REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL
“SURAT KECIL UNTUK TUHAN”
( Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup
Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan )
SKRIPSI
Oleh :
DHIKA WIDYANINTYA
NPM. 0743010264
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL ”SURAT KECIL UNTUK TUHAN”
( Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan )
Disusun Oleh : Dhika Widyanintya
NPM. 0743010264
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi.
Menyetujui, PEMBIMBING
Drs. Kusnarto, M.Si NIP. 19580801 1984022 1001
Mengetahui, DEKAN
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang dibuat untuk
memenuhi tugas akhir dengan judul :
“ REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN ” ( Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan ).
Penelitian yang telah dilalui oleh penulis kurang lebih selama tiga bulan lalu pada
akhirnya membawa hasil sebuah skripsi tentang studi semiologi representasi
perjuangan hidup dalam novel yang berjudul Surat Kecil Untuk Tuhan. Dalam
prosesnya tak hanya kemudahan yang penulis alami namun juga berbagai macam
kesulitan, akan tetapi syukurlah bahwa skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat
kekurangan-kekurangan. Syukur alhamdulillah dalam penyusunan skripsi ini telah
mendapatkan bimbingan dan saran-saran.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi penelitian ini, diantaranya :
1. Allah SWT, yang telah memberikan kemudahan dalam setiap langkah
penulis.
2. Ibu Suparwati, Ir. M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
3. Juwito, S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Drs. Kusnarto, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
5. Papa, Mama, Kakak dan Saudara-saudara tercinta terima kasih atas doa dan
dukungannya baik moral maupun materiil.
6. Untuk Randy Tesar Pahlevy, terimakasih banyak atas dukungan dan
semangat yang membuat penulis tidak malas dan dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
7. Untuk teman seperjuanganku: Echy dan Thea terimakasih banyak atas support
dan inspirasi yang telah kalian berikan selama ini, semangat buat kalian
semua.
8. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan, terimakasih banyak
atas dukungannya selama ini.
Penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala bentuk saran dan kritik yang membangun nilai positif sangat
dinantikan oleh penulis demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi semua
yang membutuhkan.
Surabaya, Juni 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
1.4.1. Manfaat Teoritis ... 9
1.4.2. Manfaat Praktis ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
2.1. Landasan Teori... 10
2.1.1. Buku Sebagai Media Massa Cetak ... 10
2.1.2. Karya Sastra Sebagai Suatu Proses Komunikasi .... 10
2.1.3. Karya Sastra Novel Sebagai Media Komunikasi Massa 12 2.1.4. Novel ... 14
2.1.5. Representasi ... 16
2.1.6. Perjuangan Hidup ... 19
2.1.8. Metode Roland Barthes ... 23
2.2. Kerangka Berfikir ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
3.1. Metode Penelitian ... 34
3.2. Definisi Operasional ... 36
3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 39
3.4. Corpus ... 39
3.5. Unit Analisis ... 44
3.6. Teknik Pengumpulan Data... 45
3.7. Teknik Analisis Data... 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
4.1. Gambaran Objek Penelitian ... 47
4.2. Penyajian dan Analisis Data ... 50
4.2.1. Penyajian Data ... 50
4.2.2. Pengelompokan Data ... 54
4.2.3. Analisis Data ... 58
4.3. Mitos ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
5.1. Kesimpulan ... 87
5.2. Saran ... 88
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ... 22
Gambar 2 ... 27
ABSTRAKSI
Dhika Widyanintya. REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM
NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN (Studi Semiologi Representasi
Perjuangan Hidup Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah representasi perjuangan hidup dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
Teori-teori yang digunakan antara lain adalah buku sebagai media massa cetak, karya sastra sebagai suatu proses komunikasi, karya sastra novel sebagai media komunikasi massa, novel, representasi, perjuangan hidup, semiologi komunikasi dan metode Roland Barthes.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis semiologi Roland Barthes. Dengan subjek penelitian adalah novel Surat Kecil Untuk Tuhan dan objek penelitian adalah teks yang merepresentasikan ‘Perjuangan Hidup’ dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Corpusnya adalah semua teks yang merepresentasikan perjuangan hidup dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat 19 leksia yang merepresentasikan perjuangan hidup dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Novel ini diceritakan berdasarkan kisah nyata perjuangan seorang gadis remaja untuk tetap bertahan hidup dari penyakit kanker ganas yang di deritanya.
Novel ini di tujukan kepada masyarakat untuk selalu memperjuangkan hidupnya dan cerita dari novel ini dapat dijadikan pengalaman.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan dan menimbulkan efek. Pesan yang disampaikan tentunya melalui
perantara sebuah media massa.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa,
baik cetak ( surat kabar, majalah ) atau elektronik ( radio, televisi ), yang dikelola
suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah
besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim, dan heterogen.
Media massa adalah media yang digunakan untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat. Dalam era globalisasi ini, media informasi telah
dapat dihadirkan dalam berbagai macam dan bentuk. Namun untuk dapat
mencapai sasaran khalayaknya dengan baik, produsen harus mempertimbangkan
dengan sangat cermat dan tepat di dalam pemilihan media apa yang akan
digunakan untuk menyampaikan informasi tersebut. Dalam suatu informasi,
bahasa merupakan unsur yang terpenting, bahasa tidak hanya mencerminkan
‘realitas’ tetapi juga bisa menciptakan suatu ‘realitas’. Tentu saja hal ini tidak
pandang mereka dalam menafsirkan realitas sosial. Hal tersebut memperlihatkan
bahwa media ‘tidak netral’ pada saat mengkonstruksi realitas sosial yang ada.
Media menentukan aspek-aspek yang ditonjolkan maupun dihilangkan,
menentukan struktur berita yang sesuai dengan kehendak mereka. Dari sisi mana
peristiwa tersebut disorot, bagian mana dari peristiwa yang didahulukan atau
dilupakan, serta bagian mana dari peristiwa yang ditonjolkan atau dihilangkan.
Siapakah yang akan diwawancarai untuk menjadi sumber berita, dan lain
sebagainya. Berita bukanlah representasi dari peristiwa semata, tetapi di dalamnya
juga memuat tentang nilai-nilai lembaga media yang membuatnya ( Tuchman,
1978:10 ).
Media massa menurut Defluer dan Denis merupakan suatu alat yang
digunakan untuk komunikasi dalam penyampaian pesan yang ditranmisikan
dengan menggunakan suatu teknologi, dimana sasaran media tersebut merupakan
khalayak yang besar dan massal yang menyimak dan merasakan terpaan pesan
dengan caranya sendiri ( Winarso, 2005:171 ). Fungsi media massa menurut Jay
Black dan F.C Whitey, yaitu media massa memberikan hiburan, melakukan
persuasi dan sebagai transmisi budaya atau tempat berlalunya nilai-nilai budaya
dan sosial diluar kita ( Winarso, 2005:28 ). Fungsi media massa secara umum
dalam berbagai wacana ada empat fungsi yaitu fungsi penyalur informasi, fungsi
untuk mendidik, fungsi untuk menghibur dan fungsi untuk mempengaruhi.
Keempat fungsi tersebut sangat melekat erat dalam media massa secara utuh dan
dengan yang lainnya sehingga pelaksanaannya harus dilakukan secara
bersama-sama, tanpa mengesampingkan salah satu diantaranya.
Novel merupakan media komunikasi, melalui media novel itulah
pengarang mengkomunikasikan sebuah pesan. Sementara, kegiatan komunikasi
tidak dapat dipisahkan dengan proses pembentukan makna ( Lindlof, 1995:13 ).
Dalam kajian budaya, segala artifak yang dapat dimaknai disebut sebagai teks
(Lindlof, 1995:5). Novel merupakan salah satu bentuk teks, novel memiliki sifat
polisemi dan membuka peluang pembacanya untuk memaknai sebuah teks
tersebut secara berbeda ( McQuail, 1997:19 ).
Novel modern selama ini lebih banyak diteliti sebagai karya sastra
daripada sebagai media komunikasi modern ( Hoed, 1989:6 ). Sebenarnya sebagai
media massa cetak berbentuk fisik, novel digemari karena mampu tampil secara
individu, personal serta isi pesannya sangat spesifik dan mendalam. Isi pesan
dalam novel saat ini begitu banyak menyajikan gambaran suatu realitas sosial saat
ini. Ditinjau dari penjelasan diatas, maka sebuah karya sastra berbentuk buku
yang dibuat oleh penulis atau pengarang yaitu novel, dapat digolongkan sebagai
sebuah media massa seperti media cetak yang dapat memberikan kehidupan dan
informasi bagi pembacanya. Novel juga memiliki fungsi untuk menghibur dan
persuasif (mempengaruhi) pembacanya. Selain itu novel juga banyak digunakan
untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau media hiburan dengan penyajian
mendalam yang sangat jarang ditemukan pada media lain.
Sastra ialah karya tulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti
dunia sastra kosakata yang digunakan seringkali tidak dapat dibedakan dari
kosakata bahasa sehari-hari dalam karya ciptanya, tetapi dengan memberinya
makna yang lebih luas. Dalam sastra, bahasa tidak hanya digunakan untuk
mengungkapkan baik pengalaman sastrawan itu sendiri maupun pengalaman
orang lain tetapi juga dipakai untuk menyatakan suatu hasil. Kata-kata atau idiom
seperti yang biasa kita jumpai dalam bahasa di luar sastra ternyata mampu
memberikan kenikmatan dan keharuan, di samping adanya makna yang tersirat.
Makna yang tersirat itu sering berfungsi sebagai pesan utama pengarang.
Sebagai suatu karya sastra, novel adalah sebuah teks. Novel merupakan
hasil dari performance individu yang berbeda satu sama lain dan muncul sebagai
wujud kreatifitas. Segala sesuatu yang berasal dari pengalaman individu sebagai
makhluk individual maupun sosial adalah tindakan komunikasi. Performance
adalah semua yang berhubungan dengan individu sebagai bagian dari suatu
interaksi dalam masyarakat. Baik bahasa verbal maupun nonverbal yang melekat
pada diri individu. Performance kaya akan simbolisasi yang terdiri dari emosi,
pikiran, personal bearing, style dan cerita. Sebagai salah satu media komunikasi,
novel juga dipersepsi oleh khalayaknya secara berbeda. Dalam memahami dan
memaknai isi media, khalayak melibatkan banyak faktor di dalamnya. Proses
pemaknaan dimungkinkan dengan hadirnya banyak aspek. Aspek individu
berkaitan dengan karakteristis demografis, latar belakang pendidikan dan kelas
sosial melibatkan budaya yang tersosialisasi sejak dini oleh khalayak. Budaya
terjadi proses pemaknaan dan negoisasi makna antar individu. Individu budaya
timbul sebagai hasil interaksi dan proses komunikasi.
Novel ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ ini ditulis oleh Agnes Davonar. Yang
merupakan dua bersaudara penulis online yang memulai kariernya dari sebuah
blog. Agnes Davonar pernah terpilih menjadi The Most Influeantal Blogger dan
The Best Indonesia Writing Blogger pada tahun 2009. Mereka juga meraih penghargaan penulis online terbaik seasia-pasifik tahun 2010. Novel ini awalnya
hanya diterbitkan secara online dan dibaca lebih dari 350.000 pengunjung. Karena
banyaknya pembaca yang tertarik, maka novel tersebut di cetak secara luas.
Sampai saat ini sudah cetakan ke-8 untuk penerbitan novel tersebut di Indonesia.
Novel ini pun mencetak sukses di Taiwan. Novel ini juga pernah diulas dalam
acara Kick Andy. Bahkan novel tersebut diangkat ke layar lebar, dan filmnya akan
segera ditayangkan.
Alasan penulis memilih novel tersebut karena novel tersebut sedang
menjadi perbincangan khalayak, novel tersebut merupakan best seller dan novel tersebut merupakan kisah nyata. Sehingga penulis tertarik untuk mengulas novel
tersebut. Novel ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ ini adalah sebuah buku yang diangkat
dari kisah nyata perjuangan seorang gadis remaja Indonesia bernama Gita Sesa
Wanda Cantika atau biasa dipanggil Keke melawan kanker ganas yang langka.
Keke yang baru berusia 13 tahun adalah seorang gadis cantik, pintar dan mantan
artis penyanyi cilik yang tiba-tiba divonis mengalami kanker jaringan lunak
pertama kali di Indonesia. Kanker itu menyerang wajahnya dan membuat
hidupnya hanya tinggal beberapa bulan saja. Mendengar vonis tersebut ayah Keke
tidak menyerah, ia berjuang agar Keke dapat lepas dari vonis kematian.
Perjuangan sang ayah menyelamatkan putrinya begitu mengharukan. Tuhan
memberikan anugerah dalam hidupnya, Keke mampu bertahan bersama kanker itu
selama tiga tahun lamanya. Walau dengan dua puluh lima kali kemoterapi, yang
dapat merontokkan seluruh rambutnya hanya dengan satu kali kemoterapi saja.
Perjuangan Keke untuk melawan kanker membuahkan hasil, Kebesaran Tuhan
membuatnya dapat bersama dengan keluarga serta sahabat yang ia cintai lebih
lama. Keberhasilan Dokter Indonesia menyembuhkan kasus kanker yang baru
pertama kali terjadi pada putri Indonesia ini menjadi prestasi yang membanggakan
sekaligus membuat semua Dokter di Dunia bertanya-tanya. Namun kanker itu
kembali setelah sebuah pesta kebahagiaan sesaat, Keke sadar nafasnya di dunia ini
semakin sempit. Ia tidak marah pada Tuhan, ia bersyukur mendapatkan sebuah
kesempatan untuk bernafas lebih lama. Walau pada akhirnya ia menyerah. Di
nafas terakhir ia menuliskan sebuah surat kecil kepada Tuhan. Surat yang penuh
dengan kebesaran hati remaja Indonesia yang berharap tidak ada air mata lagi di
dunia ini terjadi padanya, terjadi pada siapapun.
Perjuangan Keke sangatlah besar. Dalam vonis kematian yang tinggal
beberapa saat saja, ia mampu membuat vonis itu menjadi lebih lama. Dalam sisa
hidupnya, ia menjadikan segala sesuatu lebih berarti. Tegar dengan keadaannya
yang ada. Dan ia juga memberikan kekuatan dan semangat hidup kepada
orang-orang terdekat yang ia cintai agar lebih kuat dan tegar. Perjuangan adalah usaha
hidup memiliki makna yang luas dan dapat diartikan ke dalam banyak hal.
Masing-masing individu mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani hidup,
dan mempunyai makna yang berbeda dalam mengartikan hidup. Hidup bukan
hanya sebuah rutinitas yang dilakukan setiap hari. Hidup lebih berarti saat belajar
untuk memaknai hidup dengan hal-hal positif baik bagi diri sendri dan orang lain
yang ada di sekitar. Hidup adalah masih bernafas dan bergerak. Hidup adalah
mengalami kehidupan dengan cara tertentu. Hidup adalah mendapatkan rezeki
dengan jalan sesuatu. Hidup adalah kesempatan bagi individu untuk mencurahkan
kemampuan pada orang lain. Hidup adalah kesempatan untuk berbagi suka dan
duka dengan orang-orang yang disayangi. Hidup adalah kesempatan untuk
mengenal orang. Hidup adalah kesempatan untuk melayani orang. Hidup adalah
kesempatan untuk mencintai dan menyayangi orang lain. Hidup adalah
kesempatan untuk selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh tuhan dalam
hidup ini. Hidup adalah kesempatan untuk belajar dan terus belajar tentang arti
hidup itu sendiri. Dalam memperjuangkan sesuatu yang diinginkan maka tidak
bisa langsung begitu saja dapat tercapai melainkan melewati berbagai macam
proses. Dalam proses tersebut tidak boleh putus asa, semua masalah yang
dihadapi pasti ada jalan keluarnya. Orang tua, teman-teman, sahabat, keluarga,
saudara dan orang-orang di sekitar merupakan tempat untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Untuk memperjuangkan sesuatu yang dicita-citakan
diperlukan keniatan dan jiwa pantang menyerah. Selalu bersyukur atas apa yang
diberikan oleh Tuhan dan meyakini bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Roland Barthes dalam
memaknai leksia-leksia yang dapat menggambarkan objek yang diteliti. Leksia
yaitu satuan bacaan dengan panjang pendek bervariasi. Roland Barthes
berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan
asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu ( Barthes,
2001:2008 dalam Alex Sobur, 2002:63 ). Menurut Barthes, dalam suatu naskah
atau teks terdapat lima kode yaitu Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ), Kode
Semik ( makna konotatif ), Kode Simbolik, Kode Proaretik ( logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ) yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda
adalah peran pembaca ( the reader ). Konotasi, walaupun sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang
lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua
yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini
oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah representasi perjuangan hidup yang terdapat dalam novel
9
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah representasi
perjuangan hidup dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis
Dapat memperkaya khasanah penelitian di bidang komunikasi, khususnya
penelitian mengenai analisis pada karya sastra novel.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan bagi pembaca
terhadap pesan yang coba disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
Dan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang menggeluti dunia sastra yang
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Buku Sebagai Media Massa Cetak
Dalam sejarahnya, buku termasuk media massa cetak yang dianggap
mampu menyampaikan pesan secara mendalam. Terlebih lagi dengan banyaknya
kelebihan yang dimilikinya seperti mudah dibawa kemana saja dan yang paling
penting terdokumentasi permanen. Namun sayangnya hanya bisa dinikmati oleh
mereka yang melek huruf ( Cangara, 2005:128 ). Buku sebagai media massa juga
merupakan transmisi warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya. Media
cetak seperti buku mampu memberikan pemahaman yang lebih kepada
pembacanya. Melalui sebuah buku, penulis atau penyusunnya dapat berbagi
banyak hal seperti ilmu pengetahuan, pengalaman, bahkan imajinasi kepada
pembacanya sehingga buku banyak digunakan untuk keperluan studi,
pengetahuan, hobi atau media hiburan dengan penyajian mendalam.
2.1.2. Karya Sastra Sebagai Suatu Proses Komunikasi
Dalam suatu karya sastra hubungan antara pengarang dan pembaca harus
dipahami dengan hubungan yang bermakna, sebagai pola-pola hubungan yang
terbuka dan produktif dengan implikasi sosial, bukan sebagai kualitas yang
memungkinkan untuk mengadakan komunikasi timbal balik. Pengarang
menelusuri secara terus-menerus signifikasi fungsi-fungsi sosial interaksi simbolis
dalam aktifitas kehidupan manusia. Di pihak lain, sesuai dengan hakekat rekaan,
pengarang menghubungkan dengan kualitas imaginatif dan kreatif yang dengan
sendirinya berfungsi untuk menopang kehidupan sastra secara keseluruhan.
Komunikasi sastra merupakan komunikasi tertinggi sebab melibatkan mekanisme
unsur-unsur yang paling luas.
Karya sastra sebagai salah satu bentuk kreatifitas kultural sebagai
representasi super struktur ideologis, dipandang sebagai gejala-gejala sosial yang
terdiri dari sistem informasi yang sangat rumit. Di satu pihak karya sastra
merupakan respon-respon interaksi sosial, yaitu gejala sosial sebagai akibat antara
hubungan pengarang dan masyarakat. Di pihak lain karya sastra menyediakan
dunia rekaan bagi pembacanya. Dalam pengertian yang terakhir inilah
sesungguhnya terletak gagasan-gagasan mengenai komunikasi sastra. Analisis
struktur karya sastra selalu dalam kaitannya dengan struktur sosial. Artinya
semesta, tokoh dan peristiwa dipahami dalam kerangka pemahaman bersama.
Pemahaman tersebut bukan untuk menemuukan makna tunggal, bukan juga untuk
menemukan makna yang sesuai dengan objek kreator. Sebaliknya, pemahaman
justru mengarahkan pada keragaman interpretasi yang diperoleh dengan cara
mengungkapkan totalitas isi yang terkandung di dalamnya. Interaksi simbolik
dalam karya sastra merupakan representasi kehidupan sehari-hari dengan cara
Karya sastra khususnya novel, dengan peralatan formalnya, semakin lama
semakin dirasakan sebagai aktifitas yang benar-benar memiliki fungsi integral
dalam struktur sosial. Dalam proses komunikasi, karya sastra dianggap sebagai
gejala yang sarat dengan referensi-referensi sosial, yang pada dasarnya sangat
bermanfaat dalam pengembangan hubungan-hubungan sosial. Karena itulah
Duncan menyatakan bahwa kekuatan seni yang sesungguhnya terletak dalam
kapasitasnya untuk menerobos tembok pemisah antar manusia (Ratna, 2003:134).
Karya sastra sebagai proses komunikasi menyediakan pemahaman yang
sangat luas. Menurut Duncan, dalam karya seni terkandung bentuk-bentuk ideal
komunikasi, karena karya seni menyajikan pengalaman dalam kualitas antar
hubungan ( Ratna, 2003:142 ).
2.1.3. Karya Sastra Novel Sebagai Media Komunikasi Massa
Semua makhluk di dunia ini melakukan komunikasi tetapi hanya
komunikasi yang menggunakan simbol. Sesuai dengan pendapat Danwey dan
Duncan memandang bahwa masyarakat lahir dalam dan melalui komunikasi
simbol-simbol bermakna. Mekanisme melalui hubungan-hubungan lisan dan
tulisan dianggap sebagai cara-cara berkomunikasi yang paling konstan dan lazim
dalam kehidupan sosial, dengan sendirinya merupakan pondasi sumber dan energi
bagi semua aktifitas. Paradigma behaviorisme antara hubungan bersifat tidak
terkait ruang dan waktu.
Komunikasi massa adalah proses penyampaian pesan dari komunikator
televisi, radio, koran, majalah, buku, film, dan bertujuan untuk mengirim sejumlah
pesan kepada khalayak yang tersebar dan heterogen.
Menurut De Fleur dan Dennis Mc Quail dalam Genarsih ( 2006:33 ),
menjelaskan bahwa buku atau novel termasuk dalam perkembangan media massa.
Perkembangan buku dan dibangunnya perpustakaan diberbagai Negara Eropa
Barat dimasa abad 15 Masehi memberikan awal baru bagi perkembangan media
massa. Secara garis besar media komunikasi massa dapat digolongkan ke dalam
dua hal, yaitu media cetak atau print (buku, majalah, surat kabar, dan film
(khususnya film komersial)), serta media broadcasting yaitu radio dan televisi. Media cetak sebagai salah satu bentuk media komunikasi umumnya memiliki
fungsi sebagai pemberi informasi, artikel majalah yang lebih bersifat
mempengaruhi, dan novel yang mempunyai fungsi utama untuk menghibur.
Selain itu novel juga memberi informasi dan mempersuasi pembacanya.
Selanjutnya, DR. Nyoman Kutha Ratna mengatakan bahwa komunikasi
sastra merupakan komunikasi tertinggi, karena melibatkan mekanisme
unsur-unsur yang paling luas. Schmidt misalnya, menjelaskan bahwa komunikasi sastra
melibatkan proses total yang meliputi: a). Produksi teks, yaitu aktifitas pengarang
dalam menghasilakn teks tertentu, b). Teks itu sendiri dengan berbagai
problematikanya, c). Transmisi teks melalui editor, penerbit, toko-toko buku, dan
pembaca nyata, dan d). Penerima teks, melalui aktivitas pembaca, khususnya
pembaca implisit. Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupan
saling menjelaskan fungsi-fungsi perilaku sosial yang terjadi pada saat-saat
tertentu ( Ratna, 2003:137 ).
2.1.4. Novel
Menurut Cecep Syamsul Hari (www.kompas.com), istilah novel berasal
dari Italia, novella, yaitu prosa naratif fiksional yang panjang dan kompleks, yang
secara imajinatif berjalin-kelindan dengan pengalaman manusia melalu suatu
rangkaian peristiwa yang saling berhubungan satau sama lain dengan melibatkan
sekelompok atau sejumlah orang (tokoh, karakter) di dalam latar (setting) yang
spesifik. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, novel
diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat pelaku.
Dalam arti umum novel diartikan sebagai bentuk karya sastra, novel
merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekadar serangkaian tulisan yang
menggairahkan ketika dibaca, tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun
dari unsur-unsur yang terpadu.
Novel merupakan salah satu jenis buku dalam bentuk sastra, sama seperti
media cetak lainnya, novel juga memberikan informasi pada pembacanya. Selain
itu novel juga berfungsi menghibur dan mempersuasi pembacanya ( Keraf,
Novel sebagai salah satu karya sastra merupakan salah satu bahasa untuk
berkomunikasi dengan bidang-bidang lainnya yang berkembang sesuai dengan
perubahan masyarakat dimana ia hidup ( Sunardi, 2004:14 ).
Novel merupakan bentuk karya sastra paling populer di dunia. Bentuk
sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasi yang luas pada
masyarakat sebagai bahan bacaan. Novel dapat dibagi menjadi dua golongan
yaitu, novel serius dan novel hiburan. Novel serius adalah novel yang apabila
membacanya membutuhkan suatu konsentrasi dan pemahaman yang tinggi,
sedangkan novel hiburan adalah novel yang berisi tentang hiburan dan apabila
membacanya tidak terlalu membutuhkan konsentrasi dan pemahaman yang tinggi.
Syarat utama novel adalah karya yang menarik, menghibur dan mendatangkan
rasa puas bagi pembacanya.
Untuk menyajikan material kultural, dibandingkan dengan puisi, bahkan
juga drama, novel memiliki medium naratifitasyang sangat kaya. Secara
kronologis, transmisi material kultural ke dalam karya meliputi pengamatan dan
penelitian, penulis dan penyebaran, pembaca dan penilaian ( Ratna, 2003:44 ).
Isi pesan novel menjadi penting jika berkaitan dengan fungsi novel yang
dikemukakan oleh Culler, yaitu novel merupakan wacana yang di dalamnya dan
lewatnya masyarakat mengartikulasikan dunia. Di dalam novel kata-kata disusun
sedemikian rupa agar melalui aktivitas pembacaan akan muncul suatu model
mengenai suatu dunia sosial, model-model personalitas individual, model
hubungan dengan masyarakat. Dan yang lebih penting lagi, model signifikasi dari
Schmidt menjelaskan bahwa sastra melibatkan proses total meliputi :
1. Produksi teks, yaitu aktivitas pengarang dalam menghasilkan teks
tertentu.
2. Teks itu sendiri, yaitu berbagai problematika dalam karya sastra.
3. Transmisi teks, yaitu melalui editor, penerbit, tokoh-tokoh buku dan
sampai pada pembaca.
4. Penerima teks, yaitu melalui segala aktifitas pembaca.
2.1.5. Representasi
Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan
suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep
ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkret. Representasi adalah
konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan
yang tersedia seperti dialog, tulisan, video, film, fotografi dan sebagainya. Secara
ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa.
Menurut Stuart Hall ( 1997 ), representasi adalah salah satu praktek
penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang
sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan
berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu
membagi pengalaman yang sama, membagi kode kebudayaan-kebudayaan yang
sama, berbicara dalam bahasa yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang
Stuart Hall mengemukakan ada dua macam sistem representasi. Pertama
‘representasi mental’ yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita
masing-masing ( peta konseptual ). Representasi mental ini masih berbentuk
sesuatu yang abstrak. Kedua ‘bahasa’ yang berperan penting dalam proses
konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada di dalam kepala kita harus
diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan
konsep dan ide tentang sesuatu dengan tanda dan simbol tertentu.
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan
mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem
‘peta konseptual’ kita. Dalam proses kedua dengan bahasa atau simbol yang
berfungsi mempresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara
‘sesuatu’, ‘peta konseptual’ dan bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi
makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara
bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.
Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan
pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Intinya adalah
makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, selalu dikonstruksikan dan
diproduksi lewat proses representasi. Merupakan hasil dari praktek penandaan.
Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.
Representasi adalah cara media menampilkan seseorang, kelompok dan
gagasan atau pendapat tertentu. Ada dua hal yang berkaitan dengan representasi
ditampilkan sebagaimana semestinya, apa adanya ataukah diburukkan.
Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan
cenderung memojokkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja
yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan.
Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan dengan kata, kalimat,
aksentuasi dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan
atau pendapat tersebut ditampilkan dalam program pemberitaan kepada khalayak.
Bahwa persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek
ditampilkan ( Eriyanto, 2001:113 ).
Menurut John Fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan atau
pendapat dan kelompok atau seseorang paling tidak ada tiga proses. Level
pertama, peristiwa yang ditandakan ( encode ) sebagai realitas yaitu bagaimana
peristiwa itu dikonstruksikan sebagai realitas. Di sini realitas selalu siap
ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut
sebagai suatu realitas. Level kedua, ketika memandang sesuatu sebagai realitas
pertanyaan berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Di sini
menggunakan perangakt secara teknis. Dalam bahasa tulis yang disebut alat teknis
adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Pemakaian kata,
kalimat atau proposisi tertentu misalnya membawa makna tertentu ketika diterima
oleh khalayak. Level ketiga, bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan
diorganisasikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas sosial atau kepercayaan
dominan yang ada dalam masyarakat. Menurut Fiske ketika kita melakukan
2.1.6. Perjuangan Hidup
Perjuangan adalah usaha yang penuh dengan kesukaran untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Arti hidup memiliki makna yang luas dan
dapat diartikan ke dalam banyak hal. Masing-masing individu mempunyai cara
yang berbeda dalam menjalani hidup, dan mempunyai makna yang berbeda dalam
mengartikan hidup. Hidup bukan hanya sebuah rutinitas yang dilakukan setiap
hari. Hidup lebih berarti saat belajar untuk memaknai hidup dengan hal-hal positif
baik bagi diri sendri dan orang lain yang ada di sekitar. Hidup adalah masih
bernafas dan bergerak. Hidup adalah mengalami kehidupan dengan cara tertentu.
Hidup adalah mendapatkan rezeki dengan jalan sesuatu. Hidup adalah kesempatan
bagi individu untuk mencurahkan kemampuan pada orang lain. Hidup adalah
kesempatan untuk berbagi suka dan duka dengan orang-orang yang disayangi.
Hidup adalah kesempatan untuk mengenal orang. Hidup adalah kesempatan untuk
melayani orang. Hidup adalah kesempatan untuk mencintai dan menyayangi
orang lain. Hidup adalah kesempatan untuk selalu bersyukur atas apa yang
diberikan oleh tuhan dalam hidup ini. Hidup adalah kesempatan untuk belajar dan
terus belajar tentang arti hidup itu sendiri ( Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Tim Media ). Dalam memperjuangkan sesuatu yang diinginkan maka tidak bisa
langsung begitu saja dapat tercapai melainkan melewati berbagai macam proses.
Dalam proses tersebut tidak boleh putus asa, semua masalah yang dihadapi pasti
ada jalan keluarnya. Orang tua, teman-teman, sahabat, keluarga, saudara dan
dihadapi. Untuk memperjuangkan sesuatu yang dicita-citakan diperlukan keniatan
dan jiwa pantang menyerah. Selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh Tuhan
dan meyakini bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk siapa pun.
Menurut Danang Eko Nuryanto, perjuangan hidup adalah perjuangan
hidup yang dewasa ini hendaknya tidak diartikan sebagai perjuangan individual.
Akan tetapi sebagai perjuangan bersama. Perjuangan untuk mewujudkan keadilan.
Perjuangan memerangi kemiskinan, kebodohan, dan eksploitasi. Perjuangan hidup
adalah layaknya pohon yang berakarkan masalah tapi berbuah kesuksesan ( Anne
Ahira ).
Arti hidup dalam novel tersebut adalah perjuangan seorang anak untuk
tetap bertahan hidup lebih lama. Dan berusaha untuk bisa sembuh dari penyakit
yang dideritanya dengan melalui cara apapun. Perjuangannya begitu gigih dan
bersemangat. Begitu juga pun dengan perjuangan orang-orang disekitarnya yang
tetap tegar dan tidak menyerah.
2.1.7. Semiologi Komunikasi
Secara estimologi, istilah semiotic adalah dari bahasa yunani semein yang
berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi
sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (
Sobur, 2006:16 ). Dalam Sobur, semiologi adalah suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. Tanda itu hanya mengemban arti signifikan dalam
dengan apa yang ditandakan. Sedangkan definisi semiologi adalah suatu ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda dan makna ( Sobur, 2006:17 ).
Semiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiologi
kualitatif interaktif adalah metode yang memfokuskan pada tanda dan teks sebagai
objek kajian, bagaimana menafsirkan dan memahami kode di balik tanda dan teks
tersebut.
Hingga kini kajian semiologi dibedakan ke dalam dua jenis yaitu
semiologi komunikasi dan semiologi signifikasi. Semiologi komunikasi adalah
menekankan pada teori produksi tanda yang diantaranya yaitu penerimaan kode (
sistem tanda ), pesan, saluran komunikasi dan acuan hal yang dibicarakan ( Sobur,
2006:15 ). Sedangkan semiologi signifikasi adalah semiologi yang mempelajari
relasi elemen-elemen tanda dalam suatu sistem, berdasarkan aturan main dan
konvensi tertentu ( Sobur, 2006:16 ). Pendekatan Semiologi Roland Barthes
secara khusus tertuju kepada jenis tuturan ( Speech ) yang disebutnya sebagai
mitos (Myth).
Menurut Barthes, bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk menjadi
mitos yaitu secara semiologi dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran signifikasi
yang disebut sebagai sistem semiologi tingkat dua ( the second order semiological
system ). Maksudnya pada tataran bahasa atau semiologi tingkat pertama ( the
first order semiological system ) penanda-penanda berhubungan dengan
petanda-petanda sedemikian hingga menghasilkan tanda ( Barthes, 1983 dalam Budiman,
Tataran 1 Tataran 2
Realitas Tanda Kultur
Gambar 1 Signifikasi 2 Tahap Barthes
Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan ( triggered
system ) yang memungkinkan untuk menghasilkan makna yang juga
bertingkat-tingkat yaitu bertingkat-tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah bertingkat-tingkat pertandaan
yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan
rujukan pada realitas yang menghasilkan makna eksplisit, adalah makna pada apa
yang tampak. Sedangkan denotatif merupakan tanda yang penandanya
mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan tinggi.
Tataran pada awal akan dimaknai secara denotatif kemudian tanda akan
dimaknai konotatif dengan menggunakan kode-kode pembacaan dan memperoleh
pemaknaan konotasi tersebut secara mendalam digunakan mitos yang dibagi ke
dalam dua tahap penalaran atau sistem semiologikal. Tanda akan dimaknai secara
2.1.8. Metode Roland Barthes
Menurut Saussure, elemen-elemen semiologi dijelaskan dalam suatu
kesatuan yang dapat dipisahkan dari dua bidang seperti hak selembar kertas, yaitu
bidang penanda ( signifier ) yang merupakan citraan atau kesan mental dari
sesuatu yang bersifat verbal ataupun visual seperti tulisan, suara atau benda. Dan
bidang petanda (signified ) yang merupakan konsep abstrak atau makna yang
dihasilkan tanda.
Roland Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda
yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu
tertentu ( Barthes, 2001:2008 dalam Alex Sobur, 2002:63 ).
Dalam suatu naskah atau teks terdapat lima kode yang ditinjau dan
dieksplisitkan oleh Barthes adalah yaitu Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ), Kode Semik ( makna konotatif ), Kode Simbolik, Kode Proaretik ( logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ) yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu. Lima kode yang ditinjau oleh Barthes, yaitu :
1. Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ) berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan ‘kebenaran’ bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode
teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional.
Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu
2. Kode Semik ( makna konotatif ) banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa
konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan
konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan
satuan konotasi, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika sejumlah
konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu
tokoh dengan atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap
denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling ‘akhir’.
3. Kode Simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas
bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural.
Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa
oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi fonem
dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual
yang melalui proses. Misalnya, seorang anak belajar bahwa ibunya dan
ayahnya berbeda satu sama lain dan bahwa perbedaan ini juga membuat
anak itu sama dengan satu diantara keduanya dan berbeda dari yang
lain-atau pun pada taraf pemisahan dunia secara kultural dan primitif menjadi
kekuatan dan nilai-nilai yang berlawanan yang secara mitologis dapat
dikodekan. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik
seperti ini dapat dikodekan melalui istilah-istilah retoris seperti antitesis,
yang merupakan hal yang istimewa dalam sistem simbol Barthes.
4. Kode Proaretik ( logika tindakan / lakuan ) dianggapnya sebagai
yang bersifat naratif. Jika Aristoteres dan Todorov hanya mencari
adegan-adegan utama atau alur utama, secara teoretis Barthes melihat semua
lakuan dapat dikodifikasi, dari terbukanya pintu sampai petualangan yang
romantis. Pada praktiknya, ia menerapkan beberapa prinsip seleksi. Kita
mengenal kode lakuan atau peristiwa karena kita dapat memahaminya.
Pada kebanyakan fiksi, kita selalu mengharap lakuan di-‘isi’ sampai
lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks ( seperti pemilahan
ala Todorov ).
5. Kode Gnomik ( kultural ) banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya.
Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang
telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal
kecil yang telah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.
Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechte ( 2001:196 ), bukan hanya
untuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal,
namun lebih banyak untuk menunjukkan bahwa tindakan yang paling masuk akal,
rincian yang paling meyakinkan atau teka-teki yang paling menarik merupakan
produk buatan dan bukan tiruan dari yang nyata.
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang
tanda adalah peran pembaca ( the reader ). Konotasi, walaupun sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang
yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan
contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas bahasa
sebagai sistem yang pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan
konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes
menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja ( Cobley & Jansz, 1999 ) :
1. Signifier
( penanda )
2. Signified
( petanda )
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
( PENANDA KONOTATIF )
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
( PETANDA KONOTATIF )
6. CONNOTATIVE SIGN ( TANDA KONOTATIF )
3. Denotative Sign ( tanda denotatif )
Gambar 2 Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif
material : hanya jika anda mengenal tanda ‘singa’, barulah konotasi seperti harga
diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin ( Cobley & Jansz, 1995:51 ).
Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi
penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran
denotatif ( Sobur, 2004:69 ).
Secara lebih rinci, linguistik pada dasarnya membedakan tingkat ekspresi
dan tingkat isi yang keduanya dihubungkan oleh sebuah relasi. Kesatuan dari
tingkat-tingkat dan relasinya ini membentuk sebuah sistem. Sistem demikian ini
dapat di dalam dirinya sendiri menjadi unsur sederhana dari sebuah sistem kedua
yang akibatnya memperluasnya. Mengacu pada Hjelmslev, Barthes sependapat
bahwa bahasa dapat dipilih menjadi dua sudut artikulasi demikian ( Barthes, 1983
dalam Kurniawan, 2001:67 ).
Barthes mengatakan suatu karya atau teks merupakan sebuah bentuk
konstruksi belaka, maka seseorang harus melakukan rekonstruksi dan
bahan-bahan yang tersedia, yang tak lain adalah teks itu sendiri apabila ingin
menemukan makna di dalamnya. Yang dilakukan Barthes dalam proyek
rekonstruksi, paling awal adalah teks atau wacana naratif yang terdiri dari atas
penanda-penanda tersebut dipilah-pilah terlebih dahulu menjadi serangkaian
dengan panjang pendek bervariasi. Sebuah leksia dapat berupa satu-dua kata,
kelompok kata, beberapa kalimat atau beberapa paragraf ( Kurniawan, 2001:93 )
Mitos adalah kepercayaan atau keyakinan pada jaman dahulu dan masih
dianggap atau dipercaya oleh masyarakat sampai saat ini. Sistem mitos pada novel
“Surat Kecil Untuk Tuhan” adalah bahwa orang-orang yang akan meninggal
memiliki tanda-tanda atau keanehan dalam tingkah laku. Dalam sebuah hadist
yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, terdapat tanda-tanda orang yang akan
meninggal, yaitu :
1. Tanda 100 Hari Sebelum Hari Mati
Ini adalah tanda pertama dari Allah SWT kepada hambanya dan hanya
akan disadari oleh mereka-mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun
semua orang Islam akan mendapat tanda ini tergantung pada mereka, sadar atau
tidak. Tanda ini akan terjadi biasanya sesudah waktu Ashar. Seluruh tubuh dari
ujung rambut sampai ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan
menggigil. Contoh : Seperti sapi yang baru disembelih, jika diperhatikan dengan
teliti, kita akan mendapati seakan-akan daging itu bergetar. Bagi mereka yang
sadar dan berdetik di hati mungkin ini adalah tanda kematian, maka getaran ini
akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka
yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan dunia
tanpa memikirkan kematian, tanda ini akan lenyap begitu saja tanpa ada manfaat.
Bagi yang sadar akan tanda ini, maka ini adalah peluang terbaik untuk
memanfaatkan masa yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan
2. Tanda 40 Hari Sebelum Hari Mati
Tanda ini juga berlaku sesudah waktu Ashar. Bagian pusat tubuh kita akan
berdenyut-denyut. Pada saat ini, daun yang bertuliskan nama kita akan gugur dari
pohon yang letaknya di atas Arasy Allah SWT. Maka malaikat maut akan
mengambil daun tersebut dan mulai mempersiapkan segala sesuatunya atas kita,
diantaranya ia akan mulai mengikuti kita sepanjang hari. Akan tiba saatnya
malaikat maut ini akan memperlihatkan wajahnya sekilas. Jika ini terjadi, mereka
yang terpilih akan merasakan seakan-akan bingung seketika. Adapun malaikat
maut ini wujudnya hanya seseorang tapi kemampuannya untuk mencabut nyawa
adalah bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan dicabut.
3. Tanda 7 Hari Sebelum Hari Mati
Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan
penyakit atau sakit, di mana orang sakit yang jarang mau makan tiba-tiba
berselera makan.
4. Tanda 3 Hari Sebelum Hari Mati
Pada waktu ini akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita. Jika tanda
ini bisa dirasakan, maka berpuasalah kita supaya perut kita tidak mengandung
banyak najis dan ini akan memudahkan orang yang akan memandikan kita. Saat
ini, bola mata kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang yang sakit, bagian
hidungnya akan perlahan-lahan jatuh, ini dapat dilihat jika kita melihatnya dari
masuk ke dalam. Telapak kakinya yang terjulur akan perlahan-lahan jatuh ke
depan dan sukar di tegakkan.
5. Tanda 1 Hari Sebelum Hari Mati
Akan datang setelah waktu Ashar. Kita akan merasakan satu denyutan di
bagian belakang, yaitu di bagian ubun-ubun, yang menandakan kita tidak akan
sempat menemui waktu Ashar hari berikutnya.
6. Tanda Akhir
Kita akan merasakan satu keadaan sejuk di bagian pusat dan hanya akan
turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke bagian tenggorokan. Pada waktu
ini hendaklah kita terus mengucap kalimat Syahadat dan berdiam diri menantikan
kedatangan malaikat maut. Sebaiknya bila sudah merasa tanda yang akhir sekali,
mengucap dalam diam dan jangan lagi bercakap-cakap.
2.2. Kerangka Berfikir
Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupakan kompleksitas
hubungan yang bermakna, antar hubungan yang bertujuan saling menjelaskan
fungsi sosial yang terjadi pada saat tertentu.
Novel merupakan bentuk karya sastra paling populer di dunia, novel
mampu membuat pembaca atau individu ikut larut dalam isi dari cerita novel
novel tersebut tentang peristiwa atau objek. Seorang penulis novel menyampaikan
pesan komunikasinya melalui sebuah teks dari novel itu sendiri.
Dalam penelitian ini, melalui novel masyarakat dapat membangun model
mengenai suatu dunia sosial, model personalitas individual dan model hubungan
masyarakat. Selain itu novel juga dijabarkan dan digali maknanya dengan
menggunakan pendekatan semiotik, tanda yang berupa indeks yang paling banyak
dicari, yaitu tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat. Peneliti harus
menemukan konfensi-konfensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai
suatu makna.
Dalam hubungannya dengan penggambaran perjuangan hidup pada Gita
Sesa Wanda Cantika atau Keke dalam novel dengan menggunakan leksia dan lima
kode pembacaan. Penggambaran perjuangan hidup dalam novel “Surat Kecil
Untuk Tuhan” akan diinterpretasikan melalui dua tahap yaitu, pertama peneliti
akan memilih penanda-penandanya ke dalam serangkaian fragmen ringkas yang
disebut dengan leksia, yaitu satuan pembaca ( units of reading ) dengan
menggunakan kode-kode pembacaan yang terdiri dari lima kode yang meliputi
Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ), Kode Semik ( makna konotatif ), Kode
Simbolik, Kode Proaretik ( logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ).
Pada tahap kedua novel sebagai sebuah bahasa pada tataran signifikasi
akan dianalisis secara metologi pada tataran bahasa atau sistem semiologi tingkat
32
1. Dalam tataran Linguistik, yaitu sistem semiologi tingkat pertama
penanda-penanda sedemikian sehingga menghasilkan tanda.
2. Dalam tataran mitos, yaitu semiologi lapis dua, tanda-tanda pada tataran
pertama ini pada gilirannya hanya akan menjadi penanda-penanda yang
berhubungan pula pada petanda-petanda pada tataran kedua.
Dengan demikian pada akhirnya peneliti akan menghasilkan interpretasi
yang mendalam dan tidak dangkal. Disertai dengan bukti dari
pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara ilmiah. Seperti yang tertera dalam gambar
berikut ini :
Novel “Surat Kecil
Untuk Tuhan”
Analisis menggunakan
Metode Roland Barthes
Hasil interpretasi
data
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti kondisi suatu obyek yang alamiah dimana peneliti
merupakan instrumen kunci. Selain itu, metode kualitatif juga berusaha untuk
memahami tingkah laku manusia yang tidak cukup hanya dengan surface
behavior semata, tetapi juga melihat perspektif dalam diri manusia untuk mempunyai gambaran yang utuh tentang manusia dan dunianya (Mulyana,
2001:32). Realitas dilihat sebagai sesuatu yang kompleks, antara satu sama lain
berhubungan sehingga merupakan satu kesatuanyang bulat dan bersifat holistik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan semiologi Roland Barthes.
Barthes adalah salah satu tokoh semiotik komunikasi yang menganut aliran
semiologi komunikasi strukturalisme Ferdiand de Saussure. Semiologi strukturalis
Saussure lebih menekankan pada linguistik. Menurut Kirk dan Miller, penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
Barthes bersama dengan Levi-Strauss adalah tokoh awal yang
mencetuskan paham struktural dan yang meneliti sistem tanda dalam budaya
(Putranto, 2005:117). Sastra adalah salah satu bentuk budaya yang ada dalam
masyarakat yang dapat diteliti. Selain itu Barthes juga berpendapat bahwa bahasa
adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu
masyarakat tertentu dalam waktu tertentu ( Sobur, 2004:63 ). Bahasa merupakan
suatu sistem tanda yang memuat penanda. Sistem kedua terbangun dengan
menjadikan penanda dan petanda tingkat pertama sebagai petanda baru yang
kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf
yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebut dengan istilah denotasi
atau sistem retoris atau mitologi ( Kurniawan, 2001:115 ).
Untuk memberikan ruang atensi yang lebih lapang bagi diseminasi makna
dan pruralitas teks, Barthes mencoba memilah-milah penanda-penanda pada
wacana naratif ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun yang
disebutnya sebagai leksia, yaitu unit pembacaan ( unit of reading ) dengan
panjang pendek bervariasi.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah studi semiologi
untuk menggambarkan representasi perjuangan hidup yang dialami Gita Sesa
Wanda Cantika atau Keke dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes
Davonar.
Perjuangan hidup yang terdapat dalam novel “Surat kecil Untuk Tuhan”
adalah sebuah perjuangan seorang gadis remaja yang bernama Gita Sesa Wanda
Cantika atau Keke untuk melawan penyakit kanker jaringan lunak yang di
deritanya. Keke berjuang agar ia tetap dapat mempertahankan hidupnya. Tidak
hanya Keke yang berjuang, tetapi orang-orang disekitarnya. Terutama ayah Keke
yang berjuang tiada henti untuk mencari dan mendapatkan pengobatan terbaik dan
dapat menyembuhkan Keke. Keke dan ayahnya tidak berhenti untuk berusaha dan
menyerah, tetapi mereka justru lebih bersemangat untuk memperjuangkan
hidupnya.
Mitos adalah kepercayaan atau keyakinan pada jaman dahulu dan masih
dianggap atau dipercaya oleh masyarakat sampai saat ini. Sistem mitos pada novel
“Surat Kecil Untuk Tuhan” adalah bahwa orang-orang yang akan meninggal
memiliki tanda-tanda atau keanehan dalam tingkah laku. Dalam sebuah hadist
yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, terdapat tanda-tanda orang yang akan
meninggal, yaitu :
1. Tanda 100 Hari Sebelum Hari Mati
Ini adalah tanda pertama dari Allah SWT kepada hambanya dan hanya
akan disadari oleh mereka-mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun
semua orang Islam akan mendapat tanda ini tergantung pada mereka, sadar atau
tidak. Tanda ini akan terjadi biasanya sesudah waktu Ashar. Seluruh tubuh dari
ujung rambut sampai ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan
menggigil. Contoh : Seperti sapi yang baru disembelih, jika diperhatikan dengan
sadar dan berdetik di hati mungkin ini adalah tanda kematian, maka getaran ini
akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka
yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan dunia
tanpa memikirkan kematian, tanda ini akan lenyap begitu saja tanpa ada manfaat.
Bagi yang sadar akan tanda ini, maka ini adalah peluang terbaik untuk
memanfaatkan masa yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan
urusan yang akan ditinggalkan sesudah mati.
2. Tanda 40 Hari Sebelum Hari Mati
Tanda ini juga berlaku sesudah waktu Ashar. Bagian pusat tubuh kita akan
berdenyut-denyut. Pada saat ini, daun yang bertuliskan nama kita akan gugur dari
pohon yang letaknya di atas Arasy Allah SWT. Maka malaikat maut akan
mengambil daun tersebut dan mulai mempersiapkan segala sesuatunya atas kita,
diantaranya ia akan mulai mengikuti kita sepanjang hari. Akan tiba saatnya
malaikat maut ini akan memperlihatkan wajahnya sekilas. Jika ini terjadi, mereka
yang terpilih akan merasakan seakan-akan bingung seketika. Adapun malaikat
maut ini wujudnya hanya seseorang tapi kemampuannya untuk mencabut nyawa
adalah bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan dicabut.
Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan
penyakit atau sakit, di mana orang sakit yang jarang mau makan tiba-tiba
berselera makan.
4. Tanda 3 Hari Sebelum Hari Mati
Pada waktu ini akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita. Jika tanda
ini bisa dirasakan, maka berpuasalah kita supaya perut kita tidak mengandung
banyak najis dan ini akan memudahkan orang yang akan memandikan kita. Saat
ini, bola mata kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang yang sakit, bagian
hidungnya akan perlahan-lahan jatuh, ini dapat dilihat jika kita melihatnya dari
samping. Telinganya akan layu, di bagian ujung-ujungnya akan berangsur-angsur
masuk ke dalam. Telapak kakinya yang terjulur akan perlahan-lahan jatuh ke
depan dan sukar di tegakkan.
5. Tanda 1 Hari Sebelum Hari Mati
Akan datang setelah waktu Ashar. Kita akan merasakan satu denyutan di
bagian belakang, yaitu di bagian ubun-ubun, yang menandakan kita tidak akan
sempat menemui waktu Ashar hari berikutnya.
6. Tanda Akhir
Kita akan merasakan satu keadaan sejuk di bagian pusat dan hanya akan
turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke bagian tenggorokan. Pada waktu
kedatangan malaikat maut. Sebaiknya bila sudah merasa tanda yang akhir sekali,
mengucap dalam diam dan jangan lagi bercakap-cakap.
3.3. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah novel “Surat
Kecil Untuk Tuhan”. Dengan mempertimbangkan bahwa novel ini menarik untuk
direprentasikan. Karena menceritakan perjuangan hidup seorang gadis remaja
yang merupakan kisah nyata. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah
teks yang merepresentasikan ‘Perjuangan Hidup’ yang ditampilkan dalam novel
“Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar. Novel ini diterbitkan oleh
Inandra Published pertama kali pada tahun 2008.
3.4. Corpus
Corpus merupakan sekumpulan bahan yang terbatas dan ditentukan pada
perkembangannya oleh analisis. Corpus haruslah cukup luas untuk memberikan
harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan memelihara sebuah sistem
kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin
( Kurniawan, 2001:70 ). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk memberi
harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis secara
keseluruhan. Tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang
beraneka ragam sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari
unsur tertentu yang terpisah berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan ( Arkoun,
2001:53 ). Kelebihannya adalah bahwa akan mendekati teks kita tidak didahului
oleh para anggapan atau interpretasi tertentu sebelumnya. Corpus adalah kata lain
dari sample atau contoh yang bertujuan tetapi khusus digunakan untuk semiotik
dan analisis wacana.
Dalam penelitian ini, corpusnya adalah semua teks yang
merepresentasikan perjuangan hidup. Dalam teks novel “Surat Kecil Untuk
Tuhan” terdapat 19 leksia yang menunjukkan adanya unsur perjuangan hidup,
yaitu :
1. Rasa sakit pada hidungku mulai terasa lebih menyakitkan, disertai
ngilu di bagian rahang yang menghambat pernafasanku. Aku hanya
bisa bertahan untuk tidak membuat diriku seolah sakit. (halaman 46)
2. “ Keke nggak sakit parah, itu kan yang ayah bilang. Kalau Keke cuma
sakit flu, Keke masih bisa sekolah.. Keke mau sekolah!! “. (halaman
51)
3. Sobat, sebenarnya aku sangat malu pergi ke sekolah dalam keadaan
seperti itu tapi aku tidak punya pilihan. (halaman 51)
4. Aku pun hanya bisa tersenyum padahal hatiku ingin menangis ketika
melihat ayah berpura-pura menikmati pahitnya bawang itu. Aku sadar
semangat ayah telah membuat keinginan sembuhku pun bangkit
mata berjatuhan tapi sekali lagi ayah menunjukkan tekad kepadaku
agar terus berusaha. (halaman 61)
5. Hatiku mulai tenang dan kini aku berserah pada ayah. Karena rasa
takut itulah aku kini lebih sering menghabiskan waktuku untuk selalu
berkeliling dengan ayah dari satu kota ke kota lain mencari pengobatan
alternatif untuk menghindari operasi. Aku pun lebih bisa menerima
keadaanku, walau aku tahu hanya sebuah mukjizat dari Tuhan yang
akan membuatku sembuh tanpa operasi. (halaman 65)
6. Hampir semua informasi keberadaan orang pintar atau pengobatan
tradisional kutemui. Namun entah apa yang terjadi ketika aku sampai
di tempat itu. Mereka hanya menyuruhku duduk kemudian kembali ke
mobil dan kami pulang tanpa hasil. Seluruh pulau Jawa, Sumatra dan
Bali telah kami lalui hanya untuk mencari pengobatan yang terbaik.
Tidak ada hasil apa pun dari pencarian itu dan hanya membuat
wajahku mulai semakin tak beraturan. (halaman 66)
7. Aku nyaris tidak bisa melihat secara normal bahkan kacamata minus
yang biasa aku pakai untuk membantu penglihatanku sudah tidak bisa
digunakan lagi. Sebab benjolan di mukaku membuat ukuran wajahku
bertambah besar sehingga frame kacamataku tidak cukup. Ayah tidak
kehilangan akal, ia membelikan aku kacamata baru yang disesuaikan
dengan ukuran wajahku walau ia tahu setiap hari ia harus
8. Setelah dua jam menunggu akhirnya ayah mendapat giliran di akhir
antrian. Ketika ia hendak masuk, seorang petugas memberitahukan
bahwa mereka sudah tutup, ayah langsung terkejut dan memang
melihat jam praktek tertulis tutup pada saat itu. Tapi ayah tidak
menyerah ia langsung memohon untuk bertemu dengan pak haji itu.
Melihat ayah begitu teguh dan memaksa akhirnya petugas membiarkan
ayah masuk. (halaman 68)
9. Dan tanpa menyerah ia mencari pengobatan terbaik yang bisa
menyelamatkan hidupku. Bagiku ia adalah ayah yang sungguh luar
biasa. Tidak ada kata pantang menyerah darinya untuk menyelamatkan
hidupku dari kanker ini. (halaman 77)
10.Dengan sekuat tenaga aku harus bertahan untuk beberapa hari dari rasa
sakit itu. Sobat, rasa sakit itu sesungguhnya membuat aku terasa lemah
dan ingin menangis. Belum lagi rasa dingin yang terus menusuk
seluruh tubuhku. (halaman 85)
11.Disaat-saat seperti inilah aku tahu rasanya sulit dalam berpikir, tapi
aku tidak ingin kehilangan semangat belajar, aku ingin sekali
berprestasi dan membanggakan ayah, walaupun di sela-sela aku
menghafalkan pelajaran kepalaku terasa berat. (halaman 119)
12.Prof. Mukhlis seperti tidak ingin menyerah. Sebagai seorang dokter ia
13.Aku sungguh tidak bisa melukiskan keadaanku saat itu selain hanya
tersenyum.. Walau itu hanya sebuah senyuman.. Senyuman kecil
diantara rasa takut dan pasrah. (halaman 145)
14.Walaupun Prof. sudah menyerah tapi ayah tidak begitu saja putus asa.
Ayah tetap ingin mencari jalan keluar. Ayah sadar bila seorang Prof.
terbaik di Indonesia sudah menyerah maka ia harus mencari dari luar.
Beliau pun memilih mencari pengobatan di Singapura. (halaman 149)
15.Semua ini adalah cobaan terberat dalam hidupku. Mungkin kelak
ketika aku akan pergi dari dunia ini, aku tidak akan merasakan suatu
kehilangan karena nafasku terhenti untuk mengingat semuanya. Tapi
bila kita tetap bersama itu tidak akan terjadi padamu. Rasa kehilangan
itu akan menjadi abadi di sepanjang nafasmu, selalu terbawa dalam
kesedihan abadi.. Aku tidak ingin semua itu terjadi padamu, Andi.
Selamat tinggal kekasihku. Inilah malam terakhir kita. (halaman 159)
16.Sobat, terkadang aku merasa tidak kuat untuk memandang dan
menulis. Hal itu sangat menyulitkan untukku. Tapi aku tidak akan
pernah melewatkan satu detik pun pendidikan yang bisa aku dapatkan
selama aku masih bisa. Aku ingin terus bisa menulis, membaca dan
menggambar selama aku masih bisa bernafas. (halaman 177)
17.Sobat, kini wajahku kembali membesar dan terus membesar. Aku
mulai merasakan kesakitan yang tidak bisa kujelaskan. Nafasku terasa
menusuk hatiku dan membuat aku harus menahan dengan sekuat
tenaga. Tapi aku tidak lagi merasa ingin menangis karena aku sudah
berjanji pada hatiku untuk selalu kuat. (halaman 185)
18.“ Bu.. Boleh nggak kertas ini dijawab oleh saya, tapi dituliskan oleh
pak Iyus? Sebab tangan saya sudah tak kuat untuk bergerak! “ Ujarku
memohon. (halaman 192)
19.Dengan sekuat tenaga aku menggunakan jariku untuk menulis. Tuhan
maha besar membiarkan tanganku yang lumpuh dapat bergerak. Walau
banyak yang ingin aku tulis, tapi tanganku mulai tak kuat bergerak.
(halaman 211)
3.5. Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks yang
merepresentasikan ‘Perjuangan Hidup’ dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan”
karya Agnes Davonar.
Peneliti menggunakan leksia dari Barthes sebagai unit analisis. Leksia
merupakan satuan bacaan tertentu dengan panjang pendek bervariasi ( Kurniawan,
2001:93 ). Leksia ini dapat berupa satu dua kata, kelompok kata, beberapa kalimat
atau beberapa paragraf dari teks novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes
Davonar yang menunjukkan adanya unsur perjuangan hidup.
Data dalam penelitian ini diperoleh dari keseluruhan teks dalam novel
“Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar .
3.7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data secara
kualitatif dengan menggunakan sebuah leksia yang dapat berupa satu dua kata,
kelompok kata, beberapa kalimat atau beberapa paragraf. Untuk menganalisis
seluruh temuan data yang ada dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya
Agnes Davonar, peneliti membaginya dalam beberapa langkah teknis dengan
tujuan untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis secara semiologi.
Langkah-langkah teknis ini merupakan pengembangan dari model semiologi
Roland Barthes dalam membaca semiologi teks tertulis.
Langkah-langkah yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjelaskan
novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar, antara lain :
1. Menggunakan semiologi Barthes, dengan mengumpulkan seluruh unit
analisis yang berupa leksia-leksia, yaitu satuan bacaan tertentu
berdasarkan pemilihan atas teks novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” yang
sesuai untuk dijadikan subyek penelitian.
2. Peneliti kemudian membagi semua leksia yang terkumpul tersebut ke
dalam aspek semiologi, yaitu aspek material dan aspek konseptual.
Leksia-leksia tersebut dalam semiologi Barthes dianggap sebagai tanda ( sign ).
Yang dimaksud aspek material adalah teks tertulis dalam novel “Surat