scene ini menceritakan tentang suasana ketika

keluarga Wan Wan datang ke rumah H. Muhidin selaku ketua RW

di kampung tersebut untuk meminta ijin. Dalam kunjungannya ke

(29)

dengan keluarga adalah untuk meminta ijin menyelenggarakan

pementasan barongsai pada peryaan tahun baru Imlek. Mendengar

maksud keluarga Wan Wan berkunjung ke rumahnya meminta ijin

untuk mengadakan pementasan barongsai, H. Muhidin menjawab

dengan nada marah dan tidak memberikan ijin. Suasana berubah

menjadi hening ketika H. Muhidin tidak memberikan ijin, Wan

Wan dan keluarganya pun terlihat bingung karena sudah terlanjur

memesan barongsai.

Maksud dari Wan Wan dan keluarganya menemui H.

Muhidin, selain meminta ijin juga menunjukkan etika keluarga

Wan Wan menghormati H. Muhidin selaku ketua RW

dilingkungan tempat tinggalnya. Jika maksud kedatangan keluarga

Wan Wan selain meminta ijin menyelenggarakan pementasan

sebagai bagian dari perayaan Imlek keluarga tersebut, tetapi juga

sebagai pemberitahuan.

Dalam cuplikan dialog di atas, Ki Dawud menegur H.

Muhidin yang memberikan penjelasan, jika rencana keluarga Wan

Wan ingin mengadakan pementasan barongsai merupakan hak

mereka sebagai wujud memperingati hari besarnya. Sikap Ki

Dawud yang berusaha memberikan penjelasan kepada H. Muhidin,

juga menunjukkan betapa dia menghargai hak-hak keluarga Wan

Wan sebagai warga yang berketurunan Tionghoa dan beragama

Khonghuchu yang akan merayakan Imlek. Dengan teguran Ki

Dawud tersebut, akhirnya H. Muhidin memberikan ijin kepada

keluarga Wan Wan menyelenggarakan pementasan barongsai. Hal

tersebut membuat lega dan bahagia keluarga Wan Wan karena

akhirnya mendapat ijin menyelenggarakan pementasan barongsai

(30)

Alur yang ditampilkan pada scene ini terlihat dari tokoh Ki

Dawud digambarkan sebagai seseorang yang dekat dengan

keluarga Acong yang berbeda etnis dan agama. Salah satu bentuk

sikap toleransi Ki Dawud adalah bersedia bertanggung jawab atas

acara pementasan barongsai yang diselenggarakan keluarga

Acong. Dengan sikap tersebut menunjukkan bahwa sosok Ki

Dawud dalam sinetron ini merupakan masyarakat dan umat Islam

[image:30.612.98.539.185.695.2]

yang baik dan memiliki rasa toleransi yang tinggi.

Tabel 4.5 Isi (scene 39)

Durasi Keterangan

01:38:34

(Cuplikan dialog yang dilakukan Ki Dawud dan Acong pada

scene 39)

Ki Da wud : Waduh, udah rapi ni Cong?

Acong : Iya pak mandor, kita mau ke klenteng. Maklum

kampung ini nggak ada klentengnya.

Ki Da wud : Emang kagak ada disini. Ngomong-ngomong

kompak banget pake baju merah-merah. Yang semangat ye

tahun baru Imlek.

(31)

Ada itu, pementasan Barongsai.

Ki Da wud : Tenang Cong! Insyaallah gua bakal dateng deh,

gua pengen liat Barongsai dari deket.

Acong : Kamsiya, terima kasih ya…

Isi dari scene diatas menceritakan tentang suasana perayaan

tahun baru Imlek keluarga Wan Wan. Dialog tersebut terjadi ketika

keluarga Wan Wan akan pergi ke klenteng untuk beribadah. Ki

Dawud dan Roby yang kebetulan melewati rumah keluarga Acong,

mereka menyapa dan memberikan semangat kepada keluarga

tersebut dalam merayakan Imlek. Mendapat semangat dari

temannya yang beragama Islam tentunya membuat Acong dan

keluarganya merasa bahagia. Acong mewakili keluarganya

mengucapkan terima kasih atas semangat yang diberikan Ki

Dawud dan Roby kepada keluarga mereka. Acong juga

mengundang Roby dan Ki Dawud dengan mengingatkan mereka

untuk hadir pada pementasan barongsai yang diselenggarakan oleh

keluarganya. Undangan dari keluarga Acong disambut baik oleh

Ki Dawud dengan kesediaannya akan hadir menonton pementasan

barongsai. Pemberiaan semangat dan kesediaan hadir dalam

pementasan barongsai oleh Ki Dawud sebagai umat Islam ini

menunjukkan bahwa adanya hubungan toleransi antara umat Islam

terhadap keluarga yang beragama Khonghuchu yang merayakan

(32)
[image:32.612.101.541.127.701.2]

Tabel 4.6 Isi (scene 41)

Durasi Keterangan

01:40:38

(Cuplikan dialog yang dilakukan H. Muhidin dan Mahmud pada scene 41)

H. Muhidin : Kayak anak kecil aja lu pada!!

Mahmud : Eh Bang, eh kampung kita belum pernah ada

pementasan Barongsai. Baru sekarang nih, rugi kalo kagak

nonton, ikut nonton kagak?

H. Muhidin :Kagak ah, kaki gua juga masih sakit, yang ada ntar

diinjek-injek.

Rumanah, Roby, Ki Dawud, Nini : Assalamuallaikum… H. Muhidin : Nah ini lu juga pada mau kmana sih?

Ki Da wud : Mau ke rumah temen gua si Acong, emang nape?

Rumanah : Abah gak mau ikut?

H. Muhidin : Kagak, kagak penting nonton begituan rum, udah

sono kalu mau pergi.

Rumanah: Kami pergi ya bah, assalamuallaikum.

Tidak lama kemudian, Ustad Zakaria, Umi Zakaria, dan Riyamah

lewat depan toko H. Muhidin hendak ke rumah keluarga Wan

(33)

01:41:23

(Cuplikan dialog yang dilakukan H. Muhidin dan ustad Zakaria pada

scene 41)

Ustad Zakaria : Assalamualaikum, pak Haji…. Riyamah, Umi Zakaria : Assalamualaikum… H. Muhidin : Waalaikumsalam….

Ustad Zakaria : Sendirian aja pak Haji? Kagak nonton

barongsai?

H. Muhidin : Kagak pak ustad, eh Ini mamah ngomong-ngomong

mau nonton barongsai juga?

Riyamah : Iya pak Haji…. H. Muhidin : (hening)

Ustad Zakaria : Gimana pak Haji jadi mau nonton kagak?

H. Muhidin : Oh jelas dong, ikut dong! Kan aye ketua RW, Acong

sama Wan Wan aje ngundang saya secara khusus. Pak ustad,

(34)

Isi dari scene diatas menceritakan tentang para warga yang

akan pergi ke rumah keluarga Wan Wan untuk menonton

barongsai. Terlihat Mahmud dan keluarganya yang bersemangat

untuk menonton pementasan barongsai. Ketika melewati depan

toko H. Muhidin, dia berkata “Kayak anak kecil aja lu pada!!”. Mendengar perkataan H. Muhidin tersebut, Mahmud memberikan

jawaban jika di kampungnya baru pertama kali ada pementasan

barongsai dan rugi jika tidak menonton. Dari jawaban Mahmud

tersebut, kehadirannya untuk menonton pementasan barongsai

sebagai bentuk menghormati perayaan imlek yang dirayakan oleh

keluarga Wan Wan. Mahmud juga mengajak H. Muhidin untuk

menonton pementasan barongsai namun ditolaknya.

Beberapa saat kemudian Ki Dwaud, Nini, Roby, dan Rumanah

juga pergi ke rumah keluarga Wan Wan untuk menonton

pementasan barongsai. Melihat keluarga, H. Muhidin menanyakan

mereka akan pergi kemana. Kemudian di jawab oleh Ki Dawud “Mau ke rumah temen gua si Acong, emang nape?. Sikap yang ditunjukkan oleh Ki Dawud, Nini, Roby dan Rumanah datang ke

rumah keluarga Acong menunjukkan jika mereka sebagai non

Tionghoa sama halnya dengan Mahmud dan keluarganya yaitu

menghormati dan menghargai acara pementasan barongsai sebagai

bagian dari perayaan Imlek yang dirayakan oleh keluarga Acong.

Tidak beberapa lama setelah keluarga Mahmud, Ki dawud,

Nini, Roby, dan Rumanah pergi ke rumah Acong, keluarga ustad

Zakaria dan Riyamah melewati toko H. Muhidin. Mereka juga

hendak pergi ke rumah keluarga Acong untuk menonton

pementasan barongsai. Melihat H. Muhidin di depan tokonya dan

terlihat sedang melamun ustad Zakaria menyapa H. Muhidin

(35)

menonton pementasan barongsai yang terlihat pada dialog: “Gimana pak Haji jadi mau nonton kagak?”,yang kemudian dijawab H. Muhidin dengan bersemangat “Oh jelas dong, ikut dong! Kan aye ketua RW, Acong sama Wan Wan aje ngundang

saya secara khusus. Pak ustad, tunggu sebentar ye? Mamah

tunggu ye?”. Dari dialog tersebut terlihat, jika sebelumnya H.

Muhidin tidak mau datang ke rumah keluarga Acong, karena ada

Riyamah perempuan yang disukainya, akhirnya dia memutuskan

untuk ikut rombongan ustad Zakaria pergi ke rumah keluarga

Acong menyaksikan pementasan barongsai. Selain karena

Riyamah, sikap yang ditunjukkan H. Muhidin juga untuk

menghargai undangan keluarga Acong yang secara khusus

mengundangnya selaku ketua RW di kampung tersebut.

Kesediaan keluarga ustad Zakaria hadir ke rumah keluarga

Acong menunjukkan sikap sebagai anggota masyarakat dan umat

Islam yang menghormati keluarga Acong yang pada saat hari

tersebut merayakan tahun baru Imlek dan menghargai kebudayaan

keluarga Acong yaitu budaya Cina dengan menonton pementasan

barongsai yang diselenggarakan.

Berdasarkan dari uraian diatas menampilkan alur sikap

menghormati masyarakat yang beragama Islam terhadap etnis

Tionghoa yang merayakan Imlek, ditunjukkan dengan menghadiri

acara yang diselenggarakan yaitu pementasan barongsai sebagai

(36)
[image:36.612.102.536.120.716.2]

Tabel 4.7 Isi (scene 42)

Durasi Keterangan

(Cuplikan gambar pementasan barongsai, scene 42)

(Cuplikan dialog yang dilakukan Tarmiji dan Acong pada scene 42)

Tarmiji : Gong Xi Fa Chai

Acong :Eh, terima kasih ya. Doain keluarga gue a wet, sukses

merayakan Imlek ini!

Tarmiji : Iya koh, mudah-mudahan keluarga koh rejekinya makin

banyak. Gong Xi Fa Chai, Gong Xi Fa Chai

Mali : (bersalaman dengan keluarga Wan Wan) Gong Xi Fa Chai,

(37)

Isi dari scene 42, melalui visualisasi gambar disuguhkan

tentang pementasan barongsai di rumah keluarga Wan Wan.

Pertunjukkan barongsai yang diselenggarakan oleh keluarga

beretnis Tionghoa tersebut terlihat sangat meriah. Seluruh warga

yang mayoritas beragama Islam ikut berpartisipasi dengan hadir ke

rumah keluarga Wan Wan dan menyaksikan pertunjukkan

barongsai. Terlihat para warga terhibur dan senang dengan acara

yang disuguhkan oleh keluarga Wan Wan, karena pertunjukkan

barongsai baru pertama kali diselenggarakan di kampung tersebut.

Sikap yang ditunjukkan oleh seluruh warga dengan hadir di acara

acara tersebut yang merupakan bagian dari perayaan Imlek etnis

Tionghoa menggambarkan jika berbeda etnis, budaya dan agama

tetapi dapat hidup berdampingan dan harmonis dengan saling

menghormati.

Setelah pementasan barongsai selesai, diceritakan mengenai

keluarga Acong yang membagikan angpau kepada para warga

setelah pementasan barongsai selesai. Seperti yang dapat diketahui

jika perayaan Imlek identik dengan pembagian angpau oleh

orang-orang berketurunan Tionghoa. Terlihat para warga dengan antusias

mengantri untuk mendapatkan angpau. Ketika Tarmiji menerima angpau dia juga mengucapakan “Gong Xi Fa Chai” kepada keluarga Acong.Ucapan “Gong Xi Fa Chai” merupakan ucapan pada perayaan tahun baru Imlek. Keluarga Acong terlihat sangat

senang dengan ucapan yang diberikan Tramiji dan meminta doa

(38)

menghargai keluarga Acong yang merayakan Imlek. Tidak hanya

Tramiji, Mali juga mengucapakan“Gong Xi Fa Chai” kepada

keluarga Acong. Memberikan ucapan selamat tahun baru dan

mendoakan keluarga Acong menunjukkan adanya sikap toleransi

dan menghargai perbedaan baik etnis, budaya, dan agama.

[image:38.612.100.539.191.692.2]

4. Penutup

Tabel 4.8 Penutup

Durasi Keterangan

02:05:36

(Cuplikan dialog yang dilakukan H. Muhidin dan Rumanah

pada scene 50) H. Muhidin : Assalamualaikum…. Rumanah, Roby : Waalaikumsalam…..

H. Muhidin : Wah udah pulang seneng-seneg yah? Anak jaman

sekarang bukannya banyak istighfar, dzikir, sholat, eh hobinya

seneng-seneng doang, kalo ada tontonan heboh, pengen

nonton terus.

Rumanah : Bah, abah kenapa sih suka banget berpra sangka

(39)

apa yang kita lakuin tadi juga gak dosa, nggak menyebabkan

kemusyrikan kan? Karena itu semua sifatnya hanya hiburan

semata bah.

H. Muhidin : Yaa.. tapi baiknya itu kan tenang di rumah.

Kesana itu kagak ada manfaatnya nonton begituan.

Rumanah : Ya mungkin buat abah sama sekali gak ada

manfaatnya, tapi buat keluarga babah Acong, mereka punya

kebahagiaan sendiri bah.

H. Muhidin :Ah sok tau lu

Rumanah : Ya… Rum bukan sok tau bah. Ya udah terserah deh bah kalo abah nilainya seperti itu, yang jelas kedatangan kita

tadi tujuannya baik.

Bagian penutup dari sinetron ini menjelaskan tentang maksud

kedatangan Rumanah dan Roby di rumah keluarga Acong, yang

menurut H. Muhidin anak sekarang heboh jika ada tontonan dan

menonton pementasan barongsai tidak ada manfaatnya. Perbedaan

pendapat terjadi diantara Rumanah dengan H. Muhidin mengenai

pandangan mereka menonton pementasan barongsai di rumah keluarga Acong. Pernyataan dari Rumanah yang mengatakan “Ya mungkin buat abah sama sekali gak ada manfaatnya, tapi buat

keluarga babah Acong, mereka punya kebahagia an sendiri bah”.

Rumanah menjelaskan kepada Abahnya jika tujuannya dengan

Roby menonton barongsai sebagai bentuk menghormati keluarga

Acong yang merayakan tahun baru Imlek karena menonton

pementasan barongsai sifatnya sebagai hiburan yang tidak

(40)

Rumanah kepada Abahnya, mengenai kedatangannya dengan

Roby dan juga para warga lain tentunya juga akan memberikan

kebahagiaan tersendiri bagi keluarga Acong yang merupakan

satu-satunya keluarga yang berketurunan Tionghoa dan beragama

Khong Hu Chu di kampung tersebut.

Sikap yang ditunjukkan oleh Rumanah dan Roby hadir ke

rumah keluarga Acong tidak hanya sekedar menonton pementasan

barongsai saja, melainkan juga menghargai budaya keluarga

Acong sebagai etnis Tionghoa. Selain itu juga sebagai bentuk

diterimanya barongsai sebagai budaya China/ Tionghoa di

tengah-tengah masyarakat yang beragama Islam.

Berdasarkan analisa peneliti pada superstruktur, alur teks pada

sinetron mengenai konsep Imlek yaitu menayangkan toleransi

masyarakat yang beragama Islam terhadap perayaan tahun baru Imlek

etnis Tionghoa. Dalam menyuguhkan toleransi antar suku dan umat

beragama, hampir seluruh tokoh sinetron ini menunjukkan sikap

toleransinya yang ditunjukkan dengan berbagai bentuk. Strategi

tersebut menekankan wacana mengenai masyarakat Indonesia yang

terdiri dari berbagai suku, budaya, serta agama sebagai upaya

mewujudkan keharmonisan dalam kehidupan multikultural.

Alur pada sinetron ini menempatkan barongsai sebagai budaya

yang penting sebagai bagian dari perayaan Imlek oleh sinetron Tukang

Bubur Naik Haji The Series pada episode 439-441 sebagai media,

barongsai bukan lagi hal yang dilarang seperti masa Orde Baru.

Pengemasan pertunjukkan barongsai sebagai wujud kebebasan bagi

etnis Tionghoa dalam melestarikan dan mengekspresikan budaya

(41)

Pada bagian isi sinetron merupakan penggambaran sikap

toleransi antar suku dan umat beragama masyarakat yang beragama

Islam terhadap perayaan tahun baru Imlek yang dirayakan oleh salah

satu keluarga yang beretnis Tionghoa. Pada beberapa scene, bagian isi

digambarkan secara detil mengenai sikap toleransi, baik membantu

persiapan Imlek dan memberikan ijin menyelenggarakan pertunjukkan

barongsai sebagai adat istiadat etnis Tionghoa saat tahun baru Imlek,

menghormati dan menghargai keluarga etns Tionghoa yang akan

beribadah ke klenteng, serta menghadiri acara yang untuk menonton

pertunjukkan barongsai sebagai bagian dari perayaan tahun baru Imlek

keluarga tersebut. Sedangkan pada bagian penutup menjelaskan bahwa

sikap toleransi yang ditunjukkan oleh masyarakat Islam terhadap

perayaan Imlek sesuai dengan batasan dari ajaran agama.

4.3.1.3 Analisis Struktur Mikro

Struktur mikro merupakan makna lokal dari suatu teks yang

dapat di amati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh

suatu teks. Dalam struktur mikro ini akan terlihat bagaimana

sesungguhnya makna lokal yang ingin dibangun dalam sinetron ini.

Penulis akan mengamati beberapa scene yang menjadi objek kajian

dalam struktur ini. Berikut analisis struktur mikro sinetron Tukang

Bubur Naik Haji The Series episode 39-440-441.

a. Scene 12 dan 16

Dalam scene 12 dan 16 menggambarkan kesediaan Mali,

Tarmiji, Syape’i dan Romi membantu persiapan Imlek keluarga

Wan Wan, membawa suatu pemahaman mengenai penerimaan dan

dukungan terhadap perayaan tahun baru Imlek keluarga etnis

(42)

Tramiji membantu keluarga Wan Wan karena berharap ada imbalan upah yang diterima, sedangkan Syape’i dan Romi membantu dengan niat tulus dan ikhlas untuk keluarga Wan Wan dalam

penyelenggaraan perayaan tahun baru Imlek. Sebagai penerimaan

dan dukungan dapat dilihat dari beberapa adegan Mali, Tarmiji, Syape’i dan Romi pada scene 12 dan 16 seperti analisa berikut ini. Scene 12

Syape’i : Eh selamat siang babah Acong, koh Wan Wan, ci leny, ngomong-ngomong ini kok pada penuh? Dari mana mau

kemana to?

Acong : Yah biasa…habis belanja keperluan Imlek

Syape’i : Waaahh Gong Xi Fa Chai? Kalo begitu pasti ada yang

bisa saya bantu dong nanti buat acara Imlek?

Makna yang ingin ditampilkan scene 12 episode 439-441

sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series adalah

menggambarkan interaksi harmonis antara warga beretnis Tinghoa

yang akan merayakan Imlek dengan masyarakat yang beragama

Islam. Penempatan kalimat yang menjelaskan bahwa tokoh Syape’i dan Romi bersedia membantu keluarga Acong untuk acara Imlek,

memberikan asumsi bahwa perayaan Imlek mendapat sambutan

yang baik di lingkungan tempat tinggal keluarga Acong yang

mayoritas menganut agama Islam. Kalimat tersebut memberi

gagasan bahwa etnis Tionghoa membaur dengan masyarakat yang

berbeda suku serta agama.

Berdasarkan uraian scene 12, peneliti dapat menganalisa

bahwa cuplikan dialog diatas mengarah pada wacana yang

dibangun mengenai dukungan dan penerimaan etnis Tionghoa dan

beragama Khonghuchu oleh masyarakat khususnya yang beragama

(43)

yang dibangun tersebut memberikan gambaran bagi masyarakat

mengenai suatu hubungan interaksi harmonis antar suku dan antar

agama untuk mengajarkan pentingnya menghargai dan

menghormati meskipun terdapat banyak perbedaan. Selain itu, penggunaan kata “Gong Xi Fa Chai” pada awal cerita tentunya dibuat dengan tujuan tertentu, termasuk untuk membangun

pemahaman mendasar tentang topik yang akan disampaikan. Hal

tersebut menjelaskan bahwa keluarga beretnis Tionghoa tersebut

akan merayakan tahun baru Imlek.

Scene 16

Tarmiji : Wah koh, kayaknya lagi banyak kerjaan nih?

Acong : (sambil tersenyum) biasa kan mau imlek.

Mali : Maaf koh, kira-kira perlu bantuan gak?

Acong : Boleh, kalo mau bantu. Oek sangat senang, ayo silahkan. Syape’i : Waduh udah pada sibuk aja nih? Bapak Acong, saya

bantu ya?

Acong : Iya, boleh-boleh ayo! Ayo silahkan ayo.

Dari scene 16, makna yang ingin ditampilkan yaitu bahwa

perayaan Imlek keluarga Acong juga disambut bahagia oleh

masyarakat tempat tinggalnya, meskipun mereka tidak merayakan Imlek. Terlihat dengan kesediaan tokoh Mali, Tarmiji, Syape’i dan Romi membantu menghias rumah dalam keluarga Acong,

membawa suatu pemahaman bahwa masyarakat yang tidak

merayakan Imlek ikut merasakan kemeriahan tersebut.

Sikap yang ditunjukkan Mali, Tarmiji, Syape’i dan Romi dalam

membantu persiapan Imlek keluarga Acong merupakan bukti

bahwa sebagai anggota masyarakat muslim mengamalkan ajaran

agama mengenai toleransi dengan sikap dan perilakunya terhadap

(44)

dan Romi membantu dengan niat tulus dan ikhlas seperti yang

terlihat dalam scene 16 ketika keluarga Acong memberikan imbalan

dalam membantu persiapan perayaan Imlek, namun ditolak oleh

mereka yang terlihat pada teks kalimat Syape’i: “Nda k usah Ci

Leny, terima kasih. Maaf bukannya kami ndak mau trima, tapi kami membantu ini dengan tulus kok”. Yang kemudian diperjelas dengan jawaban Romi: “Iya, kami ikhals Ci”.

Berdasarkan analisa peneliti, pada scene 16 memberikan makna

mengenai ketulusan dalam membantu, sebagai bentuk sikap

toleransi terhdap etnis Tionghoa meskipun berbeda latar belakang

baik suku, agama, dan budaya.

b. Scene 35 dan 39

Scene 35

Wan Wan : Sebelumnya saya minta maaf pak Haji, sama semua

yang ada disini. Saya mohon bicara sebentar.

Ki Dawud : Iya silahkan aja ngomong…. H. Muhidin: Iya silahkan….

Wan Wan : Begini, menyambut perayaan Imlek, saya mau minta

ijin untuk merayakan pertunjukkan barongsai di rumah saya.

H. Muhidin : (dengan nada marah) Kagak bisa!!! Enak aja mau

ngadain gituan!!

Wan Wan : Jadi? Gak boleh pak haji? Waduh gimana ya,

Kebetulan saya sudah terlanjur memesan barongsainya.

Dari cuplikan dialog diatas dapat dilihat bahwa tujuan keluarga

Wan Wan selain meminta ijin juga sebagai pemberitahuan kepada

H. Muhidin yang menjabat sebagai ketua RW di kampung tersebut,

bahwa keluarga Wan Wan akan mengadakan pementasan barongsai

(45)

Berdasarkan analisa peneliti pada dialog yang diugkapkan oleh

tokoh Wan Wan diatas memberikan makna, bahwa keluarga Wan

Wan sebagai masyarakat minoritas menunjukkan etika dengan

meminta ijin dan pemberitahauan mengenai pementasan barongsai

yang akan diselenggarakan sebagai bentuk menghormati ketua RW

yaitu H. Muhidin. Hal tersebut membawa suatu pemahaman bahwa

nilai-nilai etika merupakan hal penting dalam kehidupan

bermasyarakat, karena manusia sebagai makhluk sosial akan selalu

bersinggungan dengan manusia lain.

Ki Da wud : Eh Din, lo harus kasih ijin. Emang kenape sih kagak

boleh? Itu kan hak nye dia, mau bikin acara

menyambut perayaan hari besarnye dia. Kalo lo kagak

kasih ijin, gue tambahin hukuman lo, mau? Si Acong

kan temen gue.

Wacana yang ingin ditampilkan yaitu sikap toleransi yang

ditunjukkan Ki Dawud, salah satu sikapnya yang mencerminkan

toleransi terlihat pada kalimat yang terdapat scene 35 ketika Ki

Dawud menegur dan akan menambah hukuman H. Muhidin agar

keluarga Wan Wan diberikan ijin menyelenggarakan pertunjukkan

barongsai saat perayaan Imlek. Sikap yang ditunjukkan oleh Ki

Dawud mengungkapkan bahwa perayaan Imlek yang dirayakan

oleh etnis Tionghoa dan beragama Khong Hu Chu merupakan hak

mereka dalam menyelenggarakan perayaan hari besar.

Berdasarkan analisa peneliti pada dialog diatas membawa

suatu pemahaman, jika perayaan Imlek yang dirayakan oleh etnis

Tionghoa sebagai kaum minoritas di Indonesia perlu diberikan

(46)

Dalam setiap agama mengajarkan akan pentingnya toleransi,

begitu juga dalam ajaran Islam. Hal tersebut terlihat jelas pada Qs.

Al-hujarat: 13 (Al-Quran dan terjemahannya: 517), yang

menerangkan bahwa Tuhan menghendaki penciptaan manusia

beragam. Keberagaman sengaja diciptakan sebagai media untuk

saling mengenal, berdialog, dan kerjasama. Karena dengan saluran

saling mengenal, kedamaian dan ketentraman, di alam dunia ini.

Dalam konteks sinetron ini, ditampilkan sikap toleransi seperti

yang terlihat pada tokoh Ki Dawud dengan menghormati dan

menghargai keluarga Acong yang akan beribadah ke klenteng saat

perayaan tahun baru Imlek, walaupun di kampung tersebut tdak

terdapat klenteng, hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga Acong

merupakan warga minoritas. Seperti yang dipaparkan dalam scene

39, tokoh Ki Dawud memberikan semangat kepada keluarga Acong

dalam merayakan Imlek sebagai bentuk toleransi.

Dalam pemilihan kata dan kalimat yang diproduksi pada

sinetron ini memberikan detil mengenai toleransi seperti yang

diungkapkan tokoh Ki Dawud dalam kalimat emang kagak ada

disini. Ngomong-ngomong kompak banget pake baju merah-merah. Yang semangat ye tahun baru Imlek” terhadap keluarga Acong. Kalimat tersebut memiliki maksud dan mengarah pada suatu

pemahaman bahwa perayaan tahun baru Imlek yang dirayakan oleh

kaum minoritas di tengah-tengah masyarakat mayoritas merupakan

bentuk diterima dan didukungnya perayaan tersebut.

Berdasarkan uraian dari cuplikan dialog diatas, peneliti

berkesimpulan jika sinetron ini bermaksud menyampaikan pesan

sosial dan membangun wacana toleransi bagi penonton terhadap

kehidupan berbangsa dengan beragam suku, budaya, dan agama

(47)

Adegan-adegan dalam scene 35 dan 39 yang telah diuraikan di

atas memperkuat tema utama dalam sinetron Tukang Bubur Naik

Haji The Series episode 439-441, sehingga mudah untuk dipahami

maksud dari sinetron tersebut.

c. Scene 41 dan 42

Sinetron Tukang bubur Naik Haji the Series episode 439-441

mengusung tema Imlek melalui produksi pesan sosial pada

tokoh-tokoh sinetron yang berlatar belakang agama Islam untuk

mengarahakan masyarakat mengenai nilai toleransi dalam

kehidupan berbangsa. Dengan mengangkat tema tentang perayaan

tahun baru Imlek dalam sinetron ini, merupakan bentuk menghargai

tradisi dan kepercayaan masyarakat etnis Tionghoa sebagai bagian

dari budaya Indonesia yang diterima oleh masyarakat. Penanaman

nilai toleransi yang dikonstruksi pada sinetron ini, mengarahkan

masyarakat agar tidak ada lagi sikap diskriminasi dan pembedaan

terhadap suku, budaya, serta agama pada masyarakat minoritas

seperti etnis Tionghoa. Hal tersebut terlihat pada beberapa adegan

dalam sinetron yang dipaparkan berikut ini.

Scene 41

Rumanah, Roby, Ki Dawud, Nini : Assalamuallaikum… H. Muhidin : Nah ini lu juga pada mau kmana sih?

Ki Da wud : Mau ke rumah temen gua si Acong, emang nape?

Rumanah : Abah gak mau ikut?

H. Muhidin : Kagak, kagak penting nonton begituan rum, udah

sono kalo mau pergi.

Rumanah: Kami pergi ya bah, assalamuallaikum.

H. Muhidin : Waalaikumsalam

(48)

Ustad Zakaria : Assalamualaikum, pak Haji…. Riyamah, Umi Zakaria : Assalamualaikum… H. Muhidin : Waalaikumsalam….

Ustad Zakaria : Sendirian aja pak Haji? Kagak nonton barongsai?

H. Muhidin : Kagak pak ustad, eh Ini mamah ngomong-ngomong

mau nonton barongsai juga? Riyamah : Iya pak Haji….

H. Muhidin : (hening)

Ustad Zakaria : Gimana pak Haji jadi mau nonton kagak?

H. Muhidin : Oh jelas dong, ikut dong! Kan aye ketua RW, Acong

sama Wan Wan aje ngundang saya secara khusus. Pak ustad,

tunggu sebentar ye? Mamah tunggu ye?

Pemilihan kalimat dalam scene 41, menggambarkan para

warga yang mayoritas muslim berbondong-bondong datang ke

rumah keluarga Wan Wan untuk menonton pertunjukkan barongsai,

menunjukkan adanya toleransi yang ter

Gambar

Tabel 4.1 Tim Produksi dan Pemeran Tokoh Tukang Bubur Naik Haji The
Tabel 4.2 Pendahuluan
Tabel 4.3 Isi (scene 16)
Tabel 4.4 Isi (scene 35)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian tujuan penulisan yang ada maka penulisan ini di harapkan sangat bermanfaat bagi akademik karena dapat menambah refrensi tentang mesin perajang singkong dan

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

bahwa untuk menunjang kelancaran kegiatan Pengakhiran dan Penataan Hasil Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd), perlu

[r]

THE EFFECT OF ROLE PLAY LEARNING METHOD TO STUDENT’S ACHIEVEMENT IN PHOTOSYNTHESIS TOPIC.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Kegiatan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar Cagar Alam Gunung Simpang, terutama sebagai bahan pengobatan perlu digali untuk menambah informasi jenis tumbuhan apa saja yang

Dengan menulis dan menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Motivasi, Gaya kepemimpinan, Social Capital, dan Human Capital terhadap Kinerja Perusahaan milik Wanita” penulis