Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah. ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Definisi Operasional Variabel ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 12
G. Asumsi ... 12
H. Hipotesis Alternatif Penelitian (Ha) ... 13
I. Metode Penelitian ... 14
J. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16
A. Pembelajaran IPA di SD/MI ... 16
3. Karakteristik Pembelajaran Inkuiri ... 24
4. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 26
5. Langkah-Langkah Model Inkuiri Terbimbing ... 27
C. Penguasaan Konsep ... 37
D. Pemahaman Hakikat Sains ... 43
1. Sains sebagai Produk ... 45
2. IPA sebagai Proses ... 52
3. Sains sebagai Sikap ... 57
E. Pengembangan Pembelajaran Inkuiri Pada Materi Sifat-Sifat Cahaya Dalam Pembelajaran IPA Di SD/MI... 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 73
A. Desain Penelitian ... 73
B. Sampel Penelitian ... 74
C. Variabel Penelitian... 75
D. Instrumen Penelitian ... 75
E. Teknik Pengumpulan Data ... 78
F. Teknik Analisa Data ... 79
G. Pengolahan dan Analisis Data... ... 81
H. Prosedur Penelitian... ... 85
1. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep dan Pemahaman Hakikat Sains ... 88
2. Penguasaan Konsep IPA ... 95
3. Pemahaman Hakikat Sains Siswa SD ... 103
B. Pembahasan ... 111
1. Pembelajaran IPA melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing 112 2. Peningkatan Penguasaan Konsep Sifat-sifat Cahaya pada Siswa SD ... 119
3. Peningkatan Pemahaman Hakikat Sains Siswa SD ... 136
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 164
A. Kesimpulan ... 164
B. Saran-saran ... 165
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam
menciptakan siswa-siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap
ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya merupakan penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini berimplikasi pada kegiatan pembelajaran IPA di
sekolah. Pembelajaran IPA haruslah memuat hakikat sains yang terdiri dari
produk, proses dan sikap.
Hakikat sains terdiri dari tiga komponen, yaitu produk, proses, dan sikap
ilmiah. Ketiga komponen tersebut menjadi suatu keutuhan dalam proses belajar
mengajar. Hendaknya guru dapat memberi pemahaman bagi siswa apa makna dari
hakikat-hakikat pembelajaran IPA. Samatowa (2006) menjelaskan bahwa dalam
suatu pembelajaran guru tidak dapat memisahkan konten dalam suatu kegiatan
belajar. Sejalan dengan itu, Firman dan Widodo (2007) menjelaskan bahwa
seorang guru sains dituntut untuk mempunyai gambaran yang jelas dan tepat
tentang apa itu sains, sebab keyakinan tentang sains akan sangat berpengaruh
Pembelajaran IPA akan sangat bermakna ketika proses pembelajaran itu
dimengerti dan dipahami oleh siswa, apa sebenarnya dari hakikat pembelajaran
IPA tersebut. Pemahaman siswa terhadap konsep-konsep IPA, fenomena dan
peristiwa-peristiwa alam dapat diamati di sekitar lingkungannya, melalui proses
percobaan. Kegiatan proses tersebut menjadikan siswa memiliki sikap saintis
dalam diri siswa secara berkelanjutan. Sikap saintis/ilmiah harus dipupuk dari
sejak awal agar menjadikan mereka sebagai saintis yang sejati. Pada saat siswa
melakukan proses inkuiri, siswa dituntut untuk dapat bersikap jujur, terbuka, dan
memiliki rasa tanggung jawab. Penanaman nilai ini harus dipahami dan menjadi
dasar dalam bersikap siswa pada kehidupan sehari-harinya. Artinya, ketiga unsur
dari hakikat sains tersebut menjadi suatu keutuhan dalam proses pembelajaran
IPA.
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan bahwa selama ini pembelajaran
IPA di Sekolah Dasar cenderung lebih bersifat teoretis dan terkesan terpisah dari
kehidupan nyata siswa dengan menitikberatkan pada bagaimana menghabiskan
materi pelajaran dari buku teks. Pembelajaran IPA juga belum menggunakan
pendekatan, model dan metode yang bervariasi dan inovatif. Guru cenderung
menggunakan metode ceramah dan metode hafalan, sehingga siswa menjadi pasif
dalam proses pembelajaran. Mereka hanya mendengar, menulis, dan menghafal
apa yang diterangkan dan diperintahkan oleh gurunya. Artinya bahwa proses
pembelajaran IPA, masih menitikberatkan pada pemahaman konsep siswa saja.
Siswa tidak diarahkan untuk memahami pembelajaran seutuhnya yaitu sebagai
pembelajaran IPA itu sendiri. Pemahaman terhadap hakikat sains sering
terabaikan oleh guru dalam mengajarkan pembelajaran IPA. Guru merasa bahwa
pemahaman terhadap hakikat sains kepada siswa tidak terlalu penting untuk
dijelaskan, yang terpenting bagaimana siswa tersebut mampu menerapkan
kegiatan metode ilmiah tersebut. Sehingga ketika siswa dilibatkan pada masalah
yang berbeda dalam kehidupan nyata, mereka tidak mampu menyelesaikan
masalah yang ada. Karena siswa tersebut tidak memahami esensi/hakikat sains
yang selama ini telah mereka pelajari di sekolah.
Betapa pentingnya pemahaman hakikat sains diberikan kepada siswa.
Sebagai guru hendaknya mampu memberikan penguasaan konsep dan
pemahaman hakikat sains, serta mampu menerapkan proses pembelajaran yang
dapat mengembangkan keterampilan proses, sikap ilmiah secara tepat dan benar.
Selanjutnya Firman dan Widodo (2007) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran
IPA bukanlah sekedar agar siswa menguasai konten/materi IPA. Kita tidak
menginginkan anak-anak kita menjadi perpustakaan berjalan. Pelajaran IPA
hendaknya menjadi wahana untuk mendidik anak-anak sehingga menjadi
manusia, menguasai materi/konten IPA hanyalah sebagian kecil tujuan pelajaran
IPA, hal yang lebih penting adalah agar melalui IPA anak-anak dapat berkembang
menjadi manusia yang seutuhnya. Menguasai konsep bukanlah tujuan akhir.
Sebaliknya IPA digunakan untuk mendidik anak-anak agar tumbuh dan
berkembang menjadi manusia yang seutuhnya.
Untuk menjawab permasalahan yang terjadi, diperlukan upaya untuk
konsep siswa dan pemahaman hakikat sains siswa yaitu produk, proses, dan sikap
ilmiah siswa. Salah satu alternatif pembelajaran IPA yang diduga dapat
meningkatkan penguasaan konsep dan pemahaman hakikat sains siswa adalah
pembelajaran inkuiri terbimbing.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2006) menyatakan bahwa
pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkembangkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap
ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.
Oleh karena itu pembelajaran di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah. Hamalik (2004) menyatakan bahwa dalam inkuiri,
seseorang bertindak sebagai seorang ilmuwan (scientist), melakukan eksperimen,
dan mampu melakukan proses mental berinkuiri (pembelajaran inkuiri
menempatkan siswa sebagai subjek belajar).
Siswa berperan untuk menemukan sendiri konsep materi pelajaran. Guru
berperan membimbing dan bertindak sebagai agen perubahan, fasilitator,
motivator bagi siswanya. Khususnya di lingkungan sekolah dasar, membutuhkan
bimbingan yang lebih intensif kepada siswa dalam menerapkan proses
pembelajaran inkuiri. Oleh sebab itu untuk Sekolah Dasar sebaiknya
menggunakan inkuiri terbimbing. Firman dan Widodo (2007) menjelaskan bahwa
karena kemampuan untuk melakukan inkuri yang “sungguhan” masih belum
(guided inquiry). Melalui inkuiri terbimbing guru memberi bimbingan dan arahan
kepada siswa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan penyelidikan.
Berkenaan dengan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, dari hasil
penelitian menunjukkan pembelajaran IPA inkuiri memiliki keunggulan dalam
meningkatkan berbagai kemampuan penting yang harus dimiliki siswa. Penelitian
yang dilakukan Hermita (2008) disimpulan bahwa penggunaan model
pembelajaran inkuiri terbimbing secara signifikan dapat lebih meningkatkan
pemahaman konsep pesawat sederhana dibandingkan penggunaan model
pembelajaran konvensional. Jannah (2009) menyatakan bahwa guru yang
memiliki penguasaan konsep inkuiri yang sangat baik dalam mengkomunikasikan
akan dapat memunculkan aspek ini dengan baik pula dalam pembelajaran. Dengan
adanya pengetahuan dan pemahaman yang jelas serta diikuti oleh praktek yang
baik maka akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan kemampuan inkuiri.
Sejalan dengan itu Adi Putra (2009) menjelaskan bahwa pemahaman guru
terhadap hakikat pembelajaran IPA meningkat seiring dengan dilakukannya
program peer coaching terhadap guru.
Dari paparan di atas, terlihat pembelajaran inkuiri terbimbing sangat penting
untuk dilakukan dalam proses pembelajaran IPA. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh National Science Education Standards Amerika Serikat
(NSES, 2000) bahwa standar dalam pembelajaran IPA adalah terjadi suatu
perubahan penekanan pada proses pembelajaran yaitu penekanan dalam materi,
pembelajaran. Dengan demikian, guru diharapkan mampu mengaplikasikan
inkuiri pada setiap proses pembelajaran IPA.
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Susilawati (2009)
menjelaskan bahwa guru belum memahami hakikat sains seutuhnya. Masih
rendahnya pemahaman hakikat sains oleh guru, hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu : (1) Kurangnya pemahaman konsep hakikat sains yang dimiliki
guru, hal ini disebabkan guru tidak memperoleh pengetahuan yang jelas tentang
hakikat sains, (2) Latar belakang pendidikan guru yang mayoritas non sains, (3)
Keikutsertaan guru dalam berbagai kegiatan akademik, yang pada umumnya
mengikuti kegiatan akademik secara umum (4) Motivasi untuk belajar (5) Beban
mengajar dan kesibukan guru yang terlalu banyak karena guru Sekolah Dasar
merupakan guru wali kelas yang mengajarkan semua mata pelajaran kepada siswa
kecuali agama dan olahraga. Sehingga guru tidak seutuhnya memahami hakikat
sains karena harus memahami konsep mata pelajaran yang lainnya.
Berbagai kendala yang dihadapi dalam pembelajaran IPA akan
menghambat ketercapaian tujuan pembelajaran IPA. Hakikat sains merupakan
pondasi yang terpenting pada tujuan pembelajaran IPA. Ketika guru tidak
memahami hakikat sains, maka akan sulit untuk mencapai tujuan tersebut.
Demikian juga kemampuan pemahaman hakikat sains siswa akan sangat
berpengaruh untuk ketercapaian tujuan pembelajaran IPA. Apabila siswa tidak
memahami hakikat pembelajaran IPA maka akan sulit bagi mereka untuk
itu, pentingnya pemberian pemahaman hakikat sains bagi siswa, agar
kebermaknaan belajar IPA dapat dirasakan oleh mereka.
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan, orientasi hakikat sains
diarahkan kepada guru-guru, dan siswa sangat jarang tersentuh dengan
kemampuan pemahaman hakikat sains ini. Hal ini mendeskripsikan bahwa ketika
esensi dari pembelajaran IPA tersebut dilupakan maka pembelajaran yang
diharapkan tentu tidak akan tercapai.
Konsep sifat-sifat cahaya merupakan salah satu Standar Kompetensi Dasar
yang harus dipelajari oleh siswa kelas V pada semester genap. Pada konsep
sifat-sifat cahaya, siswa diarahkan untuk dapat memahami sifat-sifat-sifat-sifat cahaya dan
mampu membuat sebuah karya atau model. Kompetensi Dasar konsep sifat-sifat
cahaya dapat mengarahkan siswa untuk berperan aktif dan menumbuhkan rasa
ingin tahu siswa. Pada materi ini, pengembangan kemampuan berinkuiri siswa
dapat dilakukan. Siswa dapat menjelajahi setiap konsep-konsep sifat-sifat cahaya
melalui langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang dapat mengembangkan siswa
kepada kemampuan menguasai konsep sifat-sifat cahaya dan memahami hakikat
sains secara lebih bermakna. Konsep sifat-sifat cahaya sangat cocok untuk
diterapkan dalam pembelajaran inkuiri terbimbing. Dalam penjabaran konsep
sifat-sifat cahaya menjelaskan sifat-sifat cahaya yang dapat dilakukan melalui
proses percobaan atau pengamatan langsung oleh siswa. Hal ini dapat mendorong
kemampuan siswa untuk memahami hakikat sains secara utuh. Jannah (2009)
dalam hasil analisisnya menunjukkan bahwa kemampuan guru-guru Madrasah
pembelajaran melalui pembelajaran berbasis inkuiri termasuk dalam kategori baik.
Pembelajaran IPA berbasis inkuiri pada materi cahaya menjadikan pembelajaran
IPA menyenangkan dan tidak membosankan bagi siswa MIN.
Untuk memperoleh gambaran apakah pembelajaran inkuiri terbimbing dapat
meningkatkan penguasaan konsep dan pemahaman hakikat sains siswa dalam
pembelajaran di kelas, maka sangat penting dilakukan suatu penelitian.
Berdasarkan pernyataan di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang “Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep dan Pemahaman Hakikat Sains Siswa Sekolah Dasar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah “Apakah Penerapan Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing dapat Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Pemahaman Hakikat
Sains Siswa Kelas V Sekolah Dasar”
Adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas
V Sekolah Dasar?
2. Adakah perbedaan peningkatan penguasaan konsep antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional pada kelas V Sekolah Dasar?
3. Adakah perbedaan peningkatan pemahaman hakikat sains antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan di dalam penelitian ini tidak meluas, penelitian ini
dibatasi pada penguasaan konsep yang diteliti dengan penerapan pembelajaran
inkuiri terbimbing yaitu materi “Sifat-Sifat Cahaya” pada pelajaran IPA Kelas V
semester 2 yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasarnya.
D. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing pada
kelas V Sekolah Dasar
2. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan penguasaan konsep antara siswa
yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional pada kelas V Sekolah Dasar
3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan pemahaman hakikat sains antara
siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional pada kelas V Sekolah Dasar
E. Definisi Operasional Variabel
1. Pembelajaran inkuiri terbimbing adalah pembelajaran dengan proses
penyelidikan/penemuan yang memiliki langkah-langkah kerja ilmiah untuk
membentuk karakteristik saintis dan sikap ilmiah siswa yang dilakukan
masalah; mengajukan hipotesis; merencanakan dan melaksanakan suatu
penyelidikan sederhana; pengumpulan data dengan menggunakan peralatan
dan cara-cara yang tepat untuk mengumpulkan, menganalisis dan
menginterprestasikan data; membuktikan hipotesis dengan mengembangkan
deskripsi, penjelasan, model –model dengan menggunakan fakta-fakta yang
ada, dan menjelaskan hubungan antara fakta-fakta dan penjelasan;
mengkomunikasikan langkah-langkah dan hasil penyelidikan
2. Penguasaan konsep IPA adalah kemampuan kognitif siswa dalam menguasai
konsep-konsep IPA melalui suatu fenomena, kejadian, obyek, atau kegiatan
yang terkait dengan materi IPA yaitu pada sifat-sifat cahaya. Indikator
penguasaan konsep terdiri dari: pengetahuan hafalan, pemahaman
/komprehensi, penerapan aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Bloom
(dalam Purwanto, 1988) membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar
yang termasuk aspek kognitif menjadi enam, yaitu: pengetahuan hafalan,
pemahaman /komprehensi, penerapan aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Penguasaan konsep IPA siswa diukur melalui tes pilihan ganda penguasan
konsep sifat-sifat cahaya, yaitu tes sebelum dan sesudah pembelajaran.
3. Pemahaman hakikat sains diartikan sebagai kemampuan pemaknaan terhadap
produk, proses dan sikap yang dikembangkan dalam IPA. Khususnya
pemaknaan siswa terhadap pembelajaran IPA sebagai sebuah kegiatan
pembelajaran di kelas. Pemahaman hakikat sains siswa diukur melalui tes
pilihan ganda pemahaman hakikat sains, yaitu tes sebelum dan sesudah
Indikator sains sebagai produk dalam pembelajaran yaitu: (a) Ilmu
pengetahuan berlandaskan pada fakta empiris, (b) Teori yang lebih tepat
daripada teori sebelumnya dapat mengubah ilmu pengetahuan (c) Pengetahuan
ilmiah didasarkan pada bukti eksperimental, (d) Ilmu pengetahuan adalah
suatu usaha untuk menjelaskan gejala, (e) Ilmu pengetahuan berlandaskan
pada argumentasi yang logis, (f) Ilmu pengetahuan bersifat objektif, (g) Ilmu
pengetahuan dibangun oleh apa yang telah ada sebelumnya, (h) Produk sains
berupa hukum, teori, fakta, konsep dan prinsip, (i) Ilmu pengetahuan berperan
penting dalam teknologi.
Indikator sains sebagai proses adalah: (a) Pengetahuan ilmiah bersifat
sementara (b) Ilmu pengetahuan harus dapat diuji, (c) Pengetahuan ilmiah
berdasarkan pada pengamatan, (d) Metode ilmiah merupakan cara untuk
melakukan penyelidikan meliputi merumuskan masalah, mengajukan
hipotesis, membuktikan hipotesis dan membuat kesimpulan, (e) Ilmu
pengetahuan yang diuji menjadi kerangka berfikir bagi ilmu pengetahuan
Indikator sains sebagai sikap ilmiah adalah: (a) Ilmuwan tidak pernah puas
terhadap ilmu pengetahuan, (b) Ilmu pengetahuan bersifat konsisten, (c)
Ilmuwan harus terbuka pada ide baru, (d) Ilmuwan bersifat jujur, (e) Ilmu
pengetahuan menjadi bagian dari tradisi intelektual, (f) Ilmuwan harus
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi guru dalam memperbaiki
proses dan hasil pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dalam upaya meningkatkan
kualitas belajar siswa. Adapun manfaat lain dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi kepala sekolah, agar menjadi pertimbangan guna memfasilitisasi guru
dalam menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan
penguasaan konsep dan pemahaman hakikat sains siswa.
2. Bagi guru, untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang penerapan
inkuiri terbimbing di dalam kelas, sehingga dapat menambah wawasan guru
untuk melaksanakan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dalam rangka
mengembangkan dan menanamkan sikap-sikap positif pada siswa terkait
dengan belajar melalui proses berinkuiri.
3. Bagi siswa, melalui penggunaan pembelajaran inkuiri terbimbing ini lebih
dapat meningkatkan motivasi belajar, mengembangkan kemampuan berinkuiri
dan memiliki sikap ilmiah sehingga mampu memecahkan
permasalahan-permasalahan sederhana yang dihadapinya.
4. Bagi peneliti lain, temuan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai
langkah awal untuk kegiatan penelitian lebih lanjut.
G. Asumsi
Anggapan dasar atau asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya
1. Untuk memperkuat permasalahan
2. Membantu peneliti dalam memperjelas menetapkan objek penelitian, wilayah
pengambilan data, instrumen pengumpulan data.
Asumsi atau anggapan dasar yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Motivasi belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda.
2. Aktivitas siswa di luar sekolah pada kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak
berbeda.
3. Minat siswa dalam mempelajari materi konsep sifat-sifat cahaya pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda.
H. Hipotesis Penelitian
H01 = Tidak terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep yang
signifikan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional
Ha1 = Terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep yang signifikan
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
H02 = Tidak terdapat perbedaan peningkatan pemahaman hakikat sains yang
signifikan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional
Ha2 = Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman hakikat sains yang
signifikan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah eksperimen semu
(Quasi Experimental Design) dengan disain matching pretest-posttest control
group design. Terdapat dua kelas penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Perbedaan antara kedua kelas tersebut adalah perlakuan dalam proses
pembelajaran, pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran inkuiri
terbimbing, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.
Data yang digunakan dalam penelitian yaitu tes penguasaan konsep dan tes
pemahaman hakikat sains, RPP dan LKS sebagai perangkat pembelajaran inkuiri
terbimbing, dan lembar observasi keterlaksanaan model, angket respon siswa, dan
pedoman wawancara guru sebagai instrumen pelengkap.
G. Lokasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas V seluruh SDN yang
berlokasi di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh Provinsi Aceh. Sampel
pada data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh yaitu nilai
Ujian Standar Badan Nasional (USBN) mata pelajaran IPA di setiap Sekolah
Dasar Kecamatan Baiturrahman yang ditetapkan pada tingkatan sedang.
Pengelompokkan sampel terdiri atas 2 kelas eksperimen (SD 3, SD 33) dan 2
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (Quasi Experimental
Design) dengan disain matching pretest-posttest control group design yaitu
menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut
Sugiyono (2008) disain ini memiliki kelompok kontrol namun tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Pertimbangan penggunaan disain ini
adalah sulit sekali menemukan kelas yang memiliki karakteristik yang sama
persis, baik dari segi kemampuan intelektual (IQ), motivasi/minat belajar IPA,
latar belakang siswa, serta faktor-faktor lainnya yang mungkin dapat
mempengaruhi proses pembelajaran selama penelitian berlangsung. Namun
demikian, kedua kelas diasumsikan sama untuk beberapa hal yaitu prestasi belajar
dan klasifikasi tingkat kemampuan siswa. Sugiyono (2008) mengatakan bahwa
pada jenis desain eksperimen ini terjadi pengelompokan subyek tidak secara acak.
Desain eksperimennya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Disain Penelitian
Kelas Eksperimen
O
1X
1O
2 Kelas KontrolO
1X
2O
2Keterangan :
1. O1 =Tes awal ; O2 = Tes akhir
2. X1 = Perlakuan berupa penerapan pembelajaran inkuiri
3. X2 = Pembelajaran konvensional
dalam proses pembelajaran, pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran
inkuiri terbimbing, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran
konvensional.
B. Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas V seluruh SDN di Kecamatan
Baiturrahman Kota Banda Aceh. Sampel ditetapkan pada 4 Sekolah Dasar.
Pengelompokkan sampel terdiri atas 2 kelas eksperimen dan 2 kelas kontrol.
Pengambilan subyek penelitian ini didasarkan pada data yang diperoleh dari Dinas
Pendidikan Kota Banda Aceh yaitu nilai Ujian Standar Badan Nasional (USBN)
mata pelajaran IPA di setiap Sekolah Dasar Kecamatan Baiturrahman yang
ditetapkan pada tingkatan sedang, hal ini disebabkan bahwa di sekolah tersebut
belum melaksanakan pembelajaran inkuiri secara utuh. Katagori Sekolah Dasar
yang sedang berjumlah 4 sekolah. Dengan demikian yang menjadi sampel pada
penelitian ini adalah: SD 3, SD 33 sebagai kelas eksperimen, sedangkan SD 22,
dan SD 5 sebagai kelas kontrol. Kategori Sekolah Dasar terlihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Nilai Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar
Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh Tahun Ajaran 2008/2009
No Nama SD Nilai Rata-rata MP IPA Tingkatan Sampel Kelas
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2008:61),
variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran inkuiri terbimbing untuk peningkatan penguasaan konsep dan
pemahaman hakikat sains siswa
2. Pembelajaran konvensional untuk peningkatan penguasaan konsep dan
pemahaman hakikat sains siswa.
D. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun
dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu
tes penguasaan konsep dan tes pemahaman hakikat sains, RPP dan LKS sebagai
perangkat pembelajaran inkuiri terbimbing. Dan lembar observasi keterlaksanaan
model, angket respon siswa, dan pedoman wawancara guru sebagai instrumen
pelengkap. Dalam penelitian ini digunakan dua instrumen yaitu; tes dan non tes.
Berikut ini uraian secara rinci masing-masing instrumen:
1) Perangkat Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Perangkat disain pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dilengkapi di dalamnya Lembar Kerja
Siswa (LKS) sebagai sarana penunjang proses pembelajaran. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) digunakan dalam penelitian ini adalah
Siswa (LKS) digunakan untuk membekali penguasaan konsep dan
pemahaman hakikat sains, serta arahan atau petunjuk bagi siswa untuk
melaksanakan kegiatan praktikum. Materi yang diangkat dalam pembelajaran
ini adalah “Sifat-Sifat Cahaya”. Standar Kompetensi dalam pembelajaran ini
adalah menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya
atau model, Kompetensi Dasar (KD) adalah mendeskripsikan sifat-sifat
cahaya. RPP yang digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan pada
Lampiran 1.a dan LKS diperlihatkan pada Lampiran 1.b.
2) Tes Penguasaan Konsep
Tes ini dikonstruksi dalam bentuk tes pilihan ganda sebanyak 20 butir,
dengan jumlah option sebanyak empat buah. Setiap soal dibuat untuk menguji
penguasaan konsep yang terkandung dalam ruang lingkup sifat-sifat cahaya.
Dengan demikian tes ini bersifat konseptual. Tes ini dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu pada saat tes awal dan tes akhir dengan soal yang sama. Tes ini
diperuntukkan untuk siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini
bertujuan untuk mengukur penguasaan konsep siswa pada kelas eksperimen
sebagai hasil penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing. Kisi-kisi dan tes
penguasaan konsep yang digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan pada
Lampiran 1.c.
3) Tes Pemahaman Hakikat Sains
Tes ini dikonstruksi dalam bentuk tes pilihan ganda sebanyak 20 butir,
dengan jumlah option sebanyak empat buah. Tes ini dilakukan sebanyak dua
diperuntukkan untuk siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setiap
soal dibuat untuk menguji pemahaman hakikat sains siswa, yang terdiri dari
tiga aspek, yaitu sains sebagai produk, sains sebagai proses, dan sains sebagai
sikap ilmiah. Kisi-kisi dan tes pemahaman hakikat sains digunakan dalam
penelitian ini terlihat pada Lampiran 1.d.
4) Non tes
Instrumen dalam bentuk nontes yang digunakan dalam penelitian ini berupa
panduan observasi, angket dan pedoman wawancara.
a. Lembar Observasi
Lembar observasi ini bertujuan untuk mengamati keterlaksanaan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan rencana pembelajaran yang telah
disusun berdasarkan sintak-sintak pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu: (1)
merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesis, (3) merencanakan dan
melaksanakan suatu penyelidikan sederhana (4) pengumpulan data dengan
menggunakan peralatan dan cara-cara yang tepat untuk mengumpulkan,
menganalisis dan menginterprestasikan data, (5) membuktikan hipotesis
dengan mengembangkan deskripsi, penjelasan, model –model dengan
menggunakan fakta yang ada, dan menjelaskan hubungan antara
fakta-fakta dan penjelasan (6) mengkomunikasikan langkah-langkah dan hasil
penyelidikan.
Pedoman observasi ini digunakan oleh observer yang telah ditunjuk untuk
melakukan observasi kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan, sehingga
observasi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan
pada Lampiran 1.f.
b. Angket Tanggapan Siswa
Angket digunakan untuk menjaring tanggapan siswa terhadap penerapan
pembelajaran inkuiri terbimbing. Angket diberikan pada kelompok
eksperimen setelah implementasi pembelajaran inkuiri terbimbing. Adapun
isi angket siswa mencangkupi: respon siswa terhadap pelajaran IPA, respon
siswa terhadap efek penerapan model pembelajaran dan kesan mereka pada
pelajaran IPA, kemudahan memahami IPA. Angket yang digunakan dalam
penelitian ini diperlihatkan pada Lampiran 1.g.
c. Pedoman Wawancara Guru
Pedoman wawancara guru digunakan sebagai panduan wawancara dengan
guru untuk mengungkapkan tanggapan guru terhadap penerapan
pembelajaran inkuiri terbimbing. Hal-hal yang dipertanyakan dalam
wawancara mencakupi: pengalaman menggunakan pembelajaran inkuri
terbimbing terhadap peningkatan penguasaan konsep dan pemahaman hakikat
sains siswa, hal-hal yang terkait dengan penyempurnaan pembelajaran dengan
pembelajaran inkuiri terbimbing, kelebihan dan kekurangan dari penggunaan
pembelajaran inkuiri terbimbing. Pedoman wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini diperlihatkan pada Lampiran 1.h.
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan empat macam cara pengumpulan data yaitu
terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik
pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data
1. Siswa Penguasaan konsep
siswa sebelum
mendapatkan perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.
Pretest dan Posttest Butir soal pilihan ganda yang memuat
Pretest dan Posttest Butir soal pilihan ganda yang memuat
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen penelitian.
Ketentuan-ketentuan yang akan digunakan bagi keperluan analisis data di atas
1. Uji Instrumen Penelitian
Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes objektif
bentuk pilihan ganda. Soal-soal tes dibuat oleh peneliti dan didiskusikan dengan
dosen pembimbing menyangkut validitas isi, konstruksi dan kejelasan bahasa agar
mudah dipahami siswa. Sebelum tes ini digunakan sebagai alat pengumpulan
data, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya
pembeda, validitas, dan reliabilitas. Pengolahan data hasil uji coba instrument ini
dilakukan dengan menggunakan sebuah software Anates versi 4 setelah instrumen
tes di-judgement terlebih dahulu.
Hasil perhitungan koefisien reliabilitas tes, kemudian ditafsirkan dan
diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut Arikunto (2008) , yaitu:
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Interval Reliabilitas
Hasil perhitungan tingkat kesukaran dari setiap item soal, kemudian
Hasil perhitungan daya pembeda dari setiap item soal, kemudian
ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut Arikunto (2008) ,
yaitu:
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Klasifikasi Soal
Rekapitulasi hasil pengolahan uji instrumen menggunakan Anates V.4
untuk mengetahui soal-soal yang layak digunakan dalam penelitian ini dan
terlampir pada Lampiran 2.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh gambaran bahwa secara
keseluruhan reliabilitas instrumen soal penguasaan konsep IPA sebesar 0,72
termasuk dalam kategori tinggi, demikian pula untuk reliabilitas instrumen soal
pemahaman hakikat sains yang mencapai 0,67 kategori tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa soal tersebut layak digunakan, adapun butir soal yang
digunakan diperlihatkan secara detail pada Lampiran 2.
G. Pengolahan dan Analisis Data 1. Jenis data
Ada lima jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu: (1) data
penguasaan konsep, (2) data pemahaman hakikat sains, (3) respon siswa terhadap
penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing, (4) respon guru terhadap penerapan
pembelajaran inkuiri terbimbing, (5) keterlaksanaan pembelajaran inkuiri
2. Analisis data
Data berupa skor penguasaan konsep dan pemahaman hakikat sains siswa
dianalisis secara statistik sebagai berikut: (1) menguji normalitas skor tes awal, tes
akhir dan N-Gain untuk masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol, (2)
menguji homogenitas varians data skor tes awal, tes akhir dan N-Gain antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol, dan (3) melakukan uji perbedaan dua rata-rata
dengan uji-t.
Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang
diolah dengan teknik perhitungan secara statistik menggunakan program SPSS for
windows 17. Data tersebut kemudian menjadi bahan rujukan pengambilan
keputusan dari tiga buah hipotesis penelitian yang diajukan. Untuk
mendeskripsikan hasil penelitian, maka dibutuhkan data pendukung berupa hasil
observasi pembelajaran serta hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru.
Untuk mengetahui perbandingan tingkat penguasaan konsep dan
pemahaman hakikat sains siswa yang belajar melalui pembelajaran inkuiri
terbimbing dibandingkan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran
konvensional sekaligus menjawab hipotesis, maka data yang diolah berupa skor
tes awal dan tes akhir pada kedua kelas. Perbedaan yang terjadi pada kedua kelas
dihitung dengan membandingkan rerata perolehan skor tes (uji beda), baik tes
awal maupun tes akhir, serta peningkatan skornya (N-Gain).
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengolahan data kuantitatif dengan
menggunakan statistik parametik adalah data berdistribusi normal dan homogen
Kolmogorov-Smirnov (One Sample Kolmogorov-Smirnov), dan untuk menguji
tingkat homogenitas data digunakan uji Levene. Prosedur uji statistik selanjutnya
adalah uji beda menggunakan Uji T One Sample t test jika data berdistribusi
normal dan homogen. Namun jika data tidak berdistribusi normal atau tidak
homogen maka digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji nonparametrik
(Mann Whitney).
Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung
dengan rumus gain faktor (N-Gain). Rumusnya adalah sebagai berikut:
pre
Adapun kriteria tingkatan gain yang dinormalisasi adalah sebagai berikut: Tabel 3.7 Kategori Tingkat Gain yang Dinormalisasi
Batasan Kategori
g > 0.7 Tinggi
0.3 ≤ g ≤ 0.7 Sedang
g < 0.3 Rendah
Penerapan penggunaan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat dilihat dari
perbandingan nilai gain yang dinormalisasi pada kelas eksperimen yang
menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas kontrol yang
3. Uji perbedaan dua rata-rata.
Statistik uji-t dapat digunakan jika sebaran data berdistribusi normal dan
data homogen, atau menggunakan uji nonparametrik (Mann Whitney) jika sebaran
data tidak berdistribusi normal dan homogen untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan. Statistik uji-t digunakan untuk membuktikan hipotesis yang
membandingkan antara penguasaan konsep dan pemahaman hakikat sains siswa
yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen dengan
penguasaan kosep dan pemahaman hakikat sains siswa yang diterapkan pada
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Pada pengolahan data ini, uji-t
dilakukan dengan program SPSS 17.00 for Windows dengan One samples t test.
Jika nilai taraf signifikan yang dihasilkan lebih kecil dari taraf nyata (α=0,05),
maka dapat dikatakan bahwa kedua data yang dibandingkan tersebut berbeda
secara signifikan.
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : µ1 = µ2
Ha: µ1≠ µ2
µ1 = rata-rata peningkatan penguasaan konsep dan pemahaman hakikat
sains kelompok eksperimen
µ2 = rata-rata peningkatan penguasaan konsep dan pemahaman hakikat
sains kelompok eksperimen kelompok kontrol
H01 = Tidak terdapat perbedaan peningkatan penguasaan kosep yang signifikan
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
Ha1 = Terdapat perbedaan peningkatan penguasaan kosep yang signifikan
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
H02 = Tidak terdapat perbedaan peningkatan pemahaman hakikat sains yang
signifikan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional
Ha2 = Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman hakikat sains yang
signifikan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
H. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan kajian terhadap Standar Isi IPA SD Kelas V, mengidentifikasi
Kompetensi Dasar, menentukan sebuah Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar (SKKD) yang akan dilaksanakan dengan pembelajaran
inkuiri terbimbing.
b. Menyusun instrumen berupa tes, lembar observasi, pedoman wawancara,
serta disain pembelajaran inkuiri terbimbing.
c. Melakukan validasi dan judgement terhadap instrumen dengan dua cara
yaitu validasi ahli dan validasi empirik. Validasi empirik hanya dilakukan
untuk menguji keterandalan instrumen tes penguasaan konsep IPA dan tes
kesukaran dan daya pembeda soal. Hasil ujicoba dianalisis menggunakan
Anates V4.
d. Melakukan persiapan pelaksanaan pembelajaran bersama guru dengan
cara diskusi dan sharing untuk menambah bekal wawasan kepada guru
dalam mengimplementasikan pembelajaran inkuiri terbimbing.
2. Tahapan Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, langkah-langkah yang ditempuh adalah:
a. Melakukan tes awal, baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol
dilanjutkan dengan melaksanakan penelitian dan penerapan pembelajaran
inkuiri terbimbing dengan tetap mengusahakan agar kondisi kedua
kelompok tetap sama kecuali pada saat perlakuan.
b. Melakukan observasi selama pelaksanaan pembelajaran inkuiri
terbimbing dan mengumpulkan data yang relevan.
c. Melakukan tes akhir, baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol
setelah pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing.
3. Tahapan Pengolahan Data dan Pembahasan
Pada tahap ini peneliti melakukan pengolahan dan analisis skor data tes
dengan uji statistik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dan
menginterpretasi skor data dari data yang diperoleh dan kemudian mengambil
I. Alur Penelitian
Alur penelitian yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.1:
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Tes penguasaan konsep, tes pemahaman hakikat sains, LKS, angket respon siswa, format
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang penerapan pembelajaran
inkuiri terbimbing untuk meningkatkan penguasaan konsep dan pemahamanan
hakikat sains siswa, setelah dianalisis dan dibahas sesuai dengan teori yang
relevan, maka diperoleh kesimpulan:
1. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing terlaksana dengan baik dalam
tiga kali pertemuan walaupun terdapat beberapa kendala dalam proses
pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing, baik dari segi kesiapan dalam
memulai pembelajaran, kemampuan guru dalam menimbulkan pertanyaan,
ketepatan dan kecukupan alat dan bahan percobaan, dan keterbatasan waktu.
2. Terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep yang signifikan antara
siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional pada kelas V Sekolah Dasar dengan
nilai rata-rata N-Gain kelas eksperimen sebesar 0.43 termasuk dalam kategori
sedang dan nilai N-Gain kelas kontrol adalah 0.20 termasuk dalam kategori
rendah.
3. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman hakikat sains yang signifikan
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa
yang mendapatkan pembelajaran konvensional pada kelas V Sekolah Dasar
dengan nilai rata-rata N-Gain kelas eksperimen sebesar 0.34 termasuk dalam
kategori sedang dan nilai N-Gain kelas kontrol adalah 0.07 termasuk dalam
Berdasarkan hasil penelitian dan hambatan dalam penggunaan
pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan penguasaan konsep dan
pemahaman hakikat sains siswa, maka disarankan:
1. Hendaknya dalam menerapkan pembelajaran di Sekolah Dasar, guru
dianjurkan menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dikarenakan siswa
pada Sekolah Dasar masih membutuhkan bimbingan dalam setiap melakukan
langkah-langkah proses berinkuiri. Firman dan Widodo (2007) menyatakan
bahwa karena kemampuan siswa untuk melakukan yang “sungguhan” masih
belum memadai, maka biasanya yang digunakan di sekolah adalah inkuiri
terbimbing (guided inquiry).
2. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran inkuiri secara optimal, hendaknya
guru dapat memperhatikan aspek-aspek: (a) kesiapan siswa untuk
melaksanakan pembalajaran IPA, (b) materi pelajaran IPA yang memiliki
konsep yang abstrak hendaknya dapat disampaikan secara lebih maksimal dan
tepat, (c) motivasi belajar terhadap siswa agar dapat dilakukan secara optimal,
(d) pemilihan bahan dan alat yang digunakan harus tepat, (e) mempersiapkan
bahan dan alat untuk percobaan dengan lengkap (cukup), (f) kemampuan guru
dalam bertanya, (g) menyediakan waktu yang luang agar proses inkuiri
terlaksana dengan optimal.
3. Untuk dapat meningkatkan pemahaman hakikat sains siswa secara optimal,
diharapkan guru dapat memperhatikan aspek-aspek: (a) pemahaman hakikat
sains siswa dapat diajarkan dengan memberikan pemahaman melalui
tahap pembelajaran inkuiri terbimbing, (c) menjelaskan setiap aspek hakikat
sains dalam proses pembelajaran berlangsung sehingga siswa dapat
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, M.J. (2009). Pengaruh Peer Coaching Terhadap Pemahaman Hakikat IPA Dan Pelaksanaan Pembelajaran Ipa Guru SD. Tesis pada FPS-UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Akhmad, S. (2008). Stategi Pembelajaran. [Online]. Tersedia:http://akhmadsudrajat.wordpress.com. [20 Juni 2010]
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.
Branch, J. dan Oberg, D. (2004). Focus on inquiry: A Teacher’s Guide To Implementing Inquiry-Based Learning. Canada:Alberta Learning. [Online]. Tersedia:http://www.learning.gov.ab.ca [27 Maret 2010]
Bachman, E. (2005). Metode Belajar Berpikir Kritis dan Inovatif. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar. Jakarta: BNSP.
Bakar, O. (2008). Tauhid dan Sains: Perspestif Islam tentang Agama dan Sains. Bandung:Pustaka Hidayah.
Bell, F.H. (1978). Teaching And Learning Mathematics (in Secondary School). Dubuque, Lowa: Wm.C. Brown Company.
Carin, A.A. (1997). Teaching Modern Science. New Jersey: Prentice Hall.
Chiappetta, E.L. dan Fillman,D.A. (2007). “Analisis of Five High School Biologi Texbooks Used in the Unied States for Inclusion of the Nature of Science”. International Jurnal of Science Education. 29, (15), 1847-1868.
Firman, H. dan Widodo, A. (2007). Buku Panduan Pendidik Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hergenhahn. dan Olson-Matthew, H. (2008). Theories Of Learning, Edisi Ketujuh. Jakarta: Kencana.
Holbrook, J dan Rannikmae, M. (2007). “The Nature Of Science Education For Enhancing Scientific Literacy”. Intenational Jurnal of Science Education. 29,(11), 1347-1362.
Hermita, N. (2008). Pembelajraan IPA dengan Model Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kerampilan Proses Siswa Sekolah Dasar. Tesis pada FPS-UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Khalil, A. (2008). Permudah Pemahaman Konsep Pembelajaran dengan Inkuiri. [Online]. Tersedia:http://anwarholil.blogspot.com [12 Maret 2010]
Jannah, M. (2008). Analisis Kemampuan Inkuiri Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri dalam Pembelajaran IPA dan hubungannya dengan Ketrampilan Proses Sains Siswa. Tesis pada FPS-UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Latifah, Nina. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas V di SDN Sindangheula Kecamatan Tanjung Siang Kabupaten Subang. Skripsi pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Liem, T.L. (2007). Asyiknya Meneliti Sains. Jawa Barat: Pundak Scientific.
Mao, S. dan Chang, C. (1999). “Impacts of an Inquiry Teaching Method on Earth Science Students’ Learning Outcomes and Attitudes at the Secondary School Level”. Jurnal of Earth Sciences National. 8, (3), 93-101.
Marhendi. (2005). Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Keseimbngan Benda tegat untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains Siswa SMA. Tesis pada FPS-UPI Bandung: tidak diterbitkan.
McComas, W.F. dan Olson, J.K. (1998). “The Nature of Science in International Science Education Standards Document”. Intenational Jurnal of Science Education. 29, (12), 1363-1382.
National Science Foundation/NSF. (2004 ). Inquiry Thoughts, Views, and Strategies for the K–5 Classroom. Arlington: Division of Elementary, Secondary, and Informal Education.
Nurhayati. (2010). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Topik Cahaya Melalui Model Pembelajaran Inkuiri ( Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SDN Situguntung 2 Kecamatan Babakan Ciparay Bandung Tahun Pelajaran 2009/2010). Skripsi pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.
NRC. (2000). Inquiry and The National Science Education Standarts. A Guide for Teaching ang Learning. Washington DC: National Academic Press.
Pramono, T. (2008). Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Cahaya dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Tesis pada FPS-UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Pullaila, A. (2005). Model Pembelajaran Inkuiri terbimbing Untuk Meningkatkan penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Pada Materi Suhu dan Kalor. Tesis pada FPS-UPI Bandung: tidak diterbitkan. Rosita. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan
Pemahaman Sains Siswa di Kelas V Pada Konsep Cahaya. UPI. Bandung : Skripsi pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ruseffendi. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensi dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorietasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Samatowa, U.(2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Sardiman, A. (2006). Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Smolska, E.K. dan Taylor, P.C. (2004). “Inquiry in Science Education: International Perspectives”. International Jurnal Of Science Education. Intenational Jurnal of Science Education. 29, (13), 1447-1464.
Sumantri, M. dan Syaodih, N. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sulistyorini, S. (2007). Pembelajaran IPA Sekolah Dasar, Dan Penerapan Dalam KTSP. Yogyakarta: Unnes dan Tiara Wacana.
Susilawati. (2009). Analisis Kemunculan Aspek-Aspek Hakikat Sains Dalam Praktik Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar Dan Hasil Belajar Siswa. Tesis pada FPS-UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suetriono dan Hanafie, R. (2007). Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.
Syaiful, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Trihastuti, S. dan Rimy, Y. (2008). Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta 2008. Yogyakarta: LPMP.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model Pembelajaran. Bandung.
Wati. (2010). Penggunaaan Motode Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Siswa dalam Pembelajarna IPA di Kelas V SD Pada Konsep Cahaya. Bandung: UPI, (Skripsi tidak diterbitkan).
Widodo, A. et al. (2007). Pendidikan IPA Di SD. Bandung: UPI Press.
Yulaelawati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran “Filosofi Teori dan Aplikasi”. Bandung: Pakar Raya.