• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rapotivi sebagai Wadah Diskursus Masyarakat dalam Pemahaman Melek Media T1 362012002 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rapotivi sebagai Wadah Diskursus Masyarakat dalam Pemahaman Melek Media T1 362012002 BAB I"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Enam Puluh Tewas dalam Serangan Paris, Penyandraan Masih Berlangsung (cnnindonesia.com). Seratus Dua Puluh Tiga Dilaporkan Tewas dalam Insiden Penembakan dan Ledakan Bom Paris (rappler.com). Seorang Perempuan „Meledakan Diri‟ saat Penggrebekan di Perancis (news.liputan6.com). Enam Empat Diserang di Paris, Korban Lebih dari 100 Orang (okezone.com). Bom Meledak Setelah Peluit Akhir Jerman VS

Perancis Ditiup (okezone.com). Begitulah kumpulan headline pemberitaan pada media online bulan November lalu. Pasca kejadian tersebut, media sosial seperti facebook ramai dengan gerakan membuat gambar transparan foto profil akun – akun sosial media dengan Bendera Perancis. Gerakan ini menjadi salah satu bentuk rasa empati, solidaritas serta dukungan bagi warga di wilayah Perancis. Pada kesempatan sebelumnya kita juga mengingat beberapa gerakan sosial lain yang bergerak melalui media sosial sempat marak di Indonsesia misalnya saja #saveahok, Koin untuk Prita, #MelawanAsap, dan lain sebagainya. Gerakan sosial media tersebut berangkat dari kepedulian seseorang atau kelompok terhadap sebuah isu.

Prakarsa seseorang atau kelompok dalam mencetuskan suatu gagasan gerakan sosial menunjukan bahwa aktor merupakan hal yang penting. Sebaliknya sebuah gerakan sosial tidak mungkin terjadi tanpa adanya inisiatif aktor. Aktor disini dalam ilmu komunikasi dikenal dengan istilah komunikator yang membentuk pesan sehingga dapat disebut sebagai produsen pesan. Media sosial dapat menjadi sarana bagi para aktor dalam

menyampaikan pesan yang mereka produksi, dengan kata lain media sosial dapat mengaspirasi pemikiran produsen pesan. Media sosial pada dasarnya

(2)

disebut brodcast dan media baru yang disebut interactivity. Pada media baru khalayak tidak sekedar ditempatkan sebagai obyek yang menerima pesan, akan tetapi peran khalayak bergeser menjadi lebih interaktif pada sebuah pesan. Konsep interaktif ini pada akhirnya juga mengaburkan batasan- batasan fisik dan sosial. Pada buku yang sama Nasrullah (2014:75) juga mengangkat pendapat Nicolas Gane dan David Beer (2008) tentang

karakteristik media baru. Karakter pertama yakni network dimana media baru memungkinkan jariangan yang menghubungkan tidak hanya antar perangkat komputer namun juga antar individu. Karakteristik kedua interactivity dimana media baru membangun struktur dari perangkat keras dan lunak yang melibatkan manusia sehingga manusia pengguna ini dapat berkomunikasi secara interpersonal dengan orang lain dengan cara yang baru. Hal inilah yang juga pada akhirnya menghapuskan sekat sekat sosial dan ekonomi diantara komunikasi interpersonal tersebut. Bahkan dimungkinkan juga komunikasi terjalin antara pihak pihak yang berbeda latar belakang.

Karakteristik interativity media baru tersebut membawa media baru memiliki keunggulan – keunggulan tersendiri. Diantaranya adalah memungkinkan adanya feedback secara langsung. Daryanto, (2010:27) menerangkan Feedback merupakan jawaban tanggapan dari penerima pesan dalam bentuk sebuah pesan verbal maupun non verbal. Pada perkembangannya media baru juga dimanfaatkan masyarakat guna memberikan feedback berupa kritik dan saran bagi media konvensional lain salah satunya televisi. Sehingga dalam hal ini siapa saja dimungkinkan untuk bisa menjadi aktor yang memproduksi pesan.

Berbeda dengan media masa konvensional dimana tidak semua orang dapat menjadi produsen pesan. Produsen pesan pada media masa konvensional pada umumnya tentulah instansi atau lembaga media massa itu sendiri. Pembaca, pendengar, pemirsa hanya menjadi penikmat media yang pasif menerima pesan yang disampaikan oleh media.

(3)

lagi ketika Hary Tanoe nampak sering mengiklankan partai politiknya pada media – media MNC Group. Begitu pula dengan ICAL yang sering nampak pula pada media massa yang ia gawangi. Selain kepentingan politik, kepentingan untuk meraih keuntungan maksimal juga merupakan fakta yang terjadi pada media massa saat ini. Keuntungan seringkali diraih dengan berbagai macam cara. Kuswandi, (2009:41) mengemukakan bahwa

kemunculan televisi swasta tidak dapat dibendung, para pemiliknyapun tidak lain adalah para konglomerat yang memiliki hubungan dengan pemerintahan. Hal tersebut menunjukan kekuatan televisi swasta Indonesia lebih didominiasi oleh kuatnya modal. Tak jarang hal ini pada akhirnya mempengaruhi isi pesan dan juga tayangan yang disajikan pada pemirsa.

(4)

Masalah kualitas tayangan televisi atau media masa konvensional lain merupakan hal yang tak dapat dihentikan. Kebutuhan hiburan pemirsa dan juga istilah “yang penting program laku”, seringkali dijadikan alasan media massa dalam memproduksi program tayangan yang sembarangan dan tidak berkualitas. Sehingga satu satunya cara mengubah isi tayangan menjadi lebih berkualitas adalah mengubah kebutuhan masyarakat terhadap tayangan itu

sendiri. Masyarakat media yang berdaya berarti memiliki kompetensi media atau disebut media literate setidaknya memiliki kemampuan menganalisis pesan-pesan media, mengevaluasi sumber informasi, dan membahas isu-isu tentang bias dan kredibiltas media (Yosal, 2009:68). Hal senada disampaikan Antonius yang mengutip pendapat Livingstone (2004) tentang definisi media literasi yakni sebagai “ the ability to access, analyse, evaluated and create messages across a variety of contexts”. (Antonius, 2012:29). Diperlukan orang – orang yang melek media sehingga mereka dapat memberikan standart bagi televisi dan media lain dalam membentuk program acara. Yosal (2009: 18) juga mengemukakan melek media dikembangkan guna melindungi warga masyarakat dari dampak negatif media massa. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemirsa TV Indonesia dalam menuntut haknya apabila mengalami kerugian akibat tayangan televisi (Kuswandi, 2009: 19), yaitu: (1) Melakukan pengaduan tertulis maupun lisan kepada lembaga terkait (Lembaga Konsumen Indonesia, surat pembaca, KPI, DPR, atau melalui jalur hukum); (2) Pemirsa dapat memberikan aduan resmi melalui Menkominfo

untuk merekomendasikan somasi terhadap acara tertentu; (3) Pemirsa dapat langsung mendatangi pihak televisidan mengajukan keberatan secara tertulis

(5)

dilandasi oleh pengetahuan (2009:78). Sayangnya tak banyak masyarakat mengetahui dan memiliki akses melakukan hal – hal tersebut.

Namun faktanya, masih banyak orang yang menikmati media massa terutama televisi sebagai penonton pasif yang tidak memahami tentang melek media tersebut. Selain itu, tak semua orang yang memiliki pemahanan tentang melek media dapat menyampaikan pemikirannya karena tak ada akses untuk

memberikan kritik terhadap media massa.

Rapotivi dapat menjadi salah satu wadah masyarakat yang telah memiliki pemahaman dan kesadaran tentang melek media untuk dapat memberikan kritik terhadap tayangan televisi yang mereka rasa tidak berkualitas dan tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran yang ditetapkan KPI yang juga tercantum dalam UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Penyiaran. Rapotivi menjadi tempat atau wadah diskursus masyarakat dalam memberikan dan menyalurkan pendapat mereka berkenaan dengan kualitas tayangan televisi di Indonesia. Rapotivi sendiri sebenarnya adalah sebuah aplikasi pada media baru yang merupakan ciptaan Remotivi. Aplikasi ini memfasilitasi masyarakat penikmat televisi untuk dapat memberikan kritiknya terhadap tayangan yang mereka lihat. Media ini baru saja dijalankan Februari 2015 lalu dan terakses kepada KPI yang memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi bagi stasiun televisi yang memberikan tayangan tidak sesuai dengan ketetapan yang telah dibuat oleh KPI.

(6)

1.2.Rumusan Masalah

Bagaimana Rapotivi memberi ruang diskursus masyarakat dalam pemahaman “Melek Media” ?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan 2 hal yakni:

1. Menjelaskan bentuk ruang diskursus Rapotivi dalam pemahaman “Melek Media”.

2. Menjelaskan peran para aktor yang berjejaring dalam membentuk ruang diskursus tersebut.

1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan pemahaman bentuk diskursus pada media Rapotivi serta pemahaman media literasi yang dibagun oleh para penulis media ini. Selain itu juga memberikan sumbangsih pada teori Actor Net Theory dalam hal penerapannya pada penggunaan media Rapotivi.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini memberikan pemahaman kepada penulis dan pembaca

mengenai bentuk ruang diskursus masyarakat pada media Rapotivi serta

kaitannya dalam pemahaman melek media.

Selain itu penelitian ini dapat memberikan masukan bagi media Rapotivi

(7)

1.5.Batasan-batasan

1.5.1. Wadah Diskursus

Diskursus sendiri berasal dari kata latin discurcus yang berarti bolak – balik.

Diskursus merupakan suatu bentuk komunikasi baik lisan maupun tertulis.

Foucault mengemukakan diskursus sebagai suatu sistem berfikir, ide – ide,

pemikiran, dan gambaran yang kemudian membangun konsep suatu kultur

atau budaya. Diskursus dibangun oleh asumsi – asumsi yang umum yanng

kemudian menjadi ciri khas dalam pembicaraan baik oleh suatu kelompok

tertentu maupun dalam sebuah periode sejarah tertentu.

1.5.2. Melek Media

Pada penelitian ini pemahaman melek media diambil dari definisi oleh

Hobbs, 1990 yang dimuat dalam National Leadership Conference on

Media Education yang menyatakan lietasi media sebagai kemampuan untuk

mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomuniaksikan pesan

dalam berbagai bentuknya. (Yosal 2009 : 17)

Pemahaman lain yang serupa diambil dari definisi yang dibuat oleh salah

satu institusi gerakan literasi media yakni Center for Media Literacy yang

menyimpulkan bahwa media literasi merupakan kemampuan

berkomunikasi secara kompeten melalui semua media baik cetak maupun

elektronik disamping juga kemampuan untuk mengakses, menganalisis,

mengevaluasi suara, kata – kata dan gambar yang berpenagaruh yanhg

membentuk kultur media massa kontemporer. (Yosal 2009 : 18). Sehingga

pada penelitian ini melek media atau media literasi ditekankan pada

kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menilai hingga

Referensi

Dokumen terkait

Pasien diabetes melitus merupakan salah satu pasien yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan pelayanan klinik oleh Apoteker di Apotek.Tujuan penelitian ini adalah

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta..

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tujuan Hidup

Penelitian ini membuktikan bahwa dengan adanya dukungan sosial yang baik dari lingkungan sosial seperti keluarga, teman sesama LAPAS, maupun lingkungan sekitar LAPAS mampu

pendidikan kejuruan cenderung juga dirancang menyiapkan ( to prepare ) individu untuk mendapatkan pekerjaan (Pavlova & Munjanganja, 2009; Hall, 2009; Tessaring, 2009;

Khusus untuk karyawan berprestasi akan diberikan kesempatan studi banding ke universitas atau lembaga-lembaga yang relevan di Ibu Kota atau ke luar Jawa. Sedangkan untuk

Kepada para peserta Pelelangan diucapkan Terimakasih telah ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan pelelangan ini dan selanjutnya dapat Mengambil jaminan Penawaran

Lilis Yuliati, SE, M.si, selaku Dosen Pembimbing II yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, serta pembelajaran di dalam penulisan