• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMBATAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF DI SMK WIRASWASTA KOTA CIMAHI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HAMBATAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF DI SMK WIRASWASTA KOTA CIMAHI."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu dari tujuan pendidikan nasional seperti ada pada UU Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur serta memungkinkan para warganya untuk mengembangkan diri, baik yang berhubungan dengan jasmaniah maupun rohaniah sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.Pendidikan merupakan salah satu investasi untuk meletakkan dasar bagi kejayaan bangsa pada masa depan. Pendidikan merupakan suatu tolak ukur yang tinggi pada peradaban dari suatu bangsa, karena dari sistem dan proses pendidikanlah maju mundurnya suatu bangsa dapat dinilai. Seringkali arti penting mengenai pendidikan pada penerapan sistem pendidikan di Indonesia cenderung masih mewakili budaya verbalisme yang menhasilkan lulusan yang kurang kreatif,inovatif, kurang memiliki tanggung jawab serta kurang mampu untuk mengantisifasi perubahan dunia yang begitu cepat.

Untuk menghasilkan lulusan berkualitas yang diharapkan sesuai dengan tujuan nasional maupun tujuan sekolah, maka setiap sistem pendidikan atau sekolah memerlukan kurikulum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapainya.Oleh karena itu kurikulum memegang peranan yang sangat penting didalam membina kemampuan Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan yang diharapkan . Soedijarto (1997:11) mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam

(2)

pendidikan sekolah ialah sistem kurikulumnya, karena itu kurikulum adalah unsur yang paling penting dan strategis dari sistem pendidikan sekolah.

Permasalahan besar yang masih dihadapi oleh pendidikan nasional kita adalah maasalah mutu, relevansi, efektivitas an efisiensi pendidikan. Masalah-masalah ini menimbulkan keresahan pada masyarakat yang seringkali terdengar dalam diskusi, seminar dan kegiatan lainya.. Keresahan yang berupa bahwa pendidikan kita masih rendah mutunya, urang relevansinya dengan kebutuhan pembangunan, kurang efektip dan efisien dalam pelaksanaannya, harus ditanggapi secara sungguh-sungguh dan dipecahkan secara konprehensif dan terpadu demi suksesnya pendidikan dan ini akan mempunyai dampak terhadap suksesnya pembangunan bangsa dan negara kita.

Natsir mengatakan (Muhamad Joko 2007:3) mengatakan bahwa pembangunan pendidikan di Indonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yakni :

Pertama pemerataan kesempatan untuk memperolah pendidikan. Kedua,

relevansi.Ketiga,peningkatan kualitas, dan keempat efisiensi.

(3)

Usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus telah dilakukan baik secara konvensional maupun secara inovatif. Pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem pendidikan , baik melalui penataan perangkat lunak maupun perangkat keras, diantara upaya tersebut adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang secara langsung mempunyai pengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan. Pada intinya dari Undang-Undang tersebut adalah, pada sebelumnya pengelolaan pendidikan merupakan wewenang pusat (sentralistik), maka dengan berlakunya Undang-Undang

tersebut pengelolaan pendidikan diserahkan kepada sekolah dan daerah (desentralistik).

Pemberian otonomi pendidikan yang luas kepada sekolah merupakan ujud kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya penigfkatan mutu pendidikan secara umum.

Undang-Undang No.22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2000 berimplikasi terhadap kebijaksanaan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik. Perubahan pengelolaan tersebut merupakan upaya pemberdayaan daerah dan sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Wujud dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan dalam bidang kurikulum yaitu pembuatan kurikulum oleh daerah dan sekolah.

(4)

kemajuan serta sistem yang ada di sekolah. Dalam rangka itulah maka Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditawarkan sebagai kurikulum alternatif.

Dalam KTSP, pendidik dan sekolah atau satuan pendikan diberi otonomi dalam menjabarkan kurikulum, dan siswa sebagai subyek dalam proses belajar mengajar. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas Standar isi, Proses, Kompetensi lulusan, Tenaga kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Pembiayaan dan Penilaian Pendidikan. Dua dari kedelapan Standar Nasional Pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Diharapkan implementasi KTSP dapat memenuhi standardisasi belajar siswa. KTSP berdasarkan SNP berlaku pada jalur pendidikan formal dan nonformal jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) dan menengah (SMA dan SMK), dan disusun oleh satuan pendidikan atau kelompok dengan hanya mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).

(5)

mencermati kebutuhan peserta didik yang bervariasi. KTSP memberi peluang bagi kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi improvisasi di sekolah yang berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain-lainnya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas dan profesionalisme yang dimiliki.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sudah mulai diterapkan pada sekolah-sekolah di Indonesia sejak tahun 2006 seperti SD, SMP, SMA dan SMK. Jika diterapkan mulai pada tingkat kelas awal, maka saat ini paling tidak di SD sudah sampai pada siswa kelas 2, SMP kelas 8, dan SMA/SMK pada siswa kelas 11. Hal yang berbeda dari KTSP dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia sebelumnya adalah kurikulum tersebut dikembangkan oleh satuan pendidikan sendiri. Pengembangannya dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, tetapi tetap mengacu pada standar nasional pendidikan. Pemerintah menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah sebagai acuan yang harus diikuti setiap satuan pendidikan. Standar isi dan standar kompetensi lulusan yang kemudian dioperasionalkan ke dalam KTSP dapat dilaksanakan mulai tahun pelajaran 2006/2007 dan selambat-lambatnya pada tahun 2009/2010.

Sekolah boleh belum melaksanakan KTSP pada tahun pelajaran 2009/2010 dengan izin dari Menteri Pendidikan Nasional. Sekolah yang sudah melaksanakan uji coba KBK atau Kurikulum 2004 secara menyeluruh dapat melaksanakan KTSP secara serentak pada seluruh tingkat kelas mulai tahun pelajaran 2006/2007 (Permen Diknas. No. 24 tahun 2006 pasal 2).

(6)

maupun daerah-daerah, sehingga sampai saat ini kurikulum tersebut sudah tersebar cukup merata di sekolah-sekolah.

Pada awalnya banyak keraguan tentang pelaksanaan kurikulum tersebut di lapangan , seperti dikatakan Prof. Mansyur Ramly pada Internet (2007) yang menjelaskan seiring dengan diberlakukannya KTSP, pada masa transisi ini banyak sekolah yang belum menerapkan kurikulum buatan sendiri. Masalahnya banyak guru yang tidak tahu bagaimana menyusun kurikulum model KTSP. Oleh karena itu, lanjut Ramly, sambil menunggu kesiapan guru dan tenaga pelaksana di lapangan, Balitbang Depdiknas telah menyediakan dua paket kurikulum model KTSP, yakni model umum yang berisi kerangka acuan dan model kurikulum lengkap yang langsung bisa diaplikasikan di sekolah. Dijelaskan bahwa banyak guru yang kebingungan dengan model KTSP karena sudah lama guru menerima kurikulum dalam bentuk jadi dari pemerintah pusat. Padahal, KTSP menuntut kreativitas untuk menyusun model pendidikan yang sesuai dengan kondisi lokal. Sekarang, setelah berselang masa selama 3 tahun sekolah melaksanakan KTSP, bagaimana kondisi di lapangan ?. Apakah sekolah dengan kreativitas gurunya sudah mengembangkan kurikulum secara mandiri ?. Kalau belum, apa masalahnya ?. Bagaimana kemungkinan solusi dari masalah tersebut ?.

(7)

yang mengacu pada Standar Isi yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Sosialisasi dan pelatihan-pelatihan pun mulai diselenggarakan . Namun sejauh ini guru dan sekolah sebagai pelaksana masih meraba-raba penerjemahan kurikulum tersebut. Mereka juga khawatir kekurangan buku pegangan sebagai bahan ajar”. Sehubungan dengan hambatan dalam implemntasi kurikulum ini juga Sukmadinata pada buku Mulyasa (2008:6) mengatakan : ” Hambatan utama dalam pengembangan kurikulum di sekolah terletak pada guru itu sendiri”. Selanjutnya menurut Mulyasa (2008:6) mengatakan bahwa : ”Disamping itu, implementasi kurikulum dalam kegiatan pembelajaran di sekolah juga sangat dipengaruhi oleh dukungan sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, terutama kondisi ruang pembelajaran,perpustakaan, laboratorium, dan alat bantu pembelajaran.”. Selanjutya menurut Mulyasa bahwa :

” Apa yang dikemukakan diatas, perlu lebih ditekankan dalam implementasi KTSP, karena kelemahan dan hambatan implementasi kurikulum di sekolah seringkali bersumber dari persepsi yang berbeda diantara komponen-komponen pelaksana di lapangan(kepala dinas,pengawas,kepala sekolah dan guru, serta kurangnya kemampuan menerjemahkan kurikulum ke dalam operasi pembelajaran”. Dengan demikian dalam implementasi kurikulum termasuk KTSP akan ditemui hambatan-hambatan dalam berbagai faktor, baik faktor guru sebagai peran utama maupun faktor lainnya sebagai penunjang. Sesuai dengan pernyataan ini Faojin mengungkapkan dalam internet (Oktober 2008) sebagai berikut :

(8)

tahun 2006, ternyata tidak semua diiringi dengan implementasi KTSP dilapangan. Implementasi KTSP di satuan pendidikan, sebagaimana hasil observasi dan penelitian implementasi KTSP oleh penulis tahun 2008 menunjukkan beberapa klasifikasi. ...

Problem konsep kurikulum menjadi salah satu perdebatan yang muncul di permukaan. Para supervisor KTSP menilai masih banyak yang belum mengimplementasikan KTSP di satuan pendidikannya. Di mana dokumen KTSP yang disusun hanya sebagai pemenuhan formal institusi dan dalam implementasikan belum menunjukkan perbedaan yang siginifikan terhadap perubahan proses pembelajaran. Begitu juga bagi sebagian para pengajar mengatakan mereka telah mengembangkan KTSP secara lengkap dan telah disahkan oleh pihak terkait.Perdebatan ini bukan mencari kambing hitam dalam mengimpelementasikan KTSP. Kita perlu menelusuri akar permasalahan yang muncul dan berkembang dalam praktek pendidikan ”.

Implikasi implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah perlunya pengembangan Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) serta penilaiam yang menjadikan peserta dididk mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan Standar Kompetensi yang ditetapkan. Silabus adalah acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan penilaian mencakup indikator dan instrumen. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan sangat menuntut kesiapan guru dan sekolah, jika tidak didukung oleh kesiapan guru dan sekolah , maka itu akan sia-sia. Pada kenyataannya sosialisasi KTSP belum merata ke seluruh guru, sehingga banyak guru yang masih belum memahami dengan baik apa dan bagaimana cara mengimplementasikan KTSP.

(9)

dan mengembangkan sendiri sekolahnya, sehingga sekolah dapat mandiri dengan pengelolaan manajemen berbasis sekolah (MBS). Sedangkan pada kurikulum sebelum KTSP, guru menggunakan kurikulum yang dibuat oleh pusat (Depdiknas). Guru tinggal mengimplementasikan dalam pembelajaran dikelas

Dalam implementasinya, KTSP akan mengalami hambatan-hambatan atau problematik dalam berbagai faktor, utamanya pada guru sebagai peran utama dalam implementasi di ruang kelas,hal itu dikarenakan tugas guru berbeda dengan tugas sbelumnya. Hambatan itu perlu ditelusuri apa akar permasalahannya sebagaimana di ungkapkan pada bagian terakhir pada kutipan diatas. Hambatan ini tentunya akan berbeda anatara suatu sekolah dengan sekolah yang lainnya, sangat tergantung kepada kondisi dan kemampuan masing-masing sekolah.

(10)

sekolah itu sendiri, dengan adanya hasil penelitian ini sekolah dapat memperbaiki serta mengembangkannya yang sesuai dengan yang diharapkan.

1.2. Perumusan Masalah

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh sekolah. Ini merupakan kebijakan baru dari pemerintah dalam rangka mengakomodasi kepentingan sekolah, daerah dan sekaligus untuk mengembangkan potensi masyarakat. Namun dalam implementasinya masih mengahadapi berbagai kendala atau hambatan yang yang secara umum meliputi antara lain manajemen kurikulum, organisasi dan manajemen sekolah, ketenagaan, sarana prasarana, peserta didik, pembiayaan, peran serta masyarakat, lingkungan dan kultur sekolah, dan unit produksi. Sebagamana diungkapkan diatas bahwa hambatan ini tentunya akan berbeda anatara suatu sekolah dengan sekolah yang lainnya, sangat tergantung kepada kondisi dan kemampuan masing-masing sekolah.

Dengan demikian pada penelitian ini akan diteliti mengenai hambatan dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :”Bagaimanakah hambatan yang dihadapi guru dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada mata pelajaran produktif kompetensi kejuruan Teknik Pemesinan Program Keahlian Teknik Mekanik Industri di SMK Wiraswasta Kota Cimahi ”

1.3. Pembatasan Masalah

(11)

penilaian hasil pembelajaran dikelas. Menurut Mulyasa (2008:4) mengemukakan bahwa : ”Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung pada guru dan kepala sekolah, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan serta menggerakkan berbagai komponen dan dimensi yang lain...dengan KTSP guru dituntut untuk membuktikan profesionalismenya, mereka dituntut untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan kompetensi dasar (KD)”. Selajutnya menurut Mulyasa (2008:7)mengemukakan bahwa : ”

” ...karena tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum di sekolah disebabkan oleh kurangnya pemahaman guru terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa berfungsinya kurikulum terletak pada bagaimana implementasinya di sekolah, khususnya di kelas dalam kegiatan pembelajaran yang merupakan kunci keberhasilan tercapainya tujuan ,serta terbentuknya kompetensi peserta didik. ”

Dengan demikian pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada hambatan yang diahadapi oleh guru-guru mata pelajaran kejuruan Teknik Pemesinan dengan rincian sebagai berikut : :

a. Hambatan yang dihadapi guru dalam mengembangkan dan menyusun Perencanaan Pembelajaran : Program Tahunan dan Program Semester, Silabus serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan ketentuan dalam KTSP

b. Hambatan yang dihadapi guru dalam pembelajaran yang sesuai ketentuan dalam implementasi KTSP.

c. Hambatan yang dihadapi guru dalam melakukan penilaian sesuai dengan ketentuan KTSP.

d. Kemampuan serta wawasan guru tentang konsep KTSP

(12)

Berdasarkan pada rumusan dan pembatasan masalah seperti tersebut diatas, maka pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya adalah :

a Bagaimana hambatan yang ada pada guru dalam hal mengembangkan atau menyusun Rencana Program Pembelajaran berupa Program Tahunan dan Program Semester, Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ?

b. Bagaimana hambatan yang ada pada guru dalam hal melaksanakan pembelajaran yang sesuai KTSP ?

c. Bagaimana hambatan yang ada pada guru dalam hal melakukan penilaian yang sesuai dengan KTSP ?.

d. Bagaimanakah kemampuan dan wawasan guru tentang konsep KTSP ?

1.5. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian dalam problematika implentasi KTSP ini adalah untuk melihat lebih dalam mengenai permasalahan yang ada atau terjadi yang diahadapi guru dalam implementasi KTSP Mata Pelajaran Produktif Program Keahlian Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri di SMK Wiraswasta Cimahi. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui sejauh mana hambatan yang dihadapi guru dalam hal mengembangkan atau menyusun perangkat KTSP, khususnya pada guru Program Studi Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri

(13)

c. Untuk mengetahui sejauh mana hambatan yang ada pada guru dalam melakukan penilaian menururt KTSP di kelas.

d. Untuk mengetahui sejauh mana kompetensi yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran .

1.6. Manfaat Penelitian

Yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi Sekolah Menengah Kejuruan khususnya pada Program Keahlian Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri. Begitu juga dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan pertimbangan dalam implementasi KTSP , baik bagi para kepala sekolah dan para guru sebagai orang yang terlibat langsung dalam implementasi kurikulum, maupun bagi kebutuhan penelitian lebih lanjut yang lebih mendalam. Secara lebih rinci penelitian ini dibagi dalam dua macam, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

a. Manfaat secara teoritis

(14)

b. Manfaat secara praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari studi ini adalah agar dapat dijadikan bahan masukan sekolah yang bersangkutan :

1. Informasi yang diperoleh dari penelitian dapat memberi masukan bagi guru sebagai tenaga pengajar agar mengetahui kinerja masing-masing sebagai orang yang penting dalam imlpementasi KTSP dalam memenuhi tuntutan kualitas siswa. Kelebihan dan kekurangan dalam kinerja dapat dijadikan masukan dalam pembinaan lebih lanjut.

2. Memberikan masukan kepada pengembang kurikulum dalam membuat dan mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk mengembangkan kurikulum yang lebih baik.

(15)

3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (1993 : 65), pada dasarnya metode yang dapat dipergunakan dalam melaksanakan suatu penelitian dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni pendekatan deskriptif, pendekatan historis dan eksperimental. Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu ” Hambatan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Produktif Teknik Pemesinan Program Studi Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri di SMK Wiraswasta Cimahi”, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dengan menggunakan metode ini bertujuan untuk mengetahui hambatan yang dihadap oleh guru dalam mengimplementasikan KTSP di SMK Wiraswasta Cimahi.

Berdasarkan penelitian tersebut diatas, tampak bahwa penelitian ini berkaitan dengan pengumpulan dan pemaparan data tentang hambatan guru, khususnya guru mata pelajaran produktif pada saat mengimplementasikan KTSP. Penelitian ini dak menguji hipotesis, tetapi hanya sebatas sebatas mengetahui variabel secara lepas, tidak menghubungkan variabel yang satu dengan variabel yang lain secara statistik.

Berdasarkan kepada ciri-ciri penelitian tersebut diatas, maka metode penelitian yang sesuai dan digunakan dalam peneletian ini adalah metode deskriptif, karena penelitian bertujuan untuk memahami suatu objek yang dilakukan dengan mengungkapkan dan memahami kenyataan yang ada di lapangan serta dengan

(16)

kan KTSP pada mata pelajaran produktif.

Bertujuan untuk mengungkap kenyataan tersebut, maka pendekatan kualitatif dipandang sangat tepat karena pengaruh penelitian kualitatif ada dalam proses bukan pada hasil (Nana Sudjana, 1989). Data yang diperoleh dikaji berasal dari kenyataan aktual, alami tanpa ada rekayasa, sehingga dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pada hakikatnya pendekatan penelitian kualitatif adalah cara mengati manusia dalam lingkungan hidupnya, meneliti bagaimana cara mereka berinteraksi, berusaha dan bagaimana ia menafsirkan dengan dunia kerjanya dan dengan peneliti sebagai instrumennya.

(17)

mengimplementasikan KTSP.

3.2. Data dan Sumber Data

Suharsimi Arikunto (1993 : 91) menyatakan bahwa : ” Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan ”. Berdasarkan rumusan dan rumusan masalah, maka data yang diperlukan untuk mengetahui sejauh mana hambatan guru dalam mengimplementasikan KTSP pada mata pelajaran kejuruan.

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data dari manusia dan dokumentasi. Sumber data manusia adalah guru pada mata pelajaran kejuruan, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK Wiraswasta Cimahi. Sedangkan sumber data dokumentasi adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memuat Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Silabus dan Rencana Pelaksnaan Pembelajaran (RPP).

3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah merupakan sorotan utama dari suatu penelitian atau yang akan dijadikan sumber data dari penelitian yang dilakukan. Subjek penelitian dapat berupa barang dan manusia.

(18)

Metode pencarian data yang akan dilakukan adalah dengan pengumpilan data melalui beberapa tahap . Teknik pengumpulan data dalam penelitian yang dilakukan penulis yaitu : Studi lapangan (observasi) , Wawancara, dan Studi dokumentasi.

3.4.1 Tahap Observasi

Tahap observasi dilakukan untuk menggalai dan menjaring data langsung dari lapangan tempat penelitian. Kegiatan observasi ini dilakukan secara langsung terhadap keseluruhan aspek yang berkaitan dengan hambatann guru dalam mengimplementasikan KTSP. Menurut Sanafiah Faisal (1990) dalam buku Sugiyono (2007) mengklasifikasikan obeservasi menjadi observasi berpartisifasi, observasi yang secara terang-terangan dan tersamar, dan observasi yang tak berstruktur.

Obsevasi pertisipatif

Dalam obsevasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian .

Observasi terus terang atau tersamar

Dalam observasi ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian, jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas penelitian.

Observasi tak berstruktur

Obeservasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak berstruktur karena fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang selama kegiatan observasi berlangsung.

(19)

kejuruan.

3.4.2 Wawancara

Wawancara dilakukan dilakukan kepada Kepala Sekolah , Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, guru mata pelajaran/kompetensi kejuruan yang dipandang sesuai dalam memberikan informasi tentang hambatan dalam implementasi KTSP. Wawancara dilakukan oleh peneliti sendiri untuk mendapatkan data tentang hambatan yang dialami dalam pengembangan Silabus, RPP, pengelolaan pembelajaran , serta penilaian peserta didik. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan cross check dalam menentukan kesesuaian antara kondisi lapangan dengan apa yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat ( Pedoman penyusunan Kurikulum, Silabus, RPP).

3.4.3 Studi Dokumentasi

(20)

Analisis terhadap data kualitatif dilakukan selama peneliti terjun ke lapangan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya melakukan penyusunan satuan-satuan, kategorisasi dan pemeriksaan keabsahan data dalam mengolah seluruh data menjadi sebuah kesimpulan penelitian ( Sugiyono :2007 :247).

Analisis data dilakukan berdasarkan interaktif model. Pada analisis data model ini menurut Miles dan Hubberman dalam Sugiyono ( 2008 : 337 ) terdapat empat komponen yang saling berinteraksi yaitu : pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Keempat komponen tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar. 3.1. Siklus Analisis data

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

(21)

data dilapangan, demikian seterusnya sehingga merupakan siklus. Langkah-langkah analisis data yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data 2. Reduksi data 3. Penyajian data

4. Mengambil kesimpulan verifikasi 1). Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan jalan observasi, wawancara dan dekomentasi. Hal yang tercatat deskriftif yang merupakan catatan apa yang dilihat, diamati, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti. Pertama, catatan deskriptif adalah data alami dari lapangan tanpa adanya komentar dan tafsiran dari penelitian tentang fenomena yang dijumpai. Kedua, catatan reklektif merupakan catatan berisi kesan, komentar, pendapat dari tafsiran peneliti tentang fenomena yang dijumpai.

2). Reduksi Data

Reduksi data merupakan bagian dari kegiatan analisis. Reduksi adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Data yang terkumpul akan banyak dan terus bertambah sejalan dengan dilakukannya penelitian.

(22)

penting dan berhubungan dengan fokus masalah penelotian. Tujuan dari reduksi data adalah memberikan arti yang lebih jelas terhadap analisis dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.

3). Penyajian Data

Tahap ini meliputi kegiatan merangkum hasil penelitian dalam susunan yang teratur dan sistematis. Dalam kegiatan ini, data dirangkum secara deskriptif secara sistematis, sehingga akan memudahkan dalam memberikan makna sesuai dengan fokus penelitian.

4). Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi

Pada tahap ini, peneliti mencari makna data yang telah dikumpulkan, dan mencari pola dan hubungan, serta persamaannya. Setiap peneliti memperoleh data, peneliti harus mencoba menyimpulkannya meskipun masih bersifat samar. Selanjutnya verifikasi dilakukan agar penelitian yang dilakukan lebih mendasar pada data, sehingga tingkat kepercayaannya lebih terjamin.

3.6. Keabsahan Data

Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Menurut Lexy J. Moleong, (2004 : 173) ada empat kriteria yang digunakan, yaitu :

a. Derajat kepercayaan (Credibility)

(23)

1). Derajat Kepercayaan (Credibility)

Pada dasarnya ini merupakan hal menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif, yaitu yang berkaitan dengan persoalan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya. Yang pertama, peneliti pengamatan secara terus menerus dan memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terinci dan mendalam. Peneliti membedakan dan mengumpulkan hal-hal yang bermakna untuk memahami gejala-gejala tertentu. Kedua, menunjukkan derajat kepercayaan hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang diteliti.

2) Keteralihan (transferability)

Ini berbeda dengan validitas eksternal dari non kualitatif, yaitu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representatif mewakili populasi itu. Menurut Nasution ( 1996 : 118) : ” Bagi peneliti naturalistik, transferbilitas tergantung pada si pemakai, yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dan situasi tertentu ”.

3). Kebergantungan (dependability)

(24)

pemeriksaan untuk meyakinkan bahwa apa yang dianalisis dan dilaporkan memang begitu adanya.

4). Kepastian (confirmability)

Kepastian berasal dari konsep ”objektifitas” menurut non kualitatif. Apabila non kualitatif menekankan pada orang, maka penelitian alamiah menghendaki agar penekanan bukan pada orangnya, melainkan pada data. Mengingat peneliti adalah instrumen utama dalam pengumpulan dat, maka tingkat objektifitasnya semaksimal mugkin melalui penggunaan metode, dan teknik pengumpulan data yang tepat dan sesuai dengan objek kajian serta pendekatan dalam penelitian itu sendiri.

3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Sugiyono dalam bukunya ( 2007 : 270) menyatakan uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility ( validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), uji dependability (reliabilitas) dan uji confirmability ( objektifitas).

3.7.1 Uji Kredibilitas

(25)

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian. Maksud dari perpanjangan dalam keikutsertaan adalah untuk memungkinkan penelititi terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor kontekstual dan pengaruh intern penelitian itu sendiri.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri dengan perhatian kepada hal-hal tersebut secara rinci.Faktor yang ditekankan adalah ketelitian dari peneliti dalam menelaah kasus yang menonjol sehingga dapat memahami keberadaan kasus tersebut.

3. Trianggulasi

Menurut Sugiyono (2007:273) bahwa : ” Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Trianggulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan juga berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga macam, yaitu Trianggulasi sumber, Trianggulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

1). Trianggulasi Sumber

Trianggulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

(26)

3). Trianggulasi waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. (Sugiyono, 2007)

Trianggulasi data merupakan cara untuk mengetahui keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandingan terhadap data yang diperoleh melalui wawancara, untuk mencari atau memperoleh stándar kepercayaan data yang diperoleh dengan jalan melakukan pengecekan data, cek ulang dan cek silang pada dua atau lebih informasi. Setelah mengadakan wawancara dan observasi, peneliti mengadakan penelitian kembali, mencocokkan data yang diberikan oleh informan satu dengan informan lainnya. Peneliti meminta kembali penjelasan, atau informasi baru dari informan yang sama dan pertanyaan yang sama tetapi dengan waktu dan situasi yang berbeda. Pengecekan dilakukan dengan mengecek kebenaran data hasil wawancara tentang hambatan implementasi KTSP di SMK Wiraswasta Cimahi.

4. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi

Teknik ini lakukan dengan cara memberi tahu hasil sementara dari penelitian kepada rekan sejawat yang kompeten dalam permasalahan yang diteliti. Makasud dari langkah ini adalah untuk mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran dari peneliti.

5. Analisis Kasus Negatif

(27)

alternatif sebagai upaya meningkatkan argumentasi penelitian.

6. Mengadakan membercheck

Dalam buku Sugiyono (2007 :276) di sebutkan bahwa : Membercheck adalah, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan dari membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Selain itu membercheck bertujuan agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laopran sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informasi.

3.7.2 Pengujian

Transferability

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal menunjukkan derjat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Menurut Sanafiah Faisal yang dikutip dari buku Sugiyono, (92007: 277) mengungkapkan bahwa nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapakan atau digunakan dalam situasi lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai transfer bergantung pada pemakai, hingga manakah hasil penelitian tersebut dapat digunakan dalam konteks dan situasi lain. Apabila laporan penelitian dibaca maka akan diperoleh gambaran yang jelas. Suatu hasil penelitian dapat diberlakukan, maka laporan penelitian tersebut telah memenuhi standar transferability.

3.7.3 Pengujian Depenability

(28)

227) dalam penelitian kualitatif, uji depennability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Penelitian ini perlu diuji depennabilitynya. Untuk melakukan pengujian depennability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan penelitian. Jika peneliti tidak mempunyai dan tidak dapat menunjukkan jejak aktifitas lapangannya, maka depennability penelitiannya patut diragukan.

3.7.4 Pengujian Konfirmability

Pengujian konfirmability dalam penelitian kuantitatif disebut dengan uji objektivitas penelitian. Menurut Sanfiah Faisal yang dikutip dari buku Sugiyono (2007 : 277), penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji dependability , sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian terdebut telah memenuhi standa konfirmability. Dalam suatu penelitian, jangan sapai proses tidak dilakukan, akan tetapi hasil penalitian ada.

3.8 Penafsiran Data dengan Metode Analisis Standarisasi

(29)
(30)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal penting yang menjadi kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, yaitu tentang : (1) Pengembangan Perangkat pembelajaran yang meliputi : pembuatan Program Tahunan dan Program Semester, pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP);(2) Pelaksanaan Pembelajaran yang meliputi: kegiatan pembukaan, kegiatan inti dan kegiatan penutup, pada bagian ini mencakup tentang penilaian ;(3) Tentang wawasan penguasaan yang meliputi: Wawasan Kependidikan, Kompetensi Akademik, Pengembangan Profesi. Adapun kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1). Pengembangan Perangkat Pembelajaran

a. Menurut hasil penelitian, yang menjadi hambatan guru dalam pembuatan program tahunan dan program semester adalah pemahaman dan penguasaan guru yang belum sesuai dengan ketentuan atau rambu-rambu KTSP seperti pada pencantuman jam pembelajaran tidak berdasarkan atas analisa waktu, sedangkan analisa waktu ini sangat penting dalam implementasi suatu kurikulum. Waktu yang digunakan setiap unit pembelajaran berdasarkan perkiraan yang diambil dari silabus. Untuk dapat dapat membuat analisa waktu yang benar, guru perlu memahami dan menguasai cara-cara analisa secara cermat. Dengan demikan pemahaman dan penguasaan inilah yang menjadi kesulitan atau hambatan guru di SMK Wiraswasta Cimahi dalam pembuatan program tahunan dan program semester.

(31)

kemampuan guru yang belum sesuai dengan ketenuan KTSP. Hal itu terlihat dari hasil penelitian, guru menggunakan silabus dari kurikulum 2004 dan belum dilakukan revisi oleh guru mata pelajaran kejuruan teknik pemesinan. Silabus yang ada pada kurikulum 2004, masih memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang global, sehingga masih perlu dilengkapi dengan kompetensi yang dapat dijabarkan oleh para guru.

(32)

Guru mata mata perlajaran kompetensi kejuruan masih mengalami hambatan, yakni pemahaman dan penguasaan dalam metoda pembelajaran yang sesuai dengan ketentuan dalam KTSP. Kemampuan dalam proses pembelajaran guru-guru mata pelajaran kejuruan teknik pemesinan menurut hasil penelitian, proses pembelajaran yang dilakukan oleh ketiga responden tidak mencerminkan komunikasi guru-siswa, yang berpusat pada siswa yang mempunyai ciri siswa aktif karena guru masih menjadi pusat informasi pada proses pembelajaran. Guru tidak menggunakan metoda mengajar yang bervariasi seperi discovery inquiry, pembelajaran yang mengguanakan prinsip mastery learning dan life skill . Faktor penghambat guru dalam hal ini adalah pemahaman dan penguasaan metoda mengajar untuk pembentukan kompetensi siswa, beban tugas mengajar yang banyak sehingga kemauan kurang, bahan ajar yang relevan masih kurang, serta fasilitas pembelajaran yang kurang menunjang. Hambatan ini yang menyebabkan guru cenderung untuk menggunakan metoda lama dimana pada pembelajaran siswa kurang aktif.

3). Melakukan Penilaian

(33)

a. Wawasan kependidikan menurut hasil penelitian, sosialisasi, pelatihan dan penataran dalam implementasi KTSP hanya dilakukan oleh sebagian guru, IHT tidak maksimal dapat dilihat dari tingkat pemahaman responden yang berbeda-beda dalam menjelaskan landasan kependidikan, dan kebijakan pendidikan, pelaksanaan MGMP hanya sebatas internal, pemahaman perkembangan peserta didik hanya sebatas perkembangan sosial dan moral, penggunaan sarana dan prasarana serta IPTEK yang kurang optimal. Belum adanya standar kompetensi yang dikeluarkan oleh BSNP sehingga belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru. Dengan demikian wawasan guru tentang kependidikan yang sifatnya penting untuk implementasi KTSP masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan guru belum memperoleh pelatihan dan bimbingan atau sosialisasi tentang KTSP.

(34)

ikut dalam penyusunan modul KTSP SMK teknologi, mengikuti kegiatan sosialisasi, seminar, pelatihan, penataran pengembangan KTSP dan tergabung sebagai staf bagian kurikulum. Yang menjadi hambatannya adalah, responden kurang mempunyai waktu karena banyak mengajar di sekolah lain sehingga untuk mengembangkan dan mengimplentasikan KTSP susah dilakukan.

(35)

Dalam implementasi KTSP, seorang guru dituntut untuk siap melaksanakannya, maka peneliti menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait, yaitu sebagai berikut :

a. Guru mata pelajaran produktif harus memiliki kemampuan seperti : menguasai dokumen KTSP, menguasai materi pembelajaran, menguasai metoda mengajar, menguasai media pembelajaran, dan menguasai teknik evaluasi, maka guru diklat akan berhasil melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.

b. Dalam penyusunan KTSP dilakukan oleh sekolah dan satuan pendidikan diharapkan guru, kepala sekolah, komite sekolah, dan dewan pendidikan memahami KTSP. Dikatakan demikian, karena mereka terlibat secara langsung dalam proses penyusunannya, dan guru akan melaksanakannya dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga memahami apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran. Untuk ini sekolah agar menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tentang KTSP, yang khususnya bagi guru sebagai implementator KTSP dalam pembelajaran.

(36)

kepala sekolah, maka tidak akan mampu menjaring informasi yang utuh tentang berbagai kesulitan dan kebutuhan guru dalam meningkatkan mutu untuk kerja mengajarnya.

e. Impelementasi KTSP membutuhkan penciptaan iklim pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah bagi setiap guru. Diharapkan guru dapat melakukan inovasi-inovasi kreaitif dalam bentuk penelitian tindakan terhadap berbagai teknik atau model pengelolaan pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan yang kompoten. Untuk menjamin mutu KTSP, perlu adanya strategi operasional penjaminan mutu KTSP. Di masa mendatang perlu diadakan audit mutu ke sekolah-sekolah pasca diterapkannya KTSP.

f. Perubahan dalam kurikulum merupakan hal yang harus dilakukan sejalan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Kurikulum sekolah selalu mengikuti perubahan jaman, sebab jika tidak dilakukan perubahan maka pendidikan tidak dapat menghasilkan generasi berikut yang tanggap terhadap perkembangan. KTSP merupakan bentuk kurikulum baru yang sarat dengan

(37)

terhadap penyimpangan pelaksanaan kurikulum di lapangan dapat dilakukan jika telah diketahui apa yang menjadi hambatan terhadap pelaksanaan kurikulum tersebut.

(38)

Arikunto, S. (1999) Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Haryati, M. (2007), Model & Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta. Gaung Perkasa Press

Depdiknas. (2007). Materi sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Depdiknas.

Tim Redaksi Nuansa Aulia. (2008). Sistem Pendidikan Nasional, Nuansaaulia, Bandung : Nuansaaulia

Febiyani. (2003). Pengembangan Kualitas Kinerja Guru. Tesis Master pada FIP UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hamalik, O. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Moleong, Lexy. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E (2007) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : Rosdakarya. Mulyasa,E (2008). Implelemntasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan, Jakarta :

Bumi Aksara

Nasution, S. (1982). Asas-asas Kurikulum. Bandung : Jemmars.

Slameto. (1995). Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Sudjana, N (1989). Penelitian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru.

Sugiyono. (2007). Metoda Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Supriadi. (1998). Educational Leadership. Tersedia : hhtp ://artikel.us/amhasan.html Syah. M. (2006). Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.

Zainal Mutaqin, D. (2006). Seminar Pelaksanaan KTSP Di Sekolah. Bandung Depdiknas Kota Bandung.

(39)

Gambar

Gambar. 3.1. Siklus Analisis data

Referensi

Dokumen terkait

Bukti kontrak pengalaman paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk

[r]

Menejemen program acara televisi adalah menejemen yang dipakai untuk diterapkan dalam program acara televisi, yang berarti sebagai motor penggerak dari

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium meliputi isolasi pati dari buah sukun, pembuatan edible film dari pati sukun-kitosan dengan penambahan

Konstruksi Buku Ajar Senyawa Organik Smk Program Keahlian Agrobisnis Rumput Laut.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Merujuk pada tiga tahap proses analisis norma fairclough di atas, akhirnya peneliti dalam penelitian ini yang berjudul “ Wacana berita infografik instagram tirto.id

[r]

Berdasarkan dari uraian diatas maka penelitian ini berjudul “pengaruh ukuran daerah, jumlah skpd, umur pemerintah daerah, dan temuan audit terhadap tingkat